INTERAKSI POLITIK BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DAN KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DESA (Studi di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan)

(1)

ABSTRACT

INTERACTION OF POLITICAL CONSULTATIVE AGENCY VILLAGE (BPD) AND VILLAGE CHIEF IN IMPLEMENTATION OF RURAL

GOVERNMENT OF THE VILLAGE

(Studies in the village of North Alai District of Lembak Muara Enim South Sumatra Province)

By

HAZI KURNIA

Chief and Village Consultative Council (BPD) is a synergistic partner for the smooth implementation of the village administration. The purpose of this study was to determine the political interaction Village Consultative Council (BPD) and village chief in the implementation of rural government in the village of North Alai District of Lembak Muara Enim South Sumatra Province. Interaction is measured through indicators of cooperation, accommodation, assimilation, competition, contravention, conflict, or contention. This study used a qualitative descriptive method through interviews and observations.

Research results indicate that political interaction Village Consultative Council (BPD) and village chief badly in the implementation of the village administration. Cooperation Village Consultative Council (BPD) and village chief are less deals or form of thinking in policy formulation so that the Village Consultative Council (BPD) to participate less. Accommodation does not occur in the Village Consultative Council (BPD) and village heads because of both parties do not attempt to provide a solution. While in the assimilation a decline in the activity of the Village Consultative Council (BPD). It is seen from the lack of participation of the Village Consultative Council (BPD) in giving ideas to the village chief. Later in the competition, of contravention, conflict or dispute is not a serious conflict between the Village Consultative Council (BPD) and village heads. However, there competition between Village Consultative Council (BPD) and village chief. For example, the Village Chief dominate in the form of activities in the village and not transparent Village Consultative Council (BPD) with the Chief Village in troubleshooting. So that the impacts that occur from poor interaction of Village Consultative Council (BPD) and village chief are bad governance assessment is seen from the performance of the current village government.


(2)

ABSTRAK

INTERAKSI POLITIK BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DAN KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DESA

(Studi di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan)

Oleh HAZI KURNIA

Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra kerja yang bersinergi untuk kelancaran pelaksanaan pemerintahan desa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Interaksi diukur melalui indikator-indikator kerjasama, akomodasi, asimilasi, persaingan, kontravensi, pertentangan, atau pertikaian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dilakukan melalui wawancara dan observasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa buruk dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Kerjasama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa kurang memberikan tawaran atau bentuk pemikiran dalam perumusan kebijakan sehingga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kurang berpartisipasi. Akomodasi tidak terjadi pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa karena dari kedua belah pihak tidak berupaya memberikan solusi. Sedangkan pada asimilasi terjadi penurunan keaktifan dari pihak Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal ini dilihat dari minimnya partisipasi Badan Permusyaratan Desa (BPD) dalam memberikan ide-ide kepada Kepala Desa. Selanjutnya pada persaingan, kontravensi, pertentangan atau pertikaian tidak terjadi konflik yang serius antara BPD dan Kepala Desa. Namun, terjadi pesaingan antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa. Misalnya Kepala Desa mendominasi dalam bentuk kegiatan yang ada di desa dan tidak terbukanya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala Desa dalam mengatasi masalah. Sehingga dampak yang terjadi dari buruknya interaksi BPD dan Kepala Desa adalah pemerintahan yang buruk penilaian ini dilihat dari kinerja pemerintah desa saat ini.


(3)

INTERAKSI POLITIK BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DAN KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DESA

(Sudi di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan)

Oleh Hazi Kurnia

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

INTERAKSI POLITIK BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DAN KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DESA

(STUDI DI DESA ALAI UTARA KECAMATAN LEMBAK KABUPATEN MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN)

(SKRIPSI)

Oleh HAZI KURNIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka Pikir... 36 Gambar 2 Struktur Pemerintahan Desa Alai Utara ... 55 Gambar 3 Struktur Badan Permusyawartan Desa Alai Utara ... 56


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel... iii

Daftar Gambar ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Interaksi Politik... 12

1. Pengertian Interaksi Politik ... 12

2. Karakteristik Interaksi BPD dan Kepala Desa... 16

B. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ... 25

1. Pengertian Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ... 25

2. Hak Badan Permusyawaratan Desa (BPD)... 27

3. Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ... 27

C. Kepala Desa ... 28

1. Pengertian Kepala Desa... 28

2. Tugas dan Wewenang Kepala Desa ... 31

D. Pemerintahan Desa ... 32

E. Kerangka Pikir ... 34

III. METODE PENELITIAN... 37

A. Tipe Penelitian ... 37

B. Lokasi Penelitian ... 38

C. Fokus Penelitian... 39

D. Jenis Data... 43

E. Informan Penelitian ... 44

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Teknik Pengolahan Data... 46


(7)

ii

IV. GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Singkat Desa Alai Utara ... 50

B. Kondisi Umum Desa Alai Utara... 50

C. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa ... 54

D. Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa ... 55

E. Daftar Pengurus Karang Taruna Desa Alai Utara ... 57

F. Daftar Anggota Kelompok Tani Desa Alai Utara ... 59

G. Identitas Informan... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kerjasama Kepala Desa dan BPD ... 62

1. Tawar-menawar ... 68

2. Kooptasi ... 70

3. Koalisi ... 73

B. Analisis Akomodasi Kepala Desa dan BPD ... 76

1. Coeerci(Koersi) ... 77

2. Compromise(Kompromi)... 80

C. Analisis Asimilasi Kepala Desa dan BPD ... 82

D. Analisis Persaingan Kepala Desa dan BPD... 86

1. Persaingan untuk mencari kedudukan ... 88

2. Persaingan dalam segi peran aktif BPD dan Perangkat Desa ... 91

E. Analisis Kontravensi Kepala Desa dan BPD... 93

F. Analisis Pertentangan Kepala Desa dan BPD ... 98

1. Perbedaan kepentingan ... 99

2. Perbedaan antara individu-individu ... 104

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 108

B. Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA


(8)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Data Absensi Rapat BPD dan Kepala Desa ... 8

Tabel 2 Informan Penelitian ... 44

Tabel 3 Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4 Penduduk Menurut Pendidikan Desa Alai Utara ... 53

Tabel 5 Penduduk Menurut Umur Pekerjaan/Mata Pencaharian... 54

Tabel 6 Pengurus Karang Taruna Desa Alai Utara ... 57

Tabel 7 Nama-nama Anggota Kelompok Tani Desa Alai Utara ... 59

Tabel 8 Nama-nama Anggota Kelompok Tani Desa Alai Utara ... 60


(9)

(10)

(11)

MOTO

Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah untuk dirinya sendiri.

(QS Al-Ankabut [29]: 6)

Pekerjaan Hebat tidak dilakukan dengan Kekuatan, tapi dengan Ketekunan dan Kegigihan (Samuel Jhonson)

Hargai Hidup ini Kendati Hidup Hanya Satu Kali (Hazi Kurnia)


(12)

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani, memberikan akal dan semangat dalam

penyusunan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW.

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Ibunda tercinta

Yang telah mendidik, membesarkan, selalu memberikan do a terbaik dalam

sujudnya, memberikan kasih sayang, dukungan dan motivasi yang tiada henti

kepadaku hingga karya ini dapat terselesaikan.

Ayahanda tersayang

Yang telah mengajari bagaimana cara untuk berjuang, mengajari seberapa

pentingnya arti dari tanggung jawab, dan selalu menasihati agar dapat menjadi

seorang imam yang baik.

Kakak-Ayuk

Terima kasih atas do a serta semangat yang telah diberikan selama

menyelesaikan karya ini

Seluruh Keluarga Besarku

yang senantiasa memberikan do a dan

dukungan selama proses pendidikan berlangsung dan akhirnya menyelesaikan

karya sederhana ini.


(13)

RIWAYAT HIDUP

Hazi Kurnia, dilahirkan di Desa Alai pada tanggal 11 September 1993, merupakan anak dari pasangan Bapak Suryadi dan Ibu Yunarni. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Alai Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim pada tahun 2005, kemudian Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung, melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur ujian mandiri.


(14)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Alhamdulillahirrobbil’alamin, Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikutnya.

Penulisan skripsi berjudul “Interaksi Politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dan Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa Di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan”, ini

merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat kesalahan atau kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini, agar dapat bermanfaat di kemudian hari.


(15)

Skripsi ini dapat terselesaikan, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah membimbing penulis selama menempuh proses perkuliahan ;

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan yang telah meluangkan waktu, memberikan saran, arahan, dukungan, nasehat, solusi dan motivasi selama proses perkuliahan;

3. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan, yang telah memberikan motivasi melalui pengalaman lapangan selama proses perkuliahan;

4. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Skripsi terima kasih telah meluangkan waktu, memberikan memberikan saran, arahan, dukungan, nasehat, solusi dan motivasi selama proses bimbingan skripsi

5. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D selaku Dosen Pembahas dan Penguji terima kasih telah memberikan kritik, saran, masukan, solusi dan motivasi selama penyusunan skripsi ini;

6. Seluruh Dosen Pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu selama proses perkuliahan;


(16)

7. Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Riyanti dan Pak Jumadi yang telah membantu penulis dalam penyelesaian administrasi dan perlengkapan seminar serta ujian;

8. Staf akademik, kemahasiswaan, dan staf ruang baca Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung, Mb Rodiyati, Bung Reza, yang telah membantu penulis selama proses penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini; 9. Kepala Desa Alai Utara beserta seluruh jajaran staf Pemerintahan Desa Alai

Utara, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) beserta seluruh anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Alai Utara, Ketua Karang Taruna Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan, dan seluruh masyarakat Desa Alai Utara, yang telah memberikan informasi dan membantu penulis dalam melakukan riset atau penelitian; 10. Ibunda Yunarni dan Ayahanda Suryadi yang tak henti dan selalu memberikan

kasih sayang yang tak bisa dihitung “Aku Sangat Menyayangi Kalian”. Kakak

laki-lakiku Apyudi Prawira, S.E., Kakak perempuanku Delly Septasi Sari, S.E., yang telah mendo’akan, membimbing dan mendukung penulis dalam

penyelesaian skripsi ini. Ku tahu bahwa apapun dan berapapun yang akan kuberikan nanti, tidak akan pernah bisa cukup, lebih, dan terbalaskan, jika dibandingkan dengan apa yang telah kalian berikan kepadaku dari dalam kandungan sampai kini dan nanti;

11. Para sahabat setia sependeritaan tiada akhir Anbeja Kirsy, S.IP., Bramantyo Yudi P, S.IP., Trio Gama, S.IP., Wilanda Risky, S.IP. “Saya merasa terhormat karena telah berjuang, Tertawa, menangis, dan bermimpi bersama kalian”; serta sahabat wanita Yuanita, S.IP., Panggih Gotam Vivi Ditia, S.IP.,


(17)

Leni Olandari, S.IP., Nur Diana, S.IP., “Thanks For Everythings”, tak akan pernah melupakan semua keceriaan kita selama ini;

12. Teman-teman seperjuanganku, Aan Lesmana, S.IP., Genta Rizkiansah S.IP., Dian Seputri, S.IP., Meyliza Indriyani Putri, S.IP., Nadia Annisa, S.IP., Febi Puspitasari, S.IP., Yuyun Diah Anggraini S.IP., Zakiyah Handayani, S.IP., Restia Permatasari, S.IP., Redo Putra Ramadhan, S.IP., Marendra Ramadhani, S.IP., Indra Rinaldi, S.IP., Dwiky Caprinara, Delsen Mandela, S.IP., Endi Aziz, S.IP., Faisal, S.IP., M. Afif, S.IP., Fitdia Nizilil Azki, S.IP., Yandi Darma, S.IP., Randi Mase Bustami, S.IP., Rinaldo Sinaga, S.IP., Leni Yuliani, S.IP., Riyadhi Adyansyah, S.IP., Rizki Tri Saputra, S.IP., M. Alderajad, S.IP., Nugraha Eka Prayudha, S.IP., Adelia Pramadhita, S.IP., Winda Septiana, S.IP., Santi Novitasari, S.IP., Bertha Nanda, S.IP., Balqis Annisa, S.IP., Eki Anes Wijaya, S.IP., Rizqi Khusniah, S.IP., Ulil Ilmiyati, S.IP., Nur Hasanah, S.IP., Septiana Wulandari, S.IP., Evi Suryani, S.IP., Rya Clara, S.IP., Leny Novelina, S.IP., Syalian Sepky, S.IP., Ifit Chytrine, S.IP., Christian Tuahta, S.IP., Intan Bariza, S.IP., Gita Aprilia, S.IP., Wiwik Zubaidah, S.IP., Siti Robi’ah, S.IP., , Rani Soraya, S.IP., Indah Permatasari, S.IP., Miranti Andini, S.IP., Kiki Syafdi, S.IP., Ekoman Suryadi, S.IP., Ade Septia, S.IP., Meta Arlando, S.IP., Kurnia Imam, S.IP., Rio Anggerdeni, S.IP., M.Rendra, S.IP., Natessya, S.IP., Endah Hapsari, S.IP., Siko Aggasi, S.IP., Merari Defri, S.IP., Meiza Fery Ferdian, S.IP., dan yang belum tertulis,

penulis mohon maaf dan penulis ucapkan terimakasih atas do’a, motivasi dan dukungannya;


(18)

13. Abang-abang dan mbak-mbak Jurusan Ilmu Pemerintahan, Bang Habrianda Bukit, S.IP., Jang Lian Ifandri, S.IP., Jang Mandala Prabu, S.IP., Bang Esha, S.IP., Dongah Ricky, S.IP., Bang Opur, S.IP., Putra Ramadhan, S.IP., Tano Gupala, S.IP., Juru Motret Bang Kevin, S.IP., Juru Motret Bang Ade, S.IP., Mbak Siska Fitria, S.IP., Mbak Eta, S.IP., Mbak Dewi Astriya, S.IP.,

Terimakasih atas do’a, dukungan serta motivasinya;

14. Kakak yang telah menjadi saudara berbeda darah MasYayan Andryanto, Mas Adit, Bang Acep (Kedot), saudara satu atap Sindika Pratama, Hendra Afriyando, Reza Adi Wijaya, terimakasih telah memberikan banyak motivasi dan membangkitkan suasana hati serta mampu me-refreshpikiran penulis; 15. Adik-adik Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2012, Vico Bagja Lukito,

Nico Purwanto, Beler, Kirun, Nugraha, Erin, Beler, Juanda, Endrick, Miko, Nisa, Arum, Dita Winda,Terimakasih atas do’a, dukunganserta motivasinya; 16. Adik-adik Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2013, Ketum HMJ Pemerintahan Taufiq Suni Pratama, Kordum Tyas, Danang, Putri Aphrodite,

Terimakasih atas do’a, dukungan serta motivasinya;

17. Berbagai pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, demi terwujudnya kelulusan ini. Allah Maha Adil, semoga Allah SWT, membalas semua kebaikan kalian, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Bandar Lampung, 23 November 2015

Penulis,


(19)

(20)

1.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Interaksi antara aparatur desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan dalam sistem pemerintahan desa. Aparatur Desa diibaratkan sebagai lembaga eksekutif dan BPD diibaratkan sebagai lembaga legislatif. Kedua unsur tersebut merupakan mitra kerja yang bersinergi untuk kelancaran pelaksanaan pemerintahan desa. BPD juga berkewajiban untuk membantu memperlancar pelaksanaan tugas Kepala Desa, mengingat bahwa BPD dan Kepala Desa memunyai kedudukan yang sama. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa kedua unsur tersebut sama-sama memiliki tugas dan fungsi masing-masing.

Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan fungsi anggaran secara optimal menjadi sangat penting. Hal tersebut berguna bagi pertumbuhan dan perwujudan demokrasi dalam rangka penyelenggaraan pemerintah desa yang akuntabel. Kondisi tersebut terjadi apabila hubungan yang harmonis antara Aparatur Desa dan BPD terealisasi. Namun jika hubungan kedua lembaga tersebut terjadi permasalahan dan terjadi konflik maka akan berpengaruh juga


(21)

2

terhadap kelancaran penyelenggaraan pemerintahan desa. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Dadang Mansyur, 2010: 5) menjelaskan :

“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Indonesia memang seringkali mengalami persoalan-persoalan yang timbul terkait dengan hubungan tersebut, seperti hubungan antara Kepala Desa dengan BPD. Beberapa issu yang terjadi dalam hubungan antara aparat desa (Kepala Desa) dengan BPD adalah sebagai berikut:

a. Adanya arogansi BPD yang merasa kedudukannya lebih tinggi dari Kepala Desa, karena Kepala Desa bertanggung jawab kepada BPD; b. Dualisme kepemimpinan desa, yaitu kepala desa dengan

perangkatnya dan Badan Permusyawaratan Desa, yang cenderung saling mencurigai;

c. Sering terjadi mis-persepsi sehingga BPD sebagai unsur legislatif desa tetapi melakukan tugas dan fungsi eksekutif kepala desa; d. Anggota BPD sering belum bisa memilah antara fungsi

pemerintahan desa dengan pemerintah desa;

e. Kondisi sumberdaya manusia BPD yang masih belum memadai; f. Kinerja perangkat desa menjadi tidak efektif karena banyak mantan

calon Kepala Desa yang tidak jadi kepala Desa menjadi anggota BPD dan cenderung mencari-cari kesalahan perangkat desa bahkan ada kesan pula mereka berusaha untuk menjatuhkan Kepala Desa. Sumber : (http://repository.unri.ac.id/xlmlui/bitstream/handle/.pdf di akses pada tanggal 25 maret 2015)

Terkait dengan penelitian sebelumnya penulis mencantumkan skripsi terdahulu yang berjudul Relasi Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Plumbungan Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo. penelitian ini dilakukan oleh Ayu Novita Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang di lakukan oleh Ayu Novi bahwa Penelitian ini menggunakan teori kelembagaan Huntington untuk menjawab tingkat kelembagaan, teori formulasi kebijakan publik David Easton untuk menggambarkan proses pembuatan peraturan Desa, dan konseptualisasi tentang sistem pemerintahan Presidensial untuk menjawab relasi lembaga eksekutif dan yudikatif di


(22)

3

Desa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menjelaskan dan mendeskripsikan kondisi yang sedang terjadi dilapangan.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwasanya relasi antara kepala desa sebagai lembaga eksekutif dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislatif adalah berkedudukan setara sebagai mitra kerja tanpa ada subordinasi dibawahnya. Tetapi karena kurangnya pemahaman mengenai struktur pemerintahan mengakibatkan adanya kekuatan lembaga di salah satu pihak. Kepala Desa lebih mendominan dalam perumusan Peraturan Desa dari pada Badan permusyawaratan Desa (BPD) dikarenakan ternyata kelembagaan Kepala Desa Lebih kuat dibandingkan dengan BPD, dalam proses pembuatannya melalui 3 tahap yaitu input, proses dan output. Input terdiri dari tuntutan dan dukungan oleh masyarakat Desa melalui perwakilan- perwakilan yang dibahas dalam forum Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang kemudian disahkan oleh BPD menjadi sebuah output yaitu Peraturan Desa Plumbungan Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

Sumber: (http://journal.unair.ac.id di akses pada tanggal 11 juni 2015, pukul 21:00 WIB.)

Berdasarkan penjelasan di atas yang menjadi fokus penelitian ini adalah relasi kedudukan Kepala Desa sebagai lembaga eksekutif di tingkat desa dan Badan Permusywaratan Desa (BPD) selaku lembaga legislatif. Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa Kepala Desa lebih dominan dalam pembauatan pearturan desa sedangkan BPD merupkan mitra kerja pemerintah desa.

Perbedaan dalam penelitian yang akan di lakukan penulis adalah interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa. Hal ini lah yang menjadi perbedaan dari penelitian sebelumnya sehingga penulis tertarik ingin mengkaji tentang interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa.


(23)

4

Pada penelitian sebelumnya yang berjudul Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Proses Sinergisitas Dengan Kepala Desa Untuk Membangun Pemerintahan Yang Demokratis di Desa Matekan Kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo. (Siska Dewi Agustin, 2012: 8)

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk mengetahui peran BPD dalam upaya membangun pemerintahan yang demokratis di Desa Matekan kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis pola hubungan Kepala Desa dan BPD dalam proses sinergisitas untuk membangun pemerintahan yang demokratis di Desa Matekan kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo. Penelitin ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskripif. Tehnik pengumpulan data yang di gunakan adalah wawancara, studi dokumen, dan observasi. Subyek penelitian ini adalah ketua BPD, Kepala Desa, tokoh masyarakat desa Matekan, Kabupaten Probolinggo.

Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah sebagai perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Selain itu BPD juga beperan mengawasi pelaksanaan roda pemerintahan desa apabila adanya penyelewengan atas kewenangan dan kekuasaan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dalam melakukan pengawasan terhadap suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan,

2. Pola hubungan dalam membangun pemerintahan yang demokratis ini harus baik dan kompak dalam menjalankan sistem pemerintahan di desa karena demi kesejahteraan dan mencapai pemerintahan yang demokratis desa ini. Antara BPD dan Kepala desa pola hubungannya harus baik karena untuk kenyamanan dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Sehingga dalam melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa semua aparatur pemerintah desa dalam hubungannya dapat bersinergi dan bermitra dengan baik dan tepat dalam meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang professional.

3. Kendala yang di hadapi kepala desa dan BPD dalam membangun pemerintahan yang demokratis ialah: Kendala yang di hadapi Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam membangun pemerintahan yang demokratis pertama, kurangnya SDM masyarakat desa matekan ini masi banyak yang berpendidikan rendah jadi tidak mengerti apa yang mau di program oleh desa, Kedua, pemerintah


(24)

5

desa juga butuh partisipasi masyarakat desa agar pembangunan desa bisa berjalan dengan baik dan lancar, karena dalam menjalankan pembangunan desa partisipasi masyarakat sangat penting demi kelancaran pembangunan desa. ketiga, dalam melaksanakan program desa tentang pembangunan desa masih terjadi beda persepsi antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yaitu dalam menjalankan program pembangunan desa terjadi terjadi tarik menarik pembangunan yang akan segera di selesaikan. Tapi kendala tersebut masih bisa di selesaikan dengan cara musyawarah mufakkat. Karena jalan satu-satunya dalam mengatasi beda persepsi itu adalah musyawarah mufakat.

Sumber : (http://jurnalonline.um.ac.id/ di akses pada tanggal 12 juni 2015, pukul 10:00 WIB)

Berdasarkan penjelasan di atas yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini adalahPeran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Proses Sinergisitas Dengan Kepala Desa Untuk Membangun Pemerintahan Yang Demokratis di Desa Matekan Kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo. Hal ini menunjukan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan di lakukan oleh penulis. Penelitian yang akan di lakukan oleh penulis berjudul interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa.

Fenomena saat ini yang terjadi bahwa keharmonisan hubungan antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa tidak dapat berjalan dengan semestinya. Wewenang yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa tidak di manfaatkan secara baik. Salah satu contoh adalah di Desa Alai Utara bahwa Badan Permusyawaratan Desa bukan sebagai pengawas aparat desa Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan dari masyarakat setempat.


(25)

6

Berdasarkan wawancara dari salah satu masyarakat setempat, Apyudi Prawira yang menyatakan :

“Peran Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dalam pelaksanaan pemerintahan desa saat ini belum terlihat sebagaimana mestinya. Seperti tidak ada kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintah desa. Padahal kami mengharapkan adanya perhatian dari BPD, karena BPD adalah penampung aspirasi dari masyarakat seharusnya” . (Berdasarkan hasil wawancara pada hari Sabtu, 21 Maret 2015 pukul 13.44 WIB)

Selaras dengan pendapat Apyudi Prawira, Sabilly Rahman sebagai masyarakat setempat pun memberikan komentarnya mengenai koordinasi BPD:

“Selama ini koordinasi Badan Permusyaratan Desa (BPD) tidak terlihat harmonis. Seperti dalam pengambilan keputusan hanya terlihat dari salah satu pihak saja. Sehingga cenderung kekuasaan yang di pegang hanya dikuasai oleh Kepala Desa dan ini sudah terjadi dari tahun-tahun sebelumnya, sampai saat ini belum ada perubahan koordinasi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa”. (Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada Hari Sabtu, 21 Maret 2015 pukul 16. 54 WIB).

Pernyataan Sabily Rahman diperkuat oleh pernyataan Kepala Desa Alai Utara menurutnya:

“Keaktifan Badan Permusyawaratan Desa saat ini memang kurang aktif. Selama kurang lebih dua tahun Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) baru melakukan rapat sebanyak tiga kali. Memang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Alai Utara kurang aktif karena masih perlu arahan mengenai tugas dan fungsi sebagai Badan Permusyawaratan Desa”. ( Berdasarkan wawancara yang dilakukan oeh peneliti Pada Minggu, 5 April 2015 pukul 16.21)

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa adanya permasalahan antara Badan Permusyawartan Desa dan Kepala Desa sudah lama mengalami keadaan yang kurang baik. Hal tersebut terlihat dalam melaksanakan tugas dan fungsi


(26)

7

terhadap pelaksanaan pemerintahan desa. Kondisi ini sama halnya dengan kepemimpinan sebelumnya dimana Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kurang memahami dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut. Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tentunya bisa menciptakan keharmonisan sehingga dapat menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat melalui aspirasi-aspirasi dari masyarakat.

Berdasarkan observasi di lapangan pada tanggal 3 April 2015 bahwa interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa memang kurang terlihat begitu baik. Hal ini terlihat pada aktivitas kegiatan pemerintah desa di Kantor Desa Alai Utara yang tidak aktif. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa semestinya memiliki kegiatan rutin agar interaksi politik dari dua lembaga ini bisa berjalan dengan baik. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa masing-masing kedua unsur pemerintah desa sudah memiliki tanggung jawab seperti tugas dan fungsi aparatur desa.

Permasalahan ini mengungkapkan bahwa adanya ketidakaktifan di Badan Permusyawaratn Desa (BPD) cenderung kurang aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sehingga belum memberikan kontribusi yang lebih sebagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi sebagai mana mestinya. Sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa, BPD memiliki wewenang untuk membuat peraturan desa dengan aparat desa. Pembuatan peraturan desa yang semestinya dilakukan oleh Badan


(27)

8

Permusyawaratan Desa merupakan salah bentuk kontribusi yang bisa dilakukan oleh BPD namun hal tersebut belum dilakukan oleh Badan Permusyawartaan Desa (BPD) Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan penjelasan di atas mengenai permasalahan ketidakaktifan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) penulis melihat dari absensi kehadiran rapat sebagai berikut:

Tabel 1. Absensi Rapat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Perangkat Desa 25 Februari Tahun 2015 tentang Pembentukan Unit Pengelolaan Kegiatan (UPK) dalam Pelaksanaan Bantuan Stimulus Perumahan Swadaya di Desa Alai Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan

NO Nama Jabatan Absensi Hadir Tidak

Hadir 1 Zulman Kepala Desa Alai Utara 

2 Indrawandi Sekretaris Desa 

3 Ebiet Fiaramon Kaur Pemerintahan 

4 Agusin, SE Kaur Ekobang 

5 Herwanto, S.PdI Kaur Kesra 

6 Rudi Ananto Kap. Kantibmas 

7 Sapli Kap. P. Tani 

8 Hedi Kadus I 

9 Hairon Kadus II 

10 Zulkipli Kadus III 

11 Yendi Herwan Kadus IV 

12 Abd. Aripin, S.PdI Ketua BPD 

13 Mat Darmali Wakil Ketua BPD 

14 Dedi Efrian Sekretaris BPD 

15 Kurnia Anggota 

16 Abdullah Anggota 

17 Rudi Hartono Anggota 

18 Rizal Efendi Anggota 

19 Hata Anggota 

20 Tonowadi Anggota 

Sumber : Dokumen Absensi Rapat Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim

Berdasarkan Tabel 1 tentang Pembentukan Unit Pengelolaan Kegiatan (UPK) dalam pelaksanaan bantuan stimulus perumahan swadaya di Desa Alai Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan


(28)

9

menunjukan bahwa kehadiran rapat aparatur pemerintah desa belum maksimal. Terlihat dari jumlah kehadiran yang tidak mencapai 20 orang. Hal ini terlihat dari total jumlah pemerintah desa 20 orang, sedangkan yang hadir hanya 12 orang (60%) dan yang tidak hadir berjumlah 8 orang (40%).

Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah, karena pemerintahan desa yang berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh aparat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Interaksi semestinya dilakukan dengan baik oleh pemerintahan desa sehingga dapat menciptakan pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Proses pemerintahan desa yang baik tercipta dari adanya check and balances system antara Aparat Desa dengan BPD sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kontrol atas jalannya penyelenggaraan pemerintahan desa dapat dilakukan secara kolektif yakni aparat desa mampu berkerja sama dengan BPD dalam menyelenggarakan pemerintahan desa atau sebaliknya, karena dengan adanya kemitraan yang harmonis maka akan tercipta pembangunan yang memajukan bagi desa. Pelaksanaan dan kenyataannya dilapangan masih banyak BPD diberbagai nusantara yang masih belum berjalan secara optimal dan belum sesuai dengan tugas serta fungsi yang semestinya sebagai lembaga penyalur aspirasi masayarakat desa.


(29)

10

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Permasalahan yang terjadi adalah kurangnya koordinasi dan solidaritas antara Kepala Desa dan BPD di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Praktik-praktik hubungan kerja yang kurang harmonis dan menunjukkan kecenderungan terjadinya dominasi oleh Kepala Desa dibadingkan Badan Permusyawaratn Desa (BPD). Disisi lain, kententuan Undang-Undang Nomor. 6 tahun 2014 tentang Desa yang mengatur mengenai fungsi dan kewenangan kepala desa juga telah melebihi batas kewenangan.

Sehubungan dengan itu, pelaksanaan fungsi pemerintahan desa yang efektif, mutlak diperlukan karena pemerintah desa merupakan lembaga yang memiliki peran dan potensi yang cukup besar dalam proses perumusan desa. Selain itu. Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang seyogianya merupakan unsur pemerintah desa yang harus bersama-sama dalam melaksanakan pemerintahan desa.

Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk meneliti interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.


(30)

11

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. 2. Apa implikasi interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dengan Kepala Desa terhadap kinerja pemerintah desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaksan interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil yang akan dicapai pada penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan interaksi politik antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Aparatur Desa.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan masukan aparat Desa Alai Utara yang menangani langsung mengenai masalah interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam Pelaksanaan pemerintahan desa.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Interaksi Politik 1. Pengertian Interaksi Politik

Aktivitas kehidupan manusia tidak terlepas dari proses interaksi, baik sesama individu secara perseorangan, individu dan kelompok maupun kelompok dan kelompok. Selain faktor kebutuhan yang timbul dari dalam dirinya yang mencakup kebutuhan mendasar, kebutuhan sosial dan kebutuhan intergratif, manusia juga mempunyai naluri untuk selalu hidup berkelompok atau bersama dengan orang lain. Komunikasi merupakan salah satu bentuk interaksi yang semestinya dilakaukan oleh seorang individu maupun kelompok bahkan didalam suatu lembaga harus melakukan komunikasi. Hal ini agar koordinasi dalam suatu lembaga bisa berjalan dengan baik.

Menurut Morrisan (2009: 13), teori interaksi merupakan proses sosial dan menunjukkan bagaimana tingkah laku orang dipengaruhi aturan atau norma-norma kelompok. Selanjutnya menurut Yulianti (2003: 91), Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia dan antar orang dengan kelompok-kelompok masyarakat.


(32)

13

Interaksi terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu dan pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikas terjadi diantara kedua belah pihak.

Berdasarkan penjelasan di atas, maksud dari interaksi politik dalam penelitian ini adalah hubungan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok yang memiliki tujuan yang sama melalui jabatan-jabatan politik dan pemerintahan. Jabatan-jabatan politik dan pemerintahan tersebut dipilih secara demokrasi yang melibatkan masyarakat. Interaksi politik dalam penelitian ini melibatkan dua unsur pemerintahan desa yaitu BPD dan Kepala Desa sehingga dapat dilihat seperti apa proses interaksi politik yang terjadi dalam pelaksanaan pemerintahan desa di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.

Penulis berpendapat dalam menjalankan roda pemerintahan perlu dilakukannya sebuah interaksi. Interaksi merupakan suatu hubungan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Sehubungan dengan penjelasan beberapa para ahi mengenai interaksi politik penulis menyimpulkan bahwa suatu hubungan yang dinamis yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Interaksi politik memiliki fungsi yang sangat penting baik dalam kehidupan maupun dalam sebuah lembaga pemerintahan.

Penulis mencoba menggambarkan interaksi politik yang ada pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dengan mengacu pada


(33)

14

pendapat Madani (2011:137), terdapat mekanisme interaksi Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam pembahasan rancangan APBD, yaitu:

1. Akomodasi

Akomodasi diartikan sebgai suatu keadaan saling menguntungkan kedua kelompok aktor karena masing-masing sudah dipenuhi kepentinganny sehingga tidak terjadi perdebatan program yang serius. 2. Dominasi

Dominasi diartikan sebgai suatu keadaan yang menunjukkan adanya pertanyaan yang tidak terarah dan asala bertanya sehingga tidak substatif terhadap materi bahasan, sehingga pemerintah tidak mampu memberikan jawaban yang semestinya.

3. Kompromi

Kompromi diartikan sebagai suatu keadaaan dengan adanya tawar-menawar program yang ada akhirnya dapat berkibat pada pemberian

fee(biaya tambahan) pada DPRD.

Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini melihat interaksi Badan Permusyawaratan Desa (BPD dan Kepala Desa dalam proses pelaksanaan pemerintahan desa dari dua aspek yaitu mengenai tugas dan fungsi Kepala Desa dan BPD seperti pembahasan tentang program pembangunan yang ingin dilaksanakan apakah sudah melalui proses interaksi seperti yang sudah dijelaskan di atas karena pada penelitian ini antara BPD dan Kepala Desa kurang memiliki hubungan yang harmonis terlihat dalam pelaksanaan pemerintahan desa yang mendominasi disini adalah Kepala Desa sehinga pembagaian kekuasaannya tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang ada.


(34)

15

Keadaan yang terjadi di Desa Alai Utara dalam pelaksanaan pemerintahan desa didominasi oleh Kepala Desa. Proses akomodasi yang terbentuk terlihat dalam proses kompromi atau paksaan yang digunakan pada pelaksanaan pemerintahan desa. Paksaan yang dimaksud lebih kepada keharusan BPD untuk ikut dengan perintah kepala desa sehingga BPD dilarang memberikan anggapan, tanggapan dan kritikan atau malah kritikan yang diberikan kepada kepala desa diabaikan saja tidak ada tindak lanjutnya.

Proses dominasi dalam konteks penelitian ini melihat tugas dan kewenangan dari kepala desa yang seharusnya dengan aktivitas yang terjadi dilapangan. Kepala desa seringkali ingin menjadi yang paling baik, pintar dan mengerti sehingga terkadang mengabaikan bahwa yang dikerjakan merupakan kepntingan publik sehingga akan sangat menggangu apabila hanya dirumuskan oleh satu orang atau satu lembaga saja. Kompromi yang dimaksud dalam penelitian ini melihat adanya suatu kesepakatan bersama antara kepala desa dengan BPD atau masyarakat terakait pelaksanaan pemerintahan agar semua yang akan dilakukan melalui proses yang sudah disepakati bersama.

Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini termasuk dalam kompromistik. Hal ini terlihat dari ketiga aktor yang berperan dalam pelaksanaan pemerintahan. Ketiga aktor tersebut memiliki posisi masing-masing yaitu Kepala Desa sebagai perancang kebijakan, BPD sebagai pengawas kebijakan dan masyarakat sebagai penyalur aspirasi masyarakat


(35)

16

dalam suatu kepentingan publik. Pola kompromi yang dibentuk berupa negosiasi dalm bentuk rancangan pelaksanaan pemerintahan desa.

2. Karakteristik Interaksi Badan Pemusyawaratan Desa dan Kepala Desa

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial, oleh karena itu interaksi sosisal merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Selanjutnya dalam hal ini pengertian interaksi difokuskan kepada hubungan timbal balik yang saling memiliki diantara orang atau institusi, oleh karena itu interksi akan hanya akan terjadi bila terdapat reaksi dari kedua belah pihak yang terlibat di dalamnya.

Menurut Soekonto (Madani, 2011: 48), syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam 3 bentuk yaitu antara orang-perorangan, antara orang perorangan dengan suatu kelompok, dan antara kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Menurut Gillin (Madani, 2011 :49) interaksi yang terjadi umumnya berbentuk kerjasama (coperation) dan bahkan pertikaian atau pertentangan (competition) dan penggolongan proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial. Menurut Gillin (Madani, 2011: 49), membagai proses interaksi assosiatif dan disosiatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu :


(36)

17

1. Proses interaksiassosiatifdalam bentuk-bentuk : a. Kerjasama (corporation)

b. Akomodasi (accomadation) dan c. Asimilasi (assimilation)

2. Proses interaksidisosiatifdalam bentuk-bentuk : a. Persaingan (competition)

b. Kontravensi (kontravension) c. Pertentangan, pertikaian (conflict)

Menurut Poerwanti Hadi Pratiwi (2012: 1), dalam diskusi pengembangan bahan ajar, Proses sosial asosiatif adalah proses sosial yang mengacu kepada adanya kesamaan, keserasian dan keseimbangan pandangan atau tindakan dari orang-perorangan atau kelompok orang dalam melakukan interaksi sosial. (http://staf.uny.ac.id..kehidupan%20sosial%man... diakses pada tanggal 12 juni 2015 pukul 02:22 WIB). Proses sosial asosiatif dibentuk dalam kerjasama maupun persetujuan. Menurut Soekonto (Madani, 2011: 50), proses asosiatif diwujudkan dalam bentuk kerjasama maupun persetujuan. Soekonto menjelaskan bahwa proses asosiatif terbagai dalam dua bentuk interaksi yaitu kerjasama (cooperation) dan akomodasi (accomodation).

Bentuk proses interaksi asosiatif yang pertama adalah kerjasama (cooperation). Menurut cooley (Madani, 2011: 50), bentuk kerjasama diantara orang perorang atau antar kelompok dibangun berdasarkan konsep berikut, yaitu :

Suatu usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan yang sama dan adanya oraganisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. Timbulnya


(37)

18

kerjasama tentu didasari orientasi masing-masing individu sebagai bagian dari sebuah kelompok (in-graup) dengan kelompok lainnya (out-group). menguat atau melemahnya kerjasama yang dibangun antara dua kelompok ditentukan oleh berbagai aktivitas eksternal yang berdampak pada kedua kelompok yang saling berkerjasama. jika aktivitas tersebut mengancam nilai, kepentingan dan eksistensi kelompok-kelompok yang menjalin kerjasama tersebut maka akan terjadi pengutan kerjasama yang dibangun.

Menurut Thompson dan McEwen (Madani, 2011: 51), ada lima bentuk indikator untuk mengidentifikasi kerjasama yaitu kerukunan, tawar-menawar (bargaining), kooptasi (co-optation), koalisi (coalition) dan joint venture. berdasarkan bentuk kerjasama di atas, interaksi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dapat digolongkan kedalam tiga bentuk indicator yaitu tawar-menawar, kooptasi, koalisi.

Menurut Thompson dan McEwen (Madani, 2011: 51), ada tiga bentuk indikator untuk mengidentifikasi bentuk kerjasama adalah sebagai berikut :

1. Tawar-menawar mencermikan pertukaran kepentingan, barang dan jasa diantara dua kelompok atau lebih yang diikat melalui perjanjian.

2. Kooptasi adalah masuknya atau diterimanya unsur-unsur baru pada kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam organisasi melalui suatu proses seabagai upaya menjaga kestabilan.

3. Koalisi merupakan interaksi melalui kombinasi antara dua organisasi atau lebih karena memiliki tujuan bersama. Pada pelaksanaannya, koalisi yang dibentuk ini dapat menimbulkan ketidakstabilan karena tiap-tiap organisasi memiliki nilai dan struktur yang berbeda, namun adanya tujuan bersama yang ingin dicapai maka koalisi akan mengarah kepada kooperatif.

Berdasarkan penjelasan di atas, kerjasama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha bersama antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa bahkan masayarakat ikut dilibatkan dalam rangka perumusan


(38)

19

program kerja atau pembuatan peraturan desa. Kepentingan dari antara ketiga aktor tersebut berbeda, sehingga akan terlihat kerjasama yang seperti apa yang diterapkan dalam penelitian ini. Kerjasama dalam pelaksanaan pemerintahan desa dapat dilihat berdasarkan hasil tawar menawar antara satu aktor kepada aktor yang lain, menjaga stabilitas pelaksanaan pemerintahan desa serta menjalin interaksi yang baik dari kedua unsur tersebut.

Bentuk proses interaksi asosiatif yang kedua adalah akomodasi (accommodation). Menurut Soekonto (Madani, 2011: 51), konsep akomodasi adalah :

Upaya dalam mengatasi pertentangan atau konflik yang terjadi antara oragnisasi yang satu dengan yang lainnya tanpa menimbulkan kekalahan atau kerugian oragnisasi yang terlibat di dalamnya. ada dua tujuan yang terdapat dalam akomodasi yaitu mengurangi pertentangan yang terjadi dengan menghasilkan solusi baru yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dan mengatasi atau mencegah terjadonya konflik sebagai akumulasi pertentangan yang terjadi.

Menurut Soekonto (Madani, 2011: 51) ada tujuh indikator dalam mendefenisikan bentuk akomodasi adalah yaitu coercion, compromise, arbitration, mediation, toleration, stalemate danadjudication.Berdasarkan penjelasan d iatas, indikator akomodasi dalam hal ini interaksi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dapat dikategorikan dalam indikator coercion dan compromise. Menurut Thompson dan McEwen (Madani, 2011: 51), dua indikator untuk mengidentifikasi bentuk akomodasi adalah sebagai berikut :


(39)

20

1. Coerciatau Koersi adalah suatu bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya unsur keterpaksaan, karena kelompok atau organisasi yang satu berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan oragnisasi atau kelompok lainnya. Bentuk paksaan ini dapat dilakukan secara fisik (langsung) misalnya dengan pengarahan masa atau simpatisan dari kelompok atau organisasi tertentu untuk meneken kelompok atau oragnisasi lawannya atau pun dilakukan secara psikologis (tidak langsung) yaitu dengan membentuk opini public yang bersifat menekan atau bahkan menyebar opini buruk (black propaganda). 2. Compromise atau Kompromi adalah bentuk akomodasi yang terjadi

jika organisasi atau kelompok yang saling berinteraksi mengurangi tuntutanya untuk mencapai kesepakatan.

Berdasarkan penjelasan di atas, akomodasi dilakukan untuk upaya mengatasi pertentangan yang ada antara BPD dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Terdapat dua bentuk akomodasi yaitu unsur paksaan dan saling berinteraksi mengurangi tuntutan untuk mencapai kesepakatan.

Bentuk proses assosiatif yang ketiga asimilasi. Menurut Madani (2011: 52) asimilasi adalah usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan antarindividu atau antarkelompok guna mencapai satu kesepakatan berdasarkan kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

Berdasarkan penjelasan di atas maksud dari asimilasi dalam penelitian ini adalah penggabungan ide-ide dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa untuk mencapai kesepakatan bersama baik dalam perumusan kebijakan maupun pembuatan peraturan desa sekaligus agar dapat mewakili aspirasi aspiarasi masyarakat.


(40)

21

Menurut Madani (2011: 52), proses disosiatif adalah oppotional proses yang secara mendasar dapat diartikan sebagai upaya orang perorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Proses disosiatif ini dapat didefenisikan dalam tiga bentuk yaitu persaingan (competition), kontravensi (contravention), dan pertentangan atau pertikaian (conflict). Menurut Gillin (Madani, 2011: 52) persaingan (competion) dapat diartikan sebagai berikut :

Suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok –kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang tela ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan

Persaingan memiliki dua tipe umum yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi. Bersifat pribadi, orang perseorangan atau individu secara langsung bersaing untuk memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu pelaksanaan pemilihan kepala desa. Tipe ini juga dinamakan rivary.

Persaingan yang tidak bersifat pribadi, yang langsung bersaing adalah kelompok. Persaingan misalnya dapat terajadi antara dua calon kepala desa yang bersaing untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat di suatu desa tertentu.

Menurut Elib Unikom dalam website (http://elib.unikom.ac.id/?id=2201 diakses pada tanggal 13 Juni 2015 pukul 13:11 WIB), Tipe-tipe persaingan tersebut di atas menghasilkan bentuk persaingan, yaitu antara lain :


(41)

22

1. Persaingan ekonomi. Persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi klasik, persaingan bertujuan untuk mengatur produksi dan distribusi. Persaingan adalah salah satu cara untuk memilih produsen-produsen yang baik. Bagi masyarakat sebagai keseluruhan hal demikian dianggap menguntungkan, karena produsen yang terbaik akan memenangkan persaingannya dengan cara memproduksi barang dan jasa yang lebih baik dan dengan harga yang rendah.

2. Persaingan kebudayaan. Persaingan dalam bidang kebudayaan terjadi ketika para pedagang barat berdagang di pelabuhan-pelabuhan Jepang . hal yang sama juga terjadi sewaktu kebudayaan Barat, yang dibawa oleh orang-orang Belanda pada akhir abad ke-15 jadi berhadapan dengan kebudayaan Indonesia. Persaingan dalam bidang kebudayaan dapat pula menyangkut, misalnya persaingan di bidang keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan seterusnya.

3. Persaingan kedudukan dan peranan. Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang.

4. Persaingan ras, sebenarnya juga merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Perbedaan ras baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniah lebih mudah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, persaingan digunakan untuk mencari keuntungan-keuntungan dalam pelaksanaan pemerintahan desa. persaingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pesaiangan kedudukan dan peranan. persaingan kedudukan terjadi karena merasa sama-sama dipilih, memiliki kekuasaan penuh dan segala keputusannya menyangkut masyarakat luas.

Menurut Madani (2011:52), proses disosiatif dalam bentuk kontravensi menjadi bentuk persaingan dan pertentangan atau pertikaian yang ditandai


(42)

23

oleh sikap atau perilaku ketidaksukaan yang tersembunyi terhadap orang perorang atau kelompok namun tidak sampai mengarah kepada pertikaian ataupun jika terjadi cenderung tertutup.

Menurut Wiese dan Backer (Madani, 2011:53), ada lima bentuk kontravensi yaitu :

1. Umum, aktivitas yang tergolong dalam bentuk ini antara lain penolokan, protes dan perlawanan.

2. Sederhana, dalam bentuk ini aktivitas yang dilakukan anatara lain mengencam, menyangkal peryataan pihak laan dan memfitnah. 3. Intensif, bentuk kontavensi yang meliputi aktivtas penghasutan dan

menyabarkn desas-desus.

4. Rahasia, suatu bentuk kontravensi melalui memberikan rahasia kelompok kepada pihak lawan atau penghianatan.

5. Taktis, bentuk kontravensi melalui aktivitas untuk menggangu pihak lawan seperti yang terjadi pada kampanye pemilihan umum.

Berdasarkan penjelasan di atas, kontravensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adanya perilaku ketidaksukaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Kepala Desa, dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Hal ini dapat terjadi dalam bentuk protes terhadap kepala desa sehingga terjadi pro dan kontra antara BPD dan Kepala Desa.. Kontravensi yang terjadi biasanya berupa, penolakan terhadap kebijakan yang dibuat oleh kepala desa. Sehingga terjadi protes dari suatu lembaga seperti Badan Permusyawartan Desa (BPD).

Menurut Madani (2011: 53) proses disosiatif dengan bentuk ekstream adalah pertikaian atau pertentangan. pengertian pertentangan menurut Wiese dan Becker (Madani, 2011: 53) adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan


(43)

24

menentang pihak pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.

Menurut Gillin (Madani, 2011: 53), terdapat sebab-sebab atau akar-akar dari pertentangan antara lain adalah :

1. Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka.

2. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari oran perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak sadar, sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia.

3. Perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam ada kepentingan ekonomi, politik, dan lain sebagainya.

4. Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Dan ini menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya, umpama mengenai reorganisasi sistem nilai. Sebagaimana diketahui perubahan sosial mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur.

Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksud pertikaian dalam penelitian ini adalah adanya usaha kelompok untuk memenuhi tujuannya degan cara menentang pihak lain, agar tujuan yang mereka inginkan tercapai. Pertikaian yang terjadi disebabkan oleh perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam ada kepentingan ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Pertentangan dapat terjadi walaupun tidak terbuka oleh


(44)

25

kedua unsur pemerintahan desa. Hal ini disebabkan oleh kurangnya keterbukaan antar lembaga dalam menyelesaikan masalah.

Menurut file UPI tentang edukasi akademi dalam website (http://file.upi.edu/Direktori/.../interaksi_sosial.pdf di akses pada tanggal 13 juni 2015 pukul 14:33 WIB), pertentangan mempunyai beberapa macam pertentangan khususnya, antara lain :

1. Pertentangan pribadi. Tidak jarang terjadi bahwa dua orang sejak mulai berkenalan sudah saling tidak menyukai. Apabila permulaan yang buruk tadi dikembangkan, maka timbul rasa saling membenci. Masing-masing pihak berusaha memusnahkan pihak lawannya.

2. Pertentangan rasial. Dalam hal ini pun para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan-perbedaan antara mereka yang seringkali menimbulkan pertentangan. Misalnya, pertentangan antara orang-orang negro dengan orang-orang-orang-orang kulit putih di Amerika Serikat.

3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial. Pada umumnya ia disebabkan oleh perbedaan kepentingan, misalnya perbedaan kepentingan antara majikan dengan buruh.

4. Pertentangan politik. Biasanya pertentangan ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat.

5. Pertentangan yang bersifat internasional. Ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara.

Berdasarkan penjelasan diatas, pertentangan yang dimaksud dalam penelitian ini terdapat dua pertentangan. Pertama, pertentangan yang terjadi antara Kepala Desa dan Ketua BPD, atau Ketua BPD dan masyarakat, dan sebagainya.

B. Tinjauan Badan Pemusyawaratan Desa 1. Pengertian Badan Permusyawaratan Desa

Badan Pemusyawaratan Desa merupakan lembaga desa yang mempunyai kedudukan sejajar dengan Kepala Desa dan menjadi mitra Kepala Desa


(45)

26

dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Badan Pemusyawaratan Desa sering diikutsertakan dan didengarkan apa yang menjadi aspirasi dan masukannya.

Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa pasal 55 menjelaskan bahwa Badan Pemusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Hal ini sejalan dengan ungkapan Soekanto (2004:219) sebagai berikut: Suatu lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kedudukan pokok manusia pada dasarnya memiliki berbagai fungsi yaitu: 1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka

harus bertingkahlaku atau bersikap sesuai dengan kedudukannya menghadapi masalah dalam masyarakat yang menyangkut kebutuhan mesyarakat.

2. Menjaga keutuhan masyarakat.

3. Memberikan pedoman kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan suatu wadah yang bisa menampung aspirasi masayarakat dalam hal ini BPD bisa menyampaikan langsung kepada Kepala Desa. Kerjasama antar lembaga bisa berjalan dengan baik jika sudah menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan ketentuan melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Hubungan dengan penelitian ini adalah terakait mengenai kerjasama maupun interaksi yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam hal ini aktor yang terlibat adalah Badan


(46)

27

Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa, Sehingga hubungan dua lembaga ini bisa berjalan dengan baik. Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil rakyat yang memiliki masa jabatan selama 6 Tahun dan dipilih secara langsung.

2. Hak Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Secara yuridis hak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengacu kepada Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang desa pasal 61, sebagai berikut :

1. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;

2. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan

3. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

Selanjutnya anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki hak yang sama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang desa pasal 62, seabgai berikut :

a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa; b. mengajukan pertanyaan;

c. menyampaikan usul dan/atau pendapat; d. memilih dan dipilih; dan

e. mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

3. Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat diharapakan oleh masyarakat desa, karena dengan adanya lembaga tersebut semua aspirasi dan kehendak masyarakat akan tersalurkan. Oleh sebab itu, setiap individu yang terpilih menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


(47)

28

semestinya mampu mawakili masing-masing daerah yang memilihnya. Aneka macam peranan yang melekat pada seseorang.

Menurut Soekanto (2004:372) merupakan peranan bagi individu dalam masyarakat dalam hal :

1. Bahwa peranan-peranan tersebut harus dilakukan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

2. Peranan tersebut seyogyanya dilakukan pada individu-individu yang oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya.

3. Melaksanakannya memerlukan pengorbanan dari kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu Dalam masyarakat, kadang kala individu yang tidak mampu melaksanakan peranannya karena untuk banyak.

4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan perannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang bahkan seringkali masyarakat terpaksa membatasi peluang peluang tersebut.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 55 fungsi BPD yang berkaitan dengan kepala desa yaitu :

1. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

2. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan 3. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

C. Tinjauan Kepala Desa 1. Pengertian Kepala Desa

Kepala Desa menurut Talizidhu Ndraha (Djaenuri, 2003:411) adalah kepala organisasi pemerintahan desa yang berkedudukan strategis dan mempunyai tanggung jawab yang luas. Sedangkan menurut Suryaningrat (1985:81) Kepala desa ialah penguasa tunggal dalam pemerintah desa,


(48)

29

bersama-sama dengan pembantunya yang merupakan pamong desa. Ia merupakan pelaksana dan penyelenggara urusan rumah tangga desa dan di samping itu ia menyelenggarakan urusan pemerintah. Meskipun demikian ia di dalam melaksanakan tugasnya ia memiliki batasan-batasan tertentu, ia tidak dapat menuruti keinginannya sendiri

Berdasarkan penjelasan di atas, kepala desa merupakan kepala oraganisasi dan memiliki tugas dan fungsi dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Kepala Desa memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalakan pemerintahan desa. Meskipun demikian kepala desa tidak dapat menjalankan pemerintahan desa dengan sewenang-wenang kerena di bawah kepala desa masih ada jajaran yang bisa mengontrol kegiatan kepala desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Swadaya Masyarakat bahkan masyarakat desa bisa mengontrol kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa.

Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Selanjutnya terdapat pada pasal 26 yang menyebutkan bahwa Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.


(49)

30

Menurut Widjaja A.W (1996:11) menjelaskan bahwa kepala desa tidak diperkenankan merangkap jabatan lain atau menjadi pegawai negeri sipil di instansi mana pun, hal ini di lakukan agar ia dapat mengarahkan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk kelancaran pemerintah desa. Kepala Desa bukan saja berfungsi sebagai kepala, tetapi juga sebagai seorang pemimpin .

Kemudian dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Kepala desa merupakan pemimpin tunggal yang ada di pemerintahan desa yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengatur urusan rumah tangga desa baik itu pemberdayaan masyasrakat desa atau masalah pembangunan desa, termasuk di dalamnya masalah lingkungan hidup dan kelestarian lingkungan hidup desa. Meskipun kepala desa merupakan pemimpin tunggal dalam menjaslankan tugasnya kepala desa memiliki batasan-batasan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.

Selanjutnya dalam menjalankan tugasnya kepala desa tidak bisa berkerja sendiri sesuai dengan keinginan hatinya, dalam membuat peraturan desa misalnya, kepala desa harus meminta pendapat desa atau masyarakat dalam rapat desa, khususnya tentang urusan yang menyangkut tentang desa. Dan hal tersebuut di atas haruslah dengan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa Kepala Desa mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pemerintahan desa. Kepala Desa merupakan pemimpin terhadap jalannya tata urusan


(50)

31

pemerintahan yang ada di desa. Seorang Kepala Desa merupakan penyelenggara dan sekaligus sebagai penanggung jawab atas jalannya roda pemerintahan dan pembangunan di dalam wilayahnya. Kepala Desa memiliki masa jabatan selama 6 Tahun dan dipilih secara langsung oleh rakyat.

2. Tugas dan Wewenang Kepala Desa

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 26 ayat 1 tugas Kepala Desa seabagai berikut :

a. Menyelenggarakan Pemerintahan Desa b. Melaksanakan Pembangunan Desa c. Pembinaan Kemasyarakatan Desa d. Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 26 ayat 2 Kepala Desa memiliki wewenang dalam melaksanakan pemerintahan desa seabagai berikut :

a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa;

e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. membina kehidupan masyarakat Desa;

g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;

h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapaiperekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;

i. mengembangkan sumber pendapatan Desa;

j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; l. memanfaatkan teknologi tepat guna;


(51)

32

n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Tinjauan Pemerintahan Desa 1. Pengertian Pemerintahan Desa

Menurut Widjaja (2003:27) Pemerintahan desa diartikan sebagai kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kepala Desa dan Badan Pemusyawaratan Desa. Susunan organisasi Pemerintahan Desa berdasarkan Kepmendagri No. 64 Tahun 1999 menyatakan bahwa perangkat desa terdiri dari unsur-unsur staf yaitu unsur pelayanan seperti sekretariat desa dan tata usaha, unsur pelaksana, unsur teknis lapangan seperti urusan pamong tani desa urusan keamanan dan unsur pembatu kepala desa di wilayah desa seperti kepala dusun.

Sedangkan Menurut Syafiie (2007:4) secara etimologi, pemerintahan dapat diartikan sebagai berikut :

a. Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh. Yang berarti di dalamnya terdapat dua pihak, yaitu yang memerintah memiliki wewenang dan yang diperintah memiliki kepatuhan akan keharusan.

b. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemerintah. Yang berarti badan

yang melakukan kekuasaan memerintah.

c. Setelah ditambah lagi akhiran “an” menjadi pemerintahan. Berarti

perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut.

Pemerintah Desa menurut Saparin (2009:19) dalam bukunya “Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa” menyatakan bahwa:


(52)

33

Pemerintah desa merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (perangkat desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan.

Berdasarkan penjelasan di atas penyelenggaraan pemerintahan desa sangat erat kaitannya dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Aparatur desa merupakan tonggak pergerakan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya memperkuat aparatur desa dan lembaga desa merupakan langkah untuk mempercepat dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintah desa, menurut Nurcholis (2011:138) pemerintah memiliki tugas pokok:

a. Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, membangun dan membina masyarakat.

b. Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.

Berdasarkan penjelasan di atas maksud dari pemerintah desa dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam melaksanakan pemerintahan desa. Sehingga pemerintah desa mampu melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah desa salah satu tonggak pertama dalam membangun pemerintahan yang baik. Hal ini terlihat dari upaya pemerintah dalam menanggapi aspirasi dari masyarakat.


(53)

34

E. Kerangka Pikir

Interaksi merupakan salah satu bentuk komunikasi yang harus dilakukan oleh seorang individu maupun kelompok. Bahkan di dalam suatu lembaga semestinya melakukan komunikasi baik secara individu maupun kelompok. Kemudian antar lembaga juga harus melakukan komunikasi agar koordinasi dalam sebuah sistem berjalan dengan baik. Selaras pendapat Morrisan (2009: 13), teori interaksi merupakan proses sosial dan menunjukkan bagaimana tingkah laku orang dipengaruhi aturan atau norma-norma kelompok. Selanjutnya menurut Yulianti (2003: 91), Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia dan antar orang dengan kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu dan pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikas terjadi diantara kedua belah pihak.

Berdasarkan penjelasan di atas maksud dari interaksi dalam penelitian ini adalah bagaimana proses interaksi yang dilakukan oleh BPD dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintah desa. Penelitian ini mengambil studi kasus yang ada di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim. Masalah dalam penelitian ini adalah kurangnya partisipasi BPD dalam menjalankan roda pemerintahan. Jalannya pemerintahan di desa merupakan kerjasama antara lembaga diantaranya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa. Dua lembaga ini memiliki hubungan yang erat dalam pelaksanaan pemerintahan agar mampu menjadikan pemerintahan yang baik.


(54)

35

Selain itu permasalahan yang terjadi di lapangan bahwa adanya ketidak aktifan suatu lembaga di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim yaitu Badan Permusyawaratn Desa (BPD). Badan Permusyawaratn Desa (BPD) cenderung kurang aktif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sehingga belum memberikan kontribusi yang lebih sebagai lembaga yang memiliki tugas dan fungsi sebagai mana mestinya.

Badan Permusyawaratan Desa merupakan salah satu lembaga yang bisa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. Berdasrkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa Badan Permusyawaratn Desa (BPD) memiliki fungsi pengawasan kepada Kepala Desa. Permasalah dalam penelitian ini adalah kontribusi BPD dalam pelaksanaan Pemerintahan Desa yang kurang aktif, kurangnya inisiatif BPD dalam menuangkan pemikiran untuk pelaksanaan pemerintahan, dan BPD cenderung tidak memiliki peran dalam pelaksanaan pemerintahan desa.

Proses pelaksanaan pemerintahan desa semestinya memiliki kerjasama yang baik. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan aktor yang terlibat dalam pelaksanaan pemerintahan. Pemerintahan yang baik (good governanance) merupakan hasil dari kerjasama antar lembaga yang ada di pemerintahan. Kerjasama dalam pemerintahan merupakan hal yang semstinya dilakukan oleh setiap lembaga. Hal ini agar menjadikan pelaksanaan pemerintahan berjalan sesuai dengan rencana. Proses pelaksanaan pemerintahan desa tidak hanya dilakukan oleh Kepala Desa melainkan turut


(55)

36

serta Badan Permusyawaratan Desa BPD merupakan suatu penunjang untuk keberlangsungan jalannya pemerintahan.

Kemudian dalam pelaksanaan roda pemerintahan perlu adanya kerjasama yang baik agar pelayanan terhadap masyarakat bisa terwujud. Kerjasama dalam hal ini adalah kerjasama yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa sehingga tugas yang diberikan bisa berjalan dengan semestinya.

Secara umum kerangka pikir yang hendak dibangun dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 1 : Bagan Kerangka Pikir Komunikasi BPD dan Kepala

Desa

Pola Interaksi Asosiatif Pola Interaksi Disosiatif

a. Kerjasama (corporation) b. Akomodasi (accomadation) c. Asimilasi (assimilation)

a. Persaingan (competition) b. Kontravensi (kontravension) c. Pertentangan, pertikaian (conflict)

Pelaksanaan Pemerintahan Desa - Baik


(56)

III . METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menurut Masyhuri dan Zainudin (2008 :12) penelitian kualitatif adalah penelitian yang pemecahan masalahnya dengan data empiris, sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007: 3), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang- orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Menurut Hadari dan Mimi (1996 :176) Obyek penelitian kualitatif adalah segala bidang aspek kehidupan manusia,yakni manusia dan segala aspek yang di pengaruhi manusia.

Tipe penelitian yang digunakan yakni deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan serta memahami dan menjelaskan bagaimana Komunikasi Politik BPD dan Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim. Alasan penulis menggunakan penelitian deskriptif kualitatif adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti


(57)

38

bisa mendapatkan informasi secara mendetail dan lebih dalam sehingga permasalahan yang terjadi di lapangan dapat difokuskan dan penelitian kualitatif membantu penulis untuk memapaparkan lebih banyak informasi karena metode yang digunakan berupa wawancara dan obesvasi langsung di lapangan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Menurut Nawawi dan Hadari (1995:208-217) menyatakan bahwa objek penelitian kualitatif diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya atau secara naturalistic (natural setting). Selanjutnya melalui sumber data, dapat ditentukan lokasi penelitian dengan tidak menentukan berapa jumlahnya pada satu lokasi. Usaha mengumpulkan data hanya berhenti setelah sampai taraf ketuntasan atau kejenuhan. Tahap ini berarti sudah tidak ada lagi sumber data yang dapat memberikan informasi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.

Penelitian ini dimulai pada tanggal 16 Juli 2015 dan selesai pada tanggal 28 Juli 2015. Terkait dengan lokasi penelitian mengapa lokasi penelitian di Desa Alai Utara karena melihat adanya permasalahan kurang aktifnya BPD dalam berkerjasama dengan Kepala Desa dan penulis membandingkan dengan Desa Alai Selatan yang lebih aktif dan mampu berkerjasama antara BPD dan Kepala Desa. Hal ini yang menjadi ketertarikan penulis untuk meneliti di Desa Alai Utara.


(58)

39

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian bertujuan membatasi masalah yang dibahas dengan penelitian. Menurut Creswell (Herdiansyah, 2012:86) fokus penelitian adalah suatu konsep atau suatu proses yang dieksplorasi secara mendalam dalam penelitian kualitatif.

Miles dan Huberman (1992:30), menjelaskan bahwa memfokuskan dan membatasi pengumpulan data dapat dianggap sebagai bagian dari reduksi data yang sebelumnya sudah diantisipasi. Kemudian penelitian kualitatif, fokus penelitian sangat penting artinya. Penentuan fokus dalam penelitian setidaknya memiliki dua tujuan. Pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi, yang juga berarti bahwa adanya fokus, penentuan tempat penelitian juga menjadi layak. Kedua, penentuan fokus secara efektif dapat dijadikan sebagai alat untuk menyaring informasi yang masuk. Sebab harus diperhatikan bahwa dalam kondisi dilapangan akan ditemui banyak data-data menarik yang apabila dipandang tidak relevan, maka data itu tidak perlu dimasukkan.

Fokus penelitian memberikan batasan studi dan batasan peengumpulan data sehingga dalam pembatasan ini penelitian akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Fokus penelitian ini sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian yaitumenjawab pertanyaan “BagaimanaProses Interaksi Politik Badan Pemusyawaratan Desa dan Kepala Desa dalam pelaksanaan Pemerintahan Desa di Desa Alai Utara Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan?”


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan interaksi politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa sebagai berikut:

1. Proses Interaksi Asosiatif

Interaksi BPD dan Kepala Desa masih buruk. Hal ini dilihat dari adanya kendala seperti pada kerjasama dalam sub indikator tawar menawar menjadi kendala karena BPD kurang memberikan masukan atau pemikiran pada proses perumusan peraturan desa. Pada akomodasi terdapat dua sub indikator yaitu koersi, kompromi. Kendala pada akomodasi adalah pada sub indikator kompromi hal ini terjadi karena kurangnya keterbukaan Badan Permusyawartan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam menyelesaikan suatu masalah. Asimilasi kedua lembaga cukup baik. Faktor yang menjadi kendala adalah kurangnya partisipasi Badan Permusyawartan Desa (BPD) dalam membuat peraturan desa. Kurangnya pemahaman mengenai tugas dan fungsi BPD menjadikan BPD kurang berpartisipasi dalam melaksanakan tugas. Pada praktiknya BPD masih bingung dalam menjalankan tugas dan fungsi.


(2)

109

2. Proses Interaksi Disosiatif

Pada proses interaksi disosiatif BPD dan Kepala Desa mengalami persaingan yang berupa persaing peran. BPD kontravensi terhadap kinerja Kepala Desa karena Kepala Desa lebih mendominasi dalam pelaksanaan pemerintahan desa sehingga menibulkan kecurigaan dari BPD. BPD dan Kepala Desa mengalami pertentangan atapun pertikaian yang postif seperti terjadi pertentang pada waktu rapat. BPD memiliki penilaian buruk terhadap kinerja Kepala Desa. Hal ini disebabkan kurangnya keterbukaan Kepala Desa kepada BPD.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa terhadap permasalahan, maka penulis memberikan saran terkait interaksi politik BPD dan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemerintahan desa sebagai berikut :

1. Pada proses interaksi asosiatif seharusnya Kepala Desa mampu melibatkan selurus apartur desa dalam membuat peraturan desa . Hal ini terlihat kurangnya kerjasama seperti perlu diperbaiki pola koordinasi, komunikasi perlu diperbaiki agar informasi lebih terbuka kepada seluruh aparatur desa. Selanjutnya hal yang perlu diperbaiki terkait kompromi dari kedua unsur pemeritahan desa agar lebih interaktif lagi dalam memberikan kontribusi terhadap jalannya pemerintahan desa. BPD dan Kepala Desa seharusnya dapat menjadi mitra kerja yang harmonis melalui proses kerjasama antar kedua lembaga agar hubungan menajdi harmonis.


(3)

110

2. Pada proses interaksi disosiatif

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa seharusnya dapat lebih terbuka dan mampu memberikan solusi jika terjadi suatu masalah. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seharusnya dapat mengawasi kinerja kepala desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa seharusnya mampu menjalankan tugas dan fungsi sebagai BPD. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa seharusnya mampu menjalin hubungan dengan harmonis agar tidak terjadi pertikaian antar kedua lembaga.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bungin, Burhan. 2011.Sosiologi Komunikasi. Prenanda Media Grup. Jakarta Cangara, Hafied. 2011.Komunikasi Politik. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Djainuri, Aries dkk. 2003. Sistem Pemerintahan Desa. Pusat Penerbitan

Universitas Lampung. Bandar Lampung

Herdiansyah Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.Salemba Humanika. Jakarta Selatan.

Husaini, Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2009.Metodologi Penelitian Sosial. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Lexy J. Moloeng. 2000.Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosda. Jakarta

Madani, Muhlis. 2011. Dimensi Interaksi Aktor dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik. Graha Ilmu. Yogyakarta

Masyhuri dan Zainudin. 2008. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: PT Refika Aditama

Morrissan, Andy Corry Wardhani. 2009. Teori Komunikasi. Ghalia Indonesia. Ciawi Bogor

Mamang Sangadji, Etta. 2010. Metode Penelitian : Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Andi Offset. Yogyakarta.

Nawawi,Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Penerbit Gadjah Mada University Press.Yogyakarta

Nawawi,Hadari dan Martini,Mimi. 1996. Penelitian Terapan. Penerbit Gadjah Mada University Press.Yogyakarta

Noor, Juliansyah. 2011. Metode Penelitian. Kencana. Jakarta.


(5)

Erlangga. Jakarta

Saparin, Sumber, Dra,Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa. Ghalia Indonesia. Jakarta

Soekanto,Soekonto. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Universitas Indonesia. Jakarta

Surianingrat Bayu. 1985. Pemerintahan Administrasi Desa Dan Kelurahan. Aksara Baru. Jakarta

Suyanto, Bagong. Sutinah. 2011. Metode Penelitian Sosial. Kencana. Jakarta Subagyo,Joko. 2011. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Penerbit

Rineka Cipta. Jakarta

Sugiyono. 2008.Memahami Penelitian Kualitatif.Penerbit CV Alfabeta. Bandung Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Bandung

Syafiie, Inu Kencana, 2007.Ilmu Pemerintahan.Mandar Maju. Bandung

Suryaningrat Bayu. 1985. Pemerintahan Administrasi Desa Dan Kelurahan. Aksara Baru. Bandung.

Widjaja A.W. 1996. Pemerintahan Desa Dan Administrasi Desa. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Widjaja. 2003.Otonomi Desa.PT. Raja Grafindo Persada. Bukit Bear. Jakarta Yulianti, Yayuk. 2003. Sosiologi Pedesaan. Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta

Dokumen

Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa Daftar Hadir Rapat Aparatur Desa Alai Utara Dokumen Desa

Profil Desa Alai Utara

Media

(http://repository.unri.ac.id/xlmlui/bitstream/hand/123456789/6209/1.pdf di akses pada tanggal 25 maret 2015)

(http://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2014/05/Efektifitas.pdf di akses pada tanggal 13 april 2015)


(6)

(http://journal.unair.ac.id di akses pada tanggal 11 juni 2015, pukul 21:00 Wib.) (http://jurnalonline.um.ac.id/ di akses pada tanggal 12 juni 2015, pukul 10:00 WIB)

(http://staf.uny.ac.id..kehidupan%20sosial%man... diakses pada tanggal 12 juni 2015 pukul 02:22 WIB).

(http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=2201 diakses pada tanggal 13 Juni 2015 pukul 13:11 Wib)

(http://file.upi.edu/Direktori/.../interaksi_sosial.pdf di akses pada tanggal 13 juni 2015 pukul 14:33 WIB)