Variabel moderating X2.Z2 secara parsial berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Namun tingkat probabilitas variabel DBH Pajak a=0,05, sehingga dapat
disimpulkan variabel DBH Pajak tidak berpengaruh secara pasial terhadap PAD. Dan berdasarkan pengujian tersebut terdapat beberapa variabel yang merupakan excluded
variables yakni X2, X1.Z1, X2.Z1, dan X1.Z2.
5.5. Pembahasan
Sejak krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, diketahui bahwa sistem sentralisasi yang selama ini dipraktekkan di negeri ini ternyata telah gagal dalam
menghadapi tantangan krisis tersebut sehingga perlu diadakan reformasi terhadap sistem sentralisasi tersebut menjadi sistem desentralisasi.
Atas dasar itu, Indonesia memasuki era baru dengan adanya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif diberlakukan per Januari tahun 2001
UU ini dalam perkembangannya diperbarui dengan dikeluarkannya UU No.32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004. Diberlakukannya undang-undang ini memberikan
peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 lebih memperjelas dan mempertegas hal-hal yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 terutama
mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, antara provinsi dengan
Universitas Sumatera Utara
kabupaten kota serta antar sesama daerah. Perubahan yang cukup signifikan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah pemilihan kepala
daerah secara langsung. Hakikat otonomi daerah adalah adanya hak penuh untuk mengurus dan menjalankan sendiri apa yang menjadi bagian atau wewenangnya.
Otonomi daerah di Indonesia adalah pelimpahan sebagian wewenang dari pusat ke daerah untuk mengurus dan menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Otonomi daerah
tidak merupakan pendelegasian wewenang, melainkan pemberian atau pelimpahan wewenang. Penerima wewenang mempunyai otoritas penuh untuk mengatur dan
menjalankannya sesuai dengan caranya masing-masing. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang dimaksud
dengan Otonomi Daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, yang secara serentak diberlakukan di seluruh provinsi di Indonesia.
Penerapan otonomi daerah desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan
rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah daerah berupa dana
perimbangan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi komponen pendapatan daerah dalam APBD. Pemerintah daerah harus dapat
Universitas Sumatera Utara
menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya.
Dalam pelaksanaannya, penerapan otonomi daerah didukung pula oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut yang dimaksud dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi
dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata acara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan
pengawasan keuangannya. Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Nasional APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri
dari Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, dan Dana Bagi Hasil DBH yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Ketiga jenis dana
tersebut bersama dengan Pendapatan Asli Daerah dan lain-lain Pendapatan merupakan sumber dana daerah yang digunakan untuk menyelenggarakan
pemerintahan di tingkat daerah.
Universitas Sumatera Utara
Dana Bagi Hasil merupakan salah satu komponen Dana Perimbangan. Dana Bagi Hasil diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa
pajak dan sumber daya alam. Tujuan dari Dana Bagi Hasil adalah sebagai kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di
Indonesia ataupun mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah. Kendala utama yang dihadapi pemerintah daerah dalam melaksanakan
otonomi adalah minimnya pendapatan daerah dari PAD. PAD yang rendah tersebut menyebabkan pemerintah memiliki derajat kebebasan dalam mengelola keuangannya
sehingga daerah masih sangat bergantung pada Dana Perimbangan yang dalam hal ini adalah Dana Bagi Hasil. Dengan demikian, maka Dana Bagi Hasil sebagai salah satu
sumber utama APBD akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Sejalan dengan bergulirnya otonomi daerah, Ada beberapa daerah tergolong
sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun ketersediaan sumber daya
alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber penerimaan daerah. Beberapa daerah yang memiliki sumber-sumber pendapatan yang rendah memiliki persoalan
tersendiri mengingat adanya tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami tekanan fiskal fiscal stress yang lebih tinggi dibanding era
sebelum otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka mengurangi tingkat ketergantungan terhadap dana
perimbangan yang berasal dari pusat. Dengan demikian, maka fiscal stress yang tinggi akan berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam
berbagai sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber PAD. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah –
daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi
pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan pada sektor – sektor yang produktif di daerah sehingga
dengan terpenuhinya fasilitas publik maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan. Dengan demikian, maka Belanja Modal akan berpengaruh terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Hasil penelitian pada pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap peningkatan
PAD yakni Belanja Modal dan Fiscal Stress masing-masing berpengaruh secara positif dan signifikan sebesar 0,251 dan 0,762 terhadap peningkatan PAD. Pengaruh
Belanja Modal terhadap PAD lebih kecil dibandingkan dengan Fiscal Stress, hal ini dikarenakan Belanja Modal yang berupa infrastruktur memiliki pengaruh yang tidak
langsung terhadap peningkatan PAD. Hasil penelitian pada pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa
variabel DBH Bukan Pajak berpengaruh secara negatif sebesar -0,740 terhadap peningkatan PAD. Hal ini dikarenakan porsi kontribusi daerah sumber penghasil
Universitas Sumatera Utara
berupa SDA hasil perusahaan milik daerah ke pusat lebih besar dibandingkan dengan DBH Bukan Pajak yang diterima daerah dari pusat. Kemudian Variabel
Belanja Modal dan variabel X2.Z2 masing-masing berpengaruh secara positif dan signifikan sebesar 0,243 dan 0,735 terhadap peningkatan PAD. Namun hanya
variabel DBH Pajak yang tidak berpengaruh secara signifikan sebesar 0,048 terhadap peningkatan PAD, hal ini disebabkan karena kontribusi atas pajak seperti halnya
PBB, BPHTB, dan PPh pasal 21 memiliki porsi yang sangat kecil ke pusat.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian pada Bab V maka dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan model yang ditentukan dalam Hipotesis
Penelitian yakni sebagai berikut: 1.
Secara parsial dan simultan, Belanja Modal dan Fiscal Stress berpengaruh terhadap peningkatan PAD pada pemerintah Kabupaten Kota di Sumatera Utara.
2. Secara simultan, Belanja Modal dan Fiscal Stress dengan DBH Pajak dan Bukan
Pajak sebagai variabel moderating berpengaruh terhadap peningkatan PAD pada pemerintah Kabupaten Kota di Sumatera Utara. Akan tetapi secara parsial, DBH
Pajak tidak berpengaruh terhadap peningkatan PAD. Dengan demikian DBH Pajak tidak dapat berdiri sendiri dalam mempengaruhi PAD, namun dapat
mempengaruhi PAD secara simultan.
6.2. Keterbatasan
1. Variabel independen dalam penelitian ini dibatasi hanya Belanja Modal dan
Fiscal Stress yang berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah.Variabel Belanja Daerah lain tidak disertakan sehingga peneliti tidak dapat melihat secara
keseluruhan Pengaruh Belanja Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Universitas Sumatera Utara