Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang selaku Konsumen

PT. KAI menerbitkan dokumen angkutan berupa karcis penumpang dan surat muatan barang. Karcis penumpang berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang, ketentuan ini diatur dalam Pasal 132 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaaapian, sedangkan surat muatan berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang Pasal 132 1. Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis. 2. Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. 3. Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang . Dalam penyelenggaraan pengangkutan PT. KAI menyediakan beberapa jenis pelayanan, diantaranya kelas ekonomi, kelas bisnis dan kelas eksekutif. Setiap keberangkatan disediakan 8 sampai 9 gerbong penumpang dengan kapasitas muatan 80 sampai 100 orang penumpang pada setiap gerbongnya. Biaya atau tarif angkutan yang dikenakan kepada penumpang berbeda untuk setiap kelas. Tarif angkutan penumpang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pedoman penetapan tarif angkutan dilakukan berdasarkan perhitungan modal, biaya operasi dan keuntungan, ketentuan ini terdapat pada Pasal 151 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaaapian.

b. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang selaku Konsumen

Pengguna Jasa Kereta Api berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Hak-hak pengguna jasa kereta api berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah : 1 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa; 2 Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan 3 Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa 4 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan 5 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut 6 Hak Untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen 7 Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 8 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya Hak konsumen sebenarnya sangat banyak dan bisa terus bertambah seiring dengan kebutuhan konsumen. Ketentuan ini dapat membuka peluang bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak konsumen yang tidak diatur pada ketentuan diatas dalam peraturan perundang-undangan lain. Aspek perlindungan konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak hanya diatur melalui hak-hak konsumen. Terdapat beberapa ketentuan pasal lain yang mengaturnya, antara lain : 1 Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memuat kewajiban pelaku usaha, yaitu: a Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; c Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku; e Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan; f Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan; g Memberi kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen merupakan batasan bagi pelaku usaha dalam menyelenggarakan usahanya sehingga tidak merugikan konsumen. 2 Pasal 8 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur larangan bagi pelaku usaha untuk memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang- undangan. Standar kelayakan perkeretaapian merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah kereta api tersebut layak atau tidak layak untuk dioperasikan dengan memperhatikan sarana dan prasarana perkeretaapian. 3 Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Konsumen dapat meminta ganti rugi kepada pelaku usaha atas kerugian yang dialaminya dalam menggunakan Kereta Api. Ganti kerugian tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Akan tetapi, ketentuan ini tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Kerugian yang dialami konsumen pengguna jasa Kereta Api dapat disebabkan oleh keterlambatan kedatangan Kereta Api, pembatalan jadwal, kecelakaan kereta sehingga penumpang mengalami luka atau bahkan kehilangan nyawa. Ganti kerugian yang dapat dimintakan oleh konsumen terkait dengan kerugian yang dialaminya adalah pengembalian uang, atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika terjadi kecelakaan yang menyebabkan penumpang luka-luka atau kehilangan nyawa. 4 Pasal 23 mengatur tentang gugatan kepada pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1,ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen Apabila PT. KAI menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi tuntutan ganti kerugian konsumen pengguna jasa kereta api dalam hal konsumen mengalami kerugian akibat kesalahan dari PT. KAI, maka konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. 5 Pasal 62 ayat 1 yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat 2 dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 dua milyar rupiah. Pasal 62 ayat 2 yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. 6 Pasal 63 yang mengatur penjatuhan hukuman tambahan terhadap sanksi pidana yang telah dijatuhkan, yakni: a Perampasan barang tertentu; b Pengumuman keputusan hakim; c Pengumuman keputusan hakim; d Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; e Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f Pencabutan izin usaha.

2. Bentuk Tanggung Jawab Penyedia Jasa Kereta Api PT. KAI Apabila

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA JASA PENITIPAN HEWAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 9 50

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN BARANG DAN JASA YANG TIDAK SESUAI DENGAN YANG DIJANJIKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 1

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

1 4 136

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

0 1 1

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KONSUMEN MUSLIM ATAS PANGAN (DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN).

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 33

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN JASA KOLAM RENANG DI KOTA PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 1 18