didapatkan prevalensi penderita tonsilitis kronis sebesar 50 dan dengan hasil penelitian terdapat hubungan bermakna antara tonsilitis kronis dan prestasi belajar
siswa. Dari hasil penelitian kultur apusan tenggorok didapatkan gram positif
sebagai penyebab tersering tonsilitis kronis yaitu Streptococcus α kemudian
diikuti Staphilococcus aureus, Streptococcus β hemoliticus grup A,
Staphilococcus epidermis dan kuman gram negatif berupa Enterobacter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan Escherchia coli. Pada tonsilitis kronis
Streptococcus β hemoliticus grup A lebih banyak dijumpai pada bagian dalam tonsil daripada permukaan tonsil Rusmarjono dan Soepardi, 2008.
2.2.3 Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptenya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhirup oleh hidung
kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil, maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan Mawson, 2004; Farokah, 2007. Etiologi
penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi
bila fase resolusi tidak sempurna Kvestad, 2005. Pada penderita tonsilitis kronis jenis kuman yang sering adalah
Streptococcus β hemoliticus grup A. Selain itu terdapat Streptococcus viridian dan Streptococcus pyogenes, Streptococcus grup B dan C, Stafilococcus, Hemophilus
influenza, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes yang didapat ketika
dilakukan kultur apusan tenggorok , namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif Brodsky dan Poje, 2006; Adams, 2010.
Beberapa faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah kebersihan gigi dan mulut yang buruk, rangsangan menahun atau iritasi kronis akibat rokok,
beberapa jenis makanan perilaku pola makan dan kebiasaan jajan pada anak, sistem imun tubuh yang rendah, alergi iritasi kronis dari alergen, pengaruh
cuaca, keadaan umum kurang gizi, kelelahan fisik. Tonsilitis kronis yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat, tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan begitu saja Brodsky dan Poje, 2006; Adams, 2010.
2.2.4 Patofisiologi
Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripte tonsil mengakibatkan peningkatan statis debris maupun antigen di dalam kripte, juga terjadi penurunan
integritas epitel kripte sehingga memudahkan bakteri masuk ke parenkim tonsil. Bakteri yang masuk ke dalam parenkim tonsil yang normal jarang ditemukan
adanya bakteri pada kripte, namun pada tonsilitis kronis bisa ditemukan bakteri yang berlipat ganda. Bakteri yang menetap di dalam kripte tonsil menjadi sumber
infeksi yang berulang terhadap tonsil sehingga pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman dan kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah
fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi fokal infeksi dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan
umum tubuh menurun Brodsky dan Poje, 2006; Farokah, 2007.
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil, karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid digantikan oleh jaringan parut yang akan mengerut sehingga kripte akan melebar, ruang antara kelompok melebar yang
akan diisi oleh detritus, yaitu: akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati, dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuningan. Proses ini
meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini disertai pembesaran kelenjar
limfe submandibula Brodsky dan Poje, 2006.
2.2.5 Diagnosis