1.2.4. Faktor Interaksi Pasien dengan Profesional Kesehatan
Gambaran hasil penelitian pada tabel 6 menunjukkan bahwa berdasarkan faktor interaksi pasien dengan professional kesehatan yang mempengaruhi
ketidakpatuhan minum obat ada sebanyak 58 orang yang tidak patuh 58,6 dan sebanyak 41 orang yang patuh 41,4
Tabel 6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor interaksi pasien
dengan professional kesehatan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan, pada tanggal 27 Juni sampai 17 September 2011 n= 99
orang.
Faktor Interaksi Pasien dengan Profesional Kesehatan
Frekuensi Persentase
Tidak Patuh Patuh
58 41
58.6 41.4
Jumlah 99
100
2. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti mencoba menguraikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum
obat pasien skizofrenia yang mengalami relaps di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan.
2.1. Data Demografi Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah usia
dewasa madya 41,4 dan keluarga yang mendampingi pasien berobat lebih banyak wanita daripada laki-laki sebanyak 60 orang 60,6. Pada proses tumbuh
Universitas Sumatera Utara
kembang usia madya terdapat tahap penyesuaian perubahan pola keluarga yang biasanya lebih sulit pada wanita daripada laki-laki karena kehidupan wanita lebih
berpusat pada rumah dan anggota keluarga. Penyesuaian ini sering dipersulit sejumlah faktor yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
dengan kehidupan keluarga. Contohnya, karena wanita sudah terbiasa memusatkan keinginan khusus pada masalah rumah tangga, perilakunya yang
berorientasi pada keluarga jauh lebih matang daripada suaminya Hurlock, 1999. Hasil penelitian expressed emotion dari Brown 1959 dalam Durand, 2007
mengatakan bahwa sampel pasien yang dipulangkan dari rumah sakit jiwa yang memiliki kontak terbatas dengan keluarganya menunjukkan perkembangan yang
lebih baik dibanding mereka yang menghabiskan waktu lebih lama bersama keluarganya karena tingginya sifat critism, bermusuhan, dan intrusive yang
diekspresikan sehingga pasien cenderung kambuh kembali. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga 43,4 yang lebih banyak memiliki waktu untuk berkomunikasi dan bertemu di rumah dengan pasien.
Data penelitian menunjukkan sebanyak 28 orang 28,3 dengan tingkat pendidikan SLTA, sebanyak 22 orang 22,2 dengan tingkat pendidikan SLTP,
sebanyak 18 orang 18,2 dengan tingkat pendidikan SD, sebanyak 15 orang 15,2 dengan tingkat pendidikan D3, sebanyak 11 orang 11,1 dengan
tingkat pendidikan S1, dan sebanyak 5 orang 5,1 dengan status tidak bersekolah. Hasil penelitian ini didukung oleh Erawatyningsih, dkk 2009, yang
menjelaskan pengetahuan keluarga terkait dengan pendidikan akan mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
ketidakpatuhan minum obat pasien skizofrenia dalam membawa pasien mengontrol kesehatannya. Pengetahuan keluarga akan penyakit skizofrenia yang
diderita oleh pasien dan kepercayaan tentang kemanjuran pengobatan akan mempengaruhi kemauan untuk memilih atau tidak memilih dalam menyelesaikan
pengobatan. Menurut Siregar 2006 ketidakpatuhan berkaitan dengan tingkat
pendapatan karena yang sering menjadi masalah umum adalah biaya menebus obat atau tidak menghendaki untuk mengambilnya karena harga obat yang relatif
mahal dan biaya transportasi untuk menjangkau jauhnya jarak rumah sakit dengan rumah penderita. Kesulitan mendapatkan biaya untuk mengambil obat ke lokasi
pelayanan kesehatan yang ada karena jarak yang jauh. Dari data yang diperoleh bahwa Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan melayani pasien di seluruh wilayah
provinsi Sumatera Utara sehingga tidak sedikit pasien di luar kota Medan yang mengambil obatnya ke rumah sakit ini. Berdasarkan data pengeluaran biaya setiap
bulannya untuk pengobatan pasien mayoritas memiliki pengeluaran sebanyak Rp. 50.000 – Rp. 100.000 yaitu sebanyak 53 orang 53,5. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan pendapat Siregar 2006 dikarenakan pada saat penelitian lebih banyak responden menyatakan bahwa keluarga tidak kesulitan dalam hal biaya
untuk pengeluaran biaya pengobatan pasien setiap bulannya. Pasien yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan banyak yang mendapat
bantuan dari pemerintah berupa jaminan kesehatan seperti Jamkesmas, ASKES, dan SKTM Surat Keterangan Tidak Mampu yang memenuhi kriteria penelitian
dan bersedia menjadi responden.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki lama sakit 1-5 tahun sebanyak 82 orang 82,8 dan yang mempunyai lama sakit lebih dari 5
tahun sebanyak 17 orang 17,2. Hasil ini sesuai dengan Durand 2007 bahwa prevalensi ketidakpatuhan menunjukkan bahwa sebagian besar penderita
skizofrenia berhenti memakai obat dari waktu ke waktu. Menemukan bahwa selama kurun waktu 2 tahun, tiga di antara empat pasien yang diteliti menolak
memakai obat antipsikotiknya selama paling tidak 1 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengobatan pasien skizofrenia membutuhkan waktu
penyembuhan yang lama dan tingginya kekambuhan dalam kurun waktu lama sakit dibawah 5 tahun.
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat Menurut Durand 2007 terlepas dari optimisme yang ditimbulkan oleh
efektivitas antipsikotik, obat-obat tersebut hanya bekerja apabila dipakai dengan benar, dan banyak penderita skizofrenia yang tidak menggunakan obatnya secara
rutin. Sejumlah faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien terhadap aturan pengobatan, termasuk hubungan professional kesehatan dengan pasien
yang negatif, ongkos pengobatan, dan dukungan sosial yang buruk. Dari keseluruhan ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
minum obat pasien skizofrenia yang mengalami relaps didapati sebanyak 75 orang yang tidak patuh 75,8 dan hanya sebanyak 24 orang yang patuh 24,2. Hasil
ini sesuai dengan pendapat Siregar 2006 bahwa pasien tidak taat pada pengobatan merupakan suatu masalah global. Beberapa studi menunjukkan bahwa
tingkat ketidaktaatan itu di atas 50, bahkan dalam situasi yang mengancam
Universitas Sumatera Utara
kehidupan. Penyebabnya berupa sikap yang tidak sesuai dan keterampilan komunikasi yang buruk dari pelaku kesehatan, ketakutan pasien untuk bertanya,
waktu konsultasi yang terbatas, kurang akses informasi tercetak, minimnya penghasilan, dan kerumitan dan durasi pengobatan terutama untuk kasus penyakit
yang kronis. Masalah dalam pengobatan skizofrenia adalah kebanyakan obat-obat
antipsikotik kerja obatnya lambat, sehingga pasien tidak merasakan dengan segera efek positif antipsikotik. Malahan kadang-kadang pasien lebih dahulu merasakan
efek samping sebelum efek obat terhadap penyakitnya sehingga pasien menghentikan pengobatan. Kekambuhan yang terjadi akan berpengaruh terhadap
buruknya kondisi pasien. Beragamnya obat yang diresepkan juga memiliki peran penting dalam kepatuhan.
Penanganan psikososial terhadap ketidakpatuhan pasien skizofrenia yaitu bagaimana nilai budaya keluarga terhadap tindakan pengobatan. Dewasa ini hanya
sedikit yang percaya bahwa faktor-faktor psikologis semata dapat menyebabkan orang-orang mengalami skizofrenia atau bahwa pendekatan psikoteraupetik
tradisional yang dapat menyembuhkan mereka. Kepercayaan tentang kemanjuran pengobatan akan mempengaruhi penderita mau atau tidak memilih untuk
menyelesaikan pengobatannya. Selain itu kepercayaan kultural biasanya mendukung penggunaan penyembuhan tradisional Erawatyningsih, dkk, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Faktor Penyakit Penelitian ini memperoleh gambaran dari faktor penyakit menunjukkan
sebanyak 81 responden tidak patuh 81,2 dan sebanyak 18 orang yang patuh 18,2. Dukungan emosional keluarga pada pasien skizofrenia berupa persepsi
dalam melakukan perawatan di rumah, memberi kasih sayang, dan kenyamanan akan menurunkan tingkat stress dan depresi dalam hal faktor penyakit. Karena
selama stress berlangsung pasien merasa sedih, cemas, dan tidak lagi termotivasi untuk menjalani pengobatannya. Dukungan emosional memberikan individu
perasaan nyaman, merasa dicintai, bantuan dalam bentuk semangat, dan empati sehingga individu merasa dirinya merasa berharga. Pada saat keluarga memberi
dukungan emosional keluarga mampu menilai perasaan pasien dari keyakinannya untuk sembuh, termotivasi untuk minum obat, dan berfikiran positif pada
pengobatan yang dijalani untuk kesembuhan penyakitnya. Menurut Siregar 2006 sifat kesakitan pasien dalam beberapa keadaan,
dapat berkontribusi pada ketidakpatuhan. Pada pasien dengan gangguan psikiatrik, kemampuan untuk bekerja sama, demikian juga sikap terhadap pengobatan
mungkin dirusak oleh adanya kesakitan, dan individu-individu ini lebih mungkin tidak patuh daripada pasien lain. Berbagai studi dari pasien dengan kondisi seperti
pasien skizofrenia telah menunjukkan suatu kejadian ketidakpatuhan yang tinggi. Pasien cenderung menjadi putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak
menghasilkan kesembuhan kondisi. Hasil penelitian Erawatyningsih, dkk 2009 menyatakan ada pengaruh yang
signifikan antara lama sakit terhadap ketidakpatuhan minum obat, semakin lama
Universitas Sumatera Utara
keluhan yang diderita pasien maka akan semakin tidak patuh untuk datang berobat.
2.2.2. Faktor Regimen Terapi Dari data yang diperoleh didapat gambaran faktor regimen terapi
menunjukkan sebanyak 73 orang yang tidak patuh 73,7 dan sebanyak 26 orang yang patuh 26,3. Menurut Siregar 2006 pengertian pasien dan kerja sama
dengan regimen obat yang ditulis merupakan suatu persyaratan vital untuk terapi yang efektif. Keamanan dan keberhasilan terapi obat paling sering terjadi, apabila
pasien benar-benar mengetahui tentang informasi obat dan penggunaannya. Situasi yang paling umum berkaitan dengan ketidakpatuhan pada terapi obat,
mencakup kegagalan menebus resep, melalaikan dosis, kesalahan dosis, kesalahan dalam waktu pemberiankonsumsi obat, dan penghentian obat sebelum waktunya.
Ketidakpatuhan penggunaan satu obat yang kurang mengakibatkan respon berlebihan terhadap zat lain yang diberikan bersamaan dan penggunaan obat yang
berlebihan dari dosis yang ditetapkan juga akan menimbulkan risiko reaksi merugikan yang meningkat. Untuk mengontrol kepatuhan pasien dalam meminum
obat sebaiknya petugas kesehatan mengajarkan pasien dan keluarga pasien untuk mengisi jadwal kegiatan minum obat dan membuat daftar obat-obatan yang
dikonsumsi oleh pasien. Hal ini akan mengurangi terjadinya kelalaian dalam minum obat, kesalahan dosis dan waktu pemberian obat.
Hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Windgassen 1992, dalam Durand, 2007 memperoleh data 50 dari 61 responden tidak patuh karena
keluhan efek samping obat yang tidak menyenangkan, pasien berpendapat bahwa
Universitas Sumatera Utara
efek yang bermanfaat yang seharusnya didapat dari obat antipsikotik justru menganggapnya tidak menjadi terapi untuk menangani penyakitnya, sehingga
timbul penolakan dan ketidakpatuhan untuk melanjutkan minum obat. 2.2.3. Faktor Interaksi Pasien dengan Profesional Kesehatan
Menurut Weiden 1991, dalam Durand 2007 sejumlah faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien terhadap aturan pengobatan, termasuk
hubungan antara profesional kesehatan dengan pasien yang negatif, dan dukungan sosial yang buruk.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erawatyningsih, dkk 2009 bahwa kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas tidak mempengaruhi
ketidakpatuhan minum obat. Hal ini disebabkan karena petugas kesehatan memberikan perhatian khusus dan informasi yang jelas sehingga mampu menjalin
hubungan yang baik dengan setiap pasien yang datang mengontrol penyakitnya. Hal ini tidak sesuai dengan data yang diperoleh didapat gambaran faktor interaksi
pasien dengan professional kesehatan sebanyak 58 orang yang tidak patuh 58,6 dan sebanyak 41 orang yang patuh 41,4. Perbedaan ini terjadi karena
pada saat penelitian dilakukan banyak responden yang mengatakan ingin mendapat informasi yang lebih lengkap baik melalui informasi tercetak dalam
bahasa yang sederhana, petugas kesehatan mempunyai tanggung jawab untuk melengkapi pasien dengan konseling yang cukup agar memaksimalkan pengertian
mereka terhadap terapi obat.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai sasaran dari konseling obat pasien adalah untuk meningkatkan hasil terapi dengan mendorong penggunaan obatnya dengan tepat. Pelayanan edukasi
konseling pasien membuat pasien benar-benar mengetahui informasi obatnya dan menunjukkan kepatuhan obat yang lebih besar, dan penggunaan yang akhirnya
menimbulkan respon pengobatan yang lebih baik Siregar, 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dalam bentuk kesimpulan dan memberi rekomendasi atau saran.
1. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan gambaran faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pasien skizofrenia yang
mengalami relaps di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan. Dari ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat pasien skizofrenia yang
mengalami relaps diperoleh sebanyak 75 orang yang tidak patuh 75,8 dan sebanyak 24 orang yang patuh 24,2. Gambaran faktor penyakit menunjukkan
sebanyak 81 responden tidak patuh 81,2 dan sebanyak 18 orang yang patuh 18,2. Gambaran faktor regimen terapi menunjukkan sebanyak 73 orang yang
tidak patuh 73,7 dan sebanyak 26 orang yang patuh 26,3. Gambaran faktor interaksi pasien dengan profesional kesehatan sebanyak 58 orang yang tidak patuh
58,6 dan sebanyak 41 orang yang patuh 41,4.
2. SARAN
2.1. Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi peneliti yang
ingin melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama dan terhadap
Universitas Sumatera Utara