BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan diri agar kebutuhan yang ada dapat terpenuhi dan tidak ketinggalan zaman.
Begitu pula dalam bidang pendidikan, sistem pendidikan di negara ini seharusnya berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan yang terjadi,
dimana setiap anak dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhan, kondisi, kemampuan, dan minat serta kecepatannya .
Dalam Undang-Undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis secara bertanggung jawab”.
1
Jelas sekali Undang-Undang tersebut menjabarkan untuk mengembangkan potensi kecerdasan dan bakat yang dimiliki peserta didik secara khusus dan
optimal. Anak bangsa adalah aset berharga untuk negeri ini, ketika kita
mengabaikan potensi yang dimilikinya maka secara tidak langsung kita telah menyia-nyiakan aset masa depan negeri ini. Maka sudah seharusnya setiap
anak memperoleh pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, khususnya untuk anak-anak luar biasa atau yang memiliki kelainan.
1
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, h. 8-9.
1
Menurut Utami Munandar, “anak luar biasa atau anak berkelainan ini menyangkut semua golongan anak berkelainan, baik yang menyimpang ke
bawah maupun yang menyimpang ke atas”.
2
Kita akan selalu menemukan perbedaan dalam diri peserta didik, baik itu perbedaan bakat, minat maupun perbedaan kemampuan intelektual. Sehingga
perlu adanya suatu kebijakan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi agar dapat lebih maju dan
berkembang dibandingkan siswa yang lainnya. Peserta didik cerdas istimewa sebenarnya sama dengan peserta didik yang
mengalami gangguan dalam penglihatan, pendengaran maupun gangguan belajar lainnya. Kondisi anak seperti ini tentunya tidak bisa disamaratakan
dengan kondisi peserta didik pada umumnya, mereka membutuhkan bantuan pembelajaran melalui pelayanan pendidikan khusus agar dapat memaksimalkan
potensi yang dimilikinya. Dalam suatu kasus, ditemui seorang siswa yang selalu mengganggu
teman-teman lainnya dan membuat kegaduhan di dalam kelas ketika pelajaran berlangsung. Anak tersebut mengaku bosan dengan pelajaran yang ada di
kelasnya, karena ia merasa telah menguasai materi tersebut dengan sangat baik. Begitulah jadinya ketika si anak cerdas dan berbakat istimewa tidak
ditempatkan pada tempat yang tepat. Ia akan menganggap sekolah sebagai tempat yang sangat membosankan bahkan kemungkinan terburuknya ialah
mereka merasa malas sehingga potensi cemerlang yang dimilikinya akan terabaikan sia-sia.
Utami Munandar menyatakan bahwa, “kemajuan suatu kebudayaan tergantung dari bagaimana kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan
memanfaatkan sumber daya manusianya. Hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota-anggota masyarakatnya”.
3
Menanggapi fenomena tersebut pemerintah Indonesia memberikan jaminan pelayanan pendidikan untuk anak cerdas istimewa yang tertuang
2
S. C. Utami Munandar, Pemanduan Anak Berbakat, Jakarta: Rajawali, 1982, h. 1.
3
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: PT. Gramedia, 1985, h. 23.
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 4 yang berbunyi “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus”. lebih lanjut lagi pada Bab V Pasal 12 ayat 1 ditegaskan bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya f menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan
kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan”.
4
Perhatian khusus tersebut tidak dimaksudkan melakukan diskriminasi, melainkan memberikan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
peserta didik, dimana mereka harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional dan spiritualnya. Berdasarkan
keputusan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 135 ayat 2
menyebutkan bahwa “Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa dapat berupa: a. program
percepatan akselerasi; danatau b. program pengayaan”. Disebutkan dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan bahwa “Program
akselerasi memiliki muatan positif pada pendidikan secara umum. Karena menawarkan suatu diferensiasi model pendidikan dengan menempatkan anak
didik sesuai kemampuannya”.
5
Dengan kata lain, melalui program akselerasi ini peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual tinggi serta kompetensi
di atas rata-rata dapat berkembang dan terfasilitasi semaksimal mungkin. Melalui program akselerasi, peserta didik dapat menempuh masa belajar di
sekolah dasar sekitar lima tahun, di sekolah menengah pertama dua tahun, dan di sekolah menengah atas dua tahun. Peserta didik dalam usia 10 tahun sudah
dapat menyelesaikan sekolah dasar, 12 tahun lulus SMP, dan 14 atau 15 tahun lulus SMA, sehingga dalam usia kurang dari 20 tahun sudah merasakan gelar
4
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, h. 10.
5
T. Rusman Nulhakim, “Program Akselerasi bagi Siswa Berbakat Akademik”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2008, h. 928.
sarjana. Lebih baik lagi mungkin sudah memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak. Program ini diharapkan dapat mendongkrak kualitas
SDM secara lebih cepat, tepat waktu dan tepat sasaran.
6
Namun, adanya program akselerasi dalam dunia pendidikan masih menimbulkan pro dan kontra dari beberapa kelompok. Pihak yang menolak
adanya program akselerasi ini beranggapan bahwa program akselerasi tidak tepat dalam upaya akomodasi anak-anak cerdas istimewa, adanya program ini
hanya akan menimbulkan problem sosial dan emosional saja. Pihak yang setuju dengan adanya program ini membantahnya dengan mengatakan bahwa
program akselerasi tidak akan menimbulkan masalah pada perkembangan sosial dan emosional siswa apabila dalam pelaksanaan programnya dirancang
secara matang. Pengelolaan program akselerasi berbeda dengan pengelolaan kelas regular.
Dimana siswa dalam kelas akselerasi memiliki kemampuan lebih di banding siswa kelas regular yang menekankan perkembangan kreatif dan proses
berpikir tinggi. Jika objek dari program ini adalah anak-anak yang berkemampuan luar biasa sudah tentu program ini juga membutuhkan tenaga
pendidik yang handal dan profesional. Merancang pelaksanaan program akselerasi dapat dimulai dari tahapan
perencanaan sumber daya manusia yang terlibat dalam program ini. Peran sumber daya manusia dalam setiap kegiatan instansi pendidikan menempati
posisi utama, karena walaupun sekolah tersebut memiliki gedung yang mewah, letak yang strategis dan didukung dengan sarana prasarana pendidikan
berkualitas, tetapi tidak didukung dengan sumber daya manusia yang handal dalam mengelola setiap kegiatan dan sumber daya material yang ada, maka
tujuan pendidikan pun tidak akan terselesaikan dengan baik. Dr. Darsono P., SE, SF, MA, MM. dan Tjatjuk Siswandoko, SE, MM.
mengatakan: “SDM mempunyai peranan sentral dalam suatu organisasi. Tanpa SDM yang profesional, sasaran kerja tidak dapat dicapai walaupun alat
kerjanya canggih. Oleh sebab itu suatu organisasi harus memiliki strategi,
6
H. E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, Cet. II, h. 94.
kebijakan, dan program kerja yang sesuai dengan kemampuan SDM untuk mengoperasikan alat kerja untuk mencapai sasaran kerja”.
7
Sumber Daya Manusia SDM yang dilibatkan dalam program akselerasi dibutuhkan lebih dari sekedar guru pendidikan anak berbakat. Berikut ini
dijelaskan oleh Prof. Dr. T. Raka Joni mengenai siapa saja yang dibutuhan dalam program pembinaan anak berbakat yang dilakukan di sistem
persekolahan: 1. Guru-guru di lembaga pendidikan biasa, merupakan mata rantai penting di
dalam identifikasi dan pembinaan anak berbakat. Para guru inilah yang justru berada paling depan, setelah orang tua, yang karena tugasnya bergaul
dengan anak-anak dari hari ke hari sehingga mereka pulalah yang pertama- tama memperoleh kesempatan untuk menyaksikan percikan-percikan bakat
unggul yang dimaksud. Tentu saja hal ini akan demikian apabila, sebagaimana para pendulang intan, para guru itu diperlengkapi dengan
peralatan minimal untuk mengidentifikasi dan membina bakat-bakat khusus yang sesekali muncul di kelas masing-masing.
2. Para administrator di sekolah maupun di kanwil, merupakan lapisan kedua personal pendidikan persekolahan yang dapat membantu atau
menggagalkan usaha penjaringan serta pembinaan bakat di sekolah. Administrator yang secara kaku mengikuti aksara petunjuk dan pedoman
pengelolaan seringkali juga sekaligus menutup kesempatan bagi guru dan siswa untuk menunjukkan yang lebih baik yang mereka mampu kerjakan.
3. Guru-guru khusus pendidikan anak berbakat, yang diserahi membina program-program layanan khusus bagi pembinaan bakat. Guru-guru khusus
inilah yang harus disoroti persyaratan serta cara penyiapannya.
8
Memperoleh sumber daya manusia yang tepat dapat direalisasikan dengan menerapkan proses seleksi. Namun sebelumnya harus ditentukan beberapa
kriteria khusus. Kriteria-kriteria tersebut harus mengacu pada pedoman yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Depdiknas. Misalnya kriteria untuk siswa program akselerasi: “Siswa yang diterima dalam program akselerasi harus benar-benar memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa sesuai dengan berbagai kriteria yang ditetapkan
7
Darsono P. dan Tjatjuk Siswandoko, Manajemen Sumber Daya Manusia Abad 21, Jakarta: Nusantara Consulting, 2011, h. 39.
8
T. Raka Joni, “Seleksi dan Penyiapan Guru Bagi Pendidikan Anak Berbakat”, dalam S. C. Utami Munandar ed., Anak-Anak Berbakat Pembinaan dan Pendidikannya, Jakarta: CV.
Rajawali, Cet. II, h. 64-65.
berdasarkan aspek persyaratan: 1 informasi data objektif, 2 informasi data subjektif, 3 kesehatan fisik, 4 kesediaan calon siswa dan orang tua”.
9
Adanya seleksi penerimaan siswa baru tersebut agar dapat memenuhi standar peserta didik program akselerasi, adapun dalam proses seleksi calon
siswa baru program akselerasi diharuskan mengikuti sejumlah tes yang telah ditetapkan. Dalam hal ini pihak sekolah harus mampu melaksanakan strategi-
strategi yang tepat dan benar agar pelaksanaan seleksi dapat berjalan sesuai harapan dan tujuan yang diinginkan.
Setelah didapatkan siswa yang unggul dan tepat untuk menempati kelas akselerasi, sekolah juga perlu melakukan hal-hal yang sifatnya dapat
mengembangkan potensi awal yang mereka miliki yaitu dengan menyediakan tenaga pendidik yang qualified. Sehingga seleksi juga perlu diterapkan pada
pemilihan guru untuk program akselerasi, rutinnya pertemuan antara guru dan siswa membuat seorang guru program akselerasi juga harus memiliki
kemampuan yang luar biasa dalam mendidik dan mengarahkan anak cerdas dan berbakat istimewa ini. Seperti yang dikatakan oleh Callagher dalam Utami
Munandar, bahwa “pokok-pokok yang paling penting dalam merancang pendidikan untuk anak berbakat ialah sebagai berikut: 1 seleksi dan training
guru, 2 penyusunan kurikulum untuk anak berbakat, dan 3 prosedur seleksi murid untuk mengidentifikasi anak berbakat”.
10
Menurut T. Hani Handoko “seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak”.
11
Tujuan dari seleksi itu sendiri adalah mencari calon yang dianggap paling tepat untuk mengisi sebuah jabatan. Dengan kata lain, tujuan seleksi tidak hanya
mencari orang yang baik tetapi juga orang yang tepat bagi jabatan tersebut. Pelaksanaan seleksi harus dilakukan secara jujur, cermat, dan obyektif
agar siswa dan guru yang diterima benar-benar qualified sehingga pembinaan, pengembangan, dan pengaturannya akan lebih mudah. Namun, proses seleksi
9
Sitiatava Rizema Putra, Panduan Pendidikan Berbasis Bakat Siswa, Jogjakarta: Diva Press, 2013, h. 214.
10
S. C. Utami Munandar, Pemanduan Anak Berbakat, Jakarta: Rajawali, 1982, h. 9.
11
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2000, Cet. XIV, h. 85.
guru jarang sekali mengemuka di lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan lebih sering menggunakan sistem kekeluargaan dibandingkan
dengan proses seleksi. Kegiatan seleksi yang tidak dilakukan dengan cermat dan teliti
memungkinkan terjadinya penerimaan guru yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, sehingga ia tidak bisa bekerja dengan
tepat. Biaya yang dikeluarkan tentunya akan lebih banyak, karena harus mengikutsertakan guru tersebut pada pelatihan-pelatihan dan pendidikan
lainnya guna memperbaiki kinerja guru tersebut. Hal terburuk yang akan terjadi adalah kekeliruan dalam pola asuh peserta didik di program akselerasi
itu sendiri. Maka dari itu, pelaksanaan seleksi harus benar-benar diaplikasikan secara teliti untuk meminimalisir kekeliruan dan perbaikan saat proses kerja.
Sering ditemui sekolah-sekolah yang berdiri atas nama yayasan yang melakukan sistem nepotisme, mereka memperkerjakan keluarga, kerabat dan
saudara sendiri dan menempatkannya menjadi guru di sekolah tersebut. Sehingga menghalangi orang luar yang mungkin memiliki kemampuan lebih
baik untuk bergabung dalam lembaga tersebut. Beberapa sekolah di Indonesia yang telah menerapkan program akselerasi
diantaranya adalah Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Labschool Rawamangun, SMA Negeri 70, Labschool Jakarta Selatan, SMP Bakti Mulya
400 , SMP Negeri 3 Tangerang Selatan, dan lain sebagainya. Sekolah yang dipilih penulis untuk menjadi objek penelitian adalah SMP Bakti Mulya 400.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa Penyelenggaraan program Akselerasi yang ditujukan untuk anak-anak cerdas dan berbakat istimewa ini
bukan hal yang mudah, karena yang akan dihadapi adalah anak yang luar biasa. Jika dalam penanganannya tidak tepat dikhawatirkan hasilnya akan berlawanan
dengan tujuan dan harapan yang diinginkan. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan Sumber Daya Manusia SDM yang profesional dan qualified
untuk menerapkan program ini. Mengacu pada pentingnya pemilihan sumber daya manusia yang tepat
dalam mensukseskan penyelenggaraan program akselerasi inilah yang
membuat penulis menetapkan sebuah judul skripsi, yaitu: “Penerapan Proses Seleksi Siswa dan Guru Program Akselerasi di SMP Bakti Mulya 400”.
B. Identifikasi Masalah