BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani kehidupan, seorang manusia memiliki kodrat-kodrat yang harus dijalaninya. Kodrat tersebut antara lain lahir, menikah dan meninggal dunia.
Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia dibekali dorongan untuk menarik perhatian lawan jenisnya guna mencari pasangan hidupnya. Manusia mulai
mencari pasangannya diawali dari masa pubertas yaitu suatu masa awal ketertarikan dengan lawan jenis yang berawal dari usia sekitar 12,5 – 14,5 tahun pada perempuan
dan 14 – 16,5 tahun pada laki-laki Hurlock, 1980. Masa berikutnya adalah masa pacaran dan diakhiri dengan masa pernikahan.
Menurut teori perkembangan, masa usia menikah adalah saat usia dewasa awal yaitu 20-40 tahun Papalia, Olds Feldmann, 1998 atau usia 18-40 tahun Hurlock,
1980. Dengan kata lain, masa dewasa awal merupakan masa dimana seorang individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari Havighurst dalam Hurlock, 1990 yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi karakteristik masa dewasa awal adalah
mulai memilih pasangan hidup dan mulai bekerja. Hurlock 1990 menambahkan bahwa masa dewasa awal merupakan masa bermasalah karena pada masa dewasa
awal banyak masalah yang ditimbulkan oleh penyesuaian diri terhadap hal-hal yang
Ika Sari Dewi : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja, 2006
USU Repository © 2006
berkaitan dengan persiapan pernikahan dan juga karir. Artinya, karir dan persiapan menuju kehidupan pernikahan adalah dua tugas penting yang hadir di waktu yang
bersamaan. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa selain menikah dan membina
kehidupan berkeluarga, tugas perkembangan lainnya yang dihadapi oleh individu dewasa awal adalah bekerja dan berkarir. Hal ini berarti bahwa semua individu
dewasa awal dituntut untuk bekerja, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila hampir sebagian besar individu dewasa awal
berkecimpung dalam dunia kerja, baik laki-laki maupun wanita. Abad 21 dicirikan dengan persaingan di dunia kerja dan peluang tersebut
sangat terbuka bagi para wanita Bhatnagar Rajadhyaksha, 2001. Hal ini dipengaruhi oleh semakin tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para
wanita. Pendidikan dipergunakan sebagai salah satu ukuran dari tingkat kemampuan sumber daya manusia yang menjadi bekal dalam memasuki lapangan pekerjaan
dalam Indikator Sosial Wanita Indonesia, 1999. Seiring dengan tingginya tingkat pendidikan dewasa ini, banyak wanita usia dewasa awal memasuki dunia
profesionalisme dengan bekerja. Peran pendidikan terhadap aspirasi untuk bekerja ditambahkan Papalia, Olds Feldman 1998 dengan menyatakan bahwa individu
yang berpendidikan tinggi jarang menjadi pengangguran dibandingkan berpendidikan rendah.
Ika Sari Dewi : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja, 2006
USU Repository © 2006
Banyaknya wanita yang bekerja setelah mereka menyelesaikan pendidikan tingginya, membawa akibat bagi tugas perkembangan lain. Semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dijalani, semakin berambisi pula para wanita untuk menjadi pekerja. Hal ini meningkatkan komitmen terhadap karir dan penundaan terhadap pernikahan
Betz, 1993; Spain Bianchi, 1996. Namun demikian, Bridges 1997 mengatakan meskipun banyak wanita bekerja yang menunda untuk menikah, mereka tetap
memiliki keinginan untuk membuat suatu komitmen pernikahan dalam hidup. Bagi wanita, bekerja merupakan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri.
Bekerja memungkinkan seorang wanita mengekspresikan dirinya sendiri dengan cara yang kreatif dan produktif untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan
kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif. Melalui bekerja, wanita berusaha
menemukan arti dan identitas dirinya, dan pencapaian tersebut mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan Rini, 2002.
Disamping kebutuhan aktualisasi diri, wanita bekerja di luar rumah diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka Rini, 2002.
Kebutuhan finansial ini berkaitan dengan kesiapan sosial ekonomi sebelum memasuki pernikahan Walgito, 2000. Hal ini diperkuat oleh Smock 2003 bahwa
faktor sosial ekonomi menjadi faktor yang diharapkan wanita dalam pernikahan. White Rogers 2000 mengatakan bahwa wanita yang telah bekerja sebelum
menikah biasanya akan terus melanjutkan bekerja setelah ia menikah karena
Ika Sari Dewi : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja, 2006
USU Repository © 2006
kontribusi wanita dalam hal pendapatan keluarga menjadi hal penting yang dapat meningkatkan keutuhan rumah tangga.
Fenomena yang berkembang di masyarakat banyak wanita bekerja yang belum menikah merasa ragu dan bimbang tentang kesuksesan mereka memasuki kehidupan
berumah tangga. Kecenderungan yang terjadi adalah penundaan pernikahan.
B. Permasalahan