PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT PISANG AMBON(Musa paradisiaca) TERHADAP KADAR GLUKOSA PADA TIKUS PUTIH GALUR (Sprague dawley) YANG DIINDUKSI ALOKSAN THE EFFECT OF THE ETHANOL EXTRACT OF BANANA PEEL (Musa paradisiaca) ON GLUCOSE LEVELS IN THE RAT S

(1)

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE ETHANOL EXTRACT OF BANANA PEEL (Musa paradisiaca) ON GLUCOSE LEVELS IN THE RAT STRAIN (Sprague dawley)

INDUCED ALLOXAN

By:

Nurulando Imansyah Budi Perkasa

Diabetes mellitus is a metabolic disease with characteristic hyperglycemia that occurs due to abnormal insulin secretion, insulin act or both of them, which is mostly found in Indonesia. This study was conducted to determine the effectiveness of ambon banana (musa paradisiaca) peel extract on blood glucose levels. The results are expected to maximize waste banana peels, become economically lowering diabetes. This study was conducted from October till November 2013 in Biochemistry, Physiology Laboratory Faculty of Medicine, Chemical Laboratory Faculty of Mathematics and Natural Science Lampung University and Duta Medica Laboratory. This study uses 27 male rats strain (Sprague dawley). K1 group (control, standard diet), K2 group (standard diet plus alloxan without the continued gift of the ethanol extract of banana peel), and K3 group (standard diet plus alloxan with continued banana peel extract). Normality test conducted by Shapiro-wilk (p>0.05). Data were analyzed using One-way ANNOVA. The result of glucose levels are K1 (95.00±6.042), K2


(3)

(234.00±37.237), and K3 (114.00±12.237). Based on these result it can be concluded that the ethanol extract of banana peel has effects on glucose white male rats Sprague dawley strain.

Keywords: Alloxan, banana peel (Musa paradisiaca), ethanol, rat strain (Sprague dawley).


(4)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT PISANG

AMBON(Musa paradisiaca) TERHADAP KADAR GLUKOSA PADA

TIKUS PUTIH GALUR (Sprague dawley) YANG DIINDUKSI ALOKSAN

O l e h

Nurulando Imansyah Budi Perkasa

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya yang banyak ditemui di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui keefektivitasan ekstrak etanol kulit pisang ambon (Musa paradisiaca) terhadap kadar glukosa darah. Hasil penelitian diharapkan dapat memaksimalkan limbah kulit pisang, menjadi bernilai ekonomis sebagai penurun diabetes. Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober sampai November 2013 di Laboratorium Biokimia, laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran, laboratorium kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung dan Laboratorium Duta Medika Bandar lampung. Subjek penelitian ini adalah 27 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley. Kelompok K1 (pemberian diet standar), kelompok K2 (diet standar ditambah induksi aloksan tanpa dilanjutkan pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon) dan kelompok K3 (diet standar ditambah pemberian aloksan dilanjutkan pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon). Uji normalitas dilakukan dengan shapiro-wilk (p>0,05). Data yang diperoleh dianalisis


(5)

menggunakan one-way ANNOVA (p<0,05). Hasil penelitian didapatkan kadar glukosa kelompok K1 (95,00±6,042), K2 (234,00±37,237), dan K3 (114,00±12,237). Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon memiliki pengaruh terhadap kadar glukosa tikus putih jantan galur Sprague Dawley.

Kata kunci: Aloksan, etanol, kulit pisang (Musa paradisiaca), tikus galur (Sprague dawley).


(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian……….. ... 4

D. Manfaat Penelitian... .. 4

E. Kerangka Teori... 5

F. Kerangka Konsep... 6

G. Hipotesis... . 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Diabetes Melitus... ... 7

a. Etiologi... 7

b. Diagnosis... 9

c. Klasifikasi... 10

1. Diabetes Tipe 1... ... 10

2. Diabetes Tipe 2... 10

3. Diabetes tipe lain... 11

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)... 12

B. Metabolisme Glukosa……… ... 13

a. Glukoneogenesis... 14

b. Glikogenolisis... 15

C. Insulin... ... . 17


(9)

ii

D.Morfoligi Tikus... 19

E. Klasifikasi Pisang Ambon... 21

F. Pengaruh Pemberian Ekstrak etanol Kulit Pisang Ambon... 23

II. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 25

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

C. Populasi dan Sample Penelitian ... 25

D. Bahan dan Alat... 27

E. Identifikasi Variabel Penelitian..……… …… ... 27

F. Definisi Operasional... 27

G. Metode Ekstraksi... 28

H. Alur Penelitian... 28

I. Analisis Data... 30

J. Etika... 31

K. Dummy Table Penelitian... 31

III. Hasil dan Pembahasan A. Hasil... 32

B. Pembahasan... 35

IV. Kesimpulan dan Saran A.Simpulan... ... .. 41

B. Saran... ... .. 41

DAFTAR PUSTAKA... 43


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Pisang Ambon... 6

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian Pengaruh Ekstrak Etanol... 6

Gambar 3. Metabolisme Glukosa... 17

Gambar 4. Musa paradisiaca... 20

Gambar 5. Alur Penelitian... 30 Gambar 6. Diagram rerata pengukuran kadar glukosa darah tikus

jantan galur Sprague Dawley... 32


(11)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Total Poliphenol, Total Flavonoid kuliy pisang... 22 Tabel 2. Definisi operasional variabel penelitian... 28 Tabel 3. Dummy table penelitian... 31 Tabel 4. Tabel rerata pengukuran kadar glukosa darah tikus jantan

galur Sprague Dawley... 33 Tabel 5. Hasil Uji oneway ANOVA pengaruh pemberian ekstrak

etanol kulit pisang ambon... 34 Tabel 6. Hasil analisis Post-Hoc kadar glukosa darah kontrol (K1)

glukosa darah sebelum (K2) dan sesudah pemberian


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Uji Normalitas ... 48

Lampiran 2. Uji Homogenitas ... 48

Lampiran 3. Uji Oneway Anova ... 48

Lampiran 4. Uji Post-Hoc ... 48

Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan ... 49


(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut WHO, 2004 menyatakan Indonesia menempati urutan ke 4 di dunia sebagai Negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah India, China, Amerika Serikat. Tercatat pada tahun 2000 jumlah penderita Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 8,4 juta. Diperkirakan pada tahun 2030, angka penderita diabetes di Indonesia mencapai 21,3 juta penderita, dengan peningkatan sebanyak 430 ribu penderita pertahun. Berdasarkan data, prevalensi dalam kasus diabetes ini berada pada rentan umur 18-69 tahun (Wild.S,2004). WHO memastikan peningkatan pada penderita Diabetes Melitus terutama tipe II paling banyak dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Angka prevalensi penderita diabetes tanah air berdasarkan data Departemen Kesehatan (2008) mencapai 5,7% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa. Yang mengejutkan, angka prevalensi pre-diabetes mencapai dua kali lipatnya atau 11% dari total penduduk Indonesia. Berarti, jumlah penduduk Indonesia yang terkena diabetes akan meningkat dua kali lipat dalam beberapa waktu mendatang.


(14)

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang banyak ditemui di Indonesia yang merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, bersifat kronik dan disertai komplikasi kronik ataupun akut (Sudoyo, 2006). Sebagian penyandang diabetes mellitus tidak menyadari dan tidak berobat secara teratur sampai saat timbul komplikasi (Suwondo, 2006).

Tanaman obat dilaporkan lebih aman dibandingkan dengan obat sintetik (Javed I, 2009). Penggunaan tanaman obat tradisional sebaiknya perlu dipikirkan dalam penyembuhan diabetes. Daya tarik abadi dari tanaman obat tradisional dibandingkan dengan obat-obatan modern adalah tanaman obat tradisional memiliki sifat yang alamiah sehingga dianggap oleh masyarakat lebih aman dan baik. Obat tradisional mudah didapat karena tanpa resep dokter masyarakat dapat memilikinya. Selain itu, harganya relatif lebih murah dan memiliki efek samping yang minimal. Keuntungan tanaman obat lainnya adalah tanaman obat dapat ditemukan secara luas.

Salah satu tanaman yang sedang dikembangkan penelitiannya adalah tanaman pisang (Imam, 2011). Di Indonesia, pisang merupakan jenis buah-buahan yang paling tinggi produksinya. Sekitar tahun 2006, total produksi pisang di Indonesia mencapai 5.037.472 ton dengan 10,6% nya berasal dari Provinsi Lampung (Hendra, 2008).


(15)

3

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Jumlah limbah kulit ini mencapai sepertiga dari total produksi pisang yang dimanfaatkan (Nityasa, 2013). Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006).

Buah dari pisang ambon (Musa paradisiaca) telah dilaporkan mempunyai efek hipoglikemik karena stimulasinya terhadap produksi insulin (Ojewole and Adewunmi, 2003). Ekstrak metanol buah pisang ambon yang matang dan telah diinduksi diabetes dengan streptozosin pada mencit dengan memakai chlorpropamide sebagai anti diabetes agent (dengan dosis 100 800mg/kg) menunjukkan dosis yang signifikan, menurunkan konsentrasi glukosa darah, begitu juga chlorpropamie (Ojewole and Adewunmi, 2003).

Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa kulit pisang memiliki potensi yang baik sebagai antioksidan. polyphenol 680 mg dan flavonoid sebesar 818,88 mg dalam ekstrak etanol per 100 g kulit pisang (Nagarajaiah dan Prakash, 2011). Flavonoid dapat mencegah reaksi pembentukan rantai AGE penyebab perubahan patologis pada keadaan hiperglikemi akibat DM, memblokade jalur sorbitol, dan menginhibisi aldose reduktase (Wijaya, 1999).


(16)

Dalam penelitian sebelumnya tentang pengaruh ekstrak etanol daun salam terhadap mencit yang diinduksi aloksan menunjukkan bahwa pemberian selama 7 hari dengan dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB hewan coba, efeknya setara dengan glibenklamid. (Caroline, 2007) kadar flavonoid yang terkandung dalam daun dalam berkisar 65 mg/g (Perumal, 2012). Dengan kadar flavonoid yang lebih tinggi pada kulit pisang yakni 818mg/100g (Nagarajah, 2011), diharapkan akan mempunyai pengaruh yang setara atau lebih terhadap penurunan glukosa tikus.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang Ambon terhadap kadar glukosa pada tikus.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan suatu masalah berupa apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon (Musa paradisiaca.L) terhadap kadar glukosa pada tikus putih galur (Sprague dawley) yang diinduksi aloksan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak kulit pisang ambon (Musa paradisiaca.L) terhadap kadar glukosa darah pada tikus galur (sprague dawley) yang diinduksi aloksan.


(17)

5

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:

Untuk peneliti :

1. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah dimiliki untuk dimanfaatkan demi kepentingan masyarakat.

2. Menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai pengobatan atau terapi berbasis agromedicine.

Untuk masyarakat :

1. Dapat memanfaatkan kulit pisang sebagai salah satu bagian tanaman yang dianggap kurang bermanfaat, menjadi bernilai ekonomis sebagai penurun diabetes.

2. Mengurangi efek samping dari penggunaan obat diabetes sintetik. Untuk pemerintah :

1. Memanfaatkan kekayaan alam wilayah setempat menjadi salah satu pengobatan herbal untuk antidiabetes.

2. Menambah kekayaan potensi alam yang dimiliki oleh Provinsi Lampung.

E. KERANGKA TEORI

Kulit pisang memiliki kandungan pholifenol dan flavonoid yang tinggi yang dapat menghambat produksi radikal bebas pada keadaan hiperglikemi (Caroline, 2007).


(18)

Gambar 1. Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Pisang Ambon (Musa paradisiaca.L) Terhadap produksi Insulin (Caroline , 2007)

F. KERANGKA KONSEP

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Pisang Ambon

(Musa paradisiaca.L)Terhadap kadar glukosa darah

G. HIPOTESIS

Ada pengaruh ekstrak etanol kulit pisang ambon berupa penurunan kadar glukosa darah tikus putih galur (Sprague dawley) yang diinduksi aloksan pada pemberian ekstrak etanol kulit Pisang Ambon (Musa paradisiaca.L).

Variabel Independen : 250mg/kgBB Ekstrak etanol kulit pisang ambon

Variabel dependen : Kadar glukosa darah Diabetes melitus

Hiperglikemik

Penurunan Kadar glukosa darah Aktivasi Radikal Bebas


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

Penyakit ini disebabkan oleh gen/ keturunan dan karena pengaruh gaya hidup. Diabetes berasal dari bahasa Yunani siphon yang berarti “mengalirkan” Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna madu atau manis. Diabetes mellitus ditandai hiperglikemia yang berhubungan dengan gangguan metabolisme yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Sukandar, 2008).

Etiologi

Diabetes melitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi, dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postprandial ≥ 200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl). Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi

gangguan metabolisme lemak dan protein, dan resiko timbulnya gangguan mikrovaskuler atau makrovaskuler meningkat (Tony dan Suharto, 2005).

Dari beberapa penelitian terbukti bahwa diabetes melitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi akhirnya dapat mengakibatkan insufisiensi insulin. Jenis-jenis gangguan yang dianggap sebagai etiologi diabetes melitus :


(20)

a. Kelainan fungsi atau jumlah sel-sel beta yang bersifat genetik

Determinan genetik dianggap sebagai faktor penting pada kebanyakan penderita diabetes. Pada pasien-pasien yang menderita diabetes melitus insulin dependen, determinan genetik ini dinyatakan oleh peningkatan atau penurunan frekuensi antigen histokompabilitas tertentu (HLA) dan respon imunitas abnormalyang akan mengakibatkan pembentukan auto-antibodi sel pulau langerhans. Pada penderita diabetes melitus insulin dependen, penyakit mempunyai kecenderungan familial yang kuat. Penyakit ini sering menyerang anak-anak, remaja, dan dewasa dari keluarga yang sama secara autosom dominan. Kelainan yang diturunkan ini dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan rangsangan sekretoris atau serangkaian langkah kompleks yang merupakan bagian dari sintesis atau pelepasan insulin. Besar kemungkinan keadaan ini meningkatkan kerentanan individu yang terserang penyakit tersebut terhadap kegiatan faktor-faktor lingkungan di sekitarnya, termasuk virus atau diet tertentu.

b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi dan integritas sel β. Beberapa faktor lingkungan dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pada individu yang rentan. Faktor-faktor tersebut ialah:

a. Agen yang dapat menimbulkan infeksi, seperti virus cocksackie B dan virus penyakit gondok.

b. Diet pemasukan kalori, karbohidrat dan glukosa yang diproses secara berlebihan.


(21)

9

c. Gangguan sistem imunitas

a. Autoimunitas disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatis dan akhirnya akan menyebabkan kerusakan sel-sel pankreas insulin.

b. Peningkatan kepekaan terhadap kerusakan sel beta oleh virus. d. Kelainan aktivitas insulin

Pengurangan kepekaan terhadap insulin endogen juga dapat menyebabkan diabetes. Mekanisme ini terjadi pada pasien penderita kegemukan dan diabetes. Alasan akan gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin mungkin pengurangan jumlah tempat-tempat reseptor insulin yang terdapat dalam membran sel yang responsif terhadap insulin atau gangguan glikolisis intrasel (Santoso, 1993).

Diagnosis

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat, dll (Mansjoer, 2000).


(22)

Klasifikasi

Klasifikasi etiologis DM American Diabetic Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:

1. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 disebut juga diabetes melitus tergantung insulin (insulin-dependent diabetes mellitus/ IDDM), adalah diabetes yang disebabkan oleh gangguan autoimun dimana terjadi penghancuran sel-sel β pankreas penghasil insulin. Pasien biasanya berusia dibawah 30 tahun, mengalami onset akut. Penyakit ini tergantung pada terapi insulin, dan cenderung lebih mudah mengalami ketosis (Rubenstein, 2007).

2. Diabetes melitus tipe 2

Bentuk yang lebih sering dijumpai, meliputi sekitar 90% pasien yang menyandang diabetes. Pasien diabetes khasnya menderita obesitas, dewasa dengan usia lebih tua dengan gejala ringan sehingga penegakan diagnosis bisa saja baru dilakukan pada stadium penyakit yang sudah lanjut, seringkali setelah ditemukannya komplikasi seperti retinopati atau penyakit kardiovaskuler. Insensitivitas jaringan terhadap insulin (resistensi insulin)

dan tidak adekuatnya respon sel β pankreas terhadap glukosa plasma yang

khas, menyebabkan produksi glukosa hati berlebihan dan penggunaannya yang terlalu rendah oleh jaringan. Ketosis tidak sering terjadi karena pasien memiliki jumlah insulin yang cukup untuk mencegah lipolisis. Walaupun pada awalnya bisa dikendalikan dengan diet dan obat hipoglikemik oral, banyak pasien yang akhirnya memerlukan insulin tambahan, sehingga


(23)

11

menjadi penyandang diabetes tipe 2 yang membutuhkan insulin. (Rubenstein, 2007)

3. Diabetes tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta :

- Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1, 2, 3 - DNA mitokondria

b. Efek genetik kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas

- Pankreatitis

- Tumor/ pankreatektomi - Pankreatopati fibrokalkulus d. Endokrinopati:

Akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma, dan hipertiroidisme d. Karena obat/ zat kimia

- - Vacor, pentamidin, asam nikotinat

- - Glukokortikoid, hormon tiroid

- - Tiazid, dilantin, interferon α, dan lain-lain e. Infeksi

- - Rubela kongenital - Sitomegalovirus

f. Penyebab imunologi yang jarang: antibodi antiinsulin g. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM:

Sindrom Down, sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dan lain-lain (Mansjoer, 2000).


(24)

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes saat hamil memiliki homeostasis glukosa yang normal pada paruh pertama kehamilan dan berkembang menjadi defisiensi insulin relatif selama paruh kedua, sehingga terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia menghilang pada sebagian besar wanita setelah melahirkan, namun mereka memiliki peningkatan risiko menyandang diabetes tipe 2 (Rubenstein, 2007).

Komplikasi diabetes melitus (DM) secara bermakna mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, demikian juga dihubungkan dengan kerusakan ataupun kegagalan fungsi beberapa organ vital tubuh seperti pada mata maupun ginjal serta sistim saraf. Penderita DM juga berisiko tinggi mengalami percepatan timbulnya aterosklerosis, yang selanjutnya akan menderita penyakit jantung koroner, penyakit vaskuler perifer dan stroke, serta kemungkinan besar menderita hipertensi ataupun dislipidemia maupun obesitas. Banyak faktor risiko yang berperan dalam mekanisme terjadinya komplikasi kardiovaskuler ini, diantaranya hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, dan hiperinsulinemia. Hiperglikemia merupakan salah satu faktor terpenting dalam patogenesis komplikasi kronik, khususnya vaskuler diabetik. Hiperglikemia memperantarai efek merugikan melalui banyak mekanisme, karena glukosa dan metabolitnya banyak digunakan dalam sejumlah jalur metabolisme (Hardiman, 2006).

Pada uji farmakologi/ bioaktivitas pada hewan percobaan, keadaan diabetes melitus dapat diinduksi dengan cara pankreatektomi dan pemberian zat kimia (Suharmiati, 2003). Bahan toksik yang mampu menimbulkan efek


(25)

13

pankreatektomi disebut diabetogen, diantaranya adalah aloksan, pyrinuron, dan streptozotosin (Ganong, 2003). Selain itu, zat kimia lain yang dapat digunakan sebagai induktor (diabetogen) yaitu diaksosida, adrenalin, glukagon, EDTA. Diabetogen diberikan secara parenteral. Diabetogen yang lazim digunakan adalah aloksan karena obat ini cepat menimbulkan hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua sampai tiga hari. Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypirimidin) secara selektif merusak sel dari pulau Langerhans dalam pankreas yang mensekresi hormon insulin (Suharmiati, 2003).

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Aloksan merangsang terjadinya keadaan diabetes pada tikus percobaan ketika diberikan secara parentral : intravena, subkutan ,atau intraperitoneal. Dosis yang diberikan tergantung pada jenis hewan (Eizirik, 1994). Ketika aloksan diberikan intraperitoneal atau subkutan dosis efektif yang diberikan tidak lebih dari 150mg/kg (szkuldeski,2001).

B. Metabolisme Glukosa

Kadar glukosa darah merupakan parameter utama untuk menilai metabolisme karbohidrat , contoh khas adalah penyakit diabetes melitus dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat sehingga kadar glukosa meningkat melebihi ambang normal (Henry dan Howanitz, 1996).

Menurut Murray (2003), Sumber glukosa darah yang dibutuhkan oleh tubuh adalah :


(26)

Karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk polisakarida, disakarida, dan monosakarida. Karbohidrat dipecah oleh ptyalin dalam saliva di dalam mulut. Enzim ini bekerja optimum pada pH 6,7 sehingga akan dihambat oleh getah lambung ketika makanan sudah sampai di lambung. Dalam usus halus, amilase pankreas yang kuat juga bekerja atas polisakarida yang dimakan. Ptyalin saliva dan amilase pankreas menghidrolisis polisakarida menjadi hasil akhir berupa disakarida, laktosa, maltosa, sukrosa. Laktosa akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase.

Menurut Ganong (2003), Glukosa dan fruktosa dihasilkan dari pemecahan sukrosa oleh enzim sukrase. Sedangkan enzim maltase akan mengubah maltosa menjadi 2 molekul glukosa. Monosakarida akan masuk melalui sel mukosa dan kapiler darah untuk diabsorbsi di intestinum. Masuknya glukosa ke dalam epitel usus tergantung konsentrasi tinggi Na+ di atas permukaan mukosa sel. Glukosa diangkut oleh mekanisme ko-transpor aktif natriumglukosa dimana transpor aktif natrium menyediakan energi untuk mengabsorbsi glukosa melawan suatu perbedaan konsentrasi. Mekanisme di atas juga berlaku untuk galaktosa. Pengangkutan fruktosa menggunakan mekanisme yang berbeda yaitu dengan mekanisme difusi fasilitasi. Unsur-unsur gizi tersebut diangkut ke dalam hepar lewat vena porta hati. Galaktosa dan fruktosa segera dikonversi menjadi glukosa di dalam hepar .

b. Glukoneogenesis

Glukoneogenesis merupakan istilah yang digunakan untuk semua mekanisme dan lintasan yang bertanggung jawab atas perubahan senyawa non karbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Proses ini memenuhi kebutuhan


(27)

15

tubuh atas glukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dengan jumlah yang cukup di dalam makanan. Substrat utama bagi glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik, laktat, gliserol, dan propionat. Hepar dan ginjal merupakan jaringan utama yang terlibat karena kedua organ tersebut mengandung komplemen lengkap enzim-enzim yang diperlukan.

c. Glikogenolisis

Mekanisme penguraian glikogen menjadi glukosa yang dikatalisasi oleh enzim fosforilase dikenal sebagai glikogenolisis.Glikogen yang mengalami glikogenolisis terutama simpanan di hati, sedang glikogen otot akan mengalami deplesi yang berarti setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan lama. Di hepar dan ginjal (tetapi tidak di dalam otot) terdapat enzim glukosa 6-fosfatase, yang membuang gugus fosfat dari glukosa 6-fosfat sehingga memudahkan glukosa untuk dibentuk dan berdifusi dari sel ke dalam darah.

Insulin ialah suatu polipeptida dengan BM kira-kira 6000, terdiri 51 asam amino, dan tersusun dalam 2 rantai, rantai A dan rantai B yang dihubungkan

jembatan disulfida (Tony dan Suharto, 2005). Insulin disintesa oleh sel β

pankreas. Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif

langsung antara sel β pankreas dengan konsentrasi glukosa dalam darah.

Peningkatan kadar glukosa darah seperti yang terjadi setelah penyerapan makanan secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel β pankreas (Sherwood, 2001).


(28)

Insulin akan menurunkan kadar glukosa darah dengan cara membantu uptake glukosa ke dalam otot dan jaringan lemak, penyimpanan glukosa sebagai glikogen dalam hati, dan menghambat sintesis glukosa (glukoneogenesis) di hati (Silbernagl, 2006). Menurut Sacher dan McPhernon (2004), secara keseluruhan efek hormon insulin adalah mendorong penyimpanan energi dan meningkatkan penggunaan glukosa.

Menurut para ahli faktor-faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah

1. Enzim

Glukokinase penting dalam pengaturan glukosa darah setelah makan (Murray, 2003).

2. Hormon

Insulin bersifat menurunkan kadar glukosa darah. Glukagon, GH, ACTH, glukokortikoid, epinefrin, dan hormon tiroid cenderung menaikkan kadar glukosa darah, dengan demikian mengantagonis kerja insulin (Murray, 2003). 3. Sistem gastrointestinal

Gangguan pada sistem gastrointestinal dapat mengurangi absorbsi karbohidrat di usus dan menurunkan glukosa darah (Sherwood, 2001).

4. Stress

Hampir semua jenis stres akan meningkatkan sekresi ACTH oleh kelenjar hipofise anterior. ACTH merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol. Kortisol ini yang akan meningkatkan pembentukan glukosa. (Guyton & Hall, 2007).


(29)

17

Penurunan dan peningkatan asupan karbohidrat (pati) mempengaruhi kadar glukosa dalam darah (Sherwood, 2001).

Gambar 3. Metabolisme Glukosa (Silbernagl, 2006)

C. Insulin

Insulin adalah polipeptida yang terdiri dari rantai A dengan 21 asam amino dan rantai B dengan 30 asam amino. Kedua rantai tersebut berikatan dengan

ikatan disulfida. Pada manusia, gen untuk insulin terletak di lengan pendek

kromosom 11. Insulin disintesis oleh sel beta diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada RE membentuk preprohormon. Preprohormon diubah menjadi proinsulin, lalu melekat pada golgi membentuk insulin. Waktu paruh insulin dalam sirkulasi sekitar 5-6 menit.


(30)

Mekanisme kerja insulin

Menurut Sherwood (2001), insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar kadar glukosa darah:

1. Insulin sebagai pengangkut glukosa, mempermudah masuknya kesebagian besar sel. Namun ada beberapa jaringan yang tidak bergantung akan insulin seperti otak, hati, dan otot yang aktif. Pada hati, insulin secara khusus meningkatkan metabolisme glukosa di organ tersebut.

2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa , baik di otot maupun di hati.

3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat uraian glikogen menjadi glukosa, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati. 4. Insulin menurunkan keluaran glukosa dari hati dengan menghambat

glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa hati. Insulin melakukan hal ini melalui 2 cara, pertama dengan menurunkan jumlah asam amino dalam darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi glukosa.

D. Morfologi Tikus

Dalam pengembangan penelitian obat-obatan untuk mengatasi penyakit, untuk menguji keamanannya dilakukan penelitian melalui hewan coba. Agar sesuai dengan kondisi manusia, diperlukan spesies hewan coba yang memiliki mekanisme farmakokinetik yang ditetapkan menyerupai manusia. Salah satu


(31)

19

hewan coba yang dapat digunakan adalah tikus. Penggunaan tikus sebagai hewan coba untuk obat-obatan memiliki beberapa alasan diantaranya karena : (a) metabolismenya yang sama dengan manusia, (b) Beberapa karakteristik anatomis dan fisiologis yang sama, (c) Dapat digunakan dalam jumlah besar, yang diperlukan untuk tujuan komparatif, (d) Untuk memeliharanya tidak membutuhkan biaya yang terlalu mahal. Selanjutnya, pemilihan tikus disesuaikan dengan galur yang diperlukan. (Kacew and Festing, 1999).

Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti: cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang, dan ukurannya lebih besar daripada mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badanya, pertumbuhanya cepat, tempramennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap perlakuan (Isroi, 2010).

Galur tikus berhubungan dengan tikus yang telah dikembangkan di laboratorium yang generasinya telah diisolasi. Galur pada tikus dibuat untuk menghasilkan tikus yang mirip satu sama lain dan dapat digunakan pada penelitian. Salah satunya adalah galur Sprague Dawley. (Anonim, 2004)

Sprague Dawley berasal dari R. Dawley, Perusahaan Sprague-Dawley, di Madison, Wisconsin, pada tahun 1925. Tikus ini berasal dari perkawinan tikus jantan hybrid (tidak diketahui asalnya) yang ditempatkan satu kandang dengan tikus betina (kemungkinan dari galur Wistar), sampai generasi ketujuh. Setelahnya, tikus-tikus ini dipelihara di luar untuk mengembangkan generasi yang stabil (Harlan, 1999). Sprague Dawley memiliki masa hidup rata-rata antara


(32)

24,5-25 bulan. Tikus ini tahan terhadap tekanan (Harlan, 1999). Pola nutrisi diet tinggi lemak yang diperlakukan pada tikus ini tampak sama dengan patogenesis pada manusia. (Kucera et al, 2011). Keuntungan utama tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya (Isroi, 2010).

Jika penelitian dilakukan dengan menggunakan tikus jantan dan betina dalam satu kandang, dikhawatirkan dapat terjadi perubahan kardiovaskuler karena adanya gangguan perubahan metabolisme hormonal dan metabolik (Wexler and Greenberg, 1978). Selain itu, adanya hormon gonad pada tikus betina dikhawatirkan dapat mempengaruhi respon terhadap obat-obatan, sedangkan pada tikus jantan respon ini tidak terjadi (Harlan, 1999). Oleh karena itu, untuk penelitian ini digunakan tikus jantan galur Sprague Dawley.

E. Klasifikasi Pisang Ambon

Pisang adalah salah satu tanaman buah yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Warintek, 2011).

Taksonomi tanaman pisang : Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca (Warintek, 2011).


(33)

21

Tanaman pisang merupakan tumbuhan dengan batang basah yang besar dan tersusun dari pelepah-pelepah daun. Tanaman ini memiliki helaian daun yang lebar, berbentuk oval, memanjang, dengan tulang-tulang daun yang menyirip dan kecil-kecil.

Pisang dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan penggunaannya. Pisang ambon termasuk pada kategori tanaman pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak disebut Musa paradisiaca var sapientum. Kandungan Kimia dalam Kulit Pisang

Selain dikomsumsi sebagai buah, roti, selai pisang, juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri tepung pisang. Dari pemanfaatan buah pisang tersebut menyisakan limbah kulit pisang, yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kulit buah pisang masak yang berwarna kuning kaya akan senyawa flavonoid, maupun senyawa fenolik yang lainnya, disamping banyak mengandung karbohidrat, mineral seperti kalium dan natrium, serta selulosa. (Sariatun, 2007).

Kandungan yang terdapat dalam 100 g kulit pisang adalah moisture 82,6 g, protein 4,60 g, ether extractives 5,13 g, Ash 8,98 g, Karbohidrat 41,9 g, Phospor 140 mg Calcium 204,80 mg. Terdapat juga zat-zat antioksidan dan antinutrien

seperti carotenes 1,27 mg , β-carotenes 0,49 mg, vitamin C 1,80 mg, tannin 1114

mg , dan total oksalat 1,05 mg serta terdapat juga polyphenol dan flavonoid yang tinggi yaitu polyphenol 680 mg dan flavonoid sebesar 818,75 mg dalam ekstrak etanol per 100 g kulit pisang musa paradisiaca (Nagarajah, 2011).


(34)

Parameter Kandungan dalam kulit pisang

Poliphenol (mg) Flavonoid (mg)

680.00 818.75

Tabel 1. Total Poliphenol, Total Flavonoid kulit pisang. (Nagarajah, 2011).

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol terbesar yang banyak ditemukan dalam tumbuhan-tumbuhan hijau. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon dengan cincin benzena (C6) yang terikat dengan suatu rantai propan (C3) membentuk konfigurasi C6-C3-C6. Susunan gugus tiga karbon ini yang akan menentukan bagaimana senyawa flavonoid diklasifikasikan.

Flavonoid dibagi lagi menjadi enam kelas, yaitu flavon, flavanon, isoflavon, flavonol, flavanol (katekin dan proantosianidin), dan antosianin. Flavonoid yang mengandung substituen –OH multipel memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat melawan radikal peroksil. Flavonoid merupakan komponen utama yang berkontribusi untuk kapasitas antioksidan pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Flavonoid bisa membantu mencegah penyakit yang berhubungan dengan stres oksidatif dan memiliki aktivitas antimikroba, antikarsinogenik, antiplatelet, antiiskemik, antialergi, dan antiinflamasi (Gultom, 2011).


(35)

23

F. Pengaruh Pemberian Ekstrak etanol Kulit Pisang Ambon terhadap

Kadar glukosa darah pada Tikus Wistar Jantan

Buah dari pisang ambon (Musa paradisiaca) mempunyai efek hipoglikemik karena stimulasinya terhadap produksi. Pemberian Ekstrak etanol buah pisang ambon yang matang (dengan dosis 100 800mg/kg) menunjukkan dosis yang signifikan, menurunkan konsentrasi glukosa darah (Ojewole and Adewunmi, 2003).

Produksi radikal bebas pada keadaan hiperglikemi ini dapat terjadi melalui 3 jalur yakni aktivasi jalur poliol, nonenzimatic glication dan autooksidasi glukosa. Pada jalur poliol, glukosa diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim aldose reduktase. Selain itu, pada jalur poliol juga terjadi pembentukan advanced glycosylation end products ( AGE ) dari fruktosa-3 phosphate dan 3-deoksiglucosone yang mana jika advanced glycosylation end products (AGE) tersebut berikatan dengan reseptor advanced glycosylation end products (AGE) akan terbentuk radikal bebas. Keberadaan radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan dari sel-sel tubuh. Untuk mengatasi keadaan ini maka dibutuhkan antioksidan yang berfungsi untuk melawan efek radikal bebas (Soegondo,1999).

Flavonoid tergolong ke dalam antioksidan jenis secondary antioxidant trap radicals yang dapat mencegah reaksi pembentukan rantai advanced glycosylation end products (AGE) penyebab perubahan patologis pada keadaan hiperglikemi akibat DM. Mekanisme kerja flavonoid dalam melindungi tubuh terhadap efek radikal bebas adalah dengan mengurai oksigen radikal, melindungi


(36)

sel dari peroksidasi lipid, memutuskan rantai reaksi radikal, mengikat ion logam dari kompleks inert sehingga ion logam tersebut tidak dapat berperan dalam proses konversi superoxide radicals dan hidrogen peroksida menjadi radikal hidroksil, mengurangi peningkatan permeabilitas vaskuler pada saat peradangan. memblokade jalur sorbitol, menginhibisi aldose reduktase (Wijaya, 1999 ).


(37)

III.METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan oneway Annova. Digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata n sampel, bila pada setiap sampel hanya terdiri atas satu kategori. Dan pada penelitian ini digunakan 3 sampel. pengukuran kadar glukosa darah hewan coba yang dijadikan data adalah kadar glukosa kontrol, sebelum diet standar ditambah ekstrak etanol kulit pisang ambon (Musa paradisiaca), dan pengukuran kadar glukosa darah hewan coba setelah pemberian diet standar ditambah ekstrak etanol kulit pisang ambon (Musa paradisiaca).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan Laboratorium Duta Medika Bandarlampung. Ekstraksi dilakukan di laboratorium kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan dari bulan September-Oktober 2013.


(38)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian adalah tikus putih galur (Sprague dawley) dewasa dengan berat badan 175-200 g yang diperoleh dari Laboratorium Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 27 ekor yang dipilih secara acak dan dibagi dalam 3 kelompok dengan pengulangan sebanyak 9 kali, sesuai dengan rumus Frederer. Menurut Frederer (1967), rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah

(3-1)(n-1) ≥ 15 (2)(n-1) ≥ 15

n-1 ≥ 7,5

n ≥ 8,5 ,maka n ≥ 9

Sehingga sampel yang diambil setiap kelompok adalah 27.

Kelompok 1 (K1) diberikan diet standar (kontrol negatif). Kelompok 2 (K2) diet standar+diinduksi aloksan secara intraperitoneal. Kelompok 3 (K3) diinduksi aloksan secara intraperitoneal dilanjutkan diet standar+ekstrak etanol kulit pisang ambon (Musa paradisiaca.L) 250 mg/kgBB setiap hari. perlakuan K3 diberikan selama 7 hari (Caroline, 2007).

Kriteria Inklusi :

a. Tikus putih galur (Sprague dawley) b. Berat badan tikus 160-200 g

c. Usia 12-16 minggu


(39)

27

Kriteria Eksklusi

a. Bobot tikus menurun hingga berat badannya kurang dari 160 g b. Tikus mati dalam masa penelitian

D. Bahan dan Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah Kandang tikus (untuk tempat mengadaptasikan tikus pada tempat percobaan) timbangan analitik, Aloksan (untuk masing-masing hewan uji yang disuntikkan secara subkutan), Spuit injeksi (untuk menyuntikkan aloksan), sonde untuk pemberian oral, glukostik (untuk mengukur kadar glukosa darah tikus), tabung, Beker glass (untuk tempat ekstrak etanol kulit pisang ambon), dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah aloksan, pelet, aquades, ekstrak etanol kulit pisang ambon.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

a. Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon (Musa paradisiaca).

b. Variabel terikat penelitian ini adalah kadar kolesterol total tikus putih galur (Sprague dawley).


(40)

F. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dari variabel-variabel ini yaitu: Tabel 2. Definisi operasional variabel penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 ekstrak etanol

kulit pisang ambon

Ekstrak etanol kulit pisang ambon 20 mg/kgBB untuk

setiap tikus

timbangan mg/cc Numerik

2

kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah dalam

plasma darah tikus putih glukostix mg/dl Numerik

A. Metode Ekstraksi

Kulit pisang ambon dibeli di Pasar Koga, Bandar lampung, Provinsi Lampung, Indonesia. Dua kilogram kulit pisang kepok (Musa paradisiaca) (Musa paradisiaca) direndam dalam EtOH dan diuapkan, hasilnya berupa ekstrak etanol kasar 10.335% (516.845 g) penelitian ini menggunakan ekstrak etanol kasar, karena berdasarkan uji in vitro, ekstrak etanol kasar memiliki aktivitas antioksidan yang tertinggi. (Ratnawati dan Widowati, 2011).

A. Alur Penelitian

Sebanyak 27 ekor tikus putih galur (Sprague dawleyn) dewasa dengan berat badan 150-200 g yang dibeli di Laboratorium Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor. Tikus-tikus ini dimasukkan ke dalam kandang dan diadaptasi selama 7 hari dengan pemberian makan dan minum secara ad libitum dengan catatan berat badan tetap 150-200 g.


(41)

29

Tikus dikelompokkan menjadi 3 kelompok, kelompok 1 (K1) diberikan diet standar (kontrol negatif), sedangkan kelompok 2 (K2) dibuat hiperglikemia dengan diinduksi 150 mg/kgBB aloksan dosis tunggal secara intraperitoneal dilanjutkan diet standar selama 4 hari (tanpa ditambah pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon), dan kelompok 3 (K3) juga dibuat hiperglikemia dengan diinduksi 150 mg/kgBB aloksan dosis tunggal secara intraperitoneal dilanjutkan dengan diet standar selama 4 hari + pemberian 250mb/kgBB ekstrak etanol kulit pisang ambon setiap hari selama 7 hari.

Setelah perlakuan, kadar glukosa total tikus-tikus ini diukur. Tikus-tikus dipuasakan selama 12 jam, kemudian sebanyak 1 ml darah diambil dari jantung, lalu dikumpulkan dalam tabung berisi EDTA. Sampel ini kemudian disentrifusi pada 10000 rpm selama 10 menit dan plasmanya kemudian digunakan untuk mengetahui kadar glukosa tikus. Kadar glukosa dihitung dengan kit hitung glukostik.Ini merupakan data kadar glukosa.


(42)

B. Analisis data

Untuk membandingkan antara variabel, uji statistik pada penelitian ini menggunakan uji one way anova, dengan tingkat signifikasi P<0.05. Apabila distribusi data tidak normal maka dilakukan uji Mann-Whitney, sebelumnya data penelitian diuji dahulu normalitas dengan uji Shapiro

Timbang Berat Badan

Ukur kadar glukosa Adaptasi tikus selama 7 hari

Gambar 5. Alur Penelitian (Caroline, 2007).

Kelompok ketiga (K3) dilakukan perlakuan (K2) lalu dilanjutkan ekstrak etanol kulit pisang ambon

(Musa paradisiaca) 250

mg/kgBB+diet standar (K1) selama 7 hari

Kelompok pertama (K1) kontrol diberikan diet standar + air keran secara ad libitum.

Kelompok kedua (K2) diinduksi aloksan secara intraperitoneal dilanjutkan diet standar (K1) selama 4 hari.


(43)

31

Wilk.Analisis data penelitian diproses dengan progam software uji statistik (Dahlan, 2009).

C. Etika

Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

D. Dummy table penelitian

Tabel 3. Dummy table perubahan berat badan dan kadar glukosa darah serum pada tikus yang diinduksi aloksan

No Kelompok Kadar Glukosa darah 1. K1 (Kontrol)

2. K2 (Sebelum perlakuan)

3. K3 (Setelah Perlakuan)


(44)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang diperoleh adalah ekstrak etanol kulit pisang ambon (musa paradisiaca) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus. Ada perbedaan bermakna antara kadar glukosa darah sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley.

Selisih kadar glukosa darah rata-rata sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon mempunyai rata-rata penurunan kadar glukosa darah sebesar 129 mg/dl.

B. Saran

Adapun saran untuk pengembangan dan perbaikan penelitian ini yaitu:

1. Pemerintah dapat memfasilitasi pemanfaatan dan pengembangan penggunaan kulit pisang ambon sebagai terapi herbal untuk menurunkan glukosa darah.

2. Institusi pendidikan dapat memfasilitasi dan mendorong mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang ambon terhadap kadar glukosa darah.


(45)

42

3. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang sama dengan penelitian ini, tetapi dengan menambah kelompok pemberian obat antidiabetes untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna antara pemberian ekstrak kulit pisang ambon dan terapi konvensional.

4. Peneliti lain dapat melakukan eksplorasi untuk aplikasi pembuatan kulit pisang ambon menjadi bahan yang dapat lebih mudah digunakan oleh masyarakat.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anhwange, B. Ugye, T. and Nyiaatagher, T. 2009. Chemical Composition of Musa sapientum (Banana) Peels. EJEAFChe, 8 (6) pp. 437-442.

Anonim. 2004. Rat Species, Strains, Breeds and Varieties. Available from : http://www.ratbehavior.org/RatSpecies.htm [Akses 2 Oktober 2013].

Anonim. 2011. Membuat Tepung dari Kulit Pisang. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Tersedia pada : http://pusat-pkkp.bkp.deptan.go.id/berita-205-membuat-tepung-dari-kulit-pisang.html [akses 9 November 2013].

Atun, S., Arianingum, R., Handayani, S., Rudyansah., Garson, M. 2007. Identifikasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Kimia Dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang (Musa paradisiaca Linn.).

Carolina, R. (0310149). 2007. Pengaruh ekstrak Daun Salam (Polyanthi Folium) terhadap Kadar Glukosa darah mencit jantan galur Balb/C yang diinduksi Aloksan. Other thesis, Universitas Kristen Maranatha.

Dahlan, S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ganong, W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 21. Penerjemah: M.Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: EGC.

Gultom, S. 2011. Flavonoid Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) sebagai antioksidan dan Inhibitor Enzim a-glukosidase. Repository IPB. Bogor : Bogor Agicultural University.

Guyton A. C., Hall J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kediokteran. Edisi 9. Penerjemah: Irawati Setawan. Jakarta: EGC.

Hardiman, D. 2006. Meeting to day’s standards for glycaemic control: fixed dose

combination approach. Dalam: Kumpulan Makalah Lengkap “The Indonesian Challenge In Endocrinology Year 2006: Treating To Multiple


(47)

44

Harlan. Sprague Dawley. 1999.

(www.harlan.com/.../117b20f991764a5e98e32d3...) akses 2 Oktober 2013. Hendra, J., Suprapto., Mulyanti, N. 2008. Teknologi Budidaya Pisang.

Bandarlampung : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Henry J. B., Howanitz J. H. 1996. Carbohydrate. In: Henry J. B. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Philadelphia: W B Saunders Company, p: 175.

Imam, MZ, Akter S, Mazumder EH, Rana S. 2011. Antioxidant activities of different parts of Musa sapientum L. ssp. sylvestris fruit. Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (10); 2011: 68-72.

Isroi. 2010. Tikus untuk penelitian di laboratorium. (http://www.isroi.com/2010/03/02/tikus-untuk-penelitian-di-laboratorium/) akses 31 Oktober 2013.

Javed I, Rahman ZU, Khan MZ, Muhammad F, Aslam B, Iqbal Z, Sultan JI, Ahmad I. 2009. Antihyperlipidaemic efficacy of Trachyspermum ammi in albino rabbits. Acta. Vet. Brno , 78:229–236.

Kacew S, Festing MFW. 1999. Role of Rat Strain in the Differential Sensitivity to Pharmaceutical Agents and Naturally Occurring Substances. CEJOEM 1999, Vol.5. No.3–4.:201–231.

Kucera T, Cerat U, Garnolh, Lotkova, Stankova P, Mazurova Y, Hroch M, Bolehovska R, Rousar T, Cervinkova Z. 2011. The Effect of Rat Strain, Diet Composition and Feeding Period on the Development of a Nutritional Model of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease in Rats.Physiol. Res. 60: 317-328, 2011.

Kusmartono,B.dan Wijayati,M. Pembuatan Susu dari Kulit Pisang dan Kacang Hijau. Tersedia pada : http://repository.akprind.ac.id/sites/files/conference-proceedings/2012/kusmartono_14370.pdf [akses 9 November 2013].

Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Murray R. K., Ganner D. K., Mayes P. A., Rodwell V. W. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerjemah: Andi Hartoko. Jakarta: EGC.

Nagarajah, B and Prakash, J .2011 Chemical compotition and antioxidant of peels from three varieties of banana. Asian Journal of Food and Ago-Industry, 2011 ,4(01), 31-46.


(48)

Nityasa. dkk. 2013. Pemanfaatan Kulit Pisang sebagai Bahan Baku Bioetanol

Berbasis Fermentasi. Tersedia pada :

hasanah2nur.files.wordpress.com/2013/05/new.docx [akses 20 September 2013].

Ojewole J.A., Adewunmi C.O. Hypoglycemic effect of methanolic extract of Musa paradisiaca (Musaceae) green fruits in normal and diabetic mice. Methods Find. Exp. Clin. Pharmacol. 2003; 25(6): 453.

Perumal. S., Mahmud. R., Piaru. S. P., Cai. L. W., Ramanathan. S. 2012. Potential antiradical and cytotoxicity assessment of Ziziphus Mauritiana and Syzygium Polyanthum. Asian Network For Scientific Information, 2012. 8(6):537.

Rai P.K., Jaiswal D., Rai N.K., Pandhija S., Rai A.K., Watal G. Role of glycemic elements of Cynodon dactylon and Musa paradisiaca in diabetes management. Lasers Med. Sci. 2009; 24(5): 761-768.

Ratnawati H, dan Widowati W. 2011. Anticholesterol activity of velvet bean (Mucuna pruriens L.) towards hypercholesterolemic rats. Sains Malaysiana 40(4)(2011): 317–321.

Retno, D. dan Nuri, W. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang. Tersedia pada:http://repository.upnyk.ac.id/352/1/Pembuatan_Bioetanol_dari_Kulit_ Pisang.pdf [akses 9 November 2013].

Rubenstein D., Wayne D., Bradley J. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sacher R. A., Mc Pherson R. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi II. Penerjemah: Brahm Pendit, Dewi Wulandari. Jakarta: EGC, p: 508.

Santoso, B. 1993. Buku Pegangan Kuliah: Ilmu penyakit dalam I seri penyakit endokrin dan metabolik. Universitas Sebelas Maret Surakarta Sheidel C. 2001. Basic Concept in Physiology: A Student’s Survival Guide. New York: Mc Graw Hill, pp: 185-7.

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel-ke Sel. Edisi 2. Penerjemah: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC, p: 667-669.

Silbernagl, S., and Florian Lang. Color Atlas of Physiology. Penerjemah: dr.Iwan S. & dr. Iqbal M. Jakarta: EGC, 2006.

Soegondo. S. 1999. Mekanisme komplikasi diabetes melitus, aspek-

ilmu-ilmu dasar pada keadaan klinik. Dalam: Naskah lengkap penyakit dalam 99. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h. 87-97.


(49)

46

Suharmiati. 2003. Pengujian bioaktivitas anti diabetes mellitus tumbuhan obat. Cermin Dunia Kedokteran. 140-8.

Szkuldelski T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in β cells of The Rat Pancreas. Physiol. Res. 50: 536-546.

Tony H., B. Suharto. 2005. Insulin, glukagon dan antidiabetik oral. Dalam: Sulistia G. Ganiswara. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Universitas Indonesia, pp: 467-81.

Warintek. 2011. Pisang. (http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pisang.pdf.) akses 26 Maret 2013.

Wijaya, A. 1999. Free radicals and antioxidant status. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hlm. 10-3.

Wild.S., Roglic.G., Green.A., Sicree.R., King.H. 2004. Global prevalence of diabetes. Diabetes Care. Volume 27, Number 5, p:1048-1051.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang diperoleh adalah ekstrak etanol kulit pisang ambon (musa paradisiaca) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus. Ada perbedaan bermakna antara kadar glukosa darah sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley.

Selisih kadar glukosa darah rata-rata sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol kulit pisang ambon mempunyai rata-rata penurunan kadar glukosa darah sebesar 129 mg/dl.

B. Saran

Adapun saran untuk pengembangan dan perbaikan penelitian ini yaitu:

1. Pemerintah dapat memfasilitasi pemanfaatan dan pengembangan penggunaan kulit pisang ambon sebagai terapi herbal untuk menurunkan glukosa darah.

2. Institusi pendidikan dapat memfasilitasi dan mendorong mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang ambon terhadap kadar glukosa darah.


(2)

42

3. Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang sama dengan penelitian ini, tetapi dengan menambah kelompok pemberian obat antidiabetes untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna antara pemberian ekstrak kulit pisang ambon dan terapi konvensional.

4. Peneliti lain dapat melakukan eksplorasi untuk aplikasi pembuatan kulit pisang ambon menjadi bahan yang dapat lebih mudah digunakan oleh masyarakat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anhwange, B. Ugye, T. and Nyiaatagher, T. 2009. Chemical Composition of Musa sapientum (Banana) Peels. EJEAFChe, 8 (6) pp. 437-442.

Anonim. 2004. Rat Species, Strains, Breeds and Varieties. Available from : http://www.ratbehavior.org/RatSpecies.htm [Akses 2 Oktober 2013].

Anonim. 2011. Membuat Tepung dari Kulit Pisang. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Tersedia pada : http://pusat-pkkp.bkp.deptan.go.id/berita-205-membuat-tepung-dari-kulit-pisang.html [akses 9 November 2013].

Atun, S., Arianingum, R., Handayani, S., Rudyansah., Garson, M. 2007. Identifikasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Kimia Dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang (Musa paradisiaca Linn.).

Carolina, R. (0310149). 2007. Pengaruh ekstrak Daun Salam (Polyanthi Folium) terhadap Kadar Glukosa darah mencit jantan galur Balb/C yang diinduksi Aloksan. Other thesis, Universitas Kristen Maranatha.

Dahlan, S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ganong, W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 21. Penerjemah: M.Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: EGC.

Gultom, S. 2011. Flavonoid Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) sebagai antioksidan dan Inhibitor Enzim a-glukosidase. Repository IPB. Bogor : Bogor Agicultural University.

Guyton A. C., Hall J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kediokteran. Edisi 9. Penerjemah: Irawati Setawan. Jakarta: EGC.

Hardiman, D. 2006. Meeting to day’s standards for glycaemic control: fixed dose

combination approach. Dalam: Kumpulan Makalah Lengkap “The Indonesian Challenge In Endocrinology Year 2006: Treating To Multiple


(4)

44

Harlan. Sprague Dawley. 1999.

(www.harlan.com/.../117b20f991764a5e98e32d3...) akses 2 Oktober 2013. Hendra, J., Suprapto., Mulyanti, N. 2008. Teknologi Budidaya Pisang.

Bandarlampung : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Henry J. B., Howanitz J. H. 1996. Carbohydrate. In: Henry J. B. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Philadelphia: W B Saunders Company, p: 175.

Imam, MZ, Akter S, Mazumder EH, Rana S. 2011. Antioxidant activities of different parts of Musa sapientum L. ssp. sylvestris fruit. Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (10); 2011: 68-72.

Isroi. 2010. Tikus untuk penelitian di laboratorium. (http://www.isroi.com/2010/03/02/tikus-untuk-penelitian-di-laboratorium/) akses 31 Oktober 2013.

Javed I, Rahman ZU, Khan MZ, Muhammad F, Aslam B, Iqbal Z, Sultan JI, Ahmad I. 2009. Antihyperlipidaemic efficacy of Trachyspermum ammi in albino rabbits. Acta. Vet. Brno , 78:229–236.

Kacew S, Festing MFW. 1999. Role of Rat Strain in the Differential Sensitivity to Pharmaceutical Agents and Naturally Occurring Substances. CEJOEM 1999, Vol.5. No.3–4.:201–231.

Kucera T, Cerat U, Garnolh, Lotkova, Stankova P, Mazurova Y, Hroch M, Bolehovska R, Rousar T, Cervinkova Z. 2011. The Effect of Rat Strain, Diet Composition and Feeding Period on the Development of a Nutritional Model of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease in Rats.Physiol. Res. 60: 317-328, 2011.

Kusmartono,B.dan Wijayati,M. Pembuatan Susu dari Kulit Pisang dan Kacang Hijau. Tersedia pada : http://repository.akprind.ac.id/sites/files/conference-proceedings/2012/kusmartono_14370.pdf [akses 9 November 2013].

Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Murray R. K., Ganner D. K., Mayes P. A., Rodwell V. W. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerjemah: Andi Hartoko. Jakarta: EGC.

Nagarajah, B and Prakash, J .2011 Chemical compotition and antioxidant of peels from three varieties of banana. Asian Journal of Food and Ago-Industry, 2011 ,4(01), 31-46.


(5)

Nityasa. dkk. 2013. Pemanfaatan Kulit Pisang sebagai Bahan Baku Bioetanol Berbasis Fermentasi. Tersedia pada : hasanah2nur.files.wordpress.com/2013/05/new.docx [akses 20 September 2013].

Ojewole J.A., Adewunmi C.O. Hypoglycemic effect of methanolic extract of Musa paradisiaca (Musaceae) green fruits in normal and diabetic mice. Methods Find. Exp. Clin. Pharmacol. 2003; 25(6): 453.

Perumal. S., Mahmud. R., Piaru. S. P., Cai. L. W., Ramanathan. S. 2012. Potential antiradical and cytotoxicity assessment of Ziziphus Mauritiana and Syzygium Polyanthum. Asian Network For Scientific Information, 2012. 8(6):537.

Rai P.K., Jaiswal D., Rai N.K., Pandhija S., Rai A.K., Watal G. Role of glycemic elements of Cynodon dactylon and Musa paradisiaca in diabetes management. Lasers Med. Sci. 2009; 24(5): 761-768.

Ratnawati H, dan Widowati W. 2011. Anticholesterol activity of velvet bean (Mucuna pruriens L.) towards hypercholesterolemic rats. Sains Malaysiana 40(4)(2011): 317–321.

Retno, D. dan Nuri, W. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang. Tersedia pada:http://repository.upnyk.ac.id/352/1/Pembuatan_Bioetanol_dari_Kulit_ Pisang.pdf [akses 9 November 2013].

Rubenstein D., Wayne D., Bradley J. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sacher R. A., Mc Pherson R. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi II. Penerjemah: Brahm Pendit, Dewi Wulandari. Jakarta: EGC, p: 508.

Santoso, B. 1993. Buku Pegangan Kuliah: Ilmu penyakit dalam I seri penyakit endokrin dan metabolik. Universitas Sebelas Maret Surakarta Sheidel C. 2001. Basic Concept in Physiology: A Student’s Survival Guide. New York: Mc Graw Hill, pp: 185-7.

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel-ke Sel. Edisi 2. Penerjemah: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC, p: 667-669.

Silbernagl, S., and Florian Lang. Color Atlas of Physiology. Penerjemah: dr.Iwan S. & dr. Iqbal M. Jakarta: EGC, 2006.

Soegondo. S. 1999. Mekanisme komplikasi diabetes melitus, aspek-

ilmu-ilmu dasar pada keadaan klinik. Dalam: Naskah lengkap penyakit dalam 99. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h. 87-97.


(6)

46

Suharmiati. 2003. Pengujian bioaktivitas anti diabetes mellitus tumbuhan obat. Cermin Dunia Kedokteran. 140-8.

Szkuldelski T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in β cells of The Rat Pancreas. Physiol. Res. 50: 536-546.

Tony H., B. Suharto. 2005. Insulin, glukagon dan antidiabetik oral. Dalam: Sulistia G. Ganiswara. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Universitas Indonesia, pp: 467-81.

Warintek. 2011. Pisang. (http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pisang.pdf.) akses 26 Maret 2013.

Wijaya, A. 1999. Free radicals and antioxidant status. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hlm. 10-3.

Wild.S., Roglic.G., Green.A., Sicree.R., King.H. 2004. Global prevalence of diabetes. Diabetes Care. Volume 27, Number 5, p:1048-1051.


Dokumen yang terkait

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

2 87 105

Adaptabilitas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pada Berbagai Jenis Media Aklimatisasi Dan Tingkat Salinitas

0 25 84

Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat

29 178 110

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan

5 51 113

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih

0 39 69

Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

6 108 86

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT PISANG AMBON DAN KULIT PISANG KEPOK TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS PUTIH JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY THE INFLUENCE OF GIVING ETHANOLIC EXTRACT OF AMBON FRUIT PEEL AND KEPOK FRUIT PEEL TO THE TOTAL CHOLESTEROL

1 6 51

The effect of Ambon Banana Stem Sap (Musa paradisiaca forma typica) on the Acceleration of Wound Healing Process in Mice (Mus musculus albinus)

1 11 10

PENGARUH SORBET PISANG AMBON (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN Spirulina platensis TERHADAP PERUBAHAN KADAR GULA DARAH DAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR THE EFFECT OF BANANA (Musa paradisiaca) SORBET WITH THE ADDITION OF PROTEIN ISOLATED FROM

0 0 11