Identifikasi mikroba pelarut posfat yang potensial melarutkan fosfat

Dengan demikian terdapat 48 satuan percobaan 4 x 4 x 3 dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut : F1P1 F2P1 F3P1 F4P1 F1P2 F2P2 F3P2 F4P2 F1P3 F2P3 F3P3 F4P3 F1P4 F2P4 F3P4 F4P4 Yijk = µ + αi + βj + αβij + ∑ijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan pada percobaan ke- k yang memperoleh perlakuan taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II µ = Nilai tengah umum αi = Perlakuan faktor I pada taraf ke-i βj = Perlakuan faktor II pada taraf ke-j αβij = Pengaruh interaksi dari faktor I ke-i dan faktor II ke-j ∑ijk = Galat percobaan dari satuan percobaan ke-k pada kombinasi taraf ke-i faktor I dan taraf faktor II Untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan maka akan dilakukan analisis sidik ragam Anova. Apabila F-hitung nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan berdasarkan uji jarak Duncan Duncan Multiple Range Test.

6. Identifikasi mikroba pelarut posfat yang potensial melarutkan fosfat

Setelah diperoleh mikroba pelarut fosfat paling potensial selanjutnya dilakukan indentifikasi pada mikroba tersebut. Koloni bakteri yang tumbuh pada media pikovskaya kemudian diamati karakter makroskopis koloni terebut berupa Universitas Sumatera Utara bentuk, elevasi, permukaan, tepian, ;karakter mikroskopis dan pengujian fisiologis koloni tersebut berupa reaksi Gram dan bentuk sel bakteri Bergey dan Boone, 2009. Biakan murni jamur diremajakan pada media potato dextrose agar PDA dan diinkubasi selama 3 hari. Jamur yang telah tumbuh pada media, diamati ciri- ciri makroskpisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan diameter koloni. Dan cirri mikroskopisnya yaitu ciri hifa, tipe percabangan hifa, serta ciri-ciri konidia dibawah mikroskop. Ciri yang ditemukan dari masing- masing jamur kemudian dideskripsikan dan dicocokkan dengan buku indentifikasi jamur Gilman, 1971. Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat Kimia Sampel Tanah Mangrove Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia tanah. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 1 dan hasil analisis salinitas tanah pada Tabel 2. Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah mangrove Parameter Satuan Nilai Kriteria pH H 2 O - 7.23 Netral C-Organik 3.44 Tinggi P-tersedia Ppm 13.47 Rendah P-total Mg100g 101.10 Sangat Tinggi Sumber kriteria : Staf Pusat Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan Lampiran 6 Tabel 2. Hasil analisis salinitas tanah mangrove pada tiap petak pengambilan tanah Jenis Contoh Satuan Nilai Kriteria Petak 1 Mmhocm 0.251 Sangat Rendah Petak 2 Mmhocm 0.364 Sangat Rendah Petak 3 Mmhocm 0.410 Sangat Rendah Petak 4 Mmhocm 0.416 Sangat Rendah Petak 5 Mmhocm 0.434 Sangat Rendah Sumber kriteria : Staf Pusat Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan Lampiran 6 Hasil analisis menunjukkan pH tanah termasuk dalam kriteria netral yaitu 7,23. Menurut Bengen 2000 kondisi salinitas air berpengaruh kepada salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air. Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5. Selain itu, Menurut Kaswadji 1971 pH dengan nilai 5,5 – 6,5 dan 8,5 termasuk perairan yang kurang produktif, perairan dengan pH 6,5 – 7,5 termasuk dalam perairan yang produktif serta pH 7,5 – 8, 5 termasuk perairan dengan produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu, maka kondisi perairan hutan mangrove tempat pengambilan sampel tanah termasuk dalam perairan yang produktif dan keadaan mikroorganisme tanahnya baik. Universitas Sumatera Utara Mikroorganisme memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove. Keberadaan dan keanekaragaman mikroorganisme dalam ekosistem mangrove salah satunya dipengaruhi oleh faktor salinitas. Aksornkoae 1993 menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme sehingga dilakukan pengukuran salinitas tanah. Dari pengambilan sampel tanah pada rhizosfir hutan mangrove diukur salinitas tanahnya. Salinitas tanah mulai dari petak 1 sampai 5 berkisar antara 0,251-0,434 Mmhocm yang termasuk dalam kriteria sangat rendah. Berdasarkan hal itu maka tanah tersebut merupakan tanah yang sangat mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tumbuhan tumbuh dengan baik pada tanah tersebut sehingga keberadaan mikroorganisme pada tempat pengambilan sampel tanah tergolong banyak. Dan hal ini didukung oleh pernyataan Hrenovic et al., 2003 yang mengatakan bahwa jumlah dan keanekaragaman mikroorganisme akan berkurang dengan peningkatan kadar garam. Ketersedian fosfat dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH karena P sangat rentan diikat pada kondisi masam maupun alkalin. Ketersediaan fosfat akan menurun pada pH 5,5 atau 7,0. Pada kondisi masam aktivitas besi dan aluminium yang tinggi menjadi unsur pengikat P yang utama. Pada kondisi alkalin aktivitas fiksasi atau jerapan dilakukan oleh kalsium dan magnesium yang banyak tersedia dan larut. Menurut Poerwowidodo 2000, umumnya ketersediaan fosfat dalam tanah maksimum dijumpai pada kisaran pH 5,5–7,0. Hasil pengukuran C-organik sampel tanah mangrove adalah 3,44 . Kadar C-organik dapat memberi gambaran kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik sebagai sumber hara makro dan mikro tanaman juga menjadi Universitas Sumatera Utara sumber nutrisi bagi kehidupan mikroba tanah yang akan mempengaruhi populasi dan aktivitasnya. Menurut Kusumahadi 2008 kondisi pH tanah yang demikian nampaknya juga menjadi faktor perombakan bahan organik menjadi lancar. Hal ini ditunjukkan pada kandungan bahan organik tanahnya C-organik, berkisar antara 3,44 . Nilai tersebut menggambarkan pada tanah mangrove memiliki simpanan karbon yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ketersediaan serasah vegetasi mangrove di lokasi penelitian yang cukup tinggi. Didukung oleh pendapat Hidayanto et al., 2004 yang menyatakan bahwa potensi kandungan C- organik akan semakin meningkat seiring dengan ketersediaan serasah. Kandungan C-organik yang tinggi karena menerima sumbangan dari perakaran mangrove yang mati, daun dan ranting yang berguguran, dimana diketahui bahwa kerapatan mangrove yang bagus dapat memproduksi serasah yang tinggi sehingga aktivitas dekomposisi dapat terjadi, dimana bisa menyumbangkan C-organik yang lebih besar ke substrat yang yang ada di daerah habitat mangrove yang ada disekitarnya. Kandungan C organik pada lahan habitat mangrove biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan lahan lain, karena adanya dekomposisi dari tanaman dan sisa hewan yang ada di kawasan mangrove. Ferreira et al., 2007 menyebutkan bahwa dekomposisi bahan organik pada lahan mangrove sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan lama perendaman dan distribusi ukuran partikel substratnya. Kandungan bahan organik berhubungan dengan keadaan P-total serta hubungan antara bahan organik dengan pH tanah. Bahan organik mengandung berbagai hara, termasuk fosfat yang akan terlepas selama dekomposisi baik dalam bentuk P-terikat ataupun P-tersedia. Besarnya bahan organik yang terdekomposisi Universitas Sumatera Utara dipengaruhi pH tanah karena besarnya pH mempengaruhi jumlah mikroba pendekomposer. Jika pH mendukung, jumlah dan aktivitas dekomposer akan meningkat sehingga semakin besar hara yang dilepaskan dalam tanah. Mikroba tanah mampu menghasilkan enzim ekstraseluler yaitu kelompok enzim fosfatase dan fitase yang berperan dalam mekanisme pelarutan P-organik menjadi P-anorganik secara biologis. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rao 1994 yang menunjukkan bahwa mikroba pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan unsur P melalui aktivitas enzim. Enzim ini diproduksi selama proses dekomposisi bahan organik berlangsung. Dengan kata lain enzim fosfatase yang dihasilkan berbanding lurus dengan besar bahan organik yang didekomposisi. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik, temperatur dan kelembaban. Selain faktor diatas, kemasaman atau pH turut mempengaruhi aktivitas fosfatase. Hasil penelitian Fitriatin et al., 2008 menunjukkan bahwa pH media mempengaruhi aktivitas fosfatase. Jamur lebih dominan aktivitas fosfatasenya pada pH masam karena merupakan habitat yang baik untuk pertumbuhannya yang optimum. Pada kebanyakan tanah, P-organik berkorelasi dengan C-organik tanah sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya total C-organik. Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah P- organik menggambarkan semakin meningkatnya imobilisasi P. Fosfat anorganik dapat diimobilisasi menjadi P-organik oleh mikroba pelarut fosfat. Isolasi Mikroba Pelarut Fosfat dari Bahan Tanah Mangrove Biakan campuran yang tumbuh di media isolasi diamati dan dihitung jumlah mikroba yang mampu membentuk holozone. Populasi mikroba pelarut fosfat yang diperoleh yaitu 4,049 ×10 6 SPKml. Sampel tanah diambil disekitar Universitas Sumatera Utara rhizosfer vegetasi mangrove karena umumya mikroorganisme hidup disekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikroba ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikroba dan secara fisiologis mikroba yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Pengambilan sampel dari daerah top soil sesuai dengan pernyataan Rao 1994 yang menyatakan bahwa mikroorganisme umumnya dijumpai pada tanah yang lebih dangkal dan jarang ditemukan di bagian tanah yang lebih dalam. Hal ini dikarenakan ketersediaan bahan organik dan rasio antara oksigen dan karbon dioksida yang berbeda antara daerah permukaan dengan bagian tanah yang lebih dalam. Sehingga pemilihan sampel dari bagian top soil sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh mikroorganisme pelarut fosfat. Berdasarkan penampakan struktur tumbuhnya, mikroba pelarut fosfat hasil isolasi dibedakan atas bakteri pelarut fosfat dan jamur pelarut fosfat. Bakteri pelarut fosfatBPF tampak tumbuh pada 14 cawan petri dengan jumlah koloni 2,373×10 6 SPKml sedangkan Jamur Pelarut Fosfat JPF tampak tumbuh pada 13 cawan petri dengan jumlah koloni 1,676×10 6 SPKml. Dominannya keberadaan BPF dibanding JPF diperkirakan karena populasi mikroba pelarut fosfat dari kelompok bakteri di dalam tanah jauh lebih besar dibanding kelompok jamur. Hasil analisis menunjukkan bahwa pH tanah yang didapat adalah 7,23 dan hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri karena umumnya bakteri bertumbuh dengan baik pada pH optimum 6,5-7,5, sehingga populasi BPF lebih Universitas Sumatera Utara banyak dibandingkan dengan JPF. Hal ini didukung Alexander 1977 yang menyatakan bahwa jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12 juta organisme per gram tanah sedaangkan fungi pelarut fosfat hanya berkisar 20 ribu sampai dengan 1 juta per gram tanah. Tingginya populasi BPF kemungkinan karena media isolasi yang digunakan telah diatur besar pH nya sekitar netral serta kandungan nutrisi media di dalamnya sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini yang menyebabkan BPF dapat berkembang dengan pesat pada kondisi pH yang netral tidak menghambat pertumbuhannya serta nutrisi yang tercukupi membuat BPF mampu berkembang maksimal. Populasi BPF yang tinggi selain didukung media tumbuh yang sesuai juga didukung sifat genetiknya yang berkembang lebih cepat dibanding jamur. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penghambatan pertumbuhan JPF oleh BPF pada media isolasi. Menurut Foth 1994, bakteri dapat berbiak sangat cepat dengan pembelahan biner yang dapat berlangsung tiap menit bahkan lebih cepat bila kondisi lingkungan dan nutrisi mendukung. Media isolasi yang digunakan mengandung nutrisi lengkap untuk pertumbuhan mikroba. Kelengkapan nutrisi inilah yang kemungkinan turut mendukung tingginya perkembangbiakan BPF. Hasil pemurnian isolasi 30 sampel tanah yang diambil dari 5 petak pengamatan pada kedalaman 0-20 cm diperoleh 10 isolat JPF dan 6 isolat BPF. Isolasi menggunakan media tumbuh Pikovskaya dengan sumber P dari Ca 3 PO 4 2 . Tumbuhnya JPF ditandai dengan terbentuknya holozone di sekeliling koloni. Isolasi bertujuan memindahkan mikroba dari lingkungan asalnya sehingga diperoleh kultur murni. Kultur murni adalah biakan yang sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Biakan murni diperlukan untuk mengindentifikasi Universitas Sumatera Utara dan mendapatkan hasil pengujian yang valid dari aktivitas 1 jenis mikroba saja Fitter, 1991. Kemampuan MPF Melarutkan P dalam Media Pikovskaya Padat Mikroba pelarut fosfat yang diperoleh selanjutnya diukur kemampuannya melarutkan P-terikat pada media Pikovskaya padat. Sebagai sumber P media padat adalah Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , FePO 4 dan batuan fosfat RP. Penggantian sumber fosfat ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan Premono 1998 dengan tujuan untuk menjaring mikroba dari tanah masam yang diduga mampu melarutkan aluminium fosfat maupun besi fosfat. MPF yang tumbuh pada media akan melarutkan P yang ditandai dengan terbentuknya holozone yang mengelilingi MPF. Holozone terbentuk sebagai akibat terjadinya pelarutan butiran fosfat dari media. Evaluasi kemampuan MPF dilakukan dengan mengukur lebar sempitnya diameter holozone yang di sekeliling koloni. Cara ini umum dilakukan, namun karena tidak memperhitungkan faktor pertumbuhan koloni, sering menghasilkan hubungan korelasi yang rendah antara lebar holozone dengan jumlah P-terlarut secara kualitatif. Menurut Premono 1998, hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan nilai indeks pelarutan dissolving indeks yaitu nisbah antara diameter holozone terhadap diameter koloni. Hasil indeks tersebut terbukti berkorelasi tinggi terhadap jumlah P yang dapat dilarutkan secara kualitatif. Maka pengukuran holozone dilakukan dengan menghitung nilai indeks pelarutan tiap isolat Tabel 3. Seluruh isolat MPF yang diuji memiliki efektivitas yang berbeda dalam melarutkan fosfat pada media Pikovskaya padat. Hal ini menunjukkan bahwa Universitas Sumatera Utara MPF yang mampu melarutkan ikatan Ca 3 PO 4 2 pada media isolasi, belum tentu memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat yang terikat Al, Fe, dan pada batuan fosfat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfiati 2005 yang menyatakan setiap mikroba memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melarutkan ikatan fosfat Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , FePO 4 dan RP. Pernyataan tersebut terbukti oleh isolat yang mampu melarutkan Ca 3 PO 4 2 pada media isolasi, namun tidak mampu melarutkan ikatan AlPO 4 , FePO 4 , dan pada batuan fosfat RP pada media uji potensi. Hasil pengukuran indeks pelarutan dalam media Pikovskaya padat dengan berbagai sumber P yang berbeda dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil pengukuran indeks pelarutan dalam media Pikovskaya padat dengan berbagai sumber P yang berbeda Isolat Indeks Pelarutan Ca 3 PO 4 2 AlPO 4 FePO 4 RP J1 1,228 0,759 - - J2 1,181 0,981 - - J3 1,100 0,795 - - J4 1,241 - - - J5 1,222 - - - J6 1,865 - - - J7 1,185 0,998 - - J8 1,148 - - - J9 1,151 - - - J10 1,333 - - - B1 1,583 - - - B2 1,452 - - - B3 1,307 - - - B4 1,600 - - - B5 1,416 - - - B6 1,440 - - - Keterangan : - tidak membentuk holozone Berdasarkan hasil pengukuran indeks pelarutan pada Tabel 3 terlihat bahwa semua isolat mampu melarutkan fosfat dari sumber Ca 3 PO 4 2 dengan nilai indeks pelarutan yang berbeda, namun hanya beberapa isolat yang mampu melarutkan fosfat dari sumber AlPO 4 sementara melarutkan fosfat dari sumber Universitas Sumatera Utara FePO 4 dan sumber RP tidak satupun isolat yang mampu melarutkannya. Indeks pelarutan terbesar ditunjukkan oleh isolat J6 dengan indeks pelarutan 1,865 dari sumber Ca 3 PO 4 2 . Dari sumber AlPO 4 indeks pelarutan terbesar ditunjukkan oleh isolat J7 yaitu 0,998. Dari sumber FePO 4 dan sumber RP tidak ada isolat yang mampu melarutkan fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh isolat MPF yang diuji memiliki efektivitas yang berbeda dalam melarutkan fosfat pada media Pikovskaya padat. Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat asam oksalat = asam tartarat = asam malat asam laktat = asam fumarat = asam asetat. Asam organik yang membentuk kompleks yang lebih stabil dengan logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa semua isolat JPF dan BPF mampu melarutkan fosfat dari sumber Ca 3 PO 4. Hal itu didukung oleh pernyataan Premono 1998 yang mengatakan bahwa urutan kemudahan fosfat terlepas mengikuti urutan Ca 3 PO 4 2 AlPO 4 FePO 4 . Mikroba pelarut fosfat yang mampu melarutkan fosfat dari ikatan Ca 3 PO 4 2 , belum tentu mampu melarutkan fosfat dari ikatan FePO 4 . Selanjutnya MPF yang mampu melarutkan fosfat dari ikatan AlPO 4 juga tentu belum mampu melarutkan fosfat dari ikatan RP. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfiati 2005 yang menyatakan setiap mikroba memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melarutkan ikatan fosfat Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , FePO 4 dan RP. Isolat MPF yang mampu mereduksi senyawa fosfat mungkin terkait erat dengan kemampuannya dalam menghasilkan asam organik, karena menurut Ginting et al., 2006 asam organik yang dilepaskan oleh isolat MPF mampu mengikat PO 4 sehingga dapat Universitas Sumatera Utara membentuk H 2 PO 4 - dari Ca 3 PO 4 2 . Tabel 3 menunjukkan bahwa beberapa isolat tidak mampu melarutkan P dari sumber RP batuan fosfat hal ini disebabkan karena RP merupakan fosfat alam yang sukar larut dalam air sehingga menyebabkan MPF sulit melarutkan P pada media tersebut. Perbedaan kemampuan tiap isolat MPF membentuk holozone, juga diduga karena isolat MPF tidak berasal dari titik pengambilan sampel tanah yang sama. Titik pengambilan sampel yang berbeda tentunya memiliki kondisi lingkungan, kelembaban, keadaan nutrisi dari bahan organik dan eksudat akar tegakan yang berbeda pula. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam menghasilkan asam organik, dimana asam organik ini berperan dalam proses reduksi fosfat sehingga dapat membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh tanaman. Jamur pelarut fosfat dan bakteri pelarut fosfat mempunyai kemampuan yang berbeda melarutkan fosfat pada sumber P yang berbeda. Efektivitas MPF dalam melarutkan P terikat berkaitan erat dengan cara adaptasi MPF terhadap lingkungannya. Menurut Wagner dan Wolf 1998 mineral fosfat anorganik pada umumnya terikat sebagai AlPO 4 .2H 2 O variscite dan FePO 4 .2H 2 O strengite pada tanah masam dan sebagai Ca 3 PO 4 2 trikalsium fosfat pada tanah basa. Pelarutan fosfat dari sumber dan FePO 4 sesuai untuk pertumbuhan JPF karena umumnya jamur tumbuh optimal pada kondisi masam sehingga JPF efektif melarutkan fosfat dari sumber AlPO 4 . Dan sebaliknya terhadap BPF dimana bakteri umumnya tumbuh optimal pada kondisi lingkungan dengan pH optimum 6-7,5netral sehingga BPF tidak efektif melarutkan fosfat dari sumber AlPO 4 dan FePO 4 dan dapat dilihat pada tabel 2 bahwa bakteri hanya efektif melarutkan Universitas Sumatera Utara fosfat dari sumber Ca 3 PO 4 2. Didukung dengan pernyataan Rao 1994 bahwa lingkungan yang sesuai akan meningkatkan aktivitas MPF dalam mengeluarkan asam-asam organik dan enzim untuk melarutkan unsur P tanah serta beberapa hormon tumbuh. Secara garis besar, mekanisme mikroba pelarut fosfat dalam mereduksi fosfat melalui dua tahapan yaitu secara kimiawi dan secara biologis. 1. Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia dimulai saat MPF mengekresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah hasil metabolismenya ke dalam tanah. Asam-asam organik tersebut dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Al dan Fe yang merupakan pengikat P pada tanah masam. Setiap MPF memiliki kemampuan yang berbeda secara genetik dalam mengekskresikan jenis dan jumlah asam organik. Sifat asam organik lebih penting dari jumlah yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari perbedaan kemampuan tiap jenis MPF dalam melarutkan P. Efektivitas asam-asam organik yang dihasilkan tergantung pada kondisi lingkungan mikro di dalam tanah. 2. Reduksi fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah, apabila ketersediaan fosfat tinggi maka enzim fosfatase kurang berguna atau produksi mikroba untuk menghasilkan fosfat tidak efektif. Fosfatase diekskresikan oleh akar dan mikroorganisme dalam tanah. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan Universitas Sumatera Utara fosfat yang terikat menjadi bentuk tersedia Ginting et al., 2006 pada pengujian di media padat tampak pertumbuhan tiap MPF berbeda-beda. Berdasarkan penelitian Telaumbanua 2011, pada pengujian di media padat tampak pertumbuhan tiap MPF berbeda-beda, yang disebabkan beberapa hal antara lain: 1. Fraksi Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , FePO 4 dan RP dalam media padat yang tidak merata dalam cawan petri akan mempengaruhi holozone yang terbentuk. 2. Ketebalan media yang tidak seragam di dalam cawan petri akan mempengaruhi holozone yang terbentuk. Fraksi Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , FePO 4 dan RP pada media yang lebih tebal tentunya lebih sulit untuk dilarutkan daripada media yang tipis. 3. Mikroba pelarut fosfat ada yang mampu tumbuh dengan cepat dan ada mikroba yang tumbuh lambat. Menurut Noor 2001, luas holozone yang terbentuk di sekitar koloni MPF secara kualitatif dapat menunjukkan besar kecilnya kemampuan MPF melarutkan unsur P dari bentuk yang sukar larut. Inilah yang mendasari pemilihan 4 isolat untuk dapat diuji kembali pada media cair. Begitu juga dengan Tatiek 1991 yang menyatakan daerah bening pada media padat tidak dapat menunjukkan banyak sedikitnya jumlah P terlarut yang dapat dihasilkan MPF, namun luas sempitnya daerah bening pada media padat dapat menunjukkan besar kecilnya mikroba dalam melarutkan P. Untuk itulah perlu dilakukan uji lebih lanjut pada media cair untuk mengetahui kemampuan isolat melarutkan fosfat secara kuantitatif sehingga diperoleh informasi yang lengkap tentang potensi MPF hasil isolasi dalam melarutkan fosfat. Universitas Sumatera Utara Kemampuan MPF melarutkan P dalam Media Pikovskaya Cair Dari hasil uji potensi pada media padat diperoleh 4 isolat yang paling potensial melarutkan fosfat. Dari JPF dipilih 3 isolat yaitu J1, J2, J7 sedangkan dari BPF dipilih hanya 1 isolat yaitu B4. Pemilihan isolat dilakukan berdasarkan isolat yang paling tinggi indeks pelarutan. Pada media Ca 3 PO 4 isolat yang paling tinggi indeks pelarutannya adalah isolat J8 namun isolat tersebut tidak mampu melarutkan fosfat pada sumber AlPO 4 sehingga tidak dipilih untuk pengujian pada media pikovskaya cair dikareakan masih ada isolat lain yang lebih berpotensi melarutkan fosfat pada sumber Ca 3 PO 4 dan AlPO 4 . Sementara, untuk isolat bakteri hanya mampu melarutkan fosfat pada Ca3PO4 sehingga dipilih hanya satu isolat yang memiliki indeks pelarutan paling tinggi untuk melihat kemampuannya melepaskan ikatan P menjadi bentuk yang tersedia pada pengujian pikovskaya cair. Keempat isolat tersebut diuji kembali kemampuannya dalam melarutkan fosfat dalam media cair sumber Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , FePO 4 , RP. Berdasarkan hasil penelitian Goenadi dan Saraswati 1994, uji in vitro lebih sensiftif daripada uji indeks pelarutan fosfat. Uji in vitro menggunakan media Pikovskaya tanpa agar. Metode ini tergolong lebih rumit dan mahal dalam menganalisis besar P terbebas dalam media. Oleh karena itu umumnya uji ini dilakukan setelah uji indeks pelarutan fosfat pada media padat dengan jumlah isolat yang diujikan lebih sedikit. Tabel 4 menunjukkan jumlah P terlarut dalam 50 ml medium Pikovskaya cair dengan berbagai sumber P selama 7 hari. Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Kemampuan isolat dalam melarutkan berbagai sumber fosfat dalam media pikovskaya cair Isolat Sumber P Rataan P-tersedia Ppm Kriteria J1 Ca 3 PO 4 47,186 def Sangat tinggi AlPO 4 26,593 bc Tinggi FePO 4 13,153 ab Rendah RP 13,063 a Rendah J2 Ca 3 PO 4 47,480 ef Sangat tinggi AlPO 4 19,630 ab Sedang FePO 4 25,773 bc Tinggi RP 18,776 ab Sedang J7 Ca 3 PO 4 53,406 f Sangat tinggi AlPO 4 35,630 cde Sangat tinggi FePO 4 26,8633 bc Tinggi RP 18,090 ab Sedang B4 Ca 3 PO 4 35,333 cde Sangat tinggi AlPO 4 17,226 ab Sedang FePO 4 25,853 bc Tinggi RP 12,89 a Rendah Sumber kriteria : Staf Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan Lampiran 2 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 4 terlihat bahwa kemampuan MPF dari sumber P yang berbeda sangat bervariasi. Jumlah P yang dapat dilarutkan dari sumber Ca 3 PO 4 2 lebih tinggi dibandingkan dengan sumber AlPO 4 , FePO 4 dan RP. Hal ini disebabkan karena sumber AlPO 4 , FePO 4 , dan RP lebih sukar larut atau memerlukan waktu yang lama untuk melarutkannya dibandingkan dengan sumber Ca 3 PO 4 2 dan berkaitan erat dengan kemampuan MPF dalam menghasilkan asam organik yang berbobot molekul rendah karena jumlah asam organik yang diekskresikan oleh mikroba pelarut fosfat berbeda- beda, asam organik ini berperan membentuk khelat organik yang stabil sehingga Universitas Sumatera Utara dapat membebaskan ion fosfat dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia Widjajanti, 1991. Jumlah fosfat yang dapat dilarutkan dari sumber Ca 3 PO 4 2 hampir sama untuk semua isolat. Jumlah P yang dilarutkan dari sumber Ca 3 PO 4 2 yaitu sekitar 35,333-53,406 ppm tergolong dalam kriteria sangat tinggi kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia. Dan dari sumber AlPO 4 jumlah P yang dapat dilarutkan yaitu berkisar antara 17,226-35,630 ppm tergolong dalam kriteria sedang hingga tinggi kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia, sedangkan dari sumber FePO 4 memiliki jumlah dan kriteria yang sama untuk isolat J2, J7, B4 dan berbeda untuk isolat J1. Jumlah P yang dapat dilarutkan dari sumber FePO 4 untuk isolat J2, J7, B4 yaitu berkisar antara 25,773-26,863 ppm dan isolat J1 sebesar 13,153 ppm. Isolat J2, J7, B4 tergolong dalam kriteria tinggi sedangkan isolat J1 tergolong dalam kriteria rendah kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia. Dan begitu juga dengan jumlah P yang dapat dilarutkan dari sumber RP untuk isolat J1, B4 yaitu berkisar antara 12,890-13,063 ppm dan isolat J2, J7 berkisar antara 18,090-18,776. Isolat J1, B4 tergolong dalam kriteria rendah sedangkan isolat J2, J7 tergolong dalam kriteria sedang kemampuannya dalam membebaskan fosfat dari bentuk terikat menjadi bentuk yang tersedia. Hasil uji lanjut pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kemampuan isolat J2 dalam melarutkan P dari berbagai sumber yang berbeda, tidak berbeda nyata dengan kemampuan isolat J7, namun menunjukkan perbedaan yang nyata Universitas Sumatera Utara terhadap kemampuan isolat J1 dan B4 dalam melarutkan P dari berbagai sumber yang berbeda. Dari keempat isolat yang paling baik dalam melarutkan fosfat adalah isolat J2 dan isolat J7 pada Tabel 4 dimana kemampuannya tergolong dalam kriteria sedang sampai sangat tinggi dibandingkan dengan kemampuan isolat J1 dan isolat B4. Ini menunjukkan bahwa mikroba pelarut fosfat ini mempunyai keselektifan dalam melarutkan P dari sumber yang berbeda-beda dan juga diduga hal ini berkaitan erat dengan kemampuan MPF dalam menghasilkan asam organik yang berbobot molekul rendah karena jumlah asam organik yang diekskresikan oleh mikroba pelarut fosfat berbeda-beda, asam organik ini berperan membentuk khelat organik yang stabil sehingga dapat membebaskan ion fosfat dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia. Kemampuan keempat isolat yang diujikan pada media pikovskaya padat dan media pikovskaya cair sangat berbeda. Pada tabel 3 menunjukann bahwa keempat isolat tersebut tidak melarutkan fosfat dari sumber FePO4 dan rock phosphate RP. Sementara tabel 4 pada pengujian pikovskaya cair keempat isolat dapat melarutkan P dengan kriteria rendah sampai tinggi. Hal ini dikarenakan ada berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya holozone pada pengujian pikovskaya padat sehingga dapat dikatakan bahwa sebenarnya keempat isolat tersebut dapat melarutkan fosfat pada dari sumber FePO4 dan rock phosphate RP hanya saja sangat kecil kemampuannya melarutkan fosfat sehingga holozonenya sangat kecil dan tidak terlihat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Telaumbanua 2011 yang mengatakan bahwa faktor ketebalan media yang tidak seragam didalam cawan petri dan Fraksi Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , FePO 4 dan RP dalam media padat yang tidak merata dalam petri akan mempengaruhi holozone yang Universitas Sumatera Utara terbentuk. Didukung dengan pernyataan Tatiek 1991 yang menyatakan holozone pada media padat tidak dapat menunjukkan banyak sedikitnya jumlah P terlarut yang dapat dihasilkan MPF, namun luas sempitnya holozone pada media padat dapat menunjukkan besar kecilnya MPF dalam melarutkan P. Oleh karena itulah dilakukan uji lanjut pada pikovskaya cair untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap. Kemampuan keempat isolat ini dalam melarutkan P pada sumber AlPO4 dan FePO4 termasuk kriteria rendah sampai sangat tinggi. Menurut pernyataan Wagner dan Wolf 1998 mineral fosfat anorganik pada umumnya terikat sebagai AlPO 4 .2H 2 O variscite dan FePO 4 .2H 2 O strengite pada tanah masam. Sehingga dapat juga disimpulkan keempat isolat tersebut dapat diaplikasikan pada tanah- tanah yang tergolong masam untuk menyediakan P tersedia dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat. MPF dalam melarutkan fosfat dari yang terikat menjadi tersedia disertai dengan perubahan pH. Hasil uji lanjut pada Tabel 5 menunjukkan perubahan pH media dengan sumber Ca 3 PO 4 , AlPO 4 , dan RP tidak berbeda nyata untuk isolat J1, J2, J7, dan B4 namun menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perubahan pH media dengan sumber FePO 4 oleh isolat J2. Kisaran pH media setelah inkubasi adalah 2,980-5,726 perubahan pH ini sangat tinggi dimana sebelum diberi isolat pH nya telah ditentukan yaitu pada pH netral 6,8-7,0. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat dikarenakan MPF dalam melarutkan fosfat dari yang terikat menjadi tersedia disertai dengan perubahan pH. Universitas Sumatera Utara Selain mengukur kadar P-tersedia, dilakukan juga pengukuran pH media untuk mengetahui perubahan yang terjadi Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengukuran pH media sumber P setelah 7 hari inokulasi Isolat Sumber P Rataan P-tersedia Ppm Kriteria J1 Ca 3 PO 4 3,390 abcd Sangat masam AlPO 4 3,786 cde Sangat masam FePO 4 3,856 cde Sangat masam RP 3,660 cde Sangat masam J2 Ca 3 PO 4 3,340 abcd Sangat masam AlPO 4 4,083 e Sangat masam FePO 4 5,726 f Agak masam RP 3,790 cde Sangat masam J7 Ca 3 PO 4 3,280 abc Sangat masam AlPO 4 3,253 abc Sangat masam FePO 4 3,967de Sangat masam RP 3,436abcde Sangat masam B4 Ca 3 PO 4 3,570 bcde Sangat masam AlPO 4 3,853 cde Sangat masam FePO 4 3,436 cde Sangat masam RP 2,980 ab Sangat masam Sumber kriteria : Staf Penelitian Tanah-Bogor dan BPP-Medan Lampiran 3 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 Menurut Setiawati 2005 mikroba pelarut fosfat mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat kompleks stabil dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H 2 PO 4 - menjadi bebas dari ikatannya. Penurunan pH ini diduga akibat pembebasan sejumlah asam-asam organik oleh MPF sebagai hasil metabolismenya akibat banyaknya asam organik yang diekskresikan membuat pH menjadi turun. Hal ini merupakan bentuk adaptasi MPF terhadap media yang mengandung P terikat yang lebih tinggi dari P terlarut. Fosfat merupakan sumber energi primer bagi oksidasi Universitas Sumatera Utara MPF. Jika MPF mati maka P-organik yang terdapat dalam jaringan mikroba akan lepas kembali dalam bentuk P-anorganik. Asam-asam organik melarutkan P pada media dan dalam tanah melalui mekanisme antara lain: kompetisi anion ortofosfat pada tapak jerapan, perubahan pH media, pengikatan logam membentuk logam organik dan khelat oleh ligan organik. Terdapatnya asam-asam organik ini dalam tanah sangat penting artinya dalam mengurangi ikatan P oleh unsur penjerapannya dan mengurangi daya racun logam seperti aluminium pada tanah masam. Menurut Premono 1998, kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh: 1 kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah, 2 waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral, 3 tingkat dissosiasi asam organik, 4 tipe dan letak gugus fungsi asam organik, 5 affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan 6 kadar asam organik dalam larutan tanah. Berdasarkan uji kemampuan melarutkan P pada media padat dengan berbagai sumber yang berbeda terlihat bahwa isolat J1, J2, J7 dan B4 yang paling besar membentuk holozone dengan nilai indeks pelarutan yang besar bila dibandingkan dengan isolat lainnya. Sedangkan pada uji kemampuan melarutkan P pada media cair dengan berbagai sumber yang berbeda tertinggi ditunjukkan oleh isolat J7. Isolat J7 merupakan jamur pelarut fosfat yang efektif dan potensial dalam melarutkan fosfat dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia. Dan tidak berbeda halnya pada pengujian media padat yang membentuk holozone dengan nilai indeks pelarutan yang besar juga merupakan isolat J7. Universitas Sumatera Utara Identifika Ide paling cep serta mam karena ba mampu m dengan ba paling pot selama p makroskop Aspergillu Un gambar 1. Ke Ga asi MPF ya entifikasi d pat, berwarn mpu melarut nyaknya M melarutkan aik. Alasan tensial. Seh engujian s pis dan mik us, sedangka ntuk menget eterangan ambar morfo ang potensia dilakukan p na bening d tkan P-terik MPF yang di bentuk Ca 3 n lain, kare hingga hany saja yang kroskopis m an isolat B4 tahui gamba : fologi sel As al melarutk pada MPF dengan dia kat paling be iperoleh da a 3 PO 4 2 , A ena peneliti ya MPF ya diidentifika maka isolat 4 termasuk d aran morfol Gambar 1 spergillus a. kan fosfat yang mam ameter palin esar pada m ari hasil iso lPO 4 , FePO an ini bert ang menunj asi. Berdas t J1, J2 dan dalam genu logi sel Asp 1. Morfolog . Vesikel, b mpu memb ng tinggi pa media cair. H lasi namun O 4 dan batu ujuan untu jukkan pote sarkan pen n J7 termas s Pseudomo pergillus dap gi Aspergillu .Metulae, c bentuk holo ada media Hal ini dilak tidak semu tuan fosfat uk mencari ensi paling ngamatan s suk dalam g onas sp. pat dilihat p us . Spora ozone padat kukan uanya RP MPF g baik secara genus pada Universitas Sumatera Utara Hasil pengamatan langsung genus Aspergillus sp secara mikroskopis dibawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Aspergillus sp Keterangan : Gambar 2. Penampakan Aspergillus sp.dibawah mikroskop Perbesaran 40 kali a. Spora, b.Tangkai konidia Ciri penampakan mikroskopis MPF diuraikan sebagai berikut: Aspergillus sp. Jamur pelarut fosfat yang paling potensial melarutkan fosfat dinyatakan dari genus Aspergillus. Hal itu dikarenakan identifikasi secara makroskopis dan secara mikroskopis yang dilakukan pada pengamatan dari JPF tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama terhadap genus Aspergillus. Ciri makroskopis dari JPF tersebut mula-mula koloni berbentuk hifa bulat berwarna putih dengan tekstur hifa halus. Kemudian setelah 3-7 hari koloni tersebut membentuk pusaran tengah berwarna coklat. Pertumbuhan dari JPF tersebut cepat hingga memenuhi cawan petri. Permukaan bawah hifa berwarna putih kecoklatan. Dan ciri mikroskopis yang ditunjukkan JPF tersebut adalah vesikula berbentuk bulat, tangkai konidiofor bening, konidia berbentuk bulat dan coklat kehitaman. Tangkai konidiofor bening, berdinding tebal dan menyolok. Karakterisitik tersebut disesuaikan dengan buku a b Universitas Sumatera Utara identifikasi jamur Gilman 1971 tentang A Manual of Soil Fungi sehingga dinyatakan bahwa JPF tersebut berasal dari genus Aspergillus sp. Taksonomi fungi Aspergillus sp : Kingdom : Myceteae Fungi Divisio : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus sp. Aspergillus merupakan JPF yang berkemampuan tinggi dalam melarutkan fosfat. Jamur pelarut fosfat memiliki kemampuan yang jauh melebihi BPF dalam melarutkan Ca 3 PO 4 2 , AlPO 4 , dan FePO 4 . Menurut Darkuni dan Noviar 2001, Aspergillus mempunyai kemampuan tinggi dalam melarutkan P dan K. Didukung oleh pernyataan Kundu dan Gaur 1980 yang mengatakan bahwa jenis jamur seperti Aspergillus sp lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Al-P. Pernyataan tersebut juga sangat mendukung hasil pada pengujian media padat dimana jamur mampu melarutkan P bukan hanya dari sumber Ca 3 PO 4 melainkan dari sumber AlPO 4 juga . Fosfor berperan dalam proses penyimpanan energi dan transfer ikatan energi. Aspergillus merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman. Aplikasi Aspergillus dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman terutama di tanah- tanah marginal. Aspergillus dapat melepaskan ikatan fosfor dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman dan dapat menghasilkan metabolik sekunder berupa griseofulvin yang dapat mengurangi infeksi tanaman oleh beberapa mikroba tanah. Universitas Sumatera Utara Hasil pengamatan langsung genus Pseudomonas sp secara mikroskopis dibawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Pseudomonas sp Perbesaran 1000x Pseudomonas sp. Bakteri pelarut fosfat yang paling potensial melarutkan fosfat dinyatakan dari genus Pseudomonas. Hal itu dikarenakan identifikasi secara makroskopis, secara mikroskopis dan Uji karakter isolat BPF yang dilakukan pada pengamatan dari BPF tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama terhadap genus Pseudomonas. Hasil identifikasi BPF pengamatan secara makroskopis dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengamatan Morfologi Koloni BPF No. Pengamatan Hasil 1 Bentuk Koloni Bulat 2 Elevasi Cembung 3 Tepian Licin 4 Permukaan Halus Mengkilap Setelah itu dilakukan identifikasi secara mikroskopis dengan melihat gram yang dihasilkan dan bentuk sel bakteri tersebut. Dari identifikasi yang dilakukan diketahui bahwa BPF tersebut mempunyai gram negatif dan selnya berbentuk batang. Bentuk Sel batang Universitas Sumatera Utara Hasil identifikasi BPF dengan pengamatan uji fisiologis untuk melihat karakter dari isolat BPF dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakter isolat BPF No Jenis UJi Isolat B4 Genera

1. Gram -