Penetapan Kadar Krim Betametason 0,1 % Produksi PT. Kimia Farma ( PERSERO ) Tbk. Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

PENETAPAN KADAR KRIM BETAMETASON 0,1 %

PRODUKSI PT. KIMIA FARMA ( PERSERO ) Tbk.

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

Oleh :

AHMAD ANGGARA

062410026

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR KRIM BETAMETASON 0,1 % PRODUKSI PT. KIMIA FARMA ( PERSERO ) Tbk.

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Ahmad Anggara 062410026 Medan, Mei 2009

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Pembimbing Lapangan PT. Kimia Farma Tbk. Plant Medan

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Sukiani NIP. 131 569 416

Diketahui Oleh : Disahkan Oleh :

Dekan

Hendra Farma Johar, M.Si., Apt Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt

Maneger Plant NIP 131 283 716


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan hidayah-Nya serta memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir ini.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan pada Pogram D-III Analis Farmasi Dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan tugas akhir ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dukungan dari berbagai pihak, maka dengan sepenuh hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai dekan Fakultas Farmasi. 2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai koordinator Diploma

III Analis Farmasi Dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dra.Anayanti Arianto, M.Si., Apt., sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan, masukan dan membimbing penulis dengan penuh perhatian hingga selesainya tugas akhir ini.

4. Seluruh staff dan karyawan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah membimbing dan membantu penulis selama melaksanakan PKL. 5. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang


(4)

6. Teristimewa Kepada Ibunda Nurasiah Nst dan ayahanda Alm. Abdul Karim Saragih yang selalu memberikan dorongan baik secara moril maupun materil serta doa dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, dan kepada seluruh keluarga serta teman – teman yang telah memberikan motifasi kepada penulis dalam proses penulisan tugas akhir ini.

7. Teman-teman satu permainan Panjang (bayu), samin bibir (irfan), kiting upil (niko), thatie, mimie, ririn, dan teman-teman lain yang memberikan semangat dan dorongan kepada penulis.

8. Kepada keluarga besar Aprilia Handayani atas saran dan dorongan semangat dan kasih sayang kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini jauh dari sempurna, baik cara penyajian dan isi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan tugas akhir ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT melimpahkan rahmad dan hidayah-Nya kepada kita semua. Penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Medan, Mei 2009

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan dan Manfaat ... 3

1.2.1. Tujuan ... 3

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Obat Kulit Topikal Kortikosteroid ... 4

2.2. Betametason ... 7

2.2.1. Sifat Fisika Kimia ... 7

2.2.2. Pengujian Betametason ... 8

2.2.2.1. Uji Kualitatif ... 8

2.2.2.2. Uji Kuantitatif ... 9

BAB III METODOLOGI ... 15

3.1. Alat dan Bahan ... 15


(6)

3.1.2. Bahan – bahan ... 15

3.2. Penetapan Kadar Zat Aktif ... 16

3.2.1. Pembuatan Larutan Standar ... 16

3.2.2. Pembuatan Larutan Uji ... 16

3.2.3. Pengukuran ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Hasil ... 18

4.2. Pembahasan ... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1. Kesimpulan ... 20

5.2. Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

LAMPIRAN ... 23

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.1.Perhitungan Simpangan Baku Relatif ... 23


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya.

Munculnya obat kimiawi sintetis pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sentetis mulai tampak kemajuannya, dengan ditemukannya obat-obat termashyur, yaitu

salvarsan dan aspirin sebagai pelopor, yang kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. (Tan Hoan Tjay, 2002)

Penggunaan obat kulit dimaksudkan untuk efek lokal tidak untuk sistemik. Bentuk sediaan yang digunakan untuk kulit adalah salep, krim, pasta dengan basis yang bermacam – macam seperti hidrofil atau hidrofob. Sediaan farmasi yang digunakan pada kulit adalah untuk memberi aksi lokal dan aksinya dapat lama pada tempat yang sakit dan sedikit mungkin diabsorbsi. Oleh karena itu sediaan untuk kulit biasanya digunakan sebagai antiseptik, antifungi maupun antiinflamasi. (Anief, 1994)


(8)

Problema penyakit kulit sangat beragam, masyarakat seringkali susah membedakan antara satu penyakit kulit dengan penyakit kulit lain. Obat bebas untuk pengobatan kulit biasanya ditujukan untuk penyakit – penyakit yang sering terjadi seperti panu, kadas, jerawat, kudis, kutil, ketombe dan sebagainya. Bentuk obatnya seperti salep atau cairan.

Secara umum obat – obatan luar memiliki keamanan yang lebih baik karena ia hanya digunakan secara lokal pada lokasi tertentu diluar tubuh. Efek samping yang mungkin terjadi ialah iritasi kulit atau kadang rasa terbakar. (Widodo, 1990)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chomatography) dikembangkan pada saat akhir tahun 1960-an dan awal tahun tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan.

Kegunaan KCKT adalah untuk : pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.

KCKT paling sering digunakan untuk : menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis ; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat. (Sudjadi, 2007)

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dipasaran telah banyak ditemukan bentuk – bentuk sediaan obat yang pemakaianya dapat disesuaikan


(9)

dengan jumlah zat berkhasiatnya, diantaranya adalah Betametason yang dibuat dalam bentuk krim. Untuk mendapatkan tercapainya obat yang bermutu diperlukan beberapa evaluasi yang meliputi : Spesifikasi, homogenitas, stabilitas, PH, kadar zat aktif, keseragaman sediaan, simpangan baku relatif dan penandaan.

1.2.Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan

- Mengetahui apakah krim Betametason 0,1 % yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2.2. Manfaat

- Agar Penulis mampu melakukan penetapan kadar zat aktif krim Betametason 0.1 % Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat Kulit Topikal Kortikosteroid

Obat kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang. Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topikal, kadang – kadang kurang jelas daya kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal kortikosteroid sangat efektif terhadap penyakit eksem.

Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti Betametason, Flucinolon, dan Klobetasol mempunyai daya kerja yang lebih besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit. (Sartono, 1996)

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak ; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem syaraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks ardenal berfungsi homeostatik, artinya : penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan. ( Suharti, 1995 )


(11)

Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengobatan gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan antimitotisnya (yang menghambat atau mencegah pembelahan sel) zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), prurigo (bintil-bintil gatal), pelbagai rupa gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem) segera kambuh lagi, terutama bila digunakan

fluorkortikoida dengan khasiat kuat. (Tan Hoan Tjay, 2002)

Menurut Anief, 1999 obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan krim. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok dan salep tidak boleh berbau tengik.

Krim adalah suatu salep yang berupa emulsi kental, mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Sedangkan menurut farmakope Edisi IV, 1995 krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.

Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan kebagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaianya tidak melalui mulut, kerongkongan dan kearah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar


(12)

adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi dan lainya. ( Widjajanti, 1988)

Ada beberapa tipe krim seperti emulsi air dalam minyak ( A/M ) dan emulsi minyak dalam air ( M/A ). Sebagai pengemulsi, dapat digunakan surfaktan anionik, kationik dan nonionik. Untuk tipe A/M digunakan sabun monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain – lain. Krim tipe M/A mudah dicuci. Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan ialah nipagin 0,12 % - 0,18 % dan nipasol 0,02 % - 0,05 %. (Anief, 1999)

Kualitas dasar krim adalah :

a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.

b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen, sebab selep digunakan untuk kulit yang teriritasi.

c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit seperti krim.

d. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan. (Anief, 1994)


(13)

2.2. Betametason

Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit. Salep hidrokortison 1 % sangat efektif untuk digunakan dalam jangka waktu lama.

Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa Betametason Valerat. Indikasi dari krim ini adalah alergi dan peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2 – 3 kali sehari. (Sartono, 1991)

2.2.1. Sifat Fisika Kimia

CH3

HO

CH3

C

H OH

H F

H H

CH3

O

CH2OH

O

Gambar.2.1. Struktur Betametason. Rumus molekul :C22H29FO5


(14)

Nama kimia : 9-Fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β-metilpregna-1,4-diena- 3,20-dion

Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih; tidak berbau

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aceton dan dalam kloroform; larut dalam etanol; sukar larut dalam eter dan benzen. (Farmakope, 1995)

Indikasi : Alergi dan peradangan lokal

Kontra indikasi : Infeksi bakteri, fungi, dan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Selian itu penderita acne rosacea, dan perioral dermatitis. Efek samping : Atropi lokal, gatal-gatal, hipopigmentasi, perioral dan alergi

dermatitis, serta infeksi sekunder (Sartono,1996)

2.2.2. Pengujian Betametason

2.2.2.1. Uji Kualitatif

Pengujian betametason dapat dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri dan Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ).

a. Metode Spektrofotometri

Betametason dapat diidentifikasikan dengan mengukur serapanya pada panjang gelombang tertentu dengan alat spektrofotometri. Dalam pelarut etanol yang direaksikan dengan fenilhidrazin – asam sulfat akan memberikan reaksi yang berwarna kuning yang menunjukan serapan maksimum sekitar 420 – 450 nm. (Schunack, 1990)


(15)

b. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan senyawa yang menggunakan fase gerak zat cair dan fase tetap zat padat, dan menggunakan plat kromatografi yang dibuat dengan membentangkan penjerap dalam lapisan tipis sebagai penyokong yang inert. Penjerap padat yang berbentuk bubukan halus dibuat menjadi bubur dengan air dan dibentangkan diatas plat kaca. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan memanaskanya pada suhu kira – kira 100oC selama ± 30 menit.

Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan dalam pelarut yang agak non polar untuk ditotolkan pada lapisan. Larutan uji ditotolkan pada plat KLT diikuti dengan penotolan larutan baku. Setelah dilakukan pengelusian, lapisan tersebut kemudian disemprot dengan suatu pereaksi, yang akan menimbulkan bercak berwarna setelah bereaksi dengan cuplikan. Maka noda larutan uji akan menunjukan warna dan harga Rf yang sama dengan noda larutan baku. (Gritter, 1991)

2.2.2.2. Uji Kuantitatif

Pengujian kuantitatif dari krim Betametason dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi. Dengan teknologi ini kromatografi dalam


(16)

banyak hal dapat menghasilkan pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas, dengan keunggulan zat – zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya membuat derivat yang dapat menguap (Farmakope, 1995).

Pada kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan pelarut atau fase gerak yang mempunyai sifat seperti :

− Murni, tanpa cemaran.

− Tidak bereaksi dengan kemasan. − Sesuai dengan detektor

− Dapat melarutkan cuplikan − Mempunyai viskositas rendah

− Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan.

− Harganya wajar. (Johnson,1991)

Komponen-komponen penting dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat dilihat pada Gambar Digram Blok KCKT berikut ini.


(17)

Gambar 2.2. Diagram Blok KCKT (Effendy, 2004)

Pada dasarnya alat kromatografi cair terdiri dari sistem pompa, sistem penyuntik, tendon pelarut, kolom kromatografi, detektor, penguat sinyal dan perekam.

1. Sistem pompa

Pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua bahan pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon dan batu nilam. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000 psi pada kecepatan sampai 3 ml/menit. (Munson,1991)

2. Pipa

Pipa merupakan penyambung seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam dan tahan tekanan serta mampu melewati pelarut dengan volume yang memadai. Tetapi


(18)

garis tengah dan panjang pipa setelah penyuntikan sangat menentukan sistem penyuntik. (Munson,1991)

3. Sistem penyuntik

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan terokan. Pada saat pengisian terokan, terokan dialirkan melewati lekuk dan kelebihanya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lekuk ke kolom. (Munson,1991)

4. Tendon pelarut

Tendon pelarut atau fase gerak mempunyai ciri yaitu bahan tendon harus lembam terhadap berbagai fase gerak berair dan tak berair. Sehingga baja anti karat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika harus bertekanan, hindari menggunakan gelas. Daya tampung tendon harus lebih besar dari 500 ml yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1 – 2 ml/menit. (Munson,1991)

5. Kolom kromatografi

Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :


(19)

a. Kolom analitik ; garis tengah - dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan partikel biasanya panjang kolom 50 – 100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10 – 30 cm.

b. Kolom preparatif ; umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25 – 100 cm. (Johnson, 1991)

Dalam hal ini dianjurkan untuk memasang penyaring µm dijalur antara penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan. Selama penggunaan penyaring ini sering tersumbat dan perlu diganti. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom. (Munson,1991)

6. Detektor

Detektor KCKT yang ideal hendaknya mempunyai beberapa sifat, dapat memberi tanggapan kepada terokan, kepekaan tinggi, hasilnya tiner ulang dan tanggapanya dapat diramalkan. Selain itu harus memberi tanggapan linier terhadap rentang jumlah terokan yang lebar serta harus tegar dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak. (Munson,1991) Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan tinggi modern (KCKT) ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV- tampak dengan panjang gelombang yang berubah – ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai untuk mendeteksi senyawa dalam lingkup lebih luas. (Johnson, 1991) 7. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau menunjukan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak


(20)

(puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa, dan secara kuantitatif dapat diketahui luas dan tinggi puncak yang berbanding lurus dengan konsentrasi.

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem pemisahan lain, diantaranya :

1. Proses cepat, untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisi kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik, kemampuan linarut berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang dikehendaki.

3. Detektor yang peka dan unik, detektor yang digunakan adalah UV 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.

4. Kolom dapat dipakai kembali, tetapi mutunya menurun. Laju penurunan mutu tergantung pada jenis cuplikan yang disuntikan, kemurnian pelarut, dan jenis pelarut yang dipakai.

5. Ideal untuk molekul besar dan ion.

6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detektor tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan. (Johnson, 1991)


(21)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat – alat

− Peralatan HPLC

− Alat – alat gelas yang diperluka n − Neraca analitik

− Kertas saring − Filter 0,45 µm − Batang pengaduk − pH – meter − Pipet volum − Mat pipet − Gelas ukur

3.1.2. Bahan – bahan

− Akuades − Akuabides − Metanol


(22)

− Asetonitril

− Krim Betametason 0,1 % − Es batu

− Asam asetat glacial

3.2.3. Penetapan Kadar zat aktif

Prosedur :

− Fase gerak : Asetonitril – akuabides (600 ml : 1ml)

− Pelarut : Metanol – asam asetat glasial (1000 ml : 1ml)

3.2.4. Pembuatan larutan standard

− Standard betametason valerat ditimbang ± 20 mg, dilarutkan dengan pelarut. − Dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, diadkan dengan pelarut sampai garis

tanda.

− Dikocok hingga larut − Dipipet 5 ml

− Dimasukkan dalam labu 25 ml adkan dengan pelarut − Dihomogenkan kembali

− Disaring dengan filter 0,45 ηm.

3.2.5. Pembuatan larutan uji :


(23)

− Dimasukkan dalam labu ukur 25 ml lalu diadkan dengan pelarut sampai garis tanda.

− Dikocok hingga larut atau dihomogenkan

− Direndam dengan air dan dipanaskan sampai suhu 60o C selama ± 10 menit − Didinginkan pada suhu kamar

− Direndam dalam es hingga es mencair ( ± 10 menit ) − Disentrifuge selama 30 menit

− Disaring dengan filter 0,45 ηm.

3.2.6. Pengukuran

Disuntikan sejumlah volume yang sama ( 10 µm ) larutan baku dan larutan uji kedalam injection port. Diukur respon puncak utama. Dihitung kadar sampel betametason dengan rumus : k xkBPFI

bp sp RAU RAU

. =

Dimana : K = kadar betametason RAUsp = respon puncak sampel RAUbp = respon puncak standard


(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Telah dilakukan pengujian penetapan kadar krim Betametason 0.1 % secara kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT). Hasil pemeriksaan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Hasil penetapan kadar krim Betametason 0.1 % secara KCKT No Batch

krim betametason

0.1 %

RAUsp RAUbp Kadar (%) Syarat

128 036 T 1944303 1909522 102,23 90,0-110,0 % 128 063 T 2027250 1909522 106,60 90,0-110,0 % 128 064 T 1994366 1909522 104,87 90,0-110,0 %

4.2.Pembahasaan

Dari tabel diatas, dapat dilihat adanya perbedaan kadar dari ketiga sampel yang diperiksa, diantaranya kadar yang didapat adalah : 102,23 % (No Batch : 128 036 T), 106,60 % ( No Batch : 128 063 T), 104,87 % ( No Batch : 128 064 T). Hasil ini diperoleh dari perhitungan kadar yang dapat dilihat pada lampiran 1.


(25)

Perbedaan kadar pada masing-masing sampel disebabkan karena harga RAUsp (respon puncak sampel) yang diperoleh masing-masing sampel berbeda. Sehingga dalam perhitungan akan diperoleh kadar yang berbeda pula pada masing-masing sampel.

Dari 3 batch krim Betametason 0,1 % produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan yang dilakukan secara KCKT dinyatakan bahwa krim Betametason 0,1 % tersebut memenuhi persyaratan kadar sesuai dengan yang tercantum pada persyaratan Farmakope Indonesia Ed. IV. Betametasn valerat mengandung Betametason yaitu tidak kurang dari 90.0 % dan tidak lebih dari 110.0 %.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Penetapan kadar Betametason dalam sediaan krim dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

- Kadar krim Betametason 0,1 % produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan Farmakope Edisi IV. (tidak kurang dari 90.0 % dan tidak lebih dari 110.0 %.) yaitu:

a. No Batch: 128 036 T Kadar :102,23 % b. No Batch : 128 063 T

Kadar: 106,60 % c. No Batch : 128 064 T Kadar: 104,87 %


(27)

Diharapkan kepada PT. Kimia Farma (Persero)Tbk Plant Medan agar dapat mempertahankan kadar dari produksinya dalam rentang kadar yang telah ditetapkan.

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Krim Betametason 0.1 % secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Perhitungan :

* No Batch : 128 036 T RAUsp : 1944303 RAUbp : 1909522 Kadar BPFI : 100.41 %

k xkBPFI

bp sp RAU RAU . =

Kadar (C) = ( 1944303 )

BPFI xk k bp sp RAU RAU . =

x 100.41 % 1909522

= 102.23 %

* No Batch : 128 063 T RAUsp : 2027250 RAUbp : 1909522 Kadar BPFI : 100.41 %


(28)

1909522

= 106.60 %

* No Batch : 128 064 T RAUsp : 1994366 RAUbp : 1909522 Kadar BPFI : 100.41 %

k xkBPFI

bp sp RAU RAU

. =

Kadar (C) = ( 1994366 ) x 100.41 % 1909522


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 1994, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 113, 125, 126, 132 )

Anief, Moh., 1995, Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 513, 516 )

Anief, Moh., 1999, Ilmi Meracik Obat, Cetakan ke – 7, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 28, 71 – 73 )

Dirjen POM Departemen Kesehatan RI., 1995, Farmakope Indonesia, Edisi ke – 4, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. (Hal. 143, 999, 1004, 1009 – 1010, 1039 ) Efendy De Lux Putra., 2004, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang

Farmasi, Digized By USU digital Library. ( Hal. 5 )

Gritter, R. J., Bobbitt, J. M, Schwarting, A. E, 1991, Pengantar Kromatografi,


(30)

Johnson, E. L., dan Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,

Penerbit ITB, Bandung. ( Hal. 4 – 9 )

Munson, J. W., 1991, Analisis Farmasi Metode Modern, Airlangga University Press, Surabaya. ( Hal. 14, 26, 31 )

Sartono., 1996, Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek,

Edisi kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ( Hal. 88, 89, 94 )

Schunack., W., 1990, Senyawa Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 513 – 515 )

Sudjadi., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. ( Hal. 378, 379 )

Suharti, K , Suherman., 1995, Farmakologi Dan Terapi, Ed. IV, Gaya Baru, Jakarta. ( Hal. 486 )

Tan Hoan Tjay, Rahardja, K., 2002, Obat- Obat Penting, edisi ke-5 cetakan ke-2, penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. ( Hal.3, 686 )

Widjajanti, N., 1988, Obat – Obatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. ( Hal. 83 – 96 ) Widodo, Rahayu., 2004, Paduan Keluarga Memilih dan Menggunakan Obat,


(1)

Perbedaan kadar pada masing-masing sampel disebabkan karena harga RAUsp

(respon puncak sampel) yang diperoleh masing-masing sampel berbeda. Sehingga dalam perhitungan akan diperoleh kadar yang berbeda pula pada masing-masing sampel.

Dari 3 batch krim Betametason 0,1 % produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan yang dilakukan secara KCKT dinyatakan bahwa krim Betametason 0,1 % tersebut memenuhi persyaratan kadar sesuai dengan yang tercantum pada persyaratan Farmakope Indonesia Ed. IV. Betametasn valerat mengandung Betametason yaitu tidak kurang dari 90.0 % dan tidak lebih dari 110.0 %.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Penetapan kadar Betametason dalam sediaan krim dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

- Kadar krim Betametason 0,1 % produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan Farmakope Edisi IV. (tidak kurang dari 90.0 % dan tidak lebih dari 110.0 %.) yaitu:

a. No Batch: 128 036 T Kadar :102,23 % b. No Batch : 128 063 T

Kadar: 106,60 % c. No Batch : 128 064 T Kadar: 104,87 %


(3)

Diharapkan kepada PT. Kimia Farma (Persero)Tbk Plant Medan agar dapat mempertahankan kadar dari produksinya dalam rentang kadar yang telah ditetapkan.

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Krim Betametason 0.1 % secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Perhitungan :

* No Batch : 128 036 T RAUsp : 1944303

RAUbp : 1909522

Kadar BPFI : 100.41 %

k xkBPFI bp sp RAU RAU . =

Kadar (C) = ( 1944303 )

BPFI xk k bp sp RAU RAU . =

x 100.41 % 1909522

= 102.23 %

* No Batch : 128 063 T RAUsp : 2027250

RAUbp : 1909522

Kadar BPFI : 100.41 %


(4)

1909522

= 106.60 %

* No Batch : 128 064 T RAUsp : 1994366

RAUbp : 1909522

Kadar BPFI : 100.41 %

k xkBPFI bp

sp

RAU RAU

. =

Kadar (C) = ( 1994366 ) x 100.41 % 1909522


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 1994, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 113, 125, 126, 132 )

Anief, Moh., 1995, Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 513, 516 )

Anief, Moh., 1999, Ilmi Meracik Obat, Cetakan ke – 7, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 28, 71 – 73 )

Dirjen POM Departemen Kesehatan RI., 1995, Farmakope Indonesia, Edisi ke – 4, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. (Hal. 143, 999, 1004, 1009 – 1010, 1039 ) Efendy De Lux Putra., 2004, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang

Farmasi, Digized By USU digital Library. ( Hal. 5 )

Gritter, R. J., Bobbitt, J. M, Schwarting, A. E, 1991, Pengantar Kromatografi,


(6)

Johnson, E. L., dan Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,

Penerbit ITB, Bandung. ( Hal. 4 – 9 )

Munson, J. W., 1991, Analisis Farmasi Metode Modern, Airlangga University Press, Surabaya. ( Hal. 14, 26, 31 )

Sartono., 1996, Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek,

Edisi kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ( Hal. 88, 89, 94 )

Schunack., W., 1990, Senyawa Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ( Hal. 513 – 515 )

Sudjadi., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. ( Hal. 378, 379 )

Suharti, K , Suherman., 1995, Farmakologi Dan Terapi, Ed. IV, Gaya Baru, Jakarta. ( Hal. 486 )

Tan Hoan Tjay, Rahardja, K., 2002, Obat- Obat Penting, edisi ke-5 cetakan ke-2, penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. ( Hal.3, 686 )

Widjajanti, N., 1988, Obat – Obatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. ( Hal. 83 – 96 ) Widodo, Rahayu., 2004, Paduan Keluarga Memilih dan Menggunakan Obat,