STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING DAN TIME TOKEN PADA SISWA KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

(1)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING DAN TIME TOKEN PADA SISWA KELAS

VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

OLEH FITRI MARETTA

Latar belakang dari penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar IPS Terpadu pada siswa kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar IPS Terpadu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning dan Time Token. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster random sampling. Populasi penelitian berjumlah 289 siswa dengan jumlah sampel 82 siswa. Teknik pengambilan data yaitu dengan observasi, penilaian antar teman, tes, dan portofolio. Pengujian hipotesis menggunakan uji t-test dua sampel independen. Hasil penelitian menunjukkan (1) hasil belajar sikap spiritual IPS Terpadu siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Time Token lebih tinggi dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Problem Based Learning, (2) hasil belajar sikap sosial IPS Terpadu siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Time Token lebih tinggi dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Problem Based Learning, (3) hasil belajar pengetahuan IPS Terpadu siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Time Token, (4) hasil belajar keterampilan IPS Terpadu siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Time Token.


(2)

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING DAN TIME TOKEN PADA SISWA KELAS

VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh :

FITRI MARETTA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 26 Maret 1993 dengan nama lengkap Fitri Maretta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan Bapak Budi Agung (alm) dan Ibu Khodijah, S.Sos.

Pendidikan formal yang diselesaikan penulis yaitu:

1. SD Al-Kautsar Bandar Lampung diselesaikan tahun 2005 2. SMP Negeri 29 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2008 3. SMA Negeri 5 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2011

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui Jalur Mandiri. Pada bulan Januari 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Solo, Bali, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Pada bulan Juli hingga September 2014 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Terintegrasi (KKN-KT) di SMP Negeri 1 Pugung, Tanggamus.


(7)

Persembahan

Alhamdullilahirobbialamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala

nikmat, kemudahan dan karunia yang Engkau berikan. Ku

persembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang terkasih di

hidupku

Bapak Budi Agung(alm) dan Bapak Agus Taufik dan Mama

Khodijah tercinta

Hadiah kecil untuk mereka atas cinta dan perjuangannya

membesarkanku, walaupun secarik kertas takkan mampu

membalasnya, namun semoga ini menjadi langkah awal untukku, agar

dapat membanggakan mereka

Noh, adik dan Keluarga Besarku

Sebagai rasa terima kasihku karena selalu ada untukku

Pendidikku

Pahlawan tanpa tanda jasa, ungkapan rasa terima kasih atas ilmu

yang diberikan, semoga menjadi berkah dan bermanfaat . Amin

Sahabat-sahabatku

Yang setia mendengarkan keluh kesahku, menemaniku saat suka dan

duka, memebrikan warna indah dalam hiupku.


(8)

MOTO

Barang siapa yang bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhan itu adalah untuk dirinya sendiri

(al-ankabut ayat 6)

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat kebaikan, maka jaminan bagi orang

tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun

(Ir. Soekarno)

Pengetahuan diperoleh dengan belajar, kepercayaan dengan keraguan, keahlian dengan berlatih, dan cinta

dengan mencintai (Thomas Szasz)

Sabar, Keyakinan, Kegigihan dan Doa merupakan Syarat suksesnya sebuah perjuangan

(Fitri Maretta)

Yakinlah pada dirimu dan yakinlah pada Tuhanmu (Khodijah, S.Sos)


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, petunjuk, dan kemudahanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN

MENGGUNAKNA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING DAN TIME TOKEN PADA SISWA KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015”. Shalawat beserta salam tetap tersanjung agungkan kepada Nabi kita Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam.

Selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan dan saran dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan I FKIP Unila. 3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan II FKIP Unila.

4. Bapak Drs. Muhammad Fuad, M..Hum., selaku Wakil Dekan III FKIP Unila. 5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu


(10)

dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Drs. Yon Rizal, M.Si., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta memberikan motivasi, arahan dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku pembahas yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan motivasi, arahan dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Drs. Nurdin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila yang telah membantu mengarahkan dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila, terima kasih kepada ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

11. Bapak Riyanto, selaku Kepala SMP PGRI 6 Bandar Lampung, terima kasih atas ketersediaannya memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadikan SMP PGRI 6 Bandar lampung sebagai subjek dalam penelitian skripsi ini. 12. Siswa-Siswi SMP PGRI 6 Bandar Lampung, terimakasih atas kerjasama dan

kegembiraanya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 13. Bapak ku Budi Agung (alm), Bapak ku Agus Taufik dan Mama ku Khodijah,

S.Sos tercinta. Meskipun berjuta ungkapan terimakasih tak mampu membayar perjuangan kalian dalam mendidik dan menjadikan ku manusia yang dapat berguna bagi diriku dan orang lain. Aku sangat bersyukur menjadi bagian dari


(11)

menyebutkan nama ku dalam setiap doa, tak dapat ku raih semua ini tanpa doa dan restu dari kalian. Semoga anak mu ini dapat membanggakan dan membahagian kalian. Amin.

14. Noh yang telah ikut menjagaku sampai saat ini, terimakasih untuk selalu membantu, mendukung, mendengarkan segala kisah-kisah ku dan mendoaakanku. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan Nya.

15. Adik ku terkasih Zainun Anisa, terimakasih atas kebahagian dan kejutekan yang diperbuat, itu semua menjadi warna dalam hidupku dan dalam semangat ku menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita selalu di lindungi dan di berkahi umur yang panjang dan diberi rezeki yang berlimpah oleh Allah SWT.

16. Keluarga besar ku, di Kalianda yang mendukung dan mendoakan ku.

17. Perempuan-perempuan gigih yang selalu menemani dan mendengarkan keluh kesahku, Dyanti Mahrunisya, Lisa Mallesa, Shindi Karina Putri, dan Yessy Yolanda yang menjadi sahabat perjuangan menempuh kesuksesan.

18. Perempuan mandiri yang menemaniku berjuang di Pendidikan Ekonomi, Isra Selvy Roulina.

19. Sahabat Sukarame yang selalu mendukung dan memberikan kecerian serta menemani ku saat kegalauan melanda, Ega Sabrina Loventia, Ellen Willy C. dan Miranti Dwi Saputri.

20. “Sekawan” yang menjadi tempat kembali menjadi pribadi yang sesungguhnya, Anggi, Atikah, Cita, Ayu, Yetti, Ajel, Hiday, Shella dan Vina. Terimakasih atas pengalaman luar biasa yang kalian berikan.


(12)

Henitya, Dita, Dina, Rika dan Rinda.

22. Teman-teman seluruh angkatan 2011 Ganjil dan Genap, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Semoga cerita kita di masa kuliah menjadi cerita yang sukar untuk dilupakan, dan semoga kelak kita dapat berkumpul lagi dalam keadaan sukses, amin.

23. Kakak tingkat semuanya tanpa terkecuali terima kasih atas semua bantuan dan motivasinya, terkhusus untuk ka Dani yang telah memberikan masukan dan informasi dalam penyelesaian skripsi ini serta adik-adik tingkatku.

24. Teman-teman KKN-KT , yang memberikan warna baru dalam hidupku, Shindi, Rianti, Rora, Mbak iim, Fretty, Ratih, Ansori dan Koko.

25. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan dan do’a yang diberikan kepada penulis mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 11

1.4 Rumusan Masalah ... 12

1.5 Tujuan Penelitian ... 12

1.6 Kegunaan Penelitian ... 13

1.7 Ruang Lingkup Penelitian... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 16

2.1.1 Belajar dan Hasil Belajar ... 16

2.1.2 Ranah Afektif ... 25

2.1.3 Ranah Kognitif ... 28

2.1.4 Ranah Psikomotorik ... 29

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif ... 31

2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe PBL ... 34

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token ... 39

2.1.8 Mata Pelajaran IPS ... 42

2.2 Penelitian yang Relevan ... 45

2.3 Kerangka Pikir ... 48

2.4 Hipotesis ... 59

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 61


(14)

3.2.2 Sampel ... 65

3.3 Variabel Penelitian ... 66

3.3.1 Variabel Bebas (Independen) ... 67

3.3.2 Variabel Terikat (Dependen)... 67

3.4 Definisi Konseptual Variabel ... 67

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 68

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 69

3.6.1 Observasi ... 69

3.6.2 Teknik Penilaian Antar Teman ... 69

3.6.3 Teknik Tes ... 70

3.6.4 Portofolio ... 70

3.7 Uji Persyaratan Instrumen... 70

3.7.1 Uji Validitas ... 71

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 73

3.7.3 Taraf Kesukaran ... 75

3.7.4 Daya Beda ... 76

3.8 Uji Persyaratan Analisis Data ... 77

3.8.1 Uji Normalitas ... 77

3.8.2 Uji Homogenitas ... 78

3.9 Teknik Analisis Data... 79

3.9.1 Uji T-Test Dua Sampel Independen ... 79

3.9.2 Pengujian Hipotesis ... 81

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 84

4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya SMP PGRI 6 Bandar Lampung . 84

4.1.2 Visi dan Misi SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 85

4.1.3 Tujuan dan Sasaran SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 85

4.1.4 Keadaan SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 86

4.1.5 Sarana dan Fasilitas SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 87

4.1.6 Proses Pembelajaran di SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 89

4.2 Implementasi Proses Pembelajaran ... 89

4.2.1 Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning (Kelas Eksperimen) ... 89

4.2.2 Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token (Kelas Kontrol)... 91

4.3 Deskripsi Data ... 93

4.3.1 Deskripsi Data Kelas Eksperimen ... 93


(15)

4.5.2 Uji Homogenitas ... 111 4.6 Pengujian Hipotesis ... 112 4.7 Pembahasan... 115

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 126 5.2 Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Hasil Ujian MID Semester IPS Terpadu Siswa Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2014/2015 ... 4

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Hasil Belajar Ranah Kompetensi Psikomotorik ... 30

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 33

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 68

Tabel 3.2 Tingkatan Besarnya Reliabilitas ... 74

Tabel 4.1 Periode Kepemimpinan SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 84

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SMP PGRI 6 Bandar Lampung(TP 2014/ 2015) ... 86

Tabel 4.3 Ruang Sarana SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 87

Tabel 4.4 Sarana Perlengkapan Administrasi SMP PGRI 6 Bandar Lampung ... 88

Tabel 4.5 Perlengkapan Kegiatan Belajar ... 88

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Spiritual Siswa pada Kelas Eksperimen ... 94

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Sosial Siswa pada Kelas Eksperimen ... 96

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Pengetahuan Siswa pada Kelas Eksperimen ... 97

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Keterampilan Siswa pada Kelas Eksperimen ... 99

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Spiritual Siswa pada Kelas Kontrol ... 101

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sikap Sosial Siswa pada Kelas Kontrol ... 103

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Pengetahuan Siswa pada Kelas Kontrol ... 104

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Keterampilan Siswa pada Kelas Kontrol ... 106

Tabel 4.14 Hasil Belajar IPS Terpadu Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 108

Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Sampel Kelas Eksperimen ... 110

Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas Sampel Kelas Kontrol ... 110


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data Struktur Organisasi SMP PGRI 6 Bandar Lampung 2. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMP PGRI 6 Bandar

Lampung Tp. 2014/2015 3. Silabus Pembelajaran 4. RPP Kelas Eksperimen 5. RPP Kelas Kontrol

6. Lembar Kerja Kelompok (LKK) Kelas Eksperimen 7. Lembar Kerja Kelompok (LKK) Kelas Kontrol 8. Tugas Keterampilan Menulis

9. Kisi-Kisi Soal Pengetahuan 10. Soal Pengetahuan

11. Kunci Jawaban Soal Pengetahuan

12. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Penilaian Antar teman 13. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi

14. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Penilaian Keterampilan 15. Lembar Penilaian Antar Teman

16. Lembar Observasi

17. Rubrik Lembar Observasi 18. Lembar Penilaian Keterampilan

19. Rubrik Lembar Penilaian Keterampilan 20. Daftar Nama Kelas Eksperimen

21. Daftar Nama Kelas Kontrol

22. Daftar Nama Kelompok Kelas Eksperimen 23. Daftar Nama Kelompok Kelas Kontrol 24. Hasil Perhitungan Uji Validitas Soal 25. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Soal 26. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal 27. Hasil Perhitungan Daya Beda Soal

28. Hasil Perhitungan Uji Validitas Penilaian Antar Teman 29. Hasil Perhitungan Reliabilitas Penilaian Antar Teman 30. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Eksperimen

31. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Kontrol

32. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen 33. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol


(18)

38. Hasil Perhitungan Uji Hipotesis 4 Surat Izin Penelitian Pendahuluan Surat Izin Penelitian

Surat Balasan Penelitian


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ... 59 Gambar 3.1 Desain Eksperimen ... 62


(20)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

Grafik 4.1 Hasil Belajar Sikap Spiritual Kelas Eksperimen ... 95

Grafik 4.2 Hasil Belajar Sikap Sosial Kelas Eksperimen ... 97

Grafik 4.3 Hasil Belajar Sikap Pengetahuan Kelas Eksperimen... 98

Grafik 4.4 Hasil Belajar Sikap Keterampilan Kelas Eksperimen ... 100

Grafik 4.5 Hasil Belajar Sikap Spiritual Kelas Kontrol ... 102

Grafik 4.6 Hasil Belajar Sikap Sosial Kelas Kontrol ... 104

Grafik 4.7 Hasil Belajar Sikap Pengetahuan Kelas Kontrol ... 105

Grafik 4.8 Hasil Belajar Sikap Keterampilan Kelas Kontrol ... 107

Grafik 4.9 Hasil Belajar IPS Terpadu Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 109


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia yang begitu pesat ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan antarnegara menuntut setiap orang untuk meningkatkan kompetensi diri mereka. Adanya hal-hal tersebut membuat dunia menjadi lebih terbuka sehingga persainganpun semakin ketat. Bercermin dari hal ini bangsa Indonesia harus memiliki sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam era globalisasi.

Mewujudkan sumber daya manusia kompeten yang mampu bersaing dalam dunia global dapat dicapai melalui pendidikan. Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting bagi setiap manusia, upaya peningkatan kualitas hidup bisa dicapai dengan adanya pendidikan. Tidak heran mengapa pendidikan menjadi salah satu faktor utama bagi suatu bangsa dalam membangun negaranya, sumber daya manusia yang berkualitas dihasilkan melalui pendidikan. Pendidikan juga berperan dalam pembentukan karakter individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan budi pekerti sehingga terwujudlah generasi muda yang berkualitas dan berkarakter.


(22)

Banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam menyiapkan generasi penerus bangsa yang kompeten, terutama dalam bidang pendidikan yang merupakan landasan fundamentalnya. Usaha yang terus dilakukan pemerintah yaitu peningkatan mutu pendidikan dalam berbagai aspek, meliputi kurikulum, sarana dan prasarana, guru, siswa, dan metode belajar.

Salah satunya peningkatan mutu pendidikan yang sedang dilakukan adalah pembaharuan dan inovasi kurikulum, yaitu kurikulum 2013. Menurut Kunandar (2014: 16) kurikulum 2013 ini bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Media cetak dan elektronik sering kali memuat berita tentang perkelahian antar pelajar, narkoba, korupsi, tindakan kekerasan dan kriminal. Contoh lainnya adalah kekerasan (bullying) di sekolah yang juga sering ditemui di kalangan pelajar saat ini. Hal-hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan moral dalam masyarakat. Fenomena itu bisa saja disebabkan karena dalam proses belajar mengajar masih berpusat pada aspek kognitifnya sehingga aspek psikomotorik dan afektif yang bermuatan karakter kurang menjadi perhatian pendidik. Padahal keseimbangan pada ke tiga aspek pembelajaran sangat diperlukan bagi perkembangan siswa. Jadi, siswa tidak hanya menguasai pengetahuannya saja, namun siswa juga mampu menyikapi suatu hal dengan arif dan bijak.


(23)

Keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik merupakan salah satu karakteristik dari kurikulum 2013. Oleh karena itu, pada kurikulum 2013 terdapat penilaian yang mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan berdasarkan proses dan hasil pada kurikulum 2013. Penilaian ketiga ranah tersebut dituangkan dalam kompetensi inti, dimana KI 1 adalah sikap keagamaan, KI 2 adalah sikap sosial, KI 3 adalah pengetahuan, dan KI 4 adalah keterampilan. Nantinya akan dijabarkan lagi kedalam KD dan sejumlah indikator pembelajaran siswa. Pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan sainstifik, yaitu pendekatan proses yang menuntut siswa dalam kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi dan menyajikan.

Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaran yang dilakukan guru dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik (Kunandar, 2014: 34). Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi pengetahuan, keterampilan dan sikap secara utuh. Proses pencapaiannya melalui pembelajaran sejumlah mata pelajaran yang dirangkai sebagai suatu kesatuan yang saling mendukung pencapaian tiap kompetensi. Salah satu mata pelajaran itu adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.


(24)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah yang menjelasan tentang aspek-aspek sosial mengenai fenomena yang terjadi di dalam suatu masyarakat dalam berbagai rentang waktu. Mata pelajaran IPS merupakan gabungan dari beberapa mata pelajaran yaitu geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Sementara tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut Sumaatmadja (dalam Kemdikbud, 2013: 2) adalah untuk “Membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara”.

Berdasarkan penelitian pendahuluan dan wawancara yang telah dilakukan di SMP PGRI 6 Bandar Lampung penerapan kurikulum 2013 belum dilakukan secara maksimal karena masih menekanan pada penilaian kognitif. Hasil belajar pengetahuan siswa kelas VII pada semester ganjil di SMP PGRI 6 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/ 2015 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Hasil Ujian MID Semester IPS Terpadu Siswa Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/ 2015

No. Kelas Nilai < 65 Nilai ≥ 65 Jumah Siswa

1. VII A 27 15 42

2. VII B 23 18 41

3. VII C 22 19 41

4. VII D 28 14 42

5. VII E 25 15 40

6. VII F 11 31 42

7. VII G 18 23 41

Jumlah Siswa 154 135 289

Persentase 53% 47% 100% Sumber: Guru Mata Pelajaran IPS Terpadu SMP PGRI 6 Bandar Lampung

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa hasil belajar IPS Terpadu siswa masih tergolong rendah, yaitu sebagian siswa sudah mencapai hasil belajar


(25)

pada ranah kognitif atau pengetahuannya sebesar 47% sedangkan sebagian siswa sebesar 53% belum mencapai nilai belajar yang baik.

Penilaian hasil belajar sikap merupakan salah satu penilaian hasil belajar yang penting dalam penilaian kurikulum 2013 untuk melihat perwujudan dari perilaku. Penerapan sikap yang positif terhadap peserta didik dapat menentukan keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dan wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu kelas VII di SMP PGRI 6 Bandar Lampung dapat dideskripsikan sikap yang tampak pada siswa adalah sebagai berikut.

1. Sikap Spiritual

Sikap spiritual siswa kelas VII SMP PGRI Bandar Lampung dapat dikatakan sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari perilaku siswa yang berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, menjalankan sholat zuhur bersama di mushola sekolah, mengaji bersama sebelum memulai pelajaran, menjalin silaturahmi antar sesama teman dan membantu teman saat sedang kesulitan.

2. Sikap Sosial

Sikap sosial yang nampak diantaranya adalah sikap kejujuran, masih terdapat siswa yang mencontek saat mengerjakan ulangan atau tugas, tidak mencantumkan sumber ketika menyalin karya orang lain. Berkaitan dengan kedisiplinan, masih banyak siswa yang datang terlambat, berpakaian kurang rapih, tidak membawa buku teks dan buku tulis sesuai mata pelajaran, kurang tertib dalam mengikuti pelajaran di kelas. Sikap tanggung jawab belum terlihat pada saat proses pembelajaran, siswa masih


(26)

belum bertanggung jawab pada tugas yang diberikan dan pada saat kerja kelompok masih banyak siswa yang mengandalkan teman yang lebih pandai. Sikap dalam toleransi juga masih kurang karena siswa belum bisa menghargai adanya perbedaan dalam berpendapat. Sama halnya dengan sikap gotong royong, peserta didik kurang aktif dalam kerja kelompok. Sikap sopan santun siswa kurang, ditandai dengan siswa yang berbicara kasar, tidak menghargai orang yang berbicara di depan kelas. Kemudian sikap yang terakhir adalah sikap percaya diri yang masih sangat kurang, yaitu siswa yang tidak berani mengeluarkan pendapatnya baik bertanya maupun menjawab pertanyaan, tidak berani presentasi dan mudah cemas saat tampil di depan kelas.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa sikap spiritual siswa sudah dikatakan cukup baik sementara sikap sosial siswa masih kurang. Oleh karena itu penilaian sikap perlu dilakukan agar sikap siswa yang kurang atau yang belum nampak dapat diidentifikasi dan ditingkatkan, misalnya melalui penggunaan model pembelajaran.

Sementara untuk aspek psikomotorik akan muncul dalam keterampilan yang dikembangkan dalam bentuk tugas belajar yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan menyajikan. Sementara berdasarkan penelitian pendahuluan dan wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu, keterampilan pada siswa kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung adalah sebagai berikut.


(27)

Saat menyajikan hasil pengamatan yang ditugaskan oleh guru, hasil pengamatan yang disajikan peserta didik masih kurang lengkap, tidak sistematis dan pengunaan kosa kata yang belum baik sehingga belum sesuai dengan apa yang ditugaskan oleh guru. Sebaiknya saat menyajikan tugas, siswa harus mampu menyajikan dengan lengkap, sesuai dengan kegiatan pengamatan yang telah dilakukan. Keterampilan menulis siswa dapat dikatakan masih kurang, siswa belum mampu menulis dengan pilihan kata yang sesuai, huruf kapital dan tanda baca yang digunakan belum tepat serta kurangnya kerapihan dalam penulisan. Selain itu, siswa juga masih belum bisa menghasilkan gagasan-gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Saat menyajikan presentasi tugas beberapa siswa belum mampu menyajikan secara baik dengan perincian yang jelas. Penyajian tugas ketika presentasi belum didukung oleh penggunaan media yang dapat membantu menjelaskan materi.

Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa keterampilan yang menjadi kompetensi inti (KI 4) masih belum nampak pada seluruh siswa. Kemampuan siswa dalam mencoba, mengolah dan menyajikan tugas yang dilakukan oleh guru belum dapat dilakukan dengan baik oleh peserta didik. Hal ini bisa dilihat dari keterampilan yang dikembangkan dalam bentuk tugas belajar, diantaranya adalah siswa masih belum bisa menyajikan tugas dengan baik dan lengkap.

Data-data yang telah disajikan di atas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada ketiga ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan belum tercapai dengan


(28)

maksimal. Peserta didik belum mampu menampakkan kompetensi yang hendak dicapai dalam kompetensi inti (KI). Kompetensi yang dimaksud ada pada KI 1, KI 2, KI 3 dan KI 4 yang dijabarkan dalam kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru mata pelajaran IPS bahwa dalam proses pembelajaran partisipasi siswa masih cenderung pasif. Siswa masih malu dan ragu dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Ada beberapa siswa yang terlihat mengantuk karena menganggap mata pelajaran IPS Terpadu kurang menarik atau membosankan, terlihat bahwa minat siswa masih rendah. Pelaksanaan diskusi dan kerja kelompok yang dilakukan siswa belum berjalan dengan baik, hal ini dapat terlihat dari kurangnya kerjasama antar siswa. Kemampuan kerjasama ini penting bagi keterampilan interpersonal siswa. Kemudian rasa tanggung jawab siswa masih rendah, bisa dilihat pada saat kerja kelompok masih mengandalkan siswa yang pandai. metode konvensional masih menjadi andalan dalam mengajar, seperti metode ceramah sedangkan untuk penggunaan model-model pembelajaran yang lain belum diterapkan. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan siswa belum terlibat secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Hasil belajar pada ketiga aspek yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat dihasilkan dengan menerapkan model pembelajaran yang mampu meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu siswa pada ketiga aspek tersebut. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif


(29)

menekankan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran kooperatif membuat suasana kelas menjadi lebih menyenangkan, partisipasi siswa menjadi lebih aktif dan interaksi antar siswa menjadi lebih baik. Ada beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif, yaitu Jigsaw, Group Investigation, Time Token, Take and Give, Problem Based Learning, NHT, TGT, STAD, dan masih banyak yang lainnya.

Sesuai dengan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti model pembelajaran manakah yang paling baik untuk meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu siswa pada ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan yaitu tipe Problem Based Learning dan tipe Time Token. Model Problem Based Learning dan Model Time Token mempunyai karakteristik yang berbeda dalam proses pembelajarannya.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang menyajikan permasalahan nyata kepada siswa. Peran guru adalah sebagai fasilitator dalam model pembelajaran PBL. Siswa dituntut untuk lebih aktif dalam menyelesaikan masalah dan menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arends (dalam Sani, 2013: 138) pembelajaran berbasis masalah akan dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa, dan menjadi pembelajar mandiri. Model pembelajaran Problem Based Learning membuat siswa dapat


(30)

mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi, kemudian mengolah informasi yang didapatkan dan dicarikan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga nantinya siswa mampu menyajikan data dengan lebih baik.

Model pembelajaran kooperatif tipe Time Token merupakan model pembelajaran berkelompok yang dikembangkan oleh Arends. Penggunaan model pembelajaran ini akan menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Model pembelajaran Time Token diawali dengan pengkondisian siswa oleh guru untuk melaksanakan diskusi. Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Apabila telah selesai bicara, kupon yang dipegang siswa diserahkan, tiap berbicara menggunakan satu kupon bicara. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Sementara siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis.

Model pembelajaran Problem Based Learning dan Time Token adalah model pembelajaran yang memiliki beberapa perbedaan dalam proses pembelajarannya diantaranya adalah aktivitas, kerjasama, kemandirian serta tantangan yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran yang mampu mempengaruhi hasil belajar siswa. Berkaitan dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan dikaji lebih lanjut mengenai: “Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning dan Time Token pada Siswa Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun Pelajaran


(31)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentififikasi sebagai berikut.

1. Hasil belajar siswa pada tiga aspek penilaian (pengetahuan, sikap dan keterampilan) masih tergolong rendah.

2. Penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru kurang variatif. 3. Partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran masih rendah. 4. Minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu kurang, siswa

menganggap mata pelajaran IPS Terpadu membosankan.

5. Kerjasama antarsiswa dalam pembelajaran secara kelompok kurang baik. 6. Rasa percaya diri siswa masih rendah.

7. Kemampuan menyajikan hasil pengamatan dan presentasi belum dilakukan secara optimal.

8. Kemampuan menulis siswa masih belum dapat dilakukan dengan optimal.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, tampak bahwa hasil belajar IPS Terpadu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar individu siswa. Penelitian dibatasi pada perbandingan hasil belajar IPS Terpadu yang terdiri dari hasil belajar sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan dan keterampilan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning dan Time Token.


(32)

1.4 Rumusan Masalah

Masalah yang diteliti pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah hasil belajar sikap spiritual mata pelajaran IPS Terpadu siswa

yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning?

2. Apakah hasil belajar sikap sosial mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning?

3. Apakah hasil belajar pengetahuan mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token?

4. Apakah hasil belajar keterampilan mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui hasil belajar sikap spiritual mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran


(33)

kooperatif tipe Time Token lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning.

2. Untuk mengetahui hasil belajar sikap sosial mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning.

3. Untuk mengetahui hasil belajar pengetahuan mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token. 4. Untuk mengetahui hasil belajar keterampilan mata pelajaran IPS Terpadu

siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token.

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Secara Teoritis

a. Untuk melengkapi dan memperkaya khasanah keilmuan serta teori yang sudah diperoleh sebelumnya.


(34)

2. Secara Praktis

a. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan informasi dalam penerapan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dan juga hasil belajarnya (hasil belajar sikap, pengetahuan dan keterampilan) dalam proses pembelajaran IPS Terpadu.

b. Bagi siswa, dapat membangkitkan minat, keaktifan belajar siswa dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS Terpadu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk perbaikan mutu pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif dan penilaian hasil belajar pada ketiga aspek, yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan.

d. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti mengenai model pembelajaran kooperatif dan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran selanjutnya.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning dan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token pada hasil belajar dalam ranah sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan dan keterampilan.


(35)

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII. 3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di SMP PGRI 6 Bandar Lampung. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015.

5. Lingkup Ilmu


(36)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

Tanpa kita sadari aktivitas sehari-hari yang kita lakukan termasuk dalam belajar. Apabila melakukan kegiatan belajar kita akan memperoleh pengetahuan maupun keterampilan baru mengenai suatu hal. Sejalan dengan pendapat Sagala (2011: 12) bahwa dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.

Kegiatan belajar yang dilakukan melalui latihan serta pengalaman akan mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku pada diri individu. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Abdillah (dalam Aunurrahman, 2010: 35) bahwa belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.


(37)

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hal ini didukung oleh pendapat Hamalik (2001: 27) bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Setiap proses belajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa.

Ciri-ciri perubahan tingkah laku menurut Slameto (2010: 2) adalah sebagai berikut.

1. Perubahan terjadi secara sadar.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Beberapa tokoh psikologi belajar memiliki pandangan tersendiri mengenai hakikat belajar dan proses belajar ke arah perubahan sebagai hasil belajar melalui teori belajar. Menurut Cahyo (2013: 20) teori belajar dapat diartikan sebagai konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Teori belajar berasal dari teori psikologi yang berfungsi menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana proses belajar terjadi pada si belajar.


(38)

Beberapa teori belajar dari pendapat ahli dijelaskan sebagai berikut. 1. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme merupakan teori belajar yang menganggap bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar terjadi karena adanya hubungan stimulus dan respons. Beberapa tokoh ilmuan yang mengembangkan teori ini adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie dan Skinner. Namun yang akan dijelaskan pada kajian ini adalah teori dari Thorndike dan Skinner.

Edward Lee Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Teori belajar Thorndike dikenal sebagai aliran connectionism yang menyatakan bahwa hubungan stimulus dan respons dapat diperkuat oleh penguatan (reinforcement berupa pujian atau ganjaran (Siregar dan Nara, 2011: 28). Belajar dalam teori behaviorisme ini dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial dan error) apabila tidak tahu bagaimana memberikan suatu respons. Thorndike menyatakan bahwa perilaku sebagai hasil belajar ini dapat berwujud tingkah laku yang dapat diamati ataupun tingkah laku yang tidak dapat diamati.

Thorndike (dalam Siregar dan Nara, 2011: 29) mengemukakan beberapa hukuman tentang belajar sebagai berikut.

a. Hukum Kesiapan (Law of Readiness): jika seseorang siap melakukan sesuatu, ketika ia melakukannya maka ia puas. Sebaliknya, bila ia tidak melakukannya, maka ia tidak puas. b. Hukum Latihan (Law of Exercise): jika respons terhadap


(39)

antara respons dengan stimulus. Sebaliknya respons tidak digunakan, hubungan sengan stimulus semakin lemah.

c. Hukum akibat (Law of Effect): bila hubungan antara respons dan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya semakin besar. Sebaliknya, bila hubungan respons dan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatan semakin lemah.

Burrhus Frederick Skinner mengembangkan teori operant conditioning yang lebih kompehensif, dimana tingkah laku tidak hanya merupakan respons dan stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja. Hubungan stimulus dan respon terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku (Sani, 2013: 7). Stimulus akan saling berinteraksi antara satu stimulus dengan stimulus yang lainnya sehingga respons yang dihasilkan tidak sederhana. Respons ini akan menghasilkan sejumlah konsekuensi yang akan mempengaruhi tingkah laku peserta didik.

Teori Skinner (dalam Siregar dan Nara, 2011: 27-28) dikenal dengan operant conditioning yang menjelaskan enam konsep sebagai berikut.

a. Penguatan positif dan negatif.

b. Shapping, proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapkan.

c. Pendekatan suksesif, proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respons pun sesuai dengan yang diisyaratkan.

d. Extinction, proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.

e. Chaining of response, respons dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.

f. Jadwal penguatan, variasi pemberian penguatan: rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.


(40)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa teori belajar behavioristik adalah teori perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar. Perubahan perilaku terjadi karena stimulus dan respons yang mempengaruhinya, melalui pengulangan dan pelatihan hubungan stimulus dan respons ini akan menjadi suatu kebiasaan. Perilaku dapat berwujud tingkah laku yang dapat diamati ataupun tidak diamati.

2. Teori Konstruktivisme

Konstruksi berarti bersifat membangun. Siswa membangun pengetahuannya berdasarkan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga pengetahuan itu dibangun oleh peserta didik, bukan dari pemindahan informasi dari guru ke murid. Hal ini dukung oleh pendapat Cahyo (2013: 33), teori konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah buatan kita sendiri. Terdapat dua teori konstruktivisme yaitu konstrukstivisme kognitif dan konstruktivisme sosial.

Piaget mengembangkan teori konstrukstivisme kognitif yang menjelaskan bahwa perkembangan kognitif sebagai akibat eksplorasi dan peserta didik membangun pengetahuannya (Sani, 2013: 23). Terdapat interaksi dengan teman sebaya saat proses belajar dimana proses individu tersebut menjadi proses sosial. Piaget menjelaskan bahwa terdapat proses kognitif dan perkembangan kognitif dalam teori konstruktivisme kognitif. Sementara itu Piaget juga


(41)

mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa (Siregar dan Nara, 2011: 33).

Proses kognitif menurut Piaget (dalam Siregar dan Nara, 2011: 32) terdapat tiga tahap yaitu sebagai berikut.

a. Asimilasi, yaitu proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.

b. Akomodasi, yaitu proses penyesuaian struktur kognitif dalam situasi yang baru.

c. Equilibrasi, yaitu penyesuaian kesinambungan antara asmilasi dan akomodasi.

Lev Semenovich Vygotsky mengembangkan teori konstruktivvime sosial yang menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan dan perkembangan kognitif terbentuk melalui internalisasi/ penguasaan proses sosial (Sani, 2013: 19). Siswa membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman yang telah didapatkannya. Perkembangan kognitif pada teori konstruktivisme sosial merupakan akibat dari interaksi sosial siswa dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa teori belajar konstruktivisme menganggap bahwa belajar adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya dalam membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Terdapat dua teori belajar konstruktivisme yaitu, teori kontruktivisme sosial Vygotsky dan teori konstruktivisme kognitif Piaget.


(42)

3. Teori Kognitivisme

Belajar menurut aliran kognitivisme merupakan perubahan persepsi dan pemahaman, dimana proses belajar terjadi bila materi yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya serta pembelajaran terjadi dengan mengaktifkan indera siswa agar memperoleh pemahaman (Sani, 2013: 10). Proses belajar merupakan hal yang diutamakan dalam aliran kognitivisme. Beberapa ilmuan yang mengembangkan teori ini adalah Piaget, Burner dan Ausubel.

David Ausubel (dalam Sani, 2013: 15) mengembangkan teori bermakna yang menjelaskan bahwa bahan pelajaran akan mudah dipahami jika bahan ajar dirasakan bermakna bagi peserta didik. Bahan ajar yang disajikan oleh guru haruslah bahan ajar yang dirasa bermakna bagi siswa, dengan begitu peserta didik akan lebih memahami apa yang sedang dipelajari dalam kegiatan belajar. Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran sebelumnya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa sehingga akan mempengaruhi kemajuan belajar siswa (Siregar dan Nara, 2011: 33).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa pada teori kognitivisme proses belajar akan terjadi apabila materi yang baru beradaptasi dengan pengetahuan dan pengalaman yang tersusun dalam struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh peserta didik.


(43)

Beberapa definisi mengenai teori belajar telah dijelaskan sebelumnya melalui pendapat para ahli, dengan demikian dapat diartikan bahwa belajar adalah suatu proses upaya yang dilakukan individu sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu (peserta didik) dalam interaksi dengan lingkungannya. Teori belajar behaviorisme, konstruktivisme dan kognitivisme memberikan penekanan pada proses belajar yang di dalamnya terdapat aktivitas dan hasil belajar pada tingkatan tingkah laku tertentu sehingga memberi pemahaman yang semakin luas tentang pengertian belajar.

Setelah melakukan kegiatan belajar peserta didik akan memperoleh hasil belajar yang merupakan keluaran dari proses belajar. Perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa akan kita ketahui dari data hasil belajar, karena hasil belajar akan menunjukkan tingkat keberhasilan dicapainya tujuan pembelajaran. Hasil belajar ini nantinya akan menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa selanjutnya.

Sejalan dengan yang pendapat Sudjana (2010: 22) bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses


(44)

evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Umumnya guru melakukan penilaian hasil belajar dengan menekankan pada aspek kognitifnya saja. Namun, hasil belajar yang berkualitas diukur dari perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terjadi pada siswa, bukan hanya pada ketercapaian penyampaian materi pelajaran sesuai dengan target kurikulum pendidikan.

Kurikulum 2013 menerapkan penilaian hasil belajar pada ketiga ranah pembelajaran yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (pengetahuan, sikap dan keterampilan) yang mencangkup seluruh aspek kompetensi. Menurut Sanjaya (2012: 133) pengertian dari kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi Inti merupakan bagian dari kurikulum 2013 yang mencangkup KI 1 (sikap spiritual), KI 2 (sikap sosial), KI 3 (pengetahuan) dan KI 4 (keterampilan).

Penilaian merupakan proses pengumpulan data-data yang memberikan cerminan perkembangan belajar siswa. Berdasarkan Permendikbud no.65 tahun 2013 tentang standar proses dan permendikbud no. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian, penilaian kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik pada proses dan hasil yang mencangkup tiga aspek penilaian, yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik (Sunarti dan Selly, 2014: 28-29). Penilaian autentik akan


(45)

menilai tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa kemudian dinilai berdasarkan proses dan hasilnya. Penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tututan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi atau Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (Kunandar, 2014: 35).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa hasil belajar adalah kompetensi yang dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran yang akan menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam ketiga ranah pembelajaran yaitu afektif, kognitif, psikomotorik. Hasil belajar siswa dalam kurikulum 2013 terdiri dari hasil belajar sikap, hasil belajar pengetahuan dan hasil belajar keterampilan.

2.1.2 Ranah Afektif

Domain afektif menurut Kusaeri dan Suprananto (2012: 60) memiliki cakupan karakteristik, seperti nilai, sikap, minat dan perilaku. Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya seseorang hanya akan memiliki sikap terhadap sesuatu objek manakala telah memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Menurut Kunandar (2014: 104) terdapat asumsi bahwa sikap seseorang terhadap sesuatu


(46)

bisa dipengaruhi dari pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu itu. Oleh karena itu, antara sikap dan pengetahuan memiliki hubungan erat dan saling mempengaruhi. Ranah afektif mencangkup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai.

Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespons sesuatu atau objek. Kurinasih dan Sani (2014: 65) sikap juga sebagai ekspresi dari nilai nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang dinginkan. Pembentukan sikap tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman.

Terdapat beberapa komponen sikap menurut Kunandar (2014: 103) yaitu sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan mengenai objek. Sementara komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.

Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk perilaku tanggung jawab, kerjasama, displin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri (Kunandar, 2014: 104). Kemampuan ini dicapai dengan kegiatan pembelajaran yang membuat siswa berperan aktif di dalam proses pembelajarannya, dimana terjadi interaksi sosial di dalamnya.


(47)

Terdapat berbagai jenis tingkatan ranah afektif yang dinilai menurut Sunarti dan Rahmawati (2014: 16), yaitu kemampuan siswa dalam aspek berikut.

1. Penerimaan: memberikan respons atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya.

2. Partisipasi: menikmati atau menerima nilai, norma, dan objek yang mempunyai nilai etika dan estetika.

3. Penilaian dan penentuan sikap: menilai (valuing) ditinjau dari segi baik-buruk, adil-tidak adil, indah-tidak indah terhadap objek studi. 4. Organisasi: menerapkan dan mempraktikan nilai, norma, etika, dan

estetika dalam perilaku sehari-hari.

5. Pembentukan pola hidup: penilaian perlu dilakukan terhadap daya tarik, minat, motivasi, ketekunan belajar, sikap siswa terhadap mata pelajaran tertentu beserta proses pembelajarannya.

Kompetensi sikap dalam kurikulum 2013 masuk ke dalam kompetensi inti (KI) 1 dan 2. Sikap spiritual pada KI 1 sementara sikap sosial pada KI 2. Kompetensi sikap ini diwujudkan dalam tindakan nyata peserta didik dalam proses pembelajaran sehari-hari. Teknik penilaian kompetensi sikap dapat dilakukan dengan observasi, penilaian diri, penilaian antar teman dan jurnal.

Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa ranah afektif merupakan hal-hal yang berkaitan dengan sikap dan nilai-nilai. Ranah afektif menyangkut hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik melalui sejumlah kompetensi yang meliputi aspek menerima, merespon, menilai, mengorganisasi dan berkarakter. Kurikulum 2013 dalam ranah afektif dicapai melalui hasil belajar sikap yang termasuk kedalam kompetansi inti sikap spiritual (KI 1) dan sikap sosial (KI 2).


(48)

2.1.3 Ranah Kognitif

Hasil belajar kognitif (pengetahuan) didapat dari penilaian kompetensi pengetahuan. Penilaian kompetensi pengetahuan menurut Kunandar (2014: 165) adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian atau penguasaan peserta didik dalam aspek pengetahuan yang meliputi ingatan atau hafalan, pemahaman, penerapan atau aplikasi, analisis, dan evaluasi. Kemampuan dalam ranah kognitif ini berhubungan dengan inteligensi, tiap orang memiliki kemampuan inteligensi yang berbeda-beda.

Tingkatan hasil belajar kognitif dalam Taksonomi Bloom yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom adalah sebagai berikut (Djaali, 2013: 77).

1. Pengetahuan ialah kemampuan untuk menghafal, mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.

2. Pemahaman ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri.

3. Aplikasi ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi baru.

4. Analisis ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai bagian-bagian serta hubungannya.

5. Sintesis ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu pola pemikiran yang baru.

6. Evaluasi ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa ranah kognitif merupakan tingkat penguasaan peserta didik yang meliputi ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi yang mencerminkan kompetensi yang harus dicapai peserta didik dalam


(49)

proses pembelajaran. Kurikulum 2013 pada ranah kognitif dicapai melalui hasil belajar pengetahuan yang termasuk kompetensi inti pengetahuan (KI 3), sedangkan untuk penilaiannya dapat dilakukan dengan tes tertulis, tes lisan maupun penugasan yang diberikan oleh guru.

2.1.4 Ranah Psikomotorik

Keterampilan ini berhubungan dengan tindakan nyata peserta didik berdasarkan sikap dan pengetahuan yang diperoleh peserta didik sebelumnya. Hasil belajar keterampilan didapat dari kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta yang dilakukan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Keterampilan ini merupakan kemampuan peserta didik dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan tertentu. Tindakan nyata peserta didik ini akan terlihat saat peserta didik melakukan suatu tugas tertentu yang diberikan oleh guru. Tugas-tugas ini dikerjakan dengan keterampilan yang dimiliki peserta didik.

Menurut Bloom ranah psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya: menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Mager (T.Th) berpendapat bahwa mata ajar yang termasuk dalam kelompok mata ajar psikomotorik adalah mata ajar yang mencakup pada tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau kumpulan tugas tertentu (dalam Arryza, 2013)


(50)

Sejalan dengan pendapat Kunandar (2014: 255) bahwa ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan sebagai hasil tercapainya kompetensi pengetahuan.

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Hasil Belajar Ranah Psikomotorik No. Tingkatan Hasil

Belajar

Ciri-Ciri

1. Perception 1. Mengamati objek melalui pengamatan indrawi

2. Mengolah hasil pengamatan (dalam pikiran)

3. Melakukan seleksi terhadap objek (pusat perhatian)

2. Set 1. Kesiapan mental untuk bereaksi 2. Kesiapan fisik untuk bereaksi 3. Kesiapan emosi atau perasaan

untuk bereaksi 3. Guided Response 1. Melakukan peniruan

2. Melakukan coba-coba salah 3. Pengembangan respon baru

4. Mechanism 1. Mulai tumbuh performance skill dalam berbagai bentuk

2. Repons-respons baru muncul dengan sendirinya

5. Complex overt Response

Sangat terampil yang digerakan oleh aktivitas motoriknya

6. Adaptation 1. Pengembangan keterampilan individu untuk gerakan yang dimodifikasi

2. Kemampuan untuk menghadapi problem solving

7. Origination Mampu mengembangkan kreativitas gerakan-gerakan baru untuk menghadapi bermacam-macam situasi atau problema-problema yang spesifik. Sumber : Edward Norman Gronlund (dalam Kunandar, 2014: 261)


(51)

Ranah psikomotorik dalam kurikulum 2013 berada dalam kompetensi inti (KI) 4. Keterampilan menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas tertentu. Ranah psikomotorik ini merupakan satu kesatuan dengan aspek kognitif, dimana KI 4 merupakan kelanjutan dari KI 3 yang telah dikuasai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotorik diwujudkan dalam hasil belajar keterampilan yang berupa kemampuan tindakan nyata peserta didik untuk melakukan suatu tugas tertentu, keterampilan merupakan kelanjutan dari kompetensi pengetahuan. Ada keterkaitan antara aspek pengetahuan dan aspek keterampilan, kompetensi pengetahuan menunjukkan peserta didik telah mengetahui suatu ilmu, sedangkan kompetensi keterampilan menunjukkan peserta didik bisa akan suatu ilmu tertentu.

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2012: 15) cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan kepada kerjasama kelompok, dimana peserta didik


(52)

dikelompokkan berdasarkan pola yang heterogen. Model pembelajaran kooperatif akan lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dalam proses pembelajarannya. Belajar secara kelompok membuat siswa harus bekerjasama antar peserta didik yang ada di dalam kelompok tersebut.

Keberadaan model pembelajaran kooperatif ini akan ini akan mengurangi sikap individualitas siswa, kemudian siswa akan lebih bersikap terbuka terhadap orang luar, saling menghargai dan peduli terhadap sesama. Kerjasama dalam kelompok membuat peserta didik melatih kemampuan bersosialisasinya. Saat kerja kelompok tujuan kelompok adalah tujuan bersama yang harus dicapai, maka dari itu peserta didik harus memiliki kerjasama yang baik dalam mencapai tujuan tersebut. Sejalan dengan karya Vigotsky dan penjelasan Piaget (dalam Rusman, 2010: 202), para konstruktivis menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya melalui pembentukan kelompok belajar. Keberadaan kelompok belajar memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu dengan lebih jelas bahkan melihat ketidak sesuaian pandangan mereka sendiri.

Pembelajaran kooperatif akan menciptakan interaksi di dalam kelas antara guru dan siswa serta antar siswa itu sendiri. Proses interaksi antar sesama siswa merupakan hal yang penting untuk menciptakan


(53)

lingkungan belajar yang aktif. Siswa saling bekerja sama untuk memahami dan mencapai tujuan belajar bersama.

Hal ini didukung oleh pendapat Abdulhak (dalam Rusman, 2010: 203) yakni pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Namun tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning. “pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri”. Pembelajaran ini akan menciptakan sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru.

Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama-sama temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok (Isjoni, 2012: 21).

Pembelajaran kooperatif memiliki tahapan-tahapan didalamnya. Terdapat enam langkah utama di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tahap Tingkah Laku Guru Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi


(54)

Tahap Tingkah Laku Guru Tahap 3

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efesien. Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil karyanya. Tahap 6

Memberikan penghagaan

Guru mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok Sumber: Rusman (2011: 211)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar siswa secara kelompok yang mempunyai kemampuan beragam, bekerjasama dan bertanggung jawab untuk saling memahami tugas kelompok dalam mencapai tujuan dan kesuksesan bersama.

2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning

Model pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menyajikan masalah-masalah nyata kepada siswa untuk dicarikan solusinya. Siswa memerlukan kemampuan berpikir dalam penyelesaian masalah yang disajikan. Peran aktif siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran. Siswa tidak hanya mengandalkan satu sumber belajar yaitu guru, namun siswa dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar disekitarnya seperti, fasilitas internet, perpustakaan, lingkungan sekolah, masyarakat dan sumber belajar lainnya.


(55)

Sebagaimana yang dikatakan oleh Cahyo (2013: 283) bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Menurut Tan (dalam Rusman, 2011: 232) pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.

Model pembelajaran Problem Based Learning didasarkan atas teori psikologi kognitif, terutama berlandaskan teori Piaget dan Vigotsky (dalam aliran konstruktivisme). Peserta didik membangun (mengkonstruksi) pengetahuan berdasarkan pengetahuan awal kemudian memadukannya dengan pengetahuan dan pengalaman baru yang didapatkannya. Perolehan pengetahuan ini bukan pemindahan dari guru langsung ke siswa, namun siswa tersebut yang harus aktif membangun pengetahuannya.

Hal ini didukung oleh pendapat Brown (dalam Wardoyo, 2013: 29-30) teori kontruktivisme sosial Vygotsky yang menekankan pembentukan pengetahuan terbentuk melalui interaksi sosial. Sedangkan kontruktivisme kognitif Piaget menekankan bahwa perkembangan kognitif siswa akibat proses konstruksi pengetahuan dan eksplorasi yang dilakukan siswa dimana menekankan pada tahap perkembangan intelektual.

Perlu diperhatikan beberapa karakteristik dari model PBL dalam penerapannya di kelas. Karakteristik PBL menurut Rusman (2011: 232) adalah sebagai berikut.


(56)

1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dalam dunia nyata yang tidak terstruktur.

3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).

4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.

7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

9. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

10.PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Peran guru dalam model PBL ditekankan sebagai fasilitator, pembimbing, dan motivator. Guru menghadapkan siswa pada permasalahan nyata, membimbing dalam proses penyelidikan, memfasilitasi dialog antar siswa, menyediakan bahan ajar, serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intelektual siswa. Jadi, disini peran guru sangatlah penting selama membimbing siswa dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning.

Pembelajaran PBL ini memfasilitasi siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan nyata yang nantinya akan menjadi suatu pengetahuan bermanfaat bagi dirinya. Hal ini didukung oleh pendapat Sani (2014: 134) bahwa PBL memungkinkan untuk melatih siswa dalam


(57)

mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

Terdapat tahapan-tahapan dalam melaksanakan pembelajaran PBL hal tersebut akan dijelaskan dalam langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning (Huda, 2014: 272), yaitu sebagai berikut.

Langkah-langkah model PBL.

1. Pertama-tama siswa disajikan suatu masalah.

2. Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorming gagasan-gagasannya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui. Mereka menelaah masalah tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap masalah. 3. Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan

masalah di luar bimbingan guru. Hal ini bisa mencangkup: perpustakaan, database, website, masyarakat, dan observasi.

4. Siswa kembali ke tutorial PBL, lalu saling sharing informasi, melalui peer teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu.

5. Siswa menyajikan solusi atas masalah.

6. Siswa melakukan review apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan selama ini. Semua yang berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat dalam review pribadi, review berpasangan, dan review berdasarkan bimbingan guru, sekaligus melakukan refleksi atas kontribusinya terhadap proses tersebut.

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahannya tak terkecuali model pembelajaran Problem Based Learning, kelebihan dan kelemahan PBL dijelaskan dalam uraian berikut.


(58)

Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Ibrahim dan Nur (dalam Cahyo, 2013: 285).

1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep.

2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan siswa yang lebih tinggi.

3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.

4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat mengingkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.

5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima sikap sosial yang positif di antara siswa. 6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling

berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.

Kelebihan dan kelemahan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Sari (2013) adalah sebagai berikut.

Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning.

1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.

3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.

4. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

6. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.

7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

8. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.


(59)

9. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus belajar.

Kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning.

1. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa model pembelajaran masalah (Problem Based Learning) adalah model pembelajaran yang lebih menekankan kepada permasalahan kehidupan nyata yang bermakna bagi peserta didik. Peran aktif siswa dalam proses pembelajaran menjadi hal yang utama dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru, sementara guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa. Model pembelajaran ini memerlukan kemampuan berpikir penyelesaian masalah serta keterampilan dalam menemukan solusi untuk mengatasinya.

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token

Model pembelajaran kooperatif tipe Time Token merupakan model pembelajaran yang mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Arends. Partisipasi siswa merupakan hal yang utama dalam kegiatan pembelajaran, karena


(60)

semua siswa harus turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat Huda (2014: 239) yaitu sebagai berikut. “Strategi pembelajaran Time Token menurut Arends, merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subjek. Sepanjang proses belajar, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif . Guru berperan mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.”

Model pembelajaran Time Token merupakan aplikasi dari teori belajar behavioristik yang menganggap belajar merupakan perubahan perilaku yang dapat dilakukan melalui manipulasi lingkungan yang mempengaruhi peserta didik. Behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar, jadi peserta didik dianggap telah belajar apabila ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku.

Penggunaan model pembelajaran Time Token akan menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Suasana kelas akan lebih hidup dengan adanya partisipasi dari seluruh siswa. Keberadaan kupon berbicara akan membuat kesempatan yang sama pada tiap siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan mendapat giliran untuk mengeluarkan pendapatnya dengan kupon bicara yang setiap kuponnya memiliki batas waktu.

Siswa dikondisikan untuk melaksanakan diskusi dalam model pembelajaran Time Token. Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Apabila telah selesai bicara, kupon yang dipegang


(1)

127

pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar sikap sosial siswa menggunakan model pembelajaran Time Token lebih tinggi dibandingan model pembelajaran Problem Based Learning. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning tidak banyak meningkatkan sikap sosial siswa karena model pembelajaran Problem Based Learning tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Berbeda dengan model pembelajaran Time Token yang membuat seluruh siswa aktif dan telibat dalam kegiatan pembelajaran karena adanya penggunaan kupon bicara.

3. Hasil belajar pengetahuan mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar pengetahuan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran Time Token. Penyajian permasalahan nyata pada model pembelajaran PBL membuat siswa mengkonstruksi pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan. Proses konstruksi pengetahuan ini akan meningkatkan pemahaman dan kemampuan berpikir kritis siswa.

4. Hasil belajar keterampilan mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan


(2)

128

model pembelajaran kooperatif tipe Time Token. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar keterampilan menulis menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan menggunakan model pembelajaran Time Token. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning lebih baik dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa karena dengan permasalahan nyata yang disajikan proses belajar menjadi lebih bermakna. Kebermaknaan akan meningkatkan keillmuannya yang akan berpengaruh terhadap kemampuan melakukan suatu tindakan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning dan Time Token Pada Siswa Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015, maka peneliti menyarankan. 1. Peningkatan hasil belajar dalam aspek sikap spiritual dapat dicapai

dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token. Model ini dapat melatih siswa untuk bersikap sabar, tawakal dan tidak meremehkan orang lain.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi aktif seluruh siswa pada kegiatan pembelajaran karena dapat meningkatan hasil belajar sikap sosial. Aktivitas siswa akan meningkat dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dengan diterapkannya model pembelajaran Time Token.


(3)

129

3. Peningkatan hasil belajar pengetahuan mata pelajaran IPS Terpadu pada siswa kelas VII dapat dicapai dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning sebagai salah satu model pembelajaran di kelas karena siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih memahami materi yang diajarkan

4. Peningkatkan hasil belajar keterampilan mata pelajaran IPS Terpadu pada siswa kelas VII dapat dicapai dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning sebagai salah satu model pembelajaran di kelas karena keterampilan menulis peserta didik akan meningkat dengan diterapkannya model pembelajaran PBL yang berbasiskan masalah-masalah nyata.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arryza, Yusri. 2012. Metode Pembelajaran Melalui Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif . http://pmm-2angkatan2011.blogspot.com/2012/11/metode-pembelajaran-melalui-aspek.html. di akses 20 November 2014

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Cahyo, Agus N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Jogjakarta: Diva Press

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djaali. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Fajar, Arni. 2004. Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2001. ProsesBelajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Huda, Miftahul. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Isjoni. 2012. Cooperative Learning-Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta

Kemdikbud. 2013. Buku guru IPS SMP. Jakarta: Kemdikbud

Kunandar. 2014. Penilaian Outentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh. Jakarta: Rajawali Pers

Kurinasih, Imas dan Sani, Berlin. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep & Penerapan. Surabaya: Kata Pena


(5)

Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha ilmu

Purwanto. 2011. Statitiska Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rizal, Yon. 2010. Modul Dasar-Dasar Pendidikan IPS: Bandar Lampung

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers

Rusman,Teddy. 2013. Statistik Ekonomi: Bandar Lampung

Sagala, Syaiful. 2011. Konsen dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara

Sanjaya, Wina. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Sari, Dini Komala. 2013. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning).https://dinikomalasari.wordpress.com/2013/12/27/pembela jaran-berbasis-masalah-problem-based-learningpbl/. di akses 20 November 2014

Siregar dan Nara. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Ramaja Rosdakarya

Sugiyono. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara

Sunarti dan Rahmawati, Selly. 2014. Penilaian Dalam Kurikulum 2013-Membantu Guru dan Calon Guru Mengetahui Langkah-Langkah Penilaian Pembelajaran. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam kurikulum Tingkat Satuan. Jakarta: Prestasi Pustaka


(6)

. 2014. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara


Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENTS TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 82

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE SNOWBALL DRILLING DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 95

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TIME TOKEN DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN IPS TERPADU PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

4 25 94

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELA

0 7 98

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJAR

0 6 88

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCAFFOLDING DAN LESSON STUDY TERHADAP HASIL BELAJAR KELAS VII DI SMP NEGERI 8, BANDAR LAMPUNG DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA TAHUN AJARAN 2014/2015

0 5 93

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN TIPE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NEGARA BATIN TAHUN PE

1 15 101

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING DAN TIME TOKEN PADA SISWA KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

1 13 110

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN DISCOVERY LEARNING DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 BATANGHARI NUBAN TAHUN AJARAN 2014/2015

1 8 95

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN PROJECT BASED LEARNING DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 METRO TAHUN AJARAN 2014/2015

0 6 87