B. Permasalahan
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut, yaitu :
1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan putusnya perkawinan karena perceraian? 2. Bagaimana akibat hukum terhadap anak dan harta perkawinan yang disebabkan
perceraian melalui putusan pengadilan ? 3. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengadili perkara perceraian di
Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura – Riau ?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan putusnya perkawinan karena perceraian.
2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap anak dan harta perkawinan yang disebabkan perceraian melalui putusan pengadilan.
3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam mengadili perkara perceraian.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi untuk ilmu pengetahuan hukum, agar ilmu itu tetap hidup dan berkembang khususnya tentang
hukum perkawinan. 2. Secara
Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman kepada masyarakat serta
kepada aparat penegak hukum terkait dalam proses perceraian serta pemahaman atas nilai-nilai hukum perkawinan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-
Undang.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan diketahui bahwa penelitian tentang Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian Studi Pada Pengadilan
Negeri Siak Sri Indrapura-Riau belum ada. Maka dengan demikian penelitian ini adalah asli.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka
Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,
17
, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya
17
J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, FE- UI, Jakarta, 1996, hal. 203.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
18
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau
permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
19
bagi peneliti Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian.
Perkawinan hapus, jikalau satu pihak meninggal, selanjutnya perkawinan hapus juga, jikalau satu pihak kawin lagi setelah mendapat izin hakim, bilamana
pihak yang lainnya meninggalkan tempat tinggalnya hingga 10 sepuluh tahun lamanya dengan tiada ketentuan nasibnya akhirnya perkawinan dapat
dihapuskan dengan perceraian.
20
Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. Undang-Undang tidak membolehkan
perceraian dengan permufakatan saja antara suami isteri, tetapi harus ada alasan yang sah. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Zina overspel
b. Ditinggalkan dengan sengaja kwaadwillige verlating c. Penghukuman yang melebihi 5 tahun karena dipersalahkan melakukan suatu
kejahatan, dan d. Penganiayaan berat atau membahayakan jiwa Pasal 209 KUHPerdata.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1979, Pasal 19 menyebutkan ada enam alasan tentang perceraian yaitu :
a. Salah satu pihak mendapat cacat badanpenyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.
b. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihanpertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
18
Ibid., hal. 16.
19
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
20
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, Cetakan XVII, 1983, hal. 42.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayaka pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri.
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Putusnya perkawinan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 1993 tentang Peradilan Agama dilengkapi dengan Kompilasi Hukum Islam Indonesia. Putusnya perkawinan berdasarkan Pasal 113 Undang-Undang Peradilan
Agama perkawinan putus karena : a. Kematian
b. Perceraian, dan
c. Atas putusan Pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dalam Undang-
Undang Peradilan Agama dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 115 dinyatakan perceraian hanya
dapat dilakukan di sidang Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Putusnya perkawinan apabila 5 lima tahun telah lewat waktu dan tidak juga ada perdamaian kembali antara suami dan isteri, masing-masing pihak dapat meminta
kepada hakim supaya perkawinan diputuskan dengan perceraian.
21
Bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya undang- undang perkawinan nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan
21
Ibid., hal. 43.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat.
22
Adanya UUP tentang Perkawinan, berlaku untuk setiap warga negara Indonesia di seluruh nusantara,
merupakan undang-undang unifikasi. Kelahiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bukan sekedar bermaksud
menciptakan suatu hukum perkawinan yang bersifat dan berlaku “nasional” dan “menyeluruh”. Melainkan juga dimaksudkan dalam rangka
mempertahankan, lebih menyempurnakan, memperbaiki atau bahkan menciptakan konsepsi-konsepsi hukum perkawinan baru yang sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman bagi rakyat Indonesia yang pluralistik.
23
Dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 selanjutnya disebut
UUP, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Jika ditinjau dari pengertian perkawinan adalah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Unsur perjanjian
memperlihatkan kepada masyarakat umum dan istilah suci merupakan pernyataan dari sudut agama.
Menurut Pasal 1 UUP No. 1 Tahun 1974, pengertian perkawinan telah dirumuskan sebagai berikut : “Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
22
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan Ketiga, 2005, hal. 6.
23
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan I, 2006, hal. 231.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
Dalam penjelasan UUP menegaskan bahwa : Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertamanya ialah
Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agamakerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai
unsur lahir jasmani, tetapi unsur bathinrohani juga mempunyai peranan penting. Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan
keturunan yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
24
Pernyataan tersebut memberi arti bahwa dalam suatu perkawinan dimana
perkawinan bukan hanya merupakan hubungan jasmani dan rohani antara wanita dan pria, tetapi juga sangat erat hubungannya dengan mempunyai dan membesarkan
keturunan mereka. Di dalam hidup bersama orang harus biasa mengindahkan sejumlah besar
peraturan-peraturan. Dari peraturan-peraturan tersebut sebagian besar sama sekali tidak ada hubungan dengan “hukum”. Hanya sedikit sajalah yang
ada sangkut pautnya dengan hukum. Misalnya mengenai kebanyakan aturan- aturan kesopanan dan juga mengenai berbagai kewajiban-kewajiban kepatutan.
Hal-hal ini dapat saja dilanggar tanpa memperoleh hukuman.
25
Persepsi orang tentang hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana
mereka memandangnya. Kalangan hakim akan memandang hukum itu dari sudut pandang profesi mereka sebagai hakim,
26
kalangan ilmuwan hukum akan memandang hukum itu dari sudut pandang profesi keilmuwan mereka, rakyat kecil akan
memandang hukum dari sudut pandang mereka, dan sebagainya.
24
Sudarsono, Op.Cit., hal. 9.
25
H.F.A. Vollmar, Terjemahan I.S. Adiwimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta, Cetakan 2, 1989, hal. 1.
26
Jenis putusan yang terbanyak dijumpai yang tidak memerankan hokum sebagai “a tool of social engineering” antara lain :
a. Penafsiran terhadap Pasal 49 KUHP terlihat dalam putusan HR tanggal 27 Mei 1935 “Apabila dengan jelas ternyata bahwa terdakwa tidak akan berbuat lain daripada yang
dilakukannya, maka ia tidak berbuat karena pembelaan terpaksa”. b. Penafsiran terhadap Pasal 49 KUHP, terlihat dalam putusan HR tanggal 29 Desember
1913 : “Membalas suatu serangan dengan suatu serangan balasan bukan merupakan tindakan membela diri”.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
Hukum kata Viktor Hugo adalah kebenaran dan keadilan. Hukum kata Meyers adalah keseluruhan daripada norma-norma dan penilaian-penilaian mengenai
tentang harga diri, kesusilaan yang mempunyai hubungan yang erat dengan perbuatan-perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat, norma-norma dan
penilaian-penilaian mana oleh penguasa negara harus dipakai pedoman dalam menunaikan tugasnya.
27
Menurut Oxford English Dictionary, sebagaimana yang dikutip oleh Achmad
Ali bahwa pengertian hukum yaitu “Law is the body of rules, whether formally enacted or customary, which a state or community recognises as binding on ist members or
subjects”. Hukum adalah kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai suatu yang
mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya.
28
Sedangkan menurut Utrecht sebagaimana dikutip oleh Achmad Ali bahwa : Pengertian hukum adalah himpunan petunjuk hidup, perintah-perintah dan
larangan yang mengatur tata tertib dalam sesuatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran
petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa masyarakat itu.
29
Berarti hukum bukan hanya sekedar kaidah melainkan juga sebagai gejala sosial dan sebagai sesi kebudayaan. Sedangkan Achmad Ali memberikan pengertian
hukum yaitu : Hukum adalah seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam satu
sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya,
yang bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta
27
R. Soebekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan 9, 1986, hal. 50.
28
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal. 31.
29
Ibid., hal. 32.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
benar-benar dilakukan oleh warga masyarakat sebagai satu keseluruhan dalam kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan
kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.
30
Persoalan tujuan hukum dikaji melalui tiga sudut pandang, antara lain :
a. Dari sudut pandang ilmu hukum positif-normatif atau yuridis dogmatic, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi kepastian hukumnya.
b. Dari sudut pandang filsafat hukum, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan.
c. Dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatannya.
31
Tujuan hukum dapat diklasifikasikan ke dalam 2 dua kelompok teori antara
lain : a. Ajaran
Konvensional 1 Ajaran etis yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah
semata-mata untuk mencapai keadilan. 2 Ajaran utilitis yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum
adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaa warga.
3 Ajaran normatif-dogmatif yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.
b. Ajaran Modern
1 Ajaran prioritas baku yang oleh sebagian pakar diidentikkan juga sebagai tiga tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. 2 Ajaran prioritas kasuistis bahwa mungkin untuk kasus-kasus lain justru
kebutuhan kemanfaatanlah yang diprioritaskan ketimbang keadilan dan kepastian begitu juga sebaliknya.
32
Jadi secara konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Dalam hal ini diupayakan ketiganya dapat
30
Ibid., hal. 35.
31
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Yogyakarta, Cetakan I, 1993, hal. 60.
32
Ibid., hal. 73-85.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
diwujudkan seluruhnya secara bersama-sama karena memungkinkan pertentangan- pertentangan di antara ketiga tujuan itu.
Hukum hanya merupakan salah satu sarana kontrol sosial, kebiasaan, keyakinan, agama, dukungan dan pencelaan kelompok, penekanan dari kelompok-
kelompok interest dan pengaruh dari pendapat umum merupakan sarana-sarana yang lebih efisien dalam mengatur tingkah laku manusia.
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum
dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui
penegakan hukum inilah hukum ini menjadikan kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum
Rechtssicherheit, kemanfaatan Zweckmassigkeit dan keadilan Gerechtigkeit.
33
Penegakan hukum merupakan suatu usaha mewujudkan ide-ide yang bersifat abstrak menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum
itu.
34
Hukum dan penegakan hukum dalam era reformasi ini tidak dapat dipisahkan dari perilaku politik elit penguasa. Keterkaitan hukum dan penegak hukum dalam
33
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Op.Cit., hal. 1.
34
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 24.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
perilaku politik tersebut hanya dapat terjadi dalam suatu negara yang tidak demokratis dimana transparansi, supreme hukum dan promosi dan perlindungan HAM
35
dikesampingkan. Penegakan hukum menurut Badan Kontak Profesi Hukum Lampung
menyatakan bahwa : a. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan dalam kaidah-kaidahpandangan menilai dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan social engineering dan mempertahankan social control dan keadamaian pergaulan hidup.
b. Penegakan hukum merupakan perpaduan dari sistem nilai-nilai warden system dan sistem aturan-aturan perilaku gedragregelen system.
36
Kondisi yang diresahkan masyarakat saat ini tidak semata-mata terletak pada
ketidakpuasan terhadap praktek peradilan yang dapat disebut sebagai penegakan hukum dalam arti sempit, tetapi justru ketidakpuasan terhadap penegakan hukum
dalam arti luas, yaitu penegakan seluruh normatatanan, kehidupan masyarakat di bidang politik, sosial, ekonomi, pertahanan-keamanan dan sebagainya.
Penegakan hukum sangat berkaitan erat dengan budaya hukum dan pengetahuanpendidikan hukum. Budaya hukum dan pengetahuanpendidikan hukum
diperlukan untuk mendukung reformasi hukum harus diupayakan bersama oleh seluruh aparat penegak hukum, masyarakatasosiasi profesi hukum, lembaga pendidikan
hukum, dan bahkan oleh seluruh aparat pemerintah dan warga masyarakat pada
35
Keseluruhan HAM, dilihat dari sudut hokum pada hakekatnya merupakan “kepentingan hokum” yang sepatutnya mendapat perlindungan, antara lain perlindungan lewat hokum pidana.
36
Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1977, hal. 180.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
umumnya. Namun, undang-undang itu tidak sempurna, memang tidak mungkin undang-undang itu mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas. Ada
kalanya undang-undang itu tidak lengkap dan ada kalanya undang-undang itu tidak jelas. Meskipun tidal lengkap atau tidak jelas undang-undang harus dilaksanakan.
Jadi dalam hal penegakan hukum juga perlu dibahas mengenai aparat penegak hukumnya seperti Polisi disebut sebagai “alat negara penegak hukum”, Jaksa disebut
sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, Hakim adalah pejabat yang
melaksanakan tugas Kekuasaan Kehakiman. Menurut ketentuan umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah
yang harus berlaku; pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang; fiat justitia et pereat mundus meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Oleh karena undang-
undangnya tidak lengkap atau tidak jelas, maka hakim harus mencari hukumnya, harus menemukan hukumnya. Ia harus melakukan penemuan hukum rechtsvinding.
Penegakan dan pelaksanaan hukum sering merupakan penemuan hukum dan tidak sekedar penerapan hukum.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 mewajibkan Hakim menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas
melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. Ini merupakan proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat
umum dengan mengingat peristiwa konkrit. Penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan
memutus suatu perkara, penemuan hukum oleh hakim ini dianggap yang mempunyai wibawa. Ilmuwan hukumpun mengadakan penemuan hukum, hanya kalau hasil
penemuan hukum itu hakim itu adalah hukum, aka hasil penemuan hukum oleh ilmuwan hukum bukanlah hukum melakukan ilmu atau doktrin.
Penemuan hukum bukan semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkrit, tetapi sekaligus juga penciptaan dan pembentukan
hukum. Kegiatan hakim perdata biasanya menjadi model untuk teori-teori penemuan hukum yang lazim. Sebabnya ialah oleh karena hakim perdata dalam penemuan hukum
lebih luas ruang geraknya daripada hakim pidana. Pasal 1 KUHPidana membatasi ruang gerak hakim pidana. Hakim perdata mempunyai kebebasan yang relatif besar
dalam penemuan hukum. Tidak mengherankan bahwa teori-teori yang ada tentang penemuan hukum terutama berhubungan dengan tindakan hakim perdata.
Pada dasarnya setiap manusia menginginkan agar perkawinan yang telah dilangsungkan itu dapat bertahan untuk selama-lamanya, namun dalam kenyataannya
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
harapan itu tidak selalu dapat diwujukan. Menurut K. Wantjik Saleh seperti yang dikutip oleh Rachmadi Usman bahwa perkawinan yang bertujuan untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal, dapat diartikan bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja.
37
Dalam kenyataannya sering terjadi suami isteri tidak memahami hak dan kewajibannya dalam
rumah tangga sehingga menimbulkan pertengkaran yang dapat menyebabkan hubungan suami isteri tidak harmonis. Ketidak harmonisan dalam rumah tangga ada
kalanya masih dapat diatasi tetapi ada juga yang harus diakhiri dengan perceraian. Sama halnya dengan perkawinan, perceraian juga merupakan masalah keluarga yang
tidak hanya melibatkan suami isteri saja melainkan pada kebiasaannya seluruh keluarga ikut serta menyelesaikannya.
38
Putusnya hubungan perkawinan akan selalu membawa pengaruh yang buruk pada keluarga.
Dalam Pasal 38 UUP, disebukan bahwa perkawinan dapat putus karena : a. Kematian
b. Perceraian c. Atas keputusan Pengadilan.
Putusnya perkawinan karena kematian salah satu pihak dari suami ataupun isteri sudah jelas merupakan suatu takdir yang tidak dapat dihindari oleh siapapun,
sehingga secara otomatis sejak saat itu perkawinan putus. Pemutusan karena sebab- sebab lain dari kematian diberikan suatu pembatasan ketat, sehingga suatu pemutusan
yang berbentuk perceraian hidup akan merupakan jalan terakhir, setelah jalan lain
37
Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 270.
38
Lili Rasjidi, Op.Cit., hal. 9.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
tidak dapat ditempuh lagi.
39
Putusnya perkawinan karena kematian bukanlah atas kehendak bersama dari suami isteri atau kehendak salah satu pihak melainkan atas
kehendak Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan oleh siapapun.
Pengadilan yang berhak membatalkan suatu perkawinan, selain ditentukan Pasal 63 ayat 1 a absolut kompetensi, juga ditunjuk oleh Pasal 25 relatif
kompetensi yakni Pengadilan Agama atau Pengadilan Umum Pengadilan Negeri dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami
isteri, suami atau isteri, dan kepada Pengadilan inilah permohonan pembatalan perkawinan harus diajukan.
40
Dalam Pasal 39 ayat 1 UUP disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah usaha untuk mendamaikan kedua belah
pihak tidak berhasil, selanjutnya dalam ayat 2 dijelaskan bahwa untuk dapat melakukan perceraian harus cukup alasan bahwa antara suami isteri tidak akan dapat
hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Untuk pelaksanaannya lebih lanjut diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yaitu perceraian dapat terjadi dengan alasan :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lai selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya.
39
K. Wantjik Saleh, Op.Cit., hal. 15.
40
H.M. Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan 3, 1985, hal. 106.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri.
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
41
Salah satu prinsip dalam hukum perkawinan nasional yang sejalan dengan
ajaran agama ialah mempersulit terjadinya perceraian. Hal ini terbukti dari ketentuan Pasal 39 ayat 1, 2 UUP dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Perceraian menurut garis hukum apapun dan dalam bentuk apapun hanya boleh dipergunakan sebagai jalan terakhir, sesudah usaha perdamaian telah dilakukan
sedemikian rupa sehingga tidak ada jalan lain kecuali hanya perceraian itu. Dalam UUP maupun Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tidak ada satu
pasal pun yang secara tegas memberi defenisi ataupun pengertian tentang perceraian tetapi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah
pemutusan hubungan perceraian antara suami isteri berdasarkan alasan-alasan yang telah ditentukan oleh undang-undang. Perceraian hanya sebagai way outpintu darurat
semata-mata. Menurut UUP putusnya hubungan perkawinan karena terjadinya perceraian
akan menimbulkan akibat hukum terhadap anak, bekas suami isteri dan harta bersama. Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 41 UUP
yaitu :
41
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
Cetakan 22, 1987, hal. 473-474.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya. b. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan biaya yang
diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan danatau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Dari ketentuan Pasal 41 UUP, jelas memberi perlindungan terhadap anak
dimana kedua orang tua harus bertanggungjawab dalam hal pemeliharaan anak bahkan ibu juga berkewajiban untuk menanggung biaya pemeliharaan anak apabila bapak
tidak mampu. Mengenai harta bersama, Pasal 37 UUP menyebutkan bahwa : “Bila terjadi
perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing”. Dari bunyi Pasal 37 UUP ini dapat diketahui bahwa akibat hukum yang menyangkut harta bersama atau
harta pencaharian ini UUP menyerahkan penyelesaiannya kepada para pihak yang bercerai tentang hukum mana dan hukum apa yang akan berlaku dan jika tidak ada
kesepakatan antara kedua pihak, hakim dapat mempertimbangkannya menurut rasa keadilan yang sewajarnya. Hal ini berarti undang-undang membuka kemungkinan
berlakunya hukum lain yakni Hukum Agama, BW, Hukum Adat dan Hukum Adat
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008
yang berlaku bagi golongan Timur Asing Tionghoa, golongan Eropah, golongan yang dipersamakan dengan golongan Eropah serta golongan Pribumi.
Menurut Dadang Hawari bahwa : Perceraian itu berdampak luar biasa yang mesti diperhatikan oleh pasangan
suami-isteri yang akan bercerai mengenai psikologis anak dimana akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan mental dan bahkan berdampak lebih
buruk lagi. Oleh sebab itu pasangan suami-isteri yang akan bercerai terlebih dahulu memikirkan psikologis dan masa depan anak-anak.
42
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sangat diperlukan sumber
datainformasi tentang putusnya perkawinan akibat perceraian pada Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura-Riau.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting yang dapat diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari yang abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua du bius
dari suatu istilah yang dipakai.
43
Konsepsi juga dapat diketemukan di dalam putusan-putusan pengadilan
termasuk putusnya perkawinan akibat perceraian.
44
Oleh karena dalam penelitian ini harus didefenisikan mengenai konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil
penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditemukan, yaitu : a.
Pengertian perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah sebagai berikut :
42
Dadang Hawari, Psikiater dan Konsultan Pernikahan, Cek Ricek No. 447Thn. IXRabu, 21-27 Maret 2007.
43
Rusdi Malik, Op.Cit., hal.15.
44
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, FH-Universitas Airlangga, Surabaya, Cetakan I, 2005, hal. 139.
Anastasius Rico Haratua Sitanggang : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian..., 2009 USU Repository © 2008