OPTIMALISASI USAHATANI KENCUR DENGAN POLA TANAM STRIP INTERCROPPING DI DESA FAJAR ASRI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

Anna Maryani, Hanung Ismono, Novi Rosanti

ABSTRACT

This research aimed to determine optimal farm income, land use and labour use that could be reached by farmer that grew galanga with strip intercropping system. This research conducted in Fajar Asri Village, Seputih Agung Subdistrict, Central Lampung District. The sample was taken purposively towards 18 farmers that grew galanga, maize and cassava. Senstivity test was operated to see the senstivity level of each activity and restrictions. Linear Programming model made into two scenarios. Scenario 1 using farm profit as objective function along with land and family labour as restriction, otherwise Scenario 2 using farm income along with land and maximum hired labour that could be hired by farmers. The results showed that optimal farm profit that could be reached in Scenario 1 was Rp7.984.403 with cultivating 0,125 ha galanga, 0,6 ha maize in first season as well as 0,125 ha galanga, and 1,005 ha cassava in second season. Optimal total labour use was 36,18% of family labour capacity. Optimal farm income that could be reached in Scenario 2 was Rp33.760.470 with cultivating 0,87 ha galanga, 0,26 ha maize in first season as well as 0,87 ha galanga,and 0,26 ha cassava in second season. Optimal hired labour use was 39,21% of maximum hired labour that could be hired by farmers in one year. Sensitivity test showed that land and labour restriction were not senstive towards changes that was caused by resource use that was not optimal.

Key words: galanga, Linear Programming, optimalization, sensitivity test, strip intercropping


(2)

Anna Maryani, Hanung Ismono, Novi Rosanti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pendapatan, penggunaan lahan dan penggunaan tenaga kerja optimal dengan membudidayakan kencur dengan pola tanam strip interscropping. Penelitian ini dilakukan di Desa Fajar Asri, Kecamatan Seputih Agung, Kabupaten Lampung Tengah. Sampel dalam penelitian ini diambil secara sengaja terhadap 18 petani yang menanam kencur, jagung dan ubikayu. Tujuan-tujuan tersebut dianalisis menggunakan Linear Programming. Uji sensitivitas dilakukan untuk melihat tingkat kepekaan aktivitas dan kendala. ModelLinear Programmingdibuat dalam dua skenario. Skenario 1 menggunakan fungsi tujuan memaksmimumkan keuntungan dengan fungsi kendala lahan dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) sedangkan Skenario 2 menggunakan fungsi tujuan memaksimumkan pendapatan dengan kendala lahan dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) maksimum yang dapat dipekerjakan oleh petani. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan optimal yang dapat dicapai pada Skenario 1 adalah Rp7.984.403 dengan menanam 0,125 ha kencur dan 0,60 ha jagung pada MT I dan 0,125 ha kencur dan 1,005 ha ubikayu pada MT II. Penggunaan TKDK optimal sebesar 36,18% dari kapasitas total TKDK. Pendapatan optimal yang dapat dicapai pada Skenario 2 adalah Rp33.760.470 dengan menanam 0,87 ha kencur dan 0,26 ha jagung pada MT I dan 0,87 ha kencur dan 0,26 ha ubikayu pada MT II. Penggunaan TKLK optimal sebesar 39,21% dari jumlah maksimum tenaga kerja yang dapat dipekerjakan oleh petani. Hasil uji sensitivitas menunjukkan bahwa kendala lahan dan tenaga kerja tidak sensitif terhadap perubahan yang disebabkan oleh penggunaan sumberdaya yang belum optimal.

Kata kunci: analisis sensitivitas, kencur,Linear Programming, optimalisasi,strip intercropping


(3)

Oleh

ANNA MARYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Agronomis Kencur ... 11

2. Budidaya Kencur ... 12

3. Usahatani ... 18

4. Pola Tanam Tumpangsari ... 22

5. Faktor Produksi dalam Usahatani... 25

6. Biaya dalam Usahatani ... 28

7. Konsep Pendapatan Usahatani... 30

8. Optimalisasi Usahatani denganLinier Programming... 33

9. Analisis Sensitivitas... 40

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 42

C. Kerangka Pemikiran ... 47

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 50

B. Lokasi Penelitian, Waktu Penelitian dan Responden ... 54

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 55

D. Metode Analisis Data ... 56

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian... 60


(5)

C. Potensi Pertanian... 63

D. Sarana dan Prasarana Pertanian ... 66

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakertiristik Responden... 68

B. Keragaan Usahatani ... 76

C. Kondisi Aktual ... 87

D. ModelLinear Programming... 102

E. Solusi Optimal... 106

1. AnalisisPrimal Solution... 106

2. AnalisisDual Solution... 107

3. Analisis Sensitivitas... 114

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 119

B. Saran... 120 DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Laju pertumbuhan PDB komoditas perkebunan atas harga konstan tahun

2010-2012 ... 2

2. Luas lahan, produksi dan produktivitas kencur di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2013... 5

3. Luas lahan dan produksi kencur Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2012 ... 6

4. Luas lahan, produksi dan produktivitas kencur di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013... 7

5. Matriks penelitian terdahulu ... 44

6. Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan... 61

7. Keadaan penduduk berdasarkan agama ... 62

8. Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian ... 62

9. Potensi pertanian Desa Fajar Asri ... 63

10. Potensi peternakan Desa Fajar Asri ... 65

11. Sebaran petani responden berdasarkan usia dan keikutsertaan Program Sertifikasi Prima-3 ... 68

12. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dan keikutsertaan Program Sertifikasi Prima-3 ... 70

13. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani dan keikutsertaan Program Sertifikasi Prima-3 ... 72

14. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani kencur dan keikutsertaan Program Sertifikasi Prima-3 ... 72


(7)

15. Sebaran petani responden berdasarkan pekerjaan sampingan dan

keikutsertaan Program Sertifikasi Prima-3 ... 73

16. Sebaran petani padi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dan keikutsertaan Program Sertifikasi Prima-3... 74

17. Sebaran petani responden berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok tani dan Program Sertifikasi Prima-3... 75

18. Penggunaan sarana produksi pertanian per hektar... 88

19. Jumlah TKDK yang tersedia pada rumah tangga petani responden ... 91

20. Kapasitas Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) ... 92

21. Jumlah maksimum TKLK yang dapat dipekerjakan... 93

22. Penggunaan tenaga kerja aktual per luasan lahan ... 94

23. Penggunaan tenaga kerja aktual per hektar... 95

24. Penggunaan tenaga kerja berdasarkan kegiatan... 96

25. Luas lahan aktual masing-masing usahatani ... 97

26. Pendapatan rata-rata usahatani per luasan lahan... 99

27. Pendapatan rata-rata usahatani per hektar... 101

28. Model matematisLinear ProgrammingSkenario 1 ... 104

29. Model matematisLinear ProgrammingSkenario 2 ... 105

30. Hasil analisisprimal solution... 106

31. Hasil analisisdual solution... 110

32. Penggunaan TKDK optimal skenario 1 ... 111

33. Penggunaan TKLK optimal skenario 2... 113

34. Nilai kisaran sensitivitasobjecive function valuedalamobjective coefficient ranges ... 115

35. Nilai kisaran sensitivitas sumberdaya pertanian dalamrighthand side ranges... 116


(8)

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya pada tanggal 6 Maret 1993. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Burhansyah dan Ibu Patimah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Sejahtera II Way Kandis pada tahun 1998-1999, pendidikan Sekolah Dasar di SD Sejahtera II Way Kandis pada tahun 1999-2001, SD YPP Bandar Harapan pada tahun 2001-2002, SDN 6 Way Kekah pada tahun 2002-2003 dan SD IT Bustanul Ulum pada tahun 2003-2005, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP IT Bustanul Ulum tahun 2005-2008, serta pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAK

TRIMULIA Kota Bandung tahun 2008-2010 dan SMA PGRI 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada tahun 2010-2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agribisnis, Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN pada tahun 2011.

Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Bahasa Inggris Semester Genap 2013/2014 dan Semester Ganjil 2014/2015, Ekonomi Makro Semester Genap 2013/2014 dan Semester Ganjil 2014/2015, Pengantar Ilmu Ekonomi Semester Ganjil 2014/2015dan Semester Genap 2014/2015, Praktik Pengenalan Pertanian


(9)

Tulang di Bawang Barat dan membuat Laporan Praktik Umum dengan judul Manajemen Pergudangan di PT Huma Indah Mekar. Selama menjadi mahasiswa pernah menjadi anggota HIMASEPERTA dan tergabung dalam Bidang 1

Pengembangan Akademik dan Profesi. Penulis pernah menerima beasiswa PPA periode 2014/1015.

Penulis pernah menjadiField Assistantdalam penelitian kerjasama Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung denganUniversity of Sydney,Australia mengenai Manfaat Sertifikasi Kopi di Semendo, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Penulis juga pernah menjadi

penerjemah dalam Workshop “The New Code of Conduct2015” yang

diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Kopi 4C (Common Code for Coffee Community).


(10)

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya serta kemudahan yang telah diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsiyang berjudul “Optimalisasi Usahatani Kencur dengan Pola TanamStrip Intercroppingdi Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung

Kabupaten Lampung Tengah“ tepat pada waktunya.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang turut mendukung dan berperan dalam proses pembuatan skripsi ini, diantaranya :

1. Bapak Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P, selaku Pembimbing Pertama atas bimbingan, motivasi, saran, bantuan serta kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehinggga penulis mendapatkan begitu banyak pengalaman dan pengetahuan selama menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Novi Rosanti, S.P., M.E.P., selaku Pembimbing Kedua atas kesabaran, perhatian, bimbingan, motivasi, saran dan bantuan yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Dr. Ir. Ktut Murniati, M.T.A., selaku Pembahas atas pengertian, bantuan, saran dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Pembimbing Kedua yang telah


(11)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Ibu Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik atas perhatian, saran, nasihat dan motivasi yang diberikan pada penulis.

7. Mbak Ayi, Mbak Fitri, Mbak Iin, Mas Boim, Mas Bukhori dan Mas Kardi yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Supriyanto, Pujiono, Tukijo, Paimin, Slamet, Gusman serta semua warga Desa Fajar Asri, anggota Gapoktan Fajar Asri Makmur dan BP3K Seputih Agung yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua orangtuaku Bapak Burhansyah (Alm) dan Ibu Patimah yang selalu memberikan yang terbaik. Terima kasih atas kasih sayang, kepercayaan, semangat, dan motivasi yang tiada henti-hentinya.

10. Keluarga tercinta, Adikku Ricko Prasetyo, Kokoku Deni Dian Pratama, Yunda Yeni Sari, keponakanku Rafa Raditya terima kasih atas kasih sayang,

semangat, dan motivasi yang tiada henti-hentinya.

11. Keluarga besarku, Atu, Tante Nur, Mbak Lati, Mbak Iit, Pak Tut Juanda, Om Fir, Ina, Hindun, Icut dan semua yang tidak dapat disebutkan satu per satu terima kasih atas kasih sayang dan motivasi yang tiada henti-hentinya.

12. Sahabat-sahabatku Mariyana, Erviza Feby Triana, Juwita Sari, Nyimas Farissa Nadhilla, Rozanah Ahlam Fadiyah terima kasih atas kesetiaan kalian


(12)

13. Teman-teman seperjuangan Meri Fatmalasari, Ica Rizky Aneftasari, Moriska N. Purba, Aprilia Rahmawati, Elsa Primasari, Fachira Chairunnisa, Tunjung Andarwangi, Deti Destiani, Alghoziyah, Aldino Ahmad, Siti Asih Handayani, Yuliandi Brata Permadi, Ni Wayan Putriasih, Ari Nurjayanti, Faisal Oktori, Ayu Vidya, Puji Permata Utami, Sartika K. Lestari, Namira Kinanti, Arif Setiawan.

14. Keluarga besar Agribisnis 2011, Maya, Desta, Niken, Sonya, Intan, Dian Martiani, Haliana, Ayu P, Adiguna Gadung, Adiguna W.F., Elvany, Dita, Silvia Medita, Wigeta, Dian Ika, Mbak Tri, Bayu Suci, Gustam, dan semua yang teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas

kebersamaan dan semangat yang telah kalian berikan.

15. Kakak-kakak Agribisnis 2008, 2009, 2010 dan adik-adik Agribisnis 2012, 2013, 2014 atas kebersamaan dan semangat yang telah kalian berikan.

Penulis menyadari bahwa skipsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam pola pikir ilmiah maupun tutur kata. Semoga skipsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Desember 2015


(13)

. Nomor Pokot Mahasisua Jurusan

rygram

Studi Ftskultas

Dr.

Ir.

R.

NrP 19620625 1

INTERCfrOPMFTG

DI

ITB

TIUITtrII SEPUTIN AGIIIIG

rtrBTIPATDN LAIIIPTING TDIIGAII

^rnroS&r'Iord

1r.14151010 Agribisnis

grib

i$ Pertantan

FTEreIUJUI

1. Komisi Pembimbing

, :'r., ::ti4iirr

2. Ketua Jurusan AgribisniS

Nqrrt

RGanJl,

S.P.,

!I.E.P.

NrP 1981118 200812 2 0,05


(14)

l;;ruffi+

iill.r:::Tr..t'.:i:j;:a

iiiiiii:i,.:;:r,-i,,-i

iii1.,ai,.''' I "..-.'i .-.. i r..ti';Jl ii.,i. :

i."'r'r'; ''1 '' '':..ii'

l--' '


(15)

i--(Skripsi)

ANNA MARYANI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran... 49

2. Pola tanam... 58

3. Pola tanam aktual usahatani kencur di Desa Fajar Asri... 78


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang pesat. Menurut Dewoto (2007), jumlah industri obat tradisional yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2002 sebanyak 1.012 industri obat tradisional yang terdiri atas 105 industri skala besar dan 907 industri skala kecil. MenurutIndonesian Food Technologist(IFT) dalam Seminar dan Pameran Industri Jamu di Universitas Diponegoro tahun 2014, saat ini Indonesia memiliki 1.247 industri obat tradisional yang terdiri dari 129 industri skala besar dan sisanya merupakan industri skala kecil yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha (GP) Jamu. Lebih lanjut IFT (2014),

menyebutkan bahwa nilai ekspor produk jamu Indonesia mengalami kenaikan menjadi US $ 9,7 juta dari periode sebelumnya yang hanya sebesar US $ 8,3 juta.

Perkembangan industri obat tradisional telah mempengaruhi perkembangan budidaya tanaman obat. Perkembangan budidaya tanaman obat ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tanaman obat-obatan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Tanaman obat dan tanaman hias merupakan komoditas perkebunan yang kontribusinya terhadap PDB


(18)

semakin meningkat sementara laju pertumbuhan komoditas perkebunan lainnya mengalami penurunan. Laju pertumbuhan PDB tanaman obat dan tanaman hias pada tahun 2010 hanya sebesar 3,47% dan mengalami

peningkatan menjadi 8,24% pada tahun 2011dan 21,99 % pada tahun 2012. Laju pertumbuhan PDB komoditas perkebunan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Laju pertumbuhan PDB komoditas perkebunan atas harga konstan tahun 2010-2012

Komoditas Laju pertumbuhan (%)

2010 2011 2012

Tembakau 24,98 58,11 5,91

Karet dan getah lainnya 9,04 9,34 2,57

Kelapa sawit 10,49 5,18 4,92

Tebu dan pemanis 11,42 0,99 8,43

Kelapa 5,51 0,24 1,82

Kakao 0,56 2,08 4,67

Teh dan kopi 2,31 6,63 3,17

Cengkeh 16,01 26,61 4,69

Tanaman obat dan tanaman hias 3,47 8,24 21,99

Sumber: Pusat data dan sistem informasi pertanian, 2013.

Salah satu tanaman obat yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kencur. Kencur merupakan salah satu bahan baku utama obat-obatan tradisional karena memiliki banyak khasiat bagi kesehatan. Menurut

Rukmana (1994), kencur berkhasiat sebagai obat batuk, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal tetanus, penambah nafsu makan dan juga sebagai minuman segar. Selain digunakan sebagai bahan baku obat-obatan

tradisional, kencur juga digunakan sebagai bahan baku kosmetik, kembang gula dan industri rokok kretek.

Perusahaan industri obat-obatan, rokok kretek dan pabrik kembang gula yang semakin berkembang tentunya membutuhkan ketersediaan bahan baku kencur


(19)

yang semakin meningkat. Menurut Rukmana (1994), PT Gudang garam di Kediri membutuhkan lebih dari 30 ton rimpang kencur basah setiap bulannya. Pabrik Jamu Air Mancur rata-rata membutuhkan 2 ton kencur kering per minggu. Demikian pula PT Mustika Ratu yang membutuhkan sedikitnya 1 ton rimpang kencur kering sebagai bahan baku jamu dan komestika. Peningkatan permintaan terhadap produk-produk tersebut berdampak pada peningkatan volume produksi dan permintaan akan kencur. Hal tersebut dapat dilihat dari produksi kencur di Indonesia tahun 2013 yang meningkat lebih dari 200% dari produksi tahun 1997. Produksi kencur pada tahun 2013 sebesar 41.343.456 kg sementara pada tahun 1997 hanya sebesar 18.852.654 kg (BPS, 2014). Hal ini menjadi indikasi bahwa budidaya tanaman kencur semakin diminati untuk dibudidayakan oleh petani di Indonesia.

Semakin meningkatnya produksi kencur dalam negeri bukan berarti budidaya kencur di Indonesia tidak mengalami masalah. Sempitnya lahan yang dimiliki dan waktu panen kencur yang tergolong lama yaitu 10–12 bulan menjadi masalah utama bagi petani kencur karena dalam satu tahun, lahannya hanya dapat ditanami sebanyak satu kali. Belum lagi masalah harga kencur yang sangat fluktuatif membuat petani tidak dapat hanya menanam kencur sebagai sumber pendapatan utama.

Menanam tanaman kencur secara monokultur menyebabkan petani hanya memperoleh pendapatan usahatani satu kali dalam satu tahun dari tanaman kencur yang mereka tanam. Menggunakan pola tanam monokultur juga menyebabkan terjadi pengangguran musim, dimana petani tidak memiliki


(20)

pekerjaan disela-sela waktu antara musim tanam dan musim panen. Selain itu, menggunakan pola tanam monokultur menyebabkan tanaman rentan terserang hama dan penyakit tanaman sehingga dapat menyebabkan gagal panen dan berdampak pada rendahnya pendapatan yang diperoleh oleh petani. Hal tersebut menyebabkan petani kencur menanam kencur dengan sistem campuran atau tumpangsari. Tanaman kencur biasanya ditumpangsarikan dengan tanaman palawija, tanaman hortikultura dan tanaman pangan.

Menurut Stinner dan Blair (1990), tumpangsari digunakan secara ekstensif di wilayah tropis untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan mengantisipasi kegagalan produksi. Penggunaan sistem tumpangsari dapat menghindarkan petani dari gagal panen yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit dan dapat mencegah terjadinya pengangguran musim karena petani

membudidayakan tanaman lain disela-sela masa tanam dan masa panen tanaman kencur. Selain itu, tumpangsari juga mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi penghasil kencur dengan produktivitas yang tertinggi setelah Provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, NTB, NTT, dan Papua dengan produktivitas sebesar 2,53 kg/m2. Produktivitas kencur di Lampung berada di atas rata-rata produktivitas kencur di Indonesia yang hanya sebesar 1,75 kg/m2. Namun, produksi kencur di Provinsi Lampung masih tergolong rendah bila

dibandingkan dengan provinsi lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan. Produksi kencur Provinsi Lampung sebesar


(21)

2.732.781 kg hanya memberikan kontribusi sebesar 6,6% terhadap produksi kencur dalam negeri pada tahun 2013. Data luas lahan, produksi dan

produktivitas kencur berdasarkan provinsi di Indonesia secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas lahan, produksi dan produktivitas kencur di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2013

Provinsi Luas panen (m2)

Produksi (kg)

Produktivitas (kg/m2)

Sumatera Barat 108.348 1.134.218 4,28

Lampung 987.780 2.732.781 2,53

Kep. Bangka Belitung 114.943 544.379 3,68

DKI Jakarta 1.847 5.203 2,77

Jawa Tengah 6.818.270 13.625.379 1,96

DI Yogyakarta 968.344 1.826.574 1,89

Jawa Timur 2.528.561 4.310.014 1,62

Banten 739.751 1.865.074 2,41

Nusa Tenggara Barat 14.928 53.666 3,23

Nusa Tenggara Timur 70.045 233.292 2,82

Kalimantan Barat 165.806 463.665 2,36

Kalimantan Timur 80.890 208.435 2,16

Papua 1.080 4.406 3,17

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.

Lampung Tengah merupakan sentra penghasil kencur terbesar di Provinsi Lampung. Hal tersebut dapat dilihat dari produksi kencur Kabupaten

Lampung Tengah tahun 2012 triwulan I hingga Triwulan III dengan produksi paling besar dibandingkan kabupaten-kabupaten lainnya seperti Lampung Barat, Lampung Timur dan Lampung Utara. Pada Triwulan III, produksi kencur Kabupaten Lampung Tengah sebesar 317.236 kg dengan luas lahan 79.380 m2sedangkan Kabupaten Lampung Barat hanya memproduksi sebesar 91.995 kg dengan luas lahan 32.002 m2. Data produksi kencur Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3.


(22)

Tabel 3. Luas panen dan produksi tanaman kencur Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2012.

No Kabupaten/Kota Triwulan I Triwulan II Triwulan III Luas

panen (m2)

Produksi

(kg)

Luas panen

(m2)

Produksi

(kg)

Luas panen

(m2)

Produksi

(kg) 1. Lampung Barat 25.984 51.677 45.636 67.247 32.002 91.995 2. Tanggamus 2.712 2.988 4.901 4.971 20.259 10.669 3. Lampung Selatan 6.426 15.031 2.896 8.915 5.228 9.885 4. Lampung Timur 6.253 45.925 1.444 22.425 7.408 30.072 5. Lampung Tengah 59.557 264.190 46.784 189.271 79.380 317.236 6. Lampung Utara 4.455 11.503 9.545 14.207 39.075 37.048 7. Way Kanan 3.685 4.550 6.213 16.228 98.514 66.525 8. Tulang Bawang 20.676 36.669 2.086 2.580 6.197 5.389

9. Pesawaran 258 355 60 211 142 405

10. Pringsewu 150 150 3.625 3.279 3.225 4.016

11. Mesuji 326 1.300 773 311 2.709 24.102

12. Tulang Bawang Barat 175 161 50 50 145 98

13. Bandar Lampung 2.235 12.723 2.785 17.127 3.523 17.867

14. Metro 650 650 1.350 459 2.300 802

Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2013.

Menurut data BPS tahun 2013, Kabupaten Lampung Tengah memproduksi sebesar 525.294 kg kencur atau 19,22% dari produksi total kencur di Provinsi Lampung pada tahun 2013. Sentra penghasil kencur terbesar di Lampung Tengah berada di Kecamatan Seputih Agung dengan luas lahan panen sebesar 241.000 m2dan produksi sebesar 135.300 kg pada tahun 2013, Kecamatan Sendang Agung menempati urutan kedua dengan produksi sebesar 110.550 kg dengan luas lahan sebesar 36.850 m2sedangkan Kecamatan Selagai Lingga sentra penghasil kencur ketiga dengan luas panen sebesar 55.000 m2dan produksi sebesar 77.270 kg pada tahun 2013. Data luas lahan dan produksi kencur di Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4.


(23)

Tabel 4. Luas lahan, produksi dan produktivitas kencur di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013

No Kecamatan Luas lahan

(m2)

Produksi (kg)

Produktivitas (kg/m2)

1. Padang Ratu 115 379 0,30

2. Selagai Lingga 55.000 77.270 0,71

3. Pubian 20.000 19.000 1,05

4. Anak Tuha 10.700 5.602 1,91

5. Anak Ratu Aji 20.500 24.500 0,84

6. Sendang Agung 36.850 110.550 0,33

7. Bangun Rejo 1.150 1.625 0,71

8. Bekri 1.000 1.200 0,83

9. Bumi Ratu Nuban 20.900 28.815 0,73

10. Trimurjo 650 1.560 0,42

11. Punggur 512 2.780 0,18

12. Kota Gajah 2.500 5.000 0,50

13. Seputih Raman 16.075 20.519 0,78

14. Terbanggi Besar 5.000 5.000 1,00

15. Seputih Agung 241.000 135.300 1,78

16. Way Pengubuan 500 1.144 0,44

17. Terusan Nyunyai 55.000 15.000 3,67

18. Seputih Mataram 5.000 9.000 0,56

19. Bandar Mataram 3.070 7.255 0,42

20. Seputih Banyak 8.400 18.795 0,45

21. Seputih Surabaya 18.000 27.000 0,67

22. Bandar Surabaya 5.000 8.000 0,63

Lampung Tengah 526.922 525.294 0,86

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.

Salah satu penghasil kencur di Kecamatan Seputih Agung adalah Desa Fajar Asri yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani kencur. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, petani di Desa Fajar Asri kebanyakan memiliki lahan yang relatif sempit yaitu berkisar antara 0,25 Ha hingga 1,5 Ha. Luas lahan yang digunakan untuk menanam kencur sebesar 0,125− 0,75 Ha yang ditumpangsarikan dengan tanaman pangan seperti ubi kayu dan jagung serta tanaman sayur seperti cabai, tomat, buncis, timun, kacang panjang, terung dan daun bawang. Tanaman tumpangsari yang paling


(24)

umum dibudidayakan dengan tanaman kencur di Desa Fajar Asri adalah ubi kayu dan jagung.

Tujuan utama petani di Desa Fajar Asri menggunakan sistem tumpangsari adalah untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan pola tanam monokultur. Petani yang menggunakan sistem tumpangsari dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar bila

dibandingkan dengan pola tanam monokultur karena petani memperoleh pendapatan tambahan dari tanaman tumpangsari. Menurut Stinner dan Blair (1990), tingkat produktivitas pola tanam tumpangsari lebih tinggi dengan keuntungan panen antara 20–60% dibandingkan pola tanam monokultur.

Petani di Desa Fajar Asri menanam kencur dan tanaman tumpangsari dengan prinsiprow intercroppingtanpa mempertimbangkan penggunaan faktor produksi secara optimum. Menurut Hernanto (1988), faktor-faktor produksi dalam usahatani terdiri atas empat unsur pokok, yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan atau manajemen. Faktor produksi tanah, tenaga kerja dan modal merupakan faktor produksi terbatas yang digunakan secara

bersama-sama oleh usahatani kencur dengan tanaman tumpangsari sehingga merupakan kendala atau pembatas dalam usahatani. Penggunaan pola tanam row intercroppingmenyebabkan tanaman utama dan tanaman sampingan tumbuh kurang optimal karena terjadi perebutan unsur hara. Selain adanya perebutan unsur hara, penggunaan pola tanamrow intercroppingjuga menyebabkan kesulitan dalam mengetahui keuntungan maksimum yang dicapai dari kombinasi usahatani yang ditumpangsarikan tersebut (Puspitasari


(25)

dkk, 2013), sehingga dalam penelitian ini dilakukan perubahan pola tanam dari sistemrow intercroppingmenjadistrip intercroppingagar tanaman utama dan tanaman sampingan dapat tumbuh secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan suatu kajian tentang optimalisasi usahatani kencur dengan pola tanamstrip intercroppingdi Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung dalam rangka memperoleh keuntungan dan pendapatan maksimum.

B. Perumusan Masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Berapa keuntungan dan pendapatan optimal yang dapat dicapai oleh petani

dengan menggunakan pola tanamstrip intercropping?

2) Bagaimana penggunaan lahan yang optimal dalam usahatani kencur dan tanaman sampingan yang memberikan keuntungan dan pendapatan optimal bagi petani?

3) Bagaimana penggunaan tenaga kerja yang optimal dalam usahatani kencur dan tanaman tumpangsari yang memberikan keuntungan dan pendapatan optimal bagi petani?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Menentukan keuntungan dan pendapatan optimal yang dapat dicapai dengan menggunakan pola tanamstrip intercropping.


(26)

2) Menentukan penggunaan lahan optimal usahatani kencur dan tanaman sampingan yang memberikan keuntungan dan pendapatan optimal bagi petani.

3) Menentukan penggunaan tenaga kerja optimal usahatani kencur dan tanaman sampingan yang memberikan keuntungan dan pendapatan optimal bagi petani.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.

2) Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi petani dalam

mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi agar dapat mencapai keuntungan dan pendapatan optimal.

3) Sebagai informasi dan pertimbangan bagi dinas terkait dalam memberdayakan petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Agronomis Kencur

Kencur (Kaempferia galangaL.) bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Kencur diperkirakan berasal dari India. Menurut Mursito (1999), Tanaman kencur berukuran kecil, berbunga berwarna putih, tumbuh merapat dengan tanah dan tidak memiliki batang. Kencur memiliki daun yang berbentuk jorong dengan pangkal daun berbentuk jantung serta berujung lancip. Bagian pinggir permukaan bawah daun berwarna merah kecoklatan dan berbulu, sementara bagian tengah berwarna hijau dengan permukaan daun bagian atas tidak berbulu. Menurut Rukmana (1994), kencur memiliki rimpang berwarna cokelat gelap dan berkesan mengkilap yang tumbuh bergerombol dan bercabang-cabang dengan daging rimpang berwarna putih cerah.

Klasifikasi tanaman kencur adalah sebagai berikut: Kingdom :Plantae(Tumbuh-tumbuhan) Divisi :Spermatophyta(Tumbuhan berbiji) Sub Divisi :Angiospermae(Berbiji tertutup)


(28)

Ordo :Zingiberales Famili :Zingiberaceae

Spesies :Kempferia galangaL. (Rukmana, 1994).

Kencur memerlukan lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk

pertumbuhan yang optimal. Menurut Rosita dkk (2006), agroklimat yang baik untuk budidaya kencur adalah iklim tipe A, B dan C dengan

ketinggian tempat 50–600 m dpl. Temperatur rata-rata tahunan yang dibutuhkan oleh tanaman kencur untuk pertumbuhan yang optimal adalah 25–30OC dengan jumlah bulan basah 5–9 bulan basah pertahun dan bulan kering 5–6 bulan, curah hujan 2.500–4.000 mm/tahun, intensitas cahaya matahari penuh (100%) atau ternaungi 25–30% hingga tanaman berumur 6 bulan. Kencur membutuhkan drainase tanah yang baik, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, kemiringan lahan <3% dengan jenis tanah latosol, regosol, asosiasi antara latosol-andosol, regosol-latosol serta regosol-litosol, dan pH tanah 5,5–6,5. Jika kemasaman tanah 4,5–5,0 perlu dilakukan penambahan kapur pertanian (kaptan/dolomit) 1–2 ton/ha untuk meningkatkan pH sampai 5,5–6,5. Disamping itu, lahan juga harus bebas dari penyakit terutama bakteri layu.

2. Budidaya Kecur

Cara budidaya sangat menentukan hasil yang akan didapatkan. Meskipun benih yang digunakan merupakan varietas unggul yang memiliki potensi produksi tinggi, apabila tidak didukung dengan teknik budidaya yang baik, maka tidak akan didapatkan hasil yang optimal. Adapun Standar


(29)

Operasional Prosedur (SOP) budidaya kencur menurut Rosita dkk (2006), adalah sebagai berikut:

a) Persiapan lahan

Tanah diolah dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah dengan kedalaman 30 cm. Kemudian tanah dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sulit terdekomposisi. Pengolahan tanah harus disesuaikan dengan lapisan tanah. Tanah dengan lapisan olah tipis sebaiknya tidak dicangkul atau digarpu terlalu dalam sehingga tercampur antara lapisan olah dengan lapisan tanah bawah karena dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang subur. Saluran drainase juga perlu diperhatikan, terutama pada lahan yang datar, agar tidak terjadi genangan. Genangan diantara tanaman dapat memacu berkembangnya penyakit tanaman terutama penyakit busuk rimpang.

b) Penanaman

Penanaman dapat dilakukan secara bedengan atau disesuaikan dengan kondisi lahan. Bibit ditanam dengan kedalaman 5–7 cm dengan tunas menghadap ke atas. Jarak tanam yang digunakan tergantung pada jenis pola tanam yang digunakan. Untuk pola tanam monokultur jarak tanam yang digunakan bervariasi antara 15 x 15 cm atau 20 x 15 cm sedangkan untuk penanaman dalam pola tanam polikultur

menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm atau dilihat berdasarkan jenis tanah dan jenis tanaman lainnya.


(30)

Kencur dapat ditanam dengan sistem monokultur dan pada batas-batas tertentu dapat dilakukan dengan sistem polikultur untuk

meningkatkan produktivitas lahan. Sistem polikultur dilakukan pada waktu tanam sampai berumur 3–6 bulan dengan cara

ditumpangsarikan atau disisipkan. Umumnya pola tanam kencur dikombinasikan dengan tanaman palawija (jagung, kacang tanah, ketela pohon) dan tanaman hortikultura.

c) Pemupukan

Pupuk kandang yang sudah matang diberikan pada saat tanam dan diletakkan di dalam lubang tanam dengan dosis 20–30 ton/ha, tergantung pada kondisi lahan. Pada lahan yang miskin unsur hara dan bertekstur padat, diperlukan pupuk kandang sebanyak 30 ton/ha, sedangkan lahan yang cukup subur hanya memerlukan 20 ton/ha. Pupuk kandang yang kurang matang harus disebar di lubang tanam paling tidak 2 minggu sebelum tanam.

Pupuk buatan diberikan secara tugal atau dilarik dengan jarak 5 cm dari tanaman. Dosis per ha yang diberikan adalah 200–250 kg Urea, 250–300 kg SP-36, 250–300 kg KCl atau tergantung pada kesuburan tanah. Urea diberikan tiga kali yaitu pada saat tanaman berumur 1, 2 dan 3 bulan setelah tumbuh (BST), masing-masing 1/3 dosis. SP-36 dan KCl diberikan satu kali pada saat tanam atau ditunda sebulan apabila curah hujan belum cukup


(31)

d) Pemeliharaan

Pemeliharaan perlu dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Adapun pemeliharaan pada budidaya kencur adalah sebagai berikut:

1) Penyiangan gulma

Untuk menjaga agar pertumbuhan kencur tidak terganggu harus dilakukan penyiangan gulma paling tidak dua minggu sekali, terutama hingga tanaman berumur 6–7 bulan karena gulma banyak tumbuh di sekitar tanaman kencur. Pada saat curah hujan tinggi penyiangan perlu dilakukan lebih intensif karena

pertumbuhan gulma sangat cepat. Penyiangan perlu dilakukan dengan hat-hati agar perakaran kencur tidak terganggu.

2) Penyulaman

Penyulaman terhadap tanaman yang mati dilakukan pada saat tunas muncul di permukaan tanah. Penyulaman dilakukan dengan cara menanam rimpang bertunas atau memindahkan tanaman yang menumpuk pada lubang tanam yang lain.

3) Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan pada waktu rumpun sudah terbentuk. Pembumbunan harus dilakukan lebih intensif ketika curah hujan tinggi karena cucuran air hujan akan menurunkan bedengan sehingga tanaman dapat terendam. Pembumbunan juga dilakukan agar rimpang selalu tertutup tanah karena jika rimpang muncul di permukaan tanah, rimpang berwarna hijau tidak akan bertambah


(32)

besar dan kualitasnya akan berkurang

4) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Penyakit yang sudah ditemukan di areal pertanaman kencur adalah busuk rimpang dan bercak daun. Busuk rimpang disebabkan oleh bakteri layu (Ralstonia solanacearum). Tanaman yang terinfeksi menunjukkan gejala daun layu, berwarna kekuningan dan

menggulung. Apabila serangan sudah berlanjut, pada pangkal batang akan tampak gejala membusuk berwarna cokelat

kehitaman dan berbau busuk. Rimpang kencur yang terinfeksi penyakit ini akan menjadi tempat berkembangbiak telur dan larva serangga hama seperti lalat rimpang (Mimegralla coeruleifrons) dan belatung (Eumerus figurans) yang memakan daging rimpang bagian dalam. Pengendalian penyakit busuk rimpang dapat dilakukan dengan mencabut dan membuang tanaman yang terserang.

Serangan penyakit yang masih ringan dapat diatasi dengan menyemprotkan bakterisida setiap 2 minggu sekali sampai gejala penyakit berkurang. Penyakit lain yang ditemukan pada

pertanaman kencur adalah bercak daun yang disebabkan oleh cendawanPyriculariasp.dengan gejala pada ujung daun terdapat bercak daun yang tidak beraturan di bagian tepi daun kemudian bercak daun akan meluas ke arah pangkal daun dan akhirnya seluruh daun mengering. Pengendalian penyakit bercak daun dilakukan dengan menyemprotkan fungisida apabila bercak daun


(33)

dilakukan dengan menyemprotkan fungisida apabila serangan penyakit terjadi pada tanaman berumur 1–2 bulan, tetapi apabila serangan pada tanaman tua, penyemprotan tidak diperlukan. Selain penyakit busuk rimpang dan bercak daun, patogen lain yang menyerang rimpang kencur terutama setelah panen dan pada saat penyimpanan adalah hama kutu perisai (Aspidiella hartii) yang sering disebut sebagaicosmetic insect.

e) Panen

Panen untuk konsumsi dimulai pada umur 6–10 bulan dan dapat ditunda hingga musim berikutnya, bahkan hingga tiga tahun. Penundaan waktu panen tidak berdampak buruk terhadap mutu rimpang. Produksinya akan bertambah, namun ukuran rimpang akan semakin kecil. Kencur yang ditanam lebih dari satu tahun kurang baik untuk digunakan sebagai bibit. Rimpang yang digunakan sebagai bibit dipanen pada umur 10–12 bulan. Cara panen kencur dilakukan dengan membongkar seluruh rimpangnya menggunakan garpu atau cangkul lalu dibuang akar, rimpang airnya dan tanah yang melekat.

Dengan menggunakan calon varietas unggul kencur Balitro (V2, V3, V4) dan cara budidaya yang direkomendasikan, dihasilkan 12–16 ton rimpang segar per hektar. Mutu rimpang dari varietas unggul tersebut lebih tinggi dari standar Materia Medika Indonesia (MMI) yaitu kadar minyak atsiri 3,20–7,60%, kadar pasti 51,0971%, kadar sari dalam


(34)

air 14,50–26,22%, kadar sari larut dalam alkohol 3,027,95%.

3. Usahatani

Usahatani merupakan kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Daniel, 2002). Menurut Hernanto (1994), usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekelompok orang-orang, segolongan sosial, baik yang berkaitan geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya.

Menurut Soekartawi (1985), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu

tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Apabila harga output dikalikan maka akan membentuk penerimaan dan input dikalikan harga input akan menjadi biaya produksi.

Mosher (1987), menyatakan bahwa usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi


(35)

pertanian seperti tumbuh-tumbuhan, air, dan tanah, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah dan lain sebagainya. Sesuai batasannya pada setiap usahatani akan selalu ada unsur lahan yang mewakili untuk alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga petani, unsur modal yang beranekaragam jenisnya dan unsur pengelolaan atau menajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Keempat unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisah karena kedudukdnnya dalam usahatani sama pentingnya.

Menurut Rahim dan Hastuti (2008), usahatani diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu berdasarkan cara mengusahakan, sifat dan corak usahatani, pola usahatani, dan tipe usahatani. Berdasarkan cara mengusahakannya, usahatani dibagi menjadi tiga yaitu usahatani perorangan, usahatani kolektif dan usahatani kooperatif. Usahatani perorangan merupakan usahatani yang dilakukan secara perorangan dan faktor produksi dimiliki secara perorangan. Usahatani kolektif merupakan usahatani yang dilakukan bersama-sama atau kelompok sehingga hasilnya dibagi oleh anggota kelompok tersebut. Usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dikelola secara kelompok tetapi tidak seluruh faktor produksi dikuasai oleh kelompok, hanya kegiatan yang dilakukan bersama-sama.

Berdasarkan sifat dan corak, usahatani dapat dilihat sebagai usahatani subsisten dan usahatani komersil. Usahatani subsisten merupakan


(36)

usahatani yang hasil panennya digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani atau keluarganya sendiri tanpa melalui peredaran uang. Usahatani komersial merupakan usahatani yang keseluruhan hasil panennya dijual ke pasar atau melalui perantara maupun langsung ke konsumen (Rahim dan Hastuti, 2008).

Berdasarkan polanya, usahatani terdiri dari tiga macam pola, yaitu pola khusus, tidak khusus, dan campuran. Pola usahatani yang khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani. pola usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan dua cabang atau lebih usahatani, tetapi batasnya masih tegas, sedangkan pola usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih usahatani yang batasnya tidak tegas (Rahim dan Hastuti, 2008).

Tipe usahatani merupakan jenis komoditas pertanian yang akan ditanam atau diusahakan, misalnya usahatani tanaman pangan, usahatani

hortikultura, usahatani perkebunan, usaha perikanan, usaha peternakan, dan usaha kehutanan (Rahim dan Hastuti, 2008).

Menurut Soekartawi (1995), keberhasilan usahatani dapat diuji dengan beberapa analisis, yaitu:

a. Analisis biaya per satuan hasil

b. Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau R/C rasio, c. Analisis pendapatan atau keuntungan cabang usaha, serta d. Analisis imbangan tambahan manfaat dan biaya atau B/C rasio.


(37)

Lebih lanjut, Soekartawi (1995), menjelaskan bahwa analisis biaya persatuan hasil biasanya digunakan untuk menghitung harga pokok suatu produksi. Analisis R/C dan pendapatan digunakan untuk menguji

keuntungan dan keberhasilan suatu cabang usahatani. Analisis B/C digunakan untuk pergantian teknologi yang berakibat pada pertambahan biaya

Mubyarto (1989), menyatakan bahwa produktivitas dan produksi pertanian yang lebih tinggi dapat dicapai melalui dua cara :

a) Perbaikan alokasi sumberdaya yang dimiliki petani seperti penggunaan lahan, tenaga kerja, serta rendahnya produktivitas, akan menentukan pendapatan yang diperoleh petani dimana pada tingkat biaya dan harga produk yang sama, sehingga pendapatan akan lebih tinggi bila

produktivitas lebih tinggi.

b) Memperkenalkan sumberdaya baru dalam bentuk modal dan teknologi. Teknologi dapat berupa perubahan cuaca, jenis tanaman, serta sarana lainya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Suatu teknologi baru dapat diterima petani jika mampu menberikan keuntungan yang berarti dan dengan penerapan teknologi akan terjadi peningkatan pendapatan. Penerapan teknologi yang dianjurkan bagi petani adalah yang sesuai dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian. Penerapan teknologi pertanian secara efektif dan efisien sesuai anjuran diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi.


(38)

4. Pola Tanam Tumpangsari

Petani memiliki pertimbangan-pertimbangan dalam memutuskan pola tanam yang akan dilakukan. Pertimbangan tersebut juga dilakukan untuk memperkecil risiko usahatani yang sedang dilakukan. Selain untuk meningkatkan pendapatan usahatani, terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan pola tanam menurut Rusastra dkk (2004) yaitu

a. Kondisi fisik tanah yang meliputi ketersediaan air, keadaan tanah, serta kondisi iklim dan cuaca.

b. Komoditas yang akan diusahakan disesuaikan dengan kondisi fisik tanah yang tersedia. Hal ini dilakukan dengan harapan agar kegiatan usahatani dapat berjalan dengan baik.

c. Keadaan rumah tangga petani juga menjadi salah satu pertimbangan bagi petani dalam pemilihan pola tanam usahataninya. Keadaan rumah tangga petani terkait dengan kemampuan permodalan, ketersediaan tenaga kerja, kontribusi pendapatan dari usahatani, pemilikan peralatan (pompa irigasi), serta luas dan status garapan.

d. Ketersediaan modal, peralatan, dan kepemilikan lahan pertanian berkaitan dengan keberhasilan dan keberlanjutan usahatani yang dijalankan.

e. Kontribusi pendapatan usahatani terkait dengan bagaimana hasil kegiatan usahatani yang telah dijalankan mampu meningkatkan pendapatan petani.


(39)

f. Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan pola tanam. Untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal, pengendalian hama dan penyakit dalam kegiatan budidaya sayuran harus dilakukan dengan baik. Hal ini karena hama dan penyakit tanaman berpotensi menyebabkan kegagalan panen dan berdampak pada pendapatan petani.

Selain itu, faktor lain yang menjadi pertimbangan petani dalam memilih pola tanam adalah ketersediaan dan aksesibilitas bahan tanaman, aksesibilitas dan kelancaran pemasaran, karakteristik sosial budaya masyarakat terkait dengan adopsi teknologi. Ketersediaan dan aksesibilitas bahan tanam terkait dengan ketersediaan input-input pertanian yang akan digunakan, sedangkan aksesibilitas dan kelancaran pemasaran terkait dengan pemasaran/penjualan hasil pertanian (Rusastra dkk, 2004).

Stinner dan Blair (1990), menyatakan bahwa tumpangsari merupakan pola tanam polikultur dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang sama. Pada sistem tumpangsari, dua tanaman atau lebih ditumbuhkan secara simultan pada lahan yang sama, sehingga diversifikasi berlangsung dalam konteks waktu dan ruang. Lebih lanjut Stinner dan Blair (1990) menjelaskan bahwa tumpangsari dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu

a. Mixed intercopping, dimana dua atau lebih tanaman ditumbuhkan tanpa pengelolaan baris yang jelas;


(40)

b. Row intercopping, dimana paling tidak satu tanaman diatur dalam baris-baris;

c. Strip intercopping, dimana dua atau lebih tanaman dipisahkan oleh bidang lahan yang cukup lebar untuk menjamin independensi

pertumbuhan sehingga sangat sedikit interaksi satu dengan yang lainnya secara ekologis; dan

d. Relay intercopping, dimana tanaman kedua ditanam sebelum tanaman pertama dipanen sehingga terdapat beberapa overlap dalam siklus hidup kedua tanaman

Tumpangsari digunakan secara ekstensif di wilayah tropis untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan mengantisipasi kegagalan produksi. Menurut Fatah (2007), keuntungan-keuntungan yang didapat dari diversifikasi pertanian dapat dikemukan menjadi empat bagian yaitu dari segi penawaran, permintaan, nutrisi, dan tujuan pembangunan. Dari segi penawaran, diversifikasi dapat mendatangkan kenaikan pendapatan petani karena sistem tumpang sari atau pertanian campuran, beberapa usahatani dapat dilakukan pada lahan yang sama. Dari segi permintaan, kenaikan dapat diharapkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri selama tanaman diversifikasi benar-benar mempunyai elastisitas pendapatan yang lebih besar. Pada waktu yang bersamaan, produksi tanaman-tanaman yang mempunyai nutrisi atau nilai gizi yang lebih tinggi akan terdorong sehingga kesehatan penduduk menjadi lebih baik.

Akhirnya dari segi tujuan pembangunan ekonomi keseluruhan, diversifikasi sangat bermanfaat


(41)

5. Faktor Produksi dalam Usahatani

Menurut Hernanto (1988), faktor-faktor produksi dalam usahatani terdiri atas empat unsur pokok, yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Keempat faktor produksi tersebut dalam usahatani mempunyai kedudukan yang sama pentingnya. Faktor-faktor produksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor produksi tanah

Mubyarto (1989) menyatakan bahwa tanah merupakan pabrik hasil-hasil pertanian. Tanah merupakan faktor produksi yang bertahan lama sehingga tidak mengalami depresiasi dan mendapatakan bagian dari hasil produkis karena jasanya dalam produksi tersebut. Pembayaran atas jasa produksi ini disebut dengan sewa tanah.

Tanah sangat mempengaruhi pendapatan usahatani. Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas lahan, kondisi fisik, fragmentasi tanah, lokasi tanah dari pusat perekonomian serta status penguasaan lahan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa semakin luas lahan yang digarap, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut (Rahim dan Hastuti, 2008).

Menurut Daniel (2002), luas penggunaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usahatani dan usaha pertanian. Kepemilikan atau penguasaan lahan yang sempit dalam usahatani sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Kepemilikan atau penguasaan lahan berhubungan dengan


(42)

efisiensi usahatani. Semakin luas lahan yang dikuasai, akan semakin efisien penggunaan masukan atau input. Lebih lanjut, Daniel (2002), menjelaskan bahwa penyebab luas lahan mengakibatkan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi adalah sebagai berikut:

1) Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja.

2) Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah tersebut yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usahatani tersebut. 3) Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usahatani dalam

skala luas tersebut. b. Tenaga kerja

Menurut Daniel (2002), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja 15–64 tahun yang dapat bekerja untuk memproduksi. Tenaga kerja manusia dapat berasal dari dalam maupun luar keluarga. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) diperoleh dengan cara upahan atau arisan tenaga kerja. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya oleh petani tidak diperhitungkan karena sulit pengukuran penggunaannya. Tenaga kerja dibagi lagi menjadi tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan, serta tenaga kerja anak-anak. Batasan tenaga kerja anak-anak adalah

berumur 14 tahun ke bawah (Hernanto, 1988).

Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK). Satuan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung besarnya


(43)

tenaga kerja adalah satu HOK atau sama dengan satu hari kerja pria (HKP), yaitu jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Untuk menyetarakan, dilakukan konversi berdasarkan upah di daerah penelitian. Hasil konversinya adalah satu hari kerja seorang pria dinilai sebagai satu hari kerja pria (HKP) dengan delapan jam kerja efektif per hari (Rahim dan Hastuti, 2008).

c. Modal

Menurut Hernanto (1988), modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan hasil pertanian. Menurut Rahim dan Hastuti (2008) modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variabel cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pakan, obat obatan, dan upah yang

dibayarkan kepada tenaga kerja.

Sumber modal dalam usahatani berasal dari petani itu sendiri atau dari pinjaman. Besar kecilnya modal yang dipakai ditentukan oleh besar kecilnya skala usahatani. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai (Rahim dan Hastuti, 2008).


(44)

d. Pengelolaan (manajemen)

Pengelolaan digambarkan sebagai kemampuan petani dalam

menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi yang bermacam-macam itu seefektif mungkin, sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Ukuran keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya (Hernanto, 1988).

Menurut Daniel (2002), keberadaan manajemen tidak menyebabkan proses produksi tidak berjalan atau batal. Fungsi pengelolaan atau manajemen adalah memaksimalkan produk dengan mengkombinasikan faktor tanah, modal dan tenaga kerja dengan menerapkan teknologi yang tepat. Faktor atau variabel manajemen jarang digunakan dalam analisis ekonomi pertanian karena sulitnya melakukan pengukuran terhadap variabel tersebut.

6. Biaya dalam Usahatani

Menurut Hernanto (1994), biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani. Rahardja dan Manurung (2006), menyatakan bahwa biaya dalam usahatani dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Biaya tetap (fixed cost –FC)

Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan


(45)

(dalam batas tertentu). Biaya tetap dapat diartikan sebagai biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Biaya tetap mencakup gaji yang dibayar tetap, sewa tanah, pajak tanah, alat dan mesin, bangunan ataupun bunga uang serta biaya tetap lainnya.

b. Biaya variabel (variable cost –VC)

Biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Biaya variabel dapat diartikan sebagai biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya ouputyang dihasilkan, atau tergantung kepada skala produksi yang dilakukan. Biaya variabel dalam usahatani mencakup biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga kerja yang dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi.

Menurut Soekartawi (2001), biaya usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Biaya tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja sedangkan biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat-alat pertanian dan biaya sewa lahan. Hal tersebut sejalan dengan Kasim (2004) yang menyebutkan bahwa biaya terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:


(46)

Dimana :

TC = Biaya total usahatani dalam periode usahatani

Tce = Biaya tunai (explicit costs)

TCi = Biaya diperhitungkan (implicit costs)

7. Konsep Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan total dan semua biaya baik biaya tetap maupun biaya variabel. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanan.

Ada dua pengertian mengenai pendapatan usahatani menurut Hernanto (1994) yaitu :

a. Pendapatan kotor yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahataninya selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi yang dinilai dalam rupiah, berdasarkan harga per satuan berat pada saat pemungutan hasil. b. Pendapatan bersih yaitu sebagian dari pendapatan kotor yang telah

dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi.

Hernanto (1994) lebih lanjut menyatakan bahwa kegiatan usahatani pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi atau memperhitungkan dari nilai produksi setelah

dikurangi atau memperhitungkan biaya yang dikeluarkan. Salah satu alokasi dari pendapatan adalah untuk biaya usahatani, karena biaya dapat mempengaruhi tingkat produksi usahatani. Untuk keperluan analisa


(47)

pendapatan petani diperlukan empat unsur, yaitu: (1) rata-rata inventaris, (2) penerimaan usahatani, (3) pengeluaran usahatani, dan (4) penerimaan dari berbagai sumber. Untuk mengetahui suatu usahatani menguntungkan atau tidak, digunakan analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C ratio).

Menurut Soekartawi (1989), pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual, sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga tani. Jadi dapat dikatakan bahwa pendapatan bersih usahatani (net farm income)

merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Selanjutnya Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Secara matematis menghitung keuntungan dapat

menggunakan persamaan sebagai berikut:

    n i x i

y XP BTT

YP

1

π

keterangan :

π = Keuntungan

Y` = Jumlah produksi yang dari usahatani i (i = 1,2,3,...,n)

Py = Harga per satuan produksi

Xi = Faktor produksi

Pxi = Harga per satuan faktor produksi


(48)

Menurut Soekartawi (1986), pendapatan bersih usahatani(Net Farm Income)dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

NFI = GFI–TFE

NFI = Py.Yi–PxXi–TC

Keterangan:

NFI = Pendapatan bersih usahatani (Net Farm Income)

GFI = Pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Income)

TFE = Total pengeluaran usahatani(Total Farm Expenses)

Yi = Total produksi

Xi = Sumberdaya pertanian

Py = harga output per unit

Px = Harga sumberdaya pertanian per unit

FC = Biaya tetap

Menurut Kasim (2004), pendapatan dibagi 2 yaitu pendapatan atas biaya tunai yang disebut sebagai pendapatan dan pendapatan atas biaya total yang disebut keuntungan. Penerimaan usahatani, pendapatan dan keutungan menurut Kasim (2014) dapat dirumuskan sebagai berikut a. Penerimaan

TR = Y. Py

Dimana:

TR = Penerimaan total (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh selama periode produksinya (kg) Py = Harga dari hasil produksi (Rp/kg)

b. Pendapatan

I = TR–Tce

Dimana:

I = Pendapatan usahatani (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp) Tce = Total biaya eksplisit (Rp) c. Keuntungan

п

= TR–TC

Dimana :

П = Keuntungan (Rp)

TR = Penerimaan total (Rp) TC = Biaya total (Rp)


(49)

8. Optimalisasi Usahatani denganLinear Programming

Optimalisasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan

memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Pembatasan tersebut meliputi lahan bagi suatu usahatani, tenaga kerja (man) yang merupakan jumlah ketersediaan tenaga kerja keluarga dalam kegiatan usahatani, modal (money) merupakan ketersediaan modal (uang) yang dimiliki petani untuk kegiatan usahatani (Lestari, 2006).

Kegiatan usahatani sebagai salah satu bentuk unit produksi, selalu memiliki upaya untuk memaksimumkan keuntungan atau

meminimumkan biaya dalam keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, sehingga perlu dirumuskan perencanaan usahatani dengan

mengkombinasikan berbagai input dalam berbagai karakter keterbatasan untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya.

Perumusan ini dapat dilakukan melalui pendekatan teknikLinear Programming(Soekartawi, 1992).

Menurut Supranto (1983),Linear Programmingadalah suatu persoalan untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan yang linier menjadi optimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada yaitu pembatasan mengenai inputnya. Menurut Soekartawi (1992),Linear Programming adalah suatu metode programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linier. Lebih lanjut, Soekartawi menjelaskan bahwa dalam


(50)

Aplikasi LP untuk perencanaan pertanian memerlukan pemahaman ilmu pengetahuan pendukung seperti metode penelitian sosial ekonomi, ilmu usahatani, ekonomi produksi pertanian, dan ekonomi pertanian.

Menurut Arga (1999)Linear Programmingadalah suatu metode matematik yang bertujuan memaksimumkan satu atau beberapa fungsi tujuan yang linier di bawah beberapa kendala yang linier pula. Teknik Linear Programming dapat digunakan dalam dua cara, yaitu

a. Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan atau total keuntungan sebesar mungkin (program minimisasi atau minimumkan).

b. Memaksimumkan total penerimaan atau total keuntungan pada kendala sumberdaya yang terbatas (program memaksimumkan atau maksimasi).

Menurut Soekartawi (1992), kelemahan penggunaan LP adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara LP dengan menggunakan banyak variabel akan menyulitkan untuk diselesaikan dengan cara manual.

Kelebihan-kelebihan dari LP adalah sebagai berikut:

a. Mudah dilaksanakan, apalagi bila didukung alat bantu komputer; b. Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan

untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai

c. Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia.


(51)

Nasendi dan Anwar (1985) menyatakan untuk dapat menyusun dan merumuskan suatu permasalahan yang dihadapi ke dalam modelLinear Programming, maka harus memenuhi lima syarat sebagai berikut.

a. Tujuan

Apa yang menjadi tujuan permasalahan yang dihadapi yang ingin dipecahkan dan dicari jalan keluarnya. Tujuan ini harus jelas dan tegas yang disebut fungsi tujuan. Fungsi tujuan tersebut dapat berupa dampak positif, manfaat-manfaat, keuntungan-keuntungan, dan kebaikan-kebaikan yang ingin dimaksimumkan, atau dampak negatif, kerugian-kerugian, resiko-resiko, biaya-biaya, jarak, waktu, dan sebagainya yang ingin diminimumkan.

b. Alternatif perbandingan (proporsionalitas)

Harus ada sesuatu atau berbagai alternatif yang ingin dibandingkan. Misalnya antara kombinasi waktu tercepat dan biaya tertinggi dengan waktu terlambat dan biaya terendah, atau antara alternatif padat modal dengan padat karya, atau antara kebijakan A dengan kebijakan B, atau antara proyeksi permintaan tinggi dengan rendah.

c. Sumberdaya

Sumberdaya yang dianalisis harus berada dalam keadaan yang terbatas. Misalnya keterbatasan waktu, keterbatasan biaya,

keterbatasan tenaga, keterbatasan luas tanah, keterbatasan ruangan, dan lain-lain. Keterbatasan dalam sumberdaya tersebut dinamakan sebagai kendala.


(52)

d. Perumusan kuantitatif

Fungsi tujuan dan kendala tersebut harus dapat dirumuskan secara kuantitatif dalam apa yang disebut model matematika.

e. Keterkaitan peubah

Peubah-peubah yang membentuk fungsi tujuan dan kendala tersebut harus memiliki hubungan fungsional atau hubungan keterkaitan. Hubungan keterkaitan tersebut dapat diartikan sebagai hubungan yang saling mempengaruhi, hubungan interaksi, interdepedensi, timbal-balik, saling menunjang, dan sebagainya.

Lebih lanjut Nasendi dan Anwar (1985) mengatakan bahwa salah satu ciri khas modelLinear Programmingadalah model yang didukung oleh lima macam asumsi. Asumsi-asumsi tersebut adalah:

a. Linearitas

Asumsi ini menginginkan agar perbandingan antara input yang satu dengan input yang lainnya, atau untuk suatuinputdenganoutput besarnya tetap dan terlepas (tidak tergantung) pada tingkat produksi. b. Proporsionalitas

Asumsi ini menyatakan bahwa jika peubah pengambil keputusan berubah maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan dan juga pada kendalanya.

c. Addivitas

Asumsi ini menyatakan bahwa nilai parameter suatu kriteria

optimasi (koefisien peubah pengambil keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah dari nilai individu-individu dalam modelLinear Programming.


(53)

d. Divisibilitas

Asumsi ini menyatakan bahwa peubah-peubah pengambil keputusan, jika diperlukan dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan.

e. Deterministik

Asumsi ini menghendaki agar semua parameter dalam modelLinear Programmingtetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti.

Model dasar atau model bakuLinear Programmingmenurut Nasendi dan Anwar (1985) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Fungsi tujuan: optimumkan (maksimumkan atau minimumkan) Z = C1X1+ C2X2 +……. +CnXn

Fungsi kendala:

a11X1 + a12X2 +…… +a1nXn ≤b1 a21X1 + a22X2 +…… +a2nXn ≤b2

: : : : : : :

am1X1 + am2X2 +……+amnXn ≤ bm Syarat non negatif:

Xj≥ 0, untuk j=1,2, ……….,n Dalam bentuk kompaknya:

n

Z = CjXj, untuk j =1,2, ……n J=1

Kendala: n

aijXj≤bi, untuk i = 1,2,……m danXj≥ 0 J=1

Keterangan:

Cj = Parameter yang dijadikan kriteria optimasi, atau koefisien peubah

pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan

Xj = Peubah pengambil keputusan atau kegiatan (yang ingin dicari: yang tidak diketahui)

aij = Koefisien teknologi peubah pengambil keputusan (kegiatan yang


(54)

satu satuan Xj

bi = Sumberdaya yang terbatas, yang membatasi usaha atau kegiatan yang

bersangkutan; disebut juga konstanta atau“nilai sebelah kanan”dari

kendala ke-i

Z = Nilai skalar kriteria pengambilan keputusan; suatu fungsi tujuan.

Lebih jauh Nasendi dan Anwar (1985) mengatakan rumusan model Linear Programmingtersebut terlihat bahwa ada tiga unsur penting yang dipenuhi oleh persoalanLinear Programminguntuk dapat dirumuskan secara matematis, yaitu:

1) Suatu fungsi tujuan,

2) Berbagai kendala fungsional, dan

3) Kendala tidak boleh negatif (atau syarat ikatan non negatif).

Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Linear Programmingadalah mengoptimalisasikankan penggunaan sumberdaya yang terbatas sehingga diperoleh pendapatan maksimum, atau meminimumkan biaya.

Menurut Soekartawi (1992), model LP dapat dijelaskan baik dengan pendekatan grafis maupun matematis. Bentuk grafis model LP berbeda-beda berdasarkan tujuan dari model yang dirancang apakah untuk memaksimumkan atau untuk meminimumkan. Secara pintas, model LP yang memaksimumksan berbentuk cekung mengahadap ke atas dan model LP yang meminimumkan berbentuk cembung menghadap ke atas. Jika jumlah variabel yang digunakan tidak banyak, maka kedua

pendekatan tersebut dapat lebih mudah digunakan, sedangkan jika variabel yang terlibat jumlahnya banyak, maka penyelasaian terbaik


(55)

adalah dengan menggunakan program komputer.

Menurut Soekartawi (1992) berikut adalah beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam analisis LP yaitu:

a. Penyelesaian simultan

Penyelesaian simultan digunakan karena sering terjadi suatu kondisi dimana faktor kendala (pembatas) dapat diidentifikasikan sebagai faktor kendala yang memenuhi persyaratan maksimisasi (tanda≤); minimisasi (tanda≥), dan kesamaan (equality, dengan tanda =). Penyelesaian program LP tersebut perlu diselesaikan secara simultan tanpa harus melihat apakah tanda (≥), (≤) atau (=) harus ditulis sama atau tidak. Fungsi tujuan harus dinyatakan secara jelas apakah bertujuan untuk memaksimumkan atau meminimumkan. b. PenyelesaianInfeasible

Penyelesaianinfeasibleatauinfeasible solutiondapat terjadi jika terjadi kekeliruan dalam menetapkan masalah LP dalam bentuk persamaan matematis, sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bila melakukan kekeliruan ketika

merumuskan masalah LP, makafeasible solutiontidak akan diperoleh dan sebaliknya, yang didapat adalahinfeasible solution(tidak terjadi penyelesaian seperti yang diharapakan).

c. PenyelesaianUnboundness

Penyelesaianunboundnessterjadi karena tidak diperoleh kombinasi penggunaan input yang optimum. Bila digambakan secara grafik, fungsi tujuan memotong semua persamaan sehingga penyelesaian


(56)

batas optimum tidak terjadi. Nilai Z tidak dapat ditunjukkan karena tidak terjadi perpotongan dengan daerahfeasible solutionsehingga tidak terjadi titik optimum. Hal tersebut disebabkan karenafeasible solutiontidak terbatas (infinite)

d. PenyeleasaianMultiple Optima

Jika pada persamaanunboundeddiperolehunbounded infinite solution, maka penyelesaianunboundedini tidak akan memberikan banyak manfaat. Penyelesaianmultiple optimaakan diperoleh

penyelesaian yangbounded infinite solution. Lebih lanjut Soekartawi (1992) menyatakan bahwa ada tiga macam kemungkinan

penyelesaian padamultiple optimayaitu: 1) Terjadi satu solusi optimum

2) Tidak terjadi solusi optimum

3) Terjadi beberapa solusi optimum tetapi nilainya tidak terbatas (infinite).

Lebih lanjut Soekartawi (1992), menjelaskan bahwa selain beberapa faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan dalam analisis LP, yaitu:

a. Adanya nilai harga bayangan (shadow price) b. Adanya nilai dualitas (duality)

9. Analisis Sensitivitas

Wathoni (2009), menyatakan bahwaLinear Programmingdikembangkan sebagai suatu alat analisis yang sifatnya normatif yang menuntut


(57)

asumsi-asumsi sangat ketat, maka untuk mengeliminir situasi dunia nyata yang senantiasa berubah menyebabkan analisis sensitivitas digunakan untuk mengkaji kepekaan nilai program optimal jika terjadi perubahan dalam koefisien aktivitas maupun penyediaan sumberdaya. Menurut

Soekartawi (1992), dalam masalah LP, sensitivitas adalah

memberlakukan parameter sumberdaya yang tersedia pada batas yang paling kecil (lower limit) dan batas paling besar (upper limit). Bu’lolo (2005), menyatakan bahwa analisis sensitivitas adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat atau pengaruh dari perubahan yang terjadi terhadap penyelesaian optimal yang telah diperoleh.

Menurut Siswanto (2000), analisis sensitivitas akan menjelaskan interval atau batas perubahan dari parameter agar tidak merubah penyelesaian optimal. Tujuan utama dari analisis sensitivitas selain digunakan untuk pengecekan adalah untuk mengurangi perhitungan-perhitungan dan menghindari penghitungan ulang bila terjadi perubahan

koefisien-koefisien pada modelLinear Programmingsetelah dicapai tahap optimal.

Beneke dan Winterboer (1973), menyatakan bahwa dalam perencanaan suatu usahatani atau bidang pertanian yang dikembangkan melalui analisis Linear Programming, sangat diperlukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengkaji stabilitas perencanaan yang ditunjukkan oleh penyelesaianobjective coeficient ranges(fungsi tujuan) danright hand side ranges(fungsi kendala).


(58)

dilihat dari nilaidual valueataushadow price yang berarti bahwa setiap tambahan penggunaan sumberdaya sebesar satu-satuan aktivitas akan menambah nilai solusi optimal sebesar nilai dualnya (Wathoni, 2009). Kisaran sensitivitas dilihat dariallowable decreasedanallowable increase. Allowable decreasedanallowable increasemenunjukkan perubahan penggunaan faktor produksi yang dapat dilakukan tanpa merubah pendapatan maksimum.

Menurut Montarcih (2008), analisis sensitivitas dilakukan jika

dikhawatirkan ada masalah dengan akurasi data sehingga perlu diketahui bagaimana penyelesaian bisa berubah jika data yang digunakan berbeda. Akan tetapi, analisis sensitivitas tidak dapat memberikan dasar yang jelas meskipun penyelesaian dan strukturnya tampak stabil. Namun,

penyelesaian yang diajukan mungkin tidak tepat dalam menghadapi ketidakpastian.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai optimalisasi telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti baik dalam optimalisasi pendapatan maupun optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi seperti lahan tenaga kerja dan modal. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan modelLinear Programminguntuk melakukan optimalisasi. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lain adalah komoditas yang dipilih dan kombinasi usahatani yang akan dianalisis. Selain itu kendala yang digunakan juga berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana kendala lahan dibagi menjadi dua musim tanam dan kendala tenaga


(59)

kerja dibagi menjadi per bulan sementara penelitian-penelitian sebelumnya hanya menggunakan kendala lahan per musim tanam dengan satu kendala tenaga kerja atau kendala tenaga kerja per bulan dengan satu kendala lahan. Adapun kajian penelitian terdahulu dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 5.


(60)

Tabel 4. Matriks penelitian terdahulu

No. Pengarang (tahun)

Tema penelitian Metodologi Temuan utama

1 Puspitasari, E. dkk (2013).

Optimalisasi Usahatani Padi dan Sayuran pada Musim Gadu di Kota Singkawang

Menggunakan model Linear Programming dan analisis

sensitivitas

Penggunaan faktor produksi belum optimal. Tingkat pendapatan petani setelah dilakukan optimasi lebih besar daripada pendapatan aktual petani.

2 Khalik, R. dkk (2013).

Optimasi Pola Tanam Usahatani Sayuran Selada

Menggunakan model Linear Programming

Pola tanam yang menghasilkan pendapatan optimal adalah pola tanam padi dan sawi untuk musim pertama, serta selada pada musim kedua.

3 Januartha, I.G. dan M.T.H Handayani (2012).

Optimasi Sistem Usahatani Campuran pada Anggota Kelompok Tani Catur Amerta Sari di Desa Sebudi Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem

Menggunakan model Linear Programming dan analisisgross margin

Pendapatan maskismum didapatakan dengan menggunakan model optimal usaha tani dengan 92 kendala dan 79 aktivitas. Usahatani yang dilakukan sudah optimal karena pendapatan maksimum yang didapatkan dari hasil pemrograman linear lebih besar dari pendapatan aktual.

4 Karmini dan S. Aisyah (2008).

Optimalisasi Lahan Usahatani Tomat dan Mentimun dengan Kendala Tenaga Kerja

Menggunakan model Linear Programming

Luas lahan yang optimal untuk usahatani tomat dan mentimun dengan kendala tenaga kerja adalah 1 ha untuk tomat dan 1 Ha untuk mentimum.

5 Detomini, E.R. dan M.G Rigueiredo (2012).

Optimasi Penggunaan Lahan dan Alokasi Pengairan dalam Sistem Tumpang Sari

Menggunakan model Linear Programming

Keuntungan usahatani sangat sensitif terhadap perubahan iklim, harga dan perubahan lahan, khususnya untuk usahatani kapas.


(61)

Lanjutan Tabel 4.

No. Pengarang (tahun)

Tema penelitian Metodologi Temuan utama

6 Damanik, S. (2008).

Optimasi Usahatani Jambu Mete dengan Tanaman Tumpang Sari

Menggunakan model Linear Programming dengan metode simpleks

Pola tanam yang optimal dan menguntungkan petani adalah pola tanam jambu mete dengan kacang kedelai. Pola usahatani optimal dapat diperluas areal usahanya hingga 400% agar masih tetap memberikan keuntungan yang optimal.

7 Wathoni, N. (2009).

Optimalisasi Usahatani Sayuran Dataran Tinggi

Menggunakan model Linear Programming dengan metode simpleks

Komoditi bawang daun paling sensitif terhadap

perubahan harga output dibandingkan aktivitas lainnya. Untuk mengoptimalkan usahatani sayuran dengan rata-rata lahan garapan 0,27 hektar, pola usahatani yang dianjurkan adalah usahatani kentang seluas 8,3 are, buncis 2 are, kubis 11,4 are dan bawang daun seluas 5,3 are.

8 Majeke, F. dkk (2013).

Optimizing Farm Plans (Rural Farmer in Zimbabwe)

Menggunakan model linear programming

Kriteria alokasi lahan yang diperoleh menggunakan linear programming menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode tradisional yang sering digunakan oleh petani desa untuk mengatasi masalah alokasi sumberdaya. Perbedaan penerimaan adalah sebesar 100,15%

9 Majeke, F. (2013).

Enterprise Combination in A Maize Based Food Crop Farming System

Menggunakan model Linear Programming

Pada model ini didapatkan hasil bahwa sebaiknya lahan seluas 8 ha hanya ditanami dengan jagung dan kapas tanpa kedelai.


(62)

Lanjutan Tabel 4.

No. Pengarang (tahun)

Tema penelitian Metodologi Temuan utama

10 Walangitan, H.D.

dkk (2012).

Optimalisasi Penggunaan Lahan dan Alokasi untuk Pertanian Berkelanjutan

MenggunakanGoal Programming

Prioritas pada pencapaian pertanian pendapatan untuk mendukung kebutuhan hidup layak bagi petani dan pekerja pertanian dapat dicapai dengan menggunakan lahan hutan untuk perkebunan non - kayu tanaman seperti pohon kelapa untuk memproduksi gula dan minuman beralkohol lokal , yang memberikan

kontribusi signifikan dalam meningkatkan pendapatan dan lapangan pekerjaan.


(63)

C. Kerangka Pemikiran

Usahatani kencur semakin berkembang seiring dengan berkembangnya industri obat-obatan tradisional dan industri-industri lainnya yang

menggunakan kencur sebagai bahan baku proses produksinya. Usahatani kencur yang semakin berkembang tersebut bukan berarti tanpa mengalami masalah. Waktu panen kencur yang cukup lama yaitu sekitar 9-12, belum lagi masalah harga kencur yang fluktuatif dan serangan penyakit tanaman yang dapat menyebabkan gagal panen merupakan masalah utama yang dihadapi oleh petani di Desa Fajar Asri. Hal tersebut dapat diatasi dengan

menggunakan pola tanamstrip intercropping. Tanaman yang paling umum dibudidayakan dengan tanaman kencur adalah tanaman pangan seperti jagung dan ubi kayu.

Pola tanamstrip intercroppingmemberikan berbagai keuntungan bagi petani dibandingkan dengan pola tanam monokultur. Pola tanamstrip intercropping dapat mengurangi resiko gagal panen yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit tanaman dan menggunakan faktor produksi secara lebih efisien. Pola tanamstrip intercroppingdapat mengatasi terjadinya pengangguran musim karena petani membudidayakan tanaman lain disela-sela waktu tanam dan panen kencur yang cukup panjang. Pola tanamstrip intercroppingjuga memberikan pendapatan tambahan bagi petani melalui tanaman yang ditumpangsarikan dengan kencur sehingga petani tidak hanya mendapatkan pendapatan usahatani dari kencur.


(64)

ModelLinear Programmingdalam penelitian ini dibuat menjadi 2 skenario. Skenario 1 menggunakan fungsi tujuan memaksimumkan keuntungan dengan fungsi kendala lahan per musim dan kendala Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) per bulan. Skenario 2 menggunakan fungsi tujuan

memaksmimumkan pendapatan dan fungsi kendala lahan per musim dan kendala Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) per bulan. Kerangka pemikiran secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.


(65)

Gambar 1. Kerangka pemikiran

Solusi optimal 1 Solusi optimal 2 Usahatani kencur

Usahatani tanaman pangan (jagung dan

ubi kayu)

Pola tanamstrip intercropping

Linear Programming 1. Penggunaan sumber daya lebih efisien

2. Produksi lebih beragam 3. Resiko gagal panen rendah 4. Tanaman utama dan tanaman

sampingan tumbuh secara independen

Skenario 1 Skenario 2

Fungsi tujuan:

Maksimisasi keuntungan Fungsi kendala:

Lahan per musim tanam Kendala TKDK per bulan

Fungsi tujuan:

Maksimisasi pendapatan Fungsi kendala:

Lahan per musim tanam Kendala TKLK per bulan


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Keuntungan optimal yang dapat dicapai pada Skenario 1 adalah sebesar Rp7.984.403 dimana terjadi penurunan keuntungan sebesar 0,55% sedangkan pada Skenario 2, pendapatan yang dapat dicapai sebesar Rp33.760.470 dengan peningkatan pendapatan sebesar 36,27%. 2. Penggunaan lahan optimal pada Skenario 1 yang dapat memberikan

pendapatan optimal adalah 0,125 ha kencur dan 0,6 ha jagung pada musim tanam I dan 1,005 ha ubi kayu pada musim tanam II sedangkan pada Skenario 2, pendapatan optimal dapat dicapai dengan membudidayakan 0,87 ha kencur dan 0,26 ha jagung pada musim tanam I dan 0,26 ha ubi kayu pada musim tanam II

3. Penggunaan tenaga kerja yang optimal pada Skenario 1 adalah sebesar 99,30HOK dan terjadi penurunan penggunaan tenaga kerja sebesar 15,56% dari kondisi aktual, sedangkan pada Skenario 2, jumlah

penggunaan TKLK yang dapat dipekerjakan meningkat sebesar 9,21% dari kondisi aktual menjadi 121,15 HOK.


(2)

0,26 ha ubi kayu pada MT II untuk mencapai pendapatan optimal. b. Petani dapat merubah pola tanamrow intercroppingyang digunakan

menjadi pola tanamstrip intercroppingagar tanaman utama dan tanaman sampingan dapat tumbuh secara independen.

c. Petani dapat memanfaatkan sisa tenaga kerja yang tersedia dengan bekerja pada usahatani milik orang lain atau bekerja di luar sektor pertanian dan mengolah hasil panennya lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah. d. Pemerintah sebaiknya memperbaiki sistem Program Sertifikasi Prima-3

agar petani yang mendapatkan sertifikasi prima-3 merupakan petani yang benar-benar menerapkan prinsip dari Sertifikasi Prima-3 tersebut.

Pemerintah juga perlu memberikan informasi yang merata kepada petani sehingga semua petani dapat memperoleh informasi mengenai Sertifikasi Prima-3.

e. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis, dapat menggunakan kendala dan skenario yang berbeda dalam modelLinear Programming.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arga. 1999.Program Linier. Diktat Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. Denpasar. Universitas Udayana.

Arimbawa, P., M.A. Limi, dan Rosmawaty. 2014. Optimalisasi Penggunaan Lahan dan Ketersediaan Waktu Luang Petani Lahan Kering di Kecamatan Landono. Jurnal Agriplus.1(24):81-89.

Astanu, D.A., R.H. Ismono dan N. Rosanti. 2013. Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Intensif Tanaman Pala Di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.JIIA: 1(3): 218-225.

Beneke, R. R. dan R. Winterboer.1973.Linear Programming Applications to Agriculture.Iowa. The Iowa State University Press.

BPS. 2013.Luas Panen dan Produksi Tanaman Kencur Provinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota. www.bps.go.id. Diakses 15 Maret 2015. 2014.Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kencur di Indonesia Berdasarkan Provinsi Tahun 2013.www.bps.go.id. Diakses 10 november 2014.

2014.Produksi Tanaman Obat Tahun 1997-2013.www.bps.go.id. Diakses 10 November 2014.

2014.Seputih Agung dalam Angka.Bandar Lampung. BPS Lampung. Budiasa, I.W., I. Ambarwati, I. M. Mega, dan I.K. M. Budiasa. 2012. Optimasi

Sistem Usahatani Terintegrasi Untuk Memaksimalkan Pendapatan Petani. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. 2(01).

Bu’lolo,F. 2005. Analisis Sensitivitas pada Program Integer Campuran.Jurnal Sistem Teknik Industri:4: 78-84.

Damanik, S. 2008. Optimasi Usahatani Jambu Mete dengan Tanaman Tumpang Sari di Lombok Barat Nusa Tenggara Barat.Jurnal Littro: 1(19): 100-108. Daniel, M. 2002.Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. Bumi Aksara.


(4)

Dewoto, H. R. 2007.Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Majalah kedokteran Indonesia. Jakarta. Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.

Fatah, H. L. 2007.Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Banjarbaru. Pustaka Banua.

Hernanto, F. 1988.Ilmu Usahatani.Jakarta. Penebar Swadaya. Hernanto, F. 1994.Ilmu Usahatani. Jakarta. Penebar Swadaya.

Indonesian Food Technologist (IFT). 2014.Seminar dan Pameran Industri Jamu. www.seminar.IFT.or.id . Diakses 5 januari 2015.

Januartha, I.G., I.W. Budiasa dan M. TH. Handayani. 2012. Optimasi Sistem Usahatani Campuran pada Anggota Kelompok Tani Catur Amerta Sari di Desa Sebudi Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem.E-journal Agribisnis dan Agrowisata:1(1): 16-22.

Khalik, Safrida dan A.H. Hamid. 2013. Optimasi Pola Tanam Usahatani Sayuran Selada dan Sawi di Daerah Produksi Padi.Jurnal Agrisep: 1 (14): 19-27. Karmini, S. dan Aisyah. 2008. Optimalisasi Lahan Usahatani Tomat dan

Mentimun dengan Kendala Tenaga Kerja (Pendekatan Program Linier). Jurnal EPP: 2 (5).

Kasim, S. 2004. Petunjuk Menghitung Keuntungan dan Pendapatan Usahatani. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Lestari, L.A. (2006).HACCP.http : hazardanalysisicriticalcontrolpoint-keamanandanketahananpangan.html. Diakses 12 desember 2014.

Majeke F., J. Majeke, dkk. 2013. Optimizing Farm Plans: A Case Study of a Rural Farmer in Zimbabwe.Research Journal and Management Sciences. 6 (2). 33-35.

Majeke F. 2013. Enterprise Combination in a Maize Based Food Crop Farming System: A Case Study of a Model A1 Farmer in Bindura, Zimbabwe.Jurnal International Researcher: 3 (2): 139-143.


(5)

Montarcih, L. 2008.Pengaruh Perubahan Cuaca Terhadap Optimasi Irigasi dengan Program Linier.Malang. Citra Malang.

Mosher. 1987.Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta. Yasguna. Mubyarto. 1989.Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. LP3ES.

Mursito, B. 1999.Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional.Jakarta. Penebar Swadaya.

Nasendi, B . dan A. Anwar. 1985.Program LinierdanVariasinya. Jakarta. Gramedia.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. PDB Sektor Pertanian. pustaka.litbang.pertanian.go.id/. diakses 10 november 2014

Puspitasari, E., N. Kusrini dan Nurliza. 2013. Optimalisasi Usahatani Padi dan Sayuran pada Musim Gadu di Kota Singkawang. Jurnal Social Economi of Agriculture:2(2): 78-84.

Rahardja, P. dan M. Manurung. 2006.Teori Ekonomi Mikro, Suatu Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2008.Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian.Jakarta. Penebar Swadaya.

Rosita, S. M., O. Rostiana dan W. Haryudin. 2006.Respon Kencur (Kaempferia Galanga Linn) Terhadap Pemupukan.Prosiding Seminar Nasional dan Pemeran Tumbuhan obat Indonesia XXVIII.

Rukmana, R. 1994.Kencur. Yogyakarta. Kanisius

Rusastra, I. W., dkk. 2004.Prospek Pengembangan Pola Tanam dan Diversifikasi Tanaman Pangan di Indonesia.http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses 18 November 2014.

Saninov A.A., Z. Alamsyah dan M. Suryani. 2012. Optimasi Pola Tanam Hortikultura di Desa Rantau Makmur Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjung Jabung Timur.Jurnal Sosio Ekonomika Bisnis.2(15).

Siswanti, L. dan R.N. Yanti. 2008. Optimasi Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Ternak Sapi di Sekitar Hutan Adat Kabupaten Kampar. Jurnal Peternakan. 2(5):38-43.

Siswanto. 2000.Operations Research Jilid 1. Jakarta. Erlangga Soekartawi. 1985.Ilmu Usaha Tani.Jakarta. Erlangga


(6)

1992.Linear Programming Teori dan Aplikasinya Khususnya dalam Bidang Pertanian.Jakarta. Rajawali.

1995.Analisis Usahatani.. Jakarta. Universitas Indonesia. 2001.Analisis Usaha Tani.Jakarta. Universitas Indonesia.

Stamenkovska, I.J., D.Dimitrievski. E. Erjavee, dkk. 2012. Optimisation of the vegetable farming priduction in the republic of macedonia; linear

programming approach.Paper for 132ndSeminar of EAEE.”is trasistion in european agriculture really over?”

Stinner, B.R. dan J.M. Blair. 1990.Agronomic and ecological characteristics of innovative cropping systems.Pages 123-140 InSustainable Agricultural SystemsSoil and Water Conservation Society. Iowa. Ankeny.

Supranto, J. 1983.Linear Programming.Edisi kedua. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Wathoni, N. 2009. Optimalisasi Usahatani Sayuran Dataran Tinggi Sembalun Lombok Timur.Jurnal Agroteksos: 3(19): 139-146.

Walangitan, H. D., B. Setiawan, dkk. 2012. Optimization of Land Use and Allocation to Ensure Sustainable Agriculture in the Catchment Area of Lake Tondano, Minahasa, North Sulawesi, Indonesia. International Journal of Civil and Environmental Engineering IJCEE-IJENS: 3 (12): 68-75.