Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Cikal Medan pada Tahun 2011
PERBANDINGAN FAAL PARU PEMAIN BADMINTON DAN
BUKAN PEMAIN BADMINTON DI CIKAL MEDAN PADA
TAHUN 2011
Oleh :
SUGUNAA DEVI NAGARAJOO
080100407
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
PERBANDINGAN FAAL PARU PEMAIN BADMINTON DAN
BUKAN PEMAIN BADMINTON DI CIKAL MEDAN PADA
TAHUN 2011
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
SUGUNAA DEVI NAGARAJOO
NIM : 080100407
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 011
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Cikal Medan pada Tahun 2011
Nama : Sugunaa Devi Nagarajoo NIM : 080100407
Pembimbing Penguji I
( dr. Amirah Permata Sari, SpP ) ( dr. Deske Muhadi, SpPD ) NIP. 196911071999032002 NIP. 197112272005011002
Penguji II
( dr. Jessy Chrestella, SpPA ) NIP. 198201132008012006
Medan, Januari 2012 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP. 195402201980111001
(4)
ABSTRAK
Kebiasaan berolahraga akan meningkatkan faal paru seseorang. Hal ini disebabkan oleh intensitas olahraga mempengaruhi kekuatan otot respirasi yang mengakibatkan peningkatan volume dan kapasitas paru. Pada penelitian ini telah dilakukan perbandingan faal paru antara pemain badminton dan bukan pemain badminton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada pemain badminton dan bukan pemain badminton.
Penelitian berupa analitik dengan desain cross-sectional. Data diperoleh dari responden pemain badminton rutin dan bukan pemain badminton berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.
Hasil penelitan dari 80 responden yang dipilih yaitu 40 pemain badminton dan 40 bukan pemain badminton, hasil kapasitas rata-rata untuk pemain badminton adalah 83,0% sementara 67,5% bagi bukan pemain badminton. Dari hasil uji T independent, didapati nilai signifikansinya sebanyak 0,000 (p value <0,05).
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa faal paru pemain badminton lebih tinggi daripada faal paru bukan pemain badminton
(5)
ABSTRACT
Exercise increases the lung function of a person. The intensity of the exercise determines their lung function because it affects the strength of the respiratory muscles. Exercise like badminton does effects the lung function. Therefore, in this research an observation is done to compare the forced vital capacity (FVC) between badminton players and non badminton players.
This research is analytic using cross-sectional design. Data is collected from routine badminton players and non badminton players whom are chosen based on inclusive and exclusive criteria.
From the 80 respondent, 40 is badminton players and the rest is non badminton players. Mean value of badminton players is 83.0%, while 67.5% for no badminton players. The significance value from t independent test is 0.000 ( p value <0.05).
From this research, can be concluded that the lung capacity of badminton players is higher than non badminton players.
Keywords : Lung Capacity, Forced vital capacity (FVC), Badminton players, spirometry
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kurniaNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah tulis ini dengan judul
“Perbandingan Faal Paru pada Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Medan pada Tahun 2011”. Penulisan hasil karya tulis ilmiah ini disusun sebagai satu syarat kelulusan menjadi sarjana kedokteran.
Selama penulis menyusun hasil karya tulis ilmiah ini telah banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dan untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Amirah Permata Sari ,Sp.P, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga hasil karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan sempurna. Penulis juga berterima kasih kepada Dekan, Pembantu Dekan dan seluruh staf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan moral dan materi. Terima kasih juga kepada semua teman-teman yang turut banyak membantu dengan memberikan ide-ide yang sangat membantu.
Penulis mengakui bahwa apa yang ditulis dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharapkan saran, petunjuk dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan pemerintah.
Medan, 12 Desember 2011 Penulis
Sugunaa Devi Nagarajoo 080100407
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN... i
ABSTRAK………. ii
ABSTRACT……….. iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI………... v
DAFTAR TABEL………... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB 1 PENDAHULUAN... .. 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 4
2.1. Fisiologis Olahraga ... 4
2.1.1. Respon Jangka Panjang dan Jangka Pendek terhadap Latihan Fisik ………... 5
2.1.1.1. Sistem Respirasi ... 6
2.1.1.2. Sistem Kardiovaskular ... 7
2.1.1.3. Sistem Muskuloskeletal ... 7
2.1.1.4. Sistem Metabolik ... 8
(8)
2.2 Faal paru ... 9
2.2.1. Mekanisme Pernafasaan... .. 9
2.2.2. Tekanan selama Pernapasan ... 11
2.2.3. Volume dan Kapasitas Paru ... 12
2.2.4. Tingkat Ekspirasi Istirahat ... 13
2.3. Spirometri ... 15
2.3.1. Definisi spirometri ... 15
2.3.2. Deskripsi Spirometri ... 15
2.3.3. Tujuan Spirometri ... 16
2.3.4. Kontraindikasi ... 17
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 18
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 18
3.2. Defenisi Operasional... 18
3.3. Hipotesa………. 21
BAB 4 METODE PENELITIAN……… 22
4.1. Jenis Penelitian ... 22
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 23
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25
(9)
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28
5.1. Hasil Penelitian …………..………... 28
5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian ………... 28
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………... 29
5.1.3. Hasil Analisis Data………... 37
5.2. Pembahasan………. 41
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 45
6.1. Kesimpulan... 45
6.2. Saran... 46
DAFTAR PUSTAKA... 47
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain
Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Umur …….. 30 5.2. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Umur ……. 30 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain
Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok
Berat Badan……….. 32 5.4. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok
Berat Badan……… 32 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain
Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok
Tinggi Badan ……….. 34 5.6. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok
Tinggi Badan……… 34 5.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain
Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kebiasaan
Merokok ……….. 36 5.9. Rerata Kapasitas Vital Paru pada Pemain Badminton dan
Bukan Pemain Badminton……….. 39 5.10. Analisis Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan
(11)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton
berdasarkan umur………... 31 Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan
Pemain Badminton dan Pemain Badminton
berdasarkan Kelompok Berat Badan………. 33 Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan
Pemain Badminton dan Pemain Badminton
berdasarkan Kelompok Tinggi Badan……… 36 Gambar5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan
Pemain Badminton dan Pemain Badminton
berdasarkan Kebiasaan Merokok……… 37 Gambar 5.5. Perbandingan Kelompok Kapasitas Vital Paru Pemain
Badminton dan Bukan Pemain Badminton………. 39 Gambar 5.6 Rerata Kapasitas Vital Paru pada Pemain Badminton
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 3 Informed Consent
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Data Induk Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton
Lampiran 6 Hasil Output Uji T Independent Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton Lampiran 7 Hasil Output Distribusi Normal Data berdasarkan
Umur
Lampiran 8 Hasil Output Distribusi Normal Data berdasarkan Tinggi Badan
Lampiran 9 Hasil Output Distibusi Normal Data berdasarkan Berat Badan
(13)
ABSTRAK
Kebiasaan berolahraga akan meningkatkan faal paru seseorang. Hal ini disebabkan oleh intensitas olahraga mempengaruhi kekuatan otot respirasi yang mengakibatkan peningkatan volume dan kapasitas paru. Pada penelitian ini telah dilakukan perbandingan faal paru antara pemain badminton dan bukan pemain badminton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada pemain badminton dan bukan pemain badminton.
Penelitian berupa analitik dengan desain cross-sectional. Data diperoleh dari responden pemain badminton rutin dan bukan pemain badminton berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.
Hasil penelitan dari 80 responden yang dipilih yaitu 40 pemain badminton dan 40 bukan pemain badminton, hasil kapasitas rata-rata untuk pemain badminton adalah 83,0% sementara 67,5% bagi bukan pemain badminton. Dari hasil uji T independent, didapati nilai signifikansinya sebanyak 0,000 (p value <0,05).
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa faal paru pemain badminton lebih tinggi daripada faal paru bukan pemain badminton
(14)
ABSTRACT
Exercise increases the lung function of a person. The intensity of the exercise determines their lung function because it affects the strength of the respiratory muscles. Exercise like badminton does effects the lung function. Therefore, in this research an observation is done to compare the forced vital capacity (FVC) between badminton players and non badminton players.
This research is analytic using cross-sectional design. Data is collected from routine badminton players and non badminton players whom are chosen based on inclusive and exclusive criteria.
From the 80 respondent, 40 is badminton players and the rest is non badminton players. Mean value of badminton players is 83.0%, while 67.5% for no badminton players. The significance value from t independent test is 0.000 ( p value <0.05).
From this research, can be concluded that the lung capacity of badminton players is higher than non badminton players.
Keywords : Lung Capacity, Forced vital capacity (FVC), Badminton players, spirometry
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia tentu sudah akrab dengan olahraga badminton, meski badminton bukan olahraga asli bangsa Indonesia. (J.Silvie, 2010). Olahraga badminton ini sangat digemari oleh masyarakat Indonesia selain sepak bola. Hal ini terlihat dengan sering dimainkannya olahraga ini di berbagai tempat baik di kampung-kampung sampai di kejuaraan-kejuaraan yang bertaraf internasional. (Setyawan, 2009)
Olahraga badminton ini dapat mempengaruhi tingkat kinerja fisik, mental dan emosi yang tinggi. Faktor paling penting yang bertanggungjawab atas kinerja fisik seseorang adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam olahraga, yang dapat menimbulkan perbedaan dalam prestasi dan manfaat kesehatan dari para atlet. (Shetty, D.P, 2005)
Pada orang yang sehat, olahraga memainkan peranan yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Olahraga untuk orang normal dapat meningkatkan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal. Olahraga mempengaruhi fungsi paru-paru pada atlet mengakibatkan peningkatan kapasitas vital paru dan mengembangkan daya tahan yang lebih besar pada otot pernapasan. Fungsi pernapasan dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, umur, jenis kelamin, tinggi, berat, dan ras. Pengembangan paru-paru dan elastisitas dada dengan fungsi neuromuskuler terkoordinasi, pemeliharaan bernapas dengan bantuan kekuatan toraks dan abdominalis memainkan peranan penting dalam sebagian besar fungsi pulmonal. (Guyton, 2006))
(16)
Olahraga teratur membawa adaptasi spesifik terhadap metabolik dan fisiologis. Michael Doherty dan Lygeri Dimitriou telah melakukan kajian mengenai perbandingan volume paru-paru pada perenang Greek yang mendapati kelompok perenang pria dan wanita mempunyai FEV1 yang lebih besar daripada yang atlet darat dan kontrol menetap. (Doherty,1997).
Selain itu, Hagberg JM dan Yerg JE telah mengevaluasi mengenai fungsi paru pada atlet dan non atlet muda dan tua yang memberikan hasil, kapasitas vital paru pada atlet tua meningkat secara signifikan dibanding dengan non atlet yang tua serta faal paru atlet tua lebih rendah dibanding dengan yang muda. (Hagberg J.M,1988). Cordain L dan Tuckera menjalankan penelitian mengenai volume paru dan „maximal respiratory pressure‟ dikalangan perenang dan pelari. Kajian ini menunjukkan
perenang mempunyai volume paru dan „maximal respiratory pressure‟ yang lebih tinggi dari pelari. (Cordain, 1990). Barlett HL dan Mnce mengevaluasi komposisi dan
„expiratory reserve volume‟ pada pesenam perempuan dan pelari yang menunjukkan faal paru pada pesenam kurang daripada pelari. (Barlett, 1984).
Berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat dikatakan ada pengaruh olahraga apapun terhadap faal paru. Meskipun negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang maju dalam olahraga badminton, namun sebagian masyarakat masih tidak mengenali kepentingan olahraga badminton terhadap peningkatan faal parunya. Selain itu, hampir semua atlet-atlet badminton yang bermain reguler tidak sadar mengenai pengaruh olahraga badminton terhadap kapasitas vital parunya. Tambahan pula, penelitian mengenai hal ini terutama pada pemain badminton belum dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilihat perbandingan faal paru antara pemain badminton dan bukan pemain badminton.
(17)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu apakah ada perbedaan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum
Kajian ini dilakukan untuk membandingkan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada pemain badminton 2. Mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada bukan pemain badminton
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat karena:
1. Menyedarkan masyarakat mengenai kepentingan olahraga badminton dalam peningkatan faal paru.
2. Bagi peneliti, dapat mengembangkan kemampuan di bidang peneliti serta mengasah kemampuan analisis peneliti sekaligus menambah ilmu peneliti tentang topik penelitian.
(18)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologis Olahraga
Tubuh manusia merupakan sesuatu mesin yang luar biasa di mana aktivitas tubuh yang terkoordinasi sempurna terjadi secara simultan. Peristiwa-peristiwa tubuh ini memungkinkan fungsi kompleks tubuh seperti mendengar, melihat, bernapas serta pengolahan informasi tanpa upaya kesadaran. Apabila seseorang melakukan aktivitas seperti berjalan, dia akan menggeser sistem tubuh dari keadaan istirahat kepada keadaan aktif. Jika aktivitas itu dilakukan beberapa kali, tubuhnya akan beradaptasi terhadap aktivitas tersebut. Aktivitas yang dilakukan tadi disebut „aktivitas fisik‟. Aktivitas fisik ini merupakan proses yang rumit dimana pelatih perlu mengawasi perubahan pada subjek setiap menit sewaktu aktivitas. Oleh itu, jika seseorang itu ingin menjadi atlet, dia perlu mempunyai tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dibanding dengan populasi normal. ( Shetty, 2005)
Perubahan fisiologis yang nyata dapat terjadi dalam tubuh kita apabila aktivitas fisik atau latihan olahraga yang berterusan dilakukan. Oleh karena itu, tanggapan tehadap latihan memiliki dua aspek analog dengan respon tubuh terhadap ligkungan stress. Salah satunya adalah respon jangka pendek iaitu serangan tunggal setelah sesekali olahraga ataupun dapat disebut latihan akut. Aspek kedua adalah respon jangka panjang iaitu setelah olahraga teratur yang mempermudahkan latihan berikutnya serta meningkatkan kinerjanya. Adaptasi terhadap latihan kronik ini disebut
„training‟. (Willmore et al, 1999) Adaptasi terhadap latihan akut adalah respon terhadap latihan di mana efek terhadap pelatihan. (Willmore, 1994)
(19)
Respon jangka pendek serta jangka panjang ini memenuhi kebutuhan energi. Kenaikan pesat dalam kebutuhan energi sewaktu latihan memerlukan penyesuaian peredaran darah yang seimbang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen, nutrisi serta mengeliminasi produk akhir metabolisme seperti karbon dioksida dan asam laktat dan membebaskan panas berlebihan. Pergeseran metabolisme tubuh terjadi melalui kegiatan terkoordinasi dari semua sistem tubuh iaitu neuromuskuler, respiratori, kardiovaskular, metabolik, dan hormonal. (Shetty , 2005)
2.1.1 Respon Jangka Panjang dan Jangka Pendek Terhadap Latihan Fisik 2.1.1.1 Sistem respirasi
Latihan fisik akan mempengaruhi konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida. Kadar oksigen dalam jumlah yang besar akan terdifusi dari alveoli ke dalam darah vena kembali ke paru-paru. Sebaliknya, kadar karbon dioksida yang sama banyak masuk dari darah ke dalam alveoli. Oleh itu, ventilasi akan meningkat untuk mempertahankan konsentrasi gas alveolar yang tepat untuk memungkinkan peningkatan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. (William, 1999).
Permulaan aktivitas fisik ini disertai dengan peningkatan dua tahap ventilasi. Hampir segera dapat terlihat peningkatan pada inspirasi dan kenaikan bertahap pada kedalaman dan tingkat pernapasan. Kedua tahap penyesuaian menunjukkan bahwa kenaikan awal dalam ventilasi diproduksi oleh mekanisme gerakan tubuh setelah latihan dimulai, namun sebelum rangsangan secara kimia, korteks motor menjadi lebih aktif dan mengirimkan impuls stimulasi ke pusat inspirasi, yang akan merespon dengan meningkatkan respirasi juga. Secara umpan balik proprioseptif dari otot rangka dan sendi aktif memberikan masukan tambahan tentang gerakan ini dan pusat pernapasan dapat menyesuaikan kegiatan itu berdasarkan kesesuaiannya. (Guyton, 2006)
(20)
Tahap kedua lebih bertahap dengan kenaikan respirasi yang dihasilkan oleh perubahan status suhu dan kimia dari darah arteri. Sambil latihan berlangsung, peningkatan proses metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbon dioksida dan ion hidrogen. Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen dalam otot, yang meningkatkan oksigen arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbon dioksida memasuki darah, meningkatkan kadar karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah. Hal ini akan dirasakan oleh kemoreseptor, yang sebaliknya merangsang pusat inspirasi, dimana terjadi peningkatan dan kedalaman pernapasan. Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa kemoreseptor dalam otot juga mungkin terlibat iaitu dengan meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan volume tidal. (Willmore, 1999)
Walaupun sistem kardiovaskular adalah begitu efisien dengan menyuplai jumlah darah yang cukup ke jaringan, daya tahan akan masih terhalang jika sistem pernapasan tidak membawa oksigen yang cukup untuk memenuhi permintaan. Fungsi sistem pernapasan biasanya tidak terbatas karena ventilasi dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih besar daripada fungsi kardiovaskular. Melainkan sistem kardiovaskuler dan sistem lain, sistem respirasi juga mengalami adaptasi khusus untuk ketahanan pelatihan untuk memaksimalkan efisiensi. Adaptasi ini meliputi, peningkatan ventilasi dengan peningkatan dalam pengambilan oksigen maksimal dengan minimum empat minggu pelatihan (William, 1991) dan diikuti dengan pengurangan yang signifikan pada ventilasi yang setara yang diamati. Akibatnya, sedikit udara akan dihirup pada konsumsi oksigen pada tingkat tertentu. Hal ini akan mengurangi persentase oksigen total yang digunakan dibandingkan pernapasan. Oleh karena itu, keadaan ini membantu dalam melakukan olahraga berat yang berkepanjangan tanpa kelelahan otot ventilasi. Mekanisme yang tepat tidak diketahui untuk adaptasi pelatihan dalam sistem ventilasi. Secara umum, ada peningkatan dalam 'volume dan kapasitas' saat istirahat karena fungsi pernapasan ditingkatkan. (Bijalani, 1998)
(21)
2.1.1.2 Sistem Kardiovaskular
Memahami dasar anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, seseorang dapat melihat secara khusus bagaimana sistem ini merespon terhadap peningkatan tuntutan tubuh sewaktu pelatihan. Selama latihan, permintaan oksigen di otot aktif meningkat, lebih banyak nutrisi digunakan dan proses metabolisme dipercepatkan serta menghasilkan sisa metabolisme. Jadi, untuk memberikan lebih banyak nutrisi dan untuk menghilangkan sisa metabolisme, sistem kardiovaskuler harus beradaptasi untuk memenuhi tuntutan sistem muskuloskeletal selama latihan. (Willmore, 1999)
Respon akut atau langsung yang terlihat sewaktu latihan adalah peningkatan kontraktilitas miokard, peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan respon perifer termasuk vasokonstriksi umum pada otot-otot dalam keadaan istirahat, ginjal, hati, limpa dan daerah splanknikus ke otot-otot kerja dan juga ada peningkatan tekanan darah sistolik akibat curah jantung yang meningkat. Dengan pelatihan yang ada akan ditandai penurunan denyut nadi dan pengurangan tekanan darah saat istirahat dengan peningkatan volume darah dan hemoglobin. (Guyton, 2006)
Selama tenaga digunakan, akan masih terjadi penurunan denyut nadi, peningkatan stroke volume, peningkatan curah jantung (Carolin Kisner, 1996) dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh otot bekerja karena perubahan enzimatik dan biokimia pada otot serta peningkatan konsumsi oksigen maksimal untuk setiap intensitas latihan yang diberikan. ( Ganong, 2005)
(22)
2.1.1.3 Sistem Muskuloskeletal
Peningkatan aliran darah ke otot-otot yang bekerja memberikan oksigen tambahan. Maka, ekstraksi oksigen lebih banyak dari sirkulasi darah dan penurunan PO2 jaringan lokal dan peningkatan PCO2. Setelah pelatihan daya tahan, ada peningkatan aktivitas enzim mitokondria pada kedua serat lambat dan cepat tanpa mengubah kecepatan kontraksi serat. Oleh itu, pelatihan meningkatkan kemampuan kedua jenis serat untuk menyediakan energi selama latihan berkepanjangan. Setelah mengikuti latihan kekuatan, kegiatan intensitas tinggi membutuhkan perbaikan besar dalam kekuatan otot dan kapasitas aerobik tinggi. Selain itu, akan terjadi peningkatan ukuran otot-otot yang terlibat iaitu hipertrofi. (Carolin Kisner, 1996)
2.1.1.4 Sistem Metabolik
Sumber langsung untuk kontraksi otot diisi kembali oleh proses fosforilasi oksidatif yang membutuhkan O2. Ketika kebutuhan energi melebihi batas metabolisme, metabolisme anaerobik akan suplemen sistem pasokan energi selama latihan. Selama ledakan pendek kegiatan intens seperti 100 menit atau „Power Lifting‟, hampir semua energi berasal dari ATP dan kreatinin fosfat. Sewaktu latihan berlangsung, peningkatan penyimpanan untuk kreatinin fosfat serta glikogen berlangsung. Aktivitas kreatin kinase meningkat karena adanya peningkatan jumlah serta ukuran mitokondria. Dengan demikian, ada akumulasi asam laktat yang rendah dan penurunan pH sehingga menurunkan kelelahan. (Bijalani, 1998)
(23)
Perubahan sistem lainnya meliputi penurunan lemak tubuh, kolesterol darah dan kadar trigliserida, peningkatan aklimatisasi panas dan peningkatan kekuatan tulang, ligamen dan tendon. (Shetty, 2005)
2.2 Faal Paru
2.2.1 Mekanisme Pernapasan
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru dan dinding dada sehingga paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Paru-paru-paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi “recoil” dinding dada yang diimbangi oleh kecenderungan dinding dada berkerut kearah yang berlawanan. (Guyton, 2006)
Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paru-paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga torak yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura. (Guyton, 2006)
Pada waktu menarik napas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan napas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas
(24)
bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah. (Syaifuddin, 2001)
Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paru-paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata. (Ganong, 2005)
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks. Selama bernapas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg relatif terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernapasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru. (Syaifuddin, 2001)
Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dn paru-paru berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer. Pada waktu penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan. (Syaifuddin, 2001)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada otot-otot yang menurunkan volume unuk toraks berkontraksi. Pada permulaan
(25)
ekspirasi, kontraksi ini menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai 30mmHg sehingga menimbulkan pengembangan paru-paru dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi maka paru-paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume intratoraks. (Syaifuddin, 2001)
2.2.2 Tekanan Selama Pernapasan
Tekanan intrapleura adalah tekanan ukuran dalam antara lapisan pleura luar dan lapisan pleura dalam. Pleura parietal dan pleura viseral dipisahkan oleh selaput tipis pleura yang berisi zat cair dan gas. (Guyton, 2006)
Tekanan pleura adalah tekanan cairan ruang sempit antara pleura paru-paru dengan pleura dinding dada. Secara normal terdapat sedikit isapan suatu tekanan negatif yang ringan. Selama inspirasi pengembangan rangka dada akan mendorong permukaan paru-paru dengan kekuatan sedikit lebih besar dan selama ekspirasi peristiwa yang terjadi adalah sebaliknya. (Guyton, 2006)
Tekanan alveolus adalah tekanan bagian alveoli paru. Saat itu, glottis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam maupun ke luar paru-paru maka tekanan pada semua jalan napas sampai alveoli semua sama dengan tekanan atmosfer yaitu 0 cm tekanan air. (Syaifuddin, 2001)
Selama inspirasi, tekanan dalam alveoli turun sampai dibawah tekanan atmosfer atau tekanan negatif yang cukup untuk mengalirkan sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru-paru dalam waktu 2 detik. Selama ekspirasi terjadi perubahan yang berlawanan , tekanan alveolus meningkat sampai sekitar 1cm air. Tekanan ini mendorong 0,5 liter udara ke luar paru selama 2-3 detik. (Syaifuddin, 2001)
(26)
Pada waktu inspirasi, setelah udara melewati hidung, faring udara dihangatkan dan diambil uap airnya. Udara berjalan melalui trakea, bronkus, bronkiolus, respiratorius, dan duktus alveolaris ke alveoli. Alveoli dikelilingi oleh kapiler-kapiler paru-paru. Pada sebagian besar struktur antara udara dan kapiler, darah O2 dan CO2 berdifusi sangat tipis. Terdapat kira-kira 300 juta alveoli pada paru-paru manusia dan luas total dinding paru yang bersentuhan dengan kapiler-kapiler pada kedua paru-paru kira-kira 70m2. (Syaifuddin, 2001)
Terdapat empat volume paru-paru. Pertama volume tidal merupakan volume udara yang dinspirasikan dan diekspirasikan di setiap pernapasan normal, jumlahnya kira-kira 500ml. Volume cadangan inspirasi merupakan volume tambahan udara yang dapat dinspirasikan di atas volume tidal normal, biasanya 3000ml. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi tidal yang normal, jumlahnya lebih kurang 1100ml. Akhirnya, volume sisa merupakan volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah kebanyakan ekspirasi kuat, volume ini rata-rata 1200ml. (Guyton, 2006)
Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk. Sewaktu bernapas dalam, volume udara bertambah sehingga inspirasi gerakan datang menjadi luas dan berakhir. Hal tersebut terjadi akibat kombinasi dari pernapasan dangkal. Pada waktu istirahat, pernapasan dangkal terjadi akibat tekanan perut yang terkumpul sehingga membatasi gerakan diafragma.( Ganong, 2005)
Alveoli dibatasi oleh dua jenis sel epitel, yaitu sel tipe I dan tipe II. Sel tipe I adalah sel gepeng dengan sitoplasma yang luas tersebar dan merupakan sel utama. Sel tipe II memiliki pneumosit granular lebih tebal dan mengandung sejumlah lamel-lamel
(27)
badan inklusi. Bronkus dan bronkiolus mengandung otot polos dan dipersarafi oleh saraf otonom. (Syaifuddin, 2001)
2.2.3 Volume dan Kapasitas paru-paru
Metode yang sederhana untuk meneliti ventilasi paru-paru dengan merekam volume pergerakan udara yang masuk dan ke luar paru-paru dinamakan spirometri. Spirogram memperlihatkan perubahan dalam volume paru-paru pada berbagai keadaan pernapasan. Ada empat volme paru, dan bila semua dijumlahkan maka sama dengan volume maksimal paru mengembang. (Syaifuddin, 2001)
Dalam peristiwa siklus paru-paru diperlukan penyatuan dua volume atau lebih. Kombinasi seperti ini disebut kapasitas paru-paru. Jenis-jenis kapasitas paru-paru itu, yakni kapasitas inspirasi, kapasitas sisa fungsional, kapasitas vital, dan kapasitas total paru. Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah dengan volume cadangan inspirasi. Kira-kira 3500ml jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru-parunya sampai jumlah maksimum. Kapasitas sisa fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume sisa. Jumlah udara yang tersisa di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi normal kira-kira 2300ml. (Guyton, 2006)
Seterusnya, kapasitas vital sama dengan volume cadangan ditambah dengan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru-paru setelah ia mengisinya sampai batas maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya yaitu sekitar 4600ml. Kapasitas total paru adalah volume maksimum pengembangan paru-paru dengan usaha inspirasi yang sebesar-besarnya, kira-kira 5800ml. (Syaifuddin, 2001)
(28)
2.2.4 Tingkat ekspirasi istirahat
Ventilasi paru-paru normal hampir sepenuhnya dilakukan oleh otot-otot inspirasi. Pada waktu otot inspirasi berelaksasi sifatnya elastik. Paru-paru dan toraks mengempis secara pasif. Bila semua otot berelaksasi kembali ke keadaan istirahat maka volume udara di dalam paru-paru sama dengan kapasitas sisa fungsional, 2300ml. (Syaifuddin, 2001)
Volume sisa adalah udara yang tidak bias dikeluarkan dari paru-paru, bahkan dengan ekspirasi yang kuat pun tidak bisa dikeluarkan. Fungsinya menyediakan udara dalam alveolus untuk mereaksikan darah di antara dua siklus pernapasan. Seandainya tidak ada udara sisa maka konsentrasi oksigen dan karbon dioksida di dalam darah akan naik dan turun secara jelas sehingga setiap pernapasan akan merugikan proses pernapasan. (Syaifuddin, 2001)
Glottis adalah otot yang mengabduksikan laring hingga berkontraksi pada permulaan inspirasi sehingga menarik pita suara saling menjauh dan membuka glottis. Terdapat refleks kontraksi otot-otot abduktor yang menutup glottis dan mencegah aspirasi makanan cairan dan muntah ke dalam paru-paru. Pada penderita yang tidak sadar, penutupan glottis semakin tidak sempurna sehingga muntah dapat masuk ke dalam trakea dan menyebabkan aspirasi pneumonia. (Syaifuddin, 2001)
2.2.5 Volume respirasi per menit
Volume respirasi per menit adalah jumlah total udara baru yang masuk ke dalam saluran pernapasan setiap menit, sama dengan volume tidal kecepatan respirasi. Volume tidal normal sekitar 500ml dan kecepatan respirasi normalnya 12 kali per menit. Rata-rata volume respirasi per menit sekitar 6 liter/menit. Seseorang dapat
(29)
hidup untuk waktu yang singkat dengan volume repirasi per menitnya terendah 1,5 liter dan kecepatan respirasi terendahnya 2-4 kali per menit. (Guyton, 2006)
Kecepatan respirasi kadang-kadang mencapai 40-50 kali per menit dan volume tidal dapat menjadi sama besar dengan kapasitas vital kira-kira 4600ml pada pria dewasa muda. Kecepatan bernapas tinggi tidak dapat mempertahankan suatu volume tidal yang lebih besar dari separuh kapasitas vital, dengan mengkombinasikan kedua faktor ini, laki-laki dewasa muda mempunyai kapasitas pernapasan maksimum yaitu 100-120 liter/menit. (Syaifuddin, 2001)
2.3 Spirometri
2.3.1 Definisi Spirometri
Spirometri adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur aliran udara kedalam dan keluar dari paru. (Blonshine, 2000)
2.3.2 Deskripsi Spirometri
Seseorang yang bernapas melalui „mouth piece‟ spirometri perlu ditutup
hidungnya. Responden yang meniup diinstruksi mengenai cara bernapas sewaktu prosedur. Tiga maneuver pernapasan dicoba dahulu sebelum menentukan data prosedur dan data yang tertinggi dari tiga kali percobaan diambil untuk mengevaluasi pernapasan. Prosedur ini mengukur aliran udara melalui prinsip-prinsip perpindahan elekronik atau mekanik dan menggunakan mikropresessor dan perekam untuk menghitung serta memplot aliran udara. (Fink, 2000)
Tes ini menghasilkan rekaman ventilasi responden dalam kondisi yang
melibatkan usaha normal dan maksimal. Rekaman yang diperoleh disebut „spirogram‟
(30)
keluar dari paru. Spirometri dapat menghitung beberapa kapasitas paru. Akurasi pengukuran tergantung pada betapa benar responden melakukan maneuver ini. Pengukuran yang paling umum diukur melalui spirometri adalah :
a) Vital Capacity (VC) adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru
sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai normal biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)
b) Forced vital capacity (FVC). Setelah mengekspirasi secara maksimal, responden
disuruh menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan cepat. FVC adalah volume udara yang diekspirasi kedalam spirometri dengan usaha inhalasi yang maksimum. (Ganong, 2005)
c) Forced expiratory volume (FEV). Pada awalnya maneuver FVC diukur dengan
volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik. Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari FVC. Secara umum, FEV-1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi kedalam spirometri pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari FVC. ( Ganong, 2005)
d) Maximal voluntary ventilation (MVV). Responden akan bernapas sedalam dan
secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter) menunjukkan kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)
Semua nilai normal pengukuran yang dilakukan melalui spirometri sangat tergantung pada umur, kelamin, berat badan, tinggi dan ras.
(
Braunwald, 2001)2.3.3 Tujuan Spirometri
Spirometri dapat membantuk untuk mendeteksi berbagai penyakit yang menggangu fungsi paru. Antaranya adalah asma, chronic obstructive pulmonary disease (COPD), emphysema, dan kelainan kronik paru yang lain. Jika nilai spirometri
(31)
menunjukkan nilai dibawah batas normal, maka dapat dipastikan adanya kelainan fungsional paru. Prosedur spirometri dapat dilakukan dengan cepat tanpa menyebabkan nyeri. . (Blonshine, 2000)
2.3.4 Kontraindikasi
Spirometri dikontraindikasi pada responden yang : a) Hemoptisis
b) Pneumotoraks c) Sakit jantung d) Angina Pektoris
e) Aneurisme pada toraks, abdominal, cranial f) Kondisi trombotik
g) Pembedahan toraks atau abdominal h) Nausea dan muntah .
(32)
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Keterangan:
Variabel bebas : - kebiasaan bermain badminton - Tidak ada kebiasaan berolahraga Variabel terikat : kapasitas vital paksa (KVP) Variabel perancu : - umur
- kelamin
- ras
Kapasitas Vital Paksa (KVP) Kebiasaan bermain
badminton
Tidak biasa berolahraga
Umur
Kelamin
(33)
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Kebiasaan berolahraga
Kebiasaan berolahraga adalah pemain badminton yang bermain minimal satu kali seminggu dan bagi bukan pemain badminton tidak biasa berolahraga. Saya akan menilai kebiasaan berolahraga dengan menggunakan tabel wawancara data sampel yang merangkumi nama, umur, berat badan, tinggi badan, berolahraga atau tidak, indeks brinkman dan hasil pemeriksaan spirometri. Hasil ukur saya adalah bermain badminton minimal satu kali seminggu atau tidak biasa berolahraga dengan skala ukur nominal.
3.2.2 Berat Badandan Tinggi Badan
Berat badan adalah massa tubuh seseorang yang akan ditimbang dengan menggunakan penimbang berat dalam unit kilogram (kg). Tinggi badan adalah
panjang badan yang akan dukur dengan menggunakan „microtoise staturmeter‟ dalam
ukuran meter (m). Tinggi badan dan berat badan akan digunakkan untuk menilai indeks massa tubuh (IMT) dalam unit kg/m2. Rumusnya adalah berat badan dibagi dengan tinggi badan dipangkat dua. Menurut WHO 2000, indeks massa tubuh ras Asia yang normal adalah 18,5 hingga 22,9 kg/m2. Responden yang dipilih dipastikan memenuhi kriteria normal.
3.2.3 Indeks Brinkman
Indeks brinkman adalah indeks yang digunakan untuk mengenali derajat berat merokok. Indeks ini diperkirakan dengan jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Kalau ringan adalah 0-200 batang/tahun, sedang adalah 200-600 batang/tahun dan berat adalah lebih dari 600 batang/tahun.
(34)
Responden yang dipilih dipastikan sama sekali tidak merokok atau indeks brinkmannya(IB) ringan iaitu 0-200 batang/tahun.
Dengan mengisi data dalam tabel dapat saya memastikan sampel saya memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif.
3.2.4 Kapasitas Vital Paksa (KVP)
Kapasitas Vital Paksa (KVP) adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum. Saya akan mengukur kapasitas vital paksa dengan menggunakan spirometri meret Chest graph HI 701. Spirometri adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur aliran udara kedalam dan keluar dari paru. Cara ukur Kapasitas Vital Paksa (KVP) adalah :
1. Sambungkan mouth piece ke spirometri (lihat tanda oval pada mouth piece
Dimasukkan pas pada tempatnya di spirometri, kemudian tekan rapat tombol hitam dibawah tempat mouth piece agar terkunci).
2. Responden diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian dilonggarkan.
3. Memberikan instruksi kepada pasien, bila mouth piece telah dimasukkan ke mulut, pasien kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali, kemudian inspirasi dalam dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik.
4. Memasang nose clip pada hidung responden 5. Responden melaksanakan manuver
6. Mengulang manuver sebanyak 2 kali lagi
7. Hasil yang terbaik diambil sebagai hasil spirometri melalui spirogram (nilai variable Kapasitas Vital Paksa (KVP) yang tertinggi)
(35)
Hasil ukur saya diukur dengan skala numerik iaitu nilai persentase (%). 3.2.5 Umur
Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. Umur akan diukur dengan menanyakan kepada responden tanggal lahir dan tahun lahir. Dari situ akan diisi tabel wawancara data sampel. Hasil ukurnya adalah umurnya diantara 20 hingga 30 tahun.
3.2.6. Kelamin
Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai pria atau wanita. Hasil ukurnya adalah pria.
3.2.7. Ras
Ras adalah golongan bangsa. Hasil ukurnya adalah golongan bangsa Asia.
3.3 Hipotesa
Kapasitas Vital Paksa (KVP)) adalah lebih tinggi pada pemain badminton berbanding bukan pemain badminton.
(36)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan desain
cross-sectional karena akan dicari hubungan antara faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton dimana observasi dan pengukuran dilaksanakan sekaligus pada satu saat tertentu. Penelitian analitik bermaksud penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel. Desain cross-sectional
merupakan penelitian yang melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu dan hanya melakukan pengukuran satu kali sahaja.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Pengukuran dilakukan pada waktu istirahat sampel karena jika dilakukan pada atau setelah aktivitas akan mempengaruhi nilai spirometri yang diukur. Tempat penelitian yang dipilih adalah Dewan Badminton Cikal, Jalan dr. Mansur karena banyak pemain badminton yang melakukan latihan di sana dan lokasinya yang berada di pusat kota dan status ekonomi mereka yang menegah ke atas. Bagi sampel bukan pemain badminton, penelitian dilakukan di kampus Universitas Sumatera Utara karena didapati kebanyakan mahasiswa tidak berolahraga secara rutin. Waktu penelitian dilaksanaan mulai bulan Oktober hingga November 2011 yaitu selama 2 bulan.
(37)
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi penelitian
Populasi yang dipilih adalah laki-laki yang termasuk dalam kategori umur diantara 20-30 tahun serta tidak merokok atau merokok dengan Indeks Brinkman(IB) 0-200 batang/tahun. Bagi pemain badminton mestilah bermain badminton minimal sekali dalam seminggu secara rutin manakala untuk yang bukan pemain badminton adalah tidak bermain badminton atau olahraga lain sama sekali atau secara rutin. Kedua populasi yang dipilih dipastikan tidak ada riwayat pembedahan toraks ataupun abdominal, riwayat penyakit jantung atau paru dan kondisi neuromuskular.
4.3.2 Sampel penelitian
4.3.2.1 Kriteria inklusif dan eksklusif
Kriteria inklusif bagi sampel pemain badminton adalah :
1. Pria.
2. Berumur 20-30 tahun.
3. Tidak merokok atau merokok dengan IB < 200
4. Aktif berolahraga minimal sekali seminggu secara rutin 5. Bersedia untuk melakukan pemeriksaan faal paru
Kriteria inklusif bagi bukan pemain badminton adalah :
1. Pria
2. Berumur 20-30 tahun
3. Tidak merokok atau merokok dengan IB < 200 4. Tidak berolahraga secara rutin atau sama sekali
(38)
5. Bersedia untuk melakukan pemeriksaan faal paru
Kriteria eksklusif bagi kedua kelompok sampel adalah:
1. Kelainan paru
2. Obesitas atau overweight
3. Riwayat operasi abdominal atau toraks 4. Riwayat kelainan kardiovaskular
5. Riwayat kelainan bentuk toraksa atau tulang belakang
4.3.3.2 Perkiraan Besar Sampel
Sampel ditarik melalui non-probability sampling iaitu dengan lebih spesifik secara consecutive sampling. Cara ini paling baik karena semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif yang telah disebutkan di atas akan berpartisipasi dalam penelitian sehingga jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Jumlah sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus :
dengan:
n1 : besar sampel minimum pada populasi pertama n2 : besar sampel minimum pada populasi kedua
Zα : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
Zβ : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu P1 : harga proporsi di populasi pertama
P2 : harga proporsi di populasi kedua P : 1/2 (P1+P2)
(39)
Q : 1-P Q1 : 1-P1 Q2 : 1-P2
Berdasarkan rumus tersebut, maka:
dengan Zα = 1.96
Zβ = 0.842
P1 = 0.5 P2 = 0.2
P = ½ (0.5 + 0.2) = 0.35
Q = 1 – 0.35 = 0.65 Q1= 1 – 0.5 = 0.5 Q2 = 1 – 0.2 = 0.8
n1 = n2 =
n = 37.91 n = 38
(40)
Jadi besar sampel minimum yang diperlukan untuk satu kelompok adalah 38 orang.
4.4Teknik Pengumpulan data
Responden pada penelitian analitik ini adalah pemain badminton rutin dan bukan pemain badminton terpilih sebagai sampel pada survei ini. Responden diwawancarai oleh seorang pewawancara untuk mengumpulkan informasi yang tercakup dalam tabel wawancara data sampel serta bagi memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif. Berat badan dan tinggi badan diukur untuk menilai indeks massa tubuh (IMT) responden. Instrumen yang digunakkan untuk mengukur faal paru adalah spirometri. Responden diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian dilonggarkan. Kemudian diberikan instruksi kepada responden, bila
mouth piece telah dimasukkan ke mulut responden, kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali, kemudian inspirasi dalam dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik. Setelah itu, dipasang nose clip pada hidung responden dan disuruh responden melaksanakan manuver. Manuver diulang sebanyak 2 kali lagi. Hasil yang terbaik diambil sebagai hasil spirometri melalui spirogram. Nilai variabel yang diukur adalah kapasitas vital paksa (KVP) dengan skala numerik dalam bentuk persentase. Nilai persentase yang dicatat dibandingkan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpul digolongkan berdasarkan nilai
forced vital capacity untuk masing-masing kelompok pemain badminton dan bukan
pemain badminton. Kemudian data dimasukkan ke dalam „Statistic Package of Social Science‟ (SPSS). Kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan uji beda dua mean
(41)
independen (T test) karena tujuannya untuk membandingkan mean antara kapasitas vital paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton yang mempunyai data independen. Syarat yang harus terpenuhi merupakan data berdistribusi normal, kedua kelompok data independen, dan variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik. Prinsip t test adalah melihat perbedan variasi kedua kelompok. Oleh karena itu, pada pengujian diperlukan informasi varian kedua kelompok. Pada SPSS kita dapat menganalisis uji t dengan fasilitas analisis yang dilanjutkan dengan perbandingan mean. Jika nilai p kurang dari 0.05 maka hipotesa diterima manakala nilai p lebih dari 0.05 maka hipotesa ditolak.
(42)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2010 hingga 18 Oktober 2010 di ruangan skills lab Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Total sampel sebanyak 80 orang yaitu 40 orang pemain badminton dan 40 orang bukan pemain badminton diambil untuk mengetahui perbandingan faaal paru antara yang bermain badminton dan yang tidak bermain badminton. Berdasarkan faal paru masing-masing kelompok yang dikumpul maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
5.1.1.1 Ruang Skills Lab Fakultas Kedokteran USU
Ruang skills lab didirikan pada bangunan lantai tiga Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Ruangan ini didirikan untuk mahasiswa-mahasiswa FK USU dalam melaksanakan kegiatan praktikum skills lab sesuai jadwal kegiatan yang dibimbing fasilitator.
Alat-alat medis seperti spirometri, manikin, alat-alat bedah dan alat-alat medis yang digunakan untuk setiap kegiatan skills lab sesuai materi pembelajaran disediakan oleh Fakultas Kedoketeran USU.
Pada penelitian ini, uji faal paru telah dilakukan di ruangan Skills Lab dengan menggunakan spirometri milik Fakultas Kedokteran USU . Sampel hadir di ruangan Skills Lab untuk uji faal paru.
5.1.2. Karakteristik Individu
Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Skills Lab Fakultas Kedoketeran USU yang dimulai dari bulan September sampai Oktober. Peserta penelitian terbagi dua yaitu
(43)
responden yang tidak bermain badminton sebagai kontrol dan yang bermain badminton secara regular. Peserta penelitian yang tidak bemain badminton adalah mahasiswa FK USU manakala peserta pemain badminton adalah pemain badminton yang bermain di Gedung Cikal secara regular setiap minggu.
Mahasiswa dipilih dari setambuk 2008 sampai 2011. Jumlah mahasiswa kira 1835 orang. Di antara mahasiswa tersebut sebanyak 40 orang yang memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif dipilih sebagai kontrol.
Pemain badminton yang bermain di Dewan Cikal adalah lebih kurang 150 orang namun yang bermain regular adalah hanya lebih kurang 60 orang. Di antara 60 orang itu yang dipilih sebagai responden adalah 40 orang yang memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif.
Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang diamati adalah berdasarkan umur, jenis kelamin, kelompok berat badan dan tinggi badan, keparahan merokok menurut indeks brinkman (IB) dan kebiasaan bermain badminton.
Karakteristik sampel pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin adalah sama pada pemain badminton maupun bukan pemain badminton yaitu laki-laki dengan jumlah 40 pemain badminton dan 40 bukan pemain badminton.
(44)
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Umur
Pemain Badminton Bukan Pemain Badminton Umur Frekuensi Persentase
(%)
Frekuensi Persentase (%)
20 7 17,5 9 22,5
21 8 20,0 10 25,0
22 11 27,5 5 12,5
23 9 22,5 9 22,5
24 3 7,5 4 10,0
25 26 27
0 1 1
0 2,5 2,5
3 0 0
7,5 0 0
Total 40 100 40 100
Tabel 5.2. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Umur Tes Normalitas ( Kolmogorov Smirnov)
Umur Statistik Df Sig
(45)
Gambar 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan umur
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa frekuensi karakteristik responden bukan pemain badminton berdasarkan umur yang terbanyak adalah 21 tahun berjumlah 10 sampel (25,0%) sedangkan bagi pemain badminton adalah umur 22 tahun berjumlah 11 sampel (27,5%). Frekuensi karakteristik responden bukan pemain badminton berdasarkan umur yang terkecil adalah 25 tahun berjumlah 3 sampel (7,5%), sedangkan bagi pemain badminton adalah umur 26 tahun dan 27 tahun masing-masing 1 sampel (2,5%). Berdasarkan tabel 5.2, distribusi data sampel berdasarkan umur antara pemain badminton dan bukan pemain badminton berbeda bermakna karena nilai signifikansi adalah 0,000(sig < 0,05).
9 10 5 9 4 3
0 0
0 2 4 6 8 10 12 20 tahun 21 tahun 22 tahun 23 tahun 24 tahun 25 tahun 26 tahun 27 tahun pemain badminton
(46)
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Berat Badan
Pemain Badminton
Bukan Pemain Badminton Berat
Badan(kg)
Frekuensi Persentase (%)
Frekuensi Persentase (%)
41-50 3 7,5 4 10,0
51-60 14 35,0 13 32,5
61-70 16 40,0 16 40,0
71-80 6 15,0 5 12,5
81-90 1 2,5 2 5,0
Total 40 100 40 100
Tabel 5.4. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok Berat Badan
Tes Normalitas ( Kolmogorov Smirnov) Berat Badan Statistik Df Sig
(47)
Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Berat Badan
Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahawa distribusi frekuensi karakteristik sampel bukan pemain badminton dan pemain badminton berdasarkan kelompok berat badan terbanyak masing-masing adalah dari kelompok 61-70 kilogram(kg) yang berjumlah 16 sampel (40,0%), sedangkan distribusi frekuensi sampel berdasarkan kelompok berat badan yang tekecil adalah dari kelompok berat badan 81-90 kilogram(kg) berjumlah 2 sampel (5,0%) dan 1 sampel (2,5%) masing-masing. Berdasarkan tabel 5.4, distribusi data sampel berdasarkan berat badan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton tidak berbeda bermakna karena nilai signifikansi adalah 0,200 (sig > 0,05).
4
13
16
5
2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
41-50 51-60 61-70 71-80 81-90
pemain badminton
(48)
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Tinggi Badan Pemain Badminton Bukan Pemain Badminton Tinggi badan (cm)
Frekuensi Persentase (%)
Frekuensi Persentase (%)
156-160 3 7,5 0 0
161-165 5 12,5 5 12,5
166-170 16 40,0 8 20,0
171-175 7 17,5 14 35,0
176-180 5 12,5 6 15,0
181-185 186-190 190-195 3 1 0 7,5 2,5 0 3 3 1 7,5 7,5 2,5
Total 40 100 40 100
Tabel 5.6. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok Tinggi Badan
Tes Normalitas ( Kolmogorov Smirnov) Tinggi Badan Statistik Df Sig
(49)
Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Tinggi Badan
Karakteristik sampel bukan pemain badminton dan pemain badminton berdasarkan kelompok tinggi badan pada penelitian ini dapat dilihat pada jadual 5.5. Rata-rata sampel bukan pemain badminton mempunyai kelompok tinggi badan 171-175 yang berjumlah 14 sampel (35,0%), manakala sampel pemain badminton mempunyai kelompok tinggi badan 166-170 yang berjumlah 16 sampel (40,0%). Frekuensi nilai terkecil pada sampel bukan pemain badminton adalah kelompok tinggi badan 191-195 yang berjumlah 1 sampel (2,5%) sedangkan nilai terkecil sampel pemain badminton adalah pada kelompok tinggi badan 186-190 yang berjumlah 1 sampel (2,5%). Berdasarkan tabel 5.6, distribusi sampel berdasarkan tinggi badan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton berbeda bermakna karena nilai signifikansi adalah 0,028 (sig <0,05).
0 5
8 14
6
3 3
1
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
pemain badminton
(50)
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kebiasaan Merokok
Pemain Badminton Bukan Pemain Badminton
Kebiasaan merokok
Frekuensi Persentase (%)
Frekuensi Persentase (%)
Merokok 5 12,5 12 30,0
Tidak merokok 35 87,5 28 70,0
Total 40 100 40 100
Gambar 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kebiasaan Merokok
5
35
0 5 10 15 20 25 30 35 40
merokok tidak merokok
pemain badminton
(51)
Berdasarkan tabel 5.7. frekuensi sampel pemain badminton yang merokok adalah sebanyak 5 sampel ( 12,5%) dan yang sisanya tidak merokok dengan jumlah 35 sampel (87,5%). Frekuensi sampel bukan pemain badminton yang merokok adalah 12 sampel (30,0%), sedangkan sisanya tidak merokok berjumlah 28 sampel (70,0%).
5.1.3. Hasil Analisis Data
Tabel 5.8. Perbandingan Kelompok Kapasitas Vital Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton
Pemain Badminton Bukan Pemain Badminton
Kapasitas Vital Paru (%)
Frekuensi Persentase (%)
Frekuensi Persentase (%)
<50 0 0 1 2.5
51-60 2 5.0 10 25.0
61-70 5 12.5 17 42.5
71-80 10 25.0 6 15.0
81-90 13 32.5 3 7.5
91-100 6 15.0 3 7.5
>100 4 10.0 0 0
(52)
Gambar 5.5. Perbandingan Kelompok Kapasitas Vital Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton
Berdasarkan tabel 5.8 dan gambar 5.5, kelompok kapasitas vital paru yang terbesar bagi pemain badminton merupakan 81-90 % berjumlah 13 sampel (32,5%) sedangkan bukan pemain badminton adalah kelompok 61-70% berjumlah 17 sampel (42,5%). Kelompok kapasitas terkecil bagi pemain badminton adalah kurang dari 50% sedangkan bukan pemain badminton lebih dari 100% yang masing-masing tidak ada sampel (0%).
0 5 10 15 20 25
<50 51-60 61-70 71-80 81-90 91-100 >100
bukan pemain badminton
(53)
Tabel 5.9. Rerata Kapasitas Vital Paru pada Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton
Kapasitas Vital Paru
Kebiasaan Olahraga
N Rata-rata Standar Deviasi
Std error mean
Pemain Badminton
40 83,8000 14,56233 2,30251
Bukan Pemain Badminton
40 67,4750 11,97002 1,89263
Gambar 5.6. Rerata Kapasitas Vital Paru pada Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
mean Std deviation
pemain badminton
(54)
Tabel 5.9. menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas vital paru (KVP) pada pemain badminton adalah 83,800 (SD 14,562) dan pada bukan pemain badminton adalah 67,475 (SD 11,970).
Tabel 5.10. Analisis Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan bukan Pemain Badminton
T Df Sig.(2- tailed)
Perbandingan faal paru pemain badminton dan bukan pemain badminton
5,477 78 0,000
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari hasil analisis statistik didapatkan hasil uji t = 5,477 dan p value 0,000 (tepatnya 0,0001). Hal ini berarti faal paru pemain badminton adalah lebih tinggi berbanding bukan pemain badminton.
(55)
5.2 Pembahasan
Sistem respirasi adalah organ yang berperan penting dalam pertukaran gas dan difusi oksigen kedalam darah sewaktu semua jenis aktivitas fisik. Ia merupakan organ yang pertama mengalami perubahan dan adaptasi setelah melakukan olahraga rutin seperti renang, badminton, bola, bersepeda dan lain-lain. Faal paru akan mejadi lebih baik apabila olahraga rutin dilakukan. Setiap jenis olahraga akan mengalami perubahan faal paru dalam kadar yang berbeda. Hal ini karena, intensitas dan keakutan olahraga mempengaruhi kekuatan muskulus respirasi yang mengakibatkan peningkatan volume dan kapasitas paru. (Shetty, 2005)
Penelitan ini mengkaji perbandingan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton. Kapasitas vital paru (KVP) menjadi parameter untuk menilai faal paru setiap sampel. Banyak penelitian telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan hubungan linear antara faal paru dan berbagai jenis olahraga. (Mehrotra et al,1988)
Dari data hasil analisis penelitian dengan uji T independen menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas vital paru pada pemain badminton adalah sebesar 83,80 dengan standar deviasi 14,56. Sementara rata-rata kapasitas vital paru pada pemain bukan badminton adalah lebih rendah daripada pemain badminton yaitu sebesar 67,47 dengan standar deviasi 11,97. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai kapasitas vital paru yang bermakna pada pemain badminton dan bukan pemain badminton. Hasil data ini diperkukuhkan dengan penelitan sebelumnya yang dilakukan oleh Recep Kurkcu yang telah membandingkan perubahan fisiologis pada atlet badminton dan bukan atlet badminton. Ternyata bahwa faal paru atlet badminton lebih besar daripada bukan atlet badminton. (Kurkcu et al, 2009)
Hal ini karena, pemain badminton menggunakan kombinasi metabolisme aerobik dan anaerobik. Penggunaan jenis metabolisme tergantung pada intensitas dan durasi permainan tersebut. (Kerry Ann, 2002). Maka, setiap kali intensitas meningkat sistem anaerobik akan mensuplai energi tetapi metabolisme aerobik berperan dalam
(56)
mensuplai energi supaya pemain dapat bermain untuk durasi yang lama. Chin mengatakan bahwa pemain badminton menggunakan lebih kurang 60-70% metabolisme aerobik sedangkan 30% metabolisme anaerobik. (Chin et al,1995).
Daya aerobik adalah sama dengan konsumsi oksigen maksimal yaitu VO2 max. Daya ini bermaksud jumlah oksigen maksimal yang dapat ditransportasi dan diutilisasi oleh tubuh untuk menghasilkan energi secara aerobik sewaktu melakukan aktivitas intensitas tinggi. Hal ini akan menentukkan kapasitas jantung, paru dan darah dalam mentransportasi oksigen ke muskulus yang terlibat dan utilisasi oksigen oleh muskulus tersebut.(Heyward, 1998). Penelitian sebelumnya oleh Kerry Ann pada tahun 2002 menyatakan bahwa pemain badminton menggunakan muskulus abdominal seperti muskulus rectus abdominis yang berkerjasama dengan muskulus otot tangan dan kaki untuk memproduksi stroke. (Kerry Ann, 2002).Maka, secara langsung hal di atas akan mempengaruhi faal paru pemain badminton secara bermakna. .
Menurut M.Doherty, faal paru perenang adalah lebih besar berbanding dengan olahraga berbasis darat seperti badminton, bola sepak dan bola keranjang. Hal ini karena, perenang menggunakan regangan otot-otot ventilasi sewaktu berenang sehingga meningkatkan keterlibatan otot-otot aksesori pada leher dan dinding dada seperti otot sternocleidomastoideus dan otot rectus abdominis. Maka, terjadi peningkatan tekanan statik maksimal yang akan menambah kemampuan perenang untuk mengembangkan dan mengempiskan paru-parunya.( M. Doherty et al, 1997)
Wong Cho In mengatakan bahawa pemain bola mempunyai kapasitas vital paru yang lebih besar berbanding pelari marathon karena menggunakan mekanisme anaerobik untuk melakukan aksi seperti melompat dan menyepak bola dengan intensitas tinggi. Namun, pemain badminton, perenang dan pemain squash
(57)
Parameter faal paru saling terkait dengan kebiasaan merokok, umur, berat badan, tinggi badan,jenis kelamin dan ras. Hal ini telah dibuktikan melalui beberapa penelitian sebelumnya. Shetty menyatakan faal paru pada wanita dan pria sama sehingga mencapai pubertas. Setelah pubertas, faal paru wanita menurun 10-15% daripada pria karena komposisi lemak tubuh tinggi, massa otot rendah dan kadar hemoglobin rendah.
Penelitian faal paru yang dilakukan oleh Lakhera dan Klain yang membandingkan faal paru antara atlet dari Ladakhi, Dehli, Vanvasi dan Siddhi membuktikan bahwa populasi yang berbeda mempunyai faal paru yang bervariasi. Maka, Lakhera menerangkan bahwa ukuran paru terkait erat dengan genetik, lingkungan dan dan faktor nutrisi. (Lakhera et al, 1984)
Pada penelitian ini, korelasi hubungan antara umur dan kapasitas vital paru kuat. Ternyata semakin tua seseorang itu, semakin rendah nilai kapasitas parunya. Hal ini karena, endurasi dan kekuatan otot respirasi menurun, elastisitas paru menurun dan terjadi peningkatan dari perubahan perfusi-ventilasi (VE/Q) akibat pernafasan meningkat. Oleh itu, ventilasi dan faal paru menurun pada yang lebih tua berbanding yang muda. (Guyton,2006)
Korelasi hubungan antara tinggi badan dan kapasitas vital paru ternyata kuat dalam penelitian ini. Namun, hal ini bertentangan dengan penelitian Kerry Ann dimana tinggi badan tidak begitu mempengaruhi faal paru pemain badminton. Berat badan pula sangat berhubungan dengan faal paru karena komposisi lemak berlebihan akan menurunkan efektivitas sewaktu bermain. (Omosegeard, 1996).
Menurut Tripati, faal paru pada atlet yang merokok dan atlet yang tidak merokok tidak ada perbedaan yang signifikan. Namun, dalam penelitian ini ternyata ada perbedaan yang signifikan antara yang merokok dan yang tidak merokok. Rata-rata kapasitas vital paru bagi pemain badminton yang merokok adalah 76,33% manakala pemain badminton yang tidak merokok adalah 85,12%. Maka, terbukti
(58)
bahwa orang yang merokok mempunyai kapasitas vital paru yang lebih rendah daripada yang tidak merokok. (Tripati, 1988)
Penelitian ini menunjukkan dari 80 orang sampel, 40 orang pemain badminton mempunyai nilai kapasitas vital paru yang lebih tinggi daripada yang bukan pemain badminton. Dari 40 orang pemain badminton, 17 orang mempunyai kapasitas vital paru kurang dari 80% yaitu kapasitasnya buruk sementara dari 40 orang bukan pemain badminton 34 orang mempunyai kapasitas kurang dari 80%. Maka, sudah jelas terbukti bahwa kapasitas sampel pemain badminton lebih tinggi daripada pemain bukan badminton. Hal ini karena, mereka bermain badminton secara rutin minimal 1 minggu sekali.
Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu dijumpai beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini bersifat cross sectional, sehingga memperbesar peluang terjadinya recal bias. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian univariat, yang hanya meneliti antara hubungan bermain badminton dengan nilai faal paru, sehingga banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil.
Berhubungan dengan semua diatas, dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton dengan nilai t = 5,477 dan p
value = 0,0001.(p value < 0,05) yaitu faal paru pemain badminton lebih besar daripada bukan pemain badminton.
(59)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai perbandingan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata pemain badminton berumur 22 tahun dengan 11 sampel manakala bukan pemain badminton berumur 21 tahun dengan 10 sampel 2. Rata-rata berat badan pada pemain badminton dan bukan pemain
badminton adalah dalam kelompok 61-70kg berjumlah 16 sampel masing-masing.
3. Rata-rata tinggi badan pada pemain badminton adalah kelompok 166-170cm berjumlah 16 sampel manakala bukan pemain badminton adalah kelompok 171-175cm berjumlah 14 sampel.
4. Kebiasaan merokok pada pemain badminton adalah sebanyak 5 sampel manakala bukan pemain badminton sebanyak 12 sampel dengan indeks brinkman kurang dari 200.Sisanya, tidak merokok.
5. Rata-rata kapasitas vital paru (KVP) bagi pemain badminton adalah 83,80 dan bagi bukan pemain badminton adalah 67,47.
6. Faal paru pemain badminton lebih besar daripada faal paru bukan pemain badminton.(p value < 0,0001)
(60)
6.2 Saran
1. Bagi peneliti di masa yang akan datang agar dapat lebih mengembangkan penelitian ini dari segi membandingkan olahraga badminton dan jenis-jenis olahraga yang lain untuk membandingkan pengaruh olahraga berlainan terhadap faal paru seseorang.
2. Bagi Dinas kesehatan dan Puskesmas untuk memberikan penyuluhan dan nasehat mengenai kebiasaan olahraga untuk meningkatkan faal paru kepada setiap pasien supaya dapat mengurangi gejala pulmonal dan hidup sehat. Selain itu, dapat dijadikan rekomendasi dalam rehabilitasi fungsi paru penderita penyakit paru untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 3. Bagi masyarakat untuk bermain badminton secara rutin untuk
meningkatkan faal paru serta meningkatkan kualitas hidup sehingga terhindar dari penyakit paru.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
Ganong W.F., 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. USA: McGraw Hill Companies
Willmore J.H., Costill D.L, and Kenney W.L, 1999.Physiology of Sports and Exercise. 2nd ed. USA : Human Kinetics
Braunwald, E., Fauci, A.S., Isselbacher, K.J., Wilson, J.D., Martin, J.B., Kasper, D.L., et al, 2001. Harrison's Principles of Internal Medicine. Philadelphia: McGraw-Hill
Syaifuddin, H., 2002. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta : Widya Medika.
Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Jakarta: Rineka Cipta, 79-93.
Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran.Jakarta : Bamboedoea Communication.
Sastroasmoro, S. and Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga. Jakarta : CV Sagong Seto.
Sopiyudin, D.M., 2010. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang kedokteran dan Kesehatan: Jakarta: CV Sagong Seto
(62)
Sugono, D., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Silvie, J.R., 2010. Sejarah Bulutangkis di Indonesia dan Sejarah Berdirinya PBSI.
Available from : http:// sejahterabadminton. wordpress. com/ 2010/ 09/08 sejarah bulutangkis- di-indonesia- dan- sejarah- berdirinya-pb-pbsi/. [Accesed : 7 Mei 2011]
Setyawan,H., 2009. Olahraga bulutangkis di Indonesia dari lokal ke internasional tahun 1928-1958. Perpustakaan Universitas Indonesia. Available from : http:// www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp?id=127363.. [ Accesed : 7 Mei 2011)
Wong Cho In, 2009. Selected Physiology Profile of The First Division Footbal Players in Hong Kong. Available from : http://libproject.hkbu.edu.hk/trsimage /hp/07002505.pdf [Accesed : 6 Mei 2011]
Timothy, J.B., and Perillo, I., 2004. An Approach to Interpreting Spirometry.
American Academy of Family Physician. Available from : http://www.aafp.org/afp/2004/0301/ p1107. html. [ Accesed : 23 April 2011]
Shetty, D.P., 2005. A Comparritive Study of Pumonary Function Test Between Athletes and Nonathletic Student. Available from : http://119.82.96.197/gsdl/
collect /disserta/index/assoc/...dir/doc.pdf - [Accesed : 4 March 2011]
Olufeyi, A.A., and Arogundade, O., 2002. The effect of Chronic Exercise on Lung Function and Basal Metabolic Rate in Some Nigerian Athletes. African Journal of Biomedical Research, 5(1-2) : 9-11
(63)
Lakhera, S.C., Kain, T.C., and Bandopadhyay, P., 1994. Lung Function in Middle Distance Adolescents runners. Indian Journal of Physiol Pharmacol , 38 (2) : 117-120
Mandal M.B., DE, A.K., and Kumar, S., 2007. Decline in Respiratory Performance of Varansi Population in 22 years. Indian Journal Physiol Pharmacol. 51(3) : 249 – 254.
Doherty, M., and Dimitriou, L., 1997. Comparison of Lung Volume in Greek Swimmers, land based athletes, and Sedentary Controls Using Allometric Scaling. British Journal Sports Medicine. 31 : 337 – 341.
Blonshine, 2000. "Spirometry: Asthma and COPD Guidelines Creating Opportunities for RTs." AARC Times : 43-7.
Lieshout, Kerry Ann Van, 2002. Physiologycal Profile of Elite Junior Badminton Players in South Africa. Available from : http://hdl.handle.net/10210/1345 [Accesed : 5 November 2011]
Ghosh A.K., Ahuja and Khanna G.L.,1986. Pulmonary Capacities of Different Groups of Sportsmen in India. British Journal Sports Medicine. 19 : 232-234
Kurkcu R., Afyon Y.A., Yaman C., and Ozdag S., 2009. Comparison of Some Physical and Physiologic Properties of Soccer Players and Badminton Players of 10-12 Years Old Group.International Journal of Human Sciences. 6 : 1
(64)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sugunaa Devi Nagarajoo Tempat / Tanggal Lahir : Kuala lumpur/ 25 Januari 1988 Agama : Hindu
Alamat : Jalan Sawi, no 18, Priggan, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sijil Pelajaran Malaysia (SPM)
2. Sijil Tinggi Pelajaran Malaysia (STPM) 3. Foundation In Science (FIS)
Riwayat Pelatihan : -
Riwayat Organisasi : 1. Pengawas Pusat Sumber Sekolah
2. Bendahari Kelab Bahasa Inggeris Sekolah 3. Setiausaha Kelab Badminton Sekolah
(65)
LEMBAR PENJELASAN KEPADA
CALON SUBJEK PENELITIAN
Dengan hormat,
Saya Sugunaa Devi Nagarajoo, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Perbandingan Faal Paru pada Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton ”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perngaruh olahraga terhadap faal paru seseorang.. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui kapasitas vital paru dan mengetahui apakah ada kelainan paru.
Saya akan melakukan eksperimen dengan menggunakan spirometri di mana saudara/i harus menarik napas dengan maksimum dan menghembus napas ke alat spirometri. Hasil akan diintepretasi oleh komputer spirometri.
Partisipasi Saudara/i bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Indentitas pribadi Saudara/i sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Saudara/i tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Saudara/i dapat langsung menanyakan kepada Saya sebagai peneliti.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Saudara/i menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.
Medan,………...2011 Peneliti,
(1)
4S 24 175 70 TIDAK BERMAIN BADMINTON 56 merokok 3B 25 172 71 TIDAK BERMAIN BADMINTON 67 tidak merokok 4J 24 177 61 TIDAK BERMAIN BADMINTON 67 tidak merokok 4C 25 178 70 TIDAK BERMAIN BADMINTON 64 tidak merokok 1G 23 170 51 TIDAK BERMAIN BADMINTON 66 tidak merokok 3R 22 160 50 TIDAK BERMAIN BADMINTON 61 merokok 2R 22 168 70 TIDAK BERMAIN BADMINTON 60 tidak merokok 5A 23 171 58 TIDAK BERMAIN BADMINTON 77 tidak merokok 1J 21 176 60 TIDAK BERMAIN BADMINTON 75 tidak merokok 1C 20 165 65 TIDAK BERMAIN BADMINTON 73 tidak merokok 4Q 23 167 60 TIDAK BERMAIN BADMINTON 70 tidak merokok 2B 20 171 63 TIDAK BERMAIN BADMINTON 85 tidak merokok 1M 20 185 60 TIDAK BERMAIN BADMINTON 89 tidak merokok 4W 22 170 63 TIDAK BERMAIN BADMINTON 95 tidak merokok 1N 20 165 65 TIDAK BERMAIN BADMINTON 92 tidak merokok 2E 21 170 55 TIDAK BERMAIN BADMINTON 62 merokok 5C 22 167 64 BERMAIN BADMINTON 129 tidak merokok 3I 20 166 61 BERMAIN BADMINTON 106 tidak merokok 5G 20 173 73 BERMAIN BADMINTON 109 tidak merokok 5F 20 161 55 BERMAIN BADMINTON 110 tidak merokok 4T 23 175 65 BERMAIN BADMINTON 90 tidak merokok 1W 22 178 72 BERMAIN BADMINTON 93 tidak merokok 1H 21 168 65 BERMAIN BADMINTON 94 tidak merokok 3X 20 170 70 BERMAIN BADMINTON 94 tidak merokok 1Q 24 175 69 BERMAIN BADMINTON 98 tidak merokok 5I 24 185 60 BERMAIN BADMINTON 99 tidak merokok 10A 21 170 65 BERMAIN BADMINTON 79 merokok
(2)
1V 22 179 55 BERMAIN BADMINTON 82 tidak merokok 1S 22 179 55 BERMAIN BADMINTON 83 merokok 1F 20 173 58 BERMAIN BADMINTON 83 tidak merokok 2Y 20 173 68 BERMAIN BADMINTON 84 tidak merokok 2A 22 174 63 BERMAIN BADMINTON 84 tidak merokok 2N 22 169 69 BERMAIN BADMINTON 58 tidak merokok 4B 23 170 60 BERMAIN BADMINTON 59 merokok 2P 21 165 55 BERMAIN BADMINTON 69 tidak merokok 4K 26 177 72 BERMAIN BADMINTON 68 tidak merokok 2W 23 169 60 BERMAIN BADMINTON 64 tidak merokok 3S 22 159 55 BERMAIN BADMINTON 66 tidak merokok 2D 21 168 64 BERMAIN BADMINTON 68 tidak merokok 4G 23 160 50 BERMAIN BADMINTON 83 tidak merokok 3W 22 160 60 BERMAIN BADMINTON 79 tidak merokok 2M 21 183 75 BERMAIN BADMINTON 79 tidak merokok 10C 20 170 65 BERMAIN BADMINTON 77 tidak merokok 10B 21 170 65 BERMAIN BADMINTON 75 tidak merokok 4V 23 171 60 BERMAIN BADMINTON 79 tidak merokok 2T 21 169 57 BERMAIN BADMINTON 74 merokok 3Y 21 168 63 BERMAIN BADMINTON 74 tidak merokok 1B 22 170 70 BERMAIN BADMINTON 71 tidak merokok 4Z 23 165 45 BERMAIN BADMINTON 86 tidak merokok 1Y 22 185 78 BERMAIN BADMINTON 87 merokok 4N 24 166 70 BERMAIN BADMINTON 88 tidak merokok 2V 23 163 50 BERMAIN BADMINTON 89 tidak merokok 4R 23 170 60 BERMAIN BADMINTON 86 tidak merokok 10D 22 165 52 BERMAIN BADMINTON 76 merokok
(3)
HASIL OUTPUT UJI T INDEPENDENT PERBANDINGAN FAAL PARU
PEMAIN BADMINTON DAN BUKAN PEMAIN BADMINTON
Group Statistics
Kebiasaan Berolahraga
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Mean
KVP
Bermain Badminton
40
83.8000
14.56233
2.30251
Tidak Bemain Badminton
40
67.4750
11.97002
1.89263
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper KVP Equal
variance s
assumed
.762 .385 5.477 78 .000 16.32500 2.98053 10.3912 2
22.25878
Equal variance
5.477 75.183 .000 16.32500 2.98053 10.3877 1
(4)
HASIL OUTPUT DISTRIBUSI NORMAL DATA BERDASARKAN UMUR
Descriptives
Statistic Std. Error
umur Mean
22.00
.176
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound
21.65
Upper Bound
22.35
5% Trimmed Mean
21.90
Median
22.00
Variance
2.481
Std. Deviation
1.575
Minimum
20
Maximum
27
Range
7
Interquartile Range
2
Skewness
.658
.269
Kurtosis
.273
.532
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
aShapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
umur
.162
80
.000
.918
80
.000
(5)
HASIL OUTPUT DISTRIBUSI NORMAL DATA BERDASARKAN BERAT
BADAN
Descriptives
Statistic Std. Error
BB
Mean
63.5000
1.00882
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound
61.4920
Upper Bound
65.5080
5% Trimmed Mean
63.2639
Median
63.0000
Variance
81.418
Std. Deviation
9.02318
Minimum
45.00
Maximum
85.00
Range
40.00
Interquartile Range
13.00
Skewness
.279
.269
Kurtosis
-.175
.532
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
aShapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
BB
.076
80
.200
*.980
80
.249
a. Lilliefors Significance Correction
(6)