Deskripsi Lokasi Penelitian 1.Sejarah Kelurahan Kota Matsum IV

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1.Sejarah Kelurahan Kota Matsum IV Sejarah awal mula terbentuknya Kelurahan Kota Matsum IV yaitu tepatnya pada tahun 1986. Dimana sebelumnya daerah kota Matsum IV ini menjadi bagian di dalam kota Matsum II. Kemudian seiring berjalannya perkembangan kota maka Kota Matsum I dan II dikembangkan menjadi 4 wilayah Kelurahan yaitu Kelurahan Kota Matsum I, II, III dan Kota Matsum IV. Pada awalnya mayoritas masyarakat yang tinggal di Kota Matsum adalah masyarakat yang bersuku bangsa Melayu Deli. Sebelumnya sejak masa penjajahan Belanda, daerah ini merupakan bagian dari wilayah perkebunan karet. Tetapi setelah kemerdekaan RI kota Medan semakin berkembang dan terbuka. Kemudian menjadi pusat perdagangan dan wirausaha dengan banyaknya masyarakat pendatang dari daerah atau suku lain yang datang diantaranya suku bangsa Minangkabau yang kebanyakan menetap di daerah Kota Matsum, khususnya Kota Matsum IV yaitu di sekitar jalan Halat, Amaliun dan lainnya karena para perantau Minang tersebut biasanya sering dijumpai kecenderungan melakukan pengelompokan di satu kawasan pemukiman tertentu. Daerah Kota Matsum IV itu dijadikan pusat segala bentuk usaha kerajinan maupun usaha perdagangan seperti misalnya terdapat banyak pengusaha konveksi baik pembuatan baju, sepatu, tas dan lainnya, dan juga banyak pedagang seperti Universitas Sumatera Utara pedagang kaki lima, pedagang pengecer dan penjual nasi atau rumah makan Minang yang tinggal membuka usaha mereka di daerah Kota Matsum IV tersebut.

4.1.2. Letak dan keadaan Wilayah

4.1.2.1. Kondisi iklim dan letak geografis Lokasi Kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area berada di tengah Kota Medan. Jika dilihat dari letak wilayahnya lokasi ini berpenduduk padat. Kelurahan Kota Matsum IV ini termasuk beriklim sedang dengan curah hujan yang jatuh pada bulan Agustus, September, dan Oktober. 4.1.2.2. Batas-Batas Wilayah • Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kota Matsum III • Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kota Matsum I • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pasar Merah Barat • Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kota Matsum II 4.1.2.3. Luas wilayah • Luas Wilayah yang ada di Kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area adalah 27 Ha • Terdiri dari 17 Lingkungan di Kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area • Luas Wilayah yang digunakan sebagai Pemukiman hampir 27 Ha Universitas Sumatera Utara

4.1.3. Komposisi Penduduk

4.1.3.1. Komposisi penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Tabel I Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Keterangan Jumlah Persentase 1 Laki-laki 7.755 50,41 2 Perempuan 7.630 49,59 Jumlah 15.385 100 Sumber dari : Data Kelurahan Kota Matsum IV Tahun 2008 Dari data pada tabel I di atas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk di Kelurahan Kota Matsum IV memiliki jumlah penduduk sebanyak 15.385 jiwa, berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 7.755 jiwa dengan persentase sebesar 50,41 , sedangkan jumlah jenis kelamin perempuan sebanyak 7.630 jiwa dengan persentase sebesar 49,59 . Ini berarti antara jumlah laki-laki dan perempuan bisa dikatakan sebanding, walaupun jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar dari pada jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Universitas Sumatera Utara 4.1.3.2.Komposisi penduduk berdasarkan Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam setiap diri manusia, karena tingkat pendidikan sangat berkaitan erat dengan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Tingkat pendidikan yang tinggi pada umumnya akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan yang lebih baik. Tabel II Komposisi Penduduk berdasarkan Pendidikan No Keterangan Jumlah Persentase 1 Belum Sekolah 2.236 18,52 2 Tidak Tamat 553 4,57 3 SD 2.163 17.90 4 SLTP 3.087 25,55 5 SMU 3.142 26,02 6 D1 sd D3 846 7,00 7 S1 sd S3 52 0,44 Jumlah 12.079 100 Sumber dari : Data Kelurahan Kota Matsum IV Tahun 2008 Dari data pada tabel II di atas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan pendidikan di Kelurahan Kota Matsum IV berjumlah 12.079 jiwa. Dengan jumlah pendidikan terbanyak yaitu penduduk yang berpendidikan SMU sebesar 3.142 jiwa dengan persentase berjumlah 26,02 , kemudian disusul oleh penduduk yang berpendidikan SLTP sebesar 3.087 jiwa dengan persentase berjumlah 25,55 , selanjutnya jumlah penduduk yang masih belum bersekolah sebesar 2.236 jiwa dengan persentase 18,52 , kemudian disusul oleh penduduk yang Universitas Sumatera Utara berpendidikan SD sebesar 2.163 jiwa dengan persentase sebesar 17,90 , kemudian penduduk yang berpendidikan D1 sd D3 sebesar 846 jiwa dengan persentase sebesar 7,00 , selanjutnya penduduk yang tidak berhasil menamatkan sekolah sebesar 553 jiwa dengan persentase sebesar 4,57 , dan terakhir yang merupakan jumlah paling terkecil yaitu penduduk dengan pendidikan S1 sd S3 sebesar 52 jiwa dengan persentase terkecil yaitu 0,44 . 4.1.3.3. Komposisi penduduk berdasarkan Mata Pencaharian Mata pencaharian adalah merupakan sumber utama pendapatan dari setiap manusia untuk tetap dapat bertahan hidup. Tingkat pekerjaan menengah ke bawah pada umumnya hanya akan memperoleh pendapatan yang menengah ke bawah pula. Terdapat berbagai macam mata pencaharian penduduk yang tinggal di wilayah Kota Matsum IV ini yaitu dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel III Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian No Keterangan Jumlah Persentase 1 PNS 547 6,44 2 Pedagang 6.527 76,87 3 Penjahit 1.120 13,19 4 Tukang Batu 4 0.05 5 Dokter 49 0,58 6 Supir 175 2,06 7 Penarik Becak 24 0,28 8 TNI Polri 45 0,53 Jumlah 8.491 100 Universitas Sumatera Utara Sumber dari : Data Kelurahan Kota Matsum IV Tahun 2008 Dari data pada tabel III di atas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kota Matsum IV yang memiliki Mata Pencaharian yang terbesar jumlahnya adalah penduduk yang berprofesi sebagai Pedagang dengan jumlah 6.527 jiwa dengan persentase sebesar 76,87 , selanjutnya mata pencaharian kedua terbanyak adalah penduduk yang berprofesi sebagai Penjahit sebanyak 1.120 jiwa dengan persentase sebesar 13,19 , kemudian penduduk yang berprofesi sebagai PNS sebanyak 547 jiwa dengan persentase sebesar 6,44 , selanjutnya penduduk yang berprofesi sebagai Supir sebanyak 175 jiwa dengan persentase sebesar 2,06 , kemudian penduduk yang penduduk yang berprofesi sebagai Dokter sebanyak 49 jiwa dengan persentase 0,58 jiwa, penduduk yang berprofesi sebagai TNI POLRI sebesar 45 jiwa dengan persentase sebesar 0,53 , dan jumlah terakhir dan yang paling kecil adalah penduduk yang berprofesi sebagai Tukang Batu sebanyak 4 jiwa dengan persentase sebesar 0,05 . 4.1.3.4.Komposisi penduduk berdasarkan Suku bangsa Indonesia memiliki keragaman Suku Bangsa yang terbentang dari Sabang sampai ke Marauke, dimana setiap suku bangsa menetap di setiap daerah yang ada di wilayah Indonesia. Ini dapat terlihat dari suku bangsa yang tinggal di suatu wilayah atau kawasan seperti di Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area. Berbagai macam suku bangsa yang menetap di wilayah Kota Matsum IV dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel IV Komposisi Penduduk berdasarkan Suku Bangsa No Keterangan Jumlah Persentase 1 Minang 8.665 56,32 2 Mandailing 1.011 6,57 3 Jawa 2.099 13,65 4 Melayu 1.603 10,41 5 Lainnya 2007 13,05 Jumlah 15.385 100 Sumber dari : Data Kelurahan Kota Matsum IV Tahun 2008 Dari data pada tabel IV di atas dapat diketahui bahwa masyarakat Kota Matsum IV adalah masyarakat yang heterogen dengan beragam suku bangsa diantaranya Minang, Mandailing, Jawa, Melayu dan lain-lain. Dari data di atas diketahui bahwa suku Minangkabau adalah suku yang paling dominan di wilayah Kota Matsum IV ini dengan jumlah sebanyak 8.665 jiwa dengan persentase sebesar 56,32 , sedangkan penduduk dengan suku bangsa terbesar kedua adalah suku Jawa sebanyak 2.099 jiwa dengan persentase sebesar 13,65 , kemudian disusul oleh suku Melayu sebanyak 1.603 jiwa dengan persentase sebesar 10,41 , dan suku Mandailing sebanyak 1.011 jiwa dengan persentase sebesar 6,57 , dan yang terakhir adalah suku-suku lainnya yang berjumlah 2007 jiwa dengan persentase sebesar 13,05 . Universitas Sumatera Utara

4.1.4. Sarana dan Prasarana

Sarana merupakan hal yang amat penting bagi pencapaian tujuan. Bagaimana baiknya suatu rencana tanpa didukung oleh adanya sarana dan prasarana, maka tujuan dari perencanaan itu akan sulit tercapai. Untuk mendukung tugas pelayanan terhadap masyarakat, maka di Kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area tersedia berbagai macam sarana dan prasarana, seperti sarana di bidang peribadatan, pendidikan, kesehatan, sarana air bersih dan sarana ekonomi. Untuk lebih jelas lagi berikut akan dipaparkan mengenai sarana-sarana tersebut. 4.1.4.1. Sarana Ekonomi Sarana Ekonomi merupakan alat masyarakat untuk mencari kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian besar penduduk kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area hidup dengan berdagang baik kios kelontong maupun warung makan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada keterangan pada tabel di bawah ini. Tabel V Sarana Ekonomi No Keterangan Jumlah Persentase 1 Warung Makan 10 20,40 2 Kios Kelontong 20 40,82 3 Industri Kerajinan 15 30,62 4 Percetakan Sablon 1 2.04 5 Bengkel 3 6,12 Jumlah 49 100 Sumber dari : Data Kelurahan Kota Matsum IV Tahun 2008 Universitas Sumatera Utara Dari data pada tabel V di atas dapat diketahui bahwa masyarakat Kota Matsum IV memiliki berbagai macam sarana ekonomi seperti warung makan, kios kelontong, industri kerajinan, percetakan sablon dan Bengkel. Sarana Ekonomi yang paling banyak yang ada di wilayah Kota Matsum IV adalah sarana Kios Kelontong sebanyak 20 unit dengan persentase sebesar 40,82 , kemudian sarana kedua terbanyak adalah sarana Industri Kerajinan sebanyak 15 unit dengan persentase sebesar 30,62 , sarana ketiga terbanyak adalah sarana Warung Makan sebanyak 10 unit dengan persentase sebesar 20,40 , kemudian sarana ekonomi Bengkel sebanyak 3 unit dengan persentase sebesar 6,12 , dan yang terakhir adalah sarana ekonomi Percetakan Sablon sebanyak 1 unit dengan persentase sebesar 2,04 . 4.1.4.2. Prasarana berbentuk Organisasi Sosial Ekonomi masyarakat Minangkabau Masyarakat Minang terutama di Lingkungan Kota Matsum IV memiliki beberapa Organisasi Sosial Ekonomi Kemasyarakatan khusus untuk masyarakat Minang yang sifatnya sosial dan ekonomi masyarakat. Anggota-anggotanya adalah seluruh warga minang yang berminat menjadi anggota dan juga para pengusaha dibidang kewiraswastaan seperti konveksi, pedagang maupun pemilik usaha rumah makan Minang. Perkumpulan-perkumpulan masyarakat Minang yang mendirikan pusat finansial untuk menunjang kegiatan usaha mereka seperti GEMPPAR Gerakan Masyarakat Padang Pariaman dan ada pula perkumpulan yang bernama GEBU Gerakan Seribu yang membantu mengelola keuangan masyarakat. Gebu berawal Universitas Sumatera Utara dari masyarakat Minang yang berinisiatif mengumpulkan dan menggalang dana dari anggota masyarakat Minang berjumlah Rp.1000,- per hari per orang sehingga disebut namanya dengan gerakan seribu rupiah masyarakat Minang. Dari sinilah terbentuk simpan pinjam dan Bank Gebu Minang. Ada lagi Kelompok Koperasi Syariah Bersama Kota Medan, dimana mereka memberikan pinjaman-pinjaman kepada para anggotanya yang ingin menambah dan mengembangkan usaha dengan bunga dan syarat-syarat yang ringan. Ada pula perkumpulan atau organisasi lain yang dibentuk berdasarkan ikatan keluarga seperti ikatan keluarga Panyalai suku Panyalai, Keluarga Ulakan Tapakih Kataping nama kampung halaman, Banu Ampu nama kampung halaman atau ikatan Keluarga Guci Sandi Mulia suku Guci, namun kesemua organisasi ini tidak mampu memajukan usaha karena dibentuk bukan untuk tujuan bisnis. Universitas Sumatera Utara

4.1.5. Sejarah Kedatangan Masyarakat Minangkabau ke Kota Medan

Semuanya bermula pada akhir abad ke-19 yang mana Kota Medan sudah mulai mengalami perkembangan di berbagai bidang. Perkebunan-perkebunan dalam skala besar, industri pertanian disertai dengan lancarnya jalur komunikasi membuat kota Medan menarik tumbuhnya lembaga-lembaga perdagangan dan kegiatan- kegiatan dalam berbagai macam ragam jasa. Dengan alasan tersebut para migran mulai berdatangan dari luar Kota Medan termasuk di dalamnya perantau Minangkabau. Suku bangsa Minangkabau dikenal sebagai bangsa perantau. Pada saat itu mereka sudah menempati sebagian besar pelosok tanah air, bahkan ada yang tinggal dan menetap di luar negara kesatuan Indonesia. Masyarakat Minangkabau dapat dijumpai di berbagai daerah baik daerah yang dapat diukur secara administrasi besar, sedang maupun kecil, ataupun dapat dijumpai di kota-kota besar maupun kota-kota kecil. Kedatangan orang Minangkabau ini adalah untuk berdagang, namun pada saat itu perdagangan dilakukan antar perkebunan saja, sebagian kecil ada juga yang menetap di kota Medan, disana mereka juga bergerak dalam bidang perdagangan. Kota Medan merupakan salah satu daerah tujuan perantau masyarakat Minangkabau. Besarnya migrasi orang Minangkabau ke kota Medan pada tahun permulaan tidak pernah didata secara pasti. Namun data sensus pada tahun 1930 menyatakan bahwa angka migrasi orang Minangkabau adalah sebanyak 5.408 jiwa di Universitas Sumatera Utara kota Medan dan 50 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1980 perantau minangkabau menunjukkan kenaikan dengan jumlah 141.507 jiwa. Kedatangan orang Minangkabau ke Kota Medan ini pada awal tahun ke tahun jumlahnya tidak tetap karena dipengaruhi oleh keadaan atau situasi politik pada saat itu baik di daerah rantau ataupun di kampung halaman. Misalnya pada masa perang dunia II dan perang kemerdekaan RI, kebanyakan para perantau kembali ke kampungnya. Pada saat terjadi pemberontakan PRRI jumlah perantau ke kota Medan kembali meningkat. Data statistik menunjukkan bahwa angka rata-rata kenaikan perantau Minangkabau sejalan dengan kenaikan rata-rata penduduk kota Medan secara keseluruhan. Pada masa kemerdekaan okupasi perantau Minangkabau di kota Medan masih dalam bidang perdagangan mengalami perkembangan dan semakin beragam. Perdagangan dilakukan bukan hanya antar perkebunan saja tetapi mereka sudah mulai merambat di kota-kota. Ada yang berdagang di emper-emper toko sebagai pedagang kaki lima dan ada pula yang telah memiliki toko sendiri dan menjadi pengecer. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mochtar Naim diperoleh data bahwa sekitar 80 atau lebih dari keseluruhan pedagang pengecer di pusat pasar adalah masyarakat Minangkabau dan beberapa lainnya juga mendominasi seperti usaha penjahitan yang dikuasai rata-rata oleh orang Minangkabau, selain itu juga masyarakat Minangkabau banyak yang membuka usaha warung makan Padang mulai dari restoran besar hingga pedagang nasi pinggir jalan. Proses penyesuaian diri orang Minangkabau lebih mudah dari pada etnis lainnya. Biasanya mereka menumpang dan bekerja dengan membantu usaha saudara Universitas Sumatera Utara dan teman-teman sekampung yang lebih dahulu datang. Selain itu mereka juga sering melakukan perkumpulan untuk menanggulangi masalah atau musibah serta acara keagamaan dan lainnya. Kecendrungan masyarakat minangkabau lebih menyukai hidup berkelompok dan biasanya mereka memilih tinggal di dekat pusat pasar dan pusat kota. Gambaran okupasional perantau Minangkabau umumnya terbagi tiga strata ekonomi yaitu strata ekonomi bawah, menengah, dan atas. Status ekonomi ini dapat dilihat dari tipe rumah dan daerah tempat tinggal yang mereka huni. Misalnya daerah Kota Matsum yang kebanyakan dihuni oleh suku Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima, pedagang rumah makan dan penjahit. Sedangkan kelas menengah ke atas lebih banyak memilih tinggal di daerah elit seperti Medan Baru dan daerah-daerah elit lainnya. Universitas Sumatera Utara

4.1.6. Kebudayaan Minangkabau

Menurut legenda Minangkabau yang diberitakan dalam tambo, nama Minangkabau berasal dari peristiwa adu kerbau. Dalam legenda diceritakan secara turun temurun oleh nenek moyang orang Minangkabau kepada anak cucunya, yaitu pada saat menghadapi tentara Jawa yaitu dengan mengadakan adu kerbau. Jika kerbau Jawa yang menang maka rakyat Minang akan tunduk pada mereka, tetapi jika kerbau Jawa yang kalah maka mereka harus meninggalkan daerah Minangkabau. Orang Minangkabau biasanya dikenal dengan ciri-ciri sosial yaitu : 1. Taat beragama Islam 2. Berpegang teguh kepada Sistem Kekeluargaan berdasarkan jenis keturunan ibu matrilinial. 3. Suka merantau. Mahyuddin 2002:11 menjelaskan menurut tambo adat alam Minangkabau, tempat tinggal pertama dari suku bangsa Minangkabau adalah Pariangan Padang Panjang yang terletak di Lereng Gunung Merapi. Oleh karena perkembangan penduduk yang semakin padat, yang tidak mungkin bagi mereka untuk memperluas tanah pertanian, maka sebagian mereka mulai mencari tempat tinggal yang baru, yang memungkinkan mereka dapat hidup. Mereka mulai berpindah ke lereng-lereng dan lembah Gunung Singgalang dan Sago. Jalur perhubungan pada saat itu sangat sulit, maka terjadilah perpisahan antara rombongan dengan rombongan lain secara fisik dan rohaniah. Keadaan inilah yang menimbulkan kesatuan geografis, politis, sosial baru yang dinamakan demgan luhak. Universitas Sumatera Utara Ada tiga luhak yang melilit Gunung Merapi yang disebut dengan Luhak Nan Tigo. Luhak Nan Tigo ini juga dikenal sebagai wilayah inti Minangkabau yang disebut daerah darek. Selain dari Luhak Nan Tigo itu wilayah Minangkabau disebut dengan daerah rantau. Luhak berasal dari kata luak, luak dapat berarti kurang atau sumur kecil. Dari arti kata luak ini, menunjukkan daerah luhak merupakan daerah yang bergunung- gunung. Di Luhak Nan Tigo inilah nenek moyang masyarakat Minangkabau berkembang dan mulai turut serta membentuk adat dan limbago atau lembaga. Dari luhak nan tigo inilah bermulanya ekspansi ke daerah-daerah di sekitarnya. Hasil dari ekspansi ini menghasilkan daerah rantau. Oleh karena itu daerah rantau adalah daerah yang terletak di sekitar daerah inti. Dengan kata lain daerah rantau juga merupakan daerah pinggiran atau pesisir. Mahyuddin 2002:11 menjelaskan, Luhak Nan Tigo yang menjadi inti alam Minangkabau merupakan perwujudan dari tiga luhak yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto. Luhak Tanah Datar terletak di lereng dan lembah kaki gunung merapi, Singgalang dan Tandikat. Luhak tanah datar adalah Luhak Nan Tuo atau luhak tertua, yang terletak disekitar daerah Batu Sangkar. Luhak Agam terletak sekitar Gunung Singgalang dan Gunung Merapi. Luhak Agam juga sering disebut dengan luhak nan tangah atau luhak yang tengah. Luhak ini terletak di sekitar daerah Bukuittinggi. Luhak lima puluh koto disebut juga dengan luhak nan mudo atau luhak yang termuda. Luhak ini terletak di sekitar daerah Payakumbuh. Dapat dilihat bahwa ketiga luhak ini terletak di kaki-kaki gunung, dipunggung jajaran Universitas Sumatera Utara pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari ujung Utara pulau Sumatera sampai ujung Selatan dengan ketinggian rata-rata 1000-3000 m di atas permukaan laut. Dari ketiga luhak ini berhulu beberapa sungai yang mengalir dan bermuara di pantai Timur dan pantai Barat Sumatera. Dari Luhak Lima Puluh Koto berhulu Sungai Siak, Sungai Kampar dan Sungai Sinamar atau Sungai Indragiri. Dari Luhak Tanah Datar berhulu Sungai Kiantan dan Sungai Batanghari. Semua sungai ini bermuara ke pantai Timur. Sedangkan ke Pantai Barat mengalir Sungai Batang Masang dan Batang Antokan dari luhak Agam. Wilayah Luhak Nan Tigo terletak di daerah yang relatif cukup subur mengakibatkan sebagian besar masyarakatnya bergerak dalam lapangan pertanian untuk memenuhi kehidupannya. Selain menanam padi sebagai makanan utama, sampai pada awal abad ke-19 hasil utama Luhak Nan Tigo adalah kopi dan lada. Hasil bumi tersebut diperdagangkan oleh saudagar-saudagar Minangkabau. Rute perdagangan mereka adalah pantai Timur. Hal ini bisa berkembang karena tersedia sarana transportasi sungai yang memudahkan gerak perpindahan. Daerah rantau terletak di sekeliling Luhak Nan Tigo, karena Luhak Nan Tigo terletak di daratan tinggi di bagian tengah pulau Sumatera, serta dipengaruhi oleh kondisi alam seperti tersedianya sarana transportasi aliran sungai. Daerah rantau mengandung dua makna, pertama daerah baru yang dibuka oleh masyarakat Minangkabau dari tiga luhak yang disebabkan oleh pertambahan penduduk dan kepentingan ekonomi. Kedua, daerah yang pernah menjadi bawahan Kerajaan Pagaruyung. Universitas Sumatera Utara

4.1.7. Sistem Kekerabatan

Koentjaraningrat 1992:132 menjelaskan, tiap individu yang hidup dalam suatu masyarakat secara biologis dapat menyebut kerabat semua orang sesamanya yang mempunyai hubungan “darah” atau genes melalui ibu maupun ayahnya. Dipandang secara biologis, artinya dipandang dari sudut hubungan genes saja, jumlah kerabat dari seseorang individu itu amat besar. Dalam kenyataan tidak ada orang yang dapat mengetahui, semua orang sesamanya yang secara biologis merupakan kaum kerabatnya. Dengan demikian prinsip keturunan itu juga mempunyai fungsi sebagai prinsip untuk menentukan keanggotaan dalam kelompok-kelompok kekerabatan yang bersifat lineal misalnya pada masyarakat Minangkabau. Sistem istilah kekerabatan itu mempunyai sangkut paut yang erat dengan sistem kekerabatan dalam masyarakat. Batas hubungan kekerabatan seringkali juga amat berbeda dengan batas pengetahuan tentang kerabat dan dengan batas pergaulan kekerabatan. Hubungan kekerabatan menghubungkan sejumlah kerabat yang bersama-sama memegang suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak disini misalnya hak untuk menempati suatu kedudukan, sedangkan kewajiban yaitu dengan melakukan aktivitas produktif bersama. Universitas Sumatera Utara 4.2. Interpretasi Data 4.2.1. Sejarah Munculnya Rumah Makan Minang