Definisi Morfologi dan Siklus Hidup Sumber dan Cara Penularan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Taenia saginata

2.1.1. Definisi

Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia saginata ialah manusia, manakala hospes perantaranya ialah hewan dari famili Bovidae seperti sapi dan kerbau.

2.1.2 Morfologi dan Siklus Hidup

Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar dan panjang; terdiri atas kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian ruas -ruas proglotid, sebanyak 1000 -2000 buah. Panjang cacing 4-12 meter atau lebih. Skoleks berukuran han ya 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot -otot yang kuat, tanpa kait -kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur tertentu. Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang imatur, matur, dan mengand ung telur gravid. Proglotid gravid terletak di bagian terminal dan sering terlepas daripada strobila. Proglotid ini dapat bergerak aktif, keluar bersama tinja atau sendiri dari anus secara spontan. Setiap hari, kira -kira 9 buah proglotid dilepas. Bentuk proglotid lebih panjang daripada lebar. Sebuah proglotid gravid berisi kira -kira 100.000 buah telur Sutanto, 2008. Telur dapat bertahan hidup di lingkungan luar dari beberapa hari hingga beberapa bulan. Hewan ternak seperti sapi terinfeksi dengan memaka n rumput yang telah terkontaminasi dengan telur atau proglotid gravid yang keluar bersama tinja. Di dalam usus hewan tersebut, telur yang mengandung onchosphere Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Sumber dan Cara Penularan

Sumber penularan taeniasis saginata dapat melalui penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau proglotid cacing pita. Hewan ternak terutamanya sapi yang mengandung larva cacing pita Cysticercus bovis juga dapat menjadi sumber penularan. Seseorang bisa terkena infeksi cacing pita melalui makanan, yaitu memakan daging sapi yang mengandung larva Depkes, 2000.

2.1.4. Manifestasi Klinis dan Diagnosa