mahasiswa merasalebih nyaman tinggal di Madura dan tidak mengalami kesulitan dalam denganproses belajar mereka.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui beberapa pengalaman culture shock yang dialami oleh beberapa subjek
dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Hal tersebut memberikan gambaran kepada peneliti mengenai berbagai perbedaan dalam berkomunikasi
dan berinteraksi yang di pengaruhi oleh latar belakang budaya. Dengan demikian peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran culture shock
yang dialami oleh mahasiswa Papua ketika melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta.
D. Gambaran Culture Shock pada Mahasiswa Asal Papua di Yogyakarta
Ketika seorang individu berpindah ke suatu tempat dengan keadaan sosial budaya yang baru maka orang tersebut akan mengalami culture shock,
individu tersebut mengalami perpindahan dari budaya yang familiar ke budaya yang tidak familiar Odera, 2003. Mahasiswa Papua yang melanjutkan
pendidikannya di Yogyakarta mengalami perubahan keadaan sosial budaya, mereka berpindah dari budaya yang familiar ke suatu budaya yang tidak
familiar. Hal ini dikarenakan Papua dan Yogyakarta memiliki latar belakang budaya yang tentu saja sangat berbeda.
Sebagian besar masyarakat Papua menggunakan bahasa Indonesia dengan logat papua yang khas. Penggunaan logat Papua yang khas ini
biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan bersifat informal.
Penggunaan bahasa Indonesia dengan logat Papua yang khas biasanya lebih singkat dibandingkan dengan Bahasa Indonesia yang asli. Misalnya dalam
bahasa Indonesia kita mengucapkan “saya atau kami pergi ke pasar” dengan logat Papua biasanya mereka cukup mengucapkan “sa atau kam pi di pasar”.
Contoh lain misalnya kalimat tanya dalam bahasa Indonesia “anda hendak pergi kemana?” dalam bahasa Indonesia dengan logat Papua yang khas
mereka akan mengucapkan “ko mo pi dimana?” Fauzi, 2012. Ketika mahasiswa asal Papua berpindah ke Yogyakarta, salah satu hal
yang harus mereka hadapi adalah perbedaan bahasa. Yogyakarta memiliki bahasa daerah, yakni bahasa Jawa sedangkan mahasiswa asal Papua terbiasa
menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Papua yang khas. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan mahasiswa asal Papua merasa cukup
kesulitan untuk bisa memahami bahasa Jawa. Ini tentu saja dapat menimbulkan munculnya culture shock bagi mahasiswa asal Papua yang
melanjutkan studi di Yogyakarta. Menurut Furnham dan Bochner Hidajat dalam Niam, 2009 hal-hal
yang tidak menyenangkan seperti masalah perbedaan bahasa antara daerah asal dan daerah baru, perbedaan cara berbicara, cara berbahasa dan kesulitan
mengartikan ekspresi bicara seringkali menjadi sumber atau penyebab dari munculnya culture shock.
Selain itu, hal lain yang dapat memicu timbulnya culture shock adalah munculnya perasaan kehilangan yang mendalam terhadap keluarga dan teman.
Ketika mereka berpindah dari Papua ke Yogyakarta tentu saja mereka akan
terpisah dengan orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan teman- temannya. Keadaan seperti ini tentu saja akan memunculkan rasa kehilangan.
Mereka akan merasa kehilangan dukungan dari keluarga dan temannya Sandhu Asrabadi, dalam Furnham, 2004.
Mahasiswa baru yang berasal dari Papua merasakan kesulitan ketika berada di Lingkungan barunya di Yogyakarta. Rasa kesulitan ini diperburuk
oleh timbulnya rasa kehilangan karena mereka harus terpisah dengan orang terdekatnya seperti keluarga, sahabat dan teman. Keadaan seperti ini yang
kemudian memunculkan perasaan inferioritas dan ketidaktentuan dalam diri individu. Ketika mahasiswa asal Papua berpindah ke Yogyakarta, ia akan
mengalami situasi lingkungan pergaulan yang baru. Di daerah asalnya yaitu Papua, mereka menjadi masyarakat mayoritas. Namun ketika berada di
Yogyakarta mereka akan menjadi masyarakat minoritas. Keadaan seperti inilah yang kemudian akan memunculkan rasa inferioritas pada diri individu.
Selain itu, individu juga akan mengalami perubahan identitas. Perubahan identitas diri ini terjadi karena diri adanya perubahan pengalaman
yang kemudian dapat mempengaruhi rasa percaya diri individu Pujiriyani Rianty, 2010. Hal ini terjadi karena ketika individu masuk ke dalam
lingkungan budaya yang baru, individu tersebut akan berinteraksi dengan keadaan yang ada di dalamnya. Pengalaman yang didapatkannya, mampu
membuat dirinya merasa bahwa identitas dirinya yang selama ini tidak sesuai dengan keadaannya saat ini. Dengan demikian, akan muncul rasa
ketidakpastian dalam diri individu yang dapat memicu timbulnya culture shock.
Hal lain yang turut mempngaruhi munculnya culture shock pada mahasiswa asal Papua adalah besar kecilnya perbedaan kebudayaan tempat
asalnya dengan lingkungan kebudayaan yang dimasukinya. Semakin berbeda kebudayaan antar individu yang berinteraksi, semakin sulit kedua indivudi
tersebut membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. Selain itu, semakin berbeda antar budaya maka interaksi sosial degan mahasiswa lokal
akan semakin rendah Munandar, 1995. Mahasiswa Papua terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dengan
logat Papua yang khas dan Yogyakarta pun memiliki bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Selain itu, mahasiswa asal Papua terbiasa menggunakan nada
bicara yang keras, sehingga ketika itu digunakan di Yogyakarta memunculkan interpretasi yang berbeda atau disalahpahami. Hal lain yang juga berbeda
adalah cara menyampaikan penolakan atau ketidaksetujuan, mahasiswa asal Papua terbiasa menyampaikan ketidaksetujuan atau penolakannya dengan
asertif. Sedangkan di Yogyakarta orang biasanya menunjukkan penolakannya dengan hati – hati atau unggah – ungguh.Perbedaan yang cukup jauh antara
Papua dan Yogyakarta inilah yang memicu munculnya culture shock pada mahasiswa asal Papua di Yogyakarta.
Berdasar dari faktor – faktor tersebut mahasiswa Papua yang melanjukan studi di Yogyakarta kemungkinan mengalami culture shock
Culture shock itu sendiri terdiri atas beberapa tahapan dan gejala. Tahapan dan
gejala culture shock yang dialami oleh individu kemungkinan berbeda. Dengan demikian, peneliti ingin melihat bagaimana gambaran culture shock
yang dialami oleh mahasiswa asal Papua ketika melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta.
E. Pertanyaan Penelitian