BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat Kulit Topikal Kortikosteroid
Obat kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang. Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topikal, kadang – kadang kurang jelas daya
kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal kortikosteroid sangat efektif terhadap penyakit eksem.
Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti Betametason, Flucinolon, dan Klobetasol mempunyai daya kerja yang lebih besar. Akan tetapi penggunaan obat
kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi
kulit. Sartono, 1996 Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak ; dan
mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem syaraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme,
maka dikatakan bahwa korteks ardenal berfungsi homeostatik, artinya : penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Suharti, 1995
Universitas Sumatera Utara
Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengobatan gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan antimitotisnya yang
menghambat atau mencegah pembelahan sel zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan dermatitis, psoriasis penyakit sisik,
prurigo bintil-bintil gatal, pelbagai rupa gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan khususnya ekzem segera kambuh lagi, terutama bila digunakan
fluorkortikoida dengan khasiat kuat. Tan Hoan Tjay, 2002
Menurut Anief, 1999 obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan krim. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok dan salep tidak boleh berbau tengik.
Krim adalah suatu salep yang berupa emulsi kental, mengandung tidak kurang dari 60 air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Sedangkan menurut farmakope Edisi IV, 1995 krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air
dalam minyak atau minyak dalam air. Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan
kebagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaianya tidak melalui mulut, kerongkongan dan kearah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar
Universitas Sumatera Utara
adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi dan lainya. Widjajanti, 1988
Ada beberapa tipe krim seperti emulsi air dalam minyak AM dan emulsi minyak dalam air MA . Sebagai pengemulsi, dapat digunakan surfaktan anionik,
kationik dan nonionik. Untuk tipe AM digunakan sabun monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain – lain. Krim tipe MA mudah dicuci. Untuk
penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan ialah nipagin 0,12 - 0,18 dan nipasol 0,02 - 0,05 . Anief,
1999 Kualitas dasar krim adalah :
a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam
kamar. b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen, sebab selep digunakan untuk kulit yang teriritasi. c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit seperti krim. d. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar salep padat atau
cair pada pengobatan. Anief, 1994
Universitas Sumatera Utara
2.2. Betametason