Latarbelakang Masalah Bagaimana Persepsi Siswa Tentang Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SDN Rambutan 03 Pagi Jakarta

BAB I PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Pendidikan merupakan hal penting dalam pengembangan sumberdaya manusia sebuah bangsa. Melalui pendidikanlah, setiap generasi muda dipersiapkan untuk menjadi lebih siap dalam menghadapi masa depannya. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Azyumardi Azra bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.1 Senada dengan pendapat Azyumardi Azra tersebut di atas, dalam pasal 1 ayat 1 UU. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2 Proses pendidikan yang dimaksud dalan uraian di atas, bukan hanya pendidikan formal melalui lembaga pendidikanpersekolahan tertentu, tetapi juga termasuk pendidikan non formal misalnya di keluarga dan informal di lembaga kursus atau pelatihan. Dalan kaitannya dengan penelitian ini, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan persekolahan. Esensi dari sebuah pendidikan persekolahan adalah proses pembelajaran. Kualitas pendidikan persekolahan yang baik tidak akan lahir tanpa kualitas pembelajaran yang baik pula. Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan tidak dapat mencapai tujuan yang maksimal bila belum menyentuh perbaikan proses pembelajaran. Salah satu komponen yang berperan penting dalam pengembangan proses pembelajaran tersebut adalah 1 Azyumardi Azra, Pendidikan Mam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Penerbit Kalimah, 2001, Get. Ill, h. 3. 2 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. faktor guru. Kualitas pembelajaran yang baik dapat muncul dari adanya guru yang berkualitas. Guru merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah dan banyak menentukan keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan. Gurulah yang berhadapan langsung dengan anak didik oleh sebab itulah maka wajar jika dikatakan bahwa guru merupakan aspek yang penting sebagai faktor yang menentukan bagi masa depan sebuah bangsa. Dengan demikian maka, ... pendidik guru mempunyai tanggung jawab yang sangat berat3 Tanggungjawab yang sangat berat tersebut dikarenakan strategisnya peran guru dalam proses pendidikan. Begitu sangat strategisnya kedudukan guru ini dalam proses pendidikan, maka dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tepatnya Bab III Pasal 7, diamanatkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia c memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan i memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 4 Dengan adanya guru yang profesional sebagaimana prinsip tersebut di atas maka diharapkan pembelajaran yang berkualitas akan lahir. Sebab pembelajaran merupakan inti dan muara segenap proses pengelclaan pendidikan. Pembelajaran harus pula melibatkan peserta didik dengan segala karakteristiknya, mulai dari kemampuan, motivasi, latar belakang keluarga, 3 Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, Yogyakarta: Primasophie, 2004, Cetakan I, h. 50. 4 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. lingkungan, ekonomi, dan sebagainya. Sehingga terjadi komunikasi yang seimbang antara guru dan peserta didik, peserta didik dengan sesama peserta didik, dan sebagainya. Dengan kinerja baik yang ditampilkan guru maka diharapkan dapat berdampak positif bagi pembelajaran peserta didik, sebab peserta didik dapat mengamati langsung kinerja guru dalam pembelajaran di kelas. Namun terkadang, kinerja guru yang maksimal hanya ditunjukkan saat diamati oleh pimpinannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa atasan guru seperti kepala sekolah dan pengawas sekali pun tidak mudah untuk mendapatkan data dan mengamati realitas keseharian performance guru di hadapan peserta. Memang program kunjungan kelas oleh kepala sekolah atau pengawas, tidak mungkin ditolak oleh guru. Akan tetapi tidak jarang terjadi guru berusaha menampakkan kinerja terbaiknya baik pada aspek perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran hanya pada saat dikunjungi. Selanjutnya ia akan kembali bekerja seperti sedia kala, kadang tanpa persiapan yang matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang tinggi. Dalam penyelenggaraan pendidikan di bangsa kita, proses pembelajaran di kelas masih merupakan otoritas guru sepenuhnya. Sangat jarang ditemukan pihak luar yang peduli, memerhatikan serta mencermati pelaksanaan pembelajaran guru di depan kelas. Bahkan sering dikatakan bahwa pekerjaan guru adalah merupakan profesi yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, kecuali klien peserta didik. Apabila ada pihak lain, baik itu pengawas, kepala sekolah, apa lagi sesama guru yang ingin tahu bagaimana seorang guru mengajar, maka hal ini dianggap tidak biasa atau karena memang ada tugastanggungjawab dari pihak yang akan mengamati kinerja guru tersebut dalam mengajar. Berbagai uraian di atas, -secara tidak langsung- pada dasarnya menunjukkan bahwa sosok profesi guru dapat ditinjau melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru profesional memiliki tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi tercermin dari kemampuan mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang mampu memikul dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, menghargai dan mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagi bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan pengetahuan dan perangkat keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk yang beragama, yang berperilaku senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral. 5 Guru adalah orang tua kedua bagi para siswanya terutama di sekolah. Semua yang dilakukan oleh orang tua secara otomatis akan diikuti oleh anak- anak mereka, baik itu hal yang baik maupun hal yang buruk. Orang tua adalah model keteladanan yang paling dekat dengan anak. Guru di sekolah juga memiliki peran dalam pembentukan kepribadian dan perilaku para siswanya terutama di sekolah. Para siswa menghabiskan cukup banyak waktu di sekolah dan mereka akan bertemu dan berhadapan langsung dengan para guru yang rnengajar mereka. Para siswa akan melihat dan bahkan cenderung mencontoh atau mengimitasi sikap dan perilaku dari guru mereka. 5 Peserta didik akan mempersepsikan bagaimana perilakusikap guru mereka dalam proses pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Persepsi yang baik dari seorang peserta didik cenderung akan menimbulkan sikap positif dalam pembelajaran sehingga dapat berdampak pada minat yang baik untuk mengikuti pelajaran yang diampu oleh guru bersangkutan. Sebaliknya, persepsi yang tidak baik dari seorang peserta didik kepada guru, salah satunya dapat berdampak pada menurunnya semangat belajar peserta didik tersebut dalam mengikuti pembelajaran yang diampu oleh guru yang bersangkutan. Mulanya minat anak-anak di SDN Rambutan 03 Pagi dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah cukup baik dibandingkan sebelumnya karena adanya peningkatan fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia. Dengan adanya minat ini maka perhatian dan usaha peserta didik akan lebih besar. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Slameto bahwa 5 Surya, et.all, Kapita Sekkta KependidikanSD. Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2004, Get. ke-17, h. 47 minat merupakan suatu rasa ketertarikan pada suatu hal dan atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.6 Pada perkembangan berikutnya banyak siswa yang kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Rambutan 03 Pagi. Beberapa indikasinya adalah timbulnya kepasifan dalam proses belajar. Tentunya tidak hanya ditentukan oleh keinginan dan sikapnya terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah saja, banyak faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu peserta didik sedangkan faktor eksternal berasal dari luar individu peserta didik. Faktor-faktor tersebut ada yang mendukung dan ada pula yang menghambat peserta didik dalam belajar. Faktor pendukung misalnya adanya iming-iming hadiah dari pihak lain bila prestasi belajarnya meningkat, tersedianya saran dan prasarana yang baik, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menghambat peserta didik dalam belajar misalnya motivasi yang rendah, sarana dan prasarana yang terbatas, dan sebagainya. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam diberikan oleh guru untuk menumbuhkembangkan minat belajar agama yang dirasakan masih belum optimal, karena tatap muka jam pelajaran PAI hanya 2 jam pelajaran dalam satu minggu. Oleh karena itu, sekolah terutama guru Pendidikan Agama Islam sangat besar peranannya dalam membantu mengembangkan minat siswa dalam belajar agama Islam. Upaya ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara dan metode pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik agar tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat dicapai. Peserta didik yang menurun prestasi belajarnya terutama pada pembelajaran agama Islam bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya rnenganggap pelajaran agama Islam tidak terlalu penting, pengelolaan kelas kurang baik, ditambah jam tatap muka pada pelajaran agama Islam cuma sedikit yaitu dengan alokasi waktu 2 x jam pelajaran 2 x 40 menit dalam satu minggu. 6 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Jakarta: Rineka Cipta, 1995, h. 57 Apabila kompetensi guru agama Islam rendah dan tidak mampu menciptakan pembelajaran yang menarik bagi peserta didik dapat berdampak pada minat belajar Pendidikan Agama Islam yang menurun diiringi dengan prestasi belajar yang tidak optimal. Idealnya, guru hams mampu menampilkan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik minatperhatian peserta didik. Dengan penampilan guru yang baik dalam pembelajaran di sekolah, maka diharapkan peserta didik akan melihat hal itu sehingga mereka menjadi tertarik dan lebih bersemangat dalam memahami materi yang disampaikan. Memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana presepsi siswa tentang kemampuan mengajar guru Pendidikan Agama Islam di SDN Rambutan 03 Pagi Jakarta.

B. Identifikasi Masalah