Interaksi antara Genotype Virus, Jumlah Virus dan Mutasi pada Virus

yang terjadi pada masa anak-anak, pada saat sistem imunitas tubuh belum berkembang sempurna, akan berkembang menjadi infeksi kronis dan 25 memiliki risiko kematian karena sirosis atau hepatoma Locarnini, 2006. Infeksi kronis dapat terjadi pada orang dewasa, tetapi risikonya lebih rendah. Infeksi kronis terjadi pada pasien dengan HBeAg positif. Infeksi Virus Hepatitis B dapat menginfeksi semua sel hati. Respon imun pada infeksi kronis menyebabkan kematian pada sel yang terinfeksi tanpa eliminasi infeksi. Persistensi infeksi Hepatitis B ditentukan oleh kekuatan interaksi host dengan virus, cara transmisi dan genotipe. Tidak terjadinya serokonversi HBeAg akan mengakibatkan outcome klinis yang buruk dan mempercepat progresivitas penyakit Hepatitis B kronis menjadi sirosis. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa penderita Hepatitis B genotipe B memiliki kecendrungan untuk menderita hepatoma pada usia yang lebih muda usia kurang dari 35 tahun dan kebanyakan tanpa didahului oleh proses sirosis, sedangkan genotipe C memiliki onset untuk menjadi hepatoma pada usia yang lebih tua Lin, 2011.

2.3 Interaksi antara Genotype Virus, Jumlah Virus dan Mutasi pada Virus

Sebagian besar sistem biologi akan mengembangkan mekanisme yang komplek untuk mempertahankan stabilitas informasi genetiknya. Virus dapat secara cepat dan mudah mengubah urutan genetiknya. Virus Hepatitis B memiliki keunikan dalam siklus hidupnya, di mana virus dapat bereplikasi aktif sehingga membentuk jumlah virus yang banyak, tanpa secara langsung membunuh sel terinfeksi. Virus Hepatitis B dapat menggunakan reverse transkriptase untuk membuat copi DNAnya, sehingga mutasi virus ini sering ditemukan Locarnini, 2003. Jumlah virus viral load dan adanya mutasi sangat berhubungan dengan kronisitas infeksi dan perkembangannya menjadi hepatoma. Genotipe C memiliki kecepatan mutasi, jumlah virus dan risiko menjadi hepatoma yang lebih tinggi dibandingkan genotipe B. Sedangkan genotipe D memiliki kecepatan mutasi yang lebih tinggi dibandingkan genotipe A Lin, 2011. Tujuan terapi untuk penderita Hepatitis B kronis adalah penekanan replikasi virus agar mencapai di bawah batas deteksi oleh RT PCR, penurunan kadar penanda biokimia, perbaikan jaringanhistopatologi, serokonversi HBeAg dan serokonversi HBsAg. Bila dibandingkan dengan genotipe C dan D, pasien genotipe A dan B memiliki respon yang lebih baik bila diterapi dengan interferon standar. Genotipe B di Asia memiliki respon yang baik terhadap terapi interferon standar maupun pegylated-interferon. Sedangkan Genotipe C di Asia memiliki respon yang lebih baik bila diberikan pegylated-interferon. Walaupun faktor agenvirus sangat berpengaruh pada respon terapi terhadap interferon, peranan faktor host tidak dapat diabaikan Lin, 2011. Tidak ada hubungan yang bermakna antara genotipe Hepatitis B dengan respon terapi terhadap nucleostide analogues. Beberapa penelitian retrospektif menemukan bahwa genotipe B berpengaruh secara independen terhadap terjadinya resistensi yang lebih cepat terhadap terapi lamivudine. Oleh karena itu, frekuensi monitoring terhadap mutasi dan resistensi pada genotipe tertentu yang mendapatkan terapi nucleostide analogues perlu ditingkatkan Lin, 2011. Ada dua group besar mutasi yang telah berhasil diidentifikasi, yang mengakibatkan penurunan atau peniadaan ekspresi HbeAg. Kedua mutasi itu adalah mutasi translasi pada precore PC nt1896 dan basal core promoter BCP nt 1762 dan nt 1764. Mutasi yang lain adalah terjadi pada polimerase. Penggunaan terapi nucleostide analogues mengakibatkan terjadinya mutasi pada gen pol virus Hepatitis B Locarnini, 2003. Polimerasert reverse transcriptase dapat dibagi menjadi tujuh sub domain fungsional A-G dan sekuen katalitik primer ada pada YMDD domain C Norder, 2004. Resistensi terhadap lamivudin telah dipetakan pada lokus YMDD ini. Mutasi Virus Hepatitis B dapat terjadi pada rtM204IV domain C dan rt L180M domain B. Kedua mutasi tersebut mengakibatkan kegagalan replikasi secara in vitro, tetapi secara klinis akan mengakibatkan virus tersebut menjadi dominan setelah pengobatan beberapa bulan dan berhubungan dengan eksaserbasi akut pada infeksi kronis. Mutasi ini juga berhubungan dengan kegagalan transplantasi hati. Karena letak rt dan s surface adalah overlapping, maka mutasi pada gen rt, bisa juga diikuti oleh mutasi pada gen s. Dengan adanya overlaping antara gen polimerase, core dan envelope, sebagai elemen transkripsi, dapat menyebabkan terjadinya mutasi yang berbeda-beda pada virus wild-type yang berhubungan dengan kemampuan replikasi dan protein yang disekresikannya. Locarnini, 2003. Adanya mutasi ini akan berpengaruh terhadap resistensi terapi, kekambuhan dan kematian Locarnini, 2006

2.4 Peranan Mutasi Virus Hepatitis B terhadap Resistensi Terapi