Kajian Selektivitas Erosi Pada Budidaya Karet 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

(1)

1

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA TANAMAN KARET UMUR 25 TAHUN DI DESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN

LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

M HADI SYAHLAN HSB 100301203

ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA TANAMAN KARET UMUR 25 TAHUN DI DESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN

LANGKAT

SKRIPSI OLEH :

M HADI SYAHLAN HSB 100301203

ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

3

Judul Penelitian : Kajian Selektivitas Erosi Pada Budidaya Karet

25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan

Bahorok Kabupaten Langkat.

Nama : Mhd Hadi Syahlan Hsb

NIM : 100301203

Program Studi : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(

NIP. 19590917 198701 1 001 NIP. 19600703 198601 2 001

Mengetahui :

Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc.) NIP. 19640620 199803 2 001


(4)

i ABSTRAK

Karet merupakan komiditi yang banyak dibudidayakan oleh rakyat. Salah satunya di desa Lau Damak Kabupaten Langkat. Desa Lau Damak memiliki topografi berlereng sehingga berpotensi terjadinya aliran permukaan dan erosi tanah yang dapat mengangkut unsur-unsur hara dan bahan organik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas erosi disetiap bagian lereng pada lahan perkebunan karet rakyat di desa Lau Damak kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Penelitian dilaksanakan pada mulai September 2014 sampai Desember 2014 melalui 2 tahap yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapangan dilakukan pengambilan sampel tanah di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, selanjutnya akan dilakukan analisi di laboratorium BPTP Medan . penelitian ini menggunakan uji t untuk menbedakan unsur hara di setiap bagian lereng yaitu lereng atas, lereng tengah dan lereng bawah. Parameter yang di amati adalah N-total, P-tersedia, K-dd, C-org, tekstur tanah, bulk density dan KTK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter yaitu N-total, P-tersedia, K-dd, C-org, tekstur tanah, bulk density dan KTK tidak berbeda nyata


(5)

ii ABSTRACT

Rubber is a commodity that is widely cultivated by the people. One of them in the village of Lau Damak Langkat. Lau Damak village has a sloping topography, so the potential occurrence of surface run off and soil erosion that can carry nutrients and organic matter.

This research aims to determine the selectivity of erosion in every part of the slope on a rubber plantation land of the people in Lau Damak village Bahorok subdistrict Langkat. The research was conducted at the start September 2014 until December 2014 through 2 stages, field activities and laboratory activities. The field work was carried out soil sampling in the village of Lau Damak Bahorok subdistrict Langkat, further analysis will be carried out in the laboratory BPTP Medan. This research using the t test for distinguish nutrients in every part of the slope is the upper slopes, slopes of the middle and lower slopes. The observed parameters are N-total, P-available, K-dd, C-org, soil texture, bulk density and CEC.

The results showed that all the parameters of the N-total, P-available, K-dd, C-org, soil texture, bulk density and CEC were not significantly different. Keywords: Selectivity erosion, rubber age of 25 years, Lau Damak


(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Oktober 1992 dari Ayahanda Rojob Hasibuan S.SOS dan Ibunda Hafni Nasution S.Pd, merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 060874 pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Medan selesai pada tahun 2007, dan pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Swasta Harapan 2 Medan, kemudian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinngi. Penulis memilih program studi Agroekoteknologi dengan minat Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Laboratorium Teknologi Benih (2012-2014). Penulis juga pernah mengikuti organisasi diantaranya BKM Al-Mukhlisin periode 2011-2013 sebagai staf dept. Pendidikan dan pelatihan. Pada tahun 2012-2013 menjabat sebagai anggota divisi pembibitan dan tahun 2013-2014 menjabat sebagai ketua divisi pembibitan di UKM Himadita Nursery.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tahun 2013 di kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau PTPN II, Kabupaten Deli Serdang


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari proposal ini adalah “Kajian Selektivitas Erosi Pada Budidaya Karet Rakyat 25 Tahun Di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyusun skripsi di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Abdul rauf, M.P. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Bintang Sitorus, M.P. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

membimbing penulis selama menulis skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2015


(8)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Erosi ... 4

Faktor yang Mempengaruhi Erosi ... 5

Faktor Iklim ... 5

Faktor Tanah ... 6

Faktor Topografi ... 6

Faktor Vegetasi ... 7

Faktor Manusia atau Tindakan konservasi ... 8

Proses Terjadinya Erosi ... 8

Selektivitas Erosi ... 9

Sedimentasi ... 10

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Tahap Persiapan... 15

Tahap Kegiatan di Lapangan ... 15

Analisis Laboratorium ... 15

Parameter Penelitian ... 15


(9)

vi

Bulk Density ... 15

C-Organik... 15

N-Total ... 15

P-Tersedia ... 15

K ... 16

pH ... 16

KTK ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 17

Pembahasn ... 27

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

vii

DAFTAR TABEL

C-organik di setiap bagian lereng ... 19

N-total di setiap bagian lereng ... 20

P-total di setiap bagian lereng ... 21

K-dd di setiap bagian lereng ... 22

KTK di setiap bagian lereng ... 23

pH di setiap bagian lereng ... 24

Bulk Density ... 25


(11)

viii

DAFTAR GAMBAR.

Diagram Rata-rata C-organik ... 19

Diagram Rata-rata Unsur N total ... 20

Diagram Rata-rata Unsur P-tersedia ... 21

Diagram Rata-rata Unsur K-dd ... 22

Diagram Rata-rata KTK ... 23

Diagram rata-rata pH... 24


(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN.

Data Pengamatan C-organik ... 34

Uji t C-organik ... 34

Data Pengamatan N-total ... 34

Uji t N-total ... 34

Data Pengamatan P-tersedia ... 35

Uji t P-tersedia... 35

Data Pengamatan K-dd ... 35

Uji t K-dd ... 35

Data Pengamatan KTK ... 35

Uji t KTK ... 36

Data Pengamatan Ph ... 36


(13)

i ABSTRAK

Karet merupakan komiditi yang banyak dibudidayakan oleh rakyat. Salah satunya di desa Lau Damak Kabupaten Langkat. Desa Lau Damak memiliki topografi berlereng sehingga berpotensi terjadinya aliran permukaan dan erosi tanah yang dapat mengangkut unsur-unsur hara dan bahan organik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas erosi disetiap bagian lereng pada lahan perkebunan karet rakyat di desa Lau Damak kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Penelitian dilaksanakan pada mulai September 2014 sampai Desember 2014 melalui 2 tahap yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapangan dilakukan pengambilan sampel tanah di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, selanjutnya akan dilakukan analisi di laboratorium BPTP Medan . penelitian ini menggunakan uji t untuk menbedakan unsur hara di setiap bagian lereng yaitu lereng atas, lereng tengah dan lereng bawah. Parameter yang di amati adalah N-total, P-tersedia, K-dd, C-org, tekstur tanah, bulk density dan KTK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter yaitu N-total, P-tersedia, K-dd, C-org, tekstur tanah, bulk density dan KTK tidak berbeda nyata


(14)

ii ABSTRACT

Rubber is a commodity that is widely cultivated by the people. One of them in the village of Lau Damak Langkat. Lau Damak village has a sloping topography, so the potential occurrence of surface run off and soil erosion that can carry nutrients and organic matter.

This research aims to determine the selectivity of erosion in every part of the slope on a rubber plantation land of the people in Lau Damak village Bahorok subdistrict Langkat. The research was conducted at the start September 2014 until December 2014 through 2 stages, field activities and laboratory activities. The field work was carried out soil sampling in the village of Lau Damak Bahorok subdistrict Langkat, further analysis will be carried out in the laboratory BPTP Medan. This research using the t test for distinguish nutrients in every part of the slope is the upper slopes, slopes of the middle and lower slopes. The observed parameters are N-total, P-available, K-dd, C-org, soil texture, bulk density and CEC.

The results showed that all the parameters of the N-total, P-available, K-dd, C-org, soil texture, bulk density and CEC were not significantly different. Keywords: Selectivity erosion, rubber age of 25 years, Lau Damak


(15)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Erosi adalah suatu proses berpindahnya atau hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan aliran air permukaan atau angin (Kartasapoetra, 1989). Hal ini mengakibatkan bahan organik dan unsur hara pada lapisan permukaan tanah dapat hilang sehingga kesuburan tanah menurun sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman yang berakhir pada produksi tanaman tidak sesuai dengan yang diharapkan. Erosi juga mengangkut butir-butir tanah dari satu tempat ke tempat yang lain. Endapan butir tanah yang terangkut disebut sedimen, sedimen hasil erosi tersebut mengandung unsur hara dan bahan organik yang bersumber dari tempat asalnya (Arsyad, 1989).

Proses erosi akan mengangkut fraksi liat lebih dahulu daripada fraksi pasir dan biasanya ditemukan kandungan liat sedimen lebih tinggi daripada tempat tanah asalnya. Hal ini berhubungan dengan selektivitas erosi yang merupakan

daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda jenis (Arsyad, 2010). Pada kandungan liat yang terangkut erosi terdapat unsur hara dan

c-organik yang terjerap, sehingga tanah tererosi menjadi miskin unsur hara dan bahan organik yang berdampak pada penurunan produksi (Banuwa, 2013).

. Bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat unsur hara akan berpeluang terangkut lebih banyak. Oleh karena itu peluang terjadinnya

pengkayaan kandungan liat didalam sedimen menjadi lebih besar (Dariah et al. 2003)

Dari data yang diperoleh dari BPS (2013) diketahui bahwa Kecamatan Bahorok terletak pada 3020’ - 3036’ LU dan 98036’BT - 98059’ BT dengan luas


(16)

2

110. 184 ha yang terdiri dari beberapa desa. Salah satunya adalah Desa Lau Damak yang memiliki luas 10% dari total luas Kecamatan Bahorok yaitu sekitar 11.019 ha. Di Desa Lau Damak terdapat lahan perkebunan rakyat yang luasnya sekitar 90 ha dimana tanaman karet masih menjadi tanaman yang dominan dibudidayakan, selain itu juga terdapat lahan tanaman sayuran seluas 13 ha, lahan tanaman pangan seluas 5 ha, dan lahan tanaman palawija seluas 130 ha.

Desa Lau Damak pada umumnya memiliki topografi bergelombang,

berbukit hingga bergunung sehingga rentan terhadap terjadinya erosi. Menurut Utomo (1994) dalam Tarigan dan Djati (2011) faktor topografi yang

mempengaruhi erosi adalah kemiringan lereng. Pernyataan tersebut didukung oleh Saribun (2007) yang menyatakan bahwa semakin curam kemiringan lereng akan meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan, sehingga memperbesar energi kinetik dan meningkatkan kemampuan untuk mengangkut fraksi tanah.

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui unsur hara yang hilang dan selektivitas erosi pada perkebunan karet rakyat umur 25 tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat.

Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan mengetahui selektivitas erosi pada perkebunan karet rakyat umur 25 tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

Kegunaan Penulisan

- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan.


(17)

3

- Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan pihak yang membutuhkan.


(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA Erosi Tanah

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak digunakan, salah satunya menjadi media bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Berbagai gaya mempengaruhi tanah seperti panas, hujan, angin dan tekanan sehingga keadaan tanah dapat berubah. Erosi merupakan pengikisan atau kelongsoran material tanah oleh kekuatan air dan angin (Rahim, 2000). Hujan dan angin dapat membuat terangkut bahan organik dan unsur hara pada lapisan atas tanah (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1991). Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air umumnya berlangsung di daerah-daerah tropis lembab dengan curah hujan rata-rata melebihi 1.500 mm per tahun (Kartasapoetra, 1989).

Erosi tanah terbagi menjadi dua yaitu erosi normal dan erosi yang dipercepat. Erosi normal yaitu proses pengangkutan tanah terjadi secara alamiah, erosi secara alamiah dapat dikatakan tidak merusak keseimbangan lingkungan karena partikel tanah yang terangkut seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk.

Erosi normal diperlukan karena berperan dalam meremajakan tanah, hal ini seperti pernyataan Notohadiprawiro (1998) bahwa tidak semua erosi bersifat merusak. Erosi normal memasok secara tetap bahan induk tanah baru. Tetapi erosi

akan bersifat merusak apabila melampaui laju pembentukan tanah (Kartasapoetra et al, 1995).

Erosi yang dipercepat menurut Kartasapoetra et al (1995) adalah proses pengakutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat tindakan manusia dalam pengelolaan lahan yang salah.


(19)

5

Pengelolaan lahan yang salah, pola penanaman yang mengabaikan metode dan cara-cara yang baik, penebangan-penebangan liar yang terus menerus, akan mengakibatkan partikel-partikel tanah atau bagian-bagian tanah permukaan secara langsung dan cepat akan terpindahkan sampai pada penghilangan elemen-elemennya yang penting karena pengaruh hujan ataupun angin (Kartasapoetra, 1989).

Faktor-Faktor Erosi

Setelah mengetahui jenis dari erosi, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi, faktor-faktor tersebut yaitu: faktor iklim, faktor tanah, faktor topografi, faktor tanaman penutup tanah/vegetasi dan faktor kegiatan/perlakuan-perlakuan manusia (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1995).

a. Faktor Iklim

Faktor iklim yang berpengaruh antara lain : hujan, temperatur, angin, kelembaban dan radiasi matahari (Tresnawati, 1991). Hujan merupakan faktor yang terpenting dan paling berperan dalam terjadinya erosi. Hasil penelitian Utomo (1989) menunjukkan bahwa curah hujan, intensitas dan distribusi adalah sifat hujan yang terpenting. Sebab ketiga sifat hujan itu secara bersama-sama akan menentukan kemampuan hujan saat menghancurkan butir-butir tanah serta jumlah dan aliran permukaan.

Arsyad (2010) mengemukakan bahwa besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi butir hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan, dan erosi. Pukulan air yang jatuh ke tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebagian air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah.


(20)

6

b. Faktor Tanah

Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah ketahanan tanah terhadap daya rusak baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan,

dan kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi (Utomo, 1989).

Erodibilitas tanah atau faktor ketahanan erosi tanah merupakan daya tahan tanah terhadap pelepasan dan pengangkutan. Erodibilitas tergantung pada sifat-sifat tanah (tekstur, stabilitas agregat, kekuatan geser, kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi). Disamping itu juga dipengaruhi topografi, kemiringan lereng dan gangguan oleh tindakan manusia. Faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap variasi erodibilitas tanah adalah suhu tanah, tekstur tanah dan kelengasan tanah (Yudistira, 2008).

Tanah bertekstur kasar mempunyai kapasitas infiltrasi tinggi, sedangkan tanah bertekstur halus mempunyai kapasitas infiltrasi kecil. Curah hujan yang cukup rendah dapat menimbulkan aliran permukaan pada tanah bertekstur halus. Struktur tanah yang mantap/tahan terhadap pemecahan agregat, dimana tanah yang demikian akan tetap porus dan mempunyai kecepatan infiltrasi yang tinggi (Tresnawati, 1991).

c. Faktor Topografi

Lereng atau kemiringan lahan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya erosi dan longsor di lahan pegunungan. Makin curam lereng makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan yang berpotensi menyebabkan erosi.


(21)

7

Selain kecuraman, panjang lereng juga menentukan besarnya longsor dan erosi. Makin panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar (Yudisthira, 2008).

Erosi akan meningkat dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang tinggi dan sebaliknya pada intensitas hujan yang rendah. Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa kemiringan lereng lebih penting dari pada panjang lereng, karena pergerakan air serta kemampuan memecahkan dan membawa partikel tanah akan meningkat dengan bertambahnya sudut ketajaman lereng. Meningkatnya kecuraman lereng akan memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan, sehingga energi perusak yang dihasilkan dan kemampuan mengangkut butir-butir tanah juga meningkat (Tresnawati, 1991).

d. Faktor Vegetasi

Vegetasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi erosi karena berperan melindungi tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan. Pada dasarnya vegetasi mampu mempengaruhi erosi karena adanya intersepsi air hujan oleh tajuk, peningkatan aktivitas biologi dalam tanah dan peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi (Rahim, 2000).

Saribun (2007) mengemukakan bahwa vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal dan hutan yang lebat dapat menghilangkan pengaruh topografi terhadap erosi. Tanaman permukaan tanah secara rapat tidak saja dapat memperlambat aliran permukaan, tetapi juga menghambat pengangkutan partikel tanah. Perakaran tanaman berperan sebagai pemantap agregat dan memperbesar porositas tanah (Utomo, 1989).

Tanah yang memiliki banyak perakaran akan mampu menyerap jumlah air yang masuk ke dalam tanah, sehingga menjadi faktor penunjang yang penting


(22)

8

dalam pengendalian erosi. Makin rapat tanaman makin tinggi penutupan lahan oleh tajuk, tetapi pada batas tertentu tidak selalu berpengaruh karena adanya perbedaan tingkat pertumbuhan (A’yunin, 2008).

e. Faktor Manusia

Manusia merupakan faktor yang menentukan tanah akan menjadi lebih baik atau tidak. Tindakan manusia mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Pengelolaan tanah yang baik akan meningkatkan produktifitas tanah dan meminimalkan terjadinya erosi.

Faktor manusia dapat memperkecil erosi dengan melakukan pengawetan tanah. Tindakan manusia dalam usaha pengawetan tanah dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu metode vegetatif, metode mekanik, dan metode kimia. Metode vegetatif dilakukan dengan penghijauan, penanaman dengan rumput makanan ternak, penanaman dengan penutup tanah, penanaman tanaman dalam strip, pergiliran tanaman,. penggunaan sisa-sisa tanaman, penanaman pada saluran pembuangan dengan rumput. Cara mekanik adalah pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur, teras, perbaikan drainase dan pembangunan irigasi, waduk, dam penghambat, rorak dan tanggul. Sedangkan metode kimia adalah pemberian soil conditioner (Arsyad, 1983).

Proses Terjadinya Erosi

Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi lebih dominan disebabkan oleh air hujan. Erosi akan terjadi apabila aksi dispersi dan tenaga pengangkut oleh air hujan yang mengalir ada dipermukaan dan atau didalam tanah. Jadi erosi dapat terjadi minimal dengan satu tahapan yakni dispersi oleh butir hujan dan/atau oleh air limpasan (Rahim, 2000).


(23)

9

Butir-butir hujan yang jatuh mempunyai daya kinetik yang kuat/besar, makin besar butir hujan makin kuat daya kinetiknya. Dengan kata lain jika intensitas hujan meningkat maka akan terbentuk butir tetesan air hujan yang lebih banyak sehingga daya tumbuknya lebih besar meningkatkan aliran air di permukaan yang berdaya kikis dan daya angkut yang lebih kuat yang memungkinkan erosi berlangsung hebat (Kartasapoetra, 1989). Kombinasi antara percikan air hujan dan laju limpasan permukaan merupakan dua kekuatan yang saling mempengaruhi terjadinya erosi tanah (A’yunin, 2008).

Tentang terjadinya erosi yang disebabkan karena air dikemukakan oleh G.R. Foster dan L.D. Meyer yang menjelaskan bahwa erosi itu akan meliputi proses-proses:

a. Detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah b. Transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah

c. Deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan.

(Kartasapoetra et al, 1985). Selektivitas Erosi

Pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh aliran permukaan yang memegang peranan terutama pada lahan miring. Semakin miring keadaan lahan maka makin cepat aliran air dan makin jauh partikel-partikel tanah tersebut akan terangkut. Tetapi ukuran partikel itu sendiri sering mempengaruhi kelancaran pengangkutan itu, tentang ukuran partikel misalnya a) makin kecil ukuran partikel, makin jauh partikel tersebut dapat terangkut; b) pasir akan lebih lamban terangkunya dari pada liat dan debu (Kartasapoetra et al.1985).


(24)

10

Apabila penghacuran agregat oleh butir-butir hujan dominan terjadi maka peluang untuk terjadinya selektivitas erosi menjadi lebih besar. Bila selektivitas erosi terjadi maka liat yang banyak mengikat unsur hara akan berpeluang terangkut lebih banyak. Oleh karena itu peluang terjadinnya pengkayaan kandungan liat didalam sedimen menjadi lebih besar (Dariah et al. 2003)

Fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan sedimen lebih tinggi dari kandungan liat tanah semula. Proses ini berhubungan dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda jenis. Kejadian ini disebut selektivitas erosi, dan tanah yang telah mengalami erosi teksturnya menjadi lebih kasar dari sebelum terjadi erosi (Arsyad, 2010). Selain fraksi tanah, hasil erosi dibagian sedimen juga banyak terdapat unsur hara dan bahan organik. Pengayaan ini berasal dari sifat selektifnya erosi terhadap fraksi halus. Pada fraksi halus unsur hara dan bahan organik terjerap (Banuwa, 2013)

Tingginya kandungan liat di dalam sedimen akan diikuti dengan tingginya C-organik dan unsur hara hal ini disebabkan oleh C-organik dan unsur hara

terjerap pada partikel halus seperti liat dan koloid. Disamping itu tingginya C-organik dan unsur hara di dalam sedimen juga disebabkan oleh adanya bentuk larut dari hasil pelapukan sisa tanaman, pupuk organik, dan pupuk buatan yang digunakan (Henny et.al, 2011). Implikasi dari selektivitas erosi adalah bahwa tanah yang mengalami erosi akan menjadi miskin kandungan unsur hara dan bahan organiknya, yang mengakibatkan produksi suatu lahan akan rendah (Banuwa, 2013).


(25)

11

Sedimentasi

Sedimentasi merupakan peristiwa pengangkutan material hasil proses erosi baik memalui angin, air maupun es yang kemudian di endapkan di cekungan. Material yang di transportasikan dalam peristiwa sedimentasi disebut dengan sedimen. Erosi sendiri adalah peristiwa hilangya tanah karena diangkut oleh air maupun angin (Hudaya, 2005).

Pada peristiwa penggerusan, pengendapan atau mengalami pengangkutan perlu diketahui jumlah sedimen yang terangkut dalam proses tersebut. Pengendapan terjadi dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen yang wajar dalam satuan waktu. Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih kecil dari kapasitas sedimen yang wajar/diperbolehkan dalam satuan waktu (Saud, 2008).

Pada dasarnya erosi yang sering terjadi dengan tingkat produksi sedimen (sediment yield) paling besar adalah erosi permukaan (sheet erosion) jika dibandingkan dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion) dan erosi tebing sungai (stream bank erosion) (Sutapa, 2010).

Variasi pada komposisi sedimen dapat berupa pasir halus, pasir kasar, kerikil, maupun batuan. Hal ini menunjukkan bahwa angkutan sedimen bergantung pada gradasi yang meliputi variasi ukuran, kepadatan, bentuk, dan kebulatan butiran (Junaidi, 2012).

Proses sedimentasi meliputi proses erosi, pengangkutan (transportasi), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Dimana proses ini berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang


(26)

12

menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus lalu terangkut bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya aliran menjadi angkutan sedimen (Soewarno, 1991).

Indikator terjadinya sedimentasi dapat dilihat dari besarnya kadar lumpur dalam air yang terangkut oleh aliran air atau banyaknya endapan sedimen pada waduk. Besarnya kadar muatan sedimen dalam aliran air dinyatakan dalam besaran laju sedimentasi (dalam satuan ton atau m3 atau mm per tahun) (Triyanti, 2006).

Karet

Tanaman karet merupakan salah satu tanaman perkebunan primadona yang banyak dibudidayakan karena hasil tanamannya dapat dijadikan sebagai

bahan baku dalam bidang industri contohnya lateks. Kedudukan tanaman karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.) dalam taksonomi adalah yaitu: Kingdom :

Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Kelas :

Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell Arg. (Stenis, 1978)

Tanaman karet memiliki sistem perakaran tunggang, akar lateral yang menempel pada akar tunggang dan akar serabut. Pada tanaman yang berumur 3 tahun keadaan akar tunggang sudah mencapai 1,5 m. Apabila tanaman sudah berumur 7 tahun maka akar tunggangnya sudah mencapai kedalaman lebih dari 2,5 m. Pada kondisi tanah yang gembur akar lateral dapat berkembang sampai pada kedalaman 40-80 cm. Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur


(27)

13

hara dari tanah. Pada tanah yang subur akar serabut masih dijumpai dikedalaman 45 cm (Siagian, 2012).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukuup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi ke atas (Tim Penulis PS, 1993)

Daun karet berseling-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak daun yang licin berkilat. Daun karet berwarna hijau dan terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai anak daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm, dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk elips, memanjang dengan ujug runcing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam (Anzah, 2010).

Pada tanaman karet umur 25 tahun masih terdapat lateks karena tanaman karet memiliki daur hidup sekitar 30 tahun, kemudian akan mengalami penurunan produksi seiring berjalannya waktu. Boerhendhy dan Dwi (2006) menyatakan siklus tanaman karet adalah sekitar 30 tahun, terbagi atas fase TBM 5 tahun dan TM 25 tahun. Setelah masa tersebut, tanaman karet tidak produktif lagi sehingga perlu diremajakan.

Tanaman karet memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Karena energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan seperti rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi


(28)

14

tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah (Dinata, 2012).

Tanaman karet 25 tahun memiliki daun yang rimbun sehingga berpengaruh terhadap limpasan air hujan. Slamet et al (2012) menyatakan umur pohon mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya air lolos. Semakin tua umur pohon maka luasan tajuknya juga bertambah sehingga air lolos akan semakin kecil. Tegakan dengan kanopi tertutup yang dicirikan oleh tutupan kanopi yang tebal dan luas menyebabkan air yang diintersepsikan lebih banyak.


(29)

15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan November 2014 melalui 2 tahap kegiatan, yaitu kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilakukan di perkebunan karet rakyat umur 25 tahun Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 26,79% dan tekstur lempung liat berpasir (lampiran 12). Hasil kegiatan lapangan ini selanjutnya di analisis di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Medan.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) sebagai alat untuk menentukan koordinat wilayah, bor tanah sebagai alat untuk mengambil sampel tanah terganggu, klinometer sebagai alat untuk mengukur kemiringan lereng, ring sampel tanah sebagai alat untuk mengambil sampel tanah tidak terganggu, kantong plastik dan karet gelang sebagai alat wadah sampel tanah, pisau untuk membantu pengambilan contoh tanah, alat tulis, dan kertas label untuk memberi nama sampel.

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya adalah lahan budidaya tanaman karet sebagai tempat objek penelitian, contoh tanah sebagai bahan yang akan diteliti/analisis, dan bahan pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode deskriptif dengan teknik observasi lapangan. Teknik sampling berdasarkan metode purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode pengambilan


(30)

16

sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu kompleksnya lahan, luasnya areal pada setiap satuan lahan, waktu, dan kemudahan pencapaian lokasi.

Data di analisis dengan menggunakan uji t dengan taraf 5 %. Pelaksanaan Penelitian

Tahapan Persiapan

Persiapan yang dilakukan yaitu dengan melakukan survey lapangan sebelum melakukan penulisan dan penyediaan alat dan bahan yang diperlukan Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan ring sampel dan bor tanah pada 3 (tiga) bagian lereng yang berbeda yaitu pada bagian puncak atau atas lereng, pada bagian tengah lereng, dan pada bagian bawah lereng. Kemudian tanah dikering udarakan dan diayak dengan ayakan tanah.

Analisis Laboratorium

Sampel tanah yang di dapatkan dilapangan selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan data pengamatan.

Parameter Pengamatan

- Bulk Density (g/cc), dengan menggunakan rumus Bulk Density (g/cc) =

- Tekstur, dengan metode pipet

- C-organik (%), dengan metode Walkley & Black. - N-total (%) dengan metode Kjedhal.

- P-Tersedia (ppm) dengan metode Bray II.

- K- dd dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). - pH tanah, dengan metode elektrometri.


(31)

17

- Kapasitas Tukar Kation, dengan menggunakan metode ekstraksi 1 N NH40ac


(32)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

C-Organik (%)

Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa C-Organik tidak ada berpengaruh nyata terhadap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak.

Jumlah C-Organik disetiap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. C-organik pada masing-masing bagian lereng (%)

Posisi lereng C-Organik (%) Rataan

I II III

Atas 2,13 0,97 1,84 1,64tn

Tengah 1,06 0,95 2,27 1,42tn

Bawah 0,76 1,10 1,16 1,00tn

Keterangan : Angka yang diikuti tn menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t 5% Dari Tabel 1 diketahui setiap kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak tidak berpengaruh nyata

Rata-rata nilai C-Organik disetiap bagian lereng dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Rata-rata C-Organik pada masing-masing lereng

Dari gambar 1. dapat dilihat bahwa unsur C-Organik pada lereng atas memiliki rata-rata paling tinggi yaitu 1,64 sedangkan rata-rata paling rendah pada


(33)

19

lereng bawah yaitu 1 dari rata-rata tersebut terlihat bahwa C-Organik tidak mengalami penambahan.

N total (%)

Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa Unsur N tidak ada berpengaruh nyata terhadap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak.

Jumlah N disetiap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. N total pada masing-masing bagian lereng (%)

Posisi lereng N total (%) Rataan

I II III

Atas 0,21 0,07 0,15 0,143tn

Tengah 0,09 0,09 0,18 0,12tn

Bawah 0,08 0,09 0,12 0,09tn

Keterangan : Angka yang diikuti tn menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t 5% Dari Tabel 2. Diketahui bahwa unsur N pada setiap kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak tidak ada pengaruh nyata. Rata-rata nilai N total disetiap bagian lereng dapat dilihat pada gambar 1.


(34)

20

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa unsur N pada lereng atas memiliki rata-rata paling tinggi yaitu 0,14 sedangkan pada lereng tengah 0,12 dan lereng bawah 0,09 dari rata-rata tersebut terlihat bahwa unsur N mengalami penurunan. P-tersedia (ppm)

Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa unsur P tidak ada berpengaruh nyata terhadap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak.

Jumlah P-tersedia disetiap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. P-tersedia pada masing-masing bagian lereng (ppm)

Posisi lereng P-tersedia (ppm) Rataan

I II III

Atas 9,58 2,14 3,67 5,13tn

Tengah 3,42 3,39 3,80 3,53tn

Bawah 3,18 9,62 4,61 5,80tn

Keterangan : Angka yang diikuti tn menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t 5% Dari Tabel 3 diketahui setiap kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak tidak ada pengaruh nyata.

Rata-rata nilai P-tersedia disetiap bagian lereng dapat dilihat pada gambar 3.


(35)

21

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa unsur P pada lereng bawah memiliki rata paling tinggi yaitu 5,8 sedangkan terendah pada lereng tengah dari rata-rata tersebut terlihat bahwa unsur P mengalami penambahan dibagian lereng bawah.

K-dd (me/100 g)

Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa unsur K tidak ada berpengaruh nyata terhadap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak.

Jumlah K-dd disetiap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. K-dd pada masing-masing bagian lereng (me/100g)

Posisi lereng K-dd (me/100g) Rataan

I II III

Atas 0,66 0,30 0,40 0,45tn

Tengah 0.34 0,22 0,40 0,32tn

Bawah 0,71 0,40 0,48 0,53tn

Keterangan : Angka yang diikuti tn menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t 5% Dari Tabel 4 diketahui setiap kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak tidak ada berpengaruh nyata.

Rata-rata nilai K-dd disetiap bagian lereng dapat dilihat pada gambar 3.


(36)

22

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa unsur K pada lereng bawah memiliki rata paling tinggi yaitu 1,59 sedangkan terendah pada lereng tengah, dari rata-rata tersebut terlihat bahwa unsur K terangkut oleh erosi sehingga mengalami penambahan dibagian lereng bawah.

KTK (me/ 100 g)

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa KTK tidak ada berpengaruh nyata terhadap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak.

Jumlah KTK pada posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. KTK pada masing-masing bagian lereng (me/100g)

Posisi lereng KTK (me/100 g) Rataan

I II III

Atas 18,69 18,11 18,53 18,44tn

Tengah 18,40 18,75 22,05 19,73tn

Bawah 16,63 16,12 16,19 16,55tn

Keterangan : Angka yang diikuti tn menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t 5% Dari Tabel 5 diketahui setiap kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak tidak berpengaruh nyata

Rata-rata nilai KTK disetiap bagian lereng dapat dilihat pada gambar 5.


(37)

23

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa KTK pada lereng tengah memiliki rata-rata paling tinggi yaitu 19,73 sedangkan rata-rata yang rendah terdapat pada lereng bawah yaitu 16,55.

pH

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa pH tidak ada berpengaruh nyata terhadap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak.

Hasil pH disetiap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. pH tanah pada setiap bagian lereng

Posisi Lereng pH Rataan

I II III

Atas 5,75 4,49 4,41 4,88

Tengah 4,96 4,24 5,00 4,73

Bawah 5,21 5,50 5,37 5,36

Dari Tabel 6 diatas terlihat bahwa rataan pH tanah pada bagian lereng atas dan tengah bersifat masam sedangkan pada lereng bawah bersifat agak masam, dapat dilihat bahwa pH pada lereng bawah memiliki rata-rata paling tinggi yaitu 5,36 sedangkan pada lereng atas dan lereng tengah yaitu 4,88 dan 4,73

Rata-rata pH disetiap bagian lereng dapat dilihat pada gambar 6.


(38)

24

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa pH pada lereng tengah memiliki rata-rata paling rendah yaitu 4,73 sedangkan rata-rata-rata-rata yang paling tinggi terdapat pada lereng bawah yaitu 4,92.

Bulk Density (gr/cm3)

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak tidak ada berpengaruh nyata terhadap Bulk Density.

Persentase Bulk Density pada posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Bulk Density setiap bagian lereng

Posisi Lereng Bulk Density (gr/cm3) Rataan

I II III

Atas 1,23 1,26 1,26 1,25

Tengah 1,25 1,25 1,26 1,25

Bawah 1,26 1,24 1,25 1,25

Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa rata-rata Bulk Density tidak mengalami peningkatan dan penurunan pada setiap bagian lereng, rataan bulk density pada setiap lereng adalah 1,25 g/cm3

Fraksi Liat

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa fraksi liat tidak ada berpengaruh nyata terhadap posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak.

Jumlah fraksi liat pada posisi kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak dapat dilihat pada Tabel 9.


(39)

25

Tabel 9. Fraksi liat pada masing-masing bagian lereng

Posisi lereng Fraksi Liat (%) Rataan

I II III

Atas 24 24 24 24,0tn

Tengah 28 36 24 29,3tn

Bawah 32 16 16 21,3tn

Keterangan : Angka yang diikuti tn menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t 5% Dari Tabel 9 diketahui setiap kemiringan lereng pada perkebunan karet rakyat 25 tahun desa Lau Damak tidak berpengaruh nyata

Rata-rata nilai fraksi liat disetiap bagian lereng dapat dilihat pada gambar 9.

. Gambar 9. Grafik rata-rata fraksi liat pada masing-masing lereng

Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa fraksi liat pada lereng tengah memiliki rata-rata paling tinggi yaitu 29,3 sedangkan rata-rata yang rendah terdapat pada lereng bawah yaitu 21,3.

Pembahasan

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa C-Organik tidak berpengaruh nyata terhadap selektivitas erosi disetiap kemiringan lereng baik lereng atas, tengah maupun bawah serta tidak ada terjadinya penambahan C-organik. Pada gambar 1 menunjukkan bahwa C-organik tertinggi terdapat di lereng atas dan terendah di lereng bawah sehingga grafik terlihat menurun. Hal ini dikarenakan


(40)

26

tanaman karet 25 tahun didesa Lau Damak memiliki tajuk yang luas, daun yang rimbun dan memiliki perakaran banyak yang dapat menghambat aliran permukaan. Tresnawati (1991) menyatakan bahwa adanya vegetasi penutup tanah dapat menghambat pengangkutan partikel tanah, dengan perakaran banyak akan mampu menyerap jumlah air masuk ke dalam tanah.

Berdasarkan uji t diketahui bahwa unsur N tidak pengaruh nyata terhadap selektivitas erosi pada kemiringan lereng hal ini dikarenakan terdapatnya serasah-serasah dari tanaman karet yang berguguran di sekitar areal perkebunan rakyat sehingga menyebabkan erosi tidak dapat mengangkut unsur N dari lereng atas ke lereng bawah. Rahim (2000) menyatakan vegetasi mempengaruhi erosi karena melindungi kerusakan tanah oleh butir-butir hujan

Berdasarkan hasil pengamatan nilai rata-rata unsur N (gambar 2.) sejalan dengan nilai C-organik (gambar 1.) mengalami penurunan disetiap bagian kemiringan lereng. Hal ini dikarenakan unsur N berasal dari bahan organik seperti serasah daun. Henny et. al (2011) menyatakan sumber N di dalam tanah berasal dari bahan organik dan peningkatan N sesuai dengan peningkatan kandungan bahan organik tanah.

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa unsur P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap selektivitas erosi disetiap kemiringan lereng tetapi terjadi penambahan unsur P dan K dibagian lereng bawah. Terlihat pada gambar 3 dan gambar 4 yang menunjukkan peningkatan dari lereng tengah ke lereng bawah, hal ini menunjukkan bahwa unsur P dan K terangkut oleh erosi.

Hal yang menyebabkan tidak berpengaruh nyata diduga karena areal penilitian memiliki kemiringan lahan yang agak curam dan permukaan tanahnya


(41)

27

sedikit bergelombang hal ini membuat berkurangnya laju erosi dan pengangkutan unsur P dan K dari lereng atas ke lereng bawah. Sutedjo dan Kartosapetra (1988) menyatakan pada tanah yang tidak begitu curam mengalirkan air hujan di permukaan tidak secepat pada kemiringan yang curam , apalagi kalau permukaan tanahnya bergelombang, aliran permukaan akan makin berkurang. Pengikisan dan penghayutan partikel-partikel tanah permukaan hanya sedikit saja

Dari gambar 3. dapat dilihat bahwa pada lereng atas dan lereng bawah tidak tejadi penambahan unsur P. Hal ini dikarenakan pH tanah pada lereng atas dan tengah bersifat masam yaitu 4,88 dan 4,73. Kemasaman tanah mempengaruhi kelarutan unsur P karena terdapat unsur Al, Fe dan Mn yang mampu mengikat unsur P sehingga tidak larut. Damanik et.al (2011) menyatakan pada tanah masam kelarutan unsur Al, Fe dan Mn sangat tinggi sehingga cenderung mengikat ion-ion fospat menjadi fosfat tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman.

Unsur P dibagian lereng bawah mengalami pertambahan, terlihat pada gambar 3. menunjukkan terjadinya erosi hal ini diduga besarnya selektivitas erosi yang terjadi sehingga mengangkut unsur P dari lereng tengah ke lereng bawah. Di dalam penelitian nurmi (2012) menyatakan unsur P yang terangkut diduga bahwa banyaknya ion fosfat yang terbawa oleh erosi, mengingat anion fosfat terikat kuat oleh matriks tanah.

Dari gambar 4. Unsur K terlihat tidak terjadi erosi pada bagian lereng tengah. Hal ini dikarenakan K tidak tersedia di dalam tanah, yang mempengaruhi ketersediaan kalium salah satunya bahan organik tanah. Dari gambar 1 menunjukkan dibagian lereng tengah bahan organik rendah. Sugiono (2007) mengatakan bahan organik mempengaruhi ketersediaan kalium, dimana bahan


(42)

28

organik mempunyai kapasitas besar dalam mengikat ion K+.Ion K+ yang ada pada bahan organik dilepas secara perlahan-lahan.

Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa KTK tidak berpengaruh nyata terhadap selektivitas erosi di setiap bagian lereng. Pada Tabel 5 terlihat bahwa nilai KTK tidak menunjukkan perbedaaan yang signifikan. Namun nilai KTK di bagian lereng tengah yang paling tinggi, sedangkan yang terendah terdapat pada lereng bawah dikarenakan rendahnya bahan organik, hal ini sejalan dengan hasil bahan organik yang rendah pada bagian lereng bawah. Mukhlis (2007) menyatakan bahwa besarnya KTK tanah tergantung pada kandungan bahan organik, semakin tinggi bahan organik maka KTK akan menjadi tinggi

Selain bahan organik, nilai KTK juga dipengaruhi oleh liat. Dari hasil percobaan diperoleh, kandungan liat tertinggi di lereng tengah hal ini sejalan dengan nilai KTK yang tertinggi di lereng tengah. Sudaryono (2009) menyatakan bahwa tanah yang mengandung partikel liat yang tinggi mempunyai KTK tinggi dibandingkan dengan kadar liat rendah

Pada parameter pH diketahui nilai rataan pH tertinggi terdapat pada lereng bawah yaitu 5,36 sedangkan terendah di lereng tengah yaitu 4,73. Pada gambar 6 tejadi peningkatan pH di lereng bawah hal ini dikarenakan erosi mengangkut partikel tanah dari lereng tengah ke bawah yang terdapat kation-kation basa seperti Ca, dan Mg sehingga menyebabkan peningkatan pH di lereng bawah.

Pada parameter bulk density menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata terhadap selektivitas erosi disetiap lereng baik lereng atas, tengah maupun bawah. Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan disetiap lereng. Adapun nilai bulk density ( Tabel 7) sebesar 1,25 g/cm3, hal ini


(43)

29

karena tekstur pada areal penilitian adalah lempung berliat berpasir, yang mana memiliki kandungan liat dan pori-pori makro yang sedikit, selain itu bahan organik pada areal penilitian rendah sehingga bulk density menjadi besar. Saribun (2007) menyatakan Nilai bulk density dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pengolahan tanah, bahan organik, tekstur, stuktur, pemadatan oleh alat-alat pertanian, dan kandungan air tanah.

Dari lampiran 12 diperoleh distribusi partikel tanah di setiap bagian lereng yaitu lereng atas (pasir 61,3%, liat 24%, debu 14,6%), lereng tengah( pasir 48%, liat 28%, debu 17,3) dan lereng bawah (pasir 61,3%, liat 21,3%, debu 17,3%). Hal ini menunjukkan bahwa erosi kurang selektif dalam pengangkutan partikel tanah dari lereng atas ke lereng bawah, karena fraksi pasir lebih banyak terangkut daripada fraksi liat dan debu, padahal fraksi pasir memiliki ukuran partikel kasar sedangkan liat dan debu ukuran partikelnya halus. Arsyad (2010) menyatakan bahwa dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dari fraksi kasar, sehingga kandungan fraksi liat lebih tinggi dilereng bawah daripada dilereng atas.

Berdasarkan hasil uji t bahwa fraksi liat tidak berpengaruh nyata terhadap setiap bagian lereng hal ini dikarenakan pohon karet 25 tahun memiliki daun rimbun serta daun-daun berguguran di sekitar areal penilitian dapat menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan, sehingga perusakan tanah permukaan oleh tumbukan air hujan dapat dikurangi, selain itu juga dapat mengurangi pengikisan tanah oleh aliran permukaan, hal ini membuat pengangkutan fraksi liat berkurang

yaitu pada bagian lereng tengah ke lereng bawah. Sutedjo dan Kartosapoetra (1988) menyatakan vegetasi pada pemukaan tanah


(44)

30

dapat mengurangi berlangsungnya erosi. Tanaman yang rimbun yang tumbuh rapat mempunyai kemampuan mencegah berlangsungnya erosi lebih besar dibandingkan tanaman yang tumbuh jarang serta tidak berdaun lebat.


(45)

31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Selektivitas erosi terhadap C-organik dan liat tidak terjadi lagi pada pertanaman karet umur 25 tahun

2. Erosi yang terjadi pada pertanaman karet selama 25 tahun menyebabkan pengangkutan unsur hara P dan K ke lereng bawah yang berbeda nyata dengan lereng atas

3. Kadar C-organik dan N-total tinggi di bagian atas akibat banyaknya serasah dan tanaman penutup tanah

Saran

Perlu dipertahankan serasah dan tanaman penutup tanah agar mengurangi terjadinya erosi.


(46)

32

DAFTAR PUSTAKA

A’yunin, Q. 2008. Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode Usle Di Lereng Timur Gunung Sindoro. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Anzah, R. 2010. Pengaruh Lilitan Batang Bawah dan Pupuk Posfat Terhadap

Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg). Diakses dari tanggal 30 Mei 2014.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

________.2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistik, 2013. Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2013. Badan

Pusat Statistik Kabupaten Langkat 2013.

Boerhendhy. I dan Dwi S. A., 2006. Potensi Pemanfaatan Karet Untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Jurnal Litbang Pertanian. Vol(25): 2

Boerhendly, I dan Khaidir A, 2010. Optimalisasi Produktivitas Karet Melalui Penggunaan Bahan Tanam, Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi, dan Peremajaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. Vol(30): 1

Banuwa, I. S., 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Damanik, et. al. 2012. Kesuburan Tanah. USU Press. Medan

Dariah, et. al. 2003. Erosi dan Aliran Permukaan Pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi Di Sumber Jaya, Lampung Barat. Institut Pertanian Bogor

Dinata, R. 2007. Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Henny, et. al., 2011. Erosi dan Kehilangan Hara Pada Pertanaman Kentang Dengan Beberapa Sistem Guludan Pada Andisol Di Hulu Das Merao, Kabupaten Kerinci, Jambi.. Jurnal Solum. Vol (8): 2.

Hudaya, L. A., 2005. Prediksi Sedimen Das Bugel dan Jayan di Rawa Jombor Menggunakan Pendekatan Erosi dan SDR

Junaidi, 2012. Analisis factor-Faktor yang Mempengaruhi Debit Mamasa. SmartTek Vol(7):3

Kartasapoetra, A.G dan Sutedjo, M.M. 1995. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara. Jakarta


(47)

33

Kartosapoetra, A.G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara. Jakarta. Mukhlis, 2013. Kimia Tanah. USU Press. Medan

Notohadiprawiro. T, 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Nurmi, 2012. Nisbah Pengkayaan Sedimen dan Erosi Tanah Pada Tanaman Jagung. Universitas Gorontalo. Gorontalo

Rahim, S. 2000. Pengendalian Erosi Tanah. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Saribun, D., 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan Dan Kelas Kemiringan

lereng terhadap Bobot Isi, Porositas Total Dan Kadar Air Tanah Pada Sub Das Cikapundung Hulu. Skripsi. UNPAD. Jatinagor.

Saud, l. 2008. Jurnal Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya. Fakultas Teknik Sipil ITS : Surabaya

Siagian, B. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Stump Mata Tidur. Diakses dari

Slamet, B., Achmad, S., Riki, J., 2012. Fungsi Hidrologi Kebun Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dalam Mereduksi Besaran Curah Hujan

Bersih. Journal of Forestry. Vol 1(2) : 49-57

Soewarno. 1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. Penerbit NOVA : Bandung.

Steenis, Van. C.G. G. J., 1978. Flora. Pradnya Paramitha. jakarta

Sudaryono, 2011. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan

Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 10: 3.

Sugiono, 2007. Evaluasi Unsur Hara N, P, K dan C-Organik Yang Terangkut Erosi Akibat Penerapan Berbagai Teknik Mulsa Vertikal di Lahan Miring Pada Pertanaman Jeruk (Citrus Sinensis) Di Desa Rumah Galuh

Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.

Sutapa, I. W., 2010. Analisis Potensi Erosi Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sulawesi Tengah. SmarTek. Vol(8):3

Tarigan. D. R dan Djati, M. 2011. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo


(48)

34

Tim Penulis PS. 1993. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tresnawati, T. 1991. Predlksl Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) Pada Beberapa Kecamatam Dl Kabupaten Sukabumi Serta Menentukah Pola Pertanaman Dan Tindakan Konservasi Yang Tepat. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Utomo, W. H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali Press, Jakarta.

Yudhistira, Y. 2008. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Di Daerah Kawasan Gunung Merapi (Studi Kasus Di Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah ). Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang


(49)

35

LAMPIRAN

Lampiran1. Data pengamatan C-organik pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 2,13 0,97 1,84 4,94 1,64

Lereng Tengah 1,06 0,95 2,27 4,28 1,42

Lereng Bawah 0,76 1,1 1,16 3,02 1

Total 3,95 2,02 5,27 12,24

Lampiran 2. Hasil Uji t C-organik pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah Atas 1,64

Tengah 1,42 -14,08 0.049

Bawah 1 -64 -42 0.152 0.659

Lampiran3. Data pengamatan N total pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 0,21 0,07 0,15 0,43 0,14

Lereng Tengah 0,09 0,09 0,18 0,36 0,12

Lereng Bawah 0,08 0,09 0,12 0,29 0,09

Total 0,38 0,25 0,45 1,08

Lampiran 4. Hasil Uji t N total pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 0,14 0

Tengah 0,12 -16,6 0,850


(50)

36

Lampiran 5. Data pengamatan P tersedia pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 9,58 2,14 3,67 15,39 5,13

Lereng Tengah 3,42 3,39 3,8 10,61 3,53

Lereng Bawah 3,18 9,62 4,61 17,41 5,8

Total 16,18 15,15 12,08 43,41

Lampiran 6. Hasil Uji t P tersedia pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 5,13 0

Tengah 3,53 -45,3 0,799

Bawah 5,8 11,5 39,13 0.959 0,645

Lampiran 7. Data pengamatan K dd pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 0,66 0,30 0,40 1,36 0,45

Lereng Tengah 0,34 0,22 0,40 0,96 0,32

Lereng Bawah 0,71 0,40 0,48 1,59 0,53

Total 1,71 0,92 1,28 3,91

Lampiran 8. Hasil Uji t K dd pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 0,45 0

Tengah 0,32 -40,6 0,850

Bawah 0,53 15,09 39,62 0.547 0,281

Lampiran 9. Data pengamatan KTK pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 18,69 18,11 18,53 55,33 18,44

Lereng Tengah 18,40 18,75 22,05 59,2 19,73

Lereng Bawah 16,63 16,12 16,91 49,66 16,55


(51)

37

Lampiran 10. Hasil Uji t KTK pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah Atas 18,44

Tengah 19,73 6,5 0,436

Bawah 16,55 -11,4 -19,2 0.210 0,645

Lampiran 11. Data pengamatan pH pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 5,75 4,49 4,41 14,65 4,88

Lereng Tengah 4,96 4,24 5 14,2 4,73

Lereng Bawah 5,12 5,5 5,37 16,01 5,33

Total 15,83 14,23 14,78 44,86

Lampiran 12. Data distribusi partikel tanah pada masing-masing lereng Posisi Lereng % Liat % Pasir %Debu Keterangan

Atas 24 61,3 14,6 Lempung liat berpasir

Tengah 28 48 17,3 Lempung liat berpasir


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A’yunin, Q. 2008. Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode Usle Di Lereng Timur Gunung Sindoro. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Anzah, R. 2010. Pengaruh Lilitan Batang Bawah dan Pupuk Posfat Terhadap

Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg). Diakses dari tanggal 30 Mei 2014.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

________.2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistik, 2013. Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2013. Badan

Pusat Statistik Kabupaten Langkat 2013.

Boerhendhy. I dan Dwi S. A., 2006. Potensi Pemanfaatan Karet Untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Jurnal Litbang Pertanian. Vol(25): 2

Boerhendly, I dan Khaidir A, 2010. Optimalisasi Produktivitas Karet Melalui Penggunaan Bahan Tanam, Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi, dan Peremajaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. Vol(30): 1

Banuwa, I. S., 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Damanik, et. al. 2012. Kesuburan Tanah. USU Press. Medan

Dariah, et. al. 2003. Erosi dan Aliran Permukaan Pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi Di Sumber Jaya, Lampung Barat. Institut Pertanian Bogor Dinata, R. 2007. Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet. Skripsi.

Universitas Sumatera Utara. Medan

Henny, et. al., 2011. Erosi dan Kehilangan Hara Pada Pertanaman Kentang Dengan Beberapa Sistem Guludan Pada Andisol Di Hulu Das Merao, Kabupaten Kerinci, Jambi.. Jurnal Solum. Vol (8): 2.

Hudaya, L. A., 2005. Prediksi Sedimen Das Bugel dan Jayan di Rawa Jombor Menggunakan Pendekatan Erosi dan SDR

Junaidi, 2012. Analisis factor-Faktor yang Mempengaruhi Debit Mamasa. SmartTek Vol(7):3

Kartasapoetra, A.G dan Sutedjo, M.M. 1995. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara. Jakarta


(2)

Kartosapoetra, A.G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara. Jakarta. Mukhlis, 2013. Kimia Tanah. USU Press. Medan

Notohadiprawiro. T, 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Nurmi, 2012. Nisbah Pengkayaan Sedimen dan Erosi Tanah Pada Tanaman Jagung. Universitas Gorontalo. Gorontalo

Rahim, S. 2000. Pengendalian Erosi Tanah. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Saribun, D., 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan Dan Kelas Kemiringan

lereng terhadap Bobot Isi, Porositas Total Dan Kadar Air Tanah Pada Sub Das Cikapundung Hulu. Skripsi. UNPAD. Jatinagor.

Saud, l. 2008. Jurnal Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya. Fakultas Teknik Sipil ITS : Surabaya

Siagian, B. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Stump Mata Tidur. Diakses dari

Slamet, B., Achmad, S., Riki, J., 2012. Fungsi Hidrologi Kebun Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dalam Mereduksi Besaran Curah Hujan

Bersih. Journal of Forestry. Vol 1(2) : 49-57

Soewarno. 1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. Penerbit NOVA : Bandung.

Steenis, Van. C.G. G. J., 1978. Flora. Pradnya Paramitha. jakarta

Sudaryono, 2011. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan

Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 10: 3.

Sugiono, 2007. Evaluasi Unsur Hara N, P, K dan C-Organik Yang Terangkut Erosi Akibat Penerapan Berbagai Teknik Mulsa Vertikal di Lahan Miring Pada Pertanaman Jeruk (Citrus Sinensis) Di Desa Rumah Galuh

Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.

Sutapa, I. W., 2010. Analisis Potensi Erosi Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sulawesi Tengah. SmarTek. Vol(8):3

Tarigan. D. R dan Djati, M. 2011. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo


(3)

Tim Penulis PS. 1993. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tresnawati, T. 1991. Predlksl Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) Pada Beberapa Kecamatam Dl Kabupaten Sukabumi Serta Menentukah Pola Pertanaman Dan Tindakan Konservasi Yang Tepat. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Utomo, W. H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali Press, Jakarta.

Yudhistira, Y. 2008. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Di Daerah Kawasan Gunung Merapi (Studi Kasus Di Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah ). Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang


(4)

LAMPIRAN

Lampiran1. Data pengamatan C-organik pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 2,13 0,97 1,84 4,94 1,64

Lereng Tengah 1,06 0,95 2,27 4,28 1,42

Lereng Bawah 0,76 1,1 1,16 3,02 1

Total 3,95 2,02 5,27 12,24

Lampiran 2. Hasil Uji t C-organik pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah Atas 1,64

Tengah 1,42 -14,08 0.049

Bawah 1 -64 -42 0.152 0.659

Lampiran3. Data pengamatan N total pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 0,21 0,07 0,15 0,43 0,14

Lereng Tengah 0,09 0,09 0,18 0,36 0,12

Lereng Bawah 0,08 0,09 0,12 0,29 0,09

Total 0,38 0,25 0,45 1,08

Lampiran 4. Hasil Uji t N total pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 0,14 0

Tengah 0,12 -16,6 0,850


(5)

Lampiran 5. Data pengamatan P tersedia pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 9,58 2,14 3,67 15,39 5,13

Lereng Tengah 3,42 3,39 3,8 10,61 3,53

Lereng Bawah 3,18 9,62 4,61 17,41 5,8

Total 16,18 15,15 12,08 43,41

Lampiran 6. Hasil Uji t P tersedia pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 5,13 0

Tengah 3,53 -45,3 0,799

Bawah 5,8 11,5 39,13 0.959 0,645

Lampiran 7. Data pengamatan K dd pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 0,66 0,30 0,40 1,36 0,45

Lereng Tengah 0,34 0,22 0,40 0,96 0,32

Lereng Bawah 0,71 0,40 0,48 1,59 0,53

Total 1,71 0,92 1,28 3,91

Lampiran 8. Hasil Uji t K dd pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Atas 0,45 0

Tengah 0,32 -40,6 0,850

Bawah 0,53 15,09 39,62 0.547 0,281

Lampiran 9. Data pengamatan KTK pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 18,69 18,11 18,53 55,33 18,44 Lereng Tengah 18,40 18,75 22,05 59,2 19,73 Lereng Bawah 16,63 16,12 16,91 49,66 16,55


(6)

Lampiran 10. Hasil Uji t KTK pada masing-masing bagian lereng

Perlakuan Rataan persentase pertambahan (%) nilai sig

Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah Atas 18,44

Tengah 19,73 6,5 0,436

Bawah 16,55 -11,4 -19,2 0.210 0,645

Lampiran 11. Data pengamatan pH pada masing-masing lereng

Perlakuan Ulangan Total rataan

1 2 3

Lereng Atas 5,75 4,49 4,41 14,65 4,88

Lereng Tengah 4,96 4,24 5 14,2 4,73

Lereng Bawah 5,12 5,5 5,37 16,01 5,33

Total 15,83 14,23 14,78 44,86

Lampiran 12. Data distribusi partikel tanah pada masing-masing lereng Posisi Lereng % Liat % Pasir %Debu Keterangan

Atas 24 61,3 14,6 Lempung liat berpasir

Tengah 28 48 17,3 Lempung liat berpasir