Strategi Pemenangan Calon Anggota Legislatif Perempuan Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Pada : Caleg Perempuan Terpilih Pada DPRD Kota Medan).

(1)

Skripsi

STRATEGI PEMENANGAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF

PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

(

Studi Pada : CALEG PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN)

D i s u s u n Oleh :

KARTIKA PANJAITAN 050906015

Dosen Pembimbing : Muryanto Amin S.sos M.Si

Dosen Pembaca

: Dra. T. Irmayani M.Si

FAKULTAS ILMU POLITIK DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

STRATEGI PEMENANGAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

(Studi Pada : CALEG PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN) Nama : Kartika Panjaitan

NIM : 05090615 Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ABSTRAKSI

Diselenggarakannya pemilu legislatif langsung sesuai pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan penerapan sistem suara terbanyak merupakan babak baru dalam proses demokratisasi politik saat ini. Berlakunya keputusan MK kemudian menimbulkan pro dan kontra, terutama bagi kaum perempuan yang selama ini menjadi pihak yang diperjuangkan keterwakilannya dengan upaya affirmative action. Dengan berlakunya sistem suara terbanyak berbagai upaya akan dilakukan oleh calon legislatif perempuan, karena sistem ini memaksa perempuan untuk sama dengan laki-laki. Sehingga melihat strategi kampanye dan isu apa yang diterapkan oleh calon legislatif perempuan terpilih menjadi penting untuk diteliti.

Kampanye merupakan salah satu bentuk komunikasi yang digunakan oleh para kandidat untuk menyampaikan visi, misi dan program kerjanya. Kampanye berhasil bilamana kedua belah pihak, baik kandidat dan konstituen memiliki kesepakatan-kesepakatan tentang pesan atau ide-ide yang disampaikan sehingga konstituen akan merasa yakin untuk menjatuhkan pilihannya kepada kandidat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dan isu kampanye apa yang digunakan oleh calon legislatif perempuan terpilih 2009 pada DPRD Kota Medan. penelitian ini meggunakan bentuk penelitian deskriptif, yaitu dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka untik mengeksplorasi tentang strategi dan isu kampanye Calon Legislatif Terpilih DPRD Kota Medan 2009.

Salah satu yang menjadi kunci keberhasilan para calon legislatif terpilih yaitu dengan menggunakan teknik kampany dari pintu ke pintu (Door to Door

Campaign), kampanye diskusi kelompok (Group Discussion Campaign),

kampanye massa tidak langsung (Indirect Massa Campaign), dan kampanye massa langsung (Direct Massa Campaign)


(3)

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN………....1

A. Latar Belakang……….………...1

B. Perumusan Masalah……….………..8

C. Tujuan Penelitian……….………..9

D. Manfaat Penelitian……….………9

E. Landasan Teori……….………....10

E.1. Patriarki……….………10

E.2. Feminisme……….………11

E.2.1. Feminisme Liberal……….………14

E.2.2. Feminisme Radikal……….………...19

E.3. Marketing Politik……….………….21

E.3.1. Redefenisi dan Filosofi Ilmu Marketing...………...21

E.3.2. Marketing Politik...23

E.3.2.1. Perdebatan Marketing Politik...23

E.3.2.2. Peran Marketing dalam dunia Politik...24

E.3.3. Konsep Marketing dalam Domain Politik...24

E.3.3.1. Orientasi Pasar...26

E.3.3.2. Orientasi Konsumen...27

E.3.3.3. Orientasi Pesaing...27

E.3.3.4. Riset Pasar...29

E.4. Kampanye……….………30

E.4.1. Pengertian Kampanye………....30

E.4.2. Strategi Kampanye……….…31

E.4.2.1. Pesan Kampanye……….….…..31

E.4.2.2. Teknik Kampanye……….……..32

E.4.2.3.Penyusunan Anggaran Kampanye...34

E.4.2.4. Organisasi Politik………....35

F. Defenisi Konsep……….………...37

G. Defenisi Operasional……….………...37


(4)

H.1. JenisPenelitian.………...……39

H.2. Lokasi Penelitian……….40

H.3. Teknik Pengumpulan Data………..40

H.4. Teknik Analisa Data………41

H.5. Sistematika Penulisan………...41

BAB II SEJARAH UMUM PARTAI POLITIK DAN PROFIL CALON LEGISLATIF PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN……….………43

A. Sejarah Umum Partai Demokrat (PD), Partai Golkar, dan Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)……….………...43

A.1. Partai Demokrat……….……….43

A.2. Partai Golkar……….………..45

A.3. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)………….…………49

B. Profil Calon Legislatif Perempuan Terpilih Pada DPRD Kota Medan……….52

B.1. Dra. Ainal Mardiah……….…....54

B.2. Dra. Lily MBA, MH……….…..55

B.3. Janlie SE, Ak………...56

B.4. Dra. Srijati Pohan...57

B.5. Damai Yona Nainggolan...60

B.6. Hj. Halimatussakdiyah...61

BAB III RUMUSAN DAN ANALISIS STRATEGI KAMPANYE...63

A. Rumusan Strategi Kampanye...63

A.1. Pesan Kampaye... ...63

A.2. Teknik Kampanye...70

A.3. Anggaran Kampanye...92


(5)

B. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan...103

B.1. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan dari sudut pandang Patriarki...103

B.2. Analisis Kesetaraan dan Keadilan berdasarkan Pandangan Feminisme...105

BAB IV PENUTUP...111

A. Kesimpulan………...…...111

B. Saran……….113


(6)

STRATEGI PEMENANGAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

(Studi Pada : CALEG PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN) Nama : Kartika Panjaitan

NIM : 05090615 Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ABSTRAKSI

Diselenggarakannya pemilu legislatif langsung sesuai pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan penerapan sistem suara terbanyak merupakan babak baru dalam proses demokratisasi politik saat ini. Berlakunya keputusan MK kemudian menimbulkan pro dan kontra, terutama bagi kaum perempuan yang selama ini menjadi pihak yang diperjuangkan keterwakilannya dengan upaya affirmative action. Dengan berlakunya sistem suara terbanyak berbagai upaya akan dilakukan oleh calon legislatif perempuan, karena sistem ini memaksa perempuan untuk sama dengan laki-laki. Sehingga melihat strategi kampanye dan isu apa yang diterapkan oleh calon legislatif perempuan terpilih menjadi penting untuk diteliti.

Kampanye merupakan salah satu bentuk komunikasi yang digunakan oleh para kandidat untuk menyampaikan visi, misi dan program kerjanya. Kampanye berhasil bilamana kedua belah pihak, baik kandidat dan konstituen memiliki kesepakatan-kesepakatan tentang pesan atau ide-ide yang disampaikan sehingga konstituen akan merasa yakin untuk menjatuhkan pilihannya kepada kandidat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dan isu kampanye apa yang digunakan oleh calon legislatif perempuan terpilih 2009 pada DPRD Kota Medan. penelitian ini meggunakan bentuk penelitian deskriptif, yaitu dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka untik mengeksplorasi tentang strategi dan isu kampanye Calon Legislatif Terpilih DPRD Kota Medan 2009.

Salah satu yang menjadi kunci keberhasilan para calon legislatif terpilih yaitu dengan menggunakan teknik kampany dari pintu ke pintu (Door to Door

Campaign), kampanye diskusi kelompok (Group Discussion Campaign),

kampanye massa tidak langsung (Indirect Massa Campaign), dan kampanye massa langsung (Direct Massa Campaign)


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demokrasi merupakan sebuah sistem yang banyak diterapkan oleh berbagai negara di belahan dunia berangkat dari asumsi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang ditentukan berdasarkan suara mayoritas. Sebelum masa reformasi di Indonesia, praktek demokrasi belum berjalan semestinya. Proses demokrasi di bawah pemerintahan orde baru masih jauh dari gambaran demokrasi, ini terbukti dengan pelaksanaan pemilu sebelumnya yang sering dijumpai adanya penyimpangan-penyimpangan dan diskriminasi terhadap keberadaan perempuan sebagai bagian dari rakyat Indonesia.

Transisi pemerintahan dari masa orde baru menuju masa reformasi ini kemudian menghasilkan banyak perubahan penting dalam sistem perpolitikan di Indonesia, khususnya dalam hal perubahan penyelenggaraan pemilu. Karena partai politik sebagai suatu organisasi yang berorientasi kepada pencapaian legitimasi kekuasaan atas pemerintah melalui proses pemilu menuju pelaksanaan demokratisasi yang ideal.1

1

Deden Faturohman, Wawan Sobari, Pengantar Ilmu Politik, Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2004, hal. 81- 82

Dengan jumlah partai politik yang hanya terdiri dari tiga partai dibawah rezim orde baru, kemudian berkembang menjadi 48 partai politik di era reformasi pada pemilu 1999, menghasilkan perubahan yang sangat signifikan dalam pola representasi perempuan dalam dunia politik, khususnya dalam hal keterwakilannya dalam lembaga legislatif. Perubahan ini tentunya lahir


(8)

dari beberapa gerakan perempuan maupun partai politik yang pada saat itu mengusung isu-isu mengenai kesetaraan gender dalam kampanyenya.2

Kesadaran terhadap kesetaraan gender selama satu dasawarsa ini memang menunjukkan kemajuan tetapi masih menghadapi banyak kendala. Selama sepuluh tahun reformasi Indonesia ditandai dengan perubahan-perubahan yang signifikan meskipun partisipasi perempuan dalam kancah politik belum optimal. Era reformasi sepatutnya juga adalah masa untuk menyuarakan revolusi berbagai kepentingan termasuk kepentingan perempuan.3 Adanya pembatasan-pembatasan sosial-budaya membuat perempuan tidak banyak memiliki kesempatan untuk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan. Selama ini ada anggapan bahwa pola interaksi dan interrelasi antara perempuan, laki-laki, dan politik sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang cenderung patriarki, dengan kekuatan dan kekuasaan, baik secara kultural maupun struktural terpusat pada laki-laki. Sebenarnya pengaruh kaum wanita terhadap politik tidak bisa dinilai hanya dari aspek pemberian suara saja, karena dalam tahun-tahun belakangan ini, kelompok feminis telah memberi dampak pada kehidupan politik terlepas dari hak pilih wanita.4

Dalam tataran politis, struktur masyarakat seperti ini dianggap cenderung menjadikan peran politik perempuan berada pada posisi terpinggirkan dan senantiasa menjadi subordinat bagi peran politik laki-laki, terutama jika sudah masuk ke dalam lingkaran kekuasaan dan legislatif. Relasi subordinat ini yang kemudian menghasilkan ketidakadilan gender, dimana relasi ini telah

2

Dapat dilihat di:

3

T.O Ihromi, Penghapusan diskriminasi terhadap wanita, Bandung : PT. Alumni, 2006, hal. 300 4


(9)

menempatkan laki-laki sebagai pemimpin, sehingga manusia sebagai individu kehilangan identitas dirinya, karena konstruksi budaya.5

Kurangnya keterwakilan perempuan pada struktur kepartaian maupun di parlemen disebabkan oleh serangkaian hambatan yang membatasi kemajuan mereka. Selain karena sistem yang memang cenderung mendiskriminasi, lemahnya posisi perempuan juga disebabkan kurang adanya kemampuan dan kemauan untuk setara. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya peran dan partisipasi politik perempuan, ditandai dengan rendahnya keterwakilan perempuan baik dalam kepengurusan partai politik maupun dalam keterwakilan di lembaga legislatif. Hal ini seakan diperkuat karena sempitnya akses kaum perempuan dalam memasuki bidang politik.

6

Apa yang diterapkan pemerintah terhadap sistem zipper di atas memang sangat jelas dalam rangka menegakkan keadilan terhadap hak-hak perempuan yang selama ini dikebiri dari area politik praktis, namun dalam perkembangannya,

Sebuah titik terang terhadap isu keterwakilan perempuan ini muncul kembali dengan disahkannya UU No. 10 Tahun 2008 yang mengkombinasikan penerapan sistem kuota, Zipper system dan aturan nomor urut. Melalui sistem kuota yang diterapkan, maka telah terjamin setidak-tidaknya 30% calon legislaif perempuan diletakkan di antara tiga orang caleg (di dalam nomor urut) menjadi aksi yang strategis mencegah caleg perempuan diletakkan pada nomor urut besar. Sesuai dengan aturan nomor urut, maka kesempatan menjadi anggota legislatif akan lebih besar lagi bagi caleg dengan nomor urut kecil, seperti halnya dibuktikan oleh hasil pemilu di tahun 2004.

5

Nunuk Murniati, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya, dan Keluarga, Magelang : Indonesiatera, 2005, hal. XXIII

6

Dapat dilihat di : http://www. Maulinniam.wordpress.com. Diakses pada tanggal 18 Februari 2009


(10)

kesempatan yang diperoleh caleg perempuan melalui kombinasi affirmative action di Undang-undang Pemilu No. 10 Tahun 2008 menjadi kabur, ketika banyak partai politik yang memutuskan untuk beralih menerapkan aturan suara terbanyak di dalam kebijakan internal partai. Situasi semakin diperburuk lagi, ketika aturan suara terbanyak ini kemudian disahkan pemberlakuaannya oleh Mahkamah Konstitusi melalui keputusan Judisial Review atas UU No. 10 Tahun 2008 Pasal 214, pada 23 Desember 2008.7

Penerapan suara terbanyak tentunya tidak sejalan dengan upaya

affirmative action yang hanya sesuai apabila digunakan aturan nomor urut oleh

MK. Padahal, jika kita merujuk kepada negara-negara yang memiliki keterwakilan perempuan yang baik, maka sistem zipper dan kuota terbukti efektif dan berhasil meningkatkan angka representasi perempuan. Kebijakan affirmative action adalah tindakan khusus yang bersifat sementara, dimana jika keadilan dan kesetaraan itu telah tercapai maka kebijakan ini bisa dicabut. Lebih jauh affirmative action bukanlah kuota dalam artian memberikan jatah kursi secara gratis di parlemen.8

Selain gagalnya sistem zipper tersebut, aturan suara terbanyak juga akan mempersulit caleg perempuan untuk masuk ke dalam parlemen. Suara terbanyak mengharuskan para caleg perempuan untuk terjun dan lebih dekat dengan para konstituennya secara langsung. Aktivitas caleg untuk terjun kepada masyarakat pemilihnya tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dengan status dan kondisi ekonomi yang terbatas dimiliki oleh perempuan, maka tentunya akan sulit bagi perempuan untuk terjun langsung kepada konstituen. Di samping itu, pendidikan politik terhadap perempuan yang lebih terbatas dibanding laki-laki, tentunya menyulitkan upaya politik caleg perempuan untuk berkampanye di dalam pemilu.

7

Dapat dilihat : http ://www.wri.or.id, “Penelitian Politik Perempuan”, Diakses 17 Juli 2009 8


(11)

Hambatan lain juga muncul dari masyarakat Indonesia yang nilai patriarkinya masih kuat akan sulit menerima perempuan sebagai bagian di dalam dunia politik, sehingga tentunya akan sulit untuk menjaring kepercayaan masyarakat terhadap caleg perempuan. Situasi-situasi tersebut tentunya menjadikan perempuan bekerja jauh lebih keras dibandingkan laki-laki, jika didalam pemilu diberlakukan aturan suara terbanyak.

Akan tetapi sebagai bangsa yang menghargai demokratisasi yang berjalan, keputusan MK harus dimaknai sebagai sebuah konsekuensi yang logis. Hasil keputusan MK sebenarnya jika dilihat secara positif sebenarnya dapat disiasati dengan beberapa strategi sehingga keputusan MK tidak mengorbankan kepentingan perempuan. Pertama, perlu diadakan pembekalan secara intensif kepada caleg-caleg perempuan agar mereka siap bertarung dalam pemilu, diantaranya dalam pelatihan (Trainning), seminar, diskusi kelompok (groups

discussion) yang muaranya adalah pecerahan politik terhadap caleg-caleg

perempuan.

Kedua, seluruh caleg perempuan harus didorong untuk mempunyai optimisme yang tinggi untuk mengetahui bahwa mereka bisa bertarung dengan caleg-caleg lain, terutama caleg-caleg laki-laki. Sebaiknya pendapat yang mengatakan bahwa kesempatan caleg perempuan akan semakin terhimpit akibat dari keputusan MK dapat dijadikan sebagai cambuk untuk membangkitkan gelora perjuangan perempuan untuk meraih kursi parlemen.

Pemilihan calon anggota legislatif secara langsung pada saat ini dapat dikatakan sebagai suatu kemenangan demokrasi masyarakat terhadap demokrasi perwakilan. Karena rakyat dapat memilih wakilnya secara langsung. Melalui Pemilu Legislatif langsung sudah tentu kedaulatan benar-benar di tangan rakyat,


(12)

rakyat tidak lagi harus seperti membeli kucing dalam karung, karena selama ini rakyat hanya memilih partai politiknya saja, kemudian partai yang akan menentukan siapa calon yang akan duduk sebagai anggota legislatif.

Dalam sistem pemilu legislatif saat ini yang semakin terbuka dan demokratis telah menyebabkan munculnya persaingan yang semakin kompleks dan rumit antara para calon anggota legislatif dalam meraup suara sebanyak-banyaknya, terutama antara caleg perempuan dan laki-laki. Biasanya caleg perempuan dipandang sebelah mata dan lemah, sedangkan caleg laki-laki dianggap lebih kompeten baik secara figur maupun intelektualitas. Dalam hal inilah institusi partai dan sang kandidat atau calon yang bersangkutan harus memikirkan strategi pemenangan untuk memenangkan dirinya dan kandidat yang diusungnya. Perempuan sebagai bagian yang diupayakan keterwakilannya diharapkan juga mampu bersaing secara sehat dan tangguh dalam pemilihan umum legislatif ini. Kaum perempuan sebagai bagian dari masyarakat politik seharusnya mampu menempatkan dirinya sejajar dengan kaum laki-laki. Keberadaan perempuan dalam partai politik maupun lembaga legislatif seharusnya dapat ditunjukkan dengan kompetensi dan kompetisi yang cerdas dan intelektual, sehingga keberadaan perempuan tidak dipandang sebelah mata oleh kaum laki-laki, terutama juga oleh kaumnya.

Strategi pemenangan dilakukan dalam upaya meningkatkan jumlah massa pemilihnya. Dalam hal ini harus ada lebih banyak orang yang memiliki pandangan dan pemikiran yang positif terhadap kandidat dan partai yang mengusungnya, sehingga nantinya kampanye pemenangan dapat dilaksanakan oleh partai dan kandidat dapat berjalan baik dan berhasil.9

9


(13)

Dalam kajian ini penulis memfokuskan penelitian pada Calon Legislatif (Caleg) perempuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan. Penulis merasa tertarik melihat tingkat partisipasi politik perempuan dalam pemilu legislatif tahun ini. Hal ini terlihat dari daftar nama dan nomor urut calon yang cukup banyak diisi oleh caleg perempuan yaitu hampir semua partai politik menempatkan kuota perempuan sebesar 30% dalam daftar nama dan nomor urut calon tetap.

Paradigma baru yang ditimbulkan oleh penetapan keterwakilan perempuan sebesar 30% tentunya telah membawa pengaruh positif terhadap kesetaraan dan keadilan gender. Bahwa partai politik harus membuka akses yang seluas-luasnya bagi siapa saja tak terkecuali perempuan untuk dapat masuk dan menjadi bagian dalam perkembangan kehidupan politik yang dinamis.

Dengan demikian, mencermati dan memperhatikan pada hal-hal diatas maka penulis tertarik dan berniat meneliti tentang strategi pemenangan anggota legislatif perempuan untuk DPRD Kota Medan dalam pemilu legislatif 2009. Untuk itulah melalui penelitian ini, penulis ingin mengetahui serta mengeksplorasi tentang apa saja yang menjadi strategi pemenangan caleg perempuan dalam pemilu legislatif DPRD Kota Medan 2009


(14)

B. Perumusan Masalah

Pemilu 2009 memberikan angin segar bagi kaum perempuan, upaya pemenuhan kuota 30% bagi setiap partai politik untuk mendudukkan calonnya dari perempuan menjadi suatu keharusan. Dorongan inilah yang kemudian membuat banyak perempuan kini banyak mewarnai setiap daftar nama dan nomor urut caleg dari keseluruhan partai peserta pemilu. Walaupun ada yang menduduki nomor urut satu ataupun nomor urut terakir, namun keberadaan keputusan MK, membuat setiap perempuan memiliki peluang yang sama untuk meraih suara pemilih.

Keraguan terhadap kemampuan perempuan untuk berkompetisi baik dengan sesama perempuan maupun dengan laki-laki, termasuk dalam berpolitik tidak dapat dipungkiri masih dalam taraf yang mengkhawatirkan. Hal inilah kemudian menjadi persoalan tersendiri. Bahwa sebagian besar keterlibatan perempuan dalam pencalonan sebagai caleg bukan lahir dari dorongan murni dari perempuan, tapi banyak hanya karena upaya partai dalam memenuhi kuota 30% atau dengan kata lain bahwa keterlibatan perempuan hanya sebagai pelengkap penderita saja. Akhirnya banyak perempuan yang tidak paham untuk melakukan strategi politik dalam upaya mengumpulkan suara. Kondisi ini salah satunya juga dikarenakan kebanyakan partai tidak memiliki sistem kader untuk memantapkan pendidikan politik perempuan.

Akibat terbitnya keputusan MK itu, maka sistem kuota bukan menjadi jaminan dipilihnya calon legislatif perempuan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh calon legislatif perempuan akan berlaku sama dengan calon legislatif lainnya. Sehingga melihat strategi kampanye yang ditetapkan bagi calon legislatif perempuan yang berhasil terpilih dalam pemilu 2009 di Kota Medan menjadi


(15)

penting. Oleh karena itu pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

“Bagaimana Strategi Pemenangan Calon Anggota Legislatif Perempuan Terpilih DPRD Kota Medan dalam Pemilu Legislatif 2009?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui teknik dan strategi kampanye yang dilakukan Caleg perempuan dalam upaya pemenangannya dalam Pemilu legislatif DPRD Kota Medan 2009.

2) Untuk mengetahui peran dan kedudukan perempuan dalam keterlibatannya pada partai politik.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1) Manfaat Akademis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi baru dalam pengembangan khasanah ilmu politik pada para mahasiswa pada umumnya, dan bagi mahasiswa ilmu politik khususnya.

2) Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat mejelaskan secara realitas pelaksanaan strategi kampanye yang dilakukan oleh caleg perempuan dalam pemilu legislatif Kota Medan.


(16)

E. Landasan Teori E.1 Partriarki

Patriarki adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan sistem sosial di mana kaum laki-laki sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaaan atas kaum perempuan.10 Engels berpendapat bahwa asal mula patriarki berkaitan dengan mulai adanya pemilikan pribadi dan pewarisan yang berujung pada pengaturan jenis kelamin perempuan dalam satuan keluarga monogami. Namun pendapat itu dikritik karena mereduksi subordinasi perempuan pada faktor-faktor ekonomis dan ketidakmampuannya menjelaskan ketimpangan gender dalam masyarakat pra dan pasca-kapitalis.11

Patriarki menurut Kamla Bhasin adalah sistem yang selama ini meletakan kaum perempuan terdominasi dan tersubordinasi (patriarki). Hubungan antara perempuan dan laki-laki bersifat Hierarkis : yakni laki-laki berada pada kedudukan dominan sedangkan perempuan sub-ordinat, (laki-laki menentukan, perempuan ditentukan)

Dalam hal ini, perdebatan feminis pun berkisar di seputar soal kemungkinan mengembangkan teori umum tentang patriarki.

12

Dalam hal ini yang penting diperhatikan adalah ciri khas masalah patriarki yang selalu ada dimana-mana dan perubahannya sepanjang sejarah maupun perwujudannya yang berbeda-beda secara kultural. Ideologi ini dianggap merupakan salah satu dari basis penindasan perempuan karena,menciptakan watak feminim dan maskulin yang melestarikan patriarki, memperkuat pembatas antara privat dan publik, aerta membatasi gerak dan perkembangan perempuan serta memproduksi dominasi kaum laki-laki.

10

Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hal.18 11

Ibid 12


(17)

E.2 Feminisme

Feminisme sebagai filsafat dan gerakan dapat dilacak dalam sejarah kelahirannya dengan kelahiran pada masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di kota di selatan menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood. Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh aktivis Pergerakan center Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak

publikasi13

Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan di nomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki di depan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai

mengalami perubahan ketika datangnya er

13


(18)

14

Secara umum yang menjadi momentum perjuangan feminisme yaitu mengenai gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah gerakan

pembebasan perempuan dari:

perempuan, dan

Feminisme sendiri lahir akibat dari proses perdebatan mengenai kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Perdebatan yang telah membentuk teorisasi feminisme secara lebih jelas dan meyakinkan selama era 1980an dan 1990an telah menjadi perdebatan mengenai persamaan dan perbedaan. Aliran ini kemudian berkembang dengan munculnya pembahasan tentang ketidakadilan gender yang dialami perempuan yang muncul pada akhir abad ke-20, yaitu pada gelombang II gerakan feminisme di barat (Eropa dan Amerika) yang kemudian disebut ke dalam feminisme Anglo Amerika.15

Umumnya, pengertian feminisme diartikan sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat yang terjadi dalam manifestasi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya., serta tindakan sadar oleh perempuan dan laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.16

14 Ibid. 15

Judith Squires, Gender in Political Theory, Published in the USA by Bleckwell Publisher inc. hal. 115 (terjemahan)

16

Nunuk Muniarti, Op. Cit., hal. 128

Artian feminisme yang demikian ini biasanya tidak dapat dipisahkan dari pengertian gender, yaitu kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa para perempuan baik dalam kehidupan masyarakat maupun kehidupan politik.


(19)

Beberapa pemikir telah memilih melambangkan tahapan feminisme ini sebagai feminisme gelombang-gelombang, gelombang pertama, yang ditandai dengan adanya persamaan, gelombang kedua ditandai dengan komitmen terhadap perbedaan, dan gelombang ketiga ini didasarkan oleh komitmen terhadap keragaman.17

Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (Gender Difference) dan ketidakadilan gender (gender inequalities).

Dalam persfektif feminisme, kata seks dan gender seringkali dari sisi bahasa dikenal sebagai “Jenis kelamin” dan dari sisi konseptual sering dikenal sebagai yang bersifat alami, kodrati dan tidak berubah karena terbawa sejak lahir. Kata seks dan gender dipandang sebagai sesuatu yang bersifat melekat pada perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural sepanjang sejarah. Karena merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural sebagai sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan maka seharusnya keadaan ini dapat menerima perubahan.

18

17

Judith Squires, Op.Cit., hal. 116 18

Dr. Manour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, 1996, hal. 3

Akan tetapi realitas historis melahirkan ketidakadilan gender, terlebih bagi perempuan. Dari realitas historis semacam ini perbedaan gender terbentuk bahkan tersosialisasi, terbakukan dan terkonstruksi secara sosial kultural melalui ajaran agama bahkan melalui negara. Dikarenakan perbedaan analisisi tentang terjadinya ketidakadilan yang dimaksud maka dalam feminisme tampak adanya berbagai aliran, diantaranya, Feminisme Liberal dan Feminisme Sosialis


(20)

Dalam teorinya feminisme berasumsi negatif tentang ideologi partriarki, karena dalam ideologi ini perempuan ditempatkan pada posisi subordinat, dan demi tercapainya sistem yang lebih egaliter, maka pendekatan terhadap sistem patriarki ini mewarnai gerakan feminisme, yaitu ingin meruntuhkan struktur patriarki. Subordinasi perempuan ini berakar dari serangkaian hambatan berdasarkan adat kebiasaan dan hukum, yang membatasi masuk serta keberhasilan perempuan pada apa yang disebut dunia publik. Karena masyarakat mempunyai keyakinan yang salah bahwa perempuan secara alamiah tidak secerdas laki-laki. Sebagai akibat dari “politik meminggirkan” ini, potensi yang sesungguhnya dari perempuan tidak terpenuhi.19

Gagasan feminisme liberal telah muncul sejak akhir abad-19 dan awal abad-20, namun baru pada tahun 60-an gerakan ini kelihatan menonjol, dan akhirnya mendominasi pemikiran tentang perempuan di seluruh dunia, khususnya dunia ketiga saat ini. Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia menurut mereka

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai sistem yang lebih egaliter tersebut, gerakan feminisme kemudian memiliki dua pola yaitu pertama, dengan transformasi sosial melalui perubahan eksternal yang revolusioner dan kedua, transformasi sosial melalui perubahan internal yang evolusioner.

E.2.1 Feminisme Liberal

19

Rosemarie Putham Tong, Feminist Thougt : Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, Yogyakarta : Jala Sutra, 2005, hal. 2


(21)

memiliki kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan.

Sejak awal bagi feminisme liberal, persoalan perempuan dianggap sebagai masalah (anomaly) bagi perekonomian modern atau partisipasi politik maupun pembangunan. Menurut mereka, keterbelakangan kaum perempuan, selain disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri, juga akibat dari sikap irrasional yang sumbernya karena berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional, juga karena identitas gender semata-mata adalah produk sosialisasi yang dapat diubah jika masyarakat menginginkannya.20

20

Dr. Mansour Fakih, Op. Cit., hal. 83

Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.

Naomi Wolf salah satu tokoh alam aliran ini , menyatakan bahwa "feminisme kekuatan" merupakan solusi atas segala permasalahan perempuan. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki. Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkan wanita pada posisi sub-ordinat.


(22)

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender.

Salah satu pengaruh feminisme liberal ini terekspresi dalam teori modernisasi dan program global yang dikenal senagai Women Development.21

Orang-orang yang melakukan pendekatan melalaui teori gender dan politik dari perspektif persamaan dan kesetaraan sangat menyakini bahwa gender akan menjadi tidak relevan secara politik, atau sama sekali tidak berhubungan. Kenyataan bahwa laki-lak dan perempuan umumnya dipahami berbeda adalah alasan yang tidak cukup untuk memperlakukan mereka secara berbeda dalam lingkungan politik.

Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan dapat dilihat melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminisme liberal.

22

Dalam pandangan feminisme liberal kesetaraan seharusnya tidak dilihat dari kondisi biologi (Sex), karena hal ini sama sekali tidak mempengaruhi sifat yang dibawanya (Gender). Bahwasannya gender adalah produk kebudayaan dan bukan merupakan kodrat yang secara alami dibawa manusia sejak dilahirkan. Identitas gender diyakini hanya sebagai produk sosialisasi yang dapat di ubah jika masyarakat mengiginkannya. Teori feminis liberal meyakini bahwa masyarakat telah melanggar nilai tentang hak-hak kesetaraan terhadap wanita, terutama

21 Ibid. 22


(23)

dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah kelompok ketimbang sebagai individu-individu.23

23 Ibid.

Mereka dalam mendefenisikan masalah kaum perempuan, tidak melihat struktur dan sistem sebagai pokok persoalan. Asumsi dasar feminisme liberal berakar bahwa pandangan kebebasan (freedom) dan kesetaraan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminisme liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi setiap individu, termasuk didalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan.

Mazhab ini mengusulkan agar wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Para tokoh pendukung feminisme liberal sangat banyak, antara lain diwakili oleh John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Mary Church Terrel dan Fannie barrier Williams. Gerakan utama dari feminisme liberal tidak mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan bertitik tolak memasukan wanita ke dalam struktur yang ada berdasarkan kepada prinsip atas kesetaraan dengan laki-laki.

Perjuangan harus menyentuh kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki melalui penguatan perwakilan wanita di ruang-ruang publik. Para feminis liberal aktif memonitor pemilihan umum dan mendukung laki-laki yang memperjuangkan kepentingan wanita. Berbeda dengan para pendahulunya, feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme kesejahteraan atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara (welfare state) dan meritokrasi.


(24)

Dalam teori literatur feminisme perspektif keadilan adalah sebuah artikulasi tertentu tentang objektifisme moral. Dimana objektifisme kognotif berkeyakinan bahwa ada beberapa kerangka ahistoris, permanent, dimana kita pada akhirnya dapat tertarik dalam penentuan sifat kebenaran. Objektifisme moral menggunakan keyakinan ini terhadap pemikiran moral. Salah satu tokoh dari pemikiran ini adalah Immanuel Kant. Dia dengan jelas membedakan kerangka ahistoris, universal untuk mendasarkan kalim-klaim moral. Dia juga menolak semua usaha yang mendasarkan moralitas kepada pengalaman bekerja untuk membentuk eksistensi dari hukum moral dasar, universal, objektif, untuk semua sifat rasional yang ada.24

Pemikiran feminisme liberal muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu. Namun pada saat yang bersamaan dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan. Dalam pandangan feminisme liberal keadilan maupun kesetaraan tercipta bukan atas dasar campur tangan negara di dalamnya. Campur tangan negara tidak boleh ada dan mendominasi segala bentuk pergerakan kaum feminisme. Hal ini karena, feminisme liberal menganggap bahwa keadilan bagi perempuan adalah keadilan yang individual atau keadilan diri sendiri. Sehingga tidak boleh ada pengaturan negara terhadap upaya perjuangan keadilan maupun kesetaraan perempuan. 25

24

Ibid., hal. 141-142 25


(25)

E.2.2 Feminisme Radikal

Feminisme Radikal muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, tujuan utamanya adalah melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada.

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik.26

26

Judith Squires, Op.Cit., hal. 141

“The personal is political” menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan.

Feminis radikal juga dikembangkan dari gerakan-gerakan kiri baru (New

Left) yang menyatakan bahwa perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksi-aksi radikal merupakan cara dan tujuan yang paling baik. Mazhab ini secara fundamental menolak agenda feminisme liberal mengenai kesamaan hak wanita dan menolak strategi kaum liberal yang bersifat tambal sulam, incremental, dan tidak menyeluruh.


(26)

Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan antara wanita dan laki-laki, feminis radikal menekankan pada perbedaan antara wanita dan laki-laki. Misalnya, wanita dan laki-laki mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda. Bila laki-laki berusaha untuk mendominasi dan mengontrol orang lain, maka wanita lebih tertarik untuk berbagi dan merawat kekuasaan.

Dalam melakukan analisis mengenai penyebab penindasan terhadap kaum perempuan oleh laki-laki, para pemikir feminisme radikal menggangapnya berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Dengan demikian proses ketidaksetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan secara biologis maupun secara politis disebabkan oleh keberadaan kaum laki-laki. Dari situ kemudian aliran feminisme radikal menggangap bahwa penguasaan fisik kaum perempuan oleh laki-laki adalah bentuk penindasan. Bagi mereka patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuatan superior dan privilege ekonomi dan politik.27

27

DR. Masour Fakih, Op. Cit., hal. 884-85

Bagi gerakan feminisme radikal, tujuan utama perjuangan adalah revolusi menuju kesetaraan dan keadilan akan terjadi ketika perempuan telah mengambil aksi untuk merubah gaya hidup, pengalaman dan hubungan mereka sendiri terhadap kaum laki-laki. Dengan kata lain, bagi gerakan feminisme radikal, revolusi dan perlawanan atas penindasan perempuan bisa dilakukan dalam bentuk yang sangat personal. Karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman dan analisis mereka bahwa personal is Political memberi peluang politik kepada perempuan.


(27)

Dalam mewujudkan perjuangannya terhadap keadilan bagi keberadaan perempuan, feminisme radikal memperjuangkan pembebasan perempuan dari pembagian kerja yang didasarkan kepada sex dan ideologi patriarki. Dalam feminisme radikal berlaku slogan ‘The personal is political’, Maknanya bahwa pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai ketidakadilan dan kesengsaraan yang oleh para wanita dianggap sebagai masalah-masalah personal yang harus diperjuangkan keadilannya. Karena pada hakekatnya hal ini berasal dari isu-isu politik yang berakar pada ketidakseimbangan kekuasaan antara wanita dan laki-laki.

Untuk itu dalam mewujudkan keadilan (Justice) ini diperlukan peran dan campur tangan negara dalam mengatur dan mejamin terwujudnya keadilan bagi peluang partisipasi politik perempuan dalam pemerintahan dan masyarakat. Hal ini di sadari karena tanpa pengaturan dari negara maka akan sulit dalam mencapai keadilan yang setara antara perempuan dan laki-laki.

E.3. Marketing Politik

E.3.1 Redefenisi dan Filosofi Ilmu Marketing

Marketing sebagai suatu cabang ilmu merupakan konstruksi sosial.28

28

Firmanzah, Marketing Politik “Antara Pemahaman danRealtas”, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008, hal. 133

Banyak sekali institusi (misalnya assosiasi marketing, klub marketing, sekolah marketing) dan peneliti yang secara aktif mengembangkan marketing. Hampir dipastikan bahwa setiap aspek kehidupan tidak terlepas dari aktivitas marketing. Kemudian seiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan, ilmu marketing mengalami perembesan di segala bidang.


(28)

Berangkat dari sini, Bagozzi (1974-1975) melihat bahwa marketing adalah proses yang memungkinkan adanya pertukaran (exchange) antara dua pihak atau lebih. Artinya, aktivitas marketing akan selalu ditemui dalam proses pertukaran. Dalam pertukaran terdapat proses hubungan (relation) yang memungkinkan interaksi, dimana dalam prosesnya masing-masing pihak ingin memaksimalkan dan menjamin bahwa kepentingan sendiri akan terpenuhi. Dalam proses interaksi juga akan terjadi tukar menukar. Dalam proses ini satu pihak bersedia memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Proses tukar-menukar ini melibatkan negosiasi dan tawar-menawar yang merupakan mekanisme untuk mengusahakan maksimalisasi kepentingan masing-masing pihak. Marketing adalah hubungan dan pertukaran.29

Selain itu, keberadaan marketing sebagai suatu konsep menjadi penting ketika adanya persaingan. Dimana terdapat dua pihak atau lebih yang berkompetisi untuk memperebutkan ’prestasi’ tertentu. Ketika persaingan menjadi intens, maka pada saat itu juga semakin tinggi kebutuhan akan marketing. Ketika hanya ada satu pemain di suatu pasar, biasanya pemain tersebut tidak membutuhkan konsep dan pendekatan marketing untuk memasarkan produk dan jasanya. Karena konsumen berada dalam situasi ‘tidak memiliki pilihan lain’. Suka atau tidak suka dan puas atau tidak puas tetap saja konsumen akan mencari dan membeli produk jasa yang ditawarkan. Namun ketika muncul pesaing-pesaing baru dan kompetisi menjadi lebih intens, maka institusi tersebut akan semakin membutuhkan marketing sebagai alat memenangkan persaingan.30

29

Ibid, hal. 137 30


(29)

E.3.2 Marketing Politik

Seiring dengan gelombang demokrasi di seluruh dunia, konsekuensi yang muncul adalah semakin ditekannya aspek transparansi dan kebebasan masyarakat untuk terikat dan mengikatkan diri pada suatu partai politik atau kontestan individu tertentu. Transparansi berarti masyarakat semakin sadar bahwa aktivitas politik semakin perlu diatur secara transparan, untuk menjamin bahwa masing-masing pihak memiliki kesempatan yang sama dalam upaya memenangkan pemilihan umum. Praktik-praktik kolusif dan diskriminasi terhadap suatu partai politik atau kontestan individu tertentu menjadi musuh bersama yang harus dihilangkan. Hal ini menyangkut hak asasi manusia. Konsekuensi logis dalam hal ini adalah bahwa persaingan yang fair semakin dituntut dilaksanakan oleh partai politik dan kontestan selama pemilu. Hal–hal ini semakin meningkatkan intensitas persaingan antara partai politik atau antara kontestan individu untuk memperebutkan hati masyarakat.

E.3.2.1 Perdebatan Marketing politik

Marketing politik sebagai suatu domain baru tidak terlepas dari polemik

yang menyertainya. Marketing politik merupakan penerapan ilmu marketing dalam kehidupan politik. Penggabungan dua hal yang sangat berbeda ini tentunya masih meninggalkan banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Permasalahan yang ada menyangkut cara dan metode yang dapat digunakan, etika dan moralitas, hingga konsekuensi dibalik penerapan marketing politik menjadi lebih komprehensif. Dengan demikian kita semua bisa menghindari hal-hal yang


(30)

dikhawatirkan oleh pihak-pihak yang tidak setuju terhadap penerapan ilmu

marketing politik.31

Tidak ubahnya dengan domain aktivitas sosial lain, dunia politik telah menjadi lebih terbuka dan transparan. Dunia politik pun tidak kebal terhadap persaingan. Bahkan bidang ini justru sangat kental diwarnai dengan persaingan. Persaingan terjadi untuk memperebutkan hati konstituen dan membuat mereka untuk memilih kandidat (partai politik atau kontestan individu) masing-masing selama periode pemilihan umum. Persaingan tidak hanya terjadi diantara kontestan dalam memperebutkan konsumen mereka, melainkan juga dalam lobi-lobi politik di parlemen. Persaingan ini menuntut masing-masing konsumen untuk memikirkan cara dan metode yang efektif untuk mampu berkomunikasi dan meyakinkan konstituen bahwa kandidat atau partai politik merekalah yang paling layak dipilih. Dalam hal ini marketing lebih dilihat secara filosofis dan relasional.

E.3.2.2 Peran Marketing dalam dunia politik

32

Tujuan marketing dalam politik adalah membantu partai politik untuk lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau yang menjadi target, kemudian mengembangkan program kerja atau isu politik yang sesuai dengan aspirasi mereka, dan mampu berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat.

Marketing tidak bertujuan untuk masuk ke wilayah politik, dalam arti menjadi

cara pendistribusian kekuasaan atau untuk menentukan keputusan politik. Bagi

E.3.3 Konsep Marketing Dalam Domain Politik

31

Ibid, hal. 148 32


(31)

marketing, semua hal tersebut sudah diputuskan (given), dan yang menjadi masalah bagi marketing dalam politik adalah mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Di luar masalah itu, marketing niscahya dapat berkontribusi di dalam politik, terutama teknik marketing untuk pengumpulan informasi tentang semua hal yang terkait dengan isu dan masalah politik. Melalui metode dan riset pasar, misalnya, dunia politik dapat melakukan proses pencarian, pengumpulan, analisis data, dan informasi yang didapat dari masyarakat luas.

Marketing telah menawarkan persfektif alternatif yang dapat digunakan

oleh politikus untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat luas. Terlebih dengan semakin meningkatnya kompetisi dan persaingan di antara partai-partai politik untuk memperebutkan hati dan rasionalitas pemilih. Selain itu, adanya juga peningkatan (volatility) perilaku pemilih. Hal ini membuat keberpihakan pemilih terhadap suatu partai menjadi lebih sulit terduga.partai politik yang bisa memenangkan pemilu adalah partai yang menurut persepsi pemilih, relative menawarkan sesuatu yang berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan partai politik lainnya. Untuk bisa berbeda dn lebih baik, dunia politik sebagai praktik sosial harus membuka diri terhadap pendekatan-pendekatan baru, karena dinamika dan interaksi sosial memang kompleks. Marketing diyakini dapat menjembatani dua pihak yang saling berinteraksi, yaitu partai politik terhadap masyarakat. Fokus dalam hal ini adalah sikap partai politik terhadap masyarakat, sebab partai politik adalah entitas sosial yang terorganisasi dan memiliki perangkat organisasi untuk mencapai tujuannya, sementara masyarakat lebih terfragmentasi.


(32)

E.3.3.1 Orientasi pasar

Dalam iklim persaingan, entitas yang melakukan persaingan harus menghadapi kenyataan bahwa mereka bersaing untuk memperebutkan konsumen. Untuk dapat memenangkan persaingan dalam dunia politik, partai harus dapat memuaskan kebutuhan masyarakat luas. Kebutuhan dalam hal ini yaitu kebutuhan politik seperti : program kerja, ideologi, harapan, dan figur pemimpin yang bisa memberikan rasa pasti untuk menghadapi masa depan. Untuk itu produk politik harus berorientasi pasar.

Diperlukan pergeseran paradigma dalam tubuh partai politk, supaya produk partai politik yang ditawarkan sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Kesesuaian ini hanya dapat dicapai apabila partai politik berusaha memahami apa yang sebenarnya dirasakan dan dihadapi masyarakat. Selain itu, partai politik harus mampu menawarkan produk politik yang memiliki nilai (value) lebih atau setidaknya berbeda dengan partai politik lainnya.

Dalam menyusun program kerja, partai politik harus menganalisis dan mengevaluasi pasar. Karena sulit bagi partai politik bila ingin mengembangkan produk politik semata-mata hanya berdasarkan data dan informasi internal partai. Partai politik harus berorientasi pasar, artinya apa yang terjadi di lingkungan eksternal harus menjadi pijakan utama untuk mengembangkan produk politik mereka. Para politikus dituntut untuk semakin peka terhadap apa saja yang berkembang dalam masyarakat. Tentunya orientasi pasar harus dibungkus dengan kerangka ideologi partai dan memiliki keterkaitan dengan program kerja yang mereka sudah lakukan, agar tercipta kesinambungan antara apa yang ditawarkan kepada masyrakat.


(33)

E.3.3.2 Orientasi konsumen

Hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh partai politik adalah kemampuan dalam menilai dan mengevaluasi siapa konsumen mereka. Menurut Popkin (1994), pemilih akan memilih partai atau kandidat yang paling memiliki kedekatan ideologi dan kebijakan. Konsumen dalam hal ini adalah masyarakat yang harus ditampung aspirasinya dan diterjemahkan kedalam bentuk program kerja atau platform partai. Program partai harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Dalam hal ini partai politik harus mampu menangkap aspirasi, keresahan, masalah, keinginan, harapan, impian dan kekecewaan yang dirasakan masyarakat kemudian diterjemahkan kedalam program kerja.

Paradigma dalam penyusunan produk politik yang selama ini hanya memperhatikan internal partai dirasa tidak memadai lagi. Karena produk partai tidak boleh menyimpang dari kebutuhan masyarakat. Permasalahan ini dianggap tidak sesuai dengan iklim persaingan. Para politikus diharapkan terjun kemasyarakat guna memahami dan menyelami permasalahan yang dialami masyarakat. Hal inilah yang kemudian menggeser istilah political party centered ke voter centered. Bahwa masyarakat merupakan titik tolak bagi perkembangan produk politik.

E.3.3.3 Orientasi pesaing

Selain harus berorientasi kepada konsumen, dalam orientasi pasar, partai politik juga perlu memperhatikan apa saja yang telah, sedang dan akan dilakukan pesaing. Tidak semua faktor keberhasilan ditentukan oleh internal partai. Faktor eksternal partai juga dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan partai


(34)

politik untuk memenangkan perolehan suara dalam pemilu. Salah satu faktor eksternal yang paling mempengaruhi adalah perilaku pesaing. Perilaku dalam hal ini diartikan sebagai semua ulah partai politik lain yang dapat atau berpotensi mengurangi keberpihakkan masyarakat dan perolehan suara suatu partai politik tertentu, diantaranya strategi dan produk politik pesaing.

Dalam orientasi pasar, suatu partai politik harus terus menerus menganalisis produk yang ditawarkan pesaing. Ketika pesaing mengangkat suatu isu politik lain, atau sekurang-kurangnya ikut serta dalam diskusi dan debat atas permasalahan yang telah diangkat. Hal ini dilakukan untuk menghindari dominasi suatu isu politik oleh suatu partai politik tertentu. Disisi lain, menurut Gatignon

etal. (1989), menunjukkan bahwa pesaing akan bereaksi dalam tiga hal atas apa

yang dilakukan oleh organisasi. Pertama, pesaing akan menyerang balik secara aktif atas apa yang dilakukan. Kalau suatu organisasi melakukan kampanye publikasi, pesaing juga harus membalas dengan melakukan hal serupa. Kedua, pesaing tidak melakukan apa-apa. Hal ini disebabkan oleh, pesaing melihat tidak perlunya membahas apa yang telah dilakukan oleh suatu pihak. Ketiga, pesaing menarik diri dari kompetisi ketika mereka melihat dasyatnya mobilisasi dan kekuatan sumberdaya yang dimiliki partai politik. Sehingga terjadi pilihan untuk melebur dan ikut dengan partai besar merupakan pilihan terbaik.

Yang bermasalah dalam hal ini adalah ketika pesaing secara aktif melawan balik strategi yang diterapkan. Keadaan ini akan menyita banyak waktu, pikiran, energi, dan keuangan untuk mempertahankan efektivitas strategi yang telah dicanangkan, sebab pesaing tidak akan membiarkan suatu pihak mendominasi pasar. Akibatnya, suatu partai politik tidak bisa dengan leluasa membentuk opini publik, setidak-tidaknya tidak sebebas yang diharapkan.


(35)

E.3.3.4 Riset pasar

Untuk dapat memahami apa yang dibutuhkan masyarakat dan aspirasi apa yang diperjuangkan, partai politik perlu untuk melakukan riset pasar. Penelitian yang menyangkut pasar perlu dilakukan agar bisa terus-menerus mengumpulkan informasi tetang semua hal yang terjadi di luar organisasi partai politik . penelitian dilakukan dengan mengevaluasi perubahan yang terjadi di masyarakat. Selain itu juga, penelitian dilakukan untuk menganalisis apa saja yang dilakukan pesaing politik. Tujuan utama dari riset pasar adalah mempersiapkan organisasi politik untuk melakukan langkah-langkah adaptasi terhadap semua perubahan yang terjadi.

Dalam hal ini perlu dibedakan antara riset pasar dan polling. Polling adalah suatu bentuk riset tentang intensi, preferensi, opini dan sikap pemilih terhadap suatu isu politik, kebijaka politik, dan figur pimpinan politik. Sementara riset pasar dilihat lebih komprehensif dan lebih menggali permasalahan dalam persfektif dan cakupan dan kompleksitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan polling.

Riset pasar juga diharapkan sebagai aktifitas monitoring melalui pencarian dan pengumpulan informasi, analisis serta perumusan langkah-langkah strategis. Perubahan-perubahan yang disikapi, hanyalah perubahan-perubahan eksternal yang memiliki potensi mengancam perolehan suara partai politik. Melalui proses riset pasar, suatu partai politik akan dapat mencari informasi dan masukan guna penyusunan produk politik mereka. Isu dan permasalahan masyarakat harus terus diikuti. Semakin dinamis masyrakat maka semakin cepat perubahan peta permasalahan. Melalui riset pasar, partai politik akan dapat selalu meng up-date


(36)

pemahaman mereka tentang apa yang berkembang dalam masyarakat, pesaing, dan kebijakan pemerintah.33

Secara umum kampanye adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan secara terlembaga. Menurut Satropoetra kampanye adalah suatu kegiatan komunikasi antara komunikator (penyebar pesan) kepada komunikan (penerima pesan) yang dilakukan secara intensif dalam jangka waktu tertentu secara berencana dan berkesinambungan.

E.4. Kampanye

E.4.1. Pengertian Kampanye

34

Menurut Gabriel Almond, bahwa salah satu bentuk komunikasi politik adalah kampanye politik.

Kampanye politik secara universal dapat didefenisikan sebagai suatu cara yang digunakan para warga dalam demokrasi untuk menentukan siapa yang akan memerintah mereka. Ciri utama dari kampanye adalah persuasif, perubahan sikap, dan tingkah laku dari objek kmunikasi (komunikan) yang ingin dicapai melalui himbaun dan ajakan. Faktor penting disini adalah membuat komunikan tertarik sehingga mau secara sadar sukarela menerima dan menuruti keinginan komunikator (sumber pesan).

35

33

Ibid, hal. 168 34

Rosady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 64

35

Antar Venus, Managemen Kampanye, Bandung : PT. Rosdakarya, 2004, hal. 4

Komunikasi politik menurut Almond beranggapan bahwa arus komunikasi bisa mengalir dari bawah ke atas yaitu dari masyarakat ke penguasa politik dan dari atas ke bawah yaitu dari penguasa politik ke masyarakat. Bagi kampanye politik keefektifan adalah memenangkan pemilihan, sedangkan efisiensi adalah memenangkan pemilihan dengan pemanfaatan sumber-sumber


(37)

yang tersedia secara tepat dengan mengimplementasikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan menawarkan program, visi dan misi partai politik.

E.4.2. Strategi Kampanye

Strategi kampanye adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam menyampaikan informasi dan komunikasi kepada objek yang dituju, atau untuk lebih mudahnya dapat disebut sebagai guiding principle atau the

big idea. Hal ini dapat diartikan sebagai pendekatan yang diambil untuk menuju

pada suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai dari posisi saat ini.36

Tujuan kampanye hanya dapat dicapai bila khalayak memahami pesan-pesan yang ditujukan pada mereka. Ketidakmampuan mengkonstruksi pesan-pesan sesuai dengan khalayak sasaran yang dihadapi merupakan awal dari kegagalan sebuah program kampanye. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya sebuah

Strategi ini kemudian dituangkan secara kongkrit dalam beberapa bagian sebagai berikut:

E.4.2.1. Pesan Kampanye

Kampanye selalu bermula dari gagasan. Kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan-pesan dari pengirim kepada khalayak. Apapun bentuknya, pesan-pesan selalu menggunakan simbol, baik verbal maupun nonverbal, yang diharapkan dapat memancing respon khalayak. Pesan kampanye dirancang secara sistematis agar dapat memunculkan respon tertentu dalam pikiran khalayak. Agar respon tersebut itu muncul maka prasyarat yang harus dipenuhi adalah adanya kesamaan pengertian tentang simbol-simbol yang digunakan antara pelaku dan penerima.

36


(38)

kegiatan kampanye bergantung pada sebaik apa ia mengolah, mendesain dan mengorganisasikan pesan kampanyenya.

Penyampaian pesan kampanye politik biasanya dituangkan melalui pemaparan visi dan misi oleh partai atau kandidat yang bersangkutan, kemudian selanjutnya disampaikan kembali dalam berbagai bentuk mulai dari poster, spanduk, baliho (bilboard), pidato, diskusi, iklan hingga selebaran.

Pesan kampanye yang efektif adalah pesan yang menginformasikan dengan segera kejadian penting atau masalah yang sedang terjadi di sekitar khalayak sasarannya, sehingga mudah diterima dan ditanggapi oleh khalayak.

E.4.2.2. Teknik Kampanye

Teknik kampanye merupakan hal yang mendasar dalam melakukan kampanye, melalui pemilihan teknik kampanye yang tepat maka akan mencapai tujuan yang diinginkan. Teknik kampanye sangat bergantung kepada tujuan dan sasaran yang akan di bidik program kampanye. Semakin kompleks tujuan dan sasaran, maka teknik yang akan digunakan harus semakin kreatif dan variatif. Namun demikian, pemilihan teknik bukanlah hal yang sangat rumit, karena pemilihan teknik sebenarnya hanya didasarkan pada dua fungsi yaitu fungsi menghubungkan dan fungsi meyakinkan. Fungsi menghubungkan maksudnya melalui program kampanye dengan sasaran melalui media komunikasi sedangkan fungsi meyakinkan yaitu melalui kekuatan pesan komunikasi tertentu sehingga membuat sasaran berfikir, percaya dan bertindak sesuai dengan tujuan program kampanye.37

37


(39)

Edward T. Hall menyatakan bahwa dalam ilmu politik ada empat teknik kampanye yang umum digunakan yaitu:38

1. Kampanye Dari Pintu Ke Pintu (Door to Door Campaign)

Kampanye Dari Pintu Ke Pintu (Door to Door Campaign) dilakukan dengan cara kandidat mendatangi langsung para pemilih sambil menanyakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi baik itu yang menyangkut kebijakan pemerintah maupun dalam rangka pemberdayaan kelompok-kelompok marginal seperti buruh, nelayan, kaum miskin kota, yatim piatu dan lain sebagainya.

2. Kampanye Diskusi Kelompok (Group Discussion Campaign)

Pelaksanaan kampanye diskusi kelompok (group discussion campaign) dilakukan dengan membentuk kelompok, diskusi kecil yang ditujukan untuk membicarakan masalah yang di hadapi oleh masyarakat.

Pada dasarnya kampanye melalui diskusi kelompok sangat sulit dilakukan dengan para masyarakat luas karena kebanyakan dari mereka yang belum paham terhadap hal-hal yang disampaikan oleh para kader atau caleg partai politik tertentu. Maka dari itu fokus utama dalam diskusi kelompok ini lebih kepada para tokoh agama, tokoh masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat saja.

3. Kampanye Massa Tidak Langsung (Indirect Massa Campaign)

Kampanye massa tidak langsung (indirect massa campaign) biasanya dilakukan dalam bentuk pidato di radio, televisi ataupun iklan di media cetak. Karena seperti hanya iklan, produk partai juga perlu untuk dipromosikan kepada publik untuk dipilih. Ada juga sarana promosi yang lebih sederhana melalui

38


(40)

kampanye massa tidak langsung yaitu berupa media massa, media cetak yang lebih terjangkau dan lebih efektif dalam menjagkau pemilih.

Kampanye massa tidak langsung biasanya dilakukan dengan cara memasang alat-alat peraga berupa poster, spanduk, baliho dan pamplet calon yang di usung partai politik di setiap sudut-sudut jalan. Hal ini diharapkan agar khalayak dapat mengenal sosok calon anggota legislatif yang akan dipilihnya.

4. Kampanye Massa Langsung (Direct Massa Campaign)

Kampanye massa langsung (direct massa campaign) adalah kampanye dengan melakukan aktivitas yang dapat menarik perhatian massa secara langsung, seperti mengadakan pawai, pertunjukan kesenian dan sebagainya. Kampanye dengan penegrahan massa ini memang di anggap menjadi pilihan utama partai politik, tetapi tidak untuk kampanye individu, seperti kampanye caleg. Karena tidak semua caleg yang bersangkutan mampu mengerahkan massa yang banyak karena keterbatasan dana dan basis massa.

E.4.2.3.Penyusunan Anggaran Kampanye

Uang atau dana operasional adalah sesuatu yang sangat bernilai dalam semua kegiatan, termasuk dalam kegiatan kampanye. Uang adalah salah satu sumber dana kampanye yang penting dan harus dimiliki untuk dimiliki untuk kelancaran program kampanye. Perencanaan anggaran kampanye merupakan hal vital yang harus dilakukan agar kampanye berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain itu, perencanaan anggaran kampanye juga mempunyai peran penting dalam proses evaluasi dan pengawasan fungsi manajerial, diantaranya dalam menganalisis alternatif yang mungkin dilakukan dengan jumlah dana yang


(41)

ada, membandingkan kegiatan kampanye dengan kampanye lain yang memiliki sumber dana yang sama dan mengukur produktivitas kerja serta pencapain tujuan kampanye berkaita dengan efektifitas biaya secara keseluruhan. Sebagai catatan, tidak semua program kampanye mempunyai lembaga yang secara khusus memberikan biaya kampanye secara keseluruhan.39

Ada beberapa kategori pos-pos pendanaan yang dapat digunakan pada hampir semua jenis kegiatan kampanye yang secara relatif sudah menjadi standar, yaitu:40

1. Personil inti (key personel), yang terdiri dari administrator, staff dan keperluan untuk tenaga baru yang diproyeksikan.

2. Biaya daur ulang (disposible materials) yaitu benda-benda yang secara total habis digunakan dan tidak bisa digunakan lagi setelah kampanye.

3. Biaya media (media charges), yaitu biaya untuk penggunaan media, baik media elektronik, seperti radio dan televisi, maupun media cetak seperti koran dan majalah.

4. Biaya transportasi (transportation costs), yaitu biaya yang digunakan untuk bepergian selama kegiatan kampanye.

E.4.2.4. Organisasi Politik

Dalam pelaksanaan kampanye politik modern, dibutuhkan dukungan dari pihak-pihak yang mampu membawa keberhasilan dari kampanye yang dilakukan. Dalam pelaksanaannya kampanye organisasi akan memiliki struktur yang jelas personilnya seperti pada struktur organisasi perusahaan. Adapun yang termasuk ke dalam organisasi politik pendukung kampanye yaitu:

39

Antar Venus, op.cit., hal. 183 40


(42)

1. Manager Kampanye, kesuksesan kampanye biasanya memerlukan seorang manager kampanye untuk mengkoordinasikan seluruh operasi kampanye itu. Biasanya seorang pemimpin kampanye yang memiliki visi. Manager kampanye modern mungkin lebih fokus pada eksekusi strategi ketimbang terjun ke lapangan.

2. Konsultan Politik, seorang konsultan politik bertugas memberi saran kampanye secara virtual untuk aktivitas kampanye, dari melakukan riset untuk menemukan strategi kampanye, riset pemilih, hingga meneliti pesaing klien mereka.

3. Aktivis, merupakan “prajurit” yang setia pada kandidatnya, pengikut sejati yang akan menuntun jalanya aktivitas para relawan. Para relawan ikut bagian seperti melakukan konvoi dalam sebuah kampanye, tapi itu hanya terjadi pada waktu dulu. Kampanye politik di Indonesia pada saat ini lebih kepada memasang banner dan menempelkan iklan-iklan kampanye.


(43)

F. Defenisi Konsep

Defenisi konsep merupakan hal yang penting dalam penelitian yang dipakai untuk menggambarkan secara abstrak, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.41

1. Strategi Kampanye

Dalam penelitian ini penulis menggunakan defenisi konsep sebagai berikut:

Langkah-langkah yang dilakukan oleh kandidat atau calon anggota legislatif perempuan terpilih yang meliputi persaingan merebut suara terbanyak, dalam usaha memenangkan pemilihan umum.

2. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan

Merupakan suatu upaya dalam melihat peran dan kedudukan perempuan dalam partai politik pengusungnya dan bagaimana proses pencalonan caleg perempuan dalam daftar nama dan nomor urut calon legislatif.

G. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu penjelasan tentang suatu variable yang di ukur. Defenisi operasional merupakan rincian dari indikator-indikator pengukuran suatu variable. Dalam penelitian ini maka veriabel yang akan diteliti adalah bagaimana nilai kesetaran serta keadilan terhadap caleg perempuan dan bagaimana strategi kampanye dari para Caleg terpilih DPRD Kota Medan dalam pemilihan Umum Calon Anggota Legislatif 2009. Adapun defenisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

41

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial ” Format-format Kualitatif dan Kualita”s, Surabaya : Airlangga University Press, 2001, hal. 48


(44)

1. Strategi Kampanye a. Teknik kampanye

Teknik kampanye merupakan hal yang mendasar dalam melakukan kampanye, melalui pemilihan teknik kampanye yang tepat maka akan mencapai tujuan yang diinginkan. Teknik kampanye sangat bergantung kepada tujuan dan sasaran yang akan di bidik program kampanye.

a.1. Kampanye Dari Pintu Ke Pintu (Door to Door Campaign) a.2. Kampanye Diskusi Kelompok (Group Discussion Campaign) a.3. Kampanye Massa Tidak Langsung (Indirect Massa Campaign) a.4. Kampanye Massa Langsung (Direct Massa Campaign)

b. Pesan Kampanye

Kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan-pesan dari pengirim kepada khalayak. Penyampaian pesan kampanye politik biasanya dituangkan melalui pemaparan visi dan misi oleh partai atau kandidat yang bersangkutan, kemudian selanjutnya disampaikan kembali dalam berbagai bentuk mulai dari poster, spanduk, baliho (bilboard), pidato, diskusi, iklan hingga selebaran.

c. Anggaran Kampanye

Anggaran kampanye juga mempunyai peran penting dalam proses evaluasi dan pengawasan fungsi manajerial, diantaranya dalam menganalisis alternatif yang mungkin dilakukan dengan jumlah dana yang ada, membandingkan kegiatan kampanye dengan kampanye lain yang memiliki sumber dana yang sama dan mengukur produktivitas kerja serta pencapain tujuan kampanye berkaita dengan efektifitas biaya secara keseluruhan.


(45)

d. Tim Sukses

Merupakan kelompok yang berperan dalam mendukung dan mengkoordinir peaksanaan kampanye dan menggalang suara bagi calon yang bersangkutan agar dipilih oleh para pemilih.

2. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan 2.1. Kesetaraan

1. Berada dalam kepengurusan partai politik 2. Memiliki hak suara dalam partisipasi politik

3. Pengembangan karakter diri dan intelektualitas dengan melakukan peningkatan pendidikan politik.

2.2. Keadilan

1. Memberikan hak suara dalam pemilihan umum

2. Akses yang seluas-luasnya dalam memasuki dunia politik 3. Seimbang keterwakilannya dalam lembaga Legislatif

H. Metode Penelitian H.1. Jenis Penelitian

Untuk menguraikan bagaimana strategi pemenangan yang dilakukan oleh caleg perempuan untuk dapat duduk di DPRD Kota Medan. Maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan tujuan menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, berbagai variable yang timbul dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian.42

42 Ibid.


(46)

H.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang mencakup masalah maka penulis melakukan panelitian di pada caleg perempuan terpilih yaitu :

Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Kota Medan.

H.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis dalam hal ini menggunakan teknik wawancara langsung dengan narasumber. Adapun beberapa teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder.43

1. Data Primer

Dalam megumpulkan data dilakukan dengan wawancara terstruktur, yaitu dengan mengadakan pembicaraan langsung dengan informan yang mengetahui benar masalah yang diteliti. Informan adalah orang yang diduga mengetahui fakta dan kejadian atas masalah yang akan diteliti. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Caleg-caleg perempuan terpilih DPRD Kota Medan. Adapun caleg perempuan terpilih DPRD Kota Medan, sebagai berikut :

1. Dra. Ainal Mardiah (Partai Golkar, dapem V)

2. Dra. Lily MBA, MH (Partai Perjuangan Indonesia Baru, dapem I) 3. Janlie SE,Ak (Partai Perjuangan Indonesia Baru, dapem IV) 4. Dra. Srijati Pohan (Partai Demokrat, dapem I)

5. Damai Yona Nainggolan (Partai Demokrat, dapem II) 6. Hj. Halimatuksakdiyah (Partai Demokrat, dapem IV)

43


(47)

2. Data Sekunder

Meliputi tinjauan pustaka (library research) yaitu dengan mempelajari buku-buku, jurnal, laporan penelitian, dokumen lembaga dan dokumentasi yang relevan dengan penelitian ini.

H.4. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis data kualitatif.

Penelitan ini bersifat deskripsi dengan tujuan memberi gambaran mengenai situasi atau kejadian yang terjadi. Data-data yang terkumpul melalui wawancara dan dokumentasi akan ditampilkan dalam bentuk uraian lalu dianalisis kemudian dieksplorasi secara mendalam. Selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.

H.5. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh suatu gambaran yang lebih terperinci, serta untuk mempermudah pemahaman isi dari pada skripsi ini, maka penulis membagi dalam empat bab. Untuk itu disusun sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, uraian teoritis, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.


(48)

BAB II : SEJARAH UMUM PARTAI PENGUSUNG DAN PROFIL CALON LEGISLATIF PEREMPUAN TERPILIH DPRD KOTA MEDAN

Bab ini membahas gambaran secara umum sejarah partai pengusung caleg perempuan terpilih dan profil caleg perempuan terpilih secara keseluruhan.

BAB III : RUMUSAN DAN ANALISIS STRATEGI KAMPANYE

Menguraikan dan membahas secara garis besar hasil penelitian sekaligus menganalisis data yang diperoleh dalam menjawab permasalahan dalam penelitian.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta berisi saran-saran yang berguna dan mendukung bagi penyusunan hasil penelitian.


(49)

BAB III

RUMUSAN DAN ANALISIS STRATEGI KAMPANYE

A. Rumusan Strategi Kampanye

Strategi kampanye adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan para calon anggota legislatif perempuan dalam menyampaikan informasi dan komunikasi kepada objek yang dituju yaitu masyarakat agar mereka yakin dan simpati sehingga mereka akan menjatuhkan pelihan kepada caleg yang bersangkutan. Hal ini dapat diartikan sebagai pendekatan yang diambil untuk menuju pada suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai yaitu menggumpulkan suara terbanyak dalam upaya memenangkan pemilu. Strategi kampanye merupakan suatu cara yang dapat mengubah opini serta perilaku masyarakat pemilih khususnya di Kota Medan. Adapun tujuan utama dari kegiatan kampanye yaitu untuk membentuk, menanamkan, harapan, sikap, keyakinan, dan orientasi serta perilaku pemilih. Strategi ini kemudian dituangkan secara kongkrit dalam beberapa bagian sebagai berikut:

A.1. Pesan Kampaye

Kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan-pesan dari pengirim kepada khalayak. Pesan kampanye dirancang secara sistematis agar dapat memunculkan respon tertentu dalam pikiran khalayak. Penyampaian pesan kampanye politik biasanya dituangkan melalui pemaparan visi dan misi oleh partai atau kandidat yang bersangkutan, kemudian selanjutnya disampaikan kembali dalam berbagai bentuk mulai dari poster, spanduk, baliho (bilboard), pidato, diskusi, iklan hingga selebaran.


(50)

Dalam pemilu legislatif, pesan kampanye adalah penyampaian ide bahwa caleg ingin berbagi dengan masyarakat pemilih. Pesan yang dimaksud adalah upaya menyampaikan visi dan misi serta menampung aspirasi dari masyarakat. Penyampaian pesan melalui visi misi ini disusun sedemikian rupa agar terkesan memihak kepada kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat pemilih akan tertarik dan simpati kepada caleg yang bersangkutan.

Adapun pesan kampanye yang diusung oleh para caleg disesuaikan dengan keadaan dan permintaan pasar, dalam hal ini isu kampanye harus didasarkan dengan keadaan dan permasalahan yang sedang di hadapi oleh masyarakat. Sehingga pada waktu penyampaian visi dan misi caleg, masyarakat lebih dapat menerima dan merasa yakin bahwa caleg yang bersangkutan akan memihak kepada aspirasi. Disinilah diperlukan adanya riset pasar untuk menentukan bagaimana sebenarnya perilaku pemilih dan permasalahan apa yang sedang dihadapi, sehingga kampanye akan menghasilkan hasil yang memuaskan dan tepat sasaran.

Berikut adalah bentuk-bentuk pesan kampanye yang disampaikan oleh caleg perempuan terpilih DPRD Kota Medan:

a. Dra. Ainal Mardiah

Dalam pesan kampanyenya ibu Ainal Mardiah mengusung slogan kampanye “Marilah kita bersama membangun Medan Utara” yang dibuat dalam bentuk baliho, spanduk, kartu nama dan kalender. Dalam istilah marketing politik, pesan ini didasarkan atas orientasi konsumen, beliau menganggap dengan seruan di atas masyarakat pemilih akan merasa tergugah dan sadar untuk ikut membangun kawasan mereka dengan cara memilih ibu Ainal Mardiah dalam pemilu legislatif Kota Medan.


(51)

Kemudian dalam upaya mendukung seruan di atas beliau juga memaparkan beberapa misi ke depan untuk terwujudnya seruan kampanye beliau. Adapun misi yang di jabarkan adalah seperti peningkatan dan pengembangan home industry dan peningkatan pendidikan bagi terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas. Diangkatnya misi ini disesuaikan dengan riset pasar, artinya yang diperjuangkan adalah apa yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Latarbelakang kawasan Mabar Hilir yang merupakan kawasan industri adalah alasan beliau dalam memperjuangkan hal ini. Mata pencaharian masyarakat yang lebih kepada industri kecil rumah tangga, selama ini menurut beliau belum terakomodir dengan baik, perlu adanya pengembangan dan perluasan jaringan bagi pelaku industri kecil ini. Diantaranya bantuan modal dan bantuan memperluas pemasaran produksi yang selama ini menjadi kendala dasar masyarakat.

Masalah pendidikan juga menjadi prioritas beliau, menurutnya kawasan industri Mabar seharusnya dapat menjadi nilai lebih bagi masyarakat Medan Utara untuk dapat memperoleh lapangan pekerjaan yang layak. Kurangnya kualitas pendidikan dan masih banyak anak-anak yang putus sekolah menyebabkan banyaknya pengangguran dan SDM yang kurang berkualitas. Jikalau pun ada bidang pekerjaan, SDM masyarakat Mabar Hilir lebih dipakai sebagai tenaga buruh kasar atau buruh pabrik saja. Hal inilah yang menjadi perjatian dasar beliau dalam penyampaian pesan kampanyenya kepada masyarakat.


(52)

b. Dra. Lily MBA, MH

Menghadapi kampanye pemilu legislatif 2009, Dra. Lily MBA, MH sebagai caleg DPRD Kota Medan menawarkan pesan kampanye melalui penyampaian visi misi beliau untuk peningkatan taraf perekonomian masyarakat. Hal ini sejalan dengan profesi beliau yang merupakan konsultan perpajakan yang cukup dikenal di kota medan. Sebagai seorang kosultan perpajakan, beliau lebih cenderung melihat orientasi konsumen bahwasanya masalah pajak merupakan salah satu masalah yang sangat sulit untuk diselesaikan. Padahal jika penanganan pajak telah berjalan dengan baik, maka sebenarnya dana pajak yang terkumpul dari masyarakat mampu menciptakan lapangan kerja baru demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut beliau penyediaan lapangan pekerjaan adalah salah satu jalan keluar terbaik dalam meningkatkan pemerataan pendapatan dan kesejateraan masyarakat kota medan. Sehingga peningkatan ini kemudian akan mengurangi angka kemiskinan masyarakat kota Medan.

Untuk mewujudkan visi dan misinya ini, pertama sekali beliau ingin mereformasi sistem perpajakan kota Medan menjadi sistem perpajakan yang sehat agar pembangunan dapat dirasakan merata oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Medan, kemudian mereformasi kekuasaan birokrasi di kota Medan agar menciptakan iklim yang nyaman, kondusif dan nyaman sebagai prasyarat pertumbuhan ekonomi kota Medan.


(53)

c. Janlie SE, Ak

Dalam program kampanyenya Ibu Janlie SE, Ak mengacu kepada penyampaian pesan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat kota Medan. Upaya ini di wujudkan dalam visi misinya pertama sekali yaitu penyediaan lapangan kerja dan peningkatan sektor riil yang dalam hal ini adalah usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Medan. Pengembangan dunia usaha merupakan salah satu upaya untuk menggalang kemandirian masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

Sebagai seorang pengusaha, beliau mengacu kepada orientasi dan riset pasar yang lebih menjangkau kepada kelompok pengusaha dan masyarakat di kota Medan. Hal ini dimaksukan agar target sasaran kampanyenya lebih paham mengenai pesan yang ingin disampaikan beliau. Sehingga sasaran dan objek akan efektif. Pengembangan sektor riil bagi para pengusaha baik pengusaha menengah ke atas maupun pengusaha menengah ke bawah akan turut membantu memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Kota Medan. Menurut beliau penyediaan lapangan pekerjaan adalah salah satu kebutuhan paling mendasar bagi masyarakat saat ini, hal ini sesuai dengan orientasi pasar yang beliau lakukan di beberapa daerah di kota Medan.

d. Dra. Srijati Pohan

Dalam menghadapi masa kampanye pemilu legislatif 2009, pesan kampanye yang ingin disampaikan calon legislatif DPRD Kota Medan Dra. Srijati Pohan dari dapem 1 adalah dalam bentuk penyampaian visi dan misi. Dalam sosialisasi dan kampanyenya Dra. Srijati Pohan memfokuskan kepada penyediaan dan peningkatan mutu pendidikan bagi anak-anak di Kota Medan. Hal ini disesuaikan


(54)

dengan profesi beliau yang juga dikenal sebagai pendiri dan pendidik dalam yayasan pendidikan Perguruan Islam Amalia. Pengalaman beliau dalam dunia pendidikan ini merupakan salah satu latar belakang yang kuat kepada beliau untuk maju sebagai calon legislatif dari partai Demokrat untuk pemilu lagislatif 2009. Dalam orientasi dan riset asar yang lakukan, beliau mengambil kesimpulan bahwa untuk dapat membangun kota Medan ke arah yang lebih baik, maka pembenahan dari sektor pendidikan harus di prioritaskan.

Melalui orintasi konsumen beliau menegaskan bahwa yang dibutuhkan oleh konsumen dalam hal ini masyarakat adalah peningkatkan sektor pendidikan bagi generasi muda Kota Medan. Maka dari itu Dra. Srijati Pohan telah mencanangkan secara riil sekolah dan pendidikan gratis kepada anak yatim piatu untuk tetap dapat menikmati pendidikan yang layak. Hal ini telah beliau rintis sejak berhasil mendirikan Yayasan Islam Amalia. Dan untuk selanjutnya beliau memupukkan harapan besar kepada lembaga pendidikan di Kota Medan agar tetap mengutamakan kesempatan pedidikan yang layak bagi setiap anak baik yang mampu maupun tidak mampu. Hal ini juga ditekankan oleh beliau dalam setiap kesempatan kampanyenya. Selain itu beliau juga sangat peduli mengenai masalah perekonomian masyarakat kecil disekitar pemukimannya, dengan mendirikan koperasi warga di kecamatan denai sekitaarnya. Harapan beliau kedepannya juga agar sektor riil dalam hal ini adalah usaha kecil (UMK) yang dilakoni masyarakat sekitar dapat lebih berkembang dan digerakkan semaksimal mungkin.

e. Damai Yona Nainggolan

Dalam menghadapi kampanye pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu, Ibu Damai Yona Nainggolan sebagai caleg dari dapem 2 menawarkan pesan


(1)

bersekolah. Hal ini membuat beliau banyak di kenal dan disegani dalam lingkungan masyarakat sekitarnya.

Dalam riwayat pekerjaan, beliau pernah menjabat sebagai Direktur CV. Lia Auto Service, sebagai Wakil Direktur CV. Arico Pratama dan yang terakhir sebagai Wakil Direktur CV. Global Waksa Utama.

Dalam kegiatan politik dan kepartaian beliau juga sangat diperhitungkan kemampuan dan keaktifannya. Hal ini dapat dilihat dari eksistensi beliau menjadi kader Partai Demokrat sejak partai tersebut berdiri. Keterlibatan beliau dalam kegiatan kepartaian memang tidak dapat dilihat sebelah mata, karena merupakan Ketua Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) Partai Demokrat Kecamatan Medan Denai dan menjadi caleg dari dapem 1. Jabatan ini telah diemban sejak 25 Oktober 2007 hingga saat ini. Kemenangan beliau pada pemilu legislatif april silam menjadi suatu pembuktian bahwa beliau merupakan salah satu kader terbaik partai Demokrat Kota Medan saat ini.

Selain kegiatan kepartaian dan politik, beliau juga terlibat dalam kegiatan dan organisasi kedaerahan, diantaranya beliau juga aktif dalam kepengurusan DPP Persadaan Pohan Dohot Boruna (DPP-Parpoda) sebagai Seksi Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi Dewan Pimpinan Pusat. Dimana organisasi-organisasi inilah yang juga berperan dalam pencitraan dan pembentukan figuritas beliau sebagai calon anggota legislatif dalam pemilu April silam.


(2)

B.5 Damai Yona Nainggolan (Partai Demokrat)

Merupakan caleg kedua Partai Demokrat yang lolos menuju kursi DPRD Kota Medan, dengan perolehan suara sebesar 4.128 suara di bawah Dra. Srijati Pohan. Lahir di Medan pada tanggal 13 April 1977 beliau juga merupakan putri kandung dari Bapak Palar Nainggolan Ketua Partai Demokrat Kota Medan. Beliau bertempat tinggal di Jalan Imam Bonjol No. 37 kelurahan Jati kecamatan medan Maimun. Beliau merupakan isteri dari Bapak Paul Raja Marudut Siahaan dan merupakan penganut Kristen protestan. Perkawinannya dengan Bapak Paul Raja Marudut Siahaan dikaruniai 1 (Satu) orang anak.

Pendidikan terakhirnya diselesaikan di California State University San Bernardino, United State. Aktivitas Ibu Damai Yona lebih banyak dilakukan di luar kota Medan, hal ini dikarenakan beliau juga aktif dalam berbagai kegiatan bisnis aktivitas sosial kemasyarakatan. Selain itu, Ibu Damai Yona juga pernah tercatat menjabat sebagai Karyawan PT. Rampala-Medan pada tahun 2003 sampai pada tahun 2006.

Keterlibatan beliau dalam bidang politik, khususnya kepartaian sebenarnya tidak terlepas dari pengaruh dan andil sang bapak yang juga merupakan Ketua Partai Demokrat Sumatera Utara. Dari pengaruh inilah kemudian Ibu Damai Yona melalui serangkaian Kaderisasi partai hingga pada pemilu legislatif yang lalu menjadi calon legislatif Partai Demokrat untuk daerah pemilihan (Dapem) 2 yang meliputi Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Maimun, Medan Baru, Medan Selayang dan Medan Sunggal.


(3)

B.6 Hj. Halimatussakdiyah

Beliau merupakan caleg ketiga yang lolos dari Partai Demokrat, sekaligus caleg perempuan yang lolos dengan suara terbanyak yaitu sebesar 7.324 suara, melampaui lima caleg perempuan lainnya. Wanita berumur 46 Tahun ini lahir di Medan, pada tanggal 06 Februari 1962. Istri dari bapak Mustawan Elba dan merupakan ibu dari 4 (empat) orang anak. Hj. Halimatussakdiyah beralamat di jalan Pelita IV No. 23 kelurahan Tegal Rejo. Sebagai seorang ibu rumah tangga beliau juga dipadatkan dengan serangkaian kegiatan sosial keagamaan, sehingga inilah yang membuat beliau cukup dikenal di daerahnya.

Sebagai seorang guru, riwayat pendidikan Hj. Halimatussakdiyah di selesaikan di Medan sebagai kota kelahiran. Sekolah dasar (SD) di selesaikan di SD Negeri 7, jalan Pimpinan Medan, setelah itu pendidikan sekolah menengah pertama diselesaikan di PGA Negeri, di jalan Pancing Medan, Sekolah lanjutan atas diselesaikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN), di jalan Pancing Medan, kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi di Institut Agama Islam Nusantara (IAIN) Medan dan menamatkannya dengan gelah Strata 1 (S1) dari fakultas Da’wah.

Setelah menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana dari IAIN Medan, kemudian beliau memilih Profesi sebagai guru di salah satu sekolah di medan. namun itu tidak berlangsung lama karena mendapat panggilan dari diri sendiri untuk mendirikan yayasan taman kanak-kanak dibawah asuhan beliau, akan tetapi ini tidak berkembang dikarenakan keterbatasan tenaga pengajar.


(4)

1. Mengikuti seminar dan diskusi mengenai Wanita Islam dan mendapat sertifikasi TK Bhakti Wanita Islam.

2. Mengikuti pelatihan Kader Partai democrat Kota Medan pada Tahun 2008, disinilah awal keterlibatan beliau dalam dunia politik.

3. Menjadi anggota GEMA JBMI dan terpilih selanjutnya sebagai Ketua GEMA JBMI Sumatera Utara, yaitu sejak Tahun 1990-1995.

4. Terpilih dan menjabat sebagai Sekretaris Serikat Pengacara Indonesia Kota Medan, yaitu pada tahun 2003-2005.

5. Mengikuti Muktamar Al-Wasliyah/Muslimat Muzakaroh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Utara.

6. Mengikuti Seminar Peran Serta Perempuan Dalam Pembinaan Umat Beragama Provinsi Sumatera Utara.

7. Terpilih menjadi Ketua Wanita Islam (WI) Sumatera Utara sejak Tahun 2005-2009.

8. Terpilih menjadi Sekretaris Perempuan Demokrat Republik Indonesia (PDRI), sejak tahun 2007-2009.

9. Terpilih menjadi Ketua Komite Medan Paguyuban Muslimat Al-Wasliyah Tahun 1999-2009.

Sampai saat ini beliau tetap aktif dalam keanggotaan organisasi di atas dan bertekad akan tetap akan tetap mengabdi da berbuat yang terbaik untuk masyarakat, salah satunya melalui terpilihnya beliau sebagai anggota DPRD Kota Medan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Belharz, Peter, Teori-Teori Sosial,Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2002.

Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial, Format-format Kualitatif dan Kualitas, Surabaya : Airlangga University Press, 2001.

Fakih, Mansour Dr, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, 1996.

Faturohman, Deden dan Wawan Sobari, PengantarIlmu Politik, Malang : Universitas

Muhammadiyah Malang, 2004.

Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.

Murniati, Nunuk, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya, dan Keluarga, Magelang : Indonesiatera, 2005.

Ruslan, Rosady, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation Edisi Revisi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Schorder, Peter, Strategi Politik, Jakarta : Fredrich Nduman, 1998.

Setiawan, Bambang, Partai-Partai Poiltik Indonesia “Ideologi dan Program 2004-2009”, Jakarta : Buku Kompas, 2004.

Sihite,Romany, Perempuaan, Kesetaraan, Keadilan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.


(6)

Tong, Rosmarie Putham, Feminist Thougt : Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, Yogyakarta : Jala Sutra, 2005. Venus, Antar, Managemen Kampanye, Bandung : PT. Remaja Rodakarya, 2004.

Internet :

http://www. Maulinniam.wordpress.com. Diakses pada tanggal 18 Februari 2009 http://www.Wikipedia.com, diakses pada tanggal 28 April 2008

http://www.wri.co.id. Diakses pada tanggal 17 Juli 2009