Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam Dan Hubungannya Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani (Kasus: Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

(1)

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA NILAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK

SOSIAL EKONOMI PETANI

(Kasus: Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

SKRIPSI

JONRI SUHENDRA S 040309001

SEP/PKP

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA NILAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK

SOSIAL EKONOMI PETANI

(Studi Kasus:Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

SKRIPSI

JONRI SUHENDRA S 040309001

SEP/PKP

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Ir. Yusak Maryunianta.MSi) (Ir. M. Jufri. MSi)

Ketua komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang

peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat

ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup dan bekerja

pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian

(Mubyarto, 1994 : 12).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor

pertanian. Keadaan seperti ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang

disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi dilapangan dalam

mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa (Husodo,

Siswono Yudo, dkk, 2004 : 22-23).

Tanaman nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak atsiri yang cukup penting peranannya dalam menghasilkan

devisa. Dalam perdagangan dunia, minyak nilam dikenal dengan nama Patchouly

oil. Minyak nilam bersama dengan 14 jenis minyak atsiri lainnya adalah komoditi

ekspor yang menghasilkan devisa.. Volume ekspor minyak atsiri dari tahun ke

tahun selalu mengalami peningkatan, tahun 2001 mencapai 5080 ton dan nilai US


(4)

pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan dunia berkisar

1200 ton per tahun dari pertumbuhan sebesar 5 % (Mauludi, 2005 : 1).

Tanaman nilam (Pogostemon cablin, Benth) salah satu komoditas

penghasil minyak atsiri yang merupakan komoditas ekspor tradisional yang sudah

lama dikenal di Indonesia. Nama nilam yang masih dipakai sampai sekarang

merupakan singkatan dari Nederlandch Indischc Landbouw Maatchappij yang

dahulunya melakukan penyulingan minyak atsiri patchouli plant di daerah Aceh

(Aninomous, 2006).

Kini budidaya nilam sudah menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia

yaitu Pulau Sumatera (D.I.Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan

Lampung) dan pulau Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Areal yang terluas

adalah Daerah Istimewa Aceh, terutama di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara. Di

Sumatera Utara penyebaran areal terdapat di beberapa kabupaten yaitu Nias,

Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi, Pakpak Bharat dan

beberapa daerah lainnya.

Minyak nilam merupakan bahan baku yang penting untuk industri

wewangian, kosmetika dan sering juga digunakan sebagai bahan campuran

pembuatan kompon. Minyak nilam mempunyai sifat yang sukar tercuci, sukar

menguap dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, dapat larut dalam alkohol.

Karena sifat-sifat inilah minyak nilam merupakan sebagai fiksatif (unsur

pengikat) untuk industri wewangian (Santoso, 1990 :23).

Kabupaten Pakpak Bharat adalah kabupaten yang cocok untuk

ditingkatkan budidaya nilam. Dimana kabupaten Pakpak Bharat sekarang fokus


(5)

Pemerintah kabupaten Pakpak Bharat terus berupaya untuk memberikan

motivasi untuk mengelola lahan tidur yaitu lahan kosong yang tidak di

budidayakan oleh manusia, memfasilitasi berbagai bantuan baik bantuan tingkat

Propinsi maupun bantuan tingkat Nasional. Mendatangkan Tenaga Ahli pada

pengolahan nilam, memberdayakan PPL, membangun Unit Pengolah Nilam

sebanyak 4 unit yang ditetapkan di Desa Lae Merempat, Desa Tanjung Meriah

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Desa Perduhapen Kecamatan Kerajaan dan

Desa Kuta Tinggi Kecamatan Salak, bekerjasama dengan IPB dan ITB dalam

peningkatan mutu. Menjalin kerjasama dengan Eksportir dalam menjual produk

minyak nilam ke luar negeri.

Program budidaya dimulai pada bulan Agustus 2006 dengan menyediakan

1 juta bibit tahap pertama kepada para petani nilam. Seluruh proses pembuatan

dan penyediaan bibit dilakukan oleh suatu tim secara lokal dengan

memberdayakan para petani setempat. Tim tersebut dikenal dengan Tim Nilam

yang terdiri dari tujuh orang ahli dan pemerhati nilam dari Kuningan, Jawa Barat.

Tim nilam dipimpin oleh almarhum Bapak Syamsudin (18 Juni 2007). Tim tidak

hanya terbatas kepada penyediaan bibit saja, akan tetapi juga berfungsi sebagai

penyuluh di lapangan mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan

penanaman/budidaya nilam hingga ke hal-hal yang berhubungan dengan pasca

panen/penyulingan.

Penyediaan 1 juta bibit kedua ditambahkan pada akhir tahun 2006 untuk

area seluas 50 hektar sehingga total area penanaman dengan program yang

pertama menjadi 100 hektar. Dari 2 juta tanaman, diharapkan dapat dihasilkan


(6)

dalam jumlah tersebut, pemerintah kabupaten Pakpak Bharat menyediakan dua

unit penyulingan minyak terbuat dari bahan stainless steel dengan kapasitas

masing-masing unitnya adalah 60 kg. Pada tahun 2006, pemerintah kabupaten

Pakpak Bharat menerima bantuan dari Departemen Perindustrian sebanyak tiga

unit penyulingan modern yang juga terbuat dari bahan stainless steel dengan

kapasitas penyulingan masing-masing sebesar 120 kg.

Budidaya tanaman nilam di Kabupaten Pakpak Bharat telah lama

diusahakan. Namun demikian, perkembangan pola dan teknologi budidaya serta

teknologi pengolahan minyak nilam masih diusahakan secara tradisional. Animo

masyarakat terhadap budidaya tanaman nilam sangat dipengaruhi oleh tingkat

harga minyak nilam di pasaran lokal. Saat harga minyak nilam naik (tinggi),

hampir seluruh petani memiliki lahan budidaya tanaman nilam, demikian pula

sebaliknya.

Dengan demikian stabilitas ketersediaan minyak nilam sangat fluktuatip.

Kondisi seperti ini ditimbulkan oleh belum banyaknya arus teknologi yang

diterima para petani baik di bidang budidaya tanaman nilam maupun teknik

pengolahan minyak nilam serta belum tersedianya jaminan pasar.

Guna menghadapi persaingan produksi minyak nilam di Indonesia,

diperlukan efisiensi dalam budidaya tanaman nilam. Perbaikan teknik budidaya

serta adopsi teknologi tepat guna dalam pengolahan minyak nilam merupakan

salah satu solusi dalam peningkatan produksi minyak nilam di daerah Pakpak

Bharat. Dalam mewujudkan hal tersebut juga diperlukan peningkatan kemampuan

sumberdaya manusia, dari mulai petani, pengelola unit pengolahan hasil, hingga


(7)

Penggunaan minyak nilam dalam industri-industri ini karena sifatnya yang

fiksative terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat

mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi.

tanaman yang berumur produktif selama 1-2 tahun. Panen pertama dapat

dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam, dan panen selanjutnya dilakukan

setiap 3-4 bulan sekali. Setelah 1,5 tahun tanaman nilam memerlukan peremajaan

(Aninomous, 2005).

Tabel berikut akan menunjukkan data mengenai luas lahan dan produksi

nilam di Kabupaten Pakpak Bharat.

Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Tanaman Nilam Menurut Kecamatan di Pakpak Bharat Tahun 2006

No Kecamatan Luas ( Ha ) Produksi (ton )

1 Salak 25,10 1,1

2 STTU Jehe 104 2,64

3 Pagindar 3 0,60

4 STTU Julu 7 0,70

5 Pangetteng-eteng

sengkut

5 0,50

6 Kerajaan 10 1,50

7 Tinada 1 0,30

8 Siempat Rube 5 1,20

Total 160,1 8,54

Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara, Pakpak Bharat Dalam Angka 2007

Areal budidaya tanaman nilam saat ini dikonsentrasikan di Kecamatan

Sitellu Tali Urang Jehe dan Salak. Kondisi geografis Pakpak Bharat sangat cocok


(8)

pemerintah daerah sangat memberi perhatian lebih dalam pengembangan nilam.

Program pengembangan budidaya nilam di daerah Pakpak Bharat sangat

memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan dari masyarakat itu sendiri.

Tabel 2 Luas Tanaman dan Produksi Perkebunan Nilam Menurut Desa di Kecamatan Pakpak Bharat Tahun 2006

No Nama Desa Luas Area (Ha) Produksi (Ton)

1 Kaban Tengah 19 0.4

2 Bandar Baru 16 0.3

3 Tanjung Meriah 23 0.6

4 Tanjung Mulia 6 0.15

5 Simberuna 25 0.5

6 Perolihen 3 0.2

7 Maholida 4 0.13

8 Perjaga 1 0.1

9 Malum 4 0.25

10 Mbinalun 3 0.2

Jumlah 104 2.64

Sumber:Dinas Pertanian Pakpak Bharat, STTU Jehe Dalam Angka 2007

Dari tabel diatas dapat bahwa Desa Tanjung Meriah adalah penghasil

nilam terbesar di Kecamatan STTU jehe dengan luas lahan 23 Ha dan produksi

0.6 ton dibandingkan dari desa lain yang berada di Kecamatan STTU Jehe.

Dari semua statistik yang didasarkan atas rangking (jenjang), koefisien

korelasi rank Spearman adalah yang paling awal dikembangkan dan mungkin

yang paling dikenal dengan baik hingga kini.Statistik ini, kadang-kadang disebut


(9)

diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga obyek-obyek atau

individu-individu yang dipelajari dapat dirangking dalam rangkaian berurut

(Siegel, 1997 :250).

Untuk menghitung rs, buatlah daftar N subyek, di dekat catatan tiap

subyek, camtumkanlah ranking-Nya untuk variabel X dan ranking-Nya untuk

variabel Y (Siegel, 1997 :253).

Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat adopsi petani

terhadap teknologi budidaya nilam di Desa Tanjung Meriah sebagai salah satu

wilayah dikembangkannya teknologi nilam di Kecamatan STTU Jehe Kabupaten

Pakpak Bharat. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat adopsi petani

terhadap teknologi nilam yang terjadi didaerah penelitian, karena nilam marak

dikembangkan, dimana komoditas ini dapat meningkatkan pendapatan petani dan

masih tetap dibudidayakan sampai sekarang meskipun terjadi fluktuasi harga

minyak nilam dan tidak adanya jaminan harga yang pasti dari pemerintah.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah teknologi budidaya nilam di daerah penelitian telah sesuai dengan

yang dianjurkan PPL ?

2. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya nilam di

daerah penelitian ?

3. Apakah ada hubungan antara karateristik sosial ekonomi (umur, tingkat

pendidikan, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah

tanggungan) petani dengan tingkat adopsi terhadap budidaya nilam di


(10)

4. Masalah-masalah apa yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi

budidaya nilam di daerah penelitian?

5. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang

dihadapi dalam mengadopsi teknologi bididaya nilam di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun diadakannya tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah budidaya nilam di daerah penelitian telah

mengikuti teknologi yang dianjurkan oleh PPL.

2. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya

nilam di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat

pendidikan, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah

tanggungan) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi

budidaya nilam di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi

teknologi budidaya tanaman nilam di daerah penelitian.

5. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah

yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi budidaya nilam di


(11)

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan

kebijakan dalam peningkatan produksi usaha tani nilam.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan

petani dalam menerapkan teknologi secara efektif dan penyuluh bertindak sebagai

jembatan dan sekaligus penghantar teknologi. Teknologi disini maksudnya adalah

teknologi pertanian yang berarti cara-cara bagaimana penyebaran benih,

pemeliharaan tanaman, memungut hasil serta termasuk pula benih pupuk,

obat-obatan, pemberantasan hama, alat-alat, sumber tenaga kerja dan kombinasi

jenis-jenis usaha oleh para petani sebagai fungsinya selaku pengelola untuk mengambil

keputusan (Suhardiyono, 1992 : 21 ).

Pada dasarnya prilaku petani sangat di pengaruhi oleh pengetahuan,

kecakapan, dan sikap mental petani itu sendiri. Dengan digiatkannya penyuluhan

pertanian diharapkan akan terjadi perubahan-perubahan terutama pada perilaku

serta bentuk-bentuk kegiatanya seiring dengan terjadinya perubahan cara

berpikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mental yang lebih terarah

dan lebih menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarganya maupun

lingkunganya (Slamet , 2003 : 21).

Tingkat adopsi dipengaruhi oleh persepsi petani tentang ciri-ciri inovasi

dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi didalam pengelolaan pertanian dari

keluarga petani. Inovasi biasanya di adopsi dengan cepat karena :

− Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani.


(13)

− Kompleksitas / tidak rumit − Dapat dicoba

− Dapat diamati

(Van den Ban dan Hawkins, 2003 : 129 ).

Inovasi adalah suatu gagasan melukiskan objek yang dianggap sebagai

sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir

(Van den Ban dan Hawkins, 2003 : 125 ).

Kecepatan setiap petani dalam menerapkan inovasi ataupun teknologi baru

tidak sama, ada yang lambat dan ada yang cepat. Melalui penyuluhan pertanian

dapat di bedakan beberapa golongan petani antara lain :

1. Inovator

2. Penerap inovasi teknologi lebih dini (early adopter)

3. Penerap inovasi teknologi lebih awal (early mayority)

4. Penerap inovasi teknologi lebih akhir (late mayority)

5. Penolak teknologi inovasi (laggard) (Kartasapoetra , 1994 : 27-28).

Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi

Indonesia, karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang

cukup mendatangkan devisa negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam

mempunyai prospek yang baik, karena dibutuhkan secara kontinu dalam industri


(14)

Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut,

daunnya halus bagai beledru dan agak membulat lonjong, serta warnanya agak

pucat. Saat berumur lebih dari 6 bulan, ketinggian tanaman nilam dapat mencapai

2-3 kaki atau sekitar 60-90 cm dengan radius cabang sekitar 60 cm. Nilam

termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herba lainnya. Tanaman ini

memerlukan suhu yang panas dan lembab. Selain itu, nilam juga memerlukan

curah hujan yang merata dalam jumlah cukup. Tinggi tempat yang ideal yaitu

10-400 m diatas permukaan laut. Sementara pada ketinggian 700-2000 m dpl, nilam

masih dapat tumbuh, tetapi kadar rendaman minyaknya tidak sebagus di dataran

rendah. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki 5,5-6,5 dan tidak boleh tergenang

air (Mangun, 2006, 14-15).

Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh

dan berkembang di Indonesia. Namun, nilam Aceh lebih dikenal dan telah

ditanam secara meluas. Secara garis besar, jenis nilam ada 3 yaitu :

1. Nilam Aceh ( Pogostemon cablin Benth atau Pogostemon patchouli )

Nilam Aceh merupakan tanaman standar ekspor yang direkomendasikan

karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak daun keringnya tinggi,

jenis ini tidak berbunga, daun berbulu halus yaitu 2,5-5 % dibandingkan dengan

jenis lain.

Nilam Aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir di

seluruh wilayah Aceh. Saat ini, hampir di seluruh wilayah Indonesia


(15)

2. Nilam Jawa ( Pogostemon heyneatus Benth )

Nilam Jawa disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal dari India dan

masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di wilayah Pulau Jawa.

Jenis tanaman ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5-1,5 %. Jenis

daun dan rantingnya tidak memiliki bulu-bulu halus dan ujung daunnya agak

meruncing.

3. Nilam sabun ( Pogostemon hortensis Backer )

Jenis tanaman ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5 %-1,5%.

Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan dihasilkannya tidak

baik sehingga minyak dari jenis nilam ini tidak memperoleh pasaran dalam bisnis

minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak

direkomendasikan sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya

relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma yang dimiliki keduanya berbesa dengan

nilam aceh dan komposisi kandungan minyaknya tidak baik (Mangun, 2006 :

16-18).

Tujuan utama penanaman nilam adalah diambil daunnya. Waktu panen

daun pertama adalah saat tanaman berumur 6-8 bulan. Selanjutnya panen

dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Dengan pengelolaan budidaya secara intensif,

maka hasil daun rata-rata per tahun dapat mencapai produksi sebagai berikut.

Tahun pertama sekitar 7.000 kg daun nilam kering, tahun kedua sekitar 8.500 kg,

tahun ketiga kurang lebih 9.500 kg, tahun keempat turun menjadi 8.500 kg dan

tahun ke lima hanya sekitar 6.000 kg daun nilam kering (Lutony dan Rahmayati,


(16)

Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal dengan nama

patchouli oil. Standar minyak nilam yang diberlakukan di Indonesia sebagai

berikut:

Karakteristik Warna Berat

jenis (25o)

Indeks bias Putaran optik Kelarutan dalam alcohol (90%) Bilangan asam Bilang an ester

SNI Kuning

muda sampai coklat tua 0,943-0,983 1,506-1,516

(-47)-(-66) 1:10 larut dan jernih

Maks 5,0 Maks 10,0

EOA

0,950-0,975

1,570-1,575

(-48)-(-65) 1:10 larutan jernih

Maks 5,0 Maks 20,0

(Lutony dan Rahmayati, 2002, 88).

2.2 Landasan Teori

Besarnya perhatian dan keyakinan pemerintah Indonesia akan pentingnya

sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam membangun pertanian

di negara ini. Segala sarana dan prasarana pertanian disediakan, demikian pula

segala kemudahan bagi petani, termasuk berbagai bentuk subsidi. Guna mencapai

peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan, dan para petani perlu

mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama

ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju (Slamet, 2003 : 14 ).

Pelaksanaan penyuluh menerapkan anjuran yang disampaikan oleh

penyuluh lapangan, terdapat suatu proses yang disebut dengan proses penerimaan

dan proses adopsi terhadap teknologi baru. Dalam penerimaan teknologi baru


(17)

terhadap teknologi tidaklah sama tergantung pada sikap dan kondisi

masing-masing petani pada saat teknologi diperkenalkan kepada mereka.

Teknologi yang diterapkan dalam mendukung pembangunan pertanian

Indonesia merupakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, peningkatan

mutu dan diversifikasi produk olahan di sektor hilir, baik itu untuk skala kecil,

menengah, maupun besar.

Untuk sampai taraf yakin dan mau menerapkan teknologi biasanya petani

melalui tahap-tahap dari proses adopsi seperti berikut ini

Sadar dan Tahu ( Awareness )

Minat (Interesting )

Penilaian (Evaluation)

Percobaan (Trial)

Adopsi (Adoption)

(Van den Ban dan Hawkins, 2003 : 125 )

Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang digunakan

dalam industri parfum, sabun dan kosmetika disamping itu juga dapat digunakan

sebagai bahan pembuatan pestisida nabati. Sedangkan limbah sisa dari hasil

penyulingan yang jumlahnya berkisar 40-50 % dari bahan baku dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk

tanaman atau mulsa. Selanjutnya air sisa hasil penyulingan minyak nilam setelah

dipekatkan masih dapat dimanfaatkan sebagai aroma terap


(18)

petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usaha taninya. Hal ini biasanya

di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Umur petani

Makin muda petani biasanya mempunyai semagat untuk ingin tahu apa

yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha

untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka

belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut.

2. Pengalaman bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih muda menerapkan inovasi

dari pada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih

banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil

keputusan.

3. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan

menanamkan sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek

pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah

relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi. Tingkat pendidikan yang

rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi, sehingga sikap mental

untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pertanian kurang.

4. Total pendapatan

Adalah jumlah pendapatan bersih yang diterima dari usahatani serta non


(19)

5. Luas pemilikan lahan

Petani yang mempunyai lahan yang luas adalah lebih muda menerapkan

inovasi dari petani yang memiliki lahan sempit, hal ini dikarenakan

keefisienan dalam penggunaan sarana produksi.

6. Jumlah Tanggugan

Banyaknya jumlah tanggungan keluarga, akan mendorong petani untuk

melakukan banyak kegiatan/aktifitas terutama dalam upaya mencari dan

menambah pendapatan keluarga.

(Ginting.M, 2002).

2.3 Kerangka Pemikiran

Usaha tani nilam merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang di

usahakan dan dikelola petani, nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri,

karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup

mendatangkan devisa negara.

Dalam budidaya nilam diperlukan penerapan teknologi, sehingga adopsi

teknologi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide atau alat

alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi lewat penyuluhan

penyuluhan pertanian.

Dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman nilam, ada

beberapa komponen teknologi budidaya yang dapat diterapkan petani.

Komponen-komponen tersebut adalah varietas, pembibitan, penanaman, jarak


(20)

Tinggi rendahnya penerapan teknologi nilam (adopsi teknologi) di

pengaruhi oleh beberapa faktor sosial ekonomi petani seperti umur, tingkat

pendidikan, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan.

Pada akhirnya suatu teknologi diterapkan atau tidak diterapkan terletak

pada petani itu sendiri, apakah tingkat adopsinya tinggi, sedang, atau rendah

terhadap teknologi baru tersebut. Bila dalam dirinya ada kesadaran akan perlunya

perubahan maka pembaharuan yang diusulkan oleh penyuluh dapat diterapkan


(21)

Skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut

USAHA TANI NILAM

TEKNOLOGI BUDIDAYA

NILAM

PENYULUH PERTANIAN

PETANI NILAM

TINGKAT ADOPSI -Varietas

-Pembibitan -Penanaman -Jarak Tanam -Pemeliharaan -Pemupukan -Pengendalian Hama dan Penyakit

Karaktersitik Sosial Ekonomi Petani : -Umur

-Tingkat Pendidikan -Pengalaman Bertani -Total Pendapatan -Luas Lahan -Jumlah Tanggugan

RENDAH

TINGGI SEDANG

Keterangan

Ada Hubungan


(22)

2.4 Hipotesis Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan identifikasi masalah dan

tujuan penelitian maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1) Teknologi budidaya nilam di daerah penelitian telah sesuai dengan

anjuran PPL.

2) Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya nilam di daerah

penelitian tinggi.

3) Ada hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan,

pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan)

dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya nilam di tempat


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Penentuan Daerah Sampel

Daerah Penelitian ditentukan secara purposive yaitu di Desa Tanjung

Meriah, Kecamatan STTU Jehe, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Desa

ini dipilih karena merupakan desa penghasil nilam terbesar dengan produksi 0.6

ton dan luas areal sebesar 23 Ha dari seluruh desa yang ada di Kecamatan STTU

Jehe Kabupaten Pakpak Bharat (Tabel 1.2).

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah petani nilam yang melakukan usahatani dengan

sistem budidaya dan pengolahan secara tradisional sebanyak 91 KK. Metode

penentuan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling, dimana

sampel diambil secara acak yaitu sebanyak 30 petani sampel.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani dengan

bantuan kusioner sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait serta


(24)

3.4 Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis 1 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan

membandingkan, apakah tehnik budidaya nilam telah sesuai atau tidak sesuai

dengan teknologi yang dianjurkan .

Untuk menguji hipotesis 2 digunakan dengan metode skoring.

Komponen teknologi budidaya nilam adalah program Dinas Pertanian

Kabupaten Pakpak Bharat yang bekerjasama dengan Tim Peneliti nilam IPB yang

kemudian dianjurkan atau disosialisasikan oleh PPL kepada petani nilam.

Komponen teknologi budidaya terdiri dari 7 (tujuh) komponen dengan empat

indikator penilaian. Sesuai anjuran dapat diartikan bahwa komponen teknologi

yang dianjurkan oleh PPL diterapkan oleh petani dalam budidaya tanaman nilam,

sedangkan mengikuti teknologi budidaya adalah program yang dibuat oleh PPL


(25)

Tabel 3. Skor Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Budidaya Nilam Berdasarkan Literatur

N0 Komponen Teknologi

Indikator Bobot

1 Varietas a. Menggunakan varietas sesuai

anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.

b. Menggunakan varietas sesuai

anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.

c. Menggunakan varietas tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti semua teknologi budidaya

d. Tidak menggunakan varietas sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya

3

2

1

0

2 Pembibitan a. Melaksanakan pembibitan sesuai

anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.

b. Melaksanakan pembibitan sesuai

anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.

c. Melaksanakan pembibitan tidak

sesuai anjuran tetapi mengikuti semua teknologi budidaya.

d. Tidak melaksanakan pembibitan

sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya

3

2

1

0

3 Penanaman a. Melakukan penanaman sesuai

anjuran dan mengikuti semua

teknologi budidaya.

b. Melakukan penanaman sesuai

anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya

c. Melakukan penanaman tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.

d. Tidak melakukan penanaman sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya

3

2

1

0

4 Jarak Tanam a. Melakukan jarak tanam sesuai

anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.

b. Melakukan jarak tanam sesuai

anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.

3


(26)

c. Melakukan jarak tanam tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.

d. Tidak melakukan jarak tanam sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya

1

0

5 Pemeliharaan a. Melakukan pemeliharaan sesuai

anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.

b. Melakukan pemeliharaan sesuai

anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.

c. Melakukan pemeliharaan tidak

sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.

d. Tidak melakukan pemeliharaan

sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya

3

2

1

0

6 Pemupukan a. Melakukan pemupukan sesuai

anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.

b. Melakukan pemupukan sesuai

anjuran tatapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.

c. Melakukan pemupukan tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.

d. Tidak melakukan pemupukan

sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya

3

2

1

0

7 Pengendalian

Hama dan Penyakit

a. Melakukan pengendalian hama dan

penyakit sesuai anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.

b. Melakukan pengendalian hama dan

penyakit sesuai anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.

c. Melakukan pengendalian hama dan

penyakit tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.

d. Tidak melakukan pengendalian

hama dan penyakit sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya

3

2

1

0


(27)

Kriteria penilaian untuk skor adalah :

 Mengikuti semua anjuran dan mengikuti teknologi budidaya skor 3

 Mengikuti semua anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya skor 2

 Tidak mengikuti semua anjuran dan mengikuti teknologi budidaya skor 1

 Tidak mengikuti semua anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya skor 0.

Tabel 4. Jumlah Skor Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Nilam

No Kategori Range

1 Tinggi 15-21

2 Sedang 8-14

3 Rendah 0-7

Dari Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa jumlah skor tingkat adopsi

teknologi budidaya nilam berada antara

Untuk menguji hipotesis 3 dapat digunakan rumus rank spearman dengan

rumus :

rs = 1 -

N N d n i i

= 3 1 2 6

th = 2

1 2 s s r n r − − tα = α ; db (n – 2)


(28)

Keterangan :

− rs = rank spearman

− di = selisih antara rangking nilai karakteristik petani dengan tingkat adopsi - N = jumlah petani yang mengadopsi teknologi budidaya nilam

- db = derajat bebas

Dengan kriteria sebagai berikut :

t-hitung ≤ tα

( )

0,0 5... Ho diterima, atau tolak H1.

t-hitung >tα

( )

0,0 5... Ho ditolak, atau terima H1 (Siegel, 1997 : 263). H0: Tidak ada hubungan tigkat adopsi dega faktor sosial ekonomi petani.

H1: Ada hubungan tingkat adopsi dengan faktor sosial ekonomi petani.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional Definisi

Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan penelitian maka dibuat

defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

a) Petani adalah orang yang melaksanakan dan mengelola usahatani pada

sebidang tanah atau lahan.

b) Teknologi adalah penerapan ilmu secara sistematik yang merupakan

himpunan rasionalitas untuk memamfaatkna lingkungan hidup dan

mengendalikan gejala-gejala di dalam proses produksi yang ekonomis.

c) Pendapatan petani adalah total pendapatan yang di peroleh petani/

keluarga dari usahatani nilam.

d) Karakteristik sosial ekonomi petani terdiri dari umur, tingkat pendidikan

formal, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah


(29)

e) Umur adalah usia petani yang masih produktif dalam mengelola usahatani

nilam, dihitung dalam satuan tahun

f) Tingkat Pendidikan Formal adalah pendidikan formal yang pernah diikuti

oleh petani dibangku sekolah, dihitung dalam satuan tahun.

g) Pengalaman Bertani adalah lamanya petani dalam mengelelola usahatani

nilam, dihitung dalam satuan tahun.

h) Total Pendapatan adalah pendapatan bersih yang diterima petani dalam

mengelola usahatani nilam, dihitung dalam satuan rupiah.

i) Luas Lahan adalah luas lahan budidaya tanaman nilam yang dikelola oleh

petani, dihitung dalam satuan Ha

j) Jumlah Tanggungan adalah banyaknya tanggungan anggota keluarga,

dihitung dalam satuan orang.

Batasan Operasional

1. Penelitian diadakan di Desa Tanjung Meriah, Kecamatan STTU Jehe,

Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara.

2. Petani sampel adalah petani nilam yang mengusahakan budidaya nilam dan

tidak anggota kelompok tani.

3. Adopsi adalah sesuatu hal/teknologi baru yang sudah diterapkan petani

secara sadar dan tanpa paksaan dalam mengelola usaha nilam.

4. Komponen teknologi adalah bagian dari teknologi-teknologi yang

dilaksanakan pada usahatani nilam untuk meningkatkan produksi dan


(30)

5. Teknologi budidaya nilam yang dianjurkan PPL adalah varietas,

pembibitan, penanaman, jarak tanam, pemeliharaan, pemupukan,

pengendalian hama dan penyakit.

6. Data penelitian adalah data Tahun 2007.


(31)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN, DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Luas Daerah dan Letak Geografis Tanjung Meriah

Tanjung Meriah terletak di Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak

Bharat dengan luas wilayah 15.25 Km2 dengan ketinggian 650-950 M diatas

permukaan laut. Bentuk topografi wilayah berbukit dan berudara sejuk dan

beriklim dingin antara 2,250 C – 2,450 C Lintang Utara dan 960– 970 Bujur Timur.

Adapun batas-batas daerah adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kecamatan Silima Pungga-pungga

Kecamatan Lae Parira

Kecamatan Sidikalang

 Sebelah Selatan : Kecamatan Salak dan Kerajaan

 Sebelah Timur : Kecamatan Kerajaan

 Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Singkil

Propinsi Nangroe Aceh Darussalam

Desa Tanjung Meriah beribukota di Sibande yang terdiri dari 4 dusun

yaitu Sibande I, Sibande II, Genting dan Urung Gantung. Desa ini berjarak 27

Kilometer dari Ibukota Kabupaten Pakpak Bharat serta 165 Kilometer dari Pusat


(32)

4.1.2 Tata Guna Lahan

Pola penggunaan lahan di Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe

dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Keadaan Tata Guna Lahan Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006

No Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 31 2.03

2 Perkampungan 105 6.8

3 Tanah Kering 800 52.5

5 Perkebunan Rakyat 250 16.6

7 Lain-lain 339 22.2

TOTAL 1525 100

Sumber : BPS Sumatera Utara, Pakpak Bharat Dalam Angka, 2007

Dari Tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa pemakaian lahan terluas

adalah tanah kering dengan luas 800 ha dengan persentase 52.45 % dan

pemakaian lahan yaitu lahan sawah dengan 31 ha dengan persentase 2.03 %.

Tanaman nilam dibudidayakan pada lahan perkebunan rakyat seluas 23 ha atau

sebanyak 9.2 % dari luas perkebunan rakyat.

4.1.3 Keadaan Penduduk

a. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe pada tahun

2006 terdiri dari 1598 jiwa (308 KK) dengan jumlah penduduk pria sebanyak 858

jiwa dan wanita 740 jiwa.

b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Untuk mengetahui jumlah penduduk Desa Tanjung Meriah Kecamatan


(33)

Tabel 6. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006

No Jenis Pekerjaan Jumlah (KK)

1 Petani 233

2 PNS 70

3 Wiraswasta 5

TOTAL 308

Sumber : Kantor Kecamatan STTU Jehe

Dari Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa penduduk yang tersebar

memperoleh penghasilan terbesar dari pertanian.

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana sosial ekonomi yang tersedia di Kecamatan

STTU Jehe dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Sarana dan Prasarana Sosial Yang Tersedia Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006

NO Jenis Sarana dan Prasarana Sosial Jumlah (unit)

1 Pendidikan Formal

TK 1

SD 2

MTs 1

SMP 1

SMU 1

MI 1

2 Sarana Kesehatan

Puskesmas 1

Pustu -

Polindes 1

Posyandu 4

3 Sarana Ibadah

Mesjid/Musolah 3

Gereja 1

4 Pos Polisi -


(34)

Tabel 8. Sarana dan Prasarana Ekonomi Yang Tersedia Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006

No Jenis Sarana dan Prasarana Ekonomi Jumlah (unit)

1 Pasar 1

2 Koperasi 1

3 Kios Pertanian 1

4 Unit Pengolahan Nilam Modern 2

5 Unit Pengolahan Nilam Tradisional 3

Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan STTU Jehe Dalam Angka, 2007

Sarana dan prasarana cukup tersedia dan semua sarana dan prasarana di

atas diharapkan dapat membantu dan mempermudah aktivitas kehidupan dan

perekonomian masyarakat Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe.

4.2 Karakteristik Sampel

Karakteristik petani sampel meliputi umur, lama pendidikan, pengalaman

bertani, total pendapatan, luas lahan, dan jumlah tanggungan. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Karakteristik Petani Sampel Desa Tanjung Meriah di Kecamatan STTU JeheTahun 2008

No Uraian Range Rata-Rata

1 Umur (Tahun) 27 - 68 46

2 Tingkat Pendidikan (Tahun) 0 - 12 7

3 Pengalaman Bertani (Tahun) 1-40 14

4 Total Pendapatan (Rp) 201.666,67-12.351.000,00 3.062.894,18

5 Luas Lahan (Ha) 0.06 – 1 Ha 0.306

6 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 1- 10 Jiwa 5

Sumber : Data diolah dari lampiran 1

4.2.1. Umur

Umur petani sampel berpengaruh dalam pengelolaan usahataninya.

Rata-rata umur petani adalah 46 tahun dengan rentang umur 27-68 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa petani sampel masih tergolong pada usia produktif untuk


(35)

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola

usahatani. Pendidikan formal juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan

petani dalam hal menerima dan menyerap teknologi dan informasi untuk

mengoptimalkan usahataninya. Dari Tabel 9 diketahui bahwa rentang 0-12 tingkat

pendidikan Rata-rata 7. Hal ini menunjukan bahwa petani sampel masih tergolong

tamatan SD atau sekitar kelas 1 SMP.

4.2.3. Pengalaman Bertani

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan

usahatani adalah lama bertani. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata lama

bertani petani adalah 14 tahun dengan rentang 1-40 tahun. Hal ini menunjukan

bahwa petani sampel sudah memiliki pengalama bertani yang cukup lama.

4.2.4. Total Pendapatan

Dari Tabel 9 dapat dilihat rata-rata pendapatan petani adalah 3.062.894,18

Rp dengan range 201.666,67Rp-12.351.000,00Rp.

4.2.5. Luas Lahan

Rata-rata luas lahan petani nilam adalah 0,306 Ha dengan range 0,06 – 1

Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel termasuk petani yang memiliki

lahan yang tidak terlalu luas untuk bertanam nilam.

4.2.6. Jumlah Tanggungan

Rata-rata adalah 5 dengan range 1-10 Jiwa. Jumlah ini menunjukkan

bahwa jumlah tanggungan masih produktif dan dapat dimanfaatkan untuk

membantu dalam proses usahatani nilam terutama dalam penyediaan tenaga kerja


(36)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Budidaya Nilam di Daerah Penelitian

Berdasarkan observasi di lapangan, penerapan teknologi budidaya yang

dianjurkan PPL sangat rendah dimana petani dalam usaha nilamnya belum

melaksanakan teknologi budidaya yang dianjurkan. Dari hasil wawancara dengan

para petani sampel di Desa Tanjung Meriah terungkap bahwa alasan utama yang

menyebabkan para petani enggan untuk menerima dan menerapkan suatu

teknologi yaitu petani tidak siap dengan resiko kegagalan, sehingga mereka tidak

berani mencoba-coba disamping informasi tentang teknologi yang sangat minim

mereka peroleh.

Budidaya nilam di daerah penelitian masih bersifat tradisional. Kegiatan

usahatani dalam setiap pelaksanaanya dilakukan dengan cara yang turun-temurun,

dan dalam setiap kegiatan dilakukan dengan cara yang masih sederhana. Hal ini

terlihat dari penerapan teknologi budidaya nilam yang dianjurkan oleh PPL masih

jauh dari yang diharapkan.

Adapun paket teknologi yang dianjurkan oleh Petugas Penyuluh Lapangan

adalah sebagai berikut :

1. Varietas

Balittro telah mengoleksi 28 nomor nilam, dari hasil seleksi terhadap

beberapa nomor nilam, telah dilepas (2005) 3 varietas unggul yaitu Tapak Tuan,

Lhokseumawe dan Sidikalang. Penamaan ketiga varietas nilam tersebut


(37)

masing-masing. Di Desa Tanjung Meriah jenis nilam yang banyak ditanam oleh

petani adalah jenis nilam Aceh karena kadar minyak dan kualitas lebih tinggi

dengan kadar minyak 2.5 %. Varietas yang banyak ditanam di Desa Tanjung

Meriah yaitu varietas Sidikalang dan varietas Tapaktuan. Varietas dianjurkan di

Desa Tanjung Meriah adalah varietas Sidikalang. Hal ini disebabkan varietas

Sidikalang dan Tapak Tuan ini sesuai dengan topografi dan tekstur tanah desa

Tanjung Meriah yang berbukit-bukit.

Gambar 2. Varietas Sidikalang Gambar 3 .Varietas Lhokseumawe


(38)

Petani di Desa Tanjung Meriah pada dasarnya sudah mengenal varietas

nilam unggul yang ketiga ini, mereka mengenal varietas ini karena sudah lama

varietas ini ditanam di daerah ini, bisa dikatakan bahwa varietas Tapaktuan dan

Sidikalang sudah ditanam secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Pada saat harga nilam tinggi maka petani akan beralih usahatani ke usaha

tani nilam, tetapi pada saat harga nilam turun maka petani akan mengurangi lahan

mereka untuk usahatani nilam.

2. Pembibitan

Dalam paket teknologi budidaya yang dianjurkan oleh PPL, pembibitan

nilam merupakan hal penting untuk mendapatkan produksi minyak nilam yang

baik dan berkualitas. Pemilihan stek atau bibit dengan teliti merupakan salah satu

faktor utama yang harus dilakukan dan tidak boleh diabaikan dalam proses

budidaya tanaman nilam. Hal ini akan sangat menunjang dan berpangaruh

terhadap keberhasilan dan produktifitas minyak nilam.

Adapun paket teknologi pembibitan yang dianjurkan oleh PPL adalah

pembibitan dengan menggunakan polibag meliputi langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Pembuatan Stek

- Pemilihan pohon induk dengan produktivitas minyak yang tinggi

- Pohon induk yang bebas dari serangan hama & Penyakit


(39)

2. Persemaian

- Plastik polibag kecil ukuran kurang lebih 10 cm x 15 cm

- Media semai berupa campuran tanah dan pupuk kandang matang

(humus), dengan perbandingan 1 : 1

- Lokasi persemaian dipilih di tempat yang strategis dekat dengan sumber

air dan lahan budidaya

- Penempatan blok persemaian di tempat teduh atau di bawah naungan,

sehingga tidak langsung terkena terik sinar matahari siang. Dapat dipilih

di bawah naungan tanaman kebun atau menggunakan rumah naungan.

3. Pemeliharaan persemaian

- Pemindahan bibit polibag dapat dilakukan sejak bibit telah memiliki

daun minimal 6 helai dan perakaran telah berkembang

- Penyiraman tanaman dalam polibag dilakukan minimal setiap 2 hari

sekali.

- Penyisipan tanaman / stek yang mati.

- Pemberian pupuk perangsang pertumbuhan / pupuk daun bila diperlukan

dengan cara penyemprotan.


(40)

Gambar 5.Pembibitan Nilam Di Polibag

Sedangkan petani di Desa Tanjung Meriah pada dasarnya melakukan

penanaman nilam secara langsung. Stek tanaman dapat ditanam langsung di area

budidaya dengan cara tancap langsung. Namun demikian cara ini banyak

memiliki kelemahan. Pada skala luas dan skala usaha tani, pemantauan terhadap

tanaman nilam terlampau sulit. Pemeliharaan tanaman muda, pengendalian hama

penyakit, serta tingkat keseragaman tanaman memerlukan perhatian yang sangat

berat. Dengan demikian tingkat keberhasilan budidaya tanaman nilam dalam skala

luas sangat kecil. Untuk skala kecil, pertanaman di pekarangan serta di

lahan-lahan sempit pola ini masih bisa dilakukan masih belum menerapkan sistem

tanam secara tugalan.

Petani Desa Tanjung Meriah juga kurang menerapkan paket teknologi

budidaya yang dianjurkan PPL, hal ini disebabkan petani tidak mempunyai modal

untuk membeli polibag, pupuk kompos, serta petani menggangap bahwa

pembibitan dengan cara polibag ini rumit dan susah dilaksanakan dan

memerlukan waktu, tenaga yang banyak serta ketrampilan. Oleh karena itu untuk

menghemat biaya, waktu dan resiko yang berat maka petani memilih penanaman

nilam secara langsung tanpa mengadakan pembibitan. Disamping plastik polibag


(41)

ke Sidikalang dan harganya yang lumayan mahal. Petani juga berpendapat bahwa

hasil nilam yang diperoleh lebih banyak ditanam secara tugalan atau tanpa

pembibitan daripada yang ada pembibitan.

Berdasarkan pengalaman di pusat-pusat produksi nilam di Indonesia,

Model pembuatan bibit dengan cara persemaian polibag merupakan cara yang

paling efektif dan efisien dalam keberhasilan budidaya tanaman nilam. Cara ini

memiliki persentase tanaman hidup tinggi dengan perkembangan sangat baik di

areal budidaya. Memiliki ketahanan terhadap hama penyakit lebih tinggi. Serta

hasil daun dan rendemen minyak yang tinggi. Sehingga produksi minyak nilam

akan tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya pembibitan.

4. Penanaman

Dalam paket teknologi budidaya yang dianjurkan PPL penanaman yang

baik hendaknya waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.

Kebutuhan tanaman nilam muda terhadap air masih tinggi. Sebaiknya pula

pemindahan bibit dilakukan pada watu sore hari, agar proses adaptasi tanaman

tidak mengalami hambatan. Untuk bibit yang berasal dari polibag, hendaknya

polibag di sobek dan dilepas terlebih dahulu sebelum ditanam.

Penanaman dilakukan setelah adanya pembibitan di polibag. Setelah

tanaman berumur ± 1 ½ bulan dipersemaian, tanaman dapat dipindahkan

kelapangan. Cara menanam yaitu dengan menyobek polibag secara hati-hati dan

menanam tanaman di lubang yang telah disediakan, kemudian tanah dipadatkan

dengan cara menekan tanah disekitar tanaman. Setek yang langsung di tanam di


(42)

tanah. Pada saat bibit di persemaian telah memiliki minimal 6 daun, maka bibit

tersebut telah siap dipindahkan ke area budidaya.

Gambar 6. Penanaman Nilam

Sebaiknya untuk pola tanam model ini petani terlebih dahulu menanam

tanaman pelindung yang memiliki umur pendek seperti padi darat dan jagung.

Penanaman bibit nilam dilakukan pada saat tanaman pelindung memasuki

setengah umur panen. Hal ini dilakukan untuk melindungi tanaman nilam muda.

Sifat tanaman nilam saat baru tanam (muda), tidak terlalu tahan terhadap terik

matahari yang berlebihan, namun setelah tanaman berkembang, membutuhkan

sinar matahari yang cukup.

Penanaman nilam yang diterapkan petani di Desa Tanjung Meriah yaitu

dengan penanaman secara langsung. Bibit tanaman berupa stek yang diambil dari

pohon induk yang telah siap dibibitkan, ditanam langsung di lahan. Penanaman

secara langsung ini dilakukan dengan cara membuat lubang tanam dengan alat

dari kayu yang runcing, kemudian stek ditanam dan tanah dipadatkan. Hal ini

menyebabkan tanaman akan rentan terhadap penyakit dan banyaknya tanaman


(43)

menyebabkan panen nilam akan berkurang dan berdampak terhadap produksi

nilam.

4. Jarak Tanam

Jarak tanam yang ideal sebaiknya disesuaikan dengan kontur dan kondisi

lahan serta tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam harus berada pada alur terbit dan

tenggelamnya matahari. Hal ini dimaksudkan agar pada saat pertumbuhan

tanaman, sinar matahari dapat menembus celah pohon dan ranting antara satu

dengan yang lainya. Berikut ini jarak tanam yang direkomendasikan PPL

berdasarkan jenis tanah.

 Untuk tanah subur, jarak tanam antar tanaman 100 cm x 100 cm atau 80 cm x 100 cm

 Untuk tanah lipatit (tanah liat), jarak antar tanaman 50 cm x 100 cm atau 60 cm x 60 cm

 Untuk tanah berbukit, jarak tanam antar tanaman 50 cm x 100 cm atau 30 x 100 cm.

Untuk Desa Tanjung Meriah yang topografinya berbukit, jarak tanam yang

dianjurkan PPL yaitu dengan jarak antar tanaman 50 cm x 100 cm atau 30 x 100

cm.

Akan tetapi petani di Desa Tanjung Meriah dalam menanam nilam tidak

melakukan jarak tanam yang dianjurkan PPL, petani membuat jarak tanam secara

tidak teratur dimana jarak tanamnya sangat dekat antara tanaman yang satu

dengan yang lain contohnya petani membuat jarak tanam 30 x 30 cm. Hal ini


(44)

petani berasumsi produksi nilam mereka akan meningkat, serta tidak memerlukan

pupuk yang banyak serta dalam pemeliharaanya tidak sulit. Padahal asumsi petani

tersebut merupakan asumsi yang salah, dimana apabila tidak ada jarak tanam yang

teratur sesuai dengan kondisi tanah akan mengakibatkan tanaman tersebut akan

mudah terserang penyakit serta produksi tanaman nilam akan turun. Dengan tidak

teraturnya jarak tanam maka usia produktif tanaman nilampun akan berkurang,

biasanya usia produktif nilam antara 2-3 tahun dengan panen sebanyak 3-4 kali

panen, tetapi karena jarak tanam yang tidak teratur bisa mengakibatkan usia

produktif nilam akan berkurang, serta kadar minyak nilam akan berkurang.

5.Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, penyisipan, pembubunan,

serta pemangkasan. Hasil yang optimum diperoleh tergantung bagaimana cara

pemeliharaan tanaman yang dilakukan. Pemeliharaan tanaman yang efektip dapat

membuat umur produktif tanaman sampai 3 tahun. Dengan interval panen 3 – 4

bulan. Dapat dikatakan bahwa kunci sukses pendapatan kuantitas dan kualitas

hasil minyak yang didapat tergantung pada kesungguhan melakukan monitoring

dan pemeliharaan dan perawatan tanaman.

a. Penyiangan

Penyiangan dilakukan setelah tanaman nilam berumur sekitar 2 bulan.

Pada saat ini tanaman nilam biasanya telah mencapai ketinggian 25 – 35 cm

dengan percabangan sampai 20 cm. Penyiangan dilakukan agar tanaman nilam

tidak terganggu oleh tanaman gulma serta gangguan hama dan penyakit yang


(45)

dengan menggunakan alat pertanian seperti cangkul dan sabit. Membersihkan

gulma dan tanaman pengganggu dengan tidak merusak tanaman nilamnya.

Gambar 7. Penyiangan Tanaman Nilam

b. Penyisipan

Penyisipan dilaksanakan dengan tujuan mengganti tanaman yang mati.

Penggantian tanaman mati tersebut guna membuat hasil panen per hektar

lahannya dapat tetap maksimum, selain itu juga dapat mempertahankan tingkat

keseragaman tanaman budidaya. Bila jumlah lahan luas, dapat membuat jadwal

panen yang rutin. Penyisipan tanaman hendaknya dilakukan setiap minggu

sehingga tingkat pertumbuhan dan keseragaman tanaman dapat terjaga

ke-optimalannya.

c. Pemangkasan

Proses pemangkasan dilakukan minimal satu kali per periode panen yaitu

saat perlakuan panen. Pelaksanaan pemangkasan hendaknya memperhatikan

teknik teknik yang sesuai terhadap sifat tanaman nilam. Pemangkasan harus


(46)

tergoyang terlalu keras. Penjagaan terhadap batang dan perakaran tanaman juga

perlu perhatikan. Pemangkasan terhadap tanaman juga sebaiknya meninggalkan 1

– 2 batang nilam muda untuk perangsangan pertumbuhan tunas selanjutnya.

Pangkas habis tidak boleh dilakukan bila tanaman nilam akan diteruskan

pemeliharaan selanjutnya. Pola pemangkasan yang baik akan membuat umur

produktif tanaman nilam sampai 3 tahun atau 10 kali panen.

d. Pembubunan

Pelaksanaan pembubunan tanaman nilam dilakukan setelah panen. Batang

pokok dan batang tanaman yang merebah ke tanah ditimbun setinggi 10 –15 cm.

Pembubunan batang tanaman ini akan membuat tanaman baru.

Dengan pembubunan ini diharapkan mendapatkan rumpun tanaman baru

dan memperpadat populasi dengan beberapa anakan baru pula. Hasilnya akan

diperoleh tunas dan dahan yang lebih banyak untuk pertumbuhan berikutnya.

Tetapi kenyataanya di Desa Tanjung Meriah, sebahagian petani tidak

melakukan paket adopsi teknologi budidaya tersebut, hal ini disebabkan petani

beranggapan tanpa dilakukan pemeliharaan tetap juga nilam akan menghasilkan,

serta apabila dilakukan pemeliharaan yang rutin seperti yang dianjurkan oleh PPL

atau Tim Peneliti akan mengeluarkan biaya yang banyak untuk membayar

ataupun mengaji upah tenapa kerja sedangkan modal untuk membayar itu petani

tidak punya, serta petani berasumsi bahwa dengan melakukan pemeliharaan

seperti yang dianjurkan akan memakan waktu yang cukup banyak dan

memperrumit pekerjaan mereka. Oleh karena itu petani hanya melakukan


(47)

tidak menyewa tenaga kerja luar tetapi mereka melakukannya dengan tenaga kerja

dalam keluarga saja.

6. Pemupukan

Proses pemupukan secara optimal pada tanaman nilam dilakukan dua kali

pada pertanaman baru dan setelah panen selanjutnya satu kali. Pemupukan

pertama dilakukan sebelum tanam, atau pupuk dasar. Pupuk yang digunakan pada

pemupukan awal ini sebaiknya digunakan pupuk organik (kompos, pupuk

kandang, atau pupuk organik lainnya). Kebutuhan pupuk organik ini tergantung

pada kondisi dan tingkat kesuburan tanah yang akan ditanam, antara 1 – 10 ton

per hektarnya. Pemupukan ini diperlukan untuk menyediakan hara tanaman nilam

selama umur produktifnya. Cara pemupukan ini dapat dilakukan dengan

penebaran ke seluruh area budidaya atau hanya pada lubang-lubang tanam saja.

Waktu pemupukan hendaknya dilakukan minimal satu minggu sebelum tanam.

Pemupukan selanjutnya dilakukan saat tanaman berumur sekitar 2 bulan.

Pemupukan dilakukan setelah proses penyiangan. Pupuk yang digunakan berupa

pupuk an organik. Pupuk yang digunakan harus mengandung unsur N, P, dan K.

Untuk pasar lokal biasa digunakan pupuk urea, SP36 / TSP, dan KCl. Kebutuhan

tanaman terhadap pupuk tersebut adalah urea 1 bagian, TSP 0,5 bagian, dan KCl

0,5 bagian. Pupuk dicampur dan di tebar sekitar batang tanaman. Penebaran

pupuk sebaiknya dilakukan disekeliling batang dengan jarak sekitar 10 cm,

kemudian ditimbun. Pemupukan selanjutnya dilakukan setelah proses

pemangkasan panen, dilakukan sekitar 2 minggu setelah panen. Sebelum


(48)

Proses pemupukan sebaiknya dilakukan dengan berpedoman pada prinsip

tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, tepat cara, dan tepat tempat. Tepat jenis

adalah jenis pupuk yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Yaitu

pupuk organik (kompos atau pupuk kandang) dan pupuk an organic (N,P, dan K).

Tepat jumlah berarti jumlah masing-masing pupuk yang digunakan tidak kurang

dan tidak berlebihan.

Dampak kelebihan pupuk akan mengakibatkan rusaknya pertumbuhan

tanaman bahkan kematian tanaman. Tepat waktu dimaksudkan pemupukan

dilakukan pada awal pertumbuhan dan saat perkembangan tanaman. Saat ini

tanaman memerlukan bantuan hara yang lebih tinggi. Tepat cara merupakan hal

yang penting juga untuk diperhatikan. Mekanisme dan tata cara pemberian pupuk

harus sesuai dengan karakteristik pupuk dan sifat tanaman. Tepat tempat

merupakan peran pendukung dalam proses pemupukan. Penyimpanan yang baik

dan mudah dijangkau serta jarak antara penyimpanan dan kebun berdekatan. Hal

ini berpengaruh pada tingkat efektivitas dan efisiensi pemupukan.

Petani Desa Tanjung Meriah tidak melakukan pemupukan sesuai yang

dianjurkan oleh PPL. Hal ini disebabkan petani menganggap tanpa dipupuk tetap

juga menghasilkan, disamping itu petani menganggap bahwa tanah mereka bagus

dan masih subur. Padahal kenyataanya setelah peneliti melihat kondisi tanah di

Desa Tanjung Meriah banyak tanah yang gersang dan tanah yang tandus yang

tidak layak untuk menghasilkan, hal ini disebabkan karena pemakaian lahan

secara terus menerus tanpa adanya pengolahan tanah dan pemupukan secara

teratur. Sulitnya akan mendapatkan pupuk serta mahalnya harga pupuk membuat


(49)

Padahal subsidi ataupun bantuan dari Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat

sendiri tidak ada untuk petani yang tidak ikut kelompok tani. Subsidi pupuk hanya

diberikan kepada anggota kelompok tani.

Oleh karena itu petanipun lebih pasrah tidak mendapatkan subsidi pupuk

daripada ikut kelompok tani. Hal ini disebabkan ketidakpercayaan petani akan

kelompok tani, dimana kelompok tani tidak jelas arahnya dan bahkan mereka

menggangap kalau mereka ikut kelompok tani menambah biaya dan waktu,

karena pada dasarnya mereka akan menerapkan suatu inovasi ataupun teknologi

yang bisa menambah biaya usahatani, padahal untuk modal usahatanipun susah

dan tidak tersedia.

Pemupukan dilakukan secara teratur agar hasil dan produksi nilam petani

akan meningkat, disamping menambah kesuburan tanah serta menghindari hama

penyakit yang menyerang tanaman nilam.

7. Pengendalian hama dan penyakit

Pengganggu budidaya tanaman nilam dapat di klasifikasikan menjadi 3

bagian yaitu kerusakan tanaman yang disebabkan oleh serangan hama, serangan

penyakit, dan gangguan oleh gulma. Hama tanaman nilam yang biasa dijumpai

pada budidaya adalah ulat penggulung, belalang dan criket (sejenis kumbang

kecil). Bila serangan masih rendah, penanggulangan hama dapat dilakukan

dengan cara manual, yakni membuang hama yang menyerang. Bila intensitas

serangan meninggi dapat dilakukan dengan penggunaan pestisida, dengan dosis


(50)

Penyakit tanaman nilam yang biasa menyerang serta merusak adalah: layu

bakteri, udok (horostep), akar putih, dan bercak daun. Penyakit layu bakteri (mati

bujang) disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Penanggulangan

penyakit ini dapat dilakukan dengan cara penggunaan bibit yang sehat,

pencabutan tanaman yang terserang, serta penyemprotan bakterisida (Agrept dan

Agrymicin). Bila serangan cukup berat, usaha pengendalian dilakukan dengan

cara eradikasi tanaman layu beserta akar dengan cara mencabut dan

membakarnya.

Gambar 8. Tanaman Yang Terserang Penyakit Layu Bakteri

Penyakit budok disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh serangga

vector (aphis, lalat putih, dan serangga penghisap daun). Pencegahan penyakit dan

penularan dapat dilakukan dengan cara mencabut tanaman terserang dan

membakarnya, penggunaan bibit yang sehat, sanitasi budidaya, serta melakukan

penyemprotan insektisida untuk memberantas serangga vector.


(51)

Penyakit akar putih disebabkan oleh serangan nematode Rigidoporus sp.

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sanitasi kebun,

pemberian nematisida saat pengolahan dan penanaman tanaman nilam, serta

melakukan rotasi tanaman.

Penyakit bercak daun disebabkan oleh jamur Colletotrichumg

loeosporoides dan Fusarium sp. Penyebaran terjadi akibat percikan air dari tanah

yang mengandung spora dan melalui udara. Pencegahan penyebaran dilakukan

dengan cara menjaga sanitasi kebun, penyemprotan fungisida serta melakukan

rotasi tanaman.

Di Desa Tanjung Meriah sendiri penyakit yang dialami oleh petani nilam

adalah penyakit budog. Petani dalam mencegah hama tanaman tersebut mereka

tidak menggunakan penyemprotan insektisida karena petanipun tidak tahu akan

insektisida apa yang akan mereka gunakan, disamping mereka takut harganya

yang mahal. Petani tidak melakukan sanitasi atau pencabutan tanaman yang

terserang penyakit, mereka masih membiarkan tanaman tersebut disitu dan

mereka juga ikut memanen tanaman yang terserang penyakit. Hal ini disebabkan

karena tanaman yang terserang penyakit masih menghasilkan minyak. Padahal

kalau penyakit itu dibiarkan dan tidak dicabut, maka tanaman lain akan terserang

penyakit budog tersebut dan akan menimbulkan produksi nilam yang rendah


(52)

Tabel 10. Perbedaan Teknologi Budidaya Nilam yang Dianjurkan PPL Dengan Yang Diterapkan Petani Di Daerah Penelitian

No Paket Teknologi Budidaya

Anjuran PPL Diterapkan Petani

1 Varietas Sidikalang -Tapaktuan

-Sidikalang

2 Pembibitan Polibag -Tugalan, dimana

bibit langsung diambil dari batang dan siap untuk ditanam

3 Penanaman -Dilakukan setelah adanya

pembibitan di polibag. Setelah tanaman berumur ± 1 ½ bulan dipersemaian, tanaman dapat dipindahkan kelapangan

-Bibit langsung ditancap di lahan

4 Jarak Tanam 50 cm x 100 cm atau 30 x

100 cm

30 x 30 cm

5 Pemeliharaan Melakukan Pemeliharaan

- Penyiangan, - Penyisipan, - Pemangkasan - Pembumbunan Tidak melakukan pemeliharaan karena butuh tenaga kerja

6 Pemupukan - Proses pemupukan secara

optimal pada tanaman nilam dilakukan dua kali pada pertanaman baru dan setelah panen selanjutnya satu kali - Tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, tepat cara, dan tepat tempat

-Melakukan pemupukan tidak sesuai anjuran, petani hanya melakukan pemupukan disaat punya uang untuk membeli pupuk -Asumsi petani bahwa tanah mereka bagus, tanpa dipupuk juga hasilnya bagus

7 Pengendalian

Hama dan Penyakit

-Manual:membuang dan membakar tanaman yang terserang penyakit -Menggunakan petisida sesuai dosis Membiarkan tanaman yang terserang penyakit karena mereka masih menghasilkan


(53)

Teknologi budidaya nilam yang di adopsi oleh petani bersumber dari

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dimana Penyuluh Petugas Lapangan (PPL)

bertugas memberikan informasi teknologi budidaya nilam seperti varietas unggul

nilam, bagaimana cara pembibitan nilam, penanaman, jarak tanam, pemeliharaan

nilam, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit yang baik dan benar

dalam mengelola usahatani nilam, sehingga berdampak bagi produksi serta

pendapatan petani. Namun di Desa Tanjung Meriah kinerja dan peran penyuluh

masih sangat jauh dari tugas yang seharusnya dijalankan dimana petani kurang

merasakan peranan dari penyuluh.

Kinerja Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) di Desa Tanjung Meriah

dikatakan kurang terlihat dari banyaknya petani mengatakan bahwa mereka tidak

pernah mendapatkan penyuluhan dari petugas PPL dan bahkan mereka tidak kenal

siapa PPL di desa mereka. Di Dusun Genting yang masih merupakan wilayah dari

Desa Tanjung Meriah, petani mengatakan bahwa mereka tidak pernah kenal siapa

penyuluh dan mereka tidak pernah mengetahui apakah penyuluh ada di desa

mereka.

Masyarakat Desa Tanjung Meriah yang terbagi dari empat dusun yaitu

Dusun Sibande I, Sibande II, Genting dan Urung Gantung mengetahui teknologi

budidaya nilam yaitu dari Tim Peneliti nilam yang berasal dari IPB bukan dari

Petugas Penyuluh Lapangan. Padahal seharusnya yang menyampaikan informasi

teknologi budidaya nilam itu adalah Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang

bertugas di Desa Tanjung Meriah. Tim Peneliti yang berasal dari IPB bekerjasama

dengan Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat dalam mengadakan penelitian


(54)

Pada Tabel 11 dibawah ini dapat dilihat jumlah sampel yang mengadopsi

unsur-unsur komponen teknologi budidaya nilam di daerah penelitian.

Tabel 11. Kriteria Penilaian Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Budidaya Nilam Berdasarkan Skor dan Jumlah Sampel Yang Mengadopsi Jumlah Skor Kategori Jumlah Sampel

Yang mengadopsi

Persentase (%)

≤ 7 Rendah 20 66.66

8-14 Sedang 10 33.33

≥ 15 Tinggi 0 0

Sumber : Data diolah dari lampiran 9

Dari tabel 11 diatas dapat dilihat dari 30 sampel terdapat 20 orang yang

tingkat adopsinya rendah (60.66%) dan 10 orang yang adopsinya sedang

(33.33%). Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan teknologi budidaya yang

dianjurkan oleh PPL teryata rendah. Maka Hipotesis 1 yang menyatakan teknologi

budidaya nilam telah sesuai anjuran PPL ditolak.

5.2 Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam di Daerah Penelitian

Yang menjadi standar untuk menilai tinggi rendahnya tingkat adopsi

teknologi di daerah penelitan ada 7 komponen yang dianjurkan oleh PPL.

Penilaian tingkat adopsi dilakukan dengan mengukur skor (memberi nilai) pada

setiap parameter yang diukur terhadap kegiatan petani nilam dengan rentang skor

0-21 yang dimulai dari penggunaan varietas, pembibitan, penanaman, jarak

tanam, pemeliharaan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit.

Adapun rataan yang diperoleh dari setiap skor tingkat adopsi teknologi


(55)

Tabel 12. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Nilam NO Teknologi Budidaya Skor rata-rata

yang tercapai

Persentase Ketercapaaian

(%)

1 Varietas 74 82.22

2 Pembibitan 18 20.00

3 Penanaman 20 22.22

4 Jarak Tanam 36 40.00

5 Pemeliharaan 39 43.33

6 Pemupukan 9 10.00

7 Pengendalian Hama dan

Penyakit

16 17.77

Jumlah 214 33.64

Sumber : Data diolah dari lampiran 9

Dari Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa belum seluruhnya teknologi

budidaya nilam diterapkan oleh petani, persentase ketercapaain yang tertinggi

diperoleh pada varietas 82,2 % dengan rata rata 74 sedangkan yang terendah

adalah pada pemupukan dengan persentase 10.00 % dengan total nilai 9,

sedangkan dari rata-rata keseluruhan adalah 214 dengan rata-rata 33,64, data ini

menunjukan bahwa tingkat adopsi teknologi budidaya nilam di daerah penelitian

dapat dikategori rendah. Hal ini disebabkan karena daerah penelitian masih

menggunakan sistem pertanian yang tradisional, selain harga pupuk yang mahal,

modal yang tidak mencukupi, kurangnya peran penyuluh serta tidak adanya

sosialiasasi yang jelas dari pemerintah daerah sehingga komponen teknologi yang

dianjurkan oleh PPL tidak terlaksana dengan baik. Dengan kata lain tingkat adopsi

petani terhadap teknologi budidaya nilam di daerah penelitian masih rendah.

Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan tingkat adopsi komponen


(56)

5.3 Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam

5.3.1.Hubungan Umur Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Nilam

Dalam penelitian ini diduga bahwa ada hubungan antara umur yang

merupakan salah satu karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi

petani terhadap teknologi budidaya nilam. Semakin tinggi umur petani maka

semakin rendah tingkat adopsi teknologi budidaya nilam.

Dengan asumsi bahwa semakin tinggi umur petani maka respon petani

terhadap teknologi akan semakin berkurang. Petani lamban dalam menerapkan

teknologi bahkan tidak mau menerapkan teknologi baru tersebut karena petani

juga terbiasa dengan usahatani yang dilakukanya secara turun temurun, disamping

kesehatan dan kekuatan yang semakin menurun.

Gambaran hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya

nilam dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah ini

Tabel 13. Hubungan Umur Dengan Tingkat Adopsi Teknologi

Uraian Umur (Tahun) Tingkat Adopsi (Skor)

Range 27-68 2-14

Rata-rata 46 7,26

r

s -0,074 ttabel =1,701

thitung = 0,309

Sumber : Data diolah dari lampiran 10, 11,12

Untuk melihat hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya

nilam maka diuji dengan maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank

Spearman. Dari hasil analisis diperoleh

r

s = -0,074 dan thitung = 0,309. Data ini


(57)

dan H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat

adopsi teknologi budidaya nilam.Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang

menyatakan hubungan antara umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya

nilam ditolak. .

Menurut Kreitner dan Kinicki (2003), yang menyatakan Apa yang terjadi

pada sikap seluruh orang dewasa selama pertengahan masa kedewasaanya. Tiga

faktor yang perlu diperhitungkan tentang stabilitas sikap tengah baya, yaitu:

Kepastian kepribadian yang lebih besar, Merasa cukup pengalaman, Kebutuhan

akan sikap yang kuat.

Petani didaerah penelitian baik yang berumur tua maupun yang umur

muda belum termotivasi untuk menerapkan teknologi budidaya dalam usahatani

nilam mereka. Hal ini disebabkan petani di Desa Tanjung Meriah masih

menerapkan sistem usahatani secara tradisional, petani masih belum terbeban

untuk menerapkan teknologi budidaya yang dianjurkan PPL. Petani yang sudah

mempunyai umur diatas 40 tahun merasa bahwa mereka tidak sanggup lagi untuk

menerapkan teknologi budidaya, karena teknologi budidaya memerlukan tenaga

serta biaya yang banyak sedangkan petani yang berumur muda terkendala oleh

biaya dalam menerapkan teknologi tersebut.

5.3.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Nilam

Dalam penelitian ini diduga bahwa lamanya pendidikan yang diterima

oleh petani memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi, dengan asumsi

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin tinggi juga tingkat


(1)

Lampiran 7.Penerimaan Per Petani Pada Usaha Tani Nilam

No.Sampel Luas Lahan(Ha) Jumlah Tanaman Produksi (kg) Harga (Rp) Penerimaan (RP)/ petani Penerimaan (RP)/Ha)

1 0.50 10000 17.1 550000.00 9.405.000,00 18.810.000,00

2 0.20 5000 7.1 550000.00 3.905.000,00 15.620.000,00

3 0.12 2500 3.5 550000.00 1.925.000,00 16.041.666,67

4 0.08 2000 2.8 550000.00 1.540.000,00 19.250.000,00

5 0.12 2500 3.5 550000.00 1.925.000,00 16.041.666,67

6 0.24 5000 7.1 550000.00 3.905.000,00 16.270.833,33

7 0.25

5000 7.1 550000.00 3.905.000,00 15.620.000,00

8 0.16 3000 4.2 550000.00 2.310.000,00 14.437.500,00

9 0.12 2500 4.2 550000.00 2.310.000,00 19.250.000,00

10 0.50 10000 14.2 550000.00 7.810.000,00 15.620.000,00

11 0.25 5000 7.1 550000.00 3.905.000,00 15.620.000,00

12 0.50 10000 14.2 550000.00 7.810.000,00 15.620.000,00

13 0.28 6000 8.5 550000.00 4.675.000,00 16.696.428,57

14 0.25 5000 7.1 550000.00 3.905.000,00 15.620.000,00

15 0.24 5000 7.1 550000.00 3.905.000,00 15.620.000,00

16 0.30 5000 8.5 550000.00 4.675.000,00 18.700.000,00

17 0.12 2500 3.5 550000.00 1.925.000,00 16.041.666,67

18 0.50 10000 14.2 550000.00 7.810.000,00 15.620.000,00

19 0.50 10000 14.2 550000.00 7.810.000,00 15.620.000,00

20 0.50 10000 20.0 550000.00 11.000.000,00 22.000.000,00

21 1.00 20000 40.0 550000.00 22.000.000,00 44.000.000,00

22 0.50 10000 20.0 550000.00 11.000.000,00 22.000.000,00

23 0.50

10000 20.0 550000.00 11.000.000,00 22.000.000,00

24 0.25 5000 10.0 550000.00 5.500.000,00 22.000.000,00

25 0.25 5000 10.0 550000.00 5.500.000,00 22.000.000,00

26 0.25 5000 10.0 550000.00 5.500.000,00 22.000.000,00

27 0.24 5000 7.1 550000.00 3.905.000,00 15.620.000,00

28 0.12 2500 3.5 550000.00 1.925.000,00 16.041.666,67

29 0.06 1000 1.4 550000.00 700.000,00 11.666.666,67

30 0.28 5000 8.5 550000.00 4.675.000,00 18.700.000,00

Total 9.18 184500 305.7 16.500.000.00 244.303.871,4 550,148,095.25

Rataan 0.306

6150 10.19 550000.00 8.143.462,38 18,338,269.84


(2)

Lampiran 8 . Pendapatan Bersih Usahatani Nilam Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian Selama 1 Tahun

No Sampel Luas Lahan (Ha) Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) Pendapatan Bersih (Rp)/Petani Pendapatan Bersih (Rp)/Ha

1 0.50 9.405.000,00 5.211.333,00 4.193.667,00 8.387.334,00

2 0.20 3.905.000,00 3.024.333,33 880.666,67 3.522.666,68

3 0.12 1.925.000,00 1.123.333,33 801.666,67 6.680.555,58

4 0.08 1.540.000,00 515.000,00 1.025.000,00 12.812.500,00

5 0.12 1.925.000,00 933.333,33 991.666,67 8.263.888,91

6 0.24 3.905.000,00 1.256.667,67 2.648.332,33 11.034.718,04

7 0.25 3.905.000,00 2.060.667,67 1.844.332,33 7.377.329,32

8 0.16 2.310.000,00 690.666,67 1.619.333,33 10.120.833,31

9 0.12 2.310.000,00 946.666,67 1.363.333,33 11.361.111,08

10 0.50 7.810.000,00 2.729.333,33 5.080.666,67 10.161.333,34

11 0.25 3.905.000,00 1.669.000,00 2.236.000,00 8.944.000,00

12 0.50 7.810.000,00 2.603.667,67 5.206.332,33 10.412.664,66

13 0.28 4.675.000,00 1.008.333,33 3.666.666,67 13.095.238,11

14 0.25 3.905.000,00 1.348.333,33 2.556.666,67 10.226.666,68

15 0.24 3.905.000,00 2.483.667,67 1.421.332,33 5.685.329,32

16 0.30 4.675.000,00 3.653.333,33 1.021.666,67 4.086.666,68

17 0.12 1.925.000,00 1.094.667,67 830.332,33 6.919.436,08

18 0.50 7.810.000,00 4.628.333,33 3.181.666,67 6.363.333,34

19 0.50 7.810.000,00 2.015.333,33 5.794.666,67 11.589.333,34

20 0.50 11.000.000,00 4.961.000,00 6.039.000,00 12.078.000,00

21 1.00 22.000.000,00 9.649.000,00 12.351.000,00 12.351.000,00

22 0.50 11.000.000,00 3.292.000,00 7.708.000,00 15.416.000,00

23 0.50 11.000.000,00 4.988.000,00 6.012.000,00 12.024.000,00

24 0.25 5.500.000,00 2.411.333,33 3.088.666,67 12.354.666,68

25 0.25 5.500.000,00 2.515.667,67 2.984.332,33 11.937.329,32

26 0.25 5.500.000,00 3.372.667,67 2.127.332,33 8.509.329,32

27 0.24 3.905.000,00 2.350.000,00 1.555.000,00 6.220.000,00

28 0.12 1.925.000,00 1.209.667,67 715.332,33 5.961.102,75

29 0.06 700.000.00 498.333,33 201.666,67 3.361.111,16

30 0.28 4.675.000,00 1.934.500.,00 2.740.500,00 10.962.000,00

Total 9.18 244.303.871,4 76.178.174,33 91.886.825,67 269.832.143,70

Rata-Rata 0.306 8.143.462,38 2.539.272,478 3.062.894,18 8.994.404,79


(3)

Lampiran 9.Skor Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Budidaya Nilam No

Sampel

Luas Lahan (Ha)

Varietas Pembibitan Penanaman Jarak Tanam Pemeliharaan Pemupukan Pengelolahan Hama dan Penyakit Total Kategori

1 0.50 3 2 2 2 2 1 2 14 Sedang

2 0.20 2 0 0 0 0 0 0 2 Rendah

3 0.12 2 0 0 0 1 0 0 3 Rendah

4 0.08 2 0 0 0 0 0 0 2 Rendah

5 0.12 2 0 0 0 0 0 0 2 Rendah

6 0.24 2 0 0 2 0 0 0 4 Rendah

7 0.25 2 0 0 2 0 0 0 4 Rendah

8 0.16 2 0 0 2 1 0 0 5 Rendah

9 0.12 3 0 2 2 2 1 0 10 Sedang

10 0.50 2 0 0 2 1 0 0 5 Rendah

11 0.25 2 0 0 2 2 0 0 6 Rendah

12 0.50 2 0 0 2 2 0 0 6 Rendah

13 0.28 3 0 0 0 2 0 0 5 Rendah

14 0.25 3 0 0 0 1 0 0 4 Rendah

15 0.24 3 0 0 0 1 0 0 4 Rendah

16 0.30 3 2 2 2 2 1 2 14 Sedang

17 0.12 2 0 0 0 1 0 0 3 Rendah

18 0.50 2 0 0 2 1 0 0 6 Rendah

19 0.50 3 0 0 0 2 0 0 5 Rendah

20 0.50 3 2 2 2 2 0 2 13 Sedang

21 1.00 3 2 2 2 2 1 2 14 Sedang

22 0.50 3 2 2 2 2 0 2 13 Sedang

23 0.50 3 2 2 2 2 1 2 14 Sedang

24 0.25 2 2 2 2 2 1 2 13 Sedang

25 0.25 3 2 2 2 2 1 0 12 Sedang

26 0.25 2 2 2 2 2 1 2 13 Sedang

27 0.24 2 0 0 0 0 0 0 2 Rendah

28 0.12 3 0 0 0 0 0 0 3 Rendah

29 0.06 2 0 0 2 2 0 0 6 Rendah

30 0.28 3 0 0 0 2 1 0 7 Rendah

Total 9.18 74 18 20 36 39 9 16 212 Rendah

Rataan 0.306 2.46 0.6 0.6 1.2 1.3 0.3 0.53 7.26 Rendah

Minimum 0.06 2 0 0 0 0 0 0 2 Rendah

Maksimum 1.00 3 2 2 2 2 1 2 14 Sedang

Keterangan

Jumlah Skor ≤ 7 : Kategori Rendah Jumlah Skor 8-14 : Kategori Sedang Jumlah Skor ≥ 15 : Kategori Tinggi


(4)

Lampiran 10.Data Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dan Tingkat Adopsi Petani

No. Sampel Luas

Lahan

Umur Tingkat Pendidikan

Normal(Tahun)

Pengalaman Bertani Total Pendapatan Jumlah Tanggungan Tingkat Adopsi

1 0.50 55 12 5 4.193.667,00 1 14

2 0.20 42 9 17 880.666,67 2 2

3 0.12 30 12 12 801.666,67 4 3

4 0.08 63 0 38 1.025.000,00 7 2

5 0.12 54 6 30 991.666,67 7 2

6 0.24 48 6 23 2.648.332,33 8 4

7 0.25 48 6 1 1.844.332,33 4 4

8 0.16 46 6 2 1.619.333,33 6 5

9 0.12 45 12 20 1.363.333,33 5 10

10 0.50 50 6 25 5.080.666,67 7 5

11 0.25 35 6 8 2.236.000,00 3 6

12 0.50 62 9 32 5.206.332,33 7 6

13 0.28 30 6 3 3.666.666,67 1 5

14 0.25 60 6 40 2.556.666,67 10 4

15 0.24 35 9 10 1.421.332,33 3 4

16 0.30 45 12 2 1.021.666,67 6 14

17 0.12 63 6 20 830.332,33 8 3

18 0.50 45 9 38 3.181.666,67 6 6

19 0.50 27 6 3 5.794.666,67 4 5

20 0.50 35 6 3 6.039.000,00 2 13

21 1.00 68 6 40 12.351.000,00 9 14

22 0.50 40 9 1 7.708.000,00 2 13

23 0.50 34 12 1 6.012.000,00 2 14

24 0.25 45 9 1.5 3.088.666,67 4 13

25 0.25 30 0 1 2.984.332,33 5 12

26 0.25 55 9 2 2.127.332,33 3 13

27 0.24 29 9 1 1.555.000,00 3 2

28 0.12 68 6 25 715.332,33 6 3

29 0.06 46 6 2 201.666,67 6 6

30 0.28 45 6 2 2.740.500,00 4 7

Total 9.18 1378 222 408.50

91.886.825,67 145 212

Rataan 0.306 45.93 7.4 13.61 3.062.894,18 4.83 7.26

Minimun 0.06 27 0 1 201.666,67 1 2

Maksimum 1.00 68 12 40 12.351.000,00 10 14


(5)

Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik, Hubungan Antara Tingkat Adposi Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel Correlations

Umur

Tingkat_ Pendidikan_

Formal

Pengalaman_ Bertani

Total_

Pendapatan Luas_Lahan

Jumlah_Tanggu

ngan Tingkat_Adopsi

Spearman's rho Umur Correlation Coefficient 1.000 -.228 .578(**) -.161 -.139 .646(**) -.074

Sig. (2-tailed) . .226 .001 .395 .462 .000 .696

N 30 30 30 30 30 30 30

Tingkat_Pendidikan_ Formal

Correlation Coefficient -.228 1.000 -.178 .004 .178 -.413(*) .327

Sig. (2-tailed) .226 . .347 .985 .348 .023 .078

N 30 30 30 30 30 30 30

Pengalaman_Bertani Correlation Coefficient .578(**) -.178 1.000 -.100 -.093 .623(**) -.343

Sig. (2-tailed) .001 .347 . .597 .624 .000 .064

N 30 30 30 30 30 30 30

Total_Pendapatan Correlation Coefficient -.161 .004 -.100 1.000 .902(**) -.216 .604(**)

Sig. (2-tailed) .395 .985 .597 . .000 .252 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

Luas_Lahan Correlation Coefficient -.139 .178 -.093 .902(**) 1.000 -.231 .659(**)

Sig. (2-tailed) .462 .348 .624 .000 . .219 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

Jumlah_Tanggungan Correlation Coefficient .646(**) -.413(*) .623(**) -.216 -.231 1.000 -.262

Sig. (2-tailed) .000 .023 .000 .252 .219 . .161

N 30 30 30 30 30 30 30

Tingkat_Adopsi Correlation Coefficient -.074 .327 -.343 .604(**) .659(**) -.262 1.000

Sig. (2-tailed) .696 .078 .064 .000 .000 .161 .

N 30 30 30 30 30 30 30

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(6)

Lampiran 12.Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Tingkat Adopsi Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani

Karakteristik Sosial Ekonomi Petani rs

t

hitung

t

tabel (0,05)

Umur -0,074 0,39 1,701

Tingkat Pendidikan Formal 0,327 1,83 1,701

Pengalaman Bertani -0,343 1,93 1,701

Total Pendapatan 0,604 4,01 1,701

Luas Lahan 0,659 4,63 1,701

Jumlah Tanggungan -0,262 1,43 1,701


Dokumen yang terkait

Petani Nilam (Studi Deskriptif Terhadap Pengetahuan Petani Dalam Budidaya Tanaman Nilam Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

6 74 101

Dampak Komoditi Kopi Gayo Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Di Bener Meriah

6 128 119

Tingkat Adopsi Petani Sayur Mayur Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Kelurahan Tanah Enam Ratus ( Studi Kasus : Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan )

0 29 95

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Ikan Kerambah Dan Dampaknya Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Kabupaten Toba Samosir (Kecamatan Simanindo Desa Simairiudo Sangkal)

1 30 89

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Dan Hubungannya Dengan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

10 71 79

Hubungan Antara Tingkat Adopsi Teknologi Dengan Produktivitas Padi Sawah Lahan Irigasi (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

3 41 78

Prospek Pengembangan Nilam Di Desa Tanjung Meriah, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kabupaten Pakpak Bharat

5 80 81

Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Gambir Di Kabupaten Pakpak Bharat

4 66 101

BAB II GAMBARAN UMUM - Petani Nilam (Studi Deskriptif Terhadap Pengetahuan Petani Dalam Budidaya Tanaman Nilam Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Petani Nilam (Studi Deskriptif Terhadap Pengetahuan Petani Dalam Budidaya Tanaman Nilam Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

0 0 21