Hemodilusi Hipotermia Mekanisme Koagulopati Pada Trauma

penurunan kadar protein C yang menandakan adanya pemakaian protein C yang berlebihan. Jumlah trombosit dan kadar fibrinogen normal karena trombin tidak bekerja untuk memecah fibronogen dan pemakaian trombosit. Brohi dan kawan- kawan menyimpulkan bahwa aktivitas protein C merupakan penyebab terjadinya koagulopati akut pada trauma. Anusha dkk, 2014; Tieu dkk, 2007; Binette dkk, 2007 Gambar 2.5 Gambaran kompleks trombin-trombomodulin dan protein C pada koagulopati. Thorsen dkk, 2011 Pada syok terjadi hipoperfusi jaringan yang merangsang terjadinya asidosis. Asidosis yang terjadi menyebabkan gangguan yang signifikan pada aktifitas protease pada proses koagulasi. Dengan demikian, syok dan hipoperfusi jaringan berperan sebagai proses antikoagulan dan hiperfibrinolisis. John dkk, 2008

2.3.3 Hemodilusi

Hemodilusi faktor-faktor koagulasi merupakan penyebab mayor terjadinya koagulopati pada trauma secara klinis. Pada syok terjadi penurunan tekanan hidrostatik intravaskular yang merangsang penarikan cairan dari intraseluler ke interstisial kemudian ke dalam plasma. Selain itu, pemberian resusitasi cairan yang agresif juga menyebabkan dilusi dari faktor-faktor pembekuan. Pemberian transfusi packed red blood cell PRC juga menyebabkan dilusi dari faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktifitas koagulasi. Secara matematika, pemberian transfusi darah harus berdasarkan rasio 1:1:1 PRC : plasma : trombosit untuk mencegah terjadinya dilusi. Idealnya transfusi yang diberikan adalah whole blood WB. Banyak penelitian yang mendukung konsep ini. John dkk, 2008; Brummel dkk, 2006; Coats dkk, 2006; Hirshberg dkk, 2003

2.3.4 Hipotermia

Hipotermia merupakan kondisi dimana suhu tubuh inti dibawah 35 C. Kondisi hipotermi menyebabkan gangguan pada proses fisiologi normal. Helm dan kawan-kawan mengatakan bahwa satu dari dua pasien trauma yang datang di ruang gawat darurat dalam keadaan hipotermia dan luna dan kawan-kawan menyatakan 23 pasien yang datang di trauma centre dalam keadaan terintubasi memiliki suhu tubuh inti kurang dari 36 C. Eldar dan Charles, 2004 Hipotermia berhubungan erat dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas pada pasien trauma. Perdarahan dengan hipoperfusi jaringan menyebabkan gangguan proses termoregulasi dan berakhir dengan hipotermia. Beberapa faktor lain yang menyebabkan hipotermia pada trauma adalah paparan lingkungan, dan pemberian cairan intravena yang masif dan dingin. Pasien yang menjalani operasi emergensi memiliki resiko terjadi hipotermia akibat penggunaan cairan yang tidak dihangatkan dan ruang operasi yang dingin. Eldar dan Charles,2004 Pada trauma, berat ringannya hipotermia dibagi menjadi tiga, yaitu: hipotermia ringan 34-36 C, hipotermia sedang 32-34 C, dan hipotermia berat 32 C. Efek samping terjadinya hipotermia adalah gangguan fungsi kardiovaskular, gangguan koagulasi, penurunan metabolisme obat, dan meningkatnya resiko infeksi. Penurunan suhu tubuh inti selama evaluasi awal dan resusitasi sering terjadi dan dapat menyebabkan akhir yang buruk pada pasien trauma. Eldar dan Charles, 2004 Hipotermia menghambat aktivitas protease dan fungsi trombosit. Aktivitas kompleks faktor jaringan menurun seiring dengan penurunan suhu tubuh dan 50 tidak bekerja pada suhu 28 o C. Fungsi platelet lebih sensitif terhadap hipotermia dimana aktivitasnya menurun pada kondisi ini. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan efek traksi faktor von Willebrand pada glikoprotein IX. Aktivitas enzim menurun sebesar 10 setiap penurunan 1 o C suhu tubuh. Brandon dkk, 2007; John dkk, 2008

2.3.5 Asidosis