Sejarah Pengembangan Tanaman Jati di Indonesia

B. Sejarah Pengembangan Tanaman Jati di Indonesia

Sejak abad ke-9 tanaman jati yang merupakan tanaman tropika dan subtropika telah dikenal sebagai pohon yang memilki kayu kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Jati digolongkan sebagai kayu mewah fancy wood dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap serta jamur dan mampu bertahan sampai 500 tahun Suryana, 2001. Tanaman Jati secara alamiah banyak dijumpai di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, yaitu Burma, Thailand, Laos, Kamboja dan Indonesia. Pada abad ke-19 jati juga mulai dibudidayakan di Amerika tropik seperti Trinidad dan Nicaragua. Belakangan jati juga mulai dibudidayakan di Nigeria dan beberapa negara Afrika tropik lainnya Simon, 2000. Keberhasilan permudaan sejak akhir abad ke-19 telah dap[at mengembangkan luas kawasan hutan jati di pulau Jawa. Menurut data Penyusun Sejarah Kehutanan Indonesia, pada akhir abad ke-19 luas hutan jati di pulau Jawa seluruhnya diperkirakan berkisar 650.000 ha. Luas hutan jati terus bertambah menjadi 785.000 ha pada tahun 1929. Sejak tahun 1985 luas hbutan jati di pulau Jawa seluruhnya sudah mencapai 1.069.712 ha Simon, 2000. Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia sampai sekarang awalnya berasal dari India Dephut RI, 1986. Tanaman jati mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn. F yang secara historis naman tectona berasal dari bahasa Portugis tekton dan berarti tumbuhan yang mempunyai kualitas tinggi. Di negara asalnya, tanaman jati dikenal dengan banyak nama daerah, seperti según Bengali, tekku Bombay, kyun Burma, sagach Gujarat, sagub, sagwan Hindi, jadi, saguan, tega, tiayagadamara Kannad. Tanaman jati dalam bahasa Jerman dikenal dengan nama teck atau teakbaun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak Suryana, 2001. Hutan jati yang sebagian besar terdapat di pulau Jawa, pengelolaannya telah lama dilakukan oleh PT. Perhutani yang mengelola hutan jati seluas 2,6 juta ha yang terdiri dari 54 KPH Kesatuan Pemangku Hutan. Kawasan hutan yang PT. Perhutani terdiri dari hutan produksi seluas 1,9 juta ha dan hutan lindung seluas 700 ribu ha. Luas hutan jati yang dikelola oleh PT. Perhutani adalah seluas 1 juta ha Asosiasi Meubel Indonesia, 2001. Produksi hutan jati yang dikelola PT. Perhutani rata-rata 800 ribu m 3 tahun. Sebagian besar produksi hutan jati 85 dijual dalam bentuk log, sedangkan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri milik PT. Perhutani dan Industri Mitra Kerja Sama Pengelolaan Mitra Mitra KSP Perhutani dengan swasta Asosiasi Meubel Indonesia, 2001. Pada Tabel 2 disajikan data distribusi produksi jati PT. Perhutani sampai tahun 2000. Berdasarkan data pada Tabel 2, pada tahun 2000 PT. Perhutani sebagai pemasok utama kayu jati di Indonesia hanya mengeluarkan kayu dalam bentuk log untuk kebutuhan industri sebanyak 726.654 m 3 . Masih ada kekurangan pasokan, karena kebutuhan bahan baku kayu jati untuk industri furniture terhadap sekitar 1500 perusahaan pada tahun 2000 adalah 2 juta m 3 Asosiasi Meubel Indonesia, 2001. e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 2 Tabel 1. Persebaran Hutan Tanaman Jati di Jawa yang Dikelola oleh PT. Perhutani pada Tahun 1989. Lahan Hutan ha No. Propinsi Luas Daratan ha Jati Total HutanTotal Daratan 1. DKI Jakarta 59.000 1.000 1,76 2. Jawa Barat 4.620.600 170.570 968.100 20.90 3. Jawa Tengah 3.420.600 304.562 655.681 19,20 4. DI. Yogyakarta 316.900 16.000 18.000 5,70 5. Jawa Timur 4.782.580 578.580 1.364.441 28,50 Total 13.209.300 1.069.712 3.007.222 22,80 Sumber : Asosiasi Meubel Indonesia, 2001 Tabel 2. Distribusi Produksi Kayu Jati PT. Perhutani sampai Tahun 2000 Pengguna Log Jati m 3 Perhutani No. Tahun Produksi Industri Swasta Industri Perhutani Mitra KSP Total 1. 1998 707.569 84.279 36.682 828.530 2. 1999 567.716 79.883 46.219 639.818 3. 2000 726.654 59.676 38.540 824.870 Sumber :Asosiasi Meubel Indonesia, 2001. Adanya peningkatan eksport furniture berbahan baku kayu jati pada tiga tahun terakhir mengakibatkan semakin besarnya permintaan kayu jati. Perlu diketahui bahwa, sebagian besar industri furniture yang berorientasi eksport menggunakan kayu jati sebagai bahan bakunya. Pasokan kayu jati di Indonesia hanya berasal dari pasokan PT. Perhutani dan dari hutan rakyat. Sulitnya mendapatkan bahan kayu jati dapat berdampak buruk bagi perkembangan industri furniture di Indonesia. Hal ini perlu diperhatikan secara serius, karena industri furniture memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan devisa negara, yaitu sebesar 1,45 milyar US pada tahun 2000 dari total devisa 8 milyar US untuk seluruh produk kehutanan Asosiasi Meubel Indonesia, 2001. C. Karakteristik Tanaman Jati Tanaman jati diklasifikasikan ke dalam famili Verbenaceae, genus Tectona, dan nama spesies Tectona grandis Linn. F. Selain Tectona grandis, famili Verbenaceae juga memiliki spesies lain yang seperti jati di Indonesia, yaitu Tectona hamiltoniana Wall, tumbuh di daerah kering Myanmar dan Tectona philippinensis Benth Hooker yang tumbuh di hutan Batangas dan Mindoro puilau Iling Filipina. T. grandis merupakan jati yang mempunyai kualitas kayu yang paling baik dibandingkan dua jenis Tectona lainnya Suryana, 2001. Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mecapai sekitar 30-45 m. Batang yang bebas cabang dapat mencap[ai antara 15-20 m bila dilakukan proses pemangkasan. Pohon jati yang tumbuh baik diameter batangnya dapat mencapai 220 cm. e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 3 Kulit kayu jati berwarna kecoklatan atau abu-abu dan sifatnya mudat terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan dapat bercabang. Daun jati berbentuk opposite bentuk jangtung membulat dengan ujung meruncing, berukuran panjang 20-50 cm dan lebar 15- 40 cm, permukaan daunnya berbulu. Daun muda pohon jati berwarna hijau kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan. Walaupun tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapaiu diameter batang 220 m, namun umumnya jati dengan diameter 50 cm sudah ditebang karena tingginya permintaan terhadap kayu jati. Bentuk batang pohon jati tidak teratur serta mempunyai alur. Warna kayu teras bagian tengah coklat muda, coklat merah tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal bagian luar teras hingga kulit putih atau kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah serat kayu jati lurus dan agak terpadu. Permukaan kayu jati licin dan agak berminyak serta memiliki gambaran yang indah. Kambiun kayu jati memilki sel-sel yang menghasilkan perpanjangan vertikal dan horizontal, dimulai dengan berkembangnya inti sel berbentuk oval secara memanjang, kemudian akan membelah menjadi 2 sel dan demikian seterusnya. Pada sekitar bulan Juli-September musim kemarau, tanaman akan mengalami gugur daun dan pada saat itu kambiun akan tumbuh lebih sempit dari pertumbuhan musim penghujan. Pada bulan Januari-April musim penghujan, daun akan tumbuh, sehingga pertumbuhan kambiun normal kembali. Perbedaan pertumbuhan tersebut akan membuat suatu pola yang indah bila batang jati dipotong melintang. Pola pertumbuhan kayu yang indah tersebut dikenal juga dengan istilah lingkaran tahun. Sifat fisik kayu adalah sebagai berikut : kayu jati memiliki berat jenis antara 0,62- 0,75 dan memiliki kelas kuat II-III dengan nilai keteguhan patah antara 800-1200 kgcm 3 Syafii, 2000 dalam Sipon et al., 2001. Daya resistensi yang tinggi kayu jati terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan karena adanya zat ekstraktif tectoquinon atau 2- metil antraqinon. Selain itu, kayu jati juga masih menagndung komponen lain, seperti tri poliprena, phenil naphthalene, antraquinon dan komponen lain yang belum terdeteksi Sipon et al., 2001. Kayu jati memiliki kadar selulosa 46,5, lignin 29,9, pentosan 14,4, abu 1,4, dan silika 0,4, serta nilai kalor 5,081 kalgr Suryana, 2001. Keawetan kayu sesuai hasil uji terhadap rayap dan jamur tergolong kelas II. Dengan demikian, kayu jati dapat terserang rayap dengan kapasitas rendah pada kondisi kayu yang dipengaruhi oleh umur pohon, semakin tua kayu jati semakin sulit terserang rayap. D. Sistem Penanaman Jati dengan Konsep Agroforestry di Indonesia Pola pengembangan tanaman dalam bentuk hutan tanaman dengan produk berupa kayu merupakan program penting untuk dilaksanakan sebagai upaya menurunkan tingkat ketergantungan pemenuhan kebutuhan kayu dari hutan alam. Ketergantungan terhadap produksi kayu hutan alam tidak dapat dipertahankan lagi, karena produksi dari hutan alam terus mengalami penurunan. Pengembangan tanaman jati terus harus dilaksanakan, karena nilai kayu yang secara ekonomis bernilai tinggi dan permintaannya dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pola pengembangan hutan tanaman jati awalnya dilakukan secara monokultur. Pemilihan pola penanaman secara monokultur biasanya didasarkan kepada pertimbangan teknis, modal usaha, dan tenaga kerja. Konsep pengembangan pohon e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 4 dengan pola agroforestry pada 20 tahun belakang mulai dilirik dan dikembangkan, terutama dalam pemanfaatan lahan land use. Konsep dasar sistem agroforestry adalah menanam tanaman selingan di antara tanaman pokok, pada lajur tersendiri sebelum atau sesudah penanaman tanaman pokok selama pertumbuhannya tidak mempengaruhi atau dipengaruhi tanaman pokok Pamulardi, 1991. Tanaman selingan yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : 1. Berumur lebih pendek dari tanaman pokok 2. Tidak menjadi pesaing tanaman pokok terhadap pemenuhan kebutuhan hidup 3. Mampu menciptakan keadaan yang menguntungkan pertumbuhan tanaman pokok 4. Mampu memperbaiki kesuburan tanah dan sifat fisik tanah, dan 5. Teknologi budidayanya tidak merangsang penciptaan lingkungan yang merugikan pertumbuhan tanaman pokok. Pada kegiatan praktek agroforestry, tidak hanya berusaha memenuhi persyaratan yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi juga harus memenuhi persyaratan lain, yaitu secara ekonomis menguntungkan untuk dilaksanakan. Berdasarkan pengalaman bahwa konsep agroforestry dengan menggunakan tanaman pangan di hutan tanaman jati menunjukkan bahwa teknologim itu memerlukan biaya besar dan pengelolaan yang lebih intensif. Pada umumnya, kawasaan hutan memiliki tanah yang dikategorikan kurang subur, sehingga memerlukan input pertanian yang lebih besar, seperti pupuk untuk mendukung produksi tanaman pangan. Untuk itu, pertimbangan dan pengkajian teknik budidaya harus dilaksanakan, sehingga konsep agroforestry dapat ekonomis mengingat harga input pertanian yang terus meningkat. Kegiatan agroforestry merupakan kegiatan intensif yang memerlukan banyak tenaga kerja di satuan-satuan Huaatan Tanaman Industri HTI. Apabila tenaga kerja yang berpengalaman menangani teknik budidaya tumpang sari tidak tersedia, maka kegiatan agroforestry sulit untuk dilaksanakan dan sangat berpeluang gagal. Untuk itu, pemilihan teknologi pertanian yang tepat harus dilaksanakan sebelum kegiatan agroforestry dilakukan. Konsep pokok sistem tanaman campuran ini adalah menanam tanaman beberapa jenis tanaman secara bersama-sama pada suatu lahan, sehingga terbentuk suatu sistem pertanaman dengan keragaman jenis yang tinggi. Sistem tanaman campuran ini memang memberi kemungkinan bagi terciptanya suatu sitem HTI yang mantap. Namun demikian, arah konsep ini bukan hanya menciptakan suatu ekosistem yang mantap, tetapi juga harus tetap produktif dan ekonomis. Suatu ekosistem yang mantap biasanya harus didukung oleh setiap komponennya sehingga membentuk suatu kesatuan fungsi yang mengarah ke pembangunan ekosistem tersebut. Komposisi hutan tanaman campuran ini dapat terdiri dari satu atau lebih tanaman HTI pilihan, yang didukung oleh tanaman lain bukan tanaman HTI, atau hanya terdiri dari tanaman HTI dengan urutan kepentiungan tertentu. Perakitan komposisi hutan campuran ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti bentuk lajur dengan lebar tertentu ataau berupa blok-blok perlu disesuaikan dengan keadaan lapangan. Harus diingat pula bahwa satuan kawasan HTI sangatlah luas, sehingga memungkinkan adanya e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 5 keragaman mutu tanah atau lahan. Dengan demikian, pemilihan tanaman campuran beserta teknologinya juga dapat beragam pada suatu kawasan HTI yang luas. Kendala utama pada penerapan sistem tanaman campuran dalam HTI adaalah bahwa sampai saat ini sebagian besar tanaman HTI belum diketahui pola kebutuhan haranya. Pengetahuan terhadap aspek pola kebutuhan hara menjadi penting untuk menghindari terjadi persaingan antar tanaman. Aspek lain yang penting adalah bahwa keragaman tanaman, dan ini berarti juga menuntut pengelolaan yang beragaam pula.

E. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jati