MATEMATIKA TEKNIK 2
Fungsi Perkalian Dua Fungsi. Fungsi Pangkat Dari
Suatu Fungsi. Fungsi Rasional. Fungsi Implisit. Fungsi
Berpangkat Tidak Bulat. Kaidah Rantai. Diferensial dan .
Bab 11: Turunan Fungsi*Fungsi (3) 133 Fungsi Trigonometri. Fungsi Trigonimetri Inversi.
Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi. Fungsi Logaritmik. Fungsi Eksponensial.
Bab 12: Integral (1) 141
Integral Tak Tentu. Penggunaan Integral Tak Tentu. Luas Sebagai Suatu Integral. Penggunaan Dalam Praktek.
Bab 13: Integral (2) 161
Luas Sebagai Suatu Integral * Integral Tentu. Penerapan Integral. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva.
Bab 14: Integral (3) 169
Volume Sebagai Suatu Integral. Panjang Kurva. Nilai Rata*Rata Suatu Fungsi. Pendekatan Numerik.
Bab 15: Persamaan Diferensial 179
Pengertian. Solusi. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa.
Bab 16: Persamaan Diferensial (2) 193
Persamaan Diferensial Linier Orde Dua. Tiga Kemungkinan Bentuk Solusi.
Daftar Isi Buku 2 201
Bab 3: Transformasi Laplace
Bab 4: Analisis Menggunakan Transformasi Laplace
Bab 10: Transformasi Fourier 195
Bab 11: Analisis Menggunakan Transformasi Fourier 221
0C 20
Bab 9 Turunan Fungsi0Fungsi (1) (Fungsi Mononom, Fungsi Polinom)
9.1. Pengertian Dasar
Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik yang terletak pada suatu garis lurus diketahui, misalnya [
] dan [ 1, 1 2 , 2 ], maka kemiringan garis tersebut dinyatakan oleh persamaan
Untuk garis lurus, " bernilai konstan dimanapun titik [ ] dan [ 1, 1 2 , 2 ] berada. Bagaimanakah jika yang kita hadapi bukan garis lurus melainkan garis lengkung? Perhatikan Gb.9.1.
Gb.9.1. Tentang kemiringan garis.
Pada Gb.9.1.a. O /O merupakan kemiringan garis lurus P 1 P 2 dan bukan kemiringan garis lengkung = ( ). Jika O kita perkecil, seperti terlihat pada Gb.9.1.b., O /O menjadi O ′/O ′ yang merupakan kemiringan
garis lurus P 1 P′ 2 . Jika O terus kita perkecil maka kita dapatkan 105 garis lurus P 1 P′ 2 . Jika O terus kita perkecil maka kita dapatkan 105
== = = ( ) dan
melihat pada suatu titik tertentu [ , ], maka pada kondisi dimana O mendekati nol, persamaan (9.1) dapat kita tuliskan
lim = lim = ′ ( ) (9.2)
′ ( ) merupakan fungsi dari karena untuk setiap posisi titik yang kita tinjau
′ ( ) memiliki nilai berbeda; ′ ( ) disebut dari ( ) , dan kita tahu bahwa dalam hal garis lurus, ′ ( ) bernilai konstan
dan merupakan kemiringan garis lurus tersebut. Jadi formulasi (9.1) tidak hanya berlaku untuk garis lurus. Jika O mendekati nol, maka ia dapat diaplikasikan juga untuk garis lengkung, dengan pengertian bahwa kemiringan " adalah kemiringan garis lurus yang menyinggung kurva lengkung di titik [ , ]. Perhatikan Gb. 9.2.
Gb.9.2. Garis singgung pada garis lengkung.
Jika fungsi garis lengkung adalah = ( ) maka ′ ( ) pada titik [ 1 , 1 ] adalah kemiringan garis singgung di titik [ 1 , 1 ], dan ′( ) di titik ( 2 , 2 )
adalah kemiringan garis singgung di [ 2 , 2 ]. Bagaimana mencari ′( ) akan kita pelajari lebih lanjut.
Jika pada suatu titik 1 di mana lim
seperti yang dinyatakan oleh
(9.2) benar ada, fungsi ( ) memiliki turunan di titik tersebut dan dikatakan sebagai “dapat didiferensiasi di titik tersebut” dan nilai
106 Sudaryatno Sudirham, 106 Sudaryatno Sudirham,
kemiringan garis singgung di titik tersebut). Persamaan (9.2) biasanya ditulis
= ( ) = lim → 0 (9.3)
= lim = ′ ( )
kita baca “turunan terhadap dari fungsi ”, atau “turunan fungsi terhadap ”. Penurunan ini dapat dilakukan jika memang merupakan
fungsi . Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan. Misalnya merupakan fungsi , = ( ) ; maka penurunan hanya bisa
dilakukan terhadap , tidak terhadap .
9.2. Fungsi Mononom
Kita lihat uraian*uraian berikut ini. 1). 0 = ( ) = , bernilai konstan. Di sini
0 ′ = lim = = 0
1 ′ ( ) = lim = = 2
Gb.9.3. Fungsi mononom = 2 dan turunannya.
Kurva
1 ′ ( ) membentuk garis lurus sejajar sumbu* ; ia bernilai konstan 2 untuk semua .
2 ′ ( ) = lim
= lim
= lim ( 2 × 2 + 2 ) = 4
→ 0 Turunan fungsi ini membentuk kurva garis lurus dengan kemiringan
Turunan fungsi ini membentuk kurva parabola.
108 Sudaryatno Sudirham,
5). Secara umum, turunan mononom
(9.4) adalah
(9.5) Jika pada (9.4) bernilai 1 maka kurva fungsi
= ( ) akan
berbentuk garis lurus dan turunannya akan berupa nilai konstan, ′ = ′ ( ) =
Jika > 1, maka turunan fungsi akan merupakan fungsi , ′ = ′ ( ) . Dengan demikian maka fungsi turunan ini dapat diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya ′′ = ′′ ( )
yang mungkin masih juga merupakan fungsi dan masih dapat diturunkan lagi untuk memperoleh fungsi turunan berikutnya lagi
dan demikian seterusnya. ′ = ′ ( ) =
kita sebut turunan pertama,
turunan kedua,
′′′ = ′′′ ( ) = turunan ke*tiga, dst.
6) Dari (9.4) dan (9.5) kita dapat mencari titik*potong antara kurva suatu fungsi dengan kurva fungsi turunannya.
Fungsi mononom
memiliki turunan ′ = ( " × ) ( − 1 ) . Koordinat titik potong P antara kurva mononom
( ) dengan turunan pertamanya diperoleh dengan
= ′ → " = ( " × ) ( − 1 ) ⇒ P = dan P = " P Koordinat titik potong kurva mononom dengan kurva*kurva turunan
selanjutnya dapat pula dicari. Gb.9.4. memperlihatkan kurva mononom
= 4 dan turunan* turunannya ′ = 4 3 , ′′ = 12 2 , ′′′ = 24 , ′′ ′′ = 24 .
Gb.9.4. Mononom dan fungsi turunan*nya.
9.3. Fungsi Polinom
Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Kita lihat contoh* contoh berikut.
1 ( ) = lim
Kurva fungsi ini dan turunannya terlihat pada Gb.9.5.
110 Sudaryatno Sudirham,
Gb.9.5. 1 ( ) = 4 + 2 dan turunannya. Suku yang bernilai konstan pada 1 ( ), berapapun besarnya, positif
maupun negatif, tidak memberikan kontribusi dalam fungsi turunannya. 2). 2 = 2 ( ) = 4 ( − 2 ) ⇒
Gb.9.6. 2 ( ) = 4( – 2) dan turunannya.
}{ − 4 + 2 − ′ 5 = lim }
4 = lim
5) Secara Umum: Turunan suatu polinom, yang merupakan jumlah beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing*masing mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom itu memang memiliki turunan.
9.4. 4ilai Puncak
Kita telah melihat bahwa turunan fungsi di suatu nilai merupakan kemiringan garis singgung terhadap kurva fungsi di titik [ , ]. Jika titik [ , ] adalah titik puncak suatu kurva, maka garis singgung di titik [,] tersebut akan berupa garis mendatar yang kemiringannya nol. Dengan kata lain posisi titik puncak suatu kurva adalah posisi titik di mana turunan pertama fungsi bernilai nol.
Polinom Orde Dua. Kita ambil contoh fungsi polinom orde dua (fungsi kuadrat):
Turunan pertama fungsi ini adalah
Jika kita beri ′ = 0 maka kita dapatkan nilai dari titik puncak yaitu
Jika nilai ini kita masukkan ke fungsi asalnya, maka akan kita dapatkan nilai puncak .
= 2(*3,75) 2 + 15 × ( − 3 , 75 ) + 13 = − 15 , 125 Secara umum,
dari fungsi kuadrat = 2 + + $ dapat diberoleh dengan membuat ′ = 2 + = 0 (9.6)
sehingga diperoleh
112 Sudaryatno Sudirham,
Nilai puncak, dari fungsi kuadrat = 2 + + $ dapat diperoleh dengan memasukkan
4 4 Maksimum dan Minimum. Bagaimanakah secara umum menentukan
apakah suatu nilai puncak merupakan " " " atau " " "? Kita manfaatkan karakter
di sekitar nilai puncak. Lihat
Gb.9.7.
Gb.9.7. Garis singgung di sekitar titik puncak.
Turunan pertama di suatu titik pada kurva adalah garis singgung pada kurva di titik tersebut. Di sekitar titik "
" ", mulai dari kiri ke kanan, kemiringan garis singgung terus menurun sampai menjadi nol di titik puncak kemudian menjadi negatif. Ini berarti turunan pertama ′ di sekitar titik maksimum terus menurun dan berarti pula
Sebaliknya, di sekitar titik " " ", mulai dari kiri ke kanan, kemiringan garis singgung terus meningkat sampai menjadi nol di titik puncak kemudian menjadi positif. Ini berarti turunan pertama ′ di sekitar titik minimum terus menurun dan berarti pula " ""
! . Jadi apabila turunan kedua di titik puncak bernilai negatif, titik puncak
tersebut adalah titik maksimum. Apabila turunan kedua di titik puncak bernilai positif, titik puncak tersebut adalah titik minimum.
= Dalam kasus fungsi kuadrat 2 + + $ , turunan pertama adalah ′2 = +
dan turunan kedua adalah ′′ = 2 . Jadi pada fungsi kuadrat, apabila bernilai positif maka ia memiliki nilai minimum; jika
negatif ia memiliki nilai maksimum. Contoh: Kita lihat kembali contoh fungsi kuadrat yang dibahas di
atas. = 2 2 + 15 + 13 Nilai puncak fungsi ini adalah
= − 15 , 125 dan ini merupakan nilai minimum, karena turunan keduanya
′′ = 4 adalah positif. Lihat pula Gb.10.5.c.
Contoh: Kita ubah contoh di atas menjadi: = − 2 2 + 15 + 13 Turunan pertama fungsi menjadi
′ = − 4 + 15 , yang jika ′ = 0 memberi = + 3 , 75 Nilai puncak adalah
= − 2 ( 3 , 75 )^ 2 + 15 × 3 , 75 + 13 = + 41 , 125 Turunan kedua adalah
′′ = − 4 bernilai negatif. Ini berarti bahwa nilai puncak tersebut adalah nilai maksimum.
Contoh: Dua buah bilangan positif berjumlah 20. Kita diminta menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa sehingga
mencapai nilai maksimum, sementara jumlahnya tetap 20.
perkaliannya
Jika salah satu bilangan kita sebut maka bilangan yang lain adalah (20− ). Perkalian antara keduanya menjadi
= ( 20 − ) = 20 − 2 Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai yang memberikan $ . ′ = 20 − 2 = 0 memberikan = 10
114 Sudaryatno Sudirham, 114 Sudaryatno Sudirham,
′′ = − 2 ; ia bernilai negatif. Jadi
yang kita peroleh adalah nilai maksimum; kedua bilangan yang dicari adalah 10 dan (20−10) = 10. Kurva dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.8.
Gb.9.8. Kurva
Kurva tersebut memotong sumbu* di = ( 20 − ) = 0 ⇒ 1 = 0 dan 2 = 20
Dalam contoh di atas kita memperoleh hanya satu nilai maksimum; semua nilai yang lain akan memberikan nilai dibawah nilai maksimum
yang kita peroleh. Nilai maksimum demikian ini kita sebut nilai "
Jika seandainya
yang kita peroleh adalah nilai minimum, maka ia akan menjadi " ""
! , seperti pada contoh berikut. Contoh: Dua buah bilangan positif berselisih 20. Kita diminta
menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa sehingga perkaliannya mencapai nilai minimum, sementara selisihnya tetap 20.
Jika salah satu bilangan kita sebut (positif) maka bilangan yang lain adalah ( + 20). Perkalian antara keduanya menjadi
= ( + 20 ) = 2 + 20 Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai yang memberikan $ . ′ = 2 + 20 = 0 sehingga = −10
dan nilai puncak adalah $ = 100 − 200 = − 100 Turunan kedua adalah
′′ = + 2 ; ia bernilai positif. Jadi
yang kita peroleh adalah nilai minimum; kedua bilangan yang dicari adalah −10 dan (−10+20) = +10. Kurva fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.9.
Gb.9.9. Kurva = (+ 20 ) Polinom Orde Tiga. Fungsi pangkat tiga diberikan secara umum oleh
(9.10) Turunan dari (10.29) adalah
(9.11) Dengan membuat ′′′′ = = == 0 kita akan mendapatkan .
′ = 0 = 3 2 + 2 + $ Ada dua posisi nilai puncak, yaitu
116 Sudaryatno Sudirham,
3 Dengan memasukkan 1 dan 2 ke penyataan fungsi (10.11) kita peroleh
nilai puncak
2 berarti dua titik puncak berimpit atau kita sebut titik belok.
1 dan 2 . Namun bila
Contoh: Kita akan mencari di mana letak titik puncak dari kurva fungsi
= 2 3 − 3 2 + 3 dan apakah nilai puncak merupakan nilai minimum atau maksimum.
Jika turunan pertama fungsi ini kita samakan dengan nol, akan kita peroleh nilai di mana puncak*puncak kurva terjadi.
= 0 dan = 1 Memasukkan nilai yang diperoleh ke persamaan asalnya
memberikan
memberikan nilai yaitu nilai puncaknya. = 0 memberikan $ = + 3
= 1 memberikan $ = + 2 Jadi posisi titik puncak adalah di P[0,3] dan Q[1,2]. Apakah
nilai puncak
minimum atau maksimum kita lihat dari turunan kedua dari fungsi
Untuk = 0 ⇒ ′′ = − 6 Untuk = 1 ⇒ ′′ = + 6
Jadi nilai puncak di P[0,3] adalah suatu nilai maksimum, sedangkan nilai puncak di Q[1,2] adalah minimum. Kurva dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.10.
P[0,3] Q[1,2] R
Gb.9.10. Kurva = 2 3 − 3 2 + 3 dan garis singgung di R.
9.5. Garis Singgung
Persamaan garis singgung pada titik R yang terletak di kurva suatu fungsi = ( ) secara umum adalah
dengan kemiringan " adalah turunan pertama fungsi di titik R.
Contoh: Lihat fungsi = 2 3 − 3 2 + 3 yang kurvanya diberikan pada Gb.9.10.
Turunan pertama adalah ′ = 6 2 − 6 = 6 ( − 1 ) . Titik R dengan absis
R = 2 , memiliki ordinat R = 2 × 8 − 3 × 4 + 3 = 7 ; jadi
koordinat R adalah R(2,7). Kemiringan garis singgung di titik R
adalah " = 6 × 2 × 1 = 12 .
Persamaan garis singgung =12 + 7 . Garis ini harus melalui R(2,7) dengan kata lain koordinat R harus memenuhi persamaan
garis singgung. Jika koordinat R kita masukkan ke persamaan garis singgung akan kita dapatkan nilai 7.
=12 + 7 ⇒ 7 = 12 × 2 + 7 ⇒ 7 = 7 − 24 = − 17 . Persamaan garis singgung di titk R adalah
118 Sudaryatno Sudirham,
9.6. Contoh Hubungan Diferensial
Berikut ini adalah beberapa contoh relasi diferensial. (ref. [3] Bab*2) Arus Listrik. Arus litrik adalah jumlah muatan listrik yang mengalir per
detik, melalui suatu luas penampang tertentu. Ia merupakan laju aliran muatan. Kalau arus diberi simbol dan muatan diberi simbol 4 maka
Satuan arus adalah ampere (A), satuan muatan adalah coulomb (C). Jadi
1 A = 1 C/detik. Tegangan Listrik. Tegangan listrik didefinisikan sebagai laju perubahan
energi per satuan muatan. Kalau tegangan diberi simbol dan energi diberi simbol (, maka
Satuan daya adalah watt (W). Satuan energi adalah joule (J). Jadi 1 W =
1 J/detik. Daya Listrik. Daya listrik didefinisikan sebagai laju perubahan energi.
Jika daya diberi simbol maka
( ( 4 Dari definisi tegangan dan arus kita dapatkan
4 Karakteristik Induktor. Karakteristik suatu piranti listrik dinyatakan
dengan relasi antara arus yang melewati piranti dengan tegangan yang ada di terminal piranti tersebut. Jika adalah induktansi induktor, dan
masing*masing adalah tegangan dan arus*nya, maka relasi antara arus dan tegangan induktor adalah
Karakteristik Kapasitor. Untuk kapasitaor, jika - adalah kapasitansi kapasitor, - dan - adalah tegangan dan arus kapasitor, maka
Soal0Soal
1. Carilah turunan fungsi*fungsi berikut untuk kemudian menentukan nilai puncak
2. Carilah turunan fungsi*fungsi berikut untuk kemudian menentukan nilai puncak
120 Sudaryatno Sudirham,
Bab 10 Turunan Fungsi0Fungsi (2) (Fungsi Perkalian Fungsi, Fungsi Pangkat Dari Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit)
10.1. Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi
Misalkan kita memiliki dua fungsi , ( ) dan ( ( ) , dan kita hendak mencari turunan terhadap dari fungsi
= ( . Misalkan nilai berubah
sebesar O , maka fungsi ( berubah sebesar O(, fungsi berubah sebesar O , dan fungsi berubah sebesar O . Perubahan ini terjadi sedemikian rupa sehingga setelah perubahan sebesar O hubungan
= ( tetap
berlaku, yaitu ( + ) = ( + )( ( + ( )
Dari sini kita dapatkan ( + ) −
( + Jika O mendekati nol maka demikian pula O dan O(, sehingga
( juga mendekati nol. Persamaan (10.2) akan memberikan = ( ( ) = ( + (
(10.3) Inilah formulasi turunan fungsi yang merupakan hasilkali dari dua
fungsi. Contoh: Kita uji kebenaran formulasi ini dengan melihat suatu fungsi
mononom = 6 5 yang kita tahu turunannya adalah ′ = 30 4 . Kita pandang sekarang fungsi sebagai perkalian dua fungsi
dengan = 3 2 dan (= 2 3 . Menurut (10.3) turunan dari menjadi 121
= = 2 3 × 6 + 3 2 × 6 2 = 12 4 + 18 4 = 30 4 Ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan.
Bagaimanakah ( () jika ( ketiganya adalah fungsi . Kita aplikasikan (10.3) secara bertahap seperti berikut.
Contoh: Kita uji formula ini dengan mengambil fungsi penguji sebelumnya, yaitu
= 6 5 yang kita tahu turunannya adalah ′ = 30 4 . Kita pandang sekarang fungsi sebagai perkalian tiga fungsi
= 3 2 , dan ( = . Menurut (10.9) turunan dari adalah
= ( dengan
+ (3x 2 × )( 4 ) = 6 4 + 12 4 + 12 4 = 30 4 Ternyata sesuai dengan yang kita harapkan.
10.2. Fungsi Yang Merupakan Pangkat Dari Suatu Fungsi
Yang dimaksud di sini adalah bagaimana turunan jika = dengan adalah fungsi dan adalah bilangan bulat. Kita ambil contoh fungsi
1 = = × × dengan merupakan fungsi . Jika kita aplikasikan formulasi (10.4) akan kita dapatkan
122 Sudaryatno Sudirham,
Contoh ini memperlihatkan bahwa
= 6 5 yang secara umum dapat kita tulis
Contoh: Kita ambil contoh yang merupakan gabungan antara perkalian dan pangkat dua fungsi.
= ( 2 + 1 ) 3 ( 3 − 1 ) 2 Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan
pangkat suatu fungsi.
10.3. Fungsi Rasional
Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi
Tinjauan atas fungsi demikian ini hanya terbatas pada keadaan ( ≠ 0 .
Kita coba memandang fungsi ini sebagai dari dua fungsi:
(10.7) Kalau kita aplikasikan (10.3) pada (10.7) kita peroleh
atau
Inilah formulasi turunan fungsi rasional. Fungsi dan ( biasanya merupakan polinom dengan mempunyai !
lebih rendah dari (. (Pangkat tertinggi peubah dari lebih kecil dari pangkat tertinggi peubah dari ().
Contoh:
2 124 Sudaryatno Sudirham,
= ; dengan 2 2 ≠ 1 (agar penyebut tidak nol) − 1
10.4. Fungsi Implisit
Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun sebagian yang lain tidak. Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita pelajari di atas. Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut
" . Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi dapat didiferensiasi terhadap . Kita akan mengambil beberapa contoh.
Contoh:
2 + + 2 = 8 . Fungsi implisit ini merupakan sebuah persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri,
maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di kedua ruas, dan kita akan peroleh
Untuk titik*titik di mana ( + 2 ) ≠ 0 kita peroleh turunan
Untuk suatu titik tertentu, misalnya [1,2], maka
Inilah kemiringan garis singgung di titik [1,2] pada kurva fungsi bentuk implisit yang sedang kita hadapi.
4 + 4 3 − 3 4 = 4 . Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita
akan memperoleh
Di semua titik di mana ( 2 − 3 ) ≠ 0 kita dapat memperoleh turunan
10.5. Fungsi Berpangkat Tidak Bulat
Pada waktu kita mencari turunan fungsi yang merupakan pangkat dari suatu fungsi lain, = , kita syaratkan bahwa adalah bilangan bulat. Kita akan melihat sekarang bagaimana jika merupakan sebuah rasio
= dengan dan 4 adalah bilangan bulat dan 4 ≠ 0, serta adalah
4 fungsi yang bisa diturunkan.
(10.9) Fungsi (10.9) dapat kita tuliskan
(10.10) yang merupakan bentuk implisit fungsi # Jika kita lakukan diferensiasi
terhadap di kedua ruas (10.10) kita peroleh
126 Sudaryatno Sudirham,
Jika ≠ 0, kita dapatkan
Akan tetapi dari (10.9) kita lihat bahwa
sehingga (10.11) menjadi
Formulasi (10.12) ini mirip dengan (10.5), hanya perlu persyaratan bahwa ≠ 0 untuk /4 < 1.
10.6. Kaidah Rantai
Apabila kita mempunyai persamaan
(10.13) maka relasi antara dan dapat dinyatakan dalam . Persamaan demikian
= ( ) dan = ( )
disebut "
, dan disebut " . Jika kita eliminasi dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang berbentuk
Bagaimanakah
= ′ ( ) dari (10.14) ber*relasi dengan
= ′ ( ) dan = ′ ( ) ? Pertanyaan ini terjawab oleh
berikut ini.
Jika
= ( ) dapat diturunkan terhadap
dan = ( ) dapat
diturunkan terhadap , maka
= ( ( ) ) = ( ) dapat diturunkan terhadap menjadi
(10.15) Relasi ini sudah kita kenal.
10.7. Diferensial dx dan dy
Pada pembahasan fungsi linier kita tuliskan kemiringan garis, ", sebagai
kita lihat kasus jika mendekati nol namun tidak sama dengan nol. Limit ini kita gunakan untuk menyatakan turunan fungsi ( ) terhadap pada formulasi
= lim
yang didefinisikan sedemikian rupa sehingga rasio
Sekarang kita akan melihat
dan
0, sama dengan turunan fungsi terhadap . Hal ini mudah dilakukan jika adalah peubah bebas dan merupakan fungsi dari :
/ , jika ≠
(10.16) Kita ambil definisi sebagai berikut
1. , kita sebut sebagai , merupakan bilangan nyata berapapun nilainya, dan merupakan peubah bebas yang lain selain ;
2. , kita sebut sebagai , adalah fungsi dari dan yang dinyatakan dengan
(10.17) Kita telah terbiasa menuliskan turunan fungsi terhadap sebagai
128 Sudaryatno Sudirham,
Perhatikanlah bahwa ini bukanlah rasio dari terhadap melainkan turunan fungsi terhadap . Akan tetapi jika kita bersikukuh memandang relasi ini sebagai suatu rasio dari
maka kita juga akan memperoleh relasi (10.17), namun sesungguhnya (10.17) dan bukan berasal dari relasi ini.
terhadap
Pengertian terhadap lebih jelas jika dilihat secara geometris seperti terlihat pada Gb.10.1. Di titik P pada kurva, jika nilai berubah sebesar satuan, maka di sepanjang garis singgung di titik P nilai akan berubah sebesar
# Diferensial dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke kanan” dan negatif jika “mengarah ke kiri”. Diferensial dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke atas” dan negatif jika “mengarah ke bawah”.
PP θ
PP
Gb.10.1. Penjelasan geometris tentang diferensial.
= tan θ ;
= (tan θ )
1. adalah % perubahan terhadap perubahan .
2. adalah perubahan nilai sepanjang garis singgung di titik P pada kurva, jika nilai
berubah sebesar
skala. 129
Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam Tabel*10.1. Dalam tabel ini adalah fungsi .
Tabel*10.1
Turunan Fungsi Diferensial $
1. = 0 ; $ = konstan
1. $ = 0 ; $ = konstan
Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi.
1. Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri Tabel*10.1), kemudian dikalikan dengan
2. Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan Tabel*10.1)
Kita ambil suatu contoh: cari
dari fungsi
130 Sudaryatno Sudirham,
′ = Turunan adalah : 2 3 − 6 + 5
sehingga = ( 3 2 − 6 + 5 ) Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam
tabel di atas: = ( 3 ) + ( − 3 2 ) + ( 5 ) + ( − 6 ) = 3 2 − 6 + 5
Soal0Soal : Carilah turunan fungsi*fungsi berikut. = ( − 1 ) 3 ( + 3 ) 2 ;
132 Sudaryatno Sudirham,
Bab 11 Turunan Fungsi0Fungsi (3) (Fungsi0Fungsi Trigonometri, Trigonometri Inversi, Logaritmik, Eksponensial)
11.1. Turunan Fungsi Trigonometri
Jika
= sin maka
sin( + ) − sin =
= sin cos + cos sin − sin
sin
= Untuk nilai yang kecil, O menuju nol, sin
dan cos = 1. Oleh karena itu
(11.1) Jika
sin = cos
= cos
maka cos
cos( + ) − cos cos cos − sin sin − cos =
Jik O menuju nol, maka sin = dan cos = 1. Oleh karena itu cos = −
(11.2) Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari.
sin
tan sin cos 2 − sin ( − sin )
2 = sec 2 cos cos cos cot
cos − sin 2 − cos (cos ) − 1 =
= sin 2
= − csc
sin
sin 2
sec
= sin
1 0 − ( − sin )
2 2 = tan
sec cos
cos csc
cos
1 0 − (cos ) − cos =
2 = − csc cot sin sin sin 133
Soal0Soal: Carilah turunan fungsi*fungsi berikut. = tan( 4 2 ) ; = 5 sin 2 ( 3 ) ; = 3 cos 2
= cot( 3 + 6 ) ; = sin 3 ( 2 ) − cos( 2 ) = sec 4 − tan 4 ; = (csc + cot ) 2
Contoh%Contoh Dalam Praktik Rekayasa. Berikut ini kita akan melihat turunan fungsi trigonometri dalam rangkaian listrik. (ref. [3] Bab*4).
1). Tegangan pada suatu kapasitor merupakan fungsi sinus - = 200sin400 volt. Kita akan melihat bentuk arus yang mengalir pada kapasitor yang memiliki kapasitansi - = 2×10 *6 farad ini.
Hubungan antara tegangan kapasitor - dan arus kapasitor - adalah
Arus yang melalui kapasitor adalah
= - - = 2 × 10 - 6 × ( 200 sin 400 ) = 0 , 160 cos 400 ampere
Daya adalah perkalian tegangan dan arus. Jadi daya yang kapasitor adalah
- = - - = 200 sin 400 × 0 , 16 cos 400 = 32 cos 400 sin 400 = 16 sin 800 watt
Bentuk kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini.
Pada waktu tegangan mulai naik pada = 0, arus justru sudah mulai menurun dari nilai maksimumnya. Dengan kata lain kurva arus mencapai nilai puncak*nya lebih dulu dari kurva tegangan; dikatakan
134 Sudaryatno Sudirham, 134 Sudaryatno Sudirham,
! . Perbedaan kemunculan ini disebut perbedaan fasa yang untuk kapasitor besarnya adalah 90 o ; jadi arus mendahului tegangan dengan beda fasa sebesar 90 o .
Kurva daya bervariasi secara sinusoidal dengan frekuensi dua kali lipat dari frekuensi tegangan maupun arus. Variasi ini simetris terhadap sumbu waktu. Kapasitor menyerap daya selama setengah perioda dan memberikan daya selama setengah perioda berikutnya. Secara keseluruhan tidak akan ada penyerapan daya netto; daya ini disebut daya reaktif.
2). Arus pada suatu inductor = 2,5 henry merupakan fungsi sinus terhadap waktu sebagai
= −0,2cos400 ampere. Berapakah
tegangan antara ujung*ujung induktor dan daya yang diserapnya ? Hubungan antara tegangan induktor dan arus induktor adalah
( − 0 , 2 cos 400 ) = 2 , 5 × 0 , 2 × sin 400 × 400 = 200 sin 400
Daya yang diserap inductor adalag tegangan kali arusnya. =
= 200 sin 400 × ( − 0 . 2 cos 400 ) = − 40 sin 400 cos 400
= − 20 sin 800
Kurva tegangan, arus, dan daya adalah sebagai berikut.
[detik]
Kurva tegangan mencapai nilai puncak pertama*nya lebih awal dari kurva arus. Jadi tegangan mendahului arus atau lebih sering dikatakan bahwa arus ketinggalan dari tegangan (hal ini merupakan
kebalikan dari kapasitor). Perbedaan fasa di sini juga 90 o , artinya arus ketinggalan dari tegangan dengan sudut fasa 90 o . Daya bervariasi secara sinus dan simetris terhadap sumbu waktu,
yang berarti tak terjadi transfer energi netto; ini adalah daya reaktif.
11.2. Turunan Fungsi Trigonometri Inversi
1) = sin − 1 = 1
sin ⇒
= cos ⇒ =
1 cos
2) = cos − 1
= cos ⇒
= − sin ⇒
sin
= tan − 1 = 1
tan
1+ cos
= cos 2
4) = cot − 1 − 1
= cot ⇒
sin
= − sin 2
136 Sudaryatno Sudirham,
− sin ) 5)
= sec − 1 1 0 ( ⇒ − = sec = ⇒ =
cos
cos 2
cos 2 1
− 1 sin
6) = csc − 1 = csc =
1 0− (cos )
sin
sin 2 sin 2 1
− cos
Soal0Soal
1). Jika α = sin ( 0 . 5 ) carilah cos α , tan α , sec α , dan csc α .
2). Jika α = cos ( − 0 . 5 ) carilah sin α , tan α , sec α , dan csc α .
3). Hitunglah sin ( 1 ) − sin ( − 1 ) .
4). Hitunglah tan ( 1 ) − tan ( − 1 ) .
5). Hitunglah sec ( 2 ) − sec ( − 2 ) .
11.3. Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi
Jika = ( ), maka (sin )
(sin = )
= cos
(cos ) (cos = )
= − sin
2 (tan 2 ) sin cos + sin
= sec 2
cos 2 (cot )
cos
cos =
= − csc 2 . (Buktikan!).
sin
(sec ) 1 0 + sin =
= sec tan cos cos 2
(csc )
= = − csc cot . (Buktikan!).
sin
Jika ( = ( ), maka (sin − 1 ( )
1 = ( . (Buktikan!).
(cos − 1 ( )
1 = ( − . (Buktikan!).
(tan − 1 ( )
1 = ( . (Buktikan!).
(cot − 1 ( )
1 = ( − . (Buktikan!).
(sec − 1 ( )
1 = ( . (Buktikan!).
(csc − 1 ( )
1 = ( − . (Buktikan!).
Soal0Soal : Carilah turunan fungsi*fungsi berikut. = sin − 1 ( 0 , 5 ) ; = cos − 1 ( 2 )
1 − 1 − 1 = tan
; = sec 4
138 Sudaryatno Sudirham,
11.4. Turunan Fungsi Logaritmik
Walaupun kita belum membicarakan tentang integral, kita telah mengetahui bahwa fungsi
didefinisikan melalui suatu integrasi (lihat bahasan tentang fungsi logaritmik sub*bab 8.1)
( ) = ln
( ) = ln =
= ln adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/ ) dan sumbu* , di selang antara = 1 dan = pada Gb.11.1.
ln
ln(x+ x)−ln
+O 1/( +O )
Gb.11.1. Definisi ln dan turunan ln secara grafis.
Kita lihat pula ln( + ) − ln( ) 1 + 1
Apa yang berada dalam tanda kurung (11.3) adalah luas bidang yang
dibatasi oleh kurva (1/ ) dan sumbu* , antara = dan = + O . Luas bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (O × 1/ ). Namun jika O makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (O × 1/ ); dan jika O mendekati nol luas tersebut sama dengan (O × 1/ ). Pada keadaan batas ini (11.3) akan bernilai (1/ ). Jadi
ln
Jika adalah = ( ), kita mencari turunan dari ln dengan memanfaatkan kaidah rantai. Kita ambil contoh: = 3 2 + 4
ln ln
3 2 + 4 3 2 + 4 Soal0Soal: Carilah turunan fungsi*fungsi berikut.
= ln( 2 + 2 ) ; = ln
= ln(cos ) ; = ln(ln )
11.5. Turunan Fungsi Eksponensial
Fungsi eksponensial berbentuk
(11.5) Persamaan (11.5) berarti ln = ln = , dan jika kita lakukan
penurunan secara implisit di kedua sisinya akan kita dapatkan ln
= = (11.6) Jadi turunan dari
= 1 atau
adalah itu sendiri. Inilah fungsi eksponensial yang tidak berubah terhadap operasi penurunan yang berarti bahwa penurunan dapat dilakukan beberapa kali tanpa mengubah bentuk fungsi. Turunan*
turunan dari = adalah ′ =
dst. Formula yang lebih umum adalah jika
merupakan suatu fungsi,
(11.7) Kita ambil contoh: 1 tan − =
= tan − 1 tan
− 1 tan − 1
1 + 2 Soal0Soal: Carilah turunan fungsi*fungsi berikut.
sin − = 1 ; =
140 Sudaryatno Sudirham,
Bab 12 Integral (1) (Macam Integral, Pendekatan 4umerik)
Dalam bab sebelumnya, kita mempelajari salah satu bagian utama kalkulus, yaitu kalkulus diferensial. Berikut ini kita akan membahas bagian utama kedua, yaitu kalkulus integral.
Dalam pengertian sehari*hari, kata “ ” mengandung arti “
8. Istilah “" ” bisa berarti “" % ” atau “" "
! ”; dalam matematika berarti “"
Misalkan dari suatu fungsi ( ) yang diketahui kita diminta untuk mencari suatu fungsi sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai tertentu, misalnya 9
9 , dipenuhi persamaan
(12.1) Persamaan seperti (12.1) ini, yang menyatakan turunan fungsi sebagai
fungsi (dalam beberapa hal ia mungkin juga merupakan fungsi dan ) disebut
. Sebagai contoh:
2 6 + 3 = 0 Pembahasan yang akan kita lakukan hanya mengenai bentuk persamaan
diferensial seperti contoh yang pertama.
12.1. Integral Tak Tentu
Suatu fungsi = ( ) dikatakan sebagai solusi dari persamaan diferensial (12.1) jika dalam rentang 9
9 ia dapat diturunkan dan dapat memenuhi
(12.2) Perhatikan bahwa jika ( ) memenuhi (12.2) maka
( ) + 7 dengan 7 adalah suatu nilai tetapan sembarang, juga akan memenuhi (12.2) sebab
0 (12.3) Jadi secara umum dapat kita tuliskan
yang kita baca: integral ( ) adalah ( ) ditambah 7. Persamaan (12.2) dapat pula kita tulisan dalam bentuk diferensial, yaitu
yang jika integrasi dilakukan pada ruas kiri dan kanan akan memberikan
Jika kita bandingkan (12.5) dan (12.4), kita dapat menyimpulkan bahwa
Jadi adalah "
. Integral semacam ini disebut ; masih ada nilai tetapan 7 yang harus dicari.
Kita ambil dua contoh untuk inegrasi integrasi tak tentu ini
1) Cari solusi persamaan diferensial = 5 4 Kita tuliskan persamaan tersebut dalam bentuk diferensial
Menurut relasi (9.4) dan (9.5) di Bab*9,
Oleh karena itu
2). Carilah solusi persamaan
Kita tuliskan dalam bentuk diferensial = 2 dan kita kelompokkan peubah dalam persamaan ini sehingga ruas kiri
142 Sudaryatno Sudirham, 142 Sudaryatno Sudirham,
2 1 / 2 − 1 / ( 2 ) = dan ruas kanan
Ruas kiri memberikan diferensial
memberikan diferensial
, sehingga
Jika kedua ruas diintegrasi, diperoleh
+ 7 2 atau
Dua contoh telah kita lihat. Dalam proses integrasi seperti di atas terasa adanya keharusan untuk memiliki kemampuan "
jawaban. Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan tersebut.
1. Integral dari suatu diferensial adalah ditambah konstanta sembarang 7.
2. Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat dikeluarkan
3. Jika bilangan ≠ −1, maka integral dari diperoleh dengan menambah pangkat dengan 1 menjadi ( + 1) dan membaginya dengan ( + 1).
+ 7 , jika ≠ − 1 ∫
Penggunaan Integral Tak Tentu. Dalam integral tak tentu, terdapat suatu nilai 7 yang merupakan bilangan nyata sembarang. Ini berarti
( atau ! (. Kita akan mencoba memahami melalui pengamatan kurva. Jika kita
gambarkan kurva = 10 2 kita akan mendapatkan kurva bernilai tunggal seperti Gb.12.1.a. Akan tetapi jika kita melakukan integrasi
∫ tidak hanya satu kurva yang dapat memenuhi syarat akan
3 tetapi banyak kurva seperti pada Gb.12.1.b; kita akan mendapatkan satu kurva jika 7 dapat ditentukan.
a) b)
Gb.12.1. Integral tak tentu memberikan banyak solusi. Sebagai contoh kita akan menentukan posisi benda yang bergerak dengan
kecepatan sebagai fungsi waktu yang diketahui. Kecepatan sebuah benda bergerak dinyatakan sebagai
= = 3 , dengan adalah kecepatan, adalah percepatan yang dalam soal ini bernilai 3, waktu. Kalau posisi
awal benda adalah 0 = 3 pada waktu = 0, tentukanlah posisi benda
pada = 4. Kita ingat pengertian*pengertian dalam mekanika bahwa kecepatan
adalah laju perubahan jarak, = ; sedangkan percepatan adalah laju
perubahan kecepatan,
. Karena kecepatan sebagai fungsi diketahui, dan kita akan mencari posisi (jarak), maka kita gunakan relasi =
= 144 Sudaryatno Sudirham,
yang memberikan yang memberikan
Kita terapkan sekarang kondisi awal, yaitu 0 = 3 pada = 0.
3 =0 + 7 yang memberikan 7 = 3 Dengan demikian maka sebagai fungsi menjadi
= 1 , 5 2 + 3 sehingga pada = 4 posisi benda adalah
4 = 27 Luas Sebagai Suatu Integral. Kita akan mencari luas bidang yang
dibatasi oleh suatu kurva = ( ) , sumbu* , garis vertikal = , dan = 4. Sebagai contoh pertama kita ambil fungsi tetapan
= seperti 2 terlihat pada Gb.12.2.
Gb.12.2. Mencari luas bidang di bawah = 2.
, dan kita bisa mencari fungsi pertambahan luas
Jika luas dari sampai
adalah
yaitu pertambahan luas jika bertambah menjadi + , maka kita dapat menggunakan fungsi pertambahan tersebut mulai dari = sampai = 4 untuk memperoleh
4 yaitu luas dari sampai 4. Pertambahan luas yang dimaksud tentulah
= 2= ( ) (12.7) Jika
atau
diperkecil menuju nol maka kita dapatkan limit lim
→ 0 Dari (12.8) kita peroleh
Kondisi awal (kondisi batas) adalah = 0 untuk = . Jika kondisi ini kita terapkan pada (12.9) kita akan memperoleh nilai 7 yaitu
0 =2 + 7 atau 7 = − 2 (12.10) sehingga
(12.11) Kita mendapatkan luas
(yang dihitung mulai dari = ) merupakan fungsi . Jika perhitungan diteruskan sampai = 4 kita peroleh
(12.12) Inilah hasil yang kita peroleh, yang sudah kita kenal dalam planimetri
yang menyatakan bahwa luas segi empat adalah panjang kali lebar yang dalam kasus kita ini panjang adalah (4 − ) dan lebar adalah 2.
Bagaimanakah jika kurva yang kita hadapi bukan kurva dari fungsi tetapan? Kita lihat kasus fungsi sembarang dengan syarat bahwa ia kontinyu dalam rentang
≤ ≤ 4 seperti digambarkan pada Gb.12.3.
4 Gb.12.3. Fungsi sembarang kontinyu dalam
Dalam kasus ini, bisa memiliki dua nilai tergantung dari apakah dalam menghitungnya kita memilih
atau = (+ ) . Namun kita akan mempunyai nilai
(12.13) dengan 0 adalah suatu nilai yang terletak antara dan + . Jika
kita buat mendekati nol kita akan mempunyai = ( ) = ( 0 ) = ( + )
(12.14) Dengan demikian kita akan mendapatkan limit
146 Sudaryatno Sudirham, 146 Sudaryatno Sudirham,
(12.15) → 0
Dari sini kita peroleh =
( ) = ( ) + 7 ∫ (12.16) ∫
Dengan memasukkan kondisi awal = 0 untuk = dan kemudian memasukkan nilai = 4 kita akan memperoleh
= ( 4 ) − ( ) = ( ) 4 4 ] (12.17)
12.2. Integral Tentu
Integral tentu merupakan integral yang batas*batas integrasinya jelas. Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai suatu limit. Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva
= ( ), sumbu* , garis = , dan = 4, yaitu luas bagian yang diarsir pada Gb.12.4.a.
Sebutlah luas bidang ini
4 . Bidang ini kita bagi dalam segmen dan kita
segmen dan kemudian menjumlahkannya untuk memperoleh 4 . Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas segmen seperti tergambar pada Gb.12.4.b, kita akan memperoleh luas yang lebih kecil dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas segmen ini
akan menghitung
luas
setiap
4 (jumlah luas segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas segmen seperti tergambar pada Gb.12.4.c, kita akan memperoleh luas yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas segmen ini
4 (jumlah luas segmen atas). Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya ! . Antara
4 ada selisih seperti terlihat pada Gb.12.4.d. Jika 0 adalah suatu nilai di antara kedua batas segmen ke*
4 dan
, yaitu antara dan ( + ), maka berlaku
(12.18)
147
Gb.12.4. Menghitung luas bidang di bawah kurva. Jika pertidaksamaan (12.18) dikalikan dengan
yang yang cukup kecil dan bernilai positif, maka
≤ ( + ) (12.19) Jika luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (12.19) kita
jumlahkan dari 1 sampai (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita buat), kita akan memperoleh
148 Sudaryatno Sudirham,
Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah,
4 ; ruas paling kanan adalah jumlah luas segmen atas,
4 ; ruas yang di tengah adalah jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan
. Jelaslah bahwa
4 ≤ ≤ 4 (12.21) Nilai
dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita cari.
! yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, . Jika kita perbesar menuju tak hingga dan semua
menuju nol, maka luas bidang yang kita cari adalah
4 = lim
4 = lim
= lim
Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut
, dituliskan
Integral tertentu (12.23) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12) 4
Jadi untuk memperoleh " " dari penjumlahan segmen bawah, penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan dari fungsi ( ) dalam rentang ≤ ≤ 4, kita cukup melakukan:
a. integrasi untuk memperoleh
b. masukkan batas atas = 4 untuk mendapat (4);
c. masukkan batas bawah = untuk mendapat ( );
d. kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, (4) − ( ). Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang
bernilai positif dalam rentang ≤ ≤ 4 , namun pembahasan itu berlaku pula untuk fungsi yang dalam rentang
≤ ≤ 4 sempat bernilai negatif. Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang
disebut dengan dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang baru ini akan berlaku umum, yaitu
= ( ) dan
sumbu* dari sampai , yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di atas sumbu*
dengan luas bagian yang di bawah sumbu* .
Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 13.2. Kita akan menghitung luas antara
= 3 − 12 dan sumbu* dari = −3 sampai = +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.12.5.
Gb.12.5. Kurva = 3 − 12
Di sini terlihat bahwa dari = −3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu* dan antara = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu* . Untuk bagian yang di atas sumbu* kita mempunyai luas
Untuk kurva yang di bawah sumbu* kita dapatkan
Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu* dengan luas bagian yang di bawah sumbu*
4 = − = 33 , 75 − ( − 33 , 755 ) = 67 , 5 Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai
, formulasi
tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di bawah sumbu* .
150 Sudaryatno Sudirham,
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.12.6. kita dapatkan
yang kita peroleh dari
Gb.12.6. Kurva memotong sumbu* di beberapa titik. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva. Kita akan menghitung luas bidang
di antara kurva 1 = 1 ( ) dan 2 = 2 ( ) pada batas antara = dan = 4 . Kurva yang kita hadapi sudah barang tentu harus kontinyu dalam rentang
≤ ≤ 4 . Kita tetapkan bahwa kurva 1 = 1 ( ) berada di atas
2 = 2 ( ) meskipun mungkin mereka memiliki bagian*bagian yang berada di bawah sumbu* . Perhatikan Gb.12.7.
Gb.12.7. Menghitung luas bidang antara dua kurva.
Rentang ≤ ≤ 4 kita bagi dalam segmen, yang salah satunya diperlihatkan pada Gb.12.7. dengan batas kiri dan batas kanan ( + ),
dimana = (− 4 ) / .
Luas segmen dapat didekati dengan
(12.25) yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh
Dengan membuat menuju tak hingga sehingga menuju nol kita sampai pada suatu limit → ∞
4 = lim
Kita lihat beberapa contoh. 1). Jika 1 = 4 dan 2 = − 2 berapakah luas bidang antara
1 dan 2
dari 1 = = −2 sampai 2 = 4 = +3.
− 2 Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar 1 − 2 = 6
dan panjang 2 − 1 = 5 .
2). Jika 2
1 = dan 2 = 4 berpakah luas bidang yang dibatasi oleh 1 dan 2 . Terlebih dulu kita cari batas*batas integrasi yaitu nilai pada
perpotongan antara 1 dan 2 .
1 = → 2 2 = 4 ⇒ 1 = = − 2 , 2 = 4 = 2 Perhatikan bahwa 1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian kurva 1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada di di bawah 2 = 4.
3 3 3 Jika kita terbalik dalam memandang posisi 1 terhadap 2 kita akan
melakukan kesalahan:
152 Sudaryatno Sudirham,
3). Jika 1 = − 2 + 2 dan 2 = − berapakah luas bidang yang
dibatasi oleh 1 dan 2 .
Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi*fungsi ini. Fungsi
1 adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang memotong sumbu* di = 2. Fungsi 2 adalah garis lurus
melalui titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif −1, yang berarti ia menurun pada arah positif. Dengan demikian maka
bagian kurva 1 yang membatasi bidang yang akan kita cari
luasnya berada di atas 2 .
Batas integrasi adalah nilai pada perpotongan kedua kurva.
1 = 2 ⇒ − 2 + 2 = − atau − 2 + + 2 = 0 − 1 + 1 2 + 8 − 1 − 1 2 +
Penerapan Integral Tentu. Pembahasan di atas terfokus pada penghitungan luas bidang di bawah suatu kurva. Dalam praktik kita tidak selalu menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis, yang berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat pula divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan ordinat dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian
! ! kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua contoh dalam kelistrikan.
1). Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan 200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ?
Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol dan energi diberi simbol (, maka
= ( yang memberikan
Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, # Kalau batas bawah dari wktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8 jam adalah
= 100 = 100 8 0 = 800 Watt.hou r [Wh] ∫
= 0 , 8 kilo Watt hour [kWh] 2). Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai
( ) = 0,05 ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti ini antara = 0 sampai = 5 detik ?
Arus adalah laju perubahan transfer muatan, 4.
= 4 sehingga
Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah
2 = = 0 , 625 coulomb ∫
Pendekatan umerik. Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita fahami bahwa langkah*langkah dalam menghitung suatu integral adalah:
1. Membagi rentang ( ) ke dalam segmen; agar proses perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar,
2. Integral dalam rentang ≤ ≤ 4 dari ( ) dihitung sebagai
4 ( ) = ∫ lim
dengan ( ) adalah nilai ( ) dalam interval yang besarnya akan sama dengan nilai terendah dan tertinggi
dalam segmen
jika
menuju nol.
154 Sudaryatno Sudirham,
Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil ( ) sama dengan nilai terendah ataupun tertinggi dalam
, hasil perhitungan akan lebih rendah ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun
! yang terjadi masih berada dalam batas*batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan cara ini kita mendekati
perhitungan suatu integral, dan kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi oleh kurva
= 3 − 12 dengan sumbu* antara = −3 dan = +3. Luas ini telah dihitung dan menghasilkan
4 = 67 , 5 . Kali ini perhitungan = 3
∫ akan kita lakukan dengan pendekatan numerik
− 3 dengan bantuan komputer. Karena yang akan kita hitung adalah luas antara kurva dan sumbu* , maka bagian kurva yang berada di bawah sumbu* harus dihitung sebagai positif. Jika kita mengambil nilai
= 0,15 maka rentang − −− − 3 ≤ ≤≤ ≤ ≤ ≤≤ ≤ 3 akan terbagi dalam 40 segmen.
Perhitungan menghasilkan
! yang terjadi adalah sekitar 0,15%. Jika kita mengambil
= 0,05 maka rentang − 3 ≤ ≤ 3 akan terbagi dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan
! yang terjadi adalah sekitar 0,02%. Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan
! 0,2%, maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.
Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum masing*masing segmen dengan
. Satu alternatif lain untuk menghitung luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas setiap segmen menjadi
" = ( ( min ) + ( " ) ) × / 2 (12.27)
Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun menggunakan
jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.
Soal0Soal:
1. Carilah titik*titik perpotongan fungsi*fungsi berikut dengan sumbu* kemudian cari luas bidang yang dibatasi oleh kurva fungsi dengan sumbu* .
2. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh kurva dan garis berikut. Luas antara kurva 2 = dan garis = 4
Luas antara kurva = 2 − 2 dan garis = − 3
3. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh dua kurva berikut.
= 4 − 2 2 dan
= 2 2 − 5 dan
12.3. Volume Sebagai Suatu Integral
Di sub*bab sebelumnya kita menghitung luas bidang sebagai suatu integral. Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk menghitung volume.
Balok. Kita ambil contoh sebuah balok seperti tergambar pada Gb.12.8. Balok ini dibatasi oleh dua bidang datar paralel di dan 4# Balok ini diiris tipis*tipis dengan tebal irisan
sehingga volume balok, ,
merupakan jumlah dari volume semua irisan. Gb.12.8. Balok
Jika ( ) adalah luas irisan di sebelah kiri dan ( 2 ) adalah luas irisan di sebelah kanan maka volume irisan , adalah
Volume balok , adalah 156 Sudaryatno Sudirham, Volume balok , adalah 156 Sudaryatno Sudirham,
cukup tipis dan kita mengambil ( ) sebagai pengganti ( ) maka kita memperoleh pendekatan dari nilai , yaitu
Jika menuju nol dan ( ) kontinyu antara dan 4 maka
, = lim
Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu%x.
Satu kerucut dapat dibayangkan sebagai P segitiga yang berputar sekitar salah satu
sisinya. Sigitiga ini akan menyapu satu volume kerucut seperti terlihat pada
OQ Gb.12.9. Segitiga OPQ, dengan OQ
berimpit dengan sumbu* ,
berputar
mengelilingi sumbu* . Gb.12.9. Rotasi Segitiga OPQ mengelilingi sumbu*
Formula (12.28) dapat kita terapkan disini. Dalam hal ini ( ) adalah luas lingkaran dengan jari*jari ( ); sedangkan (x) memiliki persamaan garis OP.
dengan " adalah kemiringan garis OP dan adalah jarak O*Q. Formula (12.29) akan memberikan volume kerucut
π " 2 3 π ( PQ/OQ) 2 3
kerucut = = π (12.30)
3 3 3 dengan OQ = dan adalah nilai PQ pada = .
Bagaimanakah jika OQ tidak berimpit dengan sumbu* ? Kita akan memiliki kerucut yang terpotong di bagian puncak. Volume kerucut
= " berubah menjadi
= "+ dengan adalah perpotongan garis OP dengan sumbu* . Rotasi Bidang Sembarang. Jika
() kontinyu pada
≤ ≤ , rotasi bidang antara kurva fungsi ini dengan sumbu* antara
≤ ≤ sekeliling sumbu* akan membangun suatu volume benda yang dapat dihitung menggunakan relasi (12.10).
Gb.12.10. Rotasi bidang mengelilingi sumbu*
Dalam menghitung integral (12.28) penyesuaian harus dilakukan pada ( ) dan batas*batas integrasi.
sehingga