Sosialisasi Politik Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kota Medan Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009

(1)

1

Sosialisasi Politik Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kota Medan

Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009

D

I S U S U N

OLEH:

ISMUHAR RAMADHAN

060906039

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

2

SOSIALISASI POLITIK PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (DPD) PKS KOTA MEDAN DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009

ISMUHAR RAMADHAN NIM. 060906039

PEMBIMBING : Dra. T. IRMAYANI, M.Si. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK MEDAN

JANUARI 2013

ABSTRAK

Skripsi ini membahas Pola Sosialisasi Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS Kota Medan) dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kota Medan. Peneliti melihat bagaimana pola yang digunakan partai DPD PKS Kota Medan. Pola Sosialisasi ini menjadi sebuah hal yang menarik untuk diteliti sebab pola dari PKS memliki pola yang berbeda dari partai lainnya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagai mana bentuk-bentuk sosialisasi politik PKS Kota Medan dalam pemilu legislatif 2009.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha mendeskripsikan Pola kegiaatan/gerakan sosialisasi politik PKS Kota Medan dalam Interpretatif peneliti. Untuk mendapatkan analisis yang akurat maka peneliti melakukan studi wawancara, mengumpulkan data-data yang bersumber dari buku-buku partai politik Indonesia, data data dari PKS dan internet.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menilai bahwa Pola sosialisasi politik yang digunaka PKS Kota dalam pemilu legislatif 2009. Pola tersebut adalah Pola Dakwah yang berdasarkan tujuan partai yang diinternasilisasikan oleh kader dan diimplementasikan ke masyarakat guna meraih perolehan suara di pemilu legislative.


(3)

3

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan hikmat dan kebijaksanaan kepada penulis sehingga, Alhamdulillah skripsi ini dapat diselesaikan sesuai rencana-Nya

Penulis memilih topik mengenai Sosialisasi Politik Partai Keadilan sejahtera (DPD PKS Kota Medan) dalam pemilihan umum legislatif 2009 disebabkan karena keingintahuan peneliti terhadap bagaimana pola sosialisasi politik yang diterapkan PKS yang secara khusus PKS Kota Medan yang merupakan tempat penelitian saya.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis pada kesempatan ini menyampaikan rasa hormat dan terima kasih secara istimewa kepada keluarga terkasih yaitu ibunda tercinta Dr. Hj Nahariah Hara yang tak pernah lelah mendoaka dan menyayangi saya, ayah saya Umar Ibrahim yg terus mendoakan saya. Abang tercinta M. Zulkarnaen Syahputra beserta istrinya Yohana Mastura dan M. Iqba beserta istrinya Sulistya Rini dan adik saya Budi Fatahillah yang terus memotivasi dan mendoakan saya dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih buat doa dan kasih sayang yang telah kalian berikan berikana kepada saya. Tiada nilai yang bisa menggantikan kasih sayang kalian kepadaku. Semoga Allah selalu memberikan hikamat dan kebijaksanaan-Nya kepada kita untuk membangun keluarga yang tercinta.

Rasa hormat dan Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selalaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si, selaku ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta selaku dosen wali dan dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan kepada penulis,

3. Bapak Drs.Tony P Sitomorang, M.Si. selaku dosen pembaca yang telah memberikan banyak saran dan evaluasi dalam penyelesaian skripsi ini,

4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah mengenal dan membagikan Ilmu Pengtahuan kepada penulis,


(4)

4

5. Seluruh pegawai/tata usaha di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,

6. Seluruh pegawai/tata usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara,

7. Teman-tema seperjuangan angkatan 2006 : M. Arifin, M. Rezani, Jafar, Afif, Wahyu, Rifki, Fani, Zia, Hary Ginting, Nurman Syahreza, Gerson, Matyu, Ayu. Kawan-kawan komisariat: Ryan Juskal, Amar, Yurial, Mustaqim, Regar, Ryan Parlin, Ais, Desi, Reza, Adel, diah, Anul, dan roni. Semoga kita menjadi orang-orang sukses

8. Buat abang/kakak dan adek-adek : bang wawan, bang veny, bang fuad ginting, bang fuad hasan pakde, dayat, bedol, untuk kawan-kawan 07 : rolan, dika, akbar, rozi, ara, acong, untuk kawan-kawan 08 : Randa, adit, topik, fajri, ipin, satya, doni, amin, andre, iskandar, ririn, dini, aling, silvi, fitri, putra, devi, Ok. Untuk kawan-kawan 09 : afgan, amri, lutfan, aga, otang, sandy, moly, frenki, eka, mitha, buat kawan-kawan 010 : fahry, ryan muller, narji, nanda, akabar, bagus, sopian, muklis. Dan untuk seluruh kawan-kawan genosida. Terima kasih atas dukungan dan doa kalian semua.

9. Teman-teman yang tidak dapat sisebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut berperan serta dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, 25 Januari 2013 Penulis

Ismuhar Ramadhan


(5)

5

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan……… i

Halaman Pengesahan……… ii

Abstrak……… iii

Kata Pengantar………,, Iv Daftar Isi……… vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………. 1

1.2. Perumusan Masalah……… 6

1.3.Pembatasan Masalah……… 7

1.4. Tujuan Penelitian……… 7

1.5. Manfaat Penelitian……….. 7

1.6. Kerangka Teoritis………... 8

1.6.1. Sosialisasi Politik……… 8

1.6.1.1. Sosialisasi dilihat dari Sub-Kelompok……….. 10

1.6.1.2. Sosialisasi dan Perubahan……… 13

1.6.1.3. Agen-Agen Sosialisasi………. 15

1.6.2. Partai Politik……….. 17

1.6.2.1. Tujuan Partai Politik……… 21

1.6.2.2. Fungsi Partai Politik……… 22

1.6.2.3. Sistem Kepartaian……… 25

1.6.3. Pemilihan Umum Legislatif……….. 27

1.6.3.1. Pentingnya Pemilu……….. 29

1.6.3.2. Sistem Pemilihan Umum……… 30

1.7. Jenis Penelitian………. 31

1.7.1. Lokasi Penelitian……… 32

1.7.2. Tehnik Pengumpulan Data……… 32

1.7.3. Tehnik Analisis Data………. 33

1.8. Sistematika Penulisan……….. 34

BAB 2 DESKRIPSI LOKAL 2.1. sejarah Partai Keadilan Sejahtera PKS ………. 35

2.1.1. Sejarah Berdirinya DPD PKS Kota Medan ……… 36

2.2. Visi, Misi dan Platform Partai Keadilan Sejahtera……… 37

2.2.1. Visi Partai Keadilan sejahtera……… 37

2.2.2. Misi yang diemban PKS……….. 48

2.2.3. Platform PKS……….. 52

2.3 Paradigma PKS……….. 53

2.3.1. Urgensi Ideologi PKS……… 55

2.3.2. Falsafah Dasar Perjuangan PKS……… 59

2.3.3. Hakikat Dakwah………. 61

2.4. Prinsip Kebijakan PKS………. 62

2.5. Kebijakan Dasar PKS……… 67


(6)

6

2.5.1.1. Ideologi……….. 69

2.5.1.2. Politik……… 69

2.5.1.3. Birokrasi……… 71

2.5.1.4. Ekonomi dan Kesejahteraan……….. 72

2.5.1.5. Sosial dan Budaya……… 72

2.5.1.6. Iptek dan Industri………... 73

2.5.1.7. Peran dan Tugas Perempuan……….. 74

2.5.1.8. Hukum……… 75

2.5.1.9. Pendidikan……….. 75

2.5.2. Strategi Umum……… 76

2.5.2.1. Kondisi Internal………. 76

2.5.2.2. Ekspansi Eksternal………. 78

2.6. Struktur Organisasi PKS………. 80

2.6.1. DPD PKS Kota Medan……… 81

2.6.2. Penjabaran Tentang struktur Organisasi……….. 82

2.6.2.1. Rapat Presidium……….. 86

2.6.2.2. Cabang-Cabang Dakwah………. 86

2.6.3. Struktur Pengurusa DPD PKS Kota Medan Priode 2006-201088………. 88

2.7. Rekrutmen Calon Legislatif PKS………. 89

BAB 3 ANALISIS DATA 3.1. Realitas Politik menjelang Pemilihan Umum 2009……… 90

3.2. Bentuk-bentuk Sosialisasi politik DPD PKS Kota Medan…………. 93

3.2.1. Studi Wawancara……….. 94

3.2.2. Rangkaian Kegiatan DPD PKS Kota Medan……….. 99

3.3. Analisis Bentuk Kegiatan Sosialisasi DPD PKS Kota Medan dalam pemilu legislatif 2009……….. 101

BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan……….. 107

4.2. Saran……… 109

DAFTAR PUSTAKA……….. 111

DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Transkrip Wawancara dengan Kharul Anwar Lampiran 3. Transkrip Wawancara dengan Salman Alfarizi


(7)

2

SOSIALISASI POLITIK PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (DPD) PKS KOTA MEDAN DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009

ISMUHAR RAMADHAN NIM. 060906039

PEMBIMBING : Dra. T. IRMAYANI, M.Si. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK MEDAN

JANUARI 2013

ABSTRAK

Skripsi ini membahas Pola Sosialisasi Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS Kota Medan) dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kota Medan. Peneliti melihat bagaimana pola yang digunakan partai DPD PKS Kota Medan. Pola Sosialisasi ini menjadi sebuah hal yang menarik untuk diteliti sebab pola dari PKS memliki pola yang berbeda dari partai lainnya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagai mana bentuk-bentuk sosialisasi politik PKS Kota Medan dalam pemilu legislatif 2009.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha mendeskripsikan Pola kegiaatan/gerakan sosialisasi politik PKS Kota Medan dalam Interpretatif peneliti. Untuk mendapatkan analisis yang akurat maka peneliti melakukan studi wawancara, mengumpulkan data-data yang bersumber dari buku-buku partai politik Indonesia, data data dari PKS dan internet.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menilai bahwa Pola sosialisasi politik yang digunaka PKS Kota dalam pemilu legislatif 2009. Pola tersebut adalah Pola Dakwah yang berdasarkan tujuan partai yang diinternasilisasikan oleh kader dan diimplementasikan ke masyarakat guna meraih perolehan suara di pemilu legislative.


(8)

7

BAB 1

1.1.Latar Belakang Masalah.

Demokrasi sebagai sebuah sistem yang banyak diterapkan oleh berbagai Negara dibelahan dunia berangkat dari asumsi bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat. Salah satu persyaratan dari terwujudnya demokrasi adalah adanya partai politik yang berfungsi maksimal dan efektif sebagai wadah aspirasi politik masyarakat, dan sebagai media untuk melakuakan bargaining kebijakan-kebijakan negara. Demi terwujudnya demokrasi dan tersalurkannya aspirasi publik, justru jauh lebih penting adalah meningkatkan kinerja dan efektifitas fungsi partai politk, dan jelas tidak bisa dilepaskan dari berdirinya partai politik, sebgai sebuah kebutuhan politik masyrakat.1

Partai Politik merupakan sebagai dari suatu sistem politik yang sudah modern. Negara-negara barat, yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partai politik dalam mana rakyat memiliki dasar ideologis bahwa rakyatlah turut menentukan proses politik. Maka dalam konteks ini partai politik menjadi ukuran dalam sistem politik

2

Dalam konteks politik Indonesia, munculnya partai-partai politik tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial belanda yang menerapkan kebijakan politik etis.

Sebagai dampak dari kebijakan yang demikian, tidak saja yang berkaitan dengan lahirnya proyek-proyek pembangunan dan sosial, melainkan juga dengan adanya iklim kebebasan yang lebih luas kepada masyarakat. Kebebasan yang demikian, memberikan ruang kepada anggota masyarakat. Kebebasan yang demikian, memberikan ruang kepada anggota masyarakat untuk membentuk organisasi-organisasi termasuk dalam kaitan ini

.

1

Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004,hal.8 2 Ibid hal 129


(9)

8

adalah mendirikan partai politik. kemungkinan besar hal ini terkait dengan pemerintahan kolonial belanda membentuk “perwakilan politik” yang disebut dengan Volksraad3

Di Indonesia sejarah partai politik dalam Pemilihan Umum telah ada sejak Pemilihan Umum Tahun 1955. Sistem kepartaian yang ada saat itu adalah sistem multi partai, yaitu terdapat banyak partai politik yang ikut serta dala pemilihan Umum. Namun hal lainnya ketika zaman Orde baru berkuasa, hanya ada tiga partai politik. (Golongan Karya, PDI, dan PPP). Sehingga tidak ada pilihan bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dalam Pemilihan Umum kecuali kepada ketiga partai politik yang pada saat itu.

.

4

Sejarah partai politik Indonesia juga merupakan bukti dari aktualisasi masyarakat yang dilembagakan, yaitu banyak entitas dalam masyarakat yang menyatukan diri dengan pembentuk partai politik., seperti misalnya sebelum pemilihan Umum 1955 basis massa partai politik terbagi kedam tiga kubu, yaitu, Nasionalisme, Agama dan komunis.5

3

Ibid hal 131

Masa sosialisasi adalah suatu kesempatan bagi partai politik peserta pemilu untuk memaparkan segala program atau memperkenalkan calon-calon legislatif kepada masyarakat luas dengan harapan dapat menarik simpati masyarakat dan menjatuhkan pilihan pada satu partai tertentu. Karenanya, seluruh Parpol yang ada terlihat begitu antusias dengan berbagai cara mereka berusaha untuk merebut simpati masyarakat. Kita lihat saja berapa banyak atribut dari tiap-tiap parpol yang mengiasi rumah-rumah penduduk, jalan-jalan dan tempat-tempat lain yang dianggap strategis guna memperkenalkan partai yang nantinya menjadi peserta dalam Pemilu.

4

Arifin Rahman,Sistem politik Indonesia dalam perspektif Struktural Fungsional,Surabaya: Penerbit SIC,1998, hal 90 5 Meriam Budiarjo,Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1998, hal 67


(10)

9

Pentingnya sosialisasi politik adalah agar masyarakat dapat mengenal partai politik atau calon-calon wakil rakyat yang akan mengikuti pertarungan dalam setiap proses politik atau pemilihan umum. Dengan dilaksanakannya kampanye politik maka masyarakat dapat menentukan pilihannya kelak pada saat dilaksanakannya pesta demokrasi. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana partai politik menyampaikan sosialisasi politiknya terhadap masyarakat?

Penyiapan kader-kader yang sesuai dengan keinginan kelompok/partai politik selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan sosialisais politik. Sosialisasi politik ini melibatkan segala komponen yang ada didalam masyarakat termasuk kelompok-kelompok kepentingan yang memiliki signifikansi terhadap pencapaian tujuan.

Keberhasilan suatu sosialisai politik merupakan keberhasilan suatu kondisi masyarakat, artinya bahwa keberhasilan dalam sosialisasi politik sangat tergantung pada kerjasama masyarakat itu sendiri dan kondisi sosial masyarakat. Elemen-elemen pembangun dan penggerak kehidupan politik, memberikan sumbangan sesuai dengan kapasitasnya terhadap terjadinya perubahan-perubahan yang terjadi dalam percaturan politik, terutama dalam upaya kepemilikan kekuasaan yang akan menjadi agen perubahan system yang ada. Kesemuanya itu dibangun untuk menciptakan dominasi satu kelompok atas kelompok yang lain, dominasi adalah hal yang tidak bisa dibagi secara merata, otomatis yang memilikinya adalah satu kelompok tertentu dan hal itu hanya bisa dicapai dengan kemenangan politik.6

6

http://masroed.wordpress.com/2010/05/27/pentingnya-sosialisasi-politik-dalam-kehidupan-politik-masyarakat-di-indonesia/


(11)

10

Seperti halnya, Keadilan Kesejahteraan (PKS) dalam pemilihan Umum legislatif 2009, seperti apa dilaksanakan Keadilan Kesejahteraan (PKS) pada saat sosialisasi politik disampaikan terhadap calon pemilih di kota Medan?

Pemilu legislatif 2009 adalah merupakan pemilu langsung yang kedua kali dilaksanakan di Indonesia. Oleh sebab itu masyarakat belum seluruhnya mengerti proses atau mekanisme memilih dalam pemilu. Sehingga banyak masyarakat cendrung memilih untuk tidak memilih dalam arti Golput (Golongan Putih). Dengan permasalahan tersebut pada pemilihan legislative 2009 masyarakat perlu yang namanya sosialisasi politik untuk memberikan informasi politik tenteng cara atau mekanisme pemilu sekaligus untuk menganjurkan kepada masyarakat memberikan pilihan terhadap partai politik atau calon wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat dan Negara. Sehinggga pertarungan antara partai politik sudah lazim terjadi pada setiap pemilihan umum. Hal ini adalah konsekuensi dari dibukanya kran demokrasi bagi masyarakat pasca reformasi.

Dalam kesempatan ini penulis akan membahas tentang proses sosialisasi Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) dalam pemilu Legislatif 2009 di kota Medan. Mengingat Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) adalah salah satu partai politik yang berbasis massa Islam yang memiliki suara yang cukup besar dalam percaturan politik di Indonesia yang begitu berpengaruh terhadap pergolakan dan perkembangan perpolitikan Indonesia sejak lengsernya penguasa Orde Baru.

Berangkat dari sebuah program kerja dan aktivitas setiap partai politik untuk ikut serta sebagai peserta Pemilu, maka sosialisasi politik adalah sebuah keharusan bagi partai politik untuk menarik dukungan para pemilih. Dimana juga sedikit banyaknya pemilih


(12)

11

yang didapat adalah sebuah konsekuensi dari kegiatan sosialisasi yang dilakukan. Bagaimana proses pelaksanaan Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) sebelum pemilihan anggota legislatif 2009 di kota medan?

Peneliti ingin mengetahui apakah perbedaan proses Sosialisasi politik Partai Kesejahteraan Keadilan (PKS) terhadap masyarakat Islam dan Masyarakat Non-Islam? Seperti kita ketahui banyak masyarakat Indonesia menilai Partai (PKS) selalu identik dengan Partai Politik bagi masyarakat Islam. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui seperti apa proses sosialisasi politik yang dilaksanakan Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) pada pemilihan umum legislatif 2009 di kota Medan terhadap masyarakat Islam dan terhadap Masyarakat Non-Islam.

Dalam perkembangan partai politik di Indonesia bahwa partai kader yang berbasis Islam belum bisa memaksimalisasi suara dalam pemilihan umum, mengingat banyak juga partai yang berbasis Islam. Akan tetapi Partai Amanat Nasional (PKS) dapat dikatakan sebuah partai besar yang berbasis massakan Islam terbukti pada setiap pemilu Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) dapat meraih beberapa kursi di parlemen. Itulah ang menjadi daya tarik penulis untk mengadakan penelitian tentang pelaksanaan sosialisasi yang dilaksanakan Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) sebelum pemilu sehingga partai (PKS) dapat meraih kursi di parlemen dengan maksimal.

Spirit dan persaingan partai politik merupakan bahagian integral didalam proses politik dan hal ini memang wajar terjadi mengingat keberhasilan dalam pemilihan Umum akan membawa partai politik yang bersangkutan menduduki posisi sebagai pemenang apabila sosialisasi yang dilakukan berjalan dengan baik. Ini berarti bahwa partai politik


(13)

12

yang bersangkutan akan bisa berbuat banyak dalam mengendalikan negara dan Pemerintahan, memperkuat dan memperjuangkan Idiologi partainya.

Akhir dalam penelitian ini untuk lebih lengkapnya lebih terfokus tentang sosialisasi politik Keadilan Kesejahteraan (PKS) dalam Pemilihan Umum legislatif pada tahun 2009 yaitu kepada proses pelaksanaan sosialisasi politik terhadap masyarakat Islam dan masyakat No-Islam. Untuk lebih lengkapnya judul penelitian ini adalah :

“Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) pada Pemilihan Umum legislatif 2004 - 2009 di Kota Medan.”

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan usaha untuk menyatakan secara tersirat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifkasi masalah dan pembatasan masalah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin merumuskan masalah dalam penelitian ini sebgai berikut : Bagaimana pola sosialisasi politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada pemilihan umum Legislatif 2009 di Kota Medan.


(14)

13

1.3. Pembatasan Masalah

Suatu penelitian yang dilakukan baiknya mempunyai batasan masalah. Karena batasan masalah adalah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna bagi penulis untuk mengindentifikasikan factor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup penulisan.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis menetapkan batasan penelitian ini sebagai berikut : Melihat Gerakan dan Aktivitas Sosialisasi Politik Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Medan Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 di Kota Medan.

1.4. Tujuan Penelitian

Ada pun tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui Pola Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) di Kota Medan pada Pemilihan Umum Legislatif 2009.

2. Untik mengetahui sejauh mana keberhasilan Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) melalakukan Sosialisasi Politik pada Pemilihan Umum Legislatif 2009.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah Ilmu pengetahua dan karya Ilmiah di Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

2. Hasil penelitian ini kiraanya dapat menjadi informasi dan masukan untuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam percaturan politik di Kota Medan.

3. Bagi penulis penelitian ini dapat menambah wawasan tentang proses sosialisasi suatu partai politik.


(15)

14

1.6. Kerangka Teoritis

Untuk memepermudah pelaksanaan penelitian perlu ada pedoman dasar berfikir, yaitu sebuah kerangka teori. Kerangka teori adalah berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang akan dipilih. Teori itu sendiri adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berfikir penulis dalam penelitian ini adalah.

1.6.1. Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik dalam beberapa hal merupakan konsep kunci sosiologi politik.

1. Pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku yang menanamkan pada individu keterampilan-keterampilan, motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peran-peran yang sekarang atau tengah diantisipasikan sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.

2. Segenap proses yang mana individu yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang


(16)

15

dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterimakan olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.

3. Komunikasi dengan dan dipelajari dari manusia lainnya dengan siapa individu itu secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum.

Kita dapat merumuskan suatu definisi mengenai sosialisasi politik berdasarkan kesinambungan sistematis maupun perubahan sistematis adalah sebagai berikut :

1. Cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam masyarakat.

2. Proses yang mana sikap-sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai mereka dewasa direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu.

Kedua definisi tersebut ada memiliki kekurangan karena dari masalah-masalah yang telah dikatakan, belumlah terkandung cara memperhitungkan perubahan sistematik, demikian juga mereka kurang jelas membedakan antara belajar yang disengaja dengan belajar yang tidak direncanakan.

David Easton dan Jack Dennis dalam pembuatan dalih untuk suatu definisi netral mengenai sosialisasi politik, menyajikan suatu definisi yang efektif dan pendek.

Mereka berdua mendefinisikan sosialisasi politik secara sederhana sebagai berikut : a. Suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan


(17)

16

b. Bagaimana orientasi dan tingkah laku politik itu diperoleh serta hasilnya tetap merupakan bahan permasalahan penyelidikan.

Sosialisasi diartikan sebagai suatu proses yang terusberkesinambungan sepanjang hidup dan mempengaruhi anak, para remaja dan orang dewasa. Perkembangan yang temporal ternyata tidak berkesinambungan dalam pengertian bahwa individu secara teratur dan sistematis mengalami pengalaman-pengalaman yang penting.dan relevan dengan tingkah laku politiknya, sekalipun dalam sistem politik tadi instruksi politik yang sistematis dan regular merupakan bagian penting dari sosialisasi politik.

Demikian pula, untuk menerima unsur-unsur sosialisasi politik, namun tidak ditegaskan bahwa hal-hal tersebut tadi diperoleh dengan cara yang khusus, juga tidak mengandung arti yang sama

1.6.1.1. Sosialisasi dilihat dari Sub-Kelompok A. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Totaliter

Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran, organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin bahwa hasilnya akan merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah berusaha untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya, akan tetapi dalam masyarakat totaliter pengontrolan tersebut meliputi segala-segalanya.


(18)

17

Satu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua Rusia, nilai-nilai itu adalah :

1. Tradisi : terutama agama, namun juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargan dan tradisi pada umumnya.

2. Prestasi : ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran materiil, mobilitas sosial.

3. Pribadi : kejujuran, ketulusan, keadilan, kemurahann hati.

4. Penyesuaian diri : “ bergaul dengan baik “, “menjauhkan diri dari kericuhan”, “keamanan dan ketentraman”.

5. Intelektual : belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.

6. Poloitik : sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayan-kepercayaan berkaitan dengan pemerintah.

Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran, organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin bahwa hasilnya akan merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah berusaha untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya, akan tetapi dalam masyarakat totaliter pengontrolan tersebut meliputi segala-segalanya.


(19)

18

B. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Primitif

Dalam masyarakat primitif peranan sosialisasi pasa umumnya tampak paling jelas, khususnya dalam masyarakat yang tengah atau telah cukup lama berdiri untuk menegakkan tradisi-tradisi kemasyarakatan yang kuat, yang menetapkan struktur dan peranan-peranan masyarakat. Betapapun juga, proses sosialisasi pada masyarakat primitif banyak sekali bedanya, walaupun mereka, seperti yang telah diperlihatkan oleh Le Vine, memiliki ciri-ciri umum tertentu yang sama. Le Vine menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya barat-daya, kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak tersentralisir dan sifatnya patriakis.

C. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Berkembang

Vine mengemukakan bahwa ada 3 faktor penting dalam sosialisai ditengah masyarakat-masyarakat berkembang :

1. Pertumbuhan penduduk dinegara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk “memodernisir” keluarga tradisional lewat industrialisasi dan pendidikan.

2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional anatara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada yang disebut belaknagan ini, namun si ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak.

3. Adalah mungkin bahwa pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menyumbangkan nilai-nilai tradisional, paling sedikitnya


(20)

19

secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai kedalam daerah-daerah perkotaan, khusunya dengan pembentukan komunitas-komunitas kesukuan dan etnis didaerah-daerah ini.

Bukti yang disajikan mengenai sosialisai politik, mengsugestikan bahwa beberapa proses sedemikian itu memang perlu, bahwa mungkin tidak bisa dihindari. Tidak ada pemutusan hubungan dengan masa lalu yang lebih sempurna. Suatu elemen kesinambungan akan tetap ada, sekalipun telah menghasilkan perubahan-perubahan yang fundamental dan bisa menjangkau masa jauh. Dalam uasahanya untuk melupakan masa lampaunya, betapapun berbedanya masa depan itu dengan masa yang telah lewat, masayarakat itu akan tetap dipengaruhi oleh masa lalunya. Oleh karena itu sosialisasi politik jelas erat sekali terlibat dalam proses perubahan.

1.6.1.2.Sosialisasi Politik dan Perubahan

Sifat sosialisasi politik yang bervariasai menurut waktu serta yang selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi, berkaitan dengan sifat dari pemerintahan dan derajat serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Kebalikanya, semakin besar derajat perubahan didalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan politik, semakin kecil junlah agensi-agensi utama dari sosialisasi poliotik itu. Semakin homogen suatu masyarakat dan semakin lama ia bertahan menurut waktu, semakin memungkinkan proses sosialisasinya menjadi didefinisikan secara jelas dan relatif


(21)

20

dipersatukan dan tampaknya berlangsung dampak yang sama dalam masyarakat-masayarakat yang berusaha terang-terangan untuk mengontrol proses sosialisanya.

Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional mengenai kebudayaan politik. Suatu faktor kunci didalam konsep mengenai kebudayaan politik adalah legitimasi sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Weber, landasan legitimasi bisa bervariasi. Persetujuan dapat muncul mengenai dasar kerangka politik, akan tetapi didalam kerangka tersebut konflik dapat berkelanjutan baik mengenai sarana-sarana maupun mengenai tujuan-tujuannya. Apabila konflik mengenai sarana dan tujuan tadi menjadi ekstensife sifatnya, maka hal itu dapat merusak setiap persetujuan mengenai kerangka politik. Penting untuk dipahami bahwa legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem politik, atau justru dapat dibatasi pada beberapa hal. Dalam setiap masalah baik pada mereka yang mencari kekuasaan dan mereka yang memilih diantara para saingan untuk mendapatkan jabatan, biasanya sudah bersiap untuk memenuhi hasil-hasil keputusan pemilihan. Demikian pula hak presiden atau kongres untuk melaksanakan kekuasaan mereka, tidak dipertanyakan akan tetapi penggunaan untuk apa kekuasaan ini dilaksanakan berkali-kali justru mengalami kritik. Betapapun juga kritisme terhadap sistem politik dinegara-negara lainnya bisa bersifat lebih mendasar, mungkin sampai menyangkal legitimasi sistemnya atau justru di tekannya lebih hebat.7


(22)

21

1.6.1.3.Agen-agen Sosialisasi Politik

Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu:

1. Keluarga.

Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan politik satu individu. Tokoh Sukarno misalnya, memperoleh nilai-nilai penentangan terhadap Belanda melalui ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang merupakan keluarga bangsawan Bali menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali dalam menentang Belanda di saat mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut menumbuhkan kesadaran dan semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya yang terjajah oleh Belanda. Sekolah. Selain keluarga, sekolah juga menempati posisi penting sebagai agen sosialisasi politik. Sekolah merupakan secondary group. Kebanyakan dari kita mengetahui lagu kebangsaan, dasar negara, pemerintah yang ada, dari sekolah. Oleh sebab itu, sistem pendidikan nasional selalu tidak terlepas dari pantauan negara oleh sebab peran pentingnya ini.

2. Peer Group.

Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh teman-teman sebaya tentu


(23)

22

sangat mempengaruhi beberapa tindakan kita, bukan ? Tokoh semacam Moh. Hatta banyak memiliki pandangan-pandangam yang sosialistik saat ia bergaul dengan teman-temannya di bangku kuliah di Negeri Belanda. Melalui kegiatannya dengan kawan sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan konsep koperasi sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian hari. Demikian pula pandangannya atas sistem politik demokrasi yang bersimpangan jalan dengan Sukarno di masa kemudian.

3. Media Massa.

Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat kabat cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’

4. Pemerintah.

Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui


(24)

23

tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.8

5. Partai Politik.

Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.

1.6.2. Partai Politik

Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik kelompok manusia yang terorganisir untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan, dengan maksud mensejahterakan anggotanya, baik untuk kebijaksanaannya keadilan, maupun untuk hal-hal yang bersifat materil. Sementara itu, R. H. Soltau mengemukakan definisi tentang partai politik sebagai kelompok warga Negara yang terorganisasi dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan manfaatkan kekuasaannya untuk memilih, dengan tujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.

Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul “Memahami Ilmu Politik” menyebutkan ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historis yag melihat timbulnya partai

8


(25)

24

politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi.

Teori yang pertama mengatakan partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif (dan eksekutif) karena ada hubungan ada kebutuhan para anggota parlemen (yang ditentukan berdasarkan pengangkatan) untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Setelah partai politik terbentuk dan menjalankan fungsi, kemudian muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Partai politik yang terakhir ini biasanya dibentuk oleh kelompok kecil pemimpin masyarakat yang sadar politik berdasarkan penilaian bahwa partai partai politik yang dibentuk pemerintah tidak mampu menampung dan memperjuangkan kepentingan mereka.

Teori kedua menjelaskan krisis situasi histories terjadi manakala suatu sistem politik mengalami masa transisisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk karena perbaikan fasilitas kesehatan,perluasan pendidikan, mobilitas okupsi, perubahan pola pertanian dan industri, partisipasi media, urbanisasi, ekonomi berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru, dan munculnya gerakan-gerakan populis.

Perubahan-perubahan itu menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi, integrasi, dan partisipasi. Artinya, perubahan-perubahan mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari legitimasi kewenangan pihak yang


(26)

25

memerintah; menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan masyarakat sebagai suatu bangsa dan mengakibatkan timbulnya tuntutan yang semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik. Untuk mengatasi tiga permasalahan inilah partai politik dibentuk.

Teori ketiga melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi, partai politik merupakan produk logis dan modernisasi sosial ekonomi.

Jika kita telusuri dari sejarah kelahiran partai politik, pada mulanya ia terinspirasi oleh bagaimana sejatinya elemen kemasyarakatan menyalurkan aspirasi oleh kepada penguasa. Hal tersebut terjadi disejumlah Negara Eropa yang menganut sistem monarki, dimana kekuasaan atas Negara dan pemerintah secara absolud dipegang oleh kerajaan yang berkuasa secara mutlak. Untuk menyalurkan aspirasi mereka dalam kekuasaan Negara yang begitu kuat, oleh segolongan masyarakat kemudian menggabungkan dirinya dalam kelompok-kelompok untuk secara bersama-sama menyalurkan aspirasinya, yang dalam perkembangannya kelompok-kelompok itu kemudian mendapatkan pengakuan dalam sistem politik kenegaraan, kemudian diseut dengan “partai politik”


(27)

26

Pada perkembangan selanjutnya, partai politik tidak lagi diorientasikan semata untuk menyalurkan aspirasi, tetapi pada prakteknya juga dimanfaatkan oleh elitnya untuk menjadi instrument pencapaian posisi dan kedudukannya di lembaga formal, baik dilembaga perwakilan aspirasi pendukungnya (legislatif), maupun di jajaran pemerintahan (eksekutif), dengan argumentasi bahwa aspirasi yang disampaikan hanya mungkin efektif pencapaiannya, jika kedudukan dalam kekuasaan legislatif dan eksekutif inilah yang difungsikan untuk mensejahterakan pendukung dan anggotanya.

Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik maka partai politik telah lahir, dan berkembang menjadi penghubung penting antara rakyat dan pemerintah. Bahkan partai politik dianggap sebagai perwujudan atau lambang Negara modern. Oleh karena itu, hampir semua negara demokrasi maupun komunis, negara maju maupun negara berkembang memiliki partai politik. Persoalannya kemudian adalah, beberapa besar politik mendapatkan dukungan dari masyarakat melalui program dan kerja nyata pemberdayaan yang mensejahterakan mereka, bukan sekedar manipulasi opini semata.

Sejarah mencatat partai politik di Indonesia dalam perjalanan sejarahnya pertama-tama lahir dalam zaman kolonial Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi, baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah yang berazaskan Agama dan lain sebagainya ternyata sama-sama memainkan peranan penting dalam pergerakan nasional, dalam perkembangannya inisiatif warga negara membentuk partai politik didasari oleh berbagai macam kepentingan yang ingin disalurkan dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu argumen yang mendasari dibentuknya partai politik


(28)

27

adalah terdapatnya berbagai ideologi sebagai rumusan gagasan dan cita-cita atau harapan masyarakat tertentu berkembang sesuai dengan perkembangan manusia itu sendiri.9

Secara umum Miriam Budiarjo mengatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok organisasi yang terorganisisr yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

10

Istilah partai politik ditinjau dari asal katanya berarti bagian atau pihak. Didalam masyarakat secara alamiah terdapat pengelompokan masyarakat didasarkan pada persamaan paham dalam bentuk doktrin politik yang disebut dengan partai. Lain halnya dengan partai politik, maka sebuah gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas dengan sifatnya yang lebih fundamental, dan kadang-kadang bersifat idiologis. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat pada anggotanya dan dapat menumbuhkan identitas kelompok yang kuat. Suatu identitas, nama ataupun label partai politik paling tidak bisa menunjukkan karakteristik partai politik itu sendiri.11

1.6.2.1Tujuan Partai Politik

Menurut Sigmun Neuman, bahwa di dalam negara demokrasi, partai politik mengatur keinginan dan aspirasi berbagai golongan dalam masyarakat. Sedangkan di

9

Handari Nawawi,Metode Penelitian Bidang Sosial, yogyakarta:Gajah Mada University Press.1995,hal.40 10

Miriam Budiarjo,Op.cit,hal.160 11 Ibid


(29)

28

dalam negara Komunis, partai politik bertugas untuk mengendalikan semua aspek kehidupan secara monolitik.12

Di dalam pasal 5 Undang-undang No 31 tahun 2001 dijelaskan bahwa tujuan partai politik ada 2, yaitu tujuan umum dan khusus.

1. Tujuan Umum Partai Politik.

a) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945.

b) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai kedaulatan rakyat dalam kesatuan Republik Indonesia.

2. Tujuan khusus Partai Politik adalah memperjuangkan cits-cita pasar anggotanya demi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1.6.2.2Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan idiologinya. Cara yang digunakan suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi adalah untuk mendapatkan dan mepertahankan kekuasaan melalui Pemilihan Umum. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, partai politik melakukan tiga kegiatan yang meliputi seleksi calon, kampanye dan pelaksanaan fungsi pemerintahan. Apabila kekuasaan untuk memerintah telah didapatkan, maka partai politik tersebut berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai Politik yang tidak mempunyai kedudukan mayoritas pada badan perwakilan rakyat akan berperan sebagai pengontrol partai mayoritas.


(30)

29

1. Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh sikap danorientasi terhadap fenomena politik, yang pada umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Setiap masyarakat mempunyai cara-cara untuk mensosialisasikan penduduknya di dalam kehidupan politik. Biasanya proses sosialisasi berjalan berangsur-angsurdari kanak-kanak sampai dewasa.13

2. Partisipasi Politik

Mobiltas warga negara dalam kehidupan dan kegiatan politik merupakan fungsi khas dari partaipolitik. Zaman modern partai politik dibentuk ketika semakin banyak jumlah rakyat yang diberi hak pilih, dan ketika kelompok-kelompok masyarakat menuntut bahwa mereka harus diberi hak untuk bersaing memperebutkan suatu jabatan pemerintahan.14

3. Rekrutmen Politik

Partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif sebagai anggota partai politik. Dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Caranya adalah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain sebagainya. Juga diusahankan untuk menarik golongan-golongan muda untuk di didik menjadi kader tersebut diikutsertakannya bersaing denganpartai-partai untuk memperebutkan kursi di parlemen, dan jabatan pemerintahan lainnya.

13

Koirudin,Op,cit,hal.86 14 ibid


(31)

30

4. Komunikasi Politik.

Dalammelaksanakan fungsi komunikasi politik, partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi mereka dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Fungsi ini dijalankan bersama dengan struktur lainya, yaitu komunikasi informasi, isu dan gagasan politik.15

5. Artikulasi Kepentingan

Menyatakan atau mengartikulasikan kepentingan mereka kepada badan-badan politik dan pemerintahan melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama orang lain yang memiliki kepentingan yang sama. Bentuk artikulasi kepentingan yang paling umum di semua sistem politik adalah pengajuan permohonan secara individual kepada anggota dewan. Dan dalam konsep partai politik, maka anggota partai politik lah yang melakukan fungsi tersebut.16

6. Agregasi Kepentingan

Agregasi kepentingan merupakan cara tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan pemerintah. Dalam masyarakat demokratik, partai merumuskan program politik untuk disampaikan kepada badan legislatif dan calon-calon yang diajukan untuk jabatan-jabatan pemerintahan.17

15

ibid 16

Koirudin,Op.cit,hal.94 17 Koirudin,Op.cit,hal.95


(32)

31

7. Pembuat Kebijakan

Jelas bahwa suatu partai akan berusaha merebut kekuasaan di dalam pemerintahan secara konstitusional. Dan sesudah dia mendapatkan kekuasaan pemerintahan, baik dalam bidang eksekutif maupun legislatif maka dia akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat kebijakan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan.18

1.6.2.3Sistem Kepartaian

Metode yang paling konvensional dalam mengklasifikasikan partai politik adalah berdasarkan dari jumlah partai politik yang ada didalam suatu negara. Dengan cara konvensional tersebutlah dikenal adanya tiga klasifikasi partai politik, yaitu sistem partai tunggal, dwi partai dan multi partai.

1. Sistem Partai Tunggal

Istilah ini dipakai untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan antara partai lainnya, dalam kategori terakhir terdapat banyak variasi. Sistem ini juga diindikasikan sebagai suasana non kompetitif, oleh karena partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan. Bentuk ini bisa ditemukan di negara-negra komunis seperti RRC, Uni Sovyet, dan yang paling terkenal adalah Uni Sovyet. Partai Komunis di Uni Sovyet bekerja dalam suasana non kompetitif, tidak ada partai lain yang boleh bersaing dan oposisi dianggap sebagai sebuah bentuk penghianatan.

18 Koirudin,Op.cit,hal.96


(33)

32

2. Sistem Dwi Partai

Pengertian sistem dwi partai biasanya diartikan dengan adanya dua atau lebih partai, tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Hanya beberapa negara saja yang dewasa ini memeliki ciri-ciri sistem dwi partai, kecuali inggris dan Amerika Serikat.

Dalam sistem pemilihan ini partai ang kalah berperan sebagai oposisi utama, tetapi setiap terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan tersebut sewaktu-waktu dapat bertukar tangan, dalam persaingan memenangkan pemilu, kedua partai berusaha untuk merebut dukungan orang-orang yang ada ditengah dua partai dan sering disebu dengan pemilih terapung dan mengambang. Sistem pemilihan ini tidak mendorong tumbuhnya partai baru sehingga memperkukuh system dwi partai.

3. Sistem Multi Partai (Multy Party System)

Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus pada berkembangnya sisstem multi partai. Dimana perbedaan Ras, Agama, atau suku bangsa adalah kuat, golongan masyarakat lebih cendrung untuk menyalurkan ilkatan-ikatan terbatas dari pada bergabung dengan kelompok lain yag berbeda orientasi. Maka dari itu, dianggap pola multi partai lebih mampu menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dalam suatu masyarakat daripada dwi partai. Sistem ini ditemukan di Malaysia, Belanda, Prancis dan Indonesia.19

Pola multi partai umumnya diperkuat oleh system pemilihan perwakilan berimbang yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan kecil. Melalui system ini, perwakilan berimbang partai-partai kecil dapat

19


(34)

33

menarik keuntungan dari ketentuan bahwa klebihan suara yang diperoleh disuatu daerah pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan yang lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi.

1.6.3. Pemilihan Umum Legislatif

Secara umum pemilu legislative yaitu pemilu untuk memilih anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten-Kota. Melalui Pemilihan Umum, rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya yang dihapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepntingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa.

Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai pemilihan umum. Tetapi intinya adalah pemilihan umum merupakan sara untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan, ini adalah inti kehidupan demokrasi.

Pemilu dapat dipahami juga sebagai berikut:

1. Dalam Undang-undang No 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum dalam bagian menimbang butir a sampai cdisebutkan:

a. Bahwa berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat;

b. Bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.


(35)

34

c. Bahwa Pemilihan Umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negara yang di jiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa: “pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Dalam pernyataan umum hak asasi manusia PBB pasal 21 ayat 1 dinyatakan bahwa “setiap orang mempunyai hak untukmengambil bagian dalam pemerintahan negrinya, secara langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara bebas. “Hak untuk berperan serta dalam pemerintahan ini berkaitan dan tidak terpisahkan dengan hak berikutny dalam ayat 2 yaitu “setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh akses yang sama pada pelayanan oleh pemerintah negrinya.”

Selanjutnya untuk mendukung ayat-ayat tersebut, dalam ayat 3 ditegaskan asas untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang melandasi kewenangan dan tindakan pemerintahan suatu negara, yaitu “kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan-pemilihan sejati dan periodik (periodik) yang bersifat umum


(36)

35

dengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutan suara bebas”. Pernyataan umum Hak Asasi Manusia PBB pasal 21 khususnya ayat 3 tersebut merupakan penegasan asas demokrasi yaitu bahwa kedaulatan rakyat harus menjadi dasar bagi kewenangan pemerintah dan kedaulatanrakyat melalui suatu pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia.

3. Pemilihan Umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatannya atas negara dan pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan sisi lain mengawasi pemerintahan negara. Karena itu, fungsi utama bagi rakyat adalah “untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.

1.6.2.3. Pentingnya Pemilu

Pemiliha umum dalam sebuah negara yang demokratis menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan. Melalui pemilihan umum, rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Pemerintaha yang berkuasa sendiri merupakan hasil dari pilihan maupun bentukan para wakil rakyat tadi untuk menjalankan kekuasaan negara. Tugas para wakil pemerintahan yag berkuasa adalah melakukan kontrol atau pengawasan terhadap pemerintah tersebut, dengan demikian, melalui pemilihan umum rakyat akan selalu dapat terlibat dalam proses politik dan secara langsung maupun tidak


(37)

36

langsung menyatakan kedaulatan atas kekuasaan negara dan pemerintahan melalui para wakil-wakilnya.

Dalam tatanan demokrasi, pemilu juga menjadi mekanisme atau cara untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasar kan pada prinsip bahwa dalam sistem demokrasi, segala perbedaan atau pertentangan kepentingan di masyarakat tidak boleh diselesaikan dengan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan melalui musyawarah mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda agar tercapai apa yang disebut sebagai kepentingan umum yang nantinya kemudian dirumuskan dalam kebijakan umum.

1.6.2.4.Sistem Pemilihan Umum

Dalam Ilmu Politik dikenal dengan bermacam-macam sistem pemilihan umu, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :

1. Single Member Constituency

Sistem ini merupakan system pemilihan yag paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis ( yang biasa disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan ini negara dibai dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Para pendukung system ini berasumsi bahwa dengan diterapkannya system ini diharapkan dapat memperkuat peran serta fungsi lembaga legislatif dalam system politik yang


(38)

37

berlaku. Dengan pengawasan setiap distrik pemilihan terhadap wakilnya diharap kan mampu meningkatkan kinerja legislator.20

2. Multy Member Constituency

Dengan sistem perwakilan proporsional tidak ada pembagian wilayah pemilihan karena pemilihan bersifat nasional. Pembagia kursi dibadan perwakilan rakyat didasarkan pada jumlah persentase suara yang diperoleh masing-masing partai. Dalam sistem ini setiap suara dihitung dalam arti bahwa suara partai dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai dalam daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai dalam daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan.

System perwakilan ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, antara lain dengan system daftar, dimana setiap partai mengajukan satu calon dan pemilih hanya bisa memilih salah satu dari daftar tersebut.21

1.7. Jenis Penelitan

Jenis penelitan yang digunakan penulis dala penelitian ini adalah kualitatif dan deskriptif yang diartikan sebagai pendekatan yang dapat meghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati selama penelitian. Penelitian deskriptif juga digunakan sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan keadaan objek penelitian secara mendalam saat sekarang dan tujuan dari

20

Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Politik,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka utama,2000,1777

21


(39)

38

penelitian deskriptif adalah membuat suatu deskripsi sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

1.7.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dewan Pimpinan daerah Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kota Medan

1.7.2. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam pengumpula data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Dalam hal ini untuk mendapatkan data harus melakukan penelitian lapangan yang didasarkan pada peninjauan langsung dengan objek yang akan diteliti. Untuk memperoleh data-data yang akurat dilakukan dengan cara melakukan tehnik wawancara mendalam yaitu adanya proses tanya jawab secara langsung antara penulis yang dtunjukkan kepada para informan di lokasi penelitian dengan menggunakan panduan dan pedoman yang baik.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari lokasi atau objek penelitian. Pengumpulan data dengan tinjauan kepustakaan dan dokumentasi.


(40)

39

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dan informasi melalui buku-buku yang ada, literature-literatur dan sumber-sumberyang lain yang relevan dengan masalah yang diteliti.

1.7.3. Tehnik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif, yakni bertujuan untuk memberikan suatu gambaran mengenai situasi maupun kondisi yang terjadi. Data-data yang terkumpul baik itu berasal dari kepustakaan (penelitian kepustakaan) maupun penelitian dilapangan akan diolah dan dieksplorasi secara mendalam selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.


(41)

40

1.8. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci dan mempermudah pemahaman ini dan skripsi ini, maka penulis membagi dalam empat (4) bab yang disusun secara sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, defenisi oprasional, metodologi penelitian dan sistematika penulisan

BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari lokasi penelitian, antara lain letak geografis, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, serta hal-hal yang berkaitan dengan masalahyang diteliti

BAB III : Penyajian Data dan Analisis

Bab ini membahas tentang data dan analisis data yang akan didapat dari hasil penelitian yang akan dilakukan.

BAB IV : Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian serta terdapat saran-saran didalamnya.


(42)

41

BAB 2

DESKRIPSI LOKAL

2.1. Sejarah Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS)

Pada 20 April 1998 PKS berdiri dengan nama awal Partai Keadilan (disingkat PK) dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Presiden (ketua) partai ini adalah Nurmahmudi Isma'il.

Pada 20 Oktober 1999 PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan menunjuk Nurmahmudi Isma'il (saat itu presiden partai) sebagai calon menteri. Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai presiden partai dan digantikan oleh Hidayat Nur Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000 Delapan partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PSII 1905) menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid Al-Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945.

Akibat UU Pemilu Nomor 3 Tahun 1999 tentang syarat berlakunya batas minimum keikut sertaan parpol pada pemilu selanjutnya (electoral threshold) dua persen, maka PK harus merubah namanya untuk dapat ikut kembali di Pemilu berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (setingkat Propinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat Kabupaten/Kota). Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya. Dengan


(43)

42

penggabungan ini maka PK (Partai Keadilan) resmi berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).

Setelah Pemilu 2004, Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang sedang menjabat) kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009 dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiringterpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2005-2010. Seperti Nurmahmudi Isma'il dan Hidayat Nur Wahid disaat Tifatul Sembiring dipercaya oleh Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia ke 6 sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Maka estafet kepemimpinan pun berpindah ke Luthfi Hasan Ishaq sebagai pjs Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro PKS II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan Ishaq terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2010-2015.22

21.1. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan

Berkenaan dengan PKS di Kota Medan maka ada satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa perjuangan PKS merupakan kelanjutan perjuangan dari Partai Keadilan (PK). Dengan demikian sejarah berdirinya PKS di Kota Medan didahului dengan berdirinya Partai Keadilan yang dideklarasikam pada tanggal 10 Oktober 1998 di Asrama Haji Medan oleh beberapa anggota inti partai yakni Muhammad Nun, Sigit Pranomo Asri, dan FE. Astimen, dimana masa mejelang lahirnya partai ini beberapa aktivis dakwah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia melakukan polling dan musyawarah


(44)

43

serta menghasilkan persetujuan untuk melanjutkan perjuangan dakwah Islam melalui wadah partai23

2.2.Visi Dan Misi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

2.2.1. Visi Partai Keadilan Sejahtera

Masyarakat Madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong-royong menjaga kedaulatan Negara. Pengertian genuin dari masyarakat madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang merealisasikan Ukhuwwah Islamiyyah (ikatan keislaman), Ukhuwwah Wathaniyyah (ikatan kebangsaan) dan Ukhuwwah Basyariyyah (ikatan kemanusiaan), dalam bingkai NKRI.

Perjuangan untuk mewujudkan masyarakat madani, baik secara struktural maupun kultural, sebagai bagian dari dakwah dalam maknanya yang historik, positif dan obyektif bagi umat Islam dalam bingkai NKRI adalah bagian dari upaya merealisasikan tujuan didirikannya PK Sejahtera sebagaimana dicantumkan dalam Anggaran Dasar PK Sejahtera. Masyarakat Madani sebagai warisan Sunnah Nabawiyah adalah komunitas yang hadir melalui perjuangan yang dipimpin langsung Rasulullah Saw dengan bingkai Piagam Madinah. Piagam Madinah diakui oleh para para pakar studi Islam dari kalangan Muslim atau Non-Muslim sebagai konstitusi tertua di dunia yang sangat modern dan menghadirkan fakta historis tentang pengelolaan negara berbasiskan pada prinsip hukum, moral, dan gotong-royong menjaga kedaulatan negara. Piagam itu juga menghormati


(45)

44

pluralitas dan merealisasikan Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Basyariyyah sekaligus.

Sebagai basis lain berdirinya Masyarakat Madani, Rasulullah telah menegaskan pentingnya melaksanakan nilai-nilai fundamental yang disampaikan secara terbuka, ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanah Madinah sesudah hijrah dari kota Mekkah. Nilai-nilai itu bisa disebut sebagai “Manifesto berdirinya Masyarakat Madani” yang antara lain menetapkan: prinsip memanusiakan manusia dan melibatkan mereka secara keseluruhan dalam risalah dakwah, apapun latar belakangnya; ajakan untuk menyebarluaskan budaya hidup yang aman dan damai; mengokohkan sikap solidaritas sosial dan menguatkan semangat silaturrahim; serta mewujudkan manusia yang seutuhnya dengan menguatkan kedekatan kepada Allah Swt. Aktualisasi nilai-nilai fundamental itu menjadi dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara sangatlah positif, bahkan terbukti dalam sejarah Indonesia telah berhasil menggelorakan semangat umat Islam untuk terlibat aktif menghadirkan kebangkitan nasional dengan puncaknya Proklamasi Kemerdekaan NKRI (1945) dan selanjutnya hadir gelombang Reformasi (1998).

Islam memang telah masuk ke Indonesia secara damai sejak abad pertama Hijriyah, dan berinteraksi secara dinamis, konstruktif dan positif dengan beragam realita yang sudah ada di Nusantara, baik ideologi, kultural, sosial budaya, profesi politik dan lainnya, dengan semangat agama dakwahnya yang Rahmatan Lil Alamiin, jadilah Islam sebagai agama yang menyebar di Seluruh Nusantara bahkan menjadi agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia pun telah mencatat berdirinya


(46)

45

beragam kerajaankerajaan Islam dan hadirnya budaya dan tradisi ke-Islam-an yang tetap hidup dan bahkan menjadi kontribusi yang cerdas sampai hari ini sekalipun.

Islamisasi secara kultural seperti tersebut di atas juga mempunyai pijakan historiknya dalam konteks Indonesia, seperti hadirnya wayang, batik, maupun ragam budaya yang diwariskan oleh para Wali Songo. Ia adalah pengejawantahan kongkret dari Syumuliyyatul Islam dan risalahnya yang Rahmatan Lil Alamin. Karenya agenda ini tentu tidak dimaksudkan untuk menghadirkan konflik budaya apalagi pembenaran terhadap stigma Islam yang dihubungkan dengan ke-Arab-an apalagi terorisme.

Sementara itu Islamisasi secara struktural dilakukan melalui jalur politik. Islam memang tidak dapat dipisahkan dari politik sebagai bentuk dari pengamalan Syuro, serta Amar Ma’ruf Nahi Munkar, memperjuangkan keadilan, mengkoreksi kezhaliman dan mendakwahkan amal sholeh. Politik berguna untuk mendekatkan perjuangan kaum Muslimin dalam menjalankan kehidupan serta mendakwahkan kebudayaannya serta solusi-solusi kreatif yang dimilikinya agar mereka dapat mewujudkan nilai-nilai Islami itu sesudah pada tingkat kehidupan individual, keluarga, agar ajaran agama dapat terwujud juga pada lingkungan masyarakat, organisasi bahkan pada penyelenggaraan kehidupan bernegara. Baik melalui aktifitas kontrol, maupun Legislasi dengan membuat undangundang, peraturan pemerintah maupun kebijakan publik lainnya. Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam yang menerapkan Syariah atau negara sekuler yang menolak Syariah, tapi yang kita inginkan adalah negara Indonesia yang merealisasikan ajaran agama yang menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan universal, melalui perjuangan konstitusional dan demokratis, agar dapat hadirlah Masyarakat Madani yang dicitakan itu.


(47)

46

Memisahkan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia dari keterlibatan dalam kehidupan berpolitik dan bernegara adalah hal yang mustahil dan absurd bahkan ahistoric, bahkan tidak sesuai dengan prinsip dasar berdemokrasi konstitusional seperti yang tertera di dalam UUD NRI 1945. Karenanya wajar saja bila pada masa awal pembentukan NKRI ini, Bung Karno telah dengan tegas mempersilahkan umat Islam untuk memperjuangkan ideologi dan aspirasinya melalui lembaga Parlemen. Dan umat pun memang telah dan akan terus secara rasional-objektif-konstitusional berjuang melalui jalur politik sehingga dapat turut serta menghadirkan kemerdekaan Republik Indonesia, menggagalkan kudeta PKI yang akan menggantikan ideologi negara dengan Komunisme, dan kemudian turut menghadirkan era Reformasi dan lain-lain.

Agar Masyarakat Madani dapat diwujudkan, dan karenanya umat pun dapat melaksanakan ajaran agama dan menghadirkan Syariah Islam yang Rahmatan Lil Alamin, sangat penting untuk merujuk pada faktor-faktor utama yang dulu menjadi pilar kokoh dan telah sukses menghadirkan Masyarakat Madani seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang secara positif dan konstruktif menerima dan menghormati asas pluralitas baik karena faktor suku, agama, asal-usul maupun profesi untuk disinergikan bagi hadirnya masyarakat yang saling menghormati, saling menguatkan, gotongroyong dan bersatu padu bela kedaulatan negara, menegakkan hukum, menjunjung moralitas, menghadirkan masyarakat yang dinamis dan bersemangat untuk silaturrahim dan ber-ta’awun untuk mewujudkan Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Basyariyyah, kemudian mengaktualisasikannya dalam konteks Keindonesiaan kontemporer dengan segala peluang dan tantangannya. Karenanya perjuangan Islamisasi secara struktural tetap harus menghadirkan alternatif solusi yang


(48)

47

lebih baik dan sikap adil dan bijaksana terhadap non-Muslim maupun yang berbeda latar organisasi politik dengan PK Sejahtera, serta mengacu pada prinsip konstitusional, proporsional dan demokratis, agar hadirlah hasil perjuangan yang betul-betul dapat merealisasikan cita-cita berdirinya NKRI dan hadirnya era Reformasi.

PK Sejahtera sebagai Partai Dakwah akan berjuang secara konstitusional, baik dalam lingkup kultural maupun struktural, dengan memaksimalkan peran berpolitiknya demi terwujudnya Masyarakat Madani dalam bingkai NKRI. Caranya, dengan mempercepat realisasi target PK Sejahtera dari “partai kader” menjadi “partai kader berbasis massa yang kokoh”, agar dapat memberdayakan komponen mayoritas bangsa Indonesia, yaitu kalangan perempuan, generasi muda, petani, buruh, nelayan dan pedagang. Melalui musyarakah (partisipasi politik) yang aktif seperti itu akan hadir pemimpin negeri serta wakil rakyat yang betul-betul bersih, peduli dan profesional, sehingga bangsa dan rakyat Indonesia dapat menikmati karunia Allah berwujud NKRI yang maju dan makmur. Partisipasi politik secara sinergis dapat merealisasikan tugas ibadah, fungsi khalifah dan memakmurkan kehidupan, sehingga tampil kekuatan baru untuk membangun Indonesia menjadi negeri yang relijius, sejahtera, aman, adil, berdaulat dan bermartabat.

Adil adalah kondisi dimana entitas dan kualitas kehidupan baik pembangunan politik, ekonomi, hukum, dan sosial-budaya ditempatkan secara proporsional dalam ukuran yang pas dan seimbang, tidak melewati batas. Itulah sikap moderat, suatu keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem: mengurangi dan melebihi (ifrath dan tafrith).


(49)

48

Islam memandang nilai keadilan dan HAM melekat dengan penciptaan manusia. Keadilan adalah nilai yang bersifat intrinsik, baik dalam struktur ataupun perilaku manusia. Tuhan Yang Mahakuasa menciptakan manusia dalam keadaan adil dan seimbang. Semenetara itu, Islam ditegaskan sebagai agama fitrah kemanusiaan. Situasi-situasi psikis dan sosiologis manusia, sesuai dengan fitrahnya, memerlukan nilai-nilai keadilan. Sebab, dengan tegaknya keadilan di tengah-tengah situasi kemanusiaannya, setiap individu dapat memerankan dirinya sebagai makhluk moral yang merdeka dalam memilih dan berkehendak. Selain itu, keadilan menjadi tonggak utama bangunan masyarakat, apapun agama dan keyakinan yang mereka anut.

Wujud konkret nilai-nilai keadilan pada dalam aspek kemanusiaan adalah sikap "pertengahan" yang telah menjadi salah satu kekhususan umat Islam dan telah menjadi karakteristik metodologi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Para cendekiawan muslim melukiskan sikap itu dengan istilah moderasi, suatu keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem. Keseimbangan hidup merupakan buah dari kemampuan seseorang dalam memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad). Itulah pangkal kesejahteraan dalam maknanya yang sejati. Kesejahteraan paripurna akan melahirkan kebahagiaan hakiki. Itu sebabnya keseimbangan yang sempurna di antara kualitas-kualitas moral yang tampak bertentangan hanya mungkin diwujudkan dengan keadilan, sesuai dengan makna asasi keadilan ('adalah) yang berasal dari akar yang sama dengan kata keseimbangan (i`tidal). Oleh sebab itu, para ulama menegaskan nilai keadilan sebagai kebaikan yang paling sempurna.

Posisi keadilan dalam kehidupan manusia dan alam semesta amat fundamental. Sebuah hadits Nabi Saw menyebutkan: ”Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil itu


(50)

49

kelak di sisi Allah Swt berada di atas mimbar-mimbar cahaya. Yaitu, mereka yang bertindak adil dalam pemerintahan, terhadap keluarga, dan terhadap bawahan mereka.” Konsekuensinya, setiap ketidakadilan dan kezaliman harus dipandang sebagai tindakan dosa dan kejahatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Kezaliman itu kegelapan, sedangkan keadilan itu cahaya. Maka, kewajiban menegakkan keadilan dan menumbangkan segala bentuk kezaliman, penindasan, sikap berlebih-lebihan, merugikan orang lain, kebencian, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan harus menjadi bagian dari ideologi Islam. Semangat ini harus mewarnai setiap aksi dan menjadi pola perjuangan otentik manusia sepanjang sejarahnya. Manusia, baik secara individual maupun kolektif, bertanggungjawab menegakkan keadilan dalam seluruh dimensi kehidupan.

Sejahtera secara standar berarti aman dan makmur. Aman adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari rasa takut, secara psikis sejahtera, sedangkan makmur adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari rasa lapar, secara fisik sejahtera. . Firman Allah Swt menegaskan, “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (QS, al-Nahl 16: 112).

Sejahtera mengarahkan pembangunan pada pemenuhan kebutuhan lahir dan batin, agar manusia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah. Kesejahteraan tidak mencerminkan jumlah alat pemenuhan kebutuhan, tetapi keseimbangan antara kebutuhan dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam artinya


(51)

50

yang sejati adalah keseimbangan hidup yang merupakan buah dari kemampuan seseorang memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad). Kesejahteraan seperti itu yang akan melahirkan kebahagiaan hakiki bagi bangsa Indonesia.

Kesejahteraan menuntut pengelolaan ekonomi berbasis sektor riil yang menitikberatkan pada kesempatan berusaha di sektor riil bukan semata sektor finansial. Prinsip itu menyetarakan peran kapital (modal) dan usaha (buruh) serta berbasis ekonomi pasar yang memberi kesempatan berkompetisi secara adil. Ekonomi berkeadilan yang mencitakan kesejahteraan untuk semua warga akan terlepas dari penyimpangan moral (moral hazard) akibat tindak kezaliman terhadap sesama manusia maupun tindakan eksploitatif yang merusak alam. Hanya dengan sistem perekonomian yang berkeadilan terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) yang menjamin kesetaraan sosial (social equity), kelestarian lingkungan (environmental prudence), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Semua itu tidak lain merupakan cita-cita bersama umat manusia sedunia (Our Common Future, World Comittee for Environment and Development, United Nation, 1987).

Ekonomi yang maju ialah kondisi yang dibangun di atas kesadaran adanya misi peradaban untuk kesejahteraan manusia. Dalam konteks ini, keterpeliharaan moralitas manusia, baik secara individual maupun kolektif, keseimbangan kemajuan ekonomi, kemandirian, kesatuan ekonomi nasional, dan kelestarian alam semesta menjadi patokan utama pembangunan bangsa. Oleh karena itu, di tengah dinamika meraih kemajuan ekonomi, maka penyimpangan etika, perilaku eksploitatif, konsumtivisme, dan hedonistik-materialistik harus dapat diminimalisasi. Karena, pembangunan ditujukan


(52)

51

bukan untuk kemajuan materi saja, melainkan juga demi tetap terpeliharanya sifat asasi dan martabat seluruh manusia. Pada titik itu, kemajuan ekonomi harus benarbenar dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa, bahkan umat manusia, secara adil.

Atas dasar itu perlu ditegakkan prinsip penyatuan moralitas dan etik dalam seluruh aktivitas ekonomi guna meminimalisasi, bahkan menghilangkan, berbagai bentuk kezaliman. Memprioritaskan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama harus dilakukan di atas keuntungan pribadi dan kelompok, guna menjamin hak-hak ekonomi semua pihak dan menghindari dominasi satu pihak terhadap pihak lain. Pengutamaan ini harus menjadi kebijakan yang dipatuhi bersama.

Bermartabat menuntut bangsa Indonesia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mampu menampilkan dirinya, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, maupun budaya secara elegan sehingga memunculkan penghormatan dan kekaguman dari bangsa lain.

Martabat muncul dari akhlak dan budi pekerti yang baik, mentalitas, etos kerja dan akhirnya bermuara pada produktivitas dan kreativitas. Kreativitas bangsa yang tinggi dapat mewujud dalam karya-karya adiluhung dalam berbagai bidang yang tak ternilai. Dari sana muncul rasa bangga pada diri sendiri dan penghormatan dari bangsa lain. Martabat memunculkan rasa percaya diri yang memungkinkan kita berdiri sama tegak, dan tidak didikte oleh bangsa lain.

Untuk itu semua warga negara dapat mengambil peran dalam membangun negara sehingga menjadi masyarakat madani berdaya dan berkeadilan, masyarakat yang tidak mudah dipatronisasi oleh kekuatan manapun. Sebab, kehidupan sosial manusia di muka


(53)

52

bumi akan lebih tertata dengan sistem sosial yang berkeadilan walau masih disertai suatu perbuatan dosa, daripada dengan sistem tirani yang zalim. Kewajiban individu untuk menegakkan keadilan harus dipandang sebagai prosedur regulatif bagi tindakan sosial dan etik, sehingga akhirnya menghasilkan keadilan sosial yang efek kebaikannya akan dirasakan bersama.

Substansi keadilan sosial ialah terciptanya suatu masyarakat yang di dalamnya tidak ada lagi pihak yang dinafikan kebutuhan dasarnya. Setiap individu mendapat hak-hak sosialnya secara penuh dan utuh, memperoleh jaminan sosial secara proporsional, serta manfaat dari sumber-sumber daya alam dan kekayaan negara dapat dinikmati oleh semua elemen masyarakat. Dalam waktu yang sama ia harus melaksanakan segala sesuatu yang menjadi tanggungjawab sosialnya dalam rangka merealisasikan keadilan menyeluruh dalam kehidupan. Hak-hak ini merangkumi semua hak-hak individual dan sosial manusia Indonesia yang bermartabat.

Tegaknya keadilan sosial akan mewujudkan masyarakat yang egaliter dan menghargai orang berdasarkan keutamaan dan prestasinya, bukan pada etnisitas, entitas, keturunan, dan faktor bawaan lainnya. Oleh sebab pluralitas kebudayaan merupakan realitas yang melekat dalam sebuah bangsa, masyarakat, atau komunitas, maka perlu kearifan dalam memandang dan menyikapnya. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berlaku adil kepada setiap komunitas atau bangsa dengan cara menghargai kebudayaannya.

Dalam konteks Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, maka secara budaya dan agama, Islam dapat tampil memberikan model masyarakat yang bisa


(54)

53

mempertemukan nilai-nilai keislaman dengan pluralitas budaya lokal dan sekaligus aspirasi kemodernan dalam sebuah rumah besar bernama Indonesia. Hal itu mensyaratkan pandangan keagamaan yang lebih menekankan aspek substansial yang universal daripada simbolik, dan tumbuhnya sikap saling menghargai serta kearifan di kalangan masyarakat. Dalam kerangka itulah kita memandang dan menyikapi pluralitas kebudayaan hingga pada akhirnya dapat memperkaya kebudayaan nasional menjadi satu sistem yang indah, efektif, dan saling bersinergi. Pluralitas sebagai karunia Tuhan, baik itu terkait dengan ras, budaya maupun profesi, seharusnya dilihat sebagai suatu kekayaan yang patut dikelola dengan penuh keadilan bagi bangsa yang bermartabat.

Semua itu adalah kondisi yang kita citakan sekaligus, kondisi kehidupan berdakwah yang diharapkan, yang bermuara pada terjaminnya manusia dalam memenuhi lima kebutuhan primer hidupnya, yakni perlindungan atas: agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Itulah masyarakat Indonesia yang relijius, masyarakat madani, yang seluruh komponennya bekerja sama dalam kebaikan, tolong-menolong dalam mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan keimanan. Masyarakat yang adil, sejahtera dan bermartabat, yang melindungi warganya, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut menjaga ketertiban dunia. Suatu masyarakat dan bangsa yang dapat berdampingan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, masyarakat dengan budaya khas takwa. Indonesia yang kita citakan adalah masyarakat yang hidup penuh dengan kasih-sayang, yang muda menghormati yang tua, yang tua menghargai yang muda, lakilaki bahu membahu dengan perempuan, dalam pluralitas kebudayaan.


(1)

114

3. Adanya proses rekrutmen calon legislatif dengan sistem penjenjangan dari bawah (bottom up) yang dilakukan PKS dalam sebuah kelompok kecil pengajian yang kemudian kelompok pengajian ini mengajukan calon legislatif yang mereka anggap berkompeten dan layak, selanjutnya rekomendasi tersebut di rumuskan ditingkat DPD selanjutnya diproses ditingkat DPW dan disahkan di tingkat DPP. 4. Sosialisasi politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada pemilu legislatif 2009

lebih banyak dilaksanakan oleh kegiatan kader-kader PKS dalam untuk mensosialisasikan dalam bentuk turun langsung ke rumah-rumah masyarakat (dortodor) untuk menjual produk PKS dalam artian meyakinkan adanya kader PKS ikut dalam proses pemilu legislatif dan peran calon legislatif tidak begitu signifikan.

5. Sosialisasi Politik yang dilakukan PKS pada pemilu legislatif 2009 lebih banyak dilakukan dibasis masyarakat islam. Misalnya dengan daurah perempuan yang dilaksanakan di rumah-rumah anggota-anggota DPC. Dan bentuk pengajian-pengajian dakwah yang dilakukan di measjid-mesjid.

6. Proses sosialisasi politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada pemilu legislative 2009 adalah merupakan bentuk penginternalisasian ideologi partai kepada masyarakat dan meyakinkan masyarakat untuk memilih PKS sebagai pilihan dalam pemilu.

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tentang Sosialisasi Politik Partai Keadilan sejahtera (PKS) Kota Medan pada Pemilu legislatif 2009 dapat dikatakan bahwa Sosialisasi politik partai politik sebelum pemilihan umum adalah merupakan proses politik yang penting yang dapat mempengaruhi prilaku politik masyarakat.


(2)

115

Sehingga peranan partai politik sangat dibutuhkan dalam proses kampanye untuk meyakinkan pilihan masyarakat terhadap Paratai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan menyampaikan visi dan misi partai.

Pada zaman modrenisasi ini masyarakat telah banyak mengetahui demokrasi yang sesungguhnya dalam kehidupan berpartai politik. Sehingga untuk saat ini masyarakat membutuhkan pemimpin yang bertanggung jawab dan mampu memberikan solusi cerdas terhadap perubahan masyarakat yang adil sejahtera dan memiliki pendidikan yang dapat memajukan kehidupan bernegara di republik Indonesia ini. Partai yang berkualitas adalah partai yang memperjuangkan aspirasi konstituennya di parlemen dan memberikan perubahan yang positif.

Menurut penulis setelah mengadakan penelitian di DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Medan, penulis dapat menilai bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah sukses melaksanakan proses Sosialisasi politik terhadap masyarakat pemilih di Kota Medan pada pemilihan legislatif 2009.

4.2. Saran.

Sosialisasi Politik adalah kesempatan bagi partai politik peserta pemilu untuk memaparkan segala program atau memperkenalkan calon-calon legislatif kepada masyarakat luas dengan harapan dapat menarik simpati masyarakat dan menjatuhkan pilihan pada satu partai tertentu. Karenanya, seluruh parpol yang ada terlihat begitu antusias dengan berbagai cara mereka berusaha untuk merebut simpati masyarakat.

Oleh karena itu dalam hal ini calon partai PAN yang telah terpilih di badan Dewan Perwakilan DPR pusat atau DPRD akan melaksanakan janji politiknya sesuai


(3)

116

dengan apa yang disampaikan pada Sosialisasi Politik. Sehingga demikian Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan menjadi partai yang dihargai dan menjadi pilihan masyarakat didalam setiap pesta demokrasi ataupun dalam pemilihan umum.

Dengan demikian Partai Keadilam Sejahtera (PKS) akan menjadi partai lebih besar dan lebih diperhitungkan dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sosialisasi politik yang baik adalah apabila sosialisasi politik itu direalisasikan terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


(4)

117

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arsip Dewan Pemimpinan Daerah Partai Keadilan Sejahtera Kota medan

Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial, Surabaya Airlangga University Press, 2001

Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008

Furchan, Arief, Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya : Usaha Nasional, 1992

Hassan,L, Sahar, Kuat Sukardiyono, Dadi M.H.Basri, Memilih Partai Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998

Khoirudin, Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004

Kartono, Kartini, Pendidikan Politik Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa, Mandar Maju: Bandung, 1996

Mariana, Paskarina, demokrasi dan Politik Desentralisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008 Majelis Pertimbangan Pusat PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan

Sejahtera, Jakarta: 2007

Pamungkas, Sigit, Partai Politik Teori Dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta, Institute For Democracy and Welfarism, 2011

Pradhanawati, Ari, Pemilihan Umum Secara langsung, Jakarta: KOMPI, 2005 Sitepu, Antonius, Sisitem Politik Indonesia, Medan: Fisip USU, 2002

Mahmud, Ali Abdul Hakim, Perangkat-Perangkat Tarbyah Ikhwanul Muslimin, Solo: Era Intermedia, 1999

Winarno, Budi, Sitem Politik Indonesia Era Reformasi, Yogayakarta : MedPress (anggota IKAPI), 2008


(5)

118 Situs Internet:

November 2012)

(SosialisasiI Politik Dan

Perubahan) Diakses Selasa Tanggal 6 November 2012 pukul 21 00 WIB

selasa pukul 21.05

2012


(6)

119

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Pedoman Wawancara

1.1. Pedoman Wawancara Untuk Sosialisasi DPD PKS Kota Medan

1. Adakah pola sosialisasi politik yang digunakan DPD PKS Kota Medan pada pemilu legislatif 2009?

2. Apa saja pola sosialisasi politik DPD PKS Kota Medan tersebut? 3. Apa saja bentuk-bentuk kegiatan sosialisasi politik PKS Kota Medan? 4. Adakah mekanisme PKS dalam merekrut dan menentukan calon legislatif? 5. seperti apa mekanismenya?

6. Apa saja kegiatan yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Medan dalam mensosialisasikan calon legislatifnya?

Lampiran 2 Wawancara:

Wawancara dengan Khairul Anwar Hsb. SH, Ketua Bidang Humas DPD PKS Kota Medan, Selasa 15 Januari 2013, di kantor Sekretaria DPD PKS Kota Medan.

Wawancara dengan H. Salman Alfarizi Ls.MA, Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, Senin 14 Januari 2013, di kantor DPRD Medan Fraksi PKS