MATEMATIKA TEKNIK KIMIA 2

=> V = 500 ft3 b./

Feed A

P = 3 atm T = 800 oF V = 500 ft3 P

n P V R T

 .  

. .

3

163034 . 500

0.7302 . 1260 lbmol nA = 0.1 x 1.63034 = 0.163 lbmol neraca massa komponen A :

dn dt

k n V

k n V

dn dt

k n V

A   . A. . AA   . . A

2 2 2

1 2

1

2  dt

V k

dn n

t

A A 0

2 0 5 0 163

2

  . .

. .

t V k nA   

  

     

2 1 2 1

0163 1

0 5 4 135

0 5 0 163

. .

. . .

. .

. 500

1000 min

B. Hk. Kekekalan Energi.

1. Perpindahan panas ke suatu dinding semi infinite. Suatu slab yang luasnya tak berhingga, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian. Tiba-tiba salah satu permukaan slab dikontakkan pada cairan panas bersuhu Ts terus-menerus. Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya.


(10)

Jawab :

x

q k S T

x

x x x

x x

  . . 

X

Ts T

0

.q k S. . T x

x x x x

x x x  

 

 

 

Asumsi :

 konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.  arah perambatan panas hanya pada arah x.

 k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal x :

akumulasi = input - output

 

 

 

Q

t k S

T

x k S

T x

x x x x x

   

 

 

  

. . . .



 

 

m C T

t k S

T

x k S

T x

p

x x x x x

. .

. . . .

   

 

 

  

  

 

 

. . . .(

. . . .

S x C T T

t k S

T

x k S

T x

p ref

x x x x x

   

 

 

  

  

 

  

. .S x C. T . . . .

t k S

T x k S

T

x k S x T x

p    

2 2

  

  

. .S x C. T . . t k S x

T x

p

2

2 

  

 

T t

k C

T x

p

 .

2

2 

  

T t

T x  2

2 2

Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. : - t = 0 : 0  x  L  T = T0

- t > 0 : x = 0  T = Ts dan x =   T = T0.

2. Suatu batang silinder logam yang ke-2 ujungnya terisolasi, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian, dan berjari-jari a. Tiba-tiba silinder ini dimasukkan ke dalam oven pada suhu Ts. Dianggap sejak saat itu suhu permukaan silinder selalu bersuhu Ts. Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya. Jawab :


(11)

a r L r r r r T L r k    . . . . 2 . r r r r T L r k       . . . . 2 . Asumsi :

 konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.  arah perambatan panas hanya pada arah r.

 k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal r :

akumulasi = input - output

r r r r r r T L r k r T L r k t Q                     . . . . 2 . . . . . 2 . 

r r r r r p r T L r k r T L r k t T C m                      . . . . 2 . . . . . 2 . . . 

r r r r r ref p r T L r k r T L r k t T T C r L r                          . . . . 2 . . . . . 2 . . . . . . . 2 .                  . . . . . .

2 r L x C T 2 2 2

t k r L

T

r k r L

T

r L r

k r T

r r

p    

               . . . . . .

2 r L r C T 2

t L r

k r T

r r p            . . . . C T t r

k r T

r r p      1          r T r r T k t T Cp     

. . . 2 1.

2          r T r r T C k t T p       . 1 . . 2 2          r T r r T t T       . 1 . 2 2 2


(12)

- t = 0 : 0  r  a  T = T0 - t > 0 : r = a  T = Ts.

3. Suatu bola terbuat dari logam dengan jari-jari a, yang mula-mula bersuhu T0. Tiba-tiba bola ini dimasukkan ke dalam cairan pada suhu Ts. Dianggap sejak saat itu suhu permukaan bola selalu tetap pada Ts. Jabarkan PD yang menyatakan distribusi suhu di dalam bola.

Jawab :

r

 

k r T

r r r r .( . .4 2).

k r T

r r r .( . .4 2).

r

Asumsi :

 konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.  arah perambatan panas hanya pada arah r.

 k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal r :

akumulasi = input - output

   

 

 

 

4

4 4

2

2 2

. . . .( )

. . . .

r r Cp T T

t k r

T

r k r

T r

ref

r r r r r

   

 

 

  

  

 

 

 

T

t r

T r

T r

  

 

 

2

2 2

2 . .

Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. : - t = 0 : 0  r  a  T = T0

- t > 0 : r = a  T = Ts.


(13)

1. Diinginkan untuk menghasilkan suatu zat B dari bahan baku A didalam reaktor tangki teraduk dengan volume efektif V m3. Bila Q m3/detik suatu larutan A dengan konsentrasi Co dialirkan ke reaktor yang semula kosong, dan reaksi yang terjadi dalam reaktor :

A B C

K

K

K

1

2

3

 

   

dimana semua reaksi berorder 1. Jabarkan PD yang menunjukkan jumlah mol B didalam reaktor sebelum cairan tumpah.

2. Suatu aliran liquida dengan densitas, , dan panas jenis, Cp, mengalir melalui pipa dengan jari-jari dalam, a m. Kecepatan linier cairan didalam, U m/jam. Dinding pipa dipertahankan pada suhu, T1 oC, dan suhu liquida masuk, T0oC, (T1 > T0). Koeffisien perpindahan panas secara konveksi pada dinding pipa, h kcal/(m2.jam.oC). Konduksi didalam cairan diabaikan dan perubahan suhu ke arah radial diabaikan. Pada keadaan steady state :

a. Tunjukkan PD yang menggambarkan peristiwa perpindahan panas di dalam cairan.

b. Tentukan kondisi batas PD pada soal a). c. Bila diketahui :

Cp = 1 kcal/(m2.jam.oC)  = 1000 kg/m3

U = 6000 m/jam a = 0.025 m

L = panjang pipa = 5 m T0 = 40 oC

T1 = 100 oC h = 500 kcal/(m2.jam.oC) tentukan suhu cairan keluar pipa.

3. Turunkan distribusi suhu pada keadaan steady state pada suatu silinder berongga dengan jari-jari dalam, r = a, dan jari-jari luar, r = b. Pada badan silinder yang bersuhu seragam dan selalu tetap, T, terdapat sumber panas, yang mengalir secara radial sebagai fungsi jari-jari dengan kecepatan Q(r) = Q0.r, dan konduktifitas panas bahan silinder berubah menurut fungsi waktu, k = k0.r, dimana Q0 dan k0 adalah konstanta. Permukaan batas dalam suhunya dijaga 0, pada permukaan batas luar terjadi perpindahan panas secara konveksi ke udara sekitarnya yang bersuhu Ts, dengan koeffisien perpindahan panas, h.

4. Sebuah metal berpenampang segi empat dengan lebar 3 inchi dan tebal 0.2 inchi) dan panjang 4 ft. Pada salah satu ujungnya dipanaskan pada suhu tetap 600 o

F. Permukaan samping metal diisolasi. Anggap keadaan steady. Hitung suhu pada ujung-ujung lain dari metal bila diketahui : suhu ruangan : 86 oF, k = 200 Btu/jam.ft2/ft.oF, h = 8 Btu/jam.ft2.oF.


(14)

Qin

Qout

Qout

Qout 4"

0.2" 3"

5. Oksigen cair produksi PT. Aneka Gas Industri disimpan dalam tangki berbentuk bola, yang berventilasi ke udara atmosfer. Jari-jari dalam tangki, r = r0, bersuhu T0, dan jari-jari luar, r = r1, bersuhu T1. Kondutifitas panas bahan tangki tergantung dari suhu, dengan fungsi sbb. : k = k0 + (k1 - k0).((T - T0)/(T1 - T0)). a. Tentukan laju perpindahan panas yang melalui bahan tangki sebagai fungsi jari-jari dan suhu pada keadaan stady state, Q = f(r,T).

b. Tentukan laju penguapan oksigen dari dalam tangki yang berdiameter dalam 6 ft dengan tebal 1 ft, dimana kondisi tangki sbb. :

- suhu permukaan dalam tangki, T0 = -183 oC - suhu permukaan luar tangki, T1 = 0

o C - titik didih normal O2 = -183 oC - panas penguapan normal oksigen = 1636 cal/mol - k, pada suhu : 0 oC = 0.090 Btu/(hr.ft2/ft.oF)

-183 oC = 0.072 Btu/(hr.ft2/ft.oF) (Bird, soal 9.F2)

6. Suatu larutan yang mengandung 20 % reaktan A pada 30 oC dialirkan ke suatu reaktor tangki teraduk dengan laju 10000 kg/jam. Reaktor dilengkapi dengan suatu koil pemanas dengan luas 3 m2. Koil ini dialiri uap air yang mengembun pada suhu 149 oC. Didalam reaktor terjadi reaksi kimia sangat cepat yang endotermis dengan panas reaksi 20 Kcal/(kg A yang bereaksi). Cairan panas (yang praktis tak mengandung A) keluar dari reaktor dengan laju 10000 kg/jam. Pada saat awal terdapat 2500 kg larutan pada suhu 30 oC didalam tangki. Harga koefisien perpindahan panas total adalah 350 Kcal/(jam.m2.oC) dan kapasitas panas larutan adalah 1 kcal/(kg.oC). Hitung suhu cairan keluar sesudah : a) 10 menit ,b) 1 jam , c) 2 jam.

7. Suatu tangki berisi N2 (anggap sebagai gas ideal) pada tekanan 780 kPa dan suhu 30 oC, dengan volume tangki adalah 28 m3. Tiba-tiba terjadi sedikit kebocoran pada tangki. Laju alir gas melalui lubang bocor pada saat itu adalah 0.1 kgmole/jam. Selanjutnya laju alir gas melalui lubang bocor dinyatakan sebagai berikut,

F = Cd PPatm kgmole/jam

dimana ,


(15)

Patm = Tekanan atmosfir = 1.013 x 105 Pa Cd = suatu konstanta

Anggap selama kebocoran tak ada perubahan suhu pada tangki. Tentukan tekanan pada tangki 15 menit setelah kebocoran terjadi.

8. Panas diregenerasi seragam oleh reaksi kimia dalam silinder panjang dengan jari-jari 91.4 mm. Rate generasi konstan pada 46.6 W/m3. Dinding silinder didinginkan dan suhu dinding dijaga pada 311 K. Thermal konduktifity bahan silinder adalah 0.865 W/m.K. Hitung suhu pada sumbu silinder dalam keadaan steady state.


(16)

BAB II

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL

BIASA DENGAN DERET

Sebagian tipe persamaan-persamaan differensial yang penyelesaiannya dapat dinyatakan dalam bentuk tertutup telah dibicarakan pada mata kuliah matematika di semester-semester yang terdahulu. Bahkan untuk hal-hal tersebut di atas, banyak penyelesaian-penyelesaian tertutup diperoleh (dinyatakan) sebagai fungsi-fungsi yang sebenarnya menyatakan deret tak berhingga.

(Contoh : fungsi-fungsi logaritmik, trigonometri, dan hiperbolic). Penyelesaian sebagian besar persamaan-persamaan differensial biasa diperoleh dalam bentuk deret tak berhingga. Pernyataan berikut :

A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n + ... = n

0

An(x - xn)n (2-1) disebut deret Pangkat. Deret ini disebut memusat bila deret ini mendekati suatu harga yang berhingga bila n mendekati tak berhingga. Pengujian yang paling sederhana untuk kondisi memusat adalah rasio test, yaitu bila :

lim n

n n

A

A x x J L x x



1  

0 0 1 (2-2)

maka deret ini memusat, namun bila J > 1, deret menjadi tak memusat. Pengujian ini tak dapat digunakan bila J = 1. Besaran : 1 1

L

A A

n n

n

 

lim sering disebut jari-jari pemusatan. Di dalam selang pemusatan, suatu deret pangkat bisa diperlakukan sebagai fungsi kontinyu dengan turunan-turunannya untuk semua tingkat juga kontinyu. Berikut ini sifat-sifat penting dari deret pangkat :

1. Di dalam selang pemusatan deret pangkat awal, deret yang dibentuk dengan cara differensiasi atau integrasi suku persuku deret awal juga memusat.

2. Hasil kali dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang bersamaan dari pada kedua deret asal.

3. Perbandingan dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang bersamaan kedua deret asal, asalkan penyebut mempunyai harga yang tidak nol di dalam selang ini.

Operasi dengan deret lebih mudah dilaksanakan bila notasinya disingkat. Bila y menyatakan suatu fungsi x [f(x)] yang disajikan dalam selang pemusatan sebagai deret pangkat :

y = f(x) = A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n + ... = n

0

An(x - xn)n (2-3) maka,

dy

dx = A1 + 2A2(x - x0) + ... + n.An(x - x0)

n - 1

+ ... = n

0

n.An(x - xn) n - 1

(2-4)

d y dx

2

2 = 2A2 + 6A3(x - x0) + ... + n.(n - 1).An(x - x0)

n - 2 + ...


(17)

= n

0

n.(n - 1).An(x - xn)n - 2 (2-5)

d y dx

k k =

n

0

n.(n - 1)....(n - k + 1).An.(x - xn) n - k

(2-6) Deret pangkat I seperti pada pers. (2-3), bisa diajdikan bentuk yang lebih bermanfaat yang dikenal sebagai "Deret Taylor" sebagai berikut : differensiasikan pers.(2-3) n kali dan tetapkan x = x0. Masing-masing anggota daripada sistem persamaan-persamaan yang dihasilkan akan menentukan satu konstanta :

A0 = y0 = f(x0) (2-7)

A1 =

dy dx x  

 0= f '(x0) (2-8)

An =

f x

n

n ( )

!

0 (2-9)

akibatnya, pers.(2-3) menjadi : y = f(x) = f x

n n

n

( ) !

0 0  

(x - x0)n (2-10)

supaya pers.(2-10) valid, seluruh turunan-turunan f(x) harus ada pada x = x0. Suatu fungsi yang dapat disajikan dengan deret Taylor di sekitar x = x0 dikatakan sebagai regular pada x = x0. Penyelesaian suatu PD orde dua homogen linier seringkali bisa diperoleh dengan metoda deret pangkat. Dalam bentuk standart, PD ini bisa ditulis sbb. :

d y

dx a x dy

dx a x y

2

2  1( )  1( ) 0 (2-11)

Sifat-sifat koeffisien-koeffisien a1(x) dan a2(x) mempunyai arti yang penting pada karakteristik penyelesaian deret pangkatnya. Apabila fungsi a1(x) dan a2(x) tak dapat dinyatakan dengan deret pangkat yang memusat dalam selang tertentu, maka penyelesaian deret pangkatnya akan sulit dikerjakan.

Karakteristik penyelesaian deretnya disekitar x0 dapat diperkirakan dari sifat-sifat fungsi a1(x) dan a2(x) didekat x0. Titik x0 dapat diklasifikasikan sbb. :

1. x0 disebut titik ordinary PD bila a1(x) dan a2(x) dapat disajikan sebagai deret pangkat yang memusat yang meliputi x = x0 di dalam selang pemusatannya, artinya a1(x) dan a2(x) regular pada x = x0.

2. x0 disebut titik singular PD bila salah satu a1(x) atau a2(x) tak regular pada x = x0.

3. x0 disebut titik regular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi hasilkali (x - x0).a1(x) dan (x - x0)2.a2(x) kedua-duanya regular pada x = x0.

4. x0 disebut titik irregular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi 3 tidak berlaku.

Contoh :

 a(x) = x hanya mempunyai titik-titik ordinary

 a(x) = 1 +1/x akan tak berhingga pada x = 0, jadi x = 0 adalah titik singular, tetapi x (1 + 1/x) regular pada x = 0


(18)

 a(x) = 1 1

x( x)mempunyai titik singular pada x = 0 dan x = 1

Contoh : [Mickley, 5-3]

x x d y

dx x x dy dx y

2 2 2

2 2

1 2 1 0

(  )  (  )  

Identifikasikan jenis titik dan lokasinya.

Jawab :

d y

dx

x x

x x

dy

dx x x y

2

2 2 2 2 2 2 2

2 1

1

1

1 0

 

   

( )

( ) ( )

d y

dx

x x

x x x

dy

dx x x y

2

2 2 2 2 2 2 2

2 1

1 1

1

1 0

 

    

( )

( ) ( ) ( )

d y

dx x x x

dy

dx x x y

2

2 2 2 2 2

2

1 1

1

1 0

    

( )( ) ( )

maka : a1(x) =

2

1 2 1

x.( x )( x) dan a2(x) =

1 1

2 2 2

x ( x )  x0 = 0 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular

- x.a1(x) :

2

1 2 1

.( x )( x) : regular - x2.a2(x) :

1

1 2 2

( x ) : regular

x0 = 0 : titik regular singular  x0 = 1 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular

- (x-1).a1(x) :

2 1

1 1

2 1

1 1 1

2

( )

.( )( )

( )

.( )( )( )

x

x x x

x

x x x x

  

 

   =

 2

1 2

. .(x x) : regular - (x-1)2.a2(x) :

( )

.( )

( )

.( ) .( )

x

x x

x

x x x

 

  

1 1

1

1 1

2

2 2 2

2

2 2 2

1

1

2 2

x .( x) : regular x0 = 1 : titik regular singular

 x0 = 2 : ordinary  ... : ordinary  x0 =  : ordinary

Penyelesaian secara deret pangkat dengan pers.(2-11) diterangkan sbb. :

1. Bila x0 adalah titik ordinary pers.(2-11), maka akan diperoleh dua penyelesaian deret pangkat yang linier independent yang regular pada x = x0. Masing-masing penyelesaian mempunyai bentuk :

y = n

0


(19)

2. Bila x0 adalah titik regular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret pangkat yang regular pada x = x0 tak dapat dijamin. Tetapi metoda yang akan dijelaskan sesudah ini akan selalu menghasilkan setidak-tidaknya sebuah penyelesaian dengan bentuk :

y = (x - x0)s n

0

An(x - x0)n (2-13) dimana s adalah sebuah bilangan yang harganya dapat ditentukan.

3. Bila x0 adalah titik irregular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret pangkatnya mungkin ada atau mungkin tidak ada.

Contoh : [Titik Ordinary]

Selesaikan PD berikut yang valid disekitar x = 0 :

d y dx x

dy dx y

2

2   0

Jawab :

Fungsi a1(x) = x dan a2(x) = 1 adalah regular untuk x0 = 0, jadi titik x0 = 0 adalah ordinary, sehingga penyelesaian deret pangkatnya adalah : Y x A xn

n n

( ) ( )

 

0

. Dimana turunannya adalah : dy

dx nA xn n n

 

 

( ) 1

0

dan d y

dx n n A xn

n n

2 2

2 0

1

  

 

( ) ( ) , yang disubstitusikan ke PD diatas. PD menjadi :

n n A xn x n A x A x n

n

n n

n n n

n

.(  ). .   . .  . 

 

  

 

1 2

0

0

1 0 0

 [2A2 + 6A3.x + 12A4.x 2

+ 20A5.x 3

+ 30A6.x 4

+ 42A7.x 5

+ ...] + [A1.x + 2A2.x 2 + 3A3.x3 + 4A4.x4 + 5A5.x5 + ...] + [A0 + A1.x + A2.x2 + A3.x3 + A4.x4 + A5.x5 + ...] = 0

identity :

2A2 + A0 = 0  A2 = -1/2 A0 6A3 + 2A1 = 0  A3 = -1/3 A1

12A4 + 3A2 = 0  A4 = -1/4 A2 = 1/8 A0 20A5 + 4A3 = 0  A5 = -1/5 A3 = 1/15 A1 30A6 + 5A4 = 0  A6 = -1/6 A4 = -1/48 A0 42A7 + 6A5 = 0  A7 = -1/7 A5 = -1/105 A1 ....

....

A

n A n

n n

2 0

1 2  ( )

. !

Jadi penyelesaian PD adalah :

Y x A

n x A x x x x

n n

n n

( )` ( )

. !. . ...

       



 

 

0

2 1

3 5 7

0

1 2

1 3

1 15

1 105


(20)

I. METODA FROBENIUS

.

Metoda ini dimulai dengan mencari penyelesaian-penyelesaian yang valid di daerah titik x = 0. Penyelesaian-penyelesaian yang valid di daerah suatu titik x = x0 bisa diperoleh dengan transformasi persamaan differensial itu dengan menggunakan variabel baru z = x - x0. Pembahasan berikut ini menganggap bahwa transformasi ini telah dilaksanakan. Pers.(2-11) ditulis dalam bentuk berikut :

Ly  R(x)d y

dx 2

2   

1 1

0

2 xP x

dy

dx x V x y

( ) ( ) (2-14)

dianggap :

1. R(x) 0 di dalam interval sekitar x = 0.

2. persamaan telah dibagi dengan suatu konstanta yang membuat R(0) = 1. 3. R(x), P(x), dan V(x) adalah regular pada x = 0.

maka x.a1(x)  P(x)/R(x) dan x 2

.a2(x)  V(x)/R(x) adalah regular pada x = 0, dan titik x = 0 adalah seburuk-buruknya merupakan titik regular singular.

Fungsi-fungsi R(x), P(x), dan V(x) disajikan sebagai deret pangkat : R(x) =

k

0

Rk.xk (2-15)

P(x) = k

0

Pk.xk (2-16)

V(x) = k

0

Vk.xk (2-17)

Harga-harga numerik koeffisien Rk, Pk, dan Vk dapat ditentukan dalam setiap persoalan-persoalan praktis. Penyelesaian pers.(2-14) dianggap berbentuk :

y = xs. n

0

An.xn (2-18)

dimana A0 tidak boleh nol. Pers,(2-18) didefferensialkan untuk menentukan deret yang menyajikan dy/dx dan d2y/dx2 dan hasil-hasilnya bersama-sama dengan deret yang menyatakan R(x), P(x), dan V(x) disubstitusikan dalam pers.(2-14). Hasilnya adalah :

L(y) = R xk k n s n s A x

k

n n s n

 

  

 

 

   

 

  

0

2 0

1

( ).( )

P xk k n s A x

k

n n s n

 

  

 

 

  

 

  

0

2 0

( ) V xk k A x

k

n n s n

 

  

 

 

 

 

 

0

2 0

=

(n s).(n s )Rk (n s P) k Vk

.A xn k n s n

k

        

 

 

1 2

0 0

= 0 (2-19)

Pers.(2-19) akan dipenuhi bila koeffisien-koeffisien xl adalah nol (dimana l adalah


(21)

maka koeffisien-koeffisien xl+s-2 diinginkan bila l mempunyai suatu harga tertentu. Pandanglah suku, V A xk n

k n s n

k

. .   

 

 

2

0 0

(2-21)

untuk l = 0, harga-harga n = 0 dan k = 0 merupakan satu-satunya pasangan yang memenuhi pers.(2-20). Sehingga koeffisien xs-2 dalah V0.A0. Untuk l = 1, pasangan-pasangan n = 0, k = 1,dan n = 1, k = 0 yang memenuhi pers.(2-20). Koeffisien-koeffisien xs-1 adalah V1.A0 + V0.A1. Bila proses ini dilanjutkan, ternyata koeffisien-koeffisien ini diperoleh dari pernyataan :

.V Ak. l kxl s k

l l

   

 

2

0 0

(2-22)

Kondisi yang memenuhi pers.(2-19) adalah :

(l s k).(l s k )Rk (l s k P). k Vk

.Al k k

        

 

1 0

0

(2-23) untuk masing-masing harga l antara 0 dan . Karena Al-k = An, pers.(2-23) menentukan koeffisien-koeffisien di dalam penyelesaian deret pangkat (pers. 2-18) dari PD (pers.2-14). Hubungan yang timbul dari l = 0 akan menentukan harga s. Jadi, untuk l = 0, pers.(2-23) menjadi, s(s-1)R0 + s.P0 + V0 = 0 (2-24).

Pada umumnya, pers.(2-24) akan menentukan dua harga s yaitu s1 dan s2, sehingga diperoleh dua penyelesaian deret (yang berbeda satu sama lain) dari PD (pers.2-14). Suku A0 adalah sembarang dan harganya dapat ditentukan dari kondisi batas untuk persamaan differensial ini. Koeffisien-koeffisien yang lain A1, A2,..., An dapat dinyatakan dalam A0 untuk harga s tertentu. Sehingga, untuk l = 1, pers.(2-23) memberikan :

A s s R s P V

s s s P V A

1

1 1 1

0 0

0

1

1 1

    

   

( ). .

( ) ( ). .

Kondisi untuk l = 2, akan memberikan A2 dinyatakan dalam A1, dan seterusnya. Dengan notasi :

f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0 (2-25) qk(s) = Rk(s-k)

2

+ (Pk - Rk).(s-k) + Vk (2-26) rumus rekurensi yang menghubungkan An dengan koeffisien-koeffisien dengan indeks yang lebih kecil, jadi juga dengan A0 mudah diperoleh dari pers.(2-23) sebagai :

A

q s n A f s n

n

k n k

k n

 

 

( ).

( )

1 (2-27)

dimana n  1. Pers.(2-27) tak berlaku bila f(s+n) sama dengan nol. Keadaan khusus ini dibicarakan berikut ini.

II. KEADAAN-KEADAAN KHUSUS.

Bila s1 - s2 = 0 atau bilangan bulat, maka metoda Frobenius akan memberikan penyelesaian dengan satu konstanta sembarang, jadi tak akan menyajikan penyelesaian sempurna dari PD order dua. Dalam keadaan ini f(s+n)


(22)

pada pers.(2-27) menjadi nol untuk suatu harga n tertentu, katakanlah n = N, dan AN tak dapat ditentukan.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bila metoda Frobenius digunakan untuk menentukan penyelesaian deret suatu PD linier homogen, timbul beberapa alternatif berikut :

1. Bila s1 - s2  0 dan juga bukan bilangan bulat, maka metoda Frobenius memberikan dua buah penyelesaian yang independent dalam bentuk pers.(2-18).

2. Bila s1 - s2 = 0, maka metoda Frobenius hanya memberikan sebuah penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18)

3. Bila s1 - s2 = N, dimana N adalah bilangan bulat real, maka pemakaian harga s yang lebih besar (yaitu s1) akan selalu memberikan sebuah penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18). Bila harga s yang lebih kecil yang digunakan (yaitu s2). maka mungkin tak diperoleh penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18) atau mungkin juga diperoleh dua penyelesaian independent dengan bentuk pers.(2-18), salah satu dari padanya adalah identitas dengan yang diperoleh dari harga s1. Yang terakhir ini terjadi bila x = 0, merupakan ordinary point.

4. Dalam semua keadaan dimana dapat diperoleh hanya sebuah penyelesaian dengan bentuk :

y1 = A xn A u x n s

n

.  . ( )

 

1

0 1 0

(2-28)

Penyelesaian independent kedua adalah dalam bentuk : y2 = c u x x B xn

n s n

. 1( ).ln( ) .

0

2

 

 

(2-29)

Differensiasi pers.(2-29) dilanjutkan dengan substitusi ke persamaan differensial semula, akan menentukan keffisien Bn dinyatakan dalam suatu konstanta sembarang c.

Contoh : [s1 - s2 0 dan juga bukan bilangan bulat, Mickley 5-4a]

Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 :

2 1 2 0

2 2

xd y

dx x

dy dx y

 ( )  

Jawab :

PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R x d y

dx x P x dy

dx x V x y

( ). . ( ) . ( ).

2

2 2

1 1

0

   ,

yaitu :

d y

dx x

x dy

dx x x y

2

2 2

1 1 2

2

1 1

2 0

  

     

. . .

dimana : R(x) = 1  R(0) = 1 P(x) = 1 2

2 1 2 

 

x

x

V(x) = 1 2x Identity :


(23)

R(x) = R xk k n

.

 

0

= R0 + R1.x + R2.x2 + R3.x3 + ... R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0 P(x) = P xk

k n

.

 

0

= P0 + P1.x + P2.x2 + P3.x3 + ... P0 = 1/2, P1 = -1, P2 = P3 = ... = 0 V(x) = V xk k

n

.

 

0

= V0 + V1.x + V2.x2 + V3.x3 + ... V0 = 0, V1 = -1/2, V2 = V3 = ... = 0 Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya :

s2 + (P0 - 1)s + V0 = 0 s2 + (1/2 - 1)s + 0 = 0

s(s - 1/2) = 0  s1 = 0 dan s2 = 1/2 Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2

= xs A xn n x A x n

s

n n n

1 2

0 0

. . . '.

 

 

Pers. rekurensi : A

q s n A

f s n n

k n k

k n

 

 

( ).

( )

1 ,

dimana : - qk(s) = Rk.(s-k)2 + (Pk - Rk).(s - k) + Vk - f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0

untuk s = s1 = 0 :

n = 1  A q A

f

1

1 1 0

1  [ ( ). ]

( )

q1(1) = R1.(1 - 1)2 + (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = -1/2 f(1) = 12 + (P0 - 1).1 + V0 = 1 + (1/2 - 1).1 + 0 = 1/2

A1 1 2 A0 A0

1 2   [ / . ]

/

n = 2  A q A q A

f

2

1 2 1 2 2 0

2

 [ ( ).  ( ). ] ( )

q1(2) = R1.(2 - 1) 2

+ (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = -3/2 q2(2) = R2.(2 - 2)2 + (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 0 f(2) = 22 + (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (1/2 - 1).2 + 0 = 3

A2 A1 A A

1 0

3 2 3

1 2

1 2   [ / . ] 

n = 3  A q A q A q A

f

3

1 3 2 2 3 1 3 3 0

3

 [ ( ).  ( ).  ( ). ] ( )


(24)

q1(3) = R1.(3 - 1)2 + (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = -5/2 q2(3) = R2.(3 - 2)

2

+ (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 0 q3(3) = R3.(3 - 3)2 + (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0

f(3) = 32 + (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (1/2 - 1).3 + 0 = 15/2

A3 A1 A A

2 0

5 2 15 2

1 3

1 6   [ / . ] 

/ n = ....

n = n  A

n A n

1

0

!.

Jadi : Y xs A xn n n

1

0

1 

 

. . = x

n A x A n x n

n

n n

0

0 0

0 0

1 1

.

! . . !

 

 

untuk s = s2 = 1/2 :

n = 1  A q A

f

1

1 1 5 0

1 5

` '

'

[ ( , ). ] ( , )

 

q1(1,5) = R1.(1,5 - 1)2 + (P1 - R1).(1,5 - 1) + V1 = -1 f(1,5) = 1,52 + (P0 - 1).1,5 + V0 = 3/2

A1 A0 A

0

3 2 2 3

' '

'

/

 

n = 2  A q A q A

f

2

1 2 5 1 2 2 5 0

2 5

'

' '

[ ( , ). ( , ). ]

( , )

  

q1(2,5) = R1.(2,5 - 1) 2

+ (P1 - R1).(2,5 - 1) + V1 = -2 q2(2,5) = R2.(2,5 - 2)2 + (P2 - R2).(2,5 - 2) + V2 = 0 f(2,5) = 2,52 + (P0 - 1).2,5 + V0 = 5

A2 A1 A A

0 2

0

2 5

4 15

2 35

'

'

' '

.

.

  

n = 3  A q A q A q A

f

3

1 3 5 2 2 3 5 1 3 3 5 0

3 5

'

' ' '

[ ( , ). ( , ). ( , ). ]

( , )

   

q1(3,5) = R1.(3,5 - 1)2 + (P1 - R1).(3,5 - 1) + V1 = -3 q2(3,5) = R2.(3,5 - 2)2 + (P2 - R2).(3,5 - 2) + V2 = 0 q3(3,5) = R3.(3,5 - 3)

2

+ (P3 - R3).(3,5 - 3) + V3 = 0 f(3,5) = 3,52 + (P0 - 1).3,5 + V0 = 21/2

A3 A2 A A

2 0

3 0

3 21 2

21 7

2 35

2 35 7

' ' ' '

/ . . . .

  

  

  

Jadi : Y2 = xs A xn n x A A x A x n

2

0

0 5

0 1 2

2

. '.  , .[ '  '.  '. ...]

 


(25)

= x0 5 A0 x x x

2 2

3 3

1 2 3

2 35

2 35 7

, '

. [ .

. . . ...]

   

Sehingga : Y(x) = A

n x n n

0 0

1 .

!

 

+x0 5 A0 x x x

2 2

3 3

1 2

3 2 35

2 35 7

, '

. [ .

. . . ...]


(26)

Contoh : [s1 - s2 0 tetapi bilangan bulat, Mickley 5-4c]

Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 : xd y

dx

dy dx xy

2

2 2  0 ...(A)

Jawab :

PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R x d y

dx x P x dy

dx x V x y

( ). . ( ) . ( ).

2

2 2

1 1

0

   ,

yaitu :

d y dx x

dy dx

x x y

2 2

2 2

2

0

  

dimana : R(x) = 1  R(0) = 1 P(x) = 2

V(x) = x2 Identity :

R(x) = R xk k n

.

 

0

= R0 + R1.x + R2.x 2

+ R3.x 3

+ ... R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0 P(x) = P xk k

n

.

 

0

= P0 + P1.x + P2.x2 + P3.x3 + ... P0 = 2, P1 = P2 = P3 = ... = 0 V(x) = V xk k

n

.

 

0

= V0 + V1.x + V2.x2 + V3.x3 + ...

V0 = 0, V1 = 0, V2 = 2, V3 = V4 = ... = 0 Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya :

s2 + (P0 - 1)s + V0 = 0 s2 + (2 - 1)s + 0 = 0

s(s + 1) = 0  s1 = 0 dan s2 = -1 Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2

= xs A x c u x x B x

n n n

n n s n

1 2

0

1

0

. . . ( ).ln( ) .

 

 

 

untuk s = s1 = 0 :

Pers. rekurensi : A

q s n A

f s n n

k n k

k n

 

 

( ).

( )

1 ,

dimana : - qk(s) = Rk.(s-k) 2

+ (Pk - Rk).(s - k) + Vk - f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0

n = 1  A q A

f

1

1 1 0

1  [ ( ). ]

( ) q1(1) = R1.(1 - 1)

2

+ (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = 0 f(1) = 12 + (P0 - 1).1 + V0 = 12 + (2 - 1).1 + 0 = 2


(27)

A1 0 A0

2 0

 [ . ]

n = 2  A q A q A

f

2

1 2 1 2 2 0

2

 [ ( ).  ( ). ] ( )

q1(2) = R1.(2 - 1) 2

+ (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = 0 q2(2) = R2.(2 - 2)2 + (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 1 f(2) = 22 + (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (2 - 1).2 + 0 = 6

A2 A0 A

0

0 0 1 6

1 6  [ .  . ] 

n = 3  A q A q A q A

f

3

1 3 2 2 3 1 3 3 0

3

 [ ( ).  ( ).  ( ). ] ( )

q1(3) = R1.(3 - 1)2 + (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = 0 q2(3) = R2.(3 - 2)2 + (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 1 q3(3) = R3.(3 - 3)2 + (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0 f(3) = 32 + (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (2 - 1).3 + 0 = 12

A3 0 A2 10 0 A0

12

0 12 0  [ .  .  . ] 

n = 4  A q A q A q A q A

f

4

1 4 2 2 4 1 3 4 1 4 4 0

4

 [ ( ).  ( ).  ( ).  ( ). ] ( )

q1(4) = R1.(4 - 1)2 + (P1 - R1).(4 - 1) + V1 = 0 q2(4) = R2.(4 - 2)

2

+ (P2 - R2).(4 - 2) + V2 = 1 q3(4) = R3.(4 - 3)2 + (P3 - R3).(4 - 3) + V3 = 0 q4(4) = R4.(4 - 4)2 + (P4 - R4).(4 - 4) + V4 = 0 f(4) = 42 + (P0 - 1).4 + V0 = 16 + (2 - 1).4 + 0 = 20

A4 0 A3 1 A2 0 A1 0 A0 A2 A0

20 20 120

 [ .  .  .  . ]    n = ....

n = n  generalisasi : - suku ganjil : A2n+1 = 0 - suku genap :A

n A

n

n

2 0

1

2 1

 

( )

( )!.

Jadi : Y xs A xn n n

1

0

1 

 

. . = x

n A x A n x

n

n n

n n n

0

0 2 0

0

2 0

1

2 1

1

2 1

. ( )

( )! . .

( )

( )!

 

 

 

 

dimana : u1(x) = .

( )

( )!

 

 

1

2 1

2 0

n n

n n

x

untuk s = s2 = -1 :

y c u x x B xn n s

n

2 1

0

2

  

 

. ( ).ln( ) .

y c x

n x B x

n n n

n n n

2

2 0

1 0

1

2 1

 

 

 

 

.ln( ). ( )


(28)

dy

dx c x

n

n x c n x B n x

n n n n n n n n n

2 2 1

0 2 1 0 2 0 1 2 2 1 1

2 1 1

                

.ln( ). ( ) .

( )!. .

( )

( )!. .( ).

...(C) d y

dx c x

n n

n x c

n n x n n n n n n 2 2 2 2 2 0 2 2 0

1 2 2 1

2 1 1 2 2 1             

.ln( ). ( ) . .( )

( )! . . ( ) . ( )!.             

c n

n x B n n x

n n n n n n . ( ) .( ) ( )! . .( ).( ).

1 2 1

2 1 1 2

2 2 0

3 0

...(D) Pers.(B), (C), dan (D)  (A) :

c x n n

n x c

n n x n n n n n n

.ln( ). ( ) . .( )

( )! . . ( ) . ( )!.            

1 2 2 1

2 1 1 2 2 1 2 1 0 2 1 0             

c n

n x B n n x

n n n n n n . ( ) .( ) ( )! . .( ).( ).

1 2 1

2 1 1 2

2 1 0 2 0                 

c x n

n x c n x B n x

n n n n n n n n n

.ln( ). ( ) .

( )!. . ( ) . ( )!. . .( ). 1 4 2 1 1 2

2 1 2 1

2 1 0 2 1 0 2 0          

c x

n x B x

n n n n n n

.ln( ). ( )

( )! .

1

2 1 0

2 1

0 0

c x n n

n x c

n n x n n n n n n

.ln( ). ( ) .( )

( )! . . ( ) .( ) ( )! .             

1 4 2

2 1

1 4 1

2 1 2 2 1 0 2 1 0               

c x

n x B n n x B x

n n n n n n n n n

.ln( ). ( )

( )! .( ). . .

1

2 1 1 0

2 1 0

2

0 0

c x xx xx x

     16 3 120 5 142 7 3 5

. . .ln( ) !

. . .ln( ) !

. . .ln( )

! ...            

c x 1 x x x

3 5 15 3 9 5 13 7 . . ! . ! . ! ...            c x.ln( )x x .ln( )x x x x x

!

. .ln( ) !

.ln( ) ! ...

3 5 7

3 5 7

+ [2B2 + 6B3.x + 12B4.x 2

+ 20B5.x 3

+ 30B6.x 4

+ 42B7.x 5

+ ...] + [B0 + B1.x + B2.x2 + B3.x3 + B4.x4 + B5.x5 + ...] = 0

identity : - suku : x-1  c = 0

- suku : x.ln(x)  c{-6/3! + 1] = 0  c = 0 - suku : x3.ln(x)  c(20/5! - 1/3!] = 0  c = 0 jadi c = 0

- suku : x0  2B2 + B0 = 0  B2 = -B0/2 - suku : x1  6B3 + B1 = 0  B3 = -B1/6


(29)

- suku : x3  20B5 + B3 = 0  B5 = -B3/20 = B1/120

generalisasi : - suku ganjil : B B n n n 2 1 1 1 2 1     ( ) . ( )!

- suku genap : B B

n n n 2 0 1 2  ( ) . ( )! y B

n x B n x

n n n n n n 2 0 2 1 0 1 2 0 1 2 1 2 1          

( )

( )!. ( ) ( )!.

Jadi : y A

n x n n n      

0 2 0 1 2 1 . ( )

( )! B n x B n x

n n n n n n 0 2 1 0 1 2 0 1 2 1 2 1 ( ) ( )!. ( ) ( )!.        

y B

n x A B n x

n n n n n n           

0 2 1 0 0 1 2 0 1 2 1 2 1 ( ) ( )!. ( ) ( ) ( )!.

III. PERSAMAAN BESSEL.

Persamaan differensial linier orde dua berikut : x d y

dx x dy

dx x p y

2 2

2

2 2

0

 (  )  (2-30)

dikenal sebagai pers. Bessel dan penyelesaiannya disebut fungsi Bessel. Penyelesaian pers.(2-30) dengan bentuk :

y xs A x

n n n   

. 0 (2-18) bisa diperoleh dengan menggunakan metoda Frobenius. Mula-mula pers.(2-30) ditulis dalam bentuk :

d y dx x

dy

dx x x p y

2

2 2

2 2

1 1

0

  (  )  (2-31)

Bila dibandingkan dengan pers.(2-14) maka : R(x) = 1

P(x) = 1

V(x) = x2 - p2 (2-32)

Ekspansi deret pers.(2-32) yang sesuai dengan pers.(2-15) s/d pers.(2-17) memberikan harga koeffisien-koeffisiennya sbb. :

R0 = 1, R1 = R2 = ....= Rn = 0 P0 = 1, P1 = P2 = ...= Pn = 0

V0 = -p2, V1 = 0, V2 = 1, V3 = V4 = ...=Vn = 0 (2-33)

Persamaan indicial (2-24), memberikan :

s2 = p2, sehingga s1 = p dan s2 = -p (2-34) Penyelesaian-penyelesaian pers.(2-31) dicari dengan menggunakan persamaan rekurensi (2-27) dan diperoleh :


(1)

MTK-2/67 exp( )  

    

3 

0

1 3

1 3

4 3

d   (30)

C C

d

A AO

   

exp(

)

3 0

4 3

(31)

untuk waktu kontak kecil sampai  ~ 1. Fluks massa pada dinding dapat dihitung dari :

N z D C

y D

df

d y

A

A y

A

0

0 0

( )  

 

  

 

 

 



(32)

dan lokal fluks :

N z D C v

BD z

A AO

A

0

1 3

4 3

2 9

( ) max

/ 

  

 

 

  

(33)

fluks rata-rata : N

L N z dz

L

0 0

0 1

( ) (34)

pada akhirnya untuk satu permukaan :

N

D

C v

BD L

A AO

A

0

1 3 3

2 4 3

2 9 

  

 

 

  

max /

(35)

untuk dua permukaan dengan lebar W, total luas permukaan = 2(WL), maka laju penurunan organik metal adalah :

R = 2 ( W L ) N0 (35)

R WC v L D

B

AO

A

   

 

 

 

3 4 3

2 9

2 2 1 3

max

/

(36)

pada umumnya kecepatan rata-rata dinyatakan : vo = 2vmax/3, maka :

R WC v L D

B

AO

A

   

 

 

 

3 4 3

3 2

0

2 2 1 3

/ /

(37).

V.4. Soal-soal.

1. Seorang koki berpengalaman dapat mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan untuk memasak ketela pohon. Dianggap ketela pohon berbentuk silinder yang panjang. Mula-mula ketela pohon bersuhu kamar, 30 oC. Kemudian ketela ini direbus dalam air mendidih, 100 oC. Dianggap tahanan


(2)

MTK-2/68 perpindahan panas secara konveksi dan radiasi pada permukaan luar ketela diabaikan, sehingga suhu dipermukaan luar ketela konstan, 100 oC selama direbus. Menurut koki ini, ketela akan masak bila suhu di sumbu ketela 80 oC. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk memasak ketela tsb. Diketahui : Cp = 0.2 cal/(gr.oC),  = 3 gr/cc, dan k = 2.4 cal/(cm.oC.jam).

2. Suatu kawat dengan diameter 1 cm dan panjang 5 cm, permukaannya diisolasi. Kawat ini mula-mula bersuhu seragam 30 oC, tiba-tiba kawat ini dialiri listrik dan ujung-ujungnya dipertahankan pada suhu konstan 0 oC. Panas yang ditimbulkan arus listrik adalah 238 cal/(cm3.dt). Dianggap arah perpindahan panas hanya ke arah axial. Diketahui : Cp = 0.15 cal/(gr.oC),  = 7.2 gr/cc, dan k = 0.918 cal/(cm.oC.dt). Tentukan a). T(x,t), b). suhu ditengah-tengah kawat setelah 5 menit, c). laju panas yang harus dihilangkan pada kedua ujung kawat pada waktu 5 menit.

3. Bola logam berjari-jari b, yang dalamnya berrongga dengan jari-jari a, mula-mula bersuhu seragam T0. Tiba-tiba pada t  0, permukaan rongga bersuhu

konstan T1 dan permukaan luar bola bersuhu konstan T2, dimana thermal

diffusivity bahan logam adalah . Tentukan suhu di dalam bola logam sebagai fungsi waktu dan jari-jari, T(r,t).


(3)

Contoh :

Suatu bola logam berongga dengan radius rongga dalam, a, dan radius luar, b, yang mula-mula bersuhu T0 disemua bagian, tiba-tiba bagian rongga diatur

pada suhu T1 dan permukaan luar pada T2, yang dijaga konstan. Dianggap tahanan

perpindahan panas secara konveksi dan radiasi pada permukaan logam diabaikan. Tentukan suhu dalam bola sebagai fungsi waktu dan radius dari pusat bola, T(r,t).

Penyelesaian :

PD. yang menggambarkan problema ini : 

 

 

  T

t r

T r

T r

  

 

  2

2 2 2

. . (1)

dengan : - kondisi awal : T(r,0) = T0 (homogen) (2)

- kondisi batas : T(a,t) = T1 (belum homogen) (3)

T(b,t) = T2 (belum homogen) (4)

Tahap - 1 :

Substitusi : V(r,t) = T(r,t) + A + B/r atau T = V - A - B/r, sehingga : 

 

T

t V

t

 (i)

 

  T r

V r

B r

  2 (ii)

 

  2

2 2

2 3 2 T

r

V r

B r

  (iii)

Substitusi pers. (I), (ii), dan (iii) ke pers. (1) : 

 

  

V

t r

V r

B r

V rr

B r

  



 

 

 

 

2 2

2

2

2 3 atau 

 

   V

t r

V r

V rr

 2  2 2 (5)

dari pers. (3) :

V(a,t) = T(a,t) + A + B/a

0 = T1 + A + B/a (6)

dari pers. (4) :

V(b,t) = T(b,t) + A + B/b

0 = T2 + A + B/a (7)

Penyelesaian pers. (6) dan (7) adalah :

A T T T

b a b    

 1

2 1

( )

. dan B T T b a ab

 

( )

. 2 1

sehingga diperoleh persamaan, hasil dari substitusi : V r t( , )T r t( , )   

T T T

b a b 1

2 1

( )

.   

( )

. T T

b a ab

r 2 1


(4)

V r t T r t T T T b a b

a r ( , ) ( , )   . .

 

   1

2 1

1 (8)

Dari substitusi, maka didapat batasan yang homogen : - kondisi awal : V r T T

T T

b a b a r ( , )0  0  1 2  1 . . 1

 

  (9)

- kondisi batas : V(a,t) = 0 (10)

V(b,t) = 0 (11)

Pemisahan variabel dari pers. (5) : V(r,t) = F(r).G(t).

F G

r F G F G . '  . '.  ".



  2 2

atau G G

r F F

F C

' .

. "' 2

2

   (12)

harga C harus negatif, C = -p2, sehingga diperoleh dua persamaan terpisah : F

r F p F

"2. ' 2. 0 (13)

dan

G’ + 2

.p2.G = 0 (14)

Tahap 2 :

 Penyelesaian pers. (13) : Persamaan ini diselesaikan :

F A

r pr

B

r pr

 .cos( ) .sin( ) (15)

Pada r = a : F(a) = 0, maka : A B pa pa   .sin( )

cos( ), dan pada r = b : F(b) = 0, maka :

0 B pa

pa pb B pb

.sin( )

cos( ).cos( ) sin( )

 0 B.

sin(pa).cos(pb)sin(pb).cos(pa)

 0 B.sin(pbpa)

 0 B.sin( (p ba)) , jadi p(b-a) = n., atau p n b a

n

 . Pers. (15), menjadi :

F B

r

p a

p a pr B

r p r

n

n n

n

n

n

  .sin( ) 

cos( ).cos( ) .sin( )  F B

r

p a pr p r p a

p a

n

n n n n

n

  

 

  . sin( ).cos( ) sin( ).cos( )

cos( )  F B

r

p r a p a

n

n n

n

  

 

  . sin( ( ))


(5)

 Penyelesaian pers. (14) :

G t( )e2.p t2. (17)

atau

G tn e

n b a t

( ) . . .       

2  2

(18)

Tahap 3:

Sesuai dengan teorema 2, maka : V(r,t) = V r tn

n ( , )  

1

= F r G tn n

n ( ). ( )  

1 = B r

p r a

p a e

n n

n

n b a t n

.sin( ( ))

cos( ) .

. . .        

2 

2

1 atau

V(r,t) = B

r

p r a

p a e

n n

n

n b a t n

.sin( ( ))

cos( ) .

. . .        

2 

2

1

(19)

juga merupakan penyelesaian. Dari pers. (8) : T r t T

T T

b a b a r ( , )   . .      1 2 1 1 B r

p r a

p a e

n n

n

n b a t n

.sin( ( ))

cos( ) .

. . .        

2 

2

1

(20) Dan dari kondisi awal :

T T T T

b a b a r 0 1 2 1 1         

. . B

r

p r a

p a

n n

n n

.sin( ( ))

cos( )   

1 (21) substitusi : z = r-a, sehingga menjadi :

T T T T

b a b z z a 0 1 2 1         

. . B

z a

p z p a

n n

n n 

.sin( )

cos( )

1

(22)

Konstanta Bn dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi sinus,

yang dalam hal ini, pers. (22) dikalikan dengan (z+a).sin(pm.z) dan diintegralkan

dari 0 - (b-a), sehingga menjadi :

T T

z a p z

T T

b a b z p z dz

m m b a 0 1 2 1 0            

.( ).sin( ) . . .sin( )

= B

p a p z p z dz

n n

n m

b a

n cos( )

. sin( ).sin( ) 0 1   

= B

p a p z p z dzm

b a

1 1

1 0

cos( ). sin( ).sin( )

+

B

p a p z p z dzm

b a

2 2

2 0

cos( ). sin( ).sin( )

+ . . . +

B

p a p z dz

m m

m b a

cos( ). sin( ) 2 0

+ . . .


(6)

 

 1 1021

pm. T T r T T =

B

p a p z dz

m m

m b a

cos( ). 0 1cos2 .

  1

10

 

21

pm. T T r T T =

B

p a z p p z

m

m m

m b a

cos( ).  .sin . 

 

 

1

2 2

0   1

10

 

21

pm. T T r T T = B

p a b a

m m

cos( ).(  )

B p a

 

m T T r T T

m

m

 cos( ).   

 0 1 1 2

atau

 

B p a

n T T r T T

n

n

 cos( ).   

 0 1 1 2 (23)