Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Tablet Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET PRODUKSI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

Oleh :

ANITA BERDIA SIMANULLANG NIM 082410021

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET PRODUKSI PT.KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ANITA BERDIA. S 082410021

Medan, April 2011

Disetujui oleh

Dosen Pembimbing I, Pembimbing II

Fakultas Farmasi PT. Kimia Farma (Persero)Tbk. Plant

Medan

Dra. Siti Nurbaya., Apt. Drs. Zulfadli, Apt

NIP 195008261974122001

Disahkan oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas setiap berkat dan naungan kasih-Nya yang selalu dicurahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda A. Simanullang dan Ibunda R. Sibuea yang telah memberikan kasih sayang serta Doa yang tiada pernah henti untuk dukungan moril dan materil selama ini. Tanpa kalian dan keluarga semua penulis bukanlah apa-apa.

Maka pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., Sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi M.App.Sc.,Apt., sebagai koordinator program Diploma III Analis Farmasi.

3. Ibu Dra. Siti Nurbaya., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian hingga tugas akhir ini selesai.

4. Bapak Hendra Farma Johar, Msi, Apt sebagai Plant Manager PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dan seluruh karyawan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan atas bantuan dan kerja samanya.

5. Dosen dan Pegawai Fakultas Farmasi Program Diploma III Analis Farmasi yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa Analis Farmasi.

6. Kakak, abang dan adik serta seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta dukungan Doa kepada penulis.


(4)

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2008-2010 yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Penulis juga menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis sangat berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 3

1.2.1 Tujuan ... 3

1.2.2 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tablet ... 4

2.2.1 Jenis-Jenis Tablet ... 4

2.2.2 Cara Penggunaan Tablet ... 6

2.2 Uraian Umum ... 8

2.1.1 Farmakokinetik ... 9

2.1.2 Farmakodinamik ... 10

2.3 Pengujian Parasetamol ... 11

2.3.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 11

2.3.2 Alat utama KCKT ... 13

BAB III METODOLOGI ... 17

3.1 Alat Dan Bahan ... 17

3.1.1 Alat-Alat ... 17

3.1.2 Bahan-Bahan ... 17

3.2 Prosedur Percobaan ... 18

3.2.1 Pembuatan fase gerak ... 18

3.2.2 Pembuatan Larutan Baku ... 18


(6)

3.2.4 Cara Penetapan ... 19

3.2.5 Penghitungan Kadar ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22 DAFTAR PUSTAKA


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Derivat amino fenol yaitu fenasetin dan parasetamol. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino-benzen. Parasetamol di Indonesia dikenal sebagai antipiretik, dan tersedia sebagai obat bebas. Efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada (Ganiswarna S.G dkk, 1995)

Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam. Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran. Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang ( Djamhuri, 1990).

Analgetik non narkotik sering pula disebut analgetik-antipiretik atau non steroidal anti-inflamantory Druds (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem syaraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai anti radang untuk pengobatan rematik. Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit,tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu


(8)

badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil (Siswandono, 2000).

Parasetamol merupakan salah satu obat golongan analgetik-antipiretik yang digunakan sangat luas di kalangan masyarakat Indonesia, selain karena harganya yang cukup terjangkau, juga memiliki aktivitas yang mampu menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif dan relatif aman dengan penggunaan dosis terapi. Parasetamol yang ada di pasaran tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, antara lain bentuk tablet, kaplet, maupun sirup. Setiap bentuk sediaan memiliki kadar parasetamol yang berbeda-beda. Pada industri Farmasi, salah satu pengawasan Mutu merupakan bagian dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, agar hasil produksi yang dipasarkan memenuhi persyaratan CPOB. Salah satu persyaratan CPOB ini perlu dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam tablet, menurut persyaratan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.

Kiranya Tugas Akhir ini dapat berguna untuk menentukan kadar tablet parasetamol secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.


(9)

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah :

- Untuk mengetahui kadar parasetamol tablet yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

- Untuk mengetahui apakah kadar parasetamol tablet produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2.2 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

- Memberikan informasi tentang kadar paracetamol dalam tablet produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plat Medan

- Memberikan informasi apakah kadar parasetamol yang terkandung dalam tablet produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi syarat Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidk lebih dari 110,0 %.

- Memberikan informasi tentang metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang digunakan pada penetapan kadar parasetamol dalam tablet.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainya tergantung pada cara pemakaian dan metode pembuatan tablet tersebut. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel.H.C, 1989).

2.1.1 Jenis-jenis Tablet

Macam-macam jenis tablet berikut ini:

1. Tablet Kompresi, yaitu tablet kompresi yang dibuat dengan mencetak pada punch dan die dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya ke dalam bahan obatnya, diberi tambahan sejumlah bahan pembantu antara lain:

a. Pengenceran atau pengisi yang ditambahkan jika perlu ke dalam formulasi supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan.


(11)

b. Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya.

c. Penghancur atau bahan yang dapat membantu penghancuran, akan membantu memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga lebih mudah diabsorpsi.

d. Antirekat pelincir atau zat pelincir yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan mencegah melekatnya bahan ini pada punch dan die serta membuat tablet-tablet menjadi bagus dan berkilat.

e. Bahan tambahan lain seperti zat warna dan zat pemberi rasa.

2. Tablet Kompresi Ganda, yaitu tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan. Tablet berlapis dibuat dengan cara memasukkan satu campuran obat ke dalam cetakan dan ditekan, demikian pula campuran obat sebagai lapisan berikutnya dimasukkan ke dalam cetakan yang sama dan ditekan lagi, untuk membentuk dua atau tiga lapisan tergantung pada jumlah obat yang ditambahkan secara terpisah dalam satu tablet berlapis (Ansel.H.C, 1989 ) 2.1.2 Cara Penggunaan Tablet


(12)

1. Tablet Oral

- Tablet biasa yaitu tablet yang dicetak, tidak disalut diabsorpsi disaluran cerna dan pelepasan obatnya cepat untuk segera memberikan efek terapi.

Contoh: tablet parasetamol

- Tablet Kunyah, dikunyah dulu baru ditelan.

Contoh: Antasida.

2. Tablet penggunaannya melalui rongga mulut

- Tablet Bukal, disisipkan diantara gusi dan pipi.

Contoh: Tablet Progesteron

- Tablet Sublingual, diletakkan dibawah lidah. Tablet ini cepat melarut dan bahan obatnya cepat diabsorpsi

Contoh: Tablet Isosorbit dinitrat

- Tablet Hisap = Troches = LozengsTablet dihisap dan obatnya terlarut sedikit demi sedikit dan diserap di rongga mulut

Contoh: Antiseptika dan Local anestesi.

3. Tablet penggunaannya di bawah kulit


(13)

Tujuannya untuk pemakaian tempo lama.

Contoh: Tablet Hormon KB

- Tablet Hipodermik, tablet ini sebelum digunakan dilarutkan dulu

dalam pelarutnya.

Contah: Atropin Sulfat

4. Tablet Everfessen, tablet ini dilarutkan dulu dalam air kemudian diminum. Contoh: Tablet Ca Sandoz

5. Tablet Vagina, pemakaiannya melalui vagina. Bentuknya pipih oval ujungnya lebih kecil. Tablet ini mengandung antibiotika dan antibakteri (Ansel.H.C, 1989).

Atas dasar kerja Farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :

1. Analgetika perifer (non-nsrkotika), yang terdiri dari obat-obatan yang tidak bersifat narkotika dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini.

2. Analgetika narkotika khusus digunakan menghalau rasa nyeri hebat, seperti fractura dan kanker (Tjay, 2007)


(14)

2.2. Uraian umum

Paracetamol

Rumus Bangun :

Rumus Struktur :

Berat Molekul : 151,16

Nama Kimia : 4’- Hidroksiasetanilida

Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam

natrium hidroksida 1N; mudah larut dalam etanol

Sinonim : Asetaminofen (Ditjen POM, 1995)

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang telah digunakan sejak tahun 1893, efek antipiretiknya ditimbulkan oleh gugus amino-benzen, menurunkan suhu badan tinggi dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilatasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono, 2000)

Pada penggunaan per oral parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah peberian. Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah.


(15)

Overdose dapat menimbulkan antara lain mual, muntah dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, disamping perlu pemberian zat penawar (asam-amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Interaksi pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia tetapi pada dosis biasa tidak interaktif (Tjay, 2007)

2.2.1 Farmakokinetik

Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma terikat 25% oleh protein plasma.

Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati; 80% parasetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis ertrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Ganiswarna S.G, dkk, 1995)


(16)

2.2.2 Farmakodinamik

Menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Ganiswarna S.G, dkk, 1995)

2.3 Pengujian Parasetamol

2.3.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan HPLC ( high perfomance liquid chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.

Kegunaan umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidak murnian (impurities); analisis senyawa yang mudah menguap (non-volatil); analisis senyawa yang tidak ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.


(17)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti sama-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis (Rohman, 2006)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat memisahkan dan menentukan jumlah zat berkhasiat disamping hasil peruraiannya dalam bentuk sediaannya . Banyak metode analisis lama yang dipakai sebagai metode pemeriksaan resmi berangsur-angsur digantikan oleh metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang lebih spesifik, peka dan teliti. (Lachman, 1994)

Alat utama Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) terdiri dari :

1. Tandon Pelarut

Bahan Tandon harus lembam terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga baja anti karat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika tandon harus bertekanan, hindari penggunaan gelas. Daya tampung tandon harus lebih dari 500 ml digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir 1-2 ml/menit.


(18)

2. Pipa

Pipa merupakan penyambung dari sluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntikan tidak berpengaruh hanya saja harus lembam, tahan tekanan dan mampu melewati pelarut dengan volume yang memadai.

3. Pompa

Pompa harus lembam terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja antikarat, teflon, dan batu nilam. Aliran pelarut dalam pompa harus tanpa denyut atau direndam untuk menghilangkan denyut, karena denyut alir pelarut dapat menyebabkan hasil yang rancu bagi beberapa detektor. Kecapatan alir pompa harus tetap, baik untuk keperluan jangka pendek maupun jangka panjang.

4. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat pengisian cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkaran cuplikan dan kelebihannya dikeluarkan kepembuangan. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom.


(19)

5. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan analisi bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dianjurkan antara penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom. (Munson, 1991)

Kolom kromatografi untuk pengaliran oleh gaya tarik bumi (Gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi kran jenis tertentupada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Salah satu konsep penting KCKT adalah mengusahakan volum pelarut antara penjerap dan detektor atau farksinator sekecil mungkin untuk mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisah. (Gritter, 1991)

6. Detektor

Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang dapatdiramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fasgerak. Detektor yang dipakai pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran jalan pita yang memburuk pemisahan. Pemilihan detektor Kromatogrfai Cair Kinerja Tinggi (KCKT) tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai.


(20)

7. Penguat sinyal

Pada umunya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik.

8. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan atau mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama-sama dengan integrator (Munson, 1991)


(21)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

- Peralatan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) - Ultra sonik

- Neraca analitik

- Gelas ukur 100 ml dan 50 ml - Labu ukur 100 ml dan 50 ml - Penyaring fase gerak

- Vial

- Syringe injektor - Filter 0,45 μm

3.1.2 Bahan-bahan

- Parasetamol tablet

- Baku Pembanding Parasetamol BPFI - Metanol


(22)

3.2PROSEDUR PERCOBAAN

3.2.1 Pembuatan Larutan Fase Gerak

- Dibuat campuran aquabides dan metanol (3:1)

- Disaring dengan penyaring membran filter berukuran 0,45 μm kemudian diangin-anginkan.

3.2.2 Pembuatan Larutan Baku

- Ditimbang seksama parasetamol BPFI sebanyak 50 mg - Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml

- Ditambah 20 ml pelarut aquabidest : metanol (3:1) - Disonikasi selama 15 menit

- Diencerkan sampai batas garis dengan pelarut yang sama - Dipipet sebanyak 1 ml larutan

- Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml - Diencerkan sampai garis batas

- Disaring dengan membran filter berukuran 0,45 μm kedalam botol vial

3.2.3 Pembuatan larutan uji

- Ditimbang 61,1 mg serbuk tablet parasetamol - Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml

- Ditambah 20 ml pelarut aquabides : methanol (3:1) - Disonikasi selama 15 menit


(23)

- Dipipet sebanyak 1 ml kedalam labu tentukur 50 ml - Diencerkan sampai garis batas

- Saring dengan membran filter berukuran 0,45 μm kedalam botol vial

3.2.4 Cara penetapan

- Dialirkan fase gerak aquabides : metanol (3 : 1) dengan menggunakan pompa dengan laju alir 1,5 ml per menit kedalam kolom yang berisi fase diam.

- Disuntikkan secara terpisah larutan baku parasetamol dan larutan uji parasetamol kedalam kromatografi cair kinerja tinggi dengan volume penyuntikan masing-masing 20 μm

- Pemisahan zat aktif terjadi melalui mekaisme kromatografi

- Hasil pemisahan dibaca oleh detektor dengan panjang gelombang 243 nm - Dicatat di rekorder

- Dihitung luas area puncak utama masing-masing larutan baku dan larutan sampel

3.3 Perhitungan

Kadar parasetamol : x K.BPFI %

Keterangan :

: Respon puncak utama sampel

: Respon puncak utama baku pembanding (standard) K. BPFI : Kadar Parasetamol BPFI (%) (100,09%)


(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Telah dilakukan pengujian penetapan kadar parasetamol tablet secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Hasil pemeriksaan dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 1. Hasil penetapan kadar parasetamol tablet secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT)

Kode parasetamol tablet batch

Kadar (%) Syarat

A 730266 725193 100,790 90,0 – 110,0 % B 717402 725193 99,039 90,0 – 110,0 %

4.2 Pembahasan

Hasil pengujian kadar dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dengan volume penyuntikan 20 μm dapat diperoleh kadar sampel

tablet batch A 100,790% dan tablet batch B 99,039%. Hasil ini diperoleh dari perhitungan kadar yang dapat dilihat pada lampiran I.


(25)

Perbedaan kadar sampel tablet batch A dan tablet batch B disebabkan pengujian kadar parasetamol dengan teknik penyuntikan sampel tablet batch A dan tablet batch B, dimana kecepatan penyuntikan sampel tablet batch A dan tablet batch B tidak bisa persis sama. Sehinga kadar pada sampel tablet batch A dan tablet batch B yang dibaca detektor pada panjang gelombang 243 nm berbeda. Untuk mencapai ketelitian analisis kuantitatif teknik penyuntikan sampel harus dilakukan dengan baik. Diperoleh kadar sampel batch A 100,790% dan tablet batch B 99,039%. Perbedaan kadar kedua sampel tersebut masih dalam kadar persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.

Kadar parasetamol pada sampel tablet batch A dan tablet batch B yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang diperoleh memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu 90,0 – 110,0%.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

2.4 Kesimpulan

- Kadar parasetamol tablet produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan sampel tablet batch A 100,790% dan tablet batch B 99,039%.

- Kadar parasetamol tablet produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

2.5 Saran

- Diharapkan kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan agar mempertahankan CPOB yang selama ini telah terlaksana dengan baik dan menjaga kadar sesuai persyaratan.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta : UI Press. Hal. 103-105, 118, 119, 112.

Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 632

Djamhuri, A. (1990). Sinopsis Farmakologi. UI press. Jakarta. Hal 45

Ganiswarna, S.G dkk, (1995). Farmakologi dan Terapi. UI. Edisi 5. Jakarta Hal : 237-238

Gritter, R.J., dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung. Hal 163 Lachman, L & Lieberman Herbert A., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri

II. Edisi 3. UI Press, Jakarta. Hal 1666-1667

Munson, J.W., 1991. Analis Farmasi Metode Modern. Parwa B. Airlangga Universiti Press. Surabaya, hal : 26-33

Rohman, A dan Gandjar, I.G. (2007). Kimia Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 261, 262.

Siswandono dan Suekerjo. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press, hal 364

Tanu I, (1972) Farmakologi dan Terapi. Edisi I. Jakarta. UI Press. Hal 162, 164 Tjay, T.H., dan Kirana, R. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta: PT.


(28)

Lampiran.

Perhitungan Kadar Parasetamol tablet secara KCKT Perhitungan :

• Tablet A

= 730266 = 725193 BPFI = 100,09%

= x 100,09%

= 100,790%

• Tablet B

= 717402 = 725193 = 100,09%

kadar = x 100,90%


(1)

- Diencerkan sampai garis batas

- Saring dengan membran filter berukuran 0,45 μm kedalam botol vial

3.2.4 Cara penetapan

- Dialirkan fase gerak aquabides : metanol (3 : 1) dengan menggunakan pompa dengan laju alir 1,5 ml per menit kedalam kolom yang berisi fase diam.

- Disuntikkan secara terpisah larutan baku parasetamol dan larutan uji parasetamol kedalam kromatografi cair kinerja tinggi dengan volume penyuntikan masing-masing 20 μm

- Pemisahan zat aktif terjadi melalui mekaisme kromatografi

- Hasil pemisahan dibaca oleh detektor dengan panjang gelombang 243 nm - Dicatat di rekorder

- Dihitung luas area puncak utama masing-masing larutan baku dan larutan sampel

3.3 Perhitungan

Kadar parasetamol : x K.BPFI % Keterangan :

: Respon puncak utama sampel

: Respon puncak utama baku pembanding (standard) K. BPFI : Kadar Parasetamol BPFI (%) (100,09%)


(2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Telah dilakukan pengujian penetapan kadar parasetamol tablet secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Hasil pemeriksaan dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 1. Hasil penetapan kadar parasetamol tablet secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT)

Kode parasetamol tablet batch

Kadar (%) Syarat

A 730266 725193 100,790 90,0 – 110,0 % B 717402 725193 99,039 90,0 – 110,0 %

4.2 Pembahasan

Hasil pengujian kadar dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) dengan volume penyuntikan 20 μm dapat diperoleh kadar sampel

tablet batch A 100,790% dan tablet batch B 99,039%. Hasil ini diperoleh dari perhitungan kadar yang dapat dilihat pada lampiran I.


(3)

pengujian kadar parasetamol dengan teknik penyuntikan sampel tablet batch A dan tablet batch B, dimana kecepatan penyuntikan sampel tablet batch A dan tablet batch B tidak bisa persis sama. Sehinga kadar pada sampel tablet batch A dan tablet batch B yang dibaca detektor pada panjang gelombang 243 nm berbeda. Untuk mencapai ketelitian analisis kuantitatif teknik penyuntikan sampel harus dilakukan dengan baik. Diperoleh kadar sampel batch A 100,790% dan tablet batch B 99,039%. Perbedaan kadar kedua sampel tersebut masih dalam kadar persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.

Kadar parasetamol pada sampel tablet batch A dan tablet batch B yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang diperoleh memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu 90,0 – 110,0%.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

2.4 Kesimpulan

- Kadar parasetamol tablet produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan sampel tablet batch A 100,790% dan tablet batch B 99,039%.

- Kadar parasetamol tablet produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

2.5 Saran

- Diharapkan kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan agar mempertahankan CPOB yang selama ini telah terlaksana dengan baik dan menjaga kadar sesuai persyaratan.


(5)

Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta : UI Press. Hal. 103-105, 118, 119, 112.

Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 632

Djamhuri, A. (1990). Sinopsis Farmakologi. UI press. Jakarta. Hal 45

Ganiswarna, S.G dkk, (1995). Farmakologi dan Terapi. UI. Edisi 5. Jakarta Hal : 237-238

Gritter, R.J., dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung. Hal 163 Lachman, L & Lieberman Herbert A., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri

II. Edisi 3. UI Press, Jakarta. Hal 1666-1667

Munson, J.W., 1991. Analis Farmasi Metode Modern. Parwa B. Airlangga Universiti Press. Surabaya, hal : 26-33

Rohman, A dan Gandjar, I.G. (2007). Kimia Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 261, 262.

Siswandono dan Suekerjo. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press, hal 364

Tanu I, (1972) Farmakologi dan Terapi. Edisi I. Jakarta. UI Press. Hal 162, 164 Tjay, T.H., dan Kirana, R. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta: PT.


(6)

Lampiran.

Perhitungan Kadar Parasetamol tablet secara KCKT Perhitungan :

• Tablet A

= 730266 = 725193 BPFI = 100,09%

= x 100,09%

= 100,790%

• Tablet B

= 717402 = 725193 = 100,09%

kadar = x 100,90%