6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Permasalahan Pada Multiple Trauma
Multiple trauma dapat didefinisikan sebagai cedera pada minimal dua sistem organ yang menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Secara khusus,
multiple trauma adalah suatu sindrom dari cedera multiple dengan derajat keparahan yang cukup tinggi dengan injury severity score ISS 16 yang disertai
dengan reaksi sistemik akibat trauma yang kemudian akan menimbulkan terjadinya disfungsi atau kegagalan dari organ yang letaknya jauh dan sistem
organ yang vital yang tidak mengalami cedera akibat trauma secara langsung. Trentz , 2000
Tujuan utama dari penanganan awal pasien multiple trauma adalah membuat pasien bertahan hidup. Prioritas awal adalah resusitasi untuk
memastikan perfusi dan oksigenasi yang adekuat ke semua organ vital. Rockwood, 2006
Trauma merupakan penyebab kematian dan disabilitas di seluruh dunia terutama pada usia muda. Penyebab kematian utama segera pada trauma adalah
perdarahan. Sekitar 25 kasus kematian tersebut adalah adanya perdarahan yang tidak terkontrol Thorsen dkk, 2011. Perdarahan menempati urutan kedua setelah
trauma sistem saraf pusat sebagai penyebab kematian dengan kisaran 30-40. Brandon dkk, 2007
Komplikasi akhir dari gangguan homeostasis tidak hanya terbatas pada kehilangan darah akut tetapi juga disfungsi multi organ akibat dari syok yang
berkepanjangan. Koagulasi merupakan bagian terintegrasi dari inflamasi dan aktivasi sistem koagulasi yang nantinya menghasilkan respon inflamasi sistemik
yang berakhir pada peningkatan resiko sepsis. Koagulopati juga memperburuk cidera kepala dengan meningkatkan resiko perdarahan intrakranial serta gangguan
neuronal sekunder. Beberapa perdarahan pada trauma yang tidak dimengerti atau tidak ditangani dengan baik biasanya berhubungan dengan koagulopati. Adanya
koagulopati pada pasien trauma akan meningkatkan resiko kematian empat kali lebih besar, perawatan di ruang intensif yang banyak, perawatan di rumah sakit
yang lama dan peningkatan disfungsi organ. Maegele dkk 2007; John dkk, 2008; Anusha dkk, 2014
Gambar 2.1 Insiden koagulopati akut pada trauma pada beberapa penelitian besar. Maegele dkk, 2011
5 10
15 20
25 30
35 40
Brohi, 2003 n=1088
McLeod, 2003 n=10790
Maegele, 2007 n=8724
Rugeri, 2007 n=88
Severely injuried patients
Pemahaman tentang gangguan koagulasi pada pasien trauma telah berkembang sejak 5 tahun terakhir dan terus berkembang. Penjelasan klasik
koagulopati yang terjadi pada trauma adalah akibat dari kehilangan faktor koagulasi, hemodilusi dan gangguan protease koagulasi. Kehilangan faktor
koagulasi disebabkan oleh konsumsi, hemodilusi akibat pemberian cairan resusitasi yang agresif dan disfungsi protease yang diakibatkan oleh hipotermia,
efek asidosis s erta inflamasi. Hasil ini dikenal dengan “Trias Kematian” pada
trauma yang meliputi hipotermia, asidosis dan koagulopati. Dengan demikian, koagulopati yang terjadi pada pasien trauma bersifat kompleks. Brohi dkk, 2007
Mortalitas dari koagulopati akut pada trauma bisa ditekan dengan deteksi awal yang adekuat serta manajemen pasien yang lebih agresif. Oleh karena itu
diperlukan assesment awal yang cepat dan protokol terapi yang terstandarisasi.
Maegele dkk, 2011 2.2 Hemostasis Setelah Trauma
Hemostasis merupakan proses kompleks untuk mencegah kehilangan darah setelah terjadinya trauma pada vaskular. Empat proses fisiologi utama yang
berperan adalah : vasokonstriksi, agregasi trombosit, pembentukan fibrin dan fibrinolisis Brandon dkk, 2007. Kerusakan pada dinding vaskular menyebabkan
penurunan aliran darah, vasokonstriksi, stripping endotel, paparan kolagen dan aktivasi trombosit. Agregasi trombosit melepaskan molekul-molekul yang
meliputi adenosin diphosphate, tromboxane A
2
dan serotonin. Pembentukan plug trombosit diperkuat oleh adanya kolagen, endotelial, trombosit dan von
Willebrand factor VWF serta glikoprotein trombosit. Plug trombosit yang terbentuk selanjutnya diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai
fibrin. Sylvia, 1995; Colvin, 2004
Gambar 2.2 Proses pembentukan plug trombosit pada sistem homeostasis. Agamemnon , 2003
. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, sebagai bentuk aktif faktor X. Faktor X dapat diaktifkan melalui dua rangkaian reaksi.
Rangkaian yang pertama memerlukan faktor jaringan atau tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah waktu cedera. Karena faktor
jaringan tidak terdapat dalam darah, maka ia merupakan faktor ekstrinsik pembekuan dan disebut jalur ekstrinsik. Sylvia, 1995
Rangkaian lainnya yang mengaktifkan faktor X adalah jalur intrinsik, diberi nama tersebut sebab ia menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam
sistem vaskular atau plasma. Dalam rangkaian ini terdapat reaksi pengaktifan salah satu prokoagulan yang akan mengaktifkan bentuk penerusnya. Jalur intrinsik
dimulai oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh darah yang rusak dan mengenai kulit. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang
melekat pada kolagen sekali lagi memainkan peranan. Faktor XII, XI dan IX harus diaktifkan secara berurutan dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor
X dapat diaktifkan. Zat prekalikrein dan high molecular weight kininogen HMWK juga ikut serta dan diperlukan ion kalsium. Dari titik ini pembekuan
berjalan sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Pengaktifan faktor X terjadi sebagai akibat reaksi jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. Sylvia, 1995
Tabel 2.1 Faktor-faktor pembekuan. Agamemnon, 2003 I
Fibrinogen II
K
Prothrombin III
Tissue thromboplastin IV
Ionized calcium Ca
2+
V Proaccelerin
VII
K
Proconvertin VIII Antihemophilic factor A
IX
K
Antihemophilic factor B; Plasma thromboplastin component PTC; Christmas factor
X
K
Stuart-Prower factor XI
Plasma thromboplastin antecedent PTA XII
Hageman factor XIII Fibrin-stabilizing factor FSF
- Prekalikrein PKK; Fletcher factor
- High-molecular-weight kininogen HMWK;
Fitzgerald factor Half-life h
96 72
20 5
12 24
30 48
50
250
Langkah berikutnya yang menuju ke pembentukan fibrin berlangsung bila faktor Xa dibantu oleh fosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecah
protrombin membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen
membentuk fibrin. Fibrin ini yang mula-mula merupakan jeli yang dapat larut distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin
yang kuat dan menjerat sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek membentuk retraksi, mendekatkan tepi-tepi pembuluh darah yang cedera dan
menutup daerah tersebut. Sylvia, 1995
Gambar 2.3 Sistem homeostasis. Agamemnon, 2003
2.3 Mekanisme Koagulopati Pada Trauma