Indikator Kepemimpinan Transformasional Landasan Teori dan Konsep .1 Pengertian Kinerja
xii Bass, Silin, Rumtini dalam Winanti 2010 : 29 menyatakan bahwa
model kepemimpinan tranformasional terdiri dari tiga komponen yaitu : 1 Karisma merupakan komponen yang paling penting didalam
kepemimpinan transformasional. Perilaku yang mencerminkan seorang pemimpin karismatik, diantaranya membangun rasa cinta dan percaya diri
dari bawahan, bawahan menerima pemimpinnya karena ekspresi keteladanan dari si pemimpin, dapat membangkitkan atusiasme kerja
bawahan, mampu membedakan hal-hal yang benar atau tidak, mengemban misi organisasi melalui sikap loyal, setia, tekun,
menanamkan rasa kebanggaan serta membangkitkan rasa hormat. 2 Konsiderasi individual, tidak mengingkari hakekat manusia sebagai
makhluk individu,
seorang pemimpin
transformasional akan
memperhatikan faktor-faktor individu sebagaimana tidak boleh disamaratakan, karena danya perbedaan kepentingan dan pengembangan
diri yang berbeda satu sama lain. 3 Stimulus intelektual, seorang pemimpin transformasional akan selalu
melakukan situmulasi-stimulasi intelektual, unsur-unsurnya akan tercermin dalam kemampuan seorang pemimpin dalam menciptakan,
menginterpretasikan, mengelaborasi simbol-simbol yang muncul dalam kehidupan, mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru dan
mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah secara bebas. Kepemimpinan transformasional memiliki beberapa karakteristik.
Menurut Pramastuti dalam Sunyoto dan Burhanudin 2011 : 110 karakteristik kepemimpinan transformasional terdiri dari :
xiii 1 Charismatic Leadership
Pemimpin transformasional memiliki suatu karisma yang dikagumi dan dihormati, sehingga dengan pengaruh dan kekuatan karisma tersebut
pemimpin mudah untuk mengkomunikasikan visi atau misi organisasi kepada pengikut. Pengikut menganggap pemimpin sebagai model yang
ingin ditiru, sehingga menumbuhkan antusiasme kerja. Melalui karisma yang dimiliki tersebut pemimpin dapat membentuk dan memperbanyak
anggotanya melalui keyakinan, ambisi, energi, jeli melihat dan memanfaatkan peluang yang ada. Di samping itu melalui karismanya,
pemimpin dapat mengilhami loyalitas, ketekunan, menanamkan kebanggaan dan kesetiaan, serta membangkitkan rasa hormat.
2 Inspirational Leadership Pemimpin transformasional mampu untuk membangkitkan semangat
pengikutnya yang merasa ragu-ragu atau tidak mampu dalam menyelesaikan suatu tugas. Pemimpin dapat memberikan inspirasi, secara
emosional membangkitkan, menggerakkan, dan menyemarakkan kondisi yang sudah tidak lagi menggairahkan. Misalnya dengan cara memberikan
semangat, pujian maupun dorongan. 3 Belief
Pemimpin transformasional memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat melihat dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif
xiv bagi organisasi, sehingga mampu bertindak dengan penuh keyakinan dan
menanamkan kepercayaan kepada para pengikutnya. 4 Intellectual Stimulation
Pemimpin transformasional mampu memberikan dan melakukan stimuli- stimuli intelektual kepada para pengikutnya, mampu mendorong para
pengikutnya untuk bertindak secara kreatif, mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru, berani memunculkan ide-ide dan berpikir
rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, tidak berdasarkan opini atau dugaan saja. Bawahan dikondisikan pada situasi untuk selalu bertanya
pada dirinya sendiri dan membandingkan dengan asumsi yang berkembang di masyarakat, kemudian mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah secara bebas dengan menggunakan intelectual stimulation yang mereka miliki.
5 Individualized Consideration. Ciri ini berkaitan dengan tanggung jawab dan kemampuan pemimpin
dalam memberikan kepuasan dan meningkatkan produktivitas para pengikutnya. Pemimpin transformasional cenderung bersikap membaur
menjadi satu dengan pengikutnya, bersahabat, dekat, informal, dan mampu memberlakukan pengikutnya sebagaimana layaknya individu
dengan kebutuhan masing-masing. Pemimpin memperhatikan faktor- faktor individual, karena adanya perbedaan, kepentingan, dan
pengembangan diri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
xv Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu
memotivasi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha dan kinerja yang lebih memuaskan kearah tercapainya visi dan misi
organisasi. 2.1.9. Pedoman Untuk Kepemimpinan Transformasional
Yukl 2010 : 316 menyatakan bahwa pedoman untuk kepemimpinan transformasional antara lain :
1 Menyatakan visi yang jelas dan menarik Para pemimpin transformasional memperkuat visi yang ada atau
membangun komitmen terhadap sebuah visi baru. Sebuah visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau akan jadi apakah sebuah
organisasi itu akan membantu orang untuk memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasi. Hal ini memberikan makna pada pekerjaan,
berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri dan memupuk rasa tujuan bersama.
2 Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik,
pemimpin juga harus meyakinkan para pengikut bahwa visi itu memungkinkan. Amatlah penting untuk membuat hubungan yang jelas
antara visi itu dengan sebuah strategu yang dapat dipercaya untuk mencapainya.
3 Bertindak secara rahasia dan optimis
xvi Adalah penting untuk tetap optimistis tentang kemungkinan keberhasilan
kelompok itu dalam mencapai visinya, khususnya dihadapan halangan dan kemunduran sementara. Keyakinan dan optimisme seorang manajer dapat
amat menular. 4 Memperlihat keyakinan terhadap pengikut
Pengaruh yang memberikan motivasi dari sebuah visi bergantung pada batasan dimana bawahan yakin akan kemampuan mereka untuk
mencapainya. 5 Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-
nilai penting. Tindakan dramatis dan jelas terlihat merupakan cara efektif untuk
menekankan nilai penting, seperti dalam contoh berikut : Manajer divisi memiliki sebuah visi yang meliputi hubungan dimana
orang-orang itu terbuka, kreatif, kooperatif, dan berorientasi menuju pembelajaran. Pertemuan tim manajemen yang sebelumnya adalah terlalu
formal, dengan agenda rinci, presentasi yang teliti, dan kecaman yang berlebihan. Ia memulai sebuah pertemuan tiga hari utnuk menyampaikan
visinya bagi divisi itu dengan mengundang orang ke upcara di tepi pantai dimana mereka membakar setumpuk agenda, catatan dan formulir
evaluasi. 6 Memimpin dengan memberikan contoh
Memimpin dengan memberikan contoh terkadang disebut ”pembuatan model peran”. Ini amatlah penting untuk tindakan yang tidak
menyenangkan, berbahaya, tidak konvensional atau kontroversial.
xvii 7 Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu
Pemberian kewenangan berarti mengelegasikan kewenangan utnuk keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang
dan tim. Ini berarti meminta orang untuk menentukan sendiri cara terbaik utnuk menerapkan strategi atau mencapai sasaran, bukannya memberi
tahu mereka secara rinci tentang apa yang harus dilakukan. 2.1.10 Pengertian Komitmen Organisasional
Wibowo 2014:429 menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah perasaan, sikap dan perilaku individu mengidentifikasikan dirinya
sebagai bagian dari organisasi, terlibat dalam proses kegiatan organisasi dan loyal terhadap organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.
Sementara Trisnaningsih dalam Tranggono 2008 mengatakan bahwa komitmen organisasional merupakan kepercayaan dan penerimaan
terhadap tujuan nilai-nilai dari organisasi dan berkeinginan untuk selalu memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut.
Menurut Mathis dan Jackson dalam Sopiah 2008:155 menyatakan derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-
tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi.
Mowday dalam Sopiah 2008:155 komitmen organisasional merupakan dimensi prilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai
kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang
xviii yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasi adalah
keinginan anggota organisai untuk mempertahankan keanggotannya dalam organiasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan
organisasi. O’Reilly dalam Sopiah 2008:156 menyebutkan komitmen
karyawan pada organisasi sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan dan perasaan
percaya terhadap nilai-nilai organisasi. Steers dan Porter dalam Sopiah 2008:156 menyatakan bahwa
suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja
yang memiliki tujuan memberikan sesuatu usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan.
Ivancevich, et al 2008:184 menyatakan bahwa komitmen adalah perasaan identifikasi, pelibatan, dan loyalitas dinyatakan oleh pekerja
terhadap perusahaan. Dengan demikian komitmen menyangkut tiga sifat :
1 Perasaan identifikasi dengan tujuan organisasi 2 Perasaan terlibat dalam tugas organisasi
3 Perasaan loyal pada organisasi Kreitner dan Kinicki 2010:166 menyatakan bahwa komitmen
adalah kesepakatan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri, individu lain, kelompok atau organisasi. Sedangkan komitmen organisasional
xix mencerminkan tingkatan keadaan dimana individu mengidentifkasikan
dirinya dengan organisasi dan terikat pada tujuannya. Sedangkan Schermerhorn, at al 2011:72 menyatakan komtimen
sebagai loyalitas seorang individu pada organisasi. Individu dengan komitmen organisasional tinggi mengidentifikasi dengan sangat kuat
dengan organisasi dan merasa bangga mempertimbangkan dirinya sebagai anggota. Newstrom 2011:223 menyatakan bahwa komitmen
organisasional atau loyalitas pekerjaan adalah tingkatan di mana pekerja mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif
berpartisipasi di dalamnya. Gibson, at al 2012:182 memberikan pengertian komitmen organisasi sebagai perasaan identifikasi, loyalitas
dan pelibatan dinyatakan oleh pekerja terhadap organisasi atau unit dalam organisasi.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada
organisasi yang ditandai dengan adanya: 1 Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-
nilai dari organisasi. 2 Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang bersungguh-
sungguh guna kepentingan organisasi. 3 Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.
xx