Intervensi Swasta Dampak Perubahan Struktur Agraria Terhadap Aksesibilitas Mata Pencaharian Masyarakat Lokal
37
Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah yang kemudian diperbaharui menjadi Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 254 Tahun 2006
tanggal 23 Agustus 2006 tentang Pemberian Izin Lokasi Untuk Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT Sawit Graha Manunggal.
Pada periode tahun 2007-2008, PT Sawit Graha Manunggal semakin mengembangkan komoditas kelapa sawit di Kabupaten Barito Timur dengan
menambah lokasi usaha perkebunan kelapa sawit berdasarkan Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 190 Tahun 2007 tanggal 07 Juni 2007 tentang Perpanjangan
Pemberian Izin Lokasi Untuk Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT Sawit Graha Manunggal di Kecamatan Dusun Tengah dan Dusun Timur Kabupaten Barito
Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, serta berdasarkan Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 139 Tahun 2008 tanggal 01 April 2008 tentang Perpanjangan
Pemberian Izin Lokasi Untuk Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT Sawit Graha Manunggal dikecamatan Dusun Tengah Kabupaten Barito Timur, Provinsi
Kalimantan Tengah.
Hingga pada tahun 2009, di kecamatan Paju Epat dan beberapa kecamatan lainnya, PT Sawit Graha Manunggal membangun kegiatan perkebunan kelapa
sawit seluas 26.000 Ha dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan kapasitas 2 x 45= 90 Ton TBS Jam berdasarkan Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 234
Tahun 2009 tanggal 15 April 2009 tentang perpanjangan izin lokasi untuk usaha perkebunan kelapa sawit PT Sawit Graha Manunggal di Kecamatan Dusun Timur,
Karusen Janang, Paku, Dusun Tengah, Paju Epat dan Pematang Karau, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Selain memiliki izin lokasi dan izin
usaha perkebunan, PT Sawit Graha Manunggal juga memiliki izin pelepasan kawasan hutan Nomor 671Menhut-II2009 yang dikeluarkan pada tanggal 15
Oktober 2009 oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 2011, PT Sawit Graha Manunggal kembali memperpanjang izin usaha perkebunan
di Kecamatan Paju Epat melalui Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 381 Tahun 2011 tanggal 23 November 2011 dengan luas 17.453 ha yang mencakup
wilayah Desa Murutuwu dan sekitarnya.
38
39
DAMPAK PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA TERHADAP AKSESIBILITAS MATA
PENCAHARIAN MASYARAKAT LOKAL
Dampak perubahan struktur agraria terhadap aksesibilitas mata pencaharian masyarakat lokal yang terjadi di Desa Murutuwu terukur dalam tiga aspek, yakni
dampak perubahan struktur agraria terhadap tingkat akses masyarakat lokal, dampak perubahan struktur agraria terhadap pergeseran dan diversifikasi mata
pencaharian masyarakat lokal, serta dampak perubahan struktur agraria terhadap tingkat pendapatan masyarakat lokal.
Tingkat Akses Masyarakat Lokal
Alqadrie dan Syarif 1994 menyatakan bahwa dengan adanya pembangunan subsektor perkebunan bagi masyarakat pedalaman tidak hanya menyebabkan
terbatasnya ruang gerak tetapi juga tanah-tanah adat yang dimiliki penduduk diambil alih atau dikuasai oleh pihak perusahaan. Sebanyak 2441.53 ha lahan di
Desa Murutuwu telah dikonversikan menjadi perkebunan kelapa sawit dimana didalamnya termasuk lahan sawah, kebun karet masyarakat, tanah adat, dan hutan
lahan kering. Lahan yang dikonversikan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan ukuran pada tata guna lahan di Desa Murutuwu. Adapun perubahan
tata guna lahan pada Desa Murutuwu yang terjadi dari tahun 2007 hingga tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 10 Perubahan tata guna lahan Desa Murutuwu tahun 2007-2016
Kategori Lahan Sebelum Adanya
Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa
Sawit ha
Sesudah Adanya Perkebunan dan Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit
ha
Lahan Sawah 10.00
1.00 Kebun Karet Masyarakat
1472.00 662.40
Tanah Adat Tanah Junjungan
378.00 128.00
Bangunan Pemukiman 75.00
633.41 Hutan Negara Lahan
Kering 4465.00
2533.66
Total 6400.00
3958.47
Sumber: Data sekunder 2016
Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa terjadi perubahan tata guna lahan di Desa Murutuwu yang terjadi dari tahun 2007 hingga tahun 2016. Lahan sawah
mengalami penurunan dengan perubahan sebesar 9 ha, kebun karet masyarakat sebesar 809.6 ha, tanah adat tanah junjungan sebesar 250 ha, dan hutan negara
lahan kering sebesar 1931.34 ha. Perubahan ukuran tata guna lahan ini terjadi melalui pelepasan kawasan hutan negara dan proses transfer kepemilikan melalui
40
sistem ganti rugi baik terhadap lahan masyarakat maupun hutan adat tanah junjungan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Namun sebaliknya, terjadi
peningkatan pada ukuran tata guna lahan untuk bangunan pemukiman, dimana bangunan pemukiman mengalami perubahan sebesar 558.41 karena masuknya
pendatang ke Desa Murutuwu setelah berdirinya perkebunan dan pabrik kelapa sawit milik PT Sawit Graha Manunggal di desa ini, serta meningkatnya jumlah
anak dari penduduk yang telah dewasa dan menikah sehingga memutuskan untuk hidup terpisah dari orangtuanya.
Banyaknya proses transfer kepemilikan lahan yang terjadi di Desa Murutuwu mempengaruhi luas kepemilikan lahan masyarakat. Sebagian besar
masyarakat asli Desa Murutuwu mendapatkan lahan dari warisan keluarga dan jual beli. Sedangkan masyarakat pendatang mendapatkan lahan dari jual beli dari
sesama warga Desa Murutuwu.
Adapun luas kepemilikan lahan dari sebelum adanya perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dan sesudah adanya
perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit adalah sebagai berikut: Tabel 11 Luas kepemilikan lahan responden
Luas Kepemilikan Lahan Responden
Sebelum Adanya Perkebunan dan Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit Sesudah Adanya
Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa
Sawit n
n
6 ha 6
17.1 14
40.0 6 x 9 ha
13 37.2
11 31.4
9 ha 16
45.7 10
28.6
Sumber: Data primer 2016
Berdasarkan tabel 11 diatas dapat dilihat terjadi perubahan luas kepemilikan lahan masyarakat Desa Murutuwu. Sebelum adanya perkebunan dan pabrik
pengolahan kelapa sawit di Desa Murutuwu, 17.1 responden memiliki lahan kurang dari 6 ha, 37,2 responden memiliki lahan antara 6 sampai 9 ha, dan
45,7 responden memiliki lahan lebih dari 9 ha. Namun setelah adanya perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit, 40 responden yang memiliki
lahan kurang dari 6 ha, 31,4 responden yang memiliki lahan 6 sampai 9 ha, dan 28.6 responden yang memiliki lahan lebih dari 9 ha. Perbedaan ukuran lahan
yang dimiliki oleh masyarakat turut mempengaruhi kelas sosial dalam masyarakat. Masyarakat terstratifikasi menjadi masyarakat lapisan bawah,
masyarakat lapisan menengah dan masyarakat lapisan atas.
Kehidupan masyarakat lokal Desa Murutuwu sebelum adanya pembangunan kelapa sawit di desa ini banyak bergantung pada hutan. Terkhusus bagi petani
karet dengan lahan berukuran kecil yang berada pada masyarakat lapisan bawah, hutan merupakan sumber tambahan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Hutan merupakan sumber kebutuhan pokok dan ekonomi bagi masyarakat lokal, dimana hutan sebagai sumber bahan makanan untuk memperoleh protein dari
berbagai jenis binatang, memperoleh karbohidrat dari berbagai jenis umbi- umbian, serta memperoleh vitamin dari sayur dan buah-buahan. Hutan juga
merupakan sumber obat-obatan bagi masyarakat lokal, baik yang berasal dari
41
tumbuhan atau yang berasal dari binatang dan serangga. Selain itu, hutan merupakan sumber bahan bangunan dan sumber pendapatan uang tunai tambahan
dimana biasanya masyarakat lokal mengolah hasil hutan khususnya rotan menjadi tikar, topi, dan tas untuk dijual. Kemudian hutan juga merupakan sumber bahan
baku untuk perlengkapan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat lokal, dimana untuk memperoleh kayu bakar, diperoleh bahan untuk membuat sumpit alat
berburu khas orang Dayak, memperoleh rotan dan damar untuk membuat alat perlengkapan kerja.
Jika ditelaah lebih jauh, fungsi hutan bagi masyarakat lokal sebenarnya tidak hanya sekedar sebagai fungsi ekonomi atau pemenuhan kebutuhan hidup seperti
memenuhi kebutuhan kayu bakar dan pertukangan, sumber pangan, sumber pendapatan, dan lainnya. Hutan memberikan fungsi sosial, ekologi, budaya,
bahkan religi bagi masyarakat lokal dari segala lapisan, baik dari lapisan bawah, lapisan menengah, hingga lapisan atas. Dari segi sosial, hutan merupakan sumber
natura bagi masyarakat sekitar, konsumsi non-komersial bagi tetangga, dan lainnya. Dari sisi ekologisnya hutan berfungsi sebagai pengawetan tanah dan air,
perlindungan tanaman-tanaman pertanian, sumber simpanan karbon, dan meningkatkan kualitas lingkungan. Sedangkan dari segi religi, hutan merupakan
tempat pengungkapan terima kasih terhadap Yang Maha Kuasa.
Makna hutan yang tinggi sebagai sumber agraria potensial membuat akses terhadap hutan sebagai hal yang penting dan fundamental bagi masyarakat lokal,
ditambah dengan berkurangnya ukuran lahan yang dimiliki oleh masyarakat lokal untuk dapat diusahakan mengakibatkan kebutuhan akan hutan semakin
meningkat. Namun, setelah terjadinya perubahan struktur agraria dan semakin berkurangnya luas hutan baik hutan negara maupun hutan adat akibat
pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit, turut mempengaruhi tingkat akses masyarakat lokal terhadap hutan.
Tingkat akses masyarakat lokal merupakan kemampuan masyarakat lokal untuk menjangkau dan menggunakan sumber agraria. Adapun perubahan tingkat
akses masyarakat lokal akan sumber agraria yakni hutan adalah sebagai berikut: Tabel 12 Tingkat akses masyarakat lokal terhadap hutan
Tingkat akses masyarakat lokal
terhadap hutan Sebelum Adanya
Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
Sesudah Adanya Perkebunan dan Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit
n n
Mampu menggarap hutan
33 94.3
11 31.4
Kesulitan mendapatkan hasil
hutan 0.0
35 100.0
Mendapat tekanan atau ancaman
mengakses hutan 0.0
35 100.0
Sumber: Data primer 2016
42
Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa sebelum adanya perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Murtuwu, 94,3 responden merasa dapat
menggarap hutan dan mendapatkan hasil hutan secara mudah tanpa adanya kesulitan. Namun, sesudah adanya adanya perkebunan dan pabrik pengolahan
kelapa sawit di, hanya 31,4 dari responden atau 11 orang dari responden yang masih bisa menggarap hutan, 100 responden merasa bahwa hasil hutan menjadi
sulit untuk didapat, serta 100 responden merasa bahwa terdapat tekanan atau ancaman ketika ingin mengakses hutan karena adanya klaim kepemilikan dari PT
Sawit Graha Manunggal. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan struktur agraria akibat pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit
mempengaruhi tingkat akses masyarakat lokal terhadap hutan.
Namun, menurut penuturan responden dan informan, sebelum atau sesudah terjadinya perubahan struktur agraria, masyarakat Desa Murutuwu memang harus
memiliki izin untuk mengambil dan memanfaatkan hasil hutan. Izin tersebut merupakan izin dari lembaga adat yang ada di Desa Murutuwu. Hal tersebut
disebabkan sebagian dari hutan yang berada di Desa Murutuwu merupakan hutan adat, maka setiap masyarakat yang ingin memanfaatkan hasil hutan wajib
meminta izin terlebih dahulu sesuai dengan hukum adat yang berlaku di Desa Murutuwu tersebut.
“Jadi disini kalau mau memanfaatkan hasil hutan, harus meminta izin dulu sesuai dengan hukum adat. Kalau misalnya menebang
pohon untuk diambil kayunya, ya ada dendanya dan harus di ganti rugi sesuai hukum adat. Biasanya setiap pohon memiliki harga
denda yang berbeda-beda sesuai umur pohon dan berapa banyak yang ditebang. Tapi rasanya sekarang sudah sulit mengambil
hasil-hasil hutan, seperti kayu, rotan, atau yang lain. Soalnya sekarang masuk hutan aja susah, sudah di klaim sana sini sama
perusahan.
IM 74” Adapun hasil estimasi dari dampak perubahan struktur agraria terhadap
tingkat akses masyarakat lokal pada Desa Murutuwu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 13 Dampak perubahan struktur agraria terhadap tingkat akses masyarakat lokal
Perubahan Struktur Agraria
Tingkat Akses Masyarakat Lokal
Signifikasi Koefisien
R-squared 0.000
-0.765 0.585
Sumber : Data primer 2016
Berdasarkan Tabel 13 diperoleh determinasi R-squared sebesar 58.5. hal ini menunjukkan bahwa keragaman variabel dependen yang dimasukkan ke dalam
model dapat diterangkan oleh variabel independen mencapai 58.5 dan sisanya 41.5 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hasil analisis uji regresi linear
sederhana menunjukkan bahwa perubahan strukur agraria bernilai negatif - dengan koefisien -0,765 atau antara variabel perubahan struktur agraria sebagai
pengaruh dan variabel tingkat akses masyarakat lokal memiliki hubungan terbalik
43
serta berpengaruh nyata terhadap tingkat akses masyarakat lokal dimana nilai signifikasi 0.000taraf nyata 5. Artinya jika perubahan struktur agraria semakin
meningkat maka tingkat akses masyarakat lokal semakin menurun.
Masyarakat merasa adanya keterbatasan akses terhadap sumber agraria terutama hutan dikarenakan adanya ancaman-ancaman yang didapat saat ingin
menggarap hasil hutan setelah terjadinya perubahan struktur agraria. Kepentingan pengembangan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan PT Sawit Graha
Manunggal menguasai sebagian besar lahan desa dan menyudutkan masyarakat lokal khususnya masyarakat lapisan bawah dan petani yang memiliki lahan
berukuran kecil ke wilayah sempit dan terbatas. Mereka menjadi sangat dirugikan karena hak aksesnya yang dikorbankan. Hanya sebagian masyarakat yang
memiliki kedudukan yang cukup tinggi di desa dan berada pada masyarakat lapisan atas yang mampu mengakses hutan pada saat ini. Padahal menurut
penuturan dari informan, sebelum terjadinya perubahan struktur agraria, tidak sedikit masyarakat Desa Murutuwu baik dari berbagai lapisan yang memanfaatkan
hasil hutan seperti rotan, damar, kayu-kayu dan umbi-umbian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ataupun dijual di pasar untuk menambah
penghasilan.
Tingkat Pergeseran dan Diversifikasi Mata Pencaharian Masyarakat Lokal
Pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimulai pada tahun 2009 di Desa Murutuwu telah membawa pengaruh yang signifikan
terhadap jenis mata pencaharian masyarakat lokal. Sebelum berkembangnya kegiatan perkebunan kelapa sawit dan terjadinya perubahan struktur agraria,
sebagian besar masyarakat merupakan petani karet dan bergantung kepada kebun karet yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan perekonomian mereka.
Hingga terjadi pergeseran dan diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal Desa Murutuwu dari yang dulunya adalah petani karet menjadi tenaga buruh
harian lepas di PT Sawit Graha Manunggal.
“Dulu hampir semuanya petani karet, walau ada beberapa yang menjadi pegawai. Tapi sekarang hampir semuanya juga menjadi
buruh di perusahaan sawit karena banyak yang sudah tidak
memiliki kebun lagi. A 45” Tingkat pergeseran dan diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal
adalah berubahnya mata pencaharian utama masyarakat akibat adanya perubahan struktur agraria. Adapun hasil estimasi dari dampak perubahan struktur agraria
terhadap tingkat pergeseran dan diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal pada Desa Murutuwu dapat dilihat pada tabel berikut ini:
44
Tabel 14 Dampak perubahan struktur agraria terhadap tingkat pergeseran dan diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal
Perubahan Struktur Agraria
Tingkat Pergeseran dan Diversifikasi Mata Pencaharian Masyarakat Lokal
Signifikasi Koefisien
R-squared 0.000
0.883 0.780
Sumber : Data primer 2016
Berdasarkan Tabel 14 diperoleh determinasi R-squared sebesar 78. hal ini menunjukkan bahwa keragaman variabel dependen yang dimasukkan ke dalam
model dapat diterangkan oleh variabel independen mencapai 78 dan sisanya 22 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hasil analisis uji regresi linear sederhana
menunjukkan bahwa perubahan strukur agraria bernilai positif + dengan koefisien 0.883 atau antara variabel perubahan struktur agraria sebagai pengaruh
dan variabel tingkat pergeseran dan diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal berbanding lurus serta berpengaruh nyata terhadap tingkat akses masyarakat
lokal dimana nilai signifikasi 0.000taraf nyata 5. Artinya jika perubahan struktur agraria semakin meningkat maka tingkat pergeseran dan diversifikasi
mata pencaharian masyarakat lokal juga semakin meningkat.
Diversifikasi mata pencaharian masyarakat Desa Murutuwu dimulai pada saat masuknya perkebunan kelapa sawit dan terjadinya perubahan struktur agraria.
Seiring dengan berkembangnya aktivitas perkebunan kelapa sawit di Desa Murutwu, menjadikan bertambahnya jenis mata pencaharian di desa ini.
Banyaknya pendatang dari luar daerah memunculkan inisiatif ekonomi dari masyarakat, hingga munculah jenis mata pencaharian seperti pedagang, tukang,
dan lain-lain. Adapun diversifikasi mata pencaharian penduduk di Desa Murutuwu berdasarkan hasil survei dilapangan disajikan pada gambar berikut ini:
Sumber: Data primer 2016
Gambar 4 Diversifikasi mata pencaharian penduduk Desa Murutuwu
45
Berdasarkan gambar 4, dapat dilihat bahwa jenis mata pencaharian di Desa Murutuwu terdiferenisasi kedalam beberapa bidang pekerjaan, dimana sebagian
besar masyarakat bekerja sebagai buruh sawit. Kemudian, terdapat mata pencaharian lain yaitu petani karet, pedagang, Pegawai Negeri Sipil PNS, serta
tukang dan lain-lain.
Pergeseran mata pencaharian masyarakat Desa Murutuwu juga dimulai pada saat pembangunan perkebunan kelapa sawit dan terjadinya perubahan struktur
agraria. Namun, semakin menurunnya harga komoditas karet dimana harga karet berada pada level yang rendah yakni 4000,00 rupiah per kg berkisar antara 3500
sampai dengan 4500 rupiah per kg juga turut mempengaruhi pergeseran mata pencaharian masyarakat lokal. Kondisi harga karet yang rendah menyebabkan
banyak masyarakat mengeluh terutama para petani karet. Kecenderungan masyarakat Desa Murutuwu yang hanya menggantungkan hidupnya pada satu
sektor, yakni sektor pertanian pada waktu itu membuat mereka mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah mulai merasakan
adanya keterdesakan ekonomi tersebutlah, masyarakat yang awalnya kontra terhadap perkebunan kelapa sawit akhirnya menerima masuknya perkebunan
kelapa sawit di Desa Murutuwu karena menurut mereka hasil tanaman karet tidaklah sesuai dengan kebutuhan rumah tangga. Masyarakat mulai menjual
lahan-lahan yang mereka miliki dan memilih untuk menjadi buruh harian lepas di PT Sawit Graha Manunggal dengan tugas seperti menyiram jalan perusahaan,
bongkar muat buah sawit, pemupukan, mendodos, atau menebas rumput di sekitar perkebunan.
“Di Desa Murutuwu ini sudah banyak terjadi perubahan mata pencaharian. Masyarakatnya memilih menjadi buruh harian dek di
perusahaan sawit karena alasan ketedersakan ekonominya
katanya. T 55” Adapun pergeseran mata pencaharian yang dialami oleh responden disajikan
pada tabel berikut ini: Tabel 15 Pergeseran mata pencaharian responden
Mata Pencaharian Sebelum Adanya
Perkebunan dan Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit Sesudah Adanya
Perkebunan dan
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
Orang n
Persentase Orang
n Persentase
Petani Karet 32
91.4 9
25.7 Buruh Tani
0.0 0.0
Pegawai Swasta Buruh 1
2.9 24
68.6 Pegawai Negeri Sipil
PNS 1
2.9 1
2.9 Wiraswastausahawan
Pedagang 0.0
1 2.9
Lainnya 1
2.9 0.0
Total 35
100.0 35
100.0
Sumber : Data primer 2016
46
Berdasarkan tabel 15 diatas dapat dilihat terjadi pergeseran mata pencaharian masyarakat Desa Murutuwu. Sebelum adanya perkebunan dan pabrik pengolahan
kelapa sawit di Desa Murutuwu, 91.4 responden bermata pencaharian sebagai petani karet, 2.9 sebagai buruh, 2.9 sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS, dan
2.9 lainnya yakni sebagai pelajar. Namun setelah adanya perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Murutuwu, terjadi penurunan jumlah petani,
hingga hanya tersisa 25.7 responden yang menjadi petani karet, 2.9 sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS, dan 2.9 sebagai wiraswasta usahawan pedagang.
Sebaliknya, terjadi peningkatan terhadap jumlah buruh yakni sebanyak 68.8 dan menjadikan petani sebagai pekerjaan sampingan.
Responden yang memilih untuk menjadi petani,mengalami perubahan pola kerja yang mereka lakukan. Saat menjadi petani karet, setiap subuh para petani
sudah berangkat menuju kebun karet mereka, dan baru kembali pulang ke rumah sekitar pukul 12 siang. Namun, setelah adanya perubahan struktur agraria, waktu
kerja mereka semakin menurun karena tidak ada lagi lahan yang bisa mereka garap. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, atau menjaga warung
bagi yang bekerja sebagai pedagang. Sebaliknya bagi responden yang memilih untuk menjadi buruh harian lepas, mereka merasa mengalami penambahan pada
jam kerjanya. Menurut responden dan informan mereka pernah melamar untuk bekerja di kantor PT Sawit Graha Manunggal, namun mereka ditolak untuk
bekerja dengan alasan seperti pendidikan rendah atau tidak sesuai dengan bidang pekerjaan yang dicari.
Tingkat Pendapatan Masyarakat Lokal
Sebelum masuknya komoditas sawit, perekonomian masyarakat Desa Murutuwu bertumpu kepada komoditas karet. Hampir 90 masyarakat Desa
Murutuwu bermata pencaharian sebagai petani. Kecenderungan masyarakat Desa Murutuwu yang hanya menggantungkan hidupnya pada satu sektor yakni sektor
pertanian, pendapatan terbesar masyarakat pun dapat dipastikan bersumber dari hasil pertanian.
“Dulu sewaktu harga karet lagi tinggi dan pendapatan pertahun yang besar, warga Murutuwu ini sampai bisa beli mobil dan
mengkredit sepeda motor untuk anak- anaknya. T 66”
Masyarakat Desa Murutuwu umumnya memproduksi kantalan lump sebagai hasil sadapan getah karet yang mereka lakukan. Umumnya penduduk
menjual kantalan kepada pedagang pengumpul setempat atau pedagang pengumpul kecamatankabupaten yang membeli dari penduduk farm gate price.
Harga jual penduduk tergantung dari harga pasar dunia, jarak dan aksesibilitas menuju pasar, juga bargaini position penduduk dengan pedagang. Tataniaga karet
biasanya dilakukan dengan memanfaatkan alur sungai. Penerimaan rata-rata dari usaha sadap karet adalah sebesar 1.387.500,00 rupian per bulan per kepala
keluarga. Penerimaan tersebut merupakan penerimaan bersih setelah dikurangi dengan biaya produksi. Biaya produksi rata-rata per bulan per kepala keluarga
adalah sebesar 215.000,00 rupiah.
47
Namun, seiring dengan terjadinya perubahan struktur agraria akibat pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Murutuwu
membawa pengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat lokal. Selain itu, sulitnya mengakses sumber agraria, berkurangnya lahan yang dimiliki dan dapat
diusahakan, serta menurunnya harga komoditas karet membuat masyarakat yang dulunya adalah petani karet banyak yang mengalami pergeseran mata pencaharian
menjadi tenaga buruh harian lepas di PT Sawit Graha Manunggal dengan gaji 80.000,00 sampai dengan 82.000,00 rupiah per hari kerja yang dibayarkan setiap 2
minggu sekali.
“Warga yang menjadi buruh itu biasanya di upah 80.000 sampai 82.000 per hari kerja. Mereka gajiannya setiap 2 minggu sekali. A
45” Tingkat pendapatan masyarakat lokal adalah total penerimaan rumahtangga
masyarakat lokal yang bersumber dari kegiatan usahatani maupun non usahatani. Pada penelitian ini, tingkat pendapatan dijawab dengan memperhatikan data emik,
yaitu data yang disesuaikan dengan kondisi di lapang. Sumber penerimaan responden dari usahatani terdiri dari sawah, kebun dan ternak. Sedangkan
penerimaan responden dari usaha nontani terdiri dari pegawai negeri, pedagang, wirausaha, buruh, pengemudi supirojek dan lain-lain. Namun, bagi responden
yang masih menggantungkan perekonomiannya pada pertanian, ada beberapa yang tidak mampu menyebutkan jumlah pendapatannya karena rendahnya hasil
dari pertanian dan tidak bisa dipresiksi setiap bulannya. Cara lain untuk mengetahui berapa pendapatan responden adalah dengan bertanya pekerjaan
sampingannya, kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, atau kesanggupan responden dalam membeli barang-barang rumah tangga. Pada saat
penelitian ini berlangsung, pendapatan masyarakat lebih banyak berasal dari non usahatani yakni pendapatan sebagai buruh harian lepas, perdagangan, dan lain-lain
yakni uang dari hasil plasma dari lahan yang telah mereka lepaskan atau dari plasma desa yang dibagikan secara merata untuk seluruh masyarakat desa
Murutuwu. Adapun pendapatan masyarakat lokal Desa Murutuwu adalah sebagai berikut:
Tabel 16 Total pendapatan responden perbulan
Total pendapatan responden perbulan
Sebelum Adanya Perkebunan dan Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit
Sesudah Adanya Perkebunan dan Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit
n n
820.209 0.0
6 17.1
820.209 x 1.346.933 0.0
23 65.7
1.346.933 35
100.0 6
17.1
Sumber : Data primer 2016
Berdasarkan tabel 16, dapat dilihat bahwa sebelum adanya perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Murutuwu, sebanyak 0 responden
berpendapatan dibawah
820.209,00 rupiah.
Sebanyak responden
48
berpendapatan antara 820.209,00 – 1.346.933,00 rupiah, dan 100 atau sebanyak
35 orang responden berpendapatan diatas 1.346.933,00 rupiah. Pendapatan terbesar responden berada pada kisaran 1.387.500
– 1.850.000,00 rupiah perbulan. Pendapatan tersebut berasal dari penerimaan usahatani yakni sebagai petani karet
dan penerimaan non usahatani yakni dari gaji sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS dan usaha dagang. Sedangkan setelah adanya perkebunan dan pabrik pengolahan
kelapa sawit di Desa Murutuwu, 17.1 atau sebanyak 6 orang responden berpendapatan dibawah 820.209,00 rupiah. 65.7 responden atau 23 orang
berpendapatan antara 820.209,00
– 1.346.933,00 rupiah. 17,1 atau sebanyak 6 orang responden berpendapatan diatas 1.346.933,00 rupiah. Hal ini
mengindikasikan bahwa pendapatan terbesar responden berada pada kisaran 820.209,00
– 1.346.933,00 rupiah. Pendapatan tersebut berasal dari gaji sebagai buruh perusahan kelapa sawit, usaha dagang atau uang hasil plasma dari lahan
yang telah dilepaskan oleh responden. Adapun hasil estimasi dari dampak perubahan struktur agraria pendapatan
masyarakat lokal pada Desa Murutuwu dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 17 Dampak perubahan struktur agraria terhadap tingkat pendapatan
masyarakat lokal
Perubahan Struktur Agraria
Tingkat Pendapatan Masyarakat Lokal
Signifikasi Koefisien
R-squared 0.000
-0.866 0.749
Sumber : Data primer 2016
Berdasarkan Tabel 17 diperoleh determinasi R-squared sebesar 74.9. hal ini menunjukkan bahwa keragaman variabel dependen yang dimasukkan ke dalam
model dapat diterangkan oleh variabel independen mencapai 74.9 dan sisanya 25.1 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hasil analisis uji regresi linear
sederhana menunjukkan bahwa perubahan strukur agraria bernilai negatif - dengan koefisien -0.866 atau antara variabel perubahan struktur agraria sebagai
pengaruh dan variabel tingkat akses masyarakat lokal memiliki hubungan terbalik serta berpengaruh nyata terhadap tingkat akses masyarakat lokal dimana nilai
signifikasi 0.000taraf nyata 5. Artinya jika perubahan struktur agraria semakin meningkat maka tingkat pendapatan masyarakat semakin menurun.
Untuk mengetahui perubahan pendapatan yang terjadi pada pendapatan masyarakat, maka dilihat dari kondisi pendapatan sebelum dan sesudah adanya
perubahan struktur agraria akibat pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Murutuwu. Setelah itu, dilakukan penggolongan
ke dalam tiga taraf, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Adapun kondisi pendapatan masyarakat yang bersumber dari pertanian sebelum adanya perubahan struktur
agraria dijelaskan dalam tabel berikut:
49
Tabel 18 Kondisi pendapatan masyarakat sebelum perubahan struktur agraria
Sumber Pendapatan Sebelum Perubahan Struktur Agraria
Rendah Sedang
Tinggi n
n n
Usahatani 0.0
6 17.1
29 82.9
Non Usahatani
29 82.9
5 14.2
1 2.9
Sumber : Data primer 2016
Selain itu, adapun kondisi pendapatan masyarakat yang bersumber dari non pertanian sebelum dan sesudah adanya perubahan struktur agraria dijelaskan
dalam tabel berikut: Tabel 19 Kondisi pendapatan masyarakat sesudah perubahan struktur agraria
Sumber Pendapatan Sesudah Perubahan Struktur Agraria
Rendah Sedang
Tinggi n
n n
Usahatani 35
100.0 0.0
0.0
Non Usahatani
9 25.7
1 2.9
25 71.4
Sumber : Data primer 2016
Berdasarkan tabel 18 dan tabel 19, dapat dilihat kondisi pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah perubahan struktur agraria. Sebelum terjadi
perubahan struktur agraria, pendapatan masyarakat yang bersumber dari usahatani adalah 0 responden berada pada taraf rendah, 17.1 responden berada pada
taraf sedang, dan 82.9 responden berada taraf tinggi. Selanjutnya pendapatan masyarakat yang bersumber dari non usahatani adalah 82.9 responden berada
pada taraf rendah, 14.2 responden berada pada taraf sedang, dan 2.9 responden berada taraf tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sebelum terjadi
perubahan struktur agraria pendapatan responden yang bersumber dari usahatani lebih tinggi dibandingkan pendapatan responden yang bersumber dari non
usahatani. Namun setelah terjadinya perubahan agraria, kondisi pendapatan masyarakat yang bersumber dari usahatani adalah 100 responden berada pada
taraf rendah, 0 responden berada pada taraf sedang, dan 0 responden berada taraf tinggi. Selanjutnya kondisi pendapatan masyarakat yang bersumber dari non
usahatani adalah 25.7 responden berada pada taraf rendah, 2.9 responden berada pada taraf sedang, dan 71.4 responden berada taraf tinggi. Hal ini
mengindikasikan bahwa sesudah terjadi perubahan struktur agraria pendapatan responden yang bersumber dari usahatani lebih rendah dibandingkan pendapatan
responden yang bersumber dari non usahatani.
Menurut responden dan informan, peningkatan pendapatan yang bersumber dari non usahatani setelah terjadinya perubahan struktur agraria tidak terlalu
berpengaruh dalam meningkatkan taraf kehidupan. Hal ini disebabkan oleh pendapatan dari non usahatani hanya mampu untuk memenuhi kehidupan mereka
sehari-hari. Lain halnya sebelum terjadinya perubahan struktur agraria, dan sebelum murahnya harga komoditas karet. Masyarakat merasa pendapatan yang
bersumber dari usahatani cukup tinggi hingga mampu untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan cukup membeli berbagai barang-barang yang mereka inginkan.
50
51
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan penelitian ini, didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Perubahan struktur agraria mulai terjadi pada periode proses masuknya
komoditas kelapa sawit, dimana terjadi pelepasan lahan baik kawasan hutan negara dan hutan adat, serta lahan-lahan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan lahan dari perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit.
2. Perubahan struktur agraria yang terjadi di Desa Murutuwu didorong oleh adanya dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari masyarakat internal yakni
terjadinya penjualan-penjualan lahan oleh masyarakat lokal dan faktor yang berasal dari luar masyarakat eksternal yakni adanya intervensi pemerintah
dan intervensi swasta yang mengakibatkan terjadinya pelepasan-pelepasan lahan baik oleh negara maupun masyarakat lokal.
3. Setelah terjadinya perubahan struktur agraria, terjadi penurunan tingkat akses masyarakat terhadap sumber agraria terutama hutan, hanya 31,4 responden
yang masih bisa menggarap hutan, serta 100 responden merasa bahwa hasil hutan menjadi sulit untuk didapat, dan terdapat tekanan atau ancaman ketika
ingin mengakses hutan karena adanya klaim kepemilikan dari PT Sawit Graha Manunggal. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan struktur agraria
memiliki dampak terhadap tingkat akses masyarakat lokal.
4. Setelah terjadinya perubahan struktur agraria, terjadi penurunan jumlah petani, hingga hanya tersisa 25.7. Sebaliknya, terjadi peningkatan terhadap jumlah
buruh yakni sebanyak 68.8 dan menjadikan petani sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan struktur agraria
memiliki dampak terhadap tingkat pergeseran dan diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal.
5. Setelah terjadinya perubahan struktur agraria, terjadi penurunan pendapatan masyarakat lokal. Awalnya pendapatan terbesar masyarakat Desa Murutuwu
berada pada kisaran 1.387.500,00 – 1.850.000,00 rupiah perbulan. Namun
kemudian terjadi penurunan pendapatan masyarakat hingga hanya berkisar 820.209,00
– 1.346.933,00 rupiah perbulan. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan struktur agraria memiliki dampak terhadap tingkat pendapatan
masyarakat lokal.
52
Saran
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah : 1. Pemerintah selaku pembuat kebijakan sebaiknya meningkatkan perhatian dan
keberpihakan kepada masyarakat lokal. Sosialisasi terkait pentingnya kepemilikan lahan untuk masa depan sangat dibutuhkan oleh masyarakat lokal.
Selain itu, kebijakan terkait kemudahan akses masyarakat terhadap hutan juga dibutuhkan masyarakat karena berpengaruh terhadap pendapatan. Kemudian
perlu adanya penerapan kebijakan yang mengatur kerjasama antara PT Sawit Graha Manunggal dan masyarakat yang memiliki lahan plasma untuk
membantu menyelesaikan permasalahan terkait dengan plasma tersebut;
2. Bagi PT Sawit Graha Manunggal, sebaiknya kesepakatan-kesepakatan mengenai program plasma kembali dimusyawarahkan secara partisifatif
bersama masyarakat agar menghindari kesalahpahaman diantara kedua belah pihak; dan
3. Bagi masyarakat lokal, sebaiknya dapat mempertahankan kepemilikan lahan saat ini selalu berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya agraria dan
tetap memperjuangkan hak akses terhadap sumber agraria. Selain itu masyarakat hendaknya mencari tahu model kerjasama dari perusahaan lain
sebagai dalam program plasma sebagai pembanding sistem kerjasama yang dibuat oleh PT Sawit Graha Manunggal agar masyarakat dapat meningkatkan
posisi tawar dan menjadi pihak yang berdaya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Alqadrie, Syarif I. 1992. Dampak Peresahaan HPH Terhadap kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya Penduduk Setempat di Pedalaman Kalbar, Balai
Penelitian Untan, Pontianak, 248-253. Azadi H, Ho P, Hasfiati L. 2010. Agricultural Land Conversion Drivers: A
Comparison between Less Developed, Developing and Developed Countries. Land Degradation and Development [Internet]. [Diunduh tanggal 17 September
2015]. 03
02:-. Dapat
diunduh dari:
http:www.mearc.euresources04ArtLandDegrDev2010.pdf. Batterbury SPJ, Bebbington AJ. 1999. ENVIRONMENTAL HISTORIES, ACCESS TO
RESOURCES AND LANDSCAPE CHANGE: AN INTRODUCTION. Land Degradation and Development [Internet]. [Diunduh tanggal 17 September
2015]. 10:
279-289. Dapat
diunduh dari:
http:www.simonbatterbury.netpubslddintro.pdf. Benu MN, Maryunani, Sugiyanto, Kindangen P. 2013. Analysis of Land Conversion
and Its Impacts and Strategies in Managing Them in City of Tomohon, Indonesia. Asian Transactions on Basic and Applied Sciences [Internet].
[Diunduh tanggal 17 September 2015]. 03 02: 65-72. Dapat diunduh dari: http:www.asian-transactions.orgJournalsVol03Issue02ATBASATBAS-
40329021.pdf.
Berry S, Broegaard RB, Dorondel S, et al. 2009. The Politics of Possession: Property, Authority, and Access to Natural Resources. Sikor T, Lund C, editor. West
Sussex [UK]: Wiley-Blackwell. Bundlender G, Faundez J, Plis E, et al. 2010. Marginalized Communities and Access
to Justice. Ghai Y, Cottrell J, editor. New York [US]: Routledge. [BPS] Badan Pusat Statistik. Definisi Perkebunan. [Internet]. [Diunduh tanggal 05
Januari 2015]. Dapat diunduh dari: http:bps.go.idindex.phpistilah469. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. PAJU EPAT DALAM ANGKA 2015. [Internet].
[Diunduh tanggal
05 Januari
2015]. Dapat
diunduh dari:
http:bartimkab.bps.go.idwebbetawebsitepdf_publikasiPaju-Epat-Dalam- Angka--2015.pdf.
Cotula L, Toulmin C, Quan J. 2006. Better Land Access for The Rural Poor: Lessons from Experience and Challenges Ahead. Stevenage UK: SMI.
Earth Innovative Institute. Kalimantan Tengah. [internet]. [Diunduh tanggal 05 Januari 2016]. Dapat diunduh dari: http:earthinnovation.orgour-work-
2inisiatif-regionalindonesiakalimantan-tengah?lang=id Effendi S dan Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta ID: LP3ES
54
Garna JK. 1992. Teori- Teori Perubahan Sosial. Bandung ID: Program Pancasarjana-Universitas Padjajaran.
Garna JK. 1995. Kearifan Masyarakat Dalam budidaya Dan Penggunaan Lahan: Makalah Dalam Seminar Budaya Dan Budidaya Pertanian: Pelestarian,
Perubahan, Dan Pertukaran Culture dan Agriculture: Preservation, Change and Exchange, Bukittinggi ID: Departemen Pertanian dan Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan- Direktorat Jenderal Kebudayaan, RI.
Governors’ Climate Forests Task Force – Central Kalimantan Province. [Diunduh tanggal
05 Januari
2016]. Dapat
diunduh dari:
http:www.gcftaskforce.orgdocumentsKalteng20- 20GCF20Draft20Booklet.pdf
Hidayat AH, Hanafie U, Septiana N. 2012. Dampak Konversi Lahan Pertanian bagi Taraf Hidup Petani di Kelurahan Landasan Ulin Barat Kecamatan Liang
Anggang Kota Banjarbaru. Jurnal Agribisnis Pedesaan [Internet]. [Diunduh tanggal 16 September 2015]. 0202:95-107. Dapat diunduh dari:
download.portalgaruda.orgarticle.php?article=96360val=2296.
[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Masyarakat. [Internet]. [Dikutip tanggal 17 September 2015]. Dapat dikutip dari: http:kbbi.web.idmasyarakat.
[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mata Pencaharian. [Internet]. [Dikutip tanggal 17 September 2015]. Dapat dikutip dari: http:kbbi.web.idmata.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. MASYARAKAT LOKAL dalam Sistem Sertifikasi Hutan di Indonesia. 2013. [Internet]. [Diunduh tanggal 30 September
2015]. Dapat
diunduh dari:
http:www.dephut.go.idindex.phpnewsdetails9653.http:www.dephut.go.id HalamanSTANDARDISASI__LINGKUNGAN_KEHUTANANinfo_5_1_0
604isi_3.html. Koeswahyono I. 2007. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Agraria yang Adil dan
Demokratis. Risalah HUKUM [Internet]. [Diunduh tanggal 28 September 2015]. 03 01: 30-35. Dapat diunduh dari: http:risalah.fhunmul.ac.idwp-
contentuploads2012024.-Kebijakan-Pengelolaan-Sumber-Daya-Agraria- yang-Adil-dan-Demokratis-Imam-Koeswahjono.pdf.
Lestari A, Dharmawan AH. 2012. Dampak Sosio-Ekonomis dan Sosio-Ekologis konversi lahan. .Sodality
.
[Internet]. [Diunduh tanggal 28 September 2015]. 0501:
1-12. Dapat
diunduh dari:
http:journal.ipb.ac.idindex.phpsodalityarticleviewFile58354500. Luthfi AN, Razif, Fauzi M. 2010. Kronik Agraria Indonesia : Memperluas Imajinasi
Lintas Zaman, Sektor dan Aktor. Yogyakarta ID : STPN Press. Luthfi AN. 2011. Melacak Sejarah Pemikiran Agraria : Sumbangan Pemikiran
Mazhab Bogor. Yogyakarta ID : STPN Press.
55
MacPherson C B. 1978. Property: Mainstream and Critical Positions. Toronto US: University of Toronto Press.
Mahanani S. 2001. Kedudukan UUPA 1960 dan Pengelolaan Sumber Daya Agraria di Tengah Kapitalisasi Negara Politik Kebijakan Hukum Agraria Melanggengkan
Ketidakadilan. Jurnal Analisis Sosial. 06 02: 21-42. Niswah ZK, Adiwibowo S. 2013. STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT ADAT
KESEPUHAN SINAR RESMI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK. .Sodality
.
[Internet]. [Diunduh tanggal 28 September 2015].
01 01:
78-84. Dapat
diunduh dari:
http:jesl.journal.ipb.ac.idindex.phpsodalityarticleview93927359. Pusat Penelitian dan Penelitian Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Kementerian Pertanian. Definisi arti Perkebunan. [Internet]. [Diunduh
tanggal 05
Januari 2015].
Dapat diunduh
dari: http:perkebunan.litbang.pertanian.go.id?p=3507.
Ribot Peluso, NL. 2003. A theory of Acces. Rural Sociology. Rural Sociological Society. [Internet]. [Diunduh tanggal 28 September 2015]. 68.02: 153-181.
Dapat diunduh
dari: http:community.eldis.org.5ad50647Ribot20and20Peluso20theory20
of20access.pdf. Sihaloho M, Purwandari H, Supriyadi A. 2009. Reforma Agraria di Bidang Pertanian:
Status Kasus Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Komunitas Perkebunan di Lebak, Banten. Sodality. 03 01: 1-16.
Sihaloho M, Dharmawan AH, Rusli S. 2007. Konversi Lahan Pertanian Dan Perubahan Struktur Agraria Studi Kasus di Kelurahan Mulyaharaja,
Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Sodality. 01 01: 253- 270.
Silaholo M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria Kasus di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan , Kota Bogor, Jawa Barat.
[Thesis]. Bogor ID:Institut Pertanian Bogor. Sitorus MTF, White B, Sumardjono MSW, Marzali A, Sayogyo, Husodo SW, Bahari
S, Soetarto E, Agusta I, Nasution LI dkk. 2002. Menuju keadilan agraria. Bandung ID. Akatiga.
Sitorus MTF, Dharmawan AH, Fadjar U, APUI, Agusta I, Sihaloho M. 2007. Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Petani. Ringkasan
Eksekutif Hasil-Hasil Penelitian [Internet]. [Diunduh tanggal 16 September 2015]. Dapat diunduh dari: http:repository.ipb.ac.idhandle1234567897187.
Soemarmo. 2013. Konversi Lahan [ulasan]. Mk Landuse Planning and Land Management [Internet]. [Diunduh tanggal 3 April 2015]. Dapat diunduh dari:
https:www.google.co.idurl?sa=trct=jq=esrc=ssource=webcd=1c ad=rjauact=8ved=0CBwQFjAAurl=http3A2F2Fmarno.lecture.ub.
56
ac.id2Ffiles2F20132F112FKONVERSI- LAHAN1.docxei=c6I4VdXjGpKIuASD2oHAAQusg=AFQjCNFffgpi-
ekk_HzYtMqZVNnyOZYgOQsig2=u9qnShXA0bNYNLCWqseBNw. Soetarto E, Savitri L. 2006. MODERNISASI PERTANIAN, AKSES TERHADAP
SUMBER AGRARIA
DAN KESEJAHTERAAN
KELUARGA: MEMBANGUN RUANG UNTUK NILAI DAN EKSPRESI LOKAL. Media
Gizi Keluarga [Internet]. [Diunduh tanggal 28 September 2015]. 30 01: 88- 99.
Dapat diunduh
dari: http:repository.ipb.ac.idbitstreamhandle12345678952182modernisasi20
pertanian2c20akses20terhadap20sumber20adraria20dan20keseja hteraan20keluarga20membangun20ruag20untuk20nilai20dan20e
kspresi20lokal.pdf?sequence=2isAllowed=y.
Sunito, S. 2012-2013. Slide Bahan Kuliah Kajian Agraria. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
Tjondronegoro, Sediono M.P. 1999. Sosiologi Agraria, editor: Sitorus dan Wiradi. Bandung ID: AKATIGA.
[UU] Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. [Internet].
[Diunduh tanggal 05 Januari 2015]. Dapat diunduh dari:
http:dkn.or.idwp-contentuploads201303Undang-Undang-RI- nomor-5-Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia No 8 tahun 2004 tentang Perkebunan. [Internet]. [Diunduh tanggal 05 Januari 2015]. Dapat diunduh dari:
http:www.minerba.esdm.go.idlibrarysijhuu-08-2004.pdf. Wiradi G. 2009. Metodologi studi agraria: karya terpilih Gunawan Wiradi. Bogor
ID: Sajogyo Institut, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, dan Pusat Kajian Agraria IPB.
Wiradi G. 2000. Reforma agraria: perjalanan yang belum berakhir. Bandung ID: KPA, Sajogyo Institute, dan AKATIGA.
Wiradi G. 2009. Seluk beluk masalah agraria, reforma agraria, dan penelitian agraria. Yogyakarta ID: STPN Press.
Wiradi G, Makali. 2009. Ranah studi agraria: penguasaan tanah dan hubungan agraris. Shohibuddin M, editor. Yogyakarta ID: STPN Press dan Sajogyo
Institut.
Zuber, Ahmad. 2007. Pendekatan dalam memahami perubahan agraria di pedesaan. [Internet].
[Diunduh tanggal 05 Juni 2016]. Dapat diunduh dari:
https:sites.google.comsiteahmadzuber70pendekatandalammemahamiper ubahanagrariad
57
RIWAYAT HIDUP
Debby Aulia Firdaus dilahirkan di Buntok pada tanggal 23 Maret 1994. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Moh. Fajar Firdaus dan Gusti Yuliarti.
Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah SD Negeri 1 Tamiang Layang pada periode 2000-2006, SMP Negeri 1 Tamiang Layang periode 2006-
2009, dan SMA Negeri 1 Tamiang Layang periode 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD Beasiswa Utusan Daerah.
Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan dan organisasi di dalam maupun di luar kampus. Penulis aktif dalam UKM Lingkung
Seni Sunda Gentra Kaheman sebagai anggota pengurus Departeman Keahlian pada periode 2013-2014, dan menjadi Kepala Departemen dari Departemen
Keahlian pada periode 2014-2015. Penulis juga merupakan anggota aktif dari Asosiasi Duta Pariwisata Indonesia ADWINDO Kalimantan Tengah. Penulis
menjabat sebagai Duta Pariwisata Kabupaten Barito Timur dan Putri Pariwisata Berbakat Terbaik Provinsi Kalimantan Tengah periode 2012-2013. Selain itu,
Penulis juga merupakan anggota organisasi We Are Siblings Indonesia dibawah naungan UNICEF.
58
59
LAMPIRAN
60
61
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lokasi penelitian a. Peta Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur
b. Lokasi Perkebunan PT Sawit Graha Manunggal
62
Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016
Kegiatan Januari
Februari Maret
April Mei
Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal
skripsi
Perbaikan proposal
skripsi
Kolokium Pengambilan
data lapangan
Pengolahan dan analisis
data
Penulisan draft skripsi
Sidang skripsi
Perbaikan penulisan
skripsi
63
Lampiran 3 Kerangka percontohan sampling frame
No Nama
Alamat Ket
1 Acung
RT 01 Desa Murutuwu 2
Indra RT 01 Desa Murutuwu
3 Manuel
RT 01 Desa Murutuwu 4
Kusnadi RT 01 Desa Murutuwu
5 Rio
RT 01 Desa Murutuwu 6
Ayu Suprianto RT 01 Desa Murutuwu
7 Anteman
RT 01 Desa Murutuwu 8
Rupel Matak RT 01 Desa Murutuwu
9 Werto
RT 01 Desa Murutuwu 10
Yuni RT 01 Desa Murutuwu
11 Sukisno
RT 01 Desa Murutuwu 12
Ito RT 01 Desa Murutuwu
13 Belo
RT 01 Desa Murutuwu 14
Tambin RT 01 Desa Murutuwu
15 Jhon Cenedi
RT 01 Desa Murutuwu 16
Julianus RT 01 Desa Murutuwu
17 Diran
RT 01 Desa Murutuwu 18
Yana RT 01 Desa Murutuwu
19 Yepet
RT 01 Desa Murutuwu 20
Sandi RT 01 Desa Murutuwu
21 Meigo
RT 01 Desa Murutuwu 22
Jemi RT 01 Desa Murutuwu
23 Kayan
RT 01 Desa Murutuwu 24
Harianto RT 01 Desa Murutuwu
25 Batherius
RT 01 Desa Murutuwu 26
Tiet RT 01 Desa Murutuwu
27 Kana
RT 01 Desa Murutuwu 28
Utai RT 01 Desa Murutuwu
29 Tarmin
RT 01 Desa Murutuwu 30
Supetman RT 01 Desa Murutuwu
31 Ambursius
RT 01 Desa Murutuwu 32
Jumahadi RT 01 Desa Murutuwu
33 Suriandi
RT 01 Desa Murutuwu 34
Miloyadi RT 01 Desa Murutuwu
35 Mirangto
RT 01 Desa Murutuwu 36
Uliatha RT 01 Desa Murutuwu
37 Kitik
RT 01 Desa Murutuwu
64
38 Minsi
RT 01 Desa Murutuwu 39
Irwandi RT 01 Desa Murutuwu
40 Monto
RT 01 Desa Murutuwu 41
Angar RT 01 Desa Murutuwu
42 Yudarso
RT 01 Desa Murutuwu 43
Ina RT 01 Desa Murutuwu
44 Ardiansyah
RT 01 Desa Murutuwu 45
Asrianto RT 01 Desa Murutuwu
46 Utak J
RT 01 Desa Murutuwu 47
Fernando Maya RT 02 Desa Murutuwu
48 Heri Riska
RT 02 Desa Murutuwu 49
Hunyita RT 02 Desa Murutuwu
50 Adekron
RT 02 Desa Murutuwu 51
Hadi T RT 02 Desa Murutuwu
52 Dedi Dores
RT 02 Desa Murutuwu 53
Urmandi RT 02 Desa Murutuwu
54 Buhani
RT 02 Desa Murutuwu 55
Rudi Hartono RT 02 Desa Murutuwu
56 Edi Santoso
RT 02 Desa Murutuwu 57
Makinh RT 02 Desa Murutuwu
58 Icuk Sugiarto
RT 02 Desa Murutuwu 59
Bandi RT 02 Desa Murutuwu
60 Kundang
RT 02 Desa Murutuwu 61
Suriansyah RT 02 Desa Murutuwu
62 Haldiman
RT 02 Desa Murutuwu 63
Haru Amino RT 02 Desa Murutuwu
64 Supianoor
RT 02 Desa Murutuwu 65
Andi Pratama RT 02 Desa Murutuwu
66 Rusmiati
RT 02 Desa Murutuwu 67
Ravenala RT 02 Desa Murutuwu
68 Martin
RT 02 Desa Murutuwu 69
Rinaldi RT 02 Desa Murutuwu
70 Hining
RT 02 Desa Murutuwu 71
Etra Kanit RT 02 Desa Murutuwu
72 Udetman
RT 02 Desa Murutuwu 73
R. Bambang RT 02 Desa Murutuwu
74 Udelman
RT 02 Desa Murutuwu 75
Iis Hariati RT 02 Desa Murutuwu
76 Kurbel
RT 02 Desa Murutuwu 77
Herdi RT 02 Desa Murutuwu
65
78 Julianto
RT 02 Desa Murutuwu 79
Dua Jandri RT 02 Desa Murutuwu
80 Tamput
RT 02 Desa Murutuwu 81
Saintal RT 02 Desa Murutuwu
82 Dunte
RT 02 Desa Murutuwu 83
Agustin Fredy RT 02 Desa Murutuwu
84 Bandru
RT 02 Desa Murutuwu 85
Taursky Ustinov RT 02 Desa Murutuwu
86 Leo Orlando
RT 02 Desa Murutuwu 87
Supriadi RT 02 Desa Murutuwu
88 Ariyanmar
RT 02 Desa Murutuwu 89
Karya RT 02 Desa Murutuwu
90 Kusairi
RT 02 Desa Murutuwu 91
Kitowanto RT 02 Desa Murutuwu
92 Marianto
RT 02 Desa Murutuwu 93
Pren RT 02 Desa Murutuwu
94 Ruit
RT 02 Desa Murutuwu 95
Suren RT 02 Desa Murutuwu
96 Mariadi
RT 02 Desa Murutuwu 97
Ninilawati RT 02 Desa Murutuwu
98 Krisanopeni
RT 02 Desa Murutuwu 99
Amiati RT 02 Desa Murutuwu
100 Marto
RT 02 Desa Murutuwu 101
Ujat RT 02 Desa Murutuwu
102 Hardianto
RT 02 Desa Murutuwu 103
Una Mayes Walatia RT 02 Desa Murutuwu
104 Buit Markus
RT 02 Desa Murutuwu 105
Novi Sompotan RT 02 Desa Murutuwu
106 Ricardo Raya
RT 02 Desa Murutuwu 107
Yunitha RT 02 Desa Murutuwu
108 Budin Jasa
RT 02 Desa Murutuwu 109
Anton Sudibyo RT 02 Desa Murutuwu
110 Kurtelui Gandu
RT 02 Desa Murutuwu 111
Albertus RT 02 Desa Murutuwu
112 Yustiana Yustinus
RT 02 Desa Murutuwu 113
Kalaman RT 02 Desa Murutuwu
114 Ardianto Ubir
RT 02 Desa Murutuwu 115
Trina Kartika RT 02 Desa Murutuwu
116 Hirun Masel
RT 03 Desa Murutuwu 117
Norianto M Eray RT 03 Desa Murutuwu
66
118 Ponto
RT 03 Desa Murutuwu 119
Altin Tumiwa RT 03 Desa Murutuwu
120 Misni
RT 03 Desa Murutuwu 121
Suradi RT 03 Desa Murutuwu
122 Ekatrino
RT 03 Desa Murutuwu 123
Domingston RT 03 Desa Murutuwu
124 Delmansyah
RT 03 Desa Murutuwu 125
Lanti RT 03 Desa Murutuwu
126 Yudianto
RT 03 Desa Murutuwu 127
Wanto RT 03 Desa Murutuwu
128 Yanto M. Mansur
RT 03 Desa Murutuwu 129
YR. Lausye Sampo RT 03 Desa Murutuwu
130 Napitupulu
RT 03 Desa Murutuwu 131
Iis Rolianto RT 03 Desa Murutuwu
132 Ikalmi
RT 03 Desa Murutuwu 133
Tarandus RT 03 Desa Murutuwu
134 Robert
RT 03 Desa Murutuwu 135
Nonto M Eray RT 03 Desa Murutuwu
136 Adi Hartono
RT 03 Desa Murutuwu 137
Winetha RT 03 Desa Murutuwu
138 Rinto
RT 03 Desa Murutuwu 139
Wayaman RT 03 Desa Murutuwu
140 Pilemson
RT 03 Desa Murutuwu 141
Harianto RT 03 Desa Murutuwu
142 Yulito
RT 03 Desa Murutuwu 143
Januardi RT 03 Desa Murutuwu
144 Iis Hariadi
RT 03 Desa Murutuwu 145
Pril Antung RT 03 Desa Murutuwu
146 Abner Wado
RT 03 Desa Murutuwu 147
Suwardi RT 03 Desa Murutuwu
148 Harisa Putra
RT 03 Desa Murutuwu 149
Surianto RT 03 Desa Murutuwu
150 Abdussalam
RT 03 Desa Murutuwu 151
Pendi RT 03 Desa Murutuwu
152 Masroni
RT 03 Desa Murutuwu 153
Katriono RT 03 Desa Murutuwu
154 Dahayus
RT 03 Desa Murutuwu 155
M. Muklis Salmon RT 03 Desa Murutuwu
156 Elson
RT 03 Desa Murutuwu 157
Eno RT 03 Desa Murutuwu
67
158 Iis Pa Aci
RT 03 Desa Murutuwu 159
Sukario RT 03 Desa Murutuwu
160 Jamil
RT 03 Desa Murutuwu 161
Tuino RT 03 Desa Murutuwu
162 Seri Purnami
RT 03 Desa Murutuwu 163
Misdianto RT 03 Desa Murutuwu
164 Uyu Harapano
RT 03 Desa Murutuwu 165
Iperman Matak RT 03 Desa Murutuwu
166 Yulius
RT 03 Desa Murutuwu 167
Sunaryo RT 03 Desa Murutuwu
168 Manuel Sances
RT 03 Desa Murutuwu 169
Uhing RT 03 Desa Murutuwu
170 Asa Sugama
RT 03 Desa Murutuwu 171
Empas RT 03 Desa Murutuwu
172 Hendro
RT 03 Desa Murutuwu 173
Iak RT 03 Desa Murutuwu
174 Riko
RT 03 Desa Murutuwu 175
Herpianto RT 03 Desa Murutuwu
176 Yantine
RT 03 Desa Murutuwu 177
Hermin RT 03 Desa Murutuwu
178 Elbianto
RT 03 Desa Murutuwu 179
Marlin RT 03 Desa Murutuwu
180 Muhamad Kornelius
RT 03 Desa Murutuwu 181
M. Jamhari RT 03 Desa Murutuwu
182 Devi Afrianty
RT 03 Desa Murutuwu 183
Dosi RT 03 Desa Murutuwu
184 Hersunah
RT 03 Desa Murutuwu 185
Ineh Tanis RT 03 Desa Murutuwu
186 Susilia
RT 03 Desa Murutuwu 187
Hendri RT 03 Desa Murutuwu
188 Eko Dermawanto
RT 03 Desa Murutuwu 189
Herman RT 03 Desa Murutuwu
190 Darwison
RT 03 Desa Murutuwu 191
Santun RT 03 Desa Murutuwu
192 Darlianus
RT 03 Desa Murutuwu 193
Munadi RT 03 Desa Murutuwu
194 Aje
RT 03 Desa Murutuwu 195
Ungau RT 03 Desa Murutuwu
196 Lala
RT 03 Desa Murutuwu 197
Elto RT 03 Desa Murutuwu
68
198 Nurteng
RT 03 Desa Murutuwu 199
Ramianto RT 03 Desa Murutuwu
200 Antonius Juliharto
RT 03 Desa Murutuwu 201
Umpeni RT 03 Desa Murutuwu
202 Kalarensius
RT 03 Desa Murutuwu 203
Muslim RT 03 Desa Murutuwu
204 Ura Iriani
RT 03 Desa Murutuwu 205
Jhon Cristian RT 03 Desa Murutuwu
69
Lampiran 4 Kuesioner
KUESIONER DAMPAK PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA TERHADAP
AKSESIBILITAS MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT LOKAL Kasus Desa Murutuwu, Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur
No. Kuesioner :
Waktu Wawancara : Tanggal Entri Data
:
Peneliti bernama Debby Aulia Firdaus, merupakan mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Saat ini sedang melakukan penelitian mengenai perubahan struktur agraria dan dampaknya terhadap aksesibilitas mata perncaharian
masyarakat lokal. Penelitian ini merupakan syarat bagi kelulusan studi peneliti di jenjang Sarjana S1. Peneliti berharap BapakIbuSaudarai menjawab kuesioner
ini dengan lengkap dan jujur. Apapun bentuk jawaban yang BapakIbuSaudarai berikan akan menjadi data yang berharga bagi kelancaran penelitian ini. Identitas
dan jawaban dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas perhatian, bantuan, dan
partisipasi BapakIbuSaudarai dalam menjawab kuesioner ini.