Subordinasi Streotipe Permasalahan Marginalisasi, Subordinasi dan Streotipe sosial
Jurnal Wawasan, Februari 2006, Volume 11, Nomor 3
Deskilling, meskipun ia mempunyai keahlian tertentu, tidak berarti bahwa ia akan menda-
patkan pekerjaan sesuai dengan bidang dan keahliannya. Ideologi dalam memandang
perempuan sangat berpengaruh pada kondisi marginalisasi perempuan dalam konteks buruh
perempuan di pabrik.
Scott seperti di kutip Grijins, 1992 memandang segregasi pekerjaan berdasarkan
jenis kelamin merupakan salah satu bagian dari marginalisasi. Marginalisasi adalah sebuah
konsep yang penting untuk memahami hubungan antara industrialisasi dengan pekerja
perempuan. Marginalisasi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai proses perubahan
hubungan kekuasaan antar manusia. Perubahan hubungan ini mengakibatkan akses salah satu
kelompok ke sumber-sumber vital semakin terbatas. Sumber-sumber itu antara lain
meliputi modal, pekerjaan, pendidikan, dan lain- lain. Sejalan dengan berlalunya waktu, sumber-
sumber itu semakin dimonopoli oleh sekelom- pok kecil orang. Dalam proses ini perempuan
lebih tersisih dibandingkan laki-laki. Sebagai konsekuensinya perempuan harus
menyandarkan kehidupan mereka pada sumber-sumber marginal yang terletak di
pinggiran ekonomi pasar.
Disadari atau tidak marginalisasi pada buruh perempuan ini tidak saja terjadi di
pabrik dengan sentuhan kapitalisme modern, tetapi terjadi juga dalam lingkup keluarga,
masyarakat, kultur bahkan negara. Misalnya marginalisasi di dalam keluarga, anak perempuan
selalu mendapatkan kesempatan kedua setelah anak laki-laki. Dampak marginalisasi ini di
dalam keluarga mengimbas pada pekerjaan publik baca pabrik, yang mempekerjakan
perempuan. Jika perempuan mengintegrasikan ke dalam industrialisasi, maka selayaknya ia
mendapatkan peluang kerja setara dengan laki- laki bukan hanya bidang-bidang yang
merupakan perpanjang tangan tugasnya di sektor domestik seperti pekerjaan yang
membutuhkan ketelatenan, ketelitian, dan kesabaran.
Bila kita kritisi bahwa marginalisasi yang terjadi pada perempuan di pabrik berjalan
seiring dengan eksploitasi. Hal ini dapat dijelaskan dengan 4 asumsi dasar yaitu:
1. Perempuan memegang peranan utama
dalam produksi subsistem 2.
Kegiatan subsistem menawarkan otonomi dan akses ke sumber daya
3. Status perempuan terkikis oleh
perkembangan kapitalisme 4.
Peranan perempuan yang utama adalah sebagai isteri sehingga peluang kerja yang
disediakan sebagai yang bersifat “ keibuan “ sebagai perluasan dari pekerjaan
ibu rumah tangga.
Bila permasalahan marginalisasi ini dikaitkan dengan ketimpangan gender, Maka
ada 2 hal yang dapat dijelaskan: 1.
Pekerjaan-pekerjaan marginal yang dikerjakan oleh perempuan dapat dilihat
sebagai akibat proses identifikasi perempuan terhadap apa-apa yang sesuai
dengan sifat keperempuanannya yang telah dikonstruksikan secara sosial. Identifikasi
ini merupakan proses pemaknaaan diri dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
perempuan sehingga berbagai faktor diperhatikan di dalamnya. Keterlibatan
dalam kegiatan ekonomi marginal karena itu merupakan hasil dari suatu proses
interaksi dan negosiasi di mana perempuan sendiri aktif di dalamnya.
2. Berbagai proses telah mereproduksi sifat
keperempunanan dan kenyataan tentang pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan
sifat keperempuanan tersebut. Tingkat absensia perempuan yang tinggi karena
cuti hamil dan melahirkan sering dijadikan alasan untuk tidak memilih
tenaga kerja perempuan atau menempatkan perempuan dalam pekerjaan
yang marginal. Abdullah, 1995: 9.
Bila kita menganalisa mengapa terjadi marginalisasi, Boserup 1970 menunjukkan
faktor budaya sebagai penyebabnya. Menurut pendapatnya, pertumbuhan penduduk
menyebabkan peningkatan tekanan terhadap tanah dan sumber daya langka lainnya seperti
teknologi. Marginalisasi berlangsung selama dan setelah masa penjajahan yang
mencerminkan ideologi gender yang diperkuat nilai-nilai patriarkhi.