Pengaruh Rantai Tataniaga Terhadap Efisiensi Pemasaran Daging Sapi Di Kabupaten Karo

(1)

PENGARUH RANTAI TATANIAGA TERHADAP EFISIENSI

PEMASARAN DAGING SAPI DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

RIDHO ANDHIKA 100306013

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

PENGARUH RANTAI TATANIAGA TERHADAP EFISIENSI

PEMASARAN DAGING SAPI DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI Oleh:

RIDHO ANDHIKA 100306013

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

PENGARUH RANTAI TATANIAGA TERHADAP EFISIENSI

PEMASARAN DAGING SAPI DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI Oleh:

RIDHO ANDHIKA 100306013/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(4)

Judul Skripsi : PENGARUH RANTAI TATANIAGA TERHADAP EFISIENSI PEMASARAN DAGING SAPI DI KABUPATEN KARO

Nama : Ridho Andhika

NIM : 100306013

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Hasnudi, Ms Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(5)

ABSTRAK

RIDHO ANDHIKA: “ Pengaruh Rantai Tataniaga Terhadap Efisiensi Pemasaran Daging Sapi di Kabupaten Karo” ,dibimbing oleh HASNUDI dan NURZAINAH GINTING.

Pemasaran komoditi pertanian pada dasarnya adalah bagaimana menyalurkan produk-produk pertanian dari produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar dan biaya pemasaran minimal, sehingga tercipta sistem pemasaran yang efisien. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karo khususnya di 4 Kecamatan (Tiga Nderket, Tigapanah, Kabanjahe dan Berastagi) mulai bulan April sampai Mei 2014. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan unit responden peternak dan lembaga-lembaga pemasaran daging sapi. Sampel diperoleh dengan metode accidental sampling dan diperoleh 10 orang peternak, 12 pedagang pengumpul, 17 pedagang pasar dan 1 rumah potong hewan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan secara statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pola dan marjin pemasaran secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap efisiensi pemasaran. Nilai R2 sebesar 0,997; yang berarti efisiensi pemasaran dipengaruhi oleh variabel pola dan marjin pemasaran sebesar 99,70%, sedangkan sisanya sebanyak 0,30% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.


(6)

ABSTRACT

RIDHO ANDHIKA: " Effect of Chain Trade System to Marketing Efficiency in Beef Cattle at Karo District ", guided by HASNUDI and NURZAINAH GINTING.

Marketing of agricultural commodities is basically how to distribute agricultural products from producers to consumers at reasonable prices and marketing costs at a minimum, so as to create an efficient marketing system. This study was conducted in Karo district, especially in the subdistrict 4 (Tiga Nderket, Tigapanah, Kabanjahe and Berastagi) from April to May 2014 This study uses survey respondents breeder units and institutions of marketing beef. Samples were obtained with accidental sampling method and obtained 10 farmers, 12 traders, 17 market traders and 1 RPH. The data were analyzed descriptively and statistically.

The results showed that variable patterns and marketing margins are jointly highly significant (P <0.01) to the marketing efficiency. R2 value of 0.997; which means marketing efficiency is affected by variable patterns and marketing margin of 99.70%, while the remaining 0.30% is influenced by other variables outside the model.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ridho Andhika, dilahirkan di kota Tanjung Morawa, Sumatera Utara pada tanggal 25 Maret 1992. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Drs Sapari Aw dan Ponisem. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 097320 Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2001. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Mts Negeri Pematang Siantar dan tamat pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMA MAN Negeri Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2010.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Program Studi Peternakan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Undangan. Aktivitas Penulis selama menjadi mahasiswa adalah sebagai mahasiswa aktif dan ikut bergabung di berbagai kepanitian dan organisasi. Penulis tercatat merupakan bagian dari kepengurusan Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) dan Anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Rantai Tataniaga Peternakan Terhadap Efisiensi Pemasaran Daging Sapi di Kabupaten Karo”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. H. Hasnudi, Ms selaku ketua komisi pembimbing dan ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai arahan dan masukan berharga kepada penulis.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua civitas akademik di program studi peternakan serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat di sebutkan satu persatu disini telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong ... 4

Geografi Kabupaten Karo ... 5

Tataniaga ... 6

Pasar ... 7

Pemasaran... 8

Biaya Transportasi ... 14

Permintaan Konsumen ... 15

Efisiensi Pemasaran ... 15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Metode Penelitian ... 17

Pengumpulan Data ... 17

Jenis dan Sumber Data ... 18

Parameter Penelitian ... 19

Analisa Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Respondent Peternak dan Lembaga Pemasaran ... 23

Saluran Pemasaran ... 25

Marjin Pemasaran ... 26

Keuntungan Lembaga Pemasaran... 28

Efisiensi Pemasaran Daging Sapi ... 29

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi Pemasaran Daging Sapi di Kabupaten Karo ... 30


(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 32 Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA ... 33


(11)

DAFTAR TABEL

No hal.

1. Konsumsi Per Kapita Beberapa Jenis Daging Sapi di Indonesia

Dari Tahun 2008-2012 ... 4 2. Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Indonesia Tahun 2005-2010 ... 5 3. Identitas Responden Peternak dan Lembaga Pemasaran ... 24 4. Marjin Pemasaran Daging Sapi Pada masing-masing Saluran

Pemasaran di Kabupaten Karo... 27 5. Biaya Pemasaran dan Keuntungan Yang Diterima Oleh Lembaga

Pemasaran Pada Masing-masing Saluran ... 28 6. Efisiensi Pemasaran Daging Sapi ... 29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No hal.

1. Karakteristik Sosial Responden Lembaga Pemasaran ... 35 2. Harga Jual dan Biaya Pemasaran di Masing-masing Lembaga

Pemasaran ... 37 3. Hasil Olah Data Dengan SPSS ... 39 4. Dokumentasi Penelitian... 41


(13)

ABSTRAK

RIDHO ANDHIKA: “ Pengaruh Rantai Tataniaga Terhadap Efisiensi Pemasaran Daging Sapi di Kabupaten Karo” ,dibimbing oleh HASNUDI dan NURZAINAH GINTING.

Pemasaran komoditi pertanian pada dasarnya adalah bagaimana menyalurkan produk-produk pertanian dari produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar dan biaya pemasaran minimal, sehingga tercipta sistem pemasaran yang efisien. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karo khususnya di 4 Kecamatan (Tiga Nderket, Tigapanah, Kabanjahe dan Berastagi) mulai bulan April sampai Mei 2014. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan unit responden peternak dan lembaga-lembaga pemasaran daging sapi. Sampel diperoleh dengan metode accidental sampling dan diperoleh 10 orang peternak, 12 pedagang pengumpul, 17 pedagang pasar dan 1 rumah potong hewan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan secara statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pola dan marjin pemasaran secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap efisiensi pemasaran. Nilai R2 sebesar 0,997; yang berarti efisiensi pemasaran dipengaruhi oleh variabel pola dan marjin pemasaran sebesar 99,70%, sedangkan sisanya sebanyak 0,30% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.


(14)

ABSTRACT

RIDHO ANDHIKA: " Effect of Chain Trade System to Marketing Efficiency in Beef Cattle at Karo District ", guided by HASNUDI and NURZAINAH GINTING.

Marketing of agricultural commodities is basically how to distribute agricultural products from producers to consumers at reasonable prices and marketing costs at a minimum, so as to create an efficient marketing system. This study was conducted in Karo district, especially in the subdistrict 4 (Tiga Nderket, Tigapanah, Kabanjahe and Berastagi) from April to May 2014 This study uses survey respondents breeder units and institutions of marketing beef. Samples were obtained with accidental sampling method and obtained 10 farmers, 12 traders, 17 market traders and 1 RPH. The data were analyzed descriptively and statistically.

The results showed that variable patterns and marketing margins are jointly highly significant (P <0.01) to the marketing efficiency. R2 value of 0.997; which means marketing efficiency is affected by variable patterns and marketing margin of 99.70%, while the remaining 0.30% is influenced by other variables outside the model.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat Luas membutuhkan makanan yang bermutu tinggi dalam jumlah yang banyak. Dalam hal inilah peternakan dapat memberikan sumbangan yang besar. Kebutuhan makan manusia yang semakin meningkat memerlukan peternakan yang khusus menghasilkan produk-produk tertentu dengan pemberian pakan yang baik. Produk peternakan meliputi daging susu dan telur. Seiring bertambahnya waktu dan tingkat pendidikan maka kebutuhan akan protein hewani meningkat.

Tingginya harga daging sapi dipasar-pasar tradisional disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Harga sapi hidup dari para peternak atau pengusaha yang masih sangat tinggi, 2. Berkurangnya jumlah pasokan daging sapi dan, 3. Naiknya harga BBM belakangan ini sehingga menyebabkan harga daging sapi pun meningkat. Belum diketahui pasti apa penyebabnya perbedaan harga daging sapi dimasing-masing penjual tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai analisis harga daging sapi di pasar-pasar tradisional Kabupaten Karo.

Pasar juga tempat terjadinya mekanisme pasar yang mencakup informasi tentang kualitas dan harga dari barang yang diperdagangkan mekanisme tersebut menuntut penyaluran atau pemasaran produk dari pedagang ke konsumen dan segmen pasar yang dituju. Pemasaran atau tataniaga sebagai salah satu komponen pasca produksi perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam usaha peternakan.

Masalah yang muncul adalah bahwa jika tidak ada upaya-upaya meningkatkan efisiensi sejak dari kegiatan produksi sampai ke pemasaran, maka hal ini dapat menyebabkan daya saing sapi potong Kabupaten karo menjadi


(16)

menurun. Jika hal ini terus terjadi akibatnya akan menekan harga ternak di pasar lokal dan akan mengurangi aktivitas ekonomi usaha sapi potong yang selama ini menjadi salah satu andalan dan banyak melibatkan masyarakat kabupaten karo.

Penetapan saluran pemasaran ternak sapi potong juga menjadi sangat penting untuk peternak, sebab dapat mempengaruhi kelancaran penjualan, tingkat keuntungan, model, dan resiko. Saluran pemasaran merupakan saluran atau jalur yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memudahkan suatu produk bergerak dari produsen sampai berada di tangan konsumen. Dalam pemasaran ternak sapi potong penetapan harga jual menjadi hal yang perlu diperhatikan karena akan memberi dampak terhadap konsumen akhir. Penetapan jalur penjualan dan harga sapi potong merupakan faktor yang penting dalam menentukan keefisienan kegiatan pemasaran.

Sehubungan dengan hal pemasaran diatas penulis mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di pasar-pasar tradisional kabupaten karo dan untuk mengetahui sistematis penyaluran daging sapi dari rumah potong hewan hinggga sampai ke penjual pasar-pasar tradisional.

Identifikasi Masalah

Perbedaan harga merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar lokasi, yakni produk-produk cenderung mengalir dari daerah surplus kedaerah defisit, sampai perbedaan harga mendekati biaya tataniaga yang dikeluarkan (Simamora, 2007). Untuk mempertahankan perdagangan antar daerah, diupayakan agar margin tataniaga seminimal mungkin sehingga mempunyai daya saing dengan produk sejenis di daerah tujuan pemasaran. Hal ini berarti bahwa sistem


(17)

tataniaga sejak dari produsen hingga ke konsumen perlu dikoordinasikan agar tercapai tingkat efisiensi yang di harapkan (Tomek et al, 1997).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan harga daging sapi di pasar-pasar tradisional Kabupaten Karo, untuk mengetahui sistematis penyaluran daging sapi dari rumah potong hewan sampai ke penjual di pasar-pasar tradisional. Mengetahui sistem tataniaga dan untuk mengetahui saluran pemasaran yang lebih efisien pada pemasaran sapi potong di Kabupaten Karo.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh positif marjin pemasaran dan pola pemasaran terhadap efisiensi pemasaran di Kabupaten Karo.

Kegunaan Penelitian

Bagi instansi terkait hususnya dapat menjadi acuan dalam rangka pembangunan usaha ternak sapi potong diwilayah yang bersangkutan atau di daerah lain, untuk mengetahui harga daging sapi di pasar-pasar tradisional kabupaten karo dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Ternak Sapi Potong

Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan tulang (Sudarmono, 2008).

Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, dinegara kita sebagian besar ternak sapi potong dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan lahan yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).

Permintaan daging sapi dipasar domestik cukup tinggi dan selalu meningkat dari tahun ketahun, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan income dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Konsumsi daging perkapita tahun 2007 meningkat 4,8% dibanding tahun sebelumnya. Konsumsi daging tahun 2006 sebesar 6,3 kg per kapita dana pada tahun 2007 meningkat menjadi 6,6 kg per kapita (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007).

Tabel 1. Konsumsi perkapita beberapa jenis daging di Indonesia dari tahun 2008 – 2012

Bahan makanan Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Beras (kg) 93,440 91,320 90,155 89,477 87,235 Daging sapi (kg) 0,365 0,313 0,365 0,417 0,365 Daging ayam ras (kg) 5,788 5,840 6,726 6,622 6,518 Daging ayam buras (kg) 0,574 0,521 0,626 0,521 0,521


(19)

Sedangkan data untuk konsumsi dan produksi daging sapi diindonesia dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Produksi dan konsumsi daging sapi diindonesia tahun 2006 – 2010

Tahun Produksi Daging (ton) Konsumsi(ton)

2005 271.840 378.930

2006 288.430 399.660

2007 314.300 421.520

2008 328.610 444.580

2009 423.730 468.900

2010 483.640 499.550

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005)

Jumlah populasi sapi merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah penawaran daging sapi domestik. Populasi sapi di indonesia tahun 2005 mencapai 10,6 juta ekor. Sebagian besar usaha ternak di indonesia masih di lakukan oleh peternakan rakyat dan dilakukan sebagai usaha sampingan. Pemotongan sapi merupakan hal yang mempengaruhi populasi.

Geografi Kabupaten Karo a. Geografi

Secara geografi letak Karo berada diantara 97⁰55’- 98⁰38’ Bujur Timur dan 2⁰50’ - 3⁰19’ Lintang Utara dengan luas 2.127,25 Km2 atau sekitar 2,97% dari luas Provinsi Sumtera Utara. Kabupaten Karo berada pada ketinggian 280- 1.420 m di atas permukaan laut dan terletak pada jajaran bukit barian sehingga sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif juga terletak di wilayah ini sehingga rawan gempa vulkanik (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2013).

Kabupaten Karo berbatasan langsung dengan lima kabupaten dan satu Provinsi. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten


(20)

Deli Serdang, sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2013).

b. Iklim

Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim kemarau atau musim hujan. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari dan musim kedua pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni dan Juli (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2013).

Curah hujan di Kabupaten Karo tahun 2010 tertinggi pada bulan November sebesar 268 mm dan terendah pada bulan Januari sebesar 64 mm, sedangkan jumlah hati hujan tertinggi pada bulan November sebanyak 21 hari dan terendah pada bulan Februari sebanyak 7 hari. Suhu udara rata-rata berkisar 18,8⁰C sampai dengan 19,8⁰C dengan kelembapan udara rata-rata setinggi 84,66% (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2013).

Tataniaga Arti Tataniaga

Tataniaga adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang di bayar kepada penjual pertama (Hp) dan harga yang di bayarkan oleh pembeli terakhir (He). Margin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran.


(21)

Makin panjang tataniaga (semakin panjang lembaga yang terlibat) maka makin besar pula margin tataniaganya (Daniel, 2002). Untuk menyatakan perbedaan harga yang di bayar kepada penjual pertama (Hp) dan harga yang di bayarkan kepada pembeli terakhir (He) ditulis dalam rumus :

 Margin tiap lembaga pemasaran M = He – Hp

Dimana :

M = Margin Pemasaran (tataniaga)

Hp = Harga yang dijual kepada penjual pertama (Rp/ekor) He = Harga yang di bayar kepada pembelian terakhir (Rp/ekor)  Margin tiap saluran pemasaran (Swastha, 1991)

Mt = M1 + M2 + ... + Mn Dimana :

Mt = Margin saluran pemasaran

M1 = Margin pemasaran lembaga pemasaran ke-1 M2 = Margin pemasaran lembaga pemasaran ke-2 Mn = Margin pemasaran lembaga pemasaran ke-n Pasar

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli serta di tandai dengan transaksi penjual dan pembeli dan juga transaksi antara penjual dan pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar menawar, bangunan biasanya terdiri atas kios-kios atau gerai, los, dan dasaran yang terbuka yang dibuka oleh penjual atau pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, sayuran, buah,


(22)

telur, daging, pakaian, dan lain-lain. Pasar tradisional seluruh indonesia mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern (Anonim, 2009).

Pasar dibagi dalam kelompok-kelompok responsip terhadap hal yang berbeda seperti harga, kualitas barang, pengiklanan pengecer, dan sebagainya. Bila penjual mengetahui sekelompok pembeli lebih responsip terhadap perubahan dalam pengeluaran untuk pengiklanan dari pada perubahan faktor-faktor pasar (Angipora, 2002).

Defenisi pasar sebagai produsen adalah sebagai tempat untuk menjual barang dan jasa sehingga konsumen tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, sedangkan bagi lembaga pemasaran pasar merupakan tempat untuk melakukan aktivitas usaha dengan melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran tertentu sehingga lembaga pemasaran dapat keuntungan (Sudiyono, 2002).

Pemasaran

a. Arti Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari berbagai faktor tersebut adalah masing-masing individual maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang memiliki nilai (Rangkuti, 2004).

Pemasaran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan usaha produksi, karena pemasaran adalah ujung tombak untuk menilai berhasil atau tidaknya usaha yang dijalankan. Tujuan akhir dari suatu proses produksi adalah menghasilkan produk atau jasa (atau kombinasi keduanya) untuk dipasarkan atau dijual dengan harapan mendapatkan imbalan berupa pendapatan dan keuntungan.


(23)

Rangsangan (stimulasi) yang dapat mendorong produsen untuk berproduksi adalah harga yang memadai dan tersedianya pasar (Nugraha, 2006).

Pemasaran terdiri dari kegiatan menyalurkan produk dari produsen kepada konsumen. Output dari pemasaran adalah kepuasan konsumen atas barang dan jasa tersebut. Input dari pemasaran adalah tenaga kerja, modal, dan manajemen. Efisiensi pemasaran juga dapat berarti maksimisasi penggunaan rasio input -output, yaitu mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen dengan output barang dan jasa. Biaya pemasaran baik besar maupun kecil adalah indikasi bahwa pemasaran telah dilakukan (Nugraha, 2006).

Para pemasar harus memahami tehnik-tehnik dasar untuk potensi pasar dan prakiraan permintaan dimasa yang akan datang. Setiap tehnik memiliki kelebihan dan keterbatasan tersendiri yang harus benar-benar dipahami agar terhindar dari kekeliruan dalam penggunaannya (Kotler, 1992).

Pemasaran dapat didefinisikan sebagai kegiatan bisnis yang mengatur arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang dikehendaki pada harga yang di bayar konsumen (Cahyono, 1994). b. Saluran dan Lembaga Pemasaran

Kotler (2002) memberikan definisi saluran pemasaran sebagai ” rangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk dikonsumsi”. Dalam proses penyaluran produk dari pihak produsen hingga mencapai konsumen akhir, sering ditemui adanya lembaga lembaga perantara, mulai dari produsen sendiri, lembaga -lembaga perantara, hingga konsumen akhir. Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke lokasi konsumen, maka fungsi lembaga perantara sering


(24)

diharapkan kehadirannya untuk membantu penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen, maka saluran pemsaran yang terbentuk pun akan semakin panjang.

Limbong dan Panggabean, (1985) menyatakan bahwa ” keputusan saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan paling rumit dan menantang yang dihadapi produsen.”. Artinya, saluran pemasaran yang dipilih akan sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lainnya.

Penyaluran barang-barang dari pihak konsumen terlibat satu sampai beberapa golongan pedagang perantara. Pedagang perantara ini dikenal sebagai saluran tataniaga (Marketing Chanel). Tegasnya saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).

Menurut Rahadi dan Hartono (2003), bahwa pola pemasaran berlangsung secara alami. Biasanya pola ini banyak dilakukan oleh peternak yang ingin berusaha sendiri memasarkan produknya. Peternak dapat menjual langsung ke konsumen, pedagang besar atau pasar-pasar yang telah ada. Salah satu pola tersebut yaitu :

Pola 1. Peternak/produsen – konsumen

Pola 2. Peternak/produsen – pedagang pengumpul – konsumen

Pola 3. Peternak/produsen – pedagang pengumpul – rumah potong hewan – eksportir/konsumen

Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui tergantung dari beberapa sektor, antara lain :


(25)

1. Jarak antara produsen ke konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.

2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen dan dengan demikian mengkehendaki saluran yang pendek dan cepat.

3. Skala produksi. Bila produksi langsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil.

Seluruh lembaga-lembaga pemasaran dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringan pemasaran. Arus pemasaran (Saluran Pemasaran) yang terbentuk dalam proses pemasaran ini beragam sekali, misalnya :

 Produsen berhubungan langsung dengan konsumen (produsen-konsumen) Bentuk saluran distribusi yang paling pendek dan yang paling sederhana adalah saluran distribusi dari produsen ke konsumen tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). Oleh karena itu saluran ini disebut saluran distribusi langsung.

 Produsen – pengecer – konsumen akhir

Seperti halnya dengan jenis saluran produsen – konsumen, saluran ini juga disebut sebagai saluran distribusi langsung. Disini pengecer besar langsung melakukan pembelian kepada produsen. Adapula beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer sehingga dapat secara langsung melayani konsumen.


(26)

Saluran distribusi semacam ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan saluran distribusi tradisional. Disini produsen banyak melayani pedagang besar, kepada pedagang besar saja tidak di jual kepada pedagang pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani oleh pengecer saja.

 Produsen – agen – pengecer – konsumen akhir

Disini produsen memilih agen sebagai penyaluran dalam menjalankan kegiatan perdagangan besar, dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada pengecer besar.

 Produsen – agen – pedagang besar – pengecer – konsumen

Dalam saluran distribusi, sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya ke pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan.

Hubungan antar lembaga tersebut akan membentuk pola-pola pemasaran yang khusus. Pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani ke konsumen akhir disebut pemasaran (Kamaludin, 2008).

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran berlangsung mulai dari peternak sampai konsumen akhir. Pedagang perantara mengeluarkan biaya dalam rangka penyelenggaraan pemasaran ternak sapi hingga konsumen. Besarnya biaya yang dikeluarkan bagi tiap saluran pemasaran selalu berbeda-beda. Dengan demikian semakin panjang jalur pemasaran maka jumlah biaya yang dikeluarkan akan semakin bertambah (Yusuf dan Nulik, 2008).


(27)

Biaya terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau dijual. Biaya tidak tetap adalah biaya langsung yang dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau dijual (Winardi, 1993).

c. Margin Pemasaran

Margin pemasaran dapat di definisikan sebagai perbedaan antara harga yang di bayarkan konsumen dengan harga yang diterima peternak. Margin pemasaran juga dapat didefinisikan merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari Jasa-jasa penawaran. Margin pemasaran dikenal berbagai komponen yang terdiri dari : 1. Biaya-biaya yang diperlukan oleh lembaga-lembaga pemasaran untuk

melakukan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional

2. Keuntungan lembaga pemasaran. Pada umumnya produk yang berbeda mempunyai jasa pemasaran yang berbeda (Abubakar, 2002).

Sudiyono (2002) memberikan pengertian margin tataniaga sebagai perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh petani produsen. Sementara Limbong dan Panggabean (1985) memberikan pengertian margin tataniaga sebagai nilai dari jasa- jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkatan produsen hingga tingkat konsumen akhir. Margin tataniaga pada umumnya dianalisa pada komoditi yang sama, pada jumlah yang sama, dan pada struktur pasar bersaing sempurna.


(28)

Sudiyono (2002) menyatakan bahwa margin pemasaran memiliki komponen yang terdiri dari: (a) biaya - biaya yang diperlukan lembaga - lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi - fungsi pemasaran. Biaya - biaya ini disebut biaya pemasaran; (b) keuntungan ( profit ) lembaga pemasaran. Sementara itu Limbong dan Panggabean (1985) menyatakan bahwa biaya tataniaga adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga - lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses penyampaian komoditi tersebut mulai dari produsen sampai kepada konsumen.

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya margin pemasaran yaitu :

1. Perubahan margin pemasaran, keuntungan dari pedagang perantara, harga yang dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima produsen.

2. Sifat barang yang di perdagangkan 3. Tingkat pengolahan barang

Biaya Transportasi (Pengangkutan)

Tranportasi merupakan tulang punggung ekonomi yang digunakan untuk mendistribusikan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain, frekuensi pendistribusian tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat jumlah penduduk serta tingkat kebutuhan terhadap barang. Frekuensi pendistribusian barang dan orang merupakan volume dan berdampak terhadap biaya bahan bakar minyak dan biaya transportasi lainnya (Stephen, 2001).


(29)

Permintaan Konsumen

Pada dasarnya, permintaan menujukkan hubungan antara harga dan jumlah harga yang diminta. Hukum permintaan mengatakan bahwa apabila harga suatu barang tinggi maka jumlah barang yang diminta rendah (sedikit) dan sebaliknya apabila harga suatu barang rendah maka jumlah barang yang diminta tinggi atau banyak (Wijaya, 1991).

Sampai juli 2013, stok daging (sapi dan kerbau) di sumut mencapai 5.997 ton atau setara 62.472 ekor. Stok ini melebihi kebutuhan warga yang mencapai 4.800 ton atau 50.000 ekor. Angka konsumsi daging ini diperoleh berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional, yakni 0,36 kg per kapita. Dengan jumlah penduduk sumut yang mencapai 13.215.401 jiwa, maka diperoleh kebutuhan daging yakni perkalian 0,36 kg perkapita x 13.215.401 jiwa menghasilkan 4.800 ton atau setara 50.000 ekor sapi (asumsi berat sapi per ekor antara 100 – 150 kg dengan berat daging tanpa tulang mencapai 90 – 96 kg) (Dinas peternakan provinsi sumatera utara, 2013).

Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara kegunaan pemasaran dengan biaya pemasaran. Beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasaran yaitu : 1. Keuntungan pemasaran, 2. Harga yang diterima oleh konsumen, 3. Kompetensi dasar (Daniel, 2002).

Suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu : 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil produsen sampai ke konsumen dengan biaya serendah-rendahnya. 2. Mampu mengadakan pembagian dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut


(30)

serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang (Downey dan Erikson, 1992).

Dalam mengukur suatu efisiensi usaha perlu di ukur juga tingkat efisiensi pemasaran hasil baik dilakukan oleh petani atau oleh pihak lain hal ini penting untuk menunjukkan bahwa dalam memproduksi komoditas pertanian faktor pemasaran merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan. Jika selisih harga petani (farm gate price) dengan konsumen dibawah 30% termasuk pemasaran yang efisien (Gray et al, 1996).

Menurut Sudiyono (2002), bahwa strategi yang dapat dilakukan oleh produsen dan lembaga pemasaran untuk meningkatkan efisiensi pemasaran adalah dengan memperluas pasar dan memperkecil margin pemasaran. Strategi memperluas pasar dapat ditempuh dengan memperbesar permintaan konsumen dan pelaksanaan pemasaran tertata.


(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di beberapa pasar tradisional Kabupaten Karo di 4 Kecamatan (Tiga Nderket, Tigapanah, Kabanjahe dan Berastagi) pada April sampai Mei 2014.

Metode Penelitian

1. Penentuan Responden dan Analisis Harga Daging

Responden terdiri dari pada pedagang penjual daging sapi di pasar-pasar tradisional Kabupaten Karo. Metode penelitian digunakan adalah metode survei dengan unit responden pedagang yang menjual daging sapi. Responden yang berasal dari 6 pasar tradisional yang dipilih secara acak dari 17 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karo, tiap pasar terdiri dari 5 orang pedagang daging sapi. Dari masing-masing pasar responden dipilih secara accidental sampling yaitu responden pada saat didatangi ke pasar dan bersedia untuk di wawancarai serta memiliki data yang di perlukan (Khoirunnisa, 2008).

Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Observasi yaitu melakukan pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan penelusuran langsung ke pasar tradisional

2. Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui interview langsung dengan responden yakni peternak sapi potong dan lembaga pemasaran yag terlibat pada pemasaran ternak sapi potong di kabupaten karo.


(32)

Untuk memudahkan dalam proses interview digunakan kuisioner atau daftar pertanyaan.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Data kualitatif yaitu data yang dapat menggambarkan dan menjelaskan mengenai bentuk saluran pemasaran di Kabupaten Karo.

2. Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka yang berupa biaya pemasaran tiap lembaga, harga penjual tiap lembaga dan harga pembelian tiap lembaga.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Data primer yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan responden yaitu peternak sapi potong di Kabupaten Karo. Mengenai pemasaran ternak sapi potong yang hususnya mengenai penjualan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian.

b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari buku-buku, laporan-laporan, badan pusat statistik, dan instansi terkait lainnya.

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan model pendekatan tehnik ekonometri dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan alat bantu software statistical package for social sciencis (SPSS 16). Menurut Djalal dan Usman (2002) model pendukung yang digunakan :

Ý = a + b

1

X

1

+

b

2

X

2

+ µ

Keterangan :

Ý

:

adalah efisiensi pemasaran (Y : topi) yang dipengaruhi beberapa faktor dalam penjualan di pasar tradisional


(33)

a : adalah koefisien intercept (konstanta) b1,b2,b3 : adalah koefisien regresi

X1 : adalah marjin pemasaran

X2 : adalah pola pemasaran

µ

: adalah variabel lain yang diteliti Parameter Penelitian

1. Petani ternak sapi potong adalah petani ternak yang mengusahakan (berternak) sapi potong serta merupakan milik sendiri atau orang lain sebanyak 2-4 ekor .

2. Pedagang Pengumpul adalah kelompok pedagang yang kegiatannya membeli produksi dari produsen secara langsung atau melalui lembaga pemasaran lain kemudian dikumpulkan dan dijual kepada pedagang lain.

3. RPH/jagal adalah orang/lembaga yang membeli sapi potong dalam keadaan hidup untuk dikonsumsi maupun dijual lagi dalam kondisi yang telah berubah bentuk.

4. Pedagang pasar adalah kelompok pedagang yang kegiatannya memasarkan produk sapi potong kepada konsumen.

5. Harga jual sapi potong adalah harga yang diterima peternak dari lembaga pemasaran dan yang di hitung dalam satuan rupiah per kilogram.

6. Harga beli sapi potong adalah harga yang dibayarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran dengan satuan Rp/kg.

7. Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga atau badan-badan yang didirikan.


(34)

8. dan dikelola oleh blantik, pedagang pengumpul, jagal dan pedagang pengecer yang melaksanakan aktifitas pemasaran.

9. Saluran pemasaran sapi potong adalah rantai pemasaran sapi potong dari produsen sampai ke konsumen.

10. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam memasarkan sapi potong dengan satuan Rp/Kg.

11. Keuntungan lembaga pemasaran adalah selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian dengan satuan Rp/Kg.

12. Marjin pemasaran adalah merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan dan banyaknya jumlah keuntungan yang diterima oleh tiap lembaga pemasaran terhadap saluran pemasaran sapi potong dengan satuan Rp/Kg.

13. Share biaya/keuntungan lembaga pemasaran adalah bagian biaya/keuntungan lembaga pemasaran.

Analisa Data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk saluran pemasaran ternak sapi potong digunakan analisa deskriptif

2. Untuk mengetahui margin tiap lembaga pemasaran dan saluran pemasaran di gunakan rumus sebagai berikut :

a. Margin tiap lembaga pemasaran ternak sapi potong M =Hp – Hb

Dimana :

M = Margin lembaga Pemasaran Hp = Harga penjualan (Rp/kg)


(35)

Hb = Harga Pembelian (Rp/kg) b. Margin tiap saluran pemasaran

Mt =M1 +M2 +...+Mn Dimana :

Mt = Margin Saluran Pemasaran

M1 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-1 M2 = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-2 Mn = Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-n

3. Untuk mengetahui besarnya keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran digunakan rumus :

Π =ML-TC

Dimana:

Π = Keuntungan Lembaga Pemasaran (Rp/kg) ML = Margin lembaga Pemasaran (Rp/kg)

TC = Biaya total pemasaran yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran (Rp/kg)

4. Untuk mengetahui keuntungan pemasaran dari tiap saluran pemasaran digunakan rumus:

Πt =Π1 +Π2 +....Πn

Dimana :

Πt = Keuntungan saluran pemasaran Π1 = Keuntungan lembaga pemasaran ke-1 Π2 = Keuntungan lembaga pemasaran ke-2 Πn = Keuntungan lembaga pemasaran ke-n


(36)

5. Untuk mengetahui efisiensi saluran pemasaran digunakan rumus: Ep = BP

NP

x 100%

Dimana:

EP = Efisiensi Pemasaran (Rp/kg)

BP = Total harga di tingkat peternak (Rp/kg) NP = Total harga di tingkat konsumen (Rp/kg)


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identitas responden lembaga pemasaran

Indikator yang dijadikan identitas responden antara lain adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai peternak dan pedagang/usaha pemasaran. Indikator tersebut untuk menggambarkan keragaman sumberdaya manusia dalam kegiatan bidang peternakan baik sebagai produsen maupun pedagang/lembaga pemasaran yang berfungsi membantu dalam distribusi daging sapi mulai dari produsen sampai ke tangan konsumen. Lembaga - lembaga yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak empat lembaga, yaitu: (a) produsen, (b) pengumpul, (c) RPH/jagal dan (d) pedagang pasar. Produsen adalah pihak yang memproduksi sapi potong untuk dijual ke pihak lain.

Produsen merupakan pihak pertama dari alur pemasaran sapi potong. Produsen sapi potong dapat memiliki berbagai skala usaha yang pada akhirnya memiliki kapasitas produksi yang berbeda- beda. Produsen sapi potong yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 10 produsen, dengan lokasi, dan kapasitas produksi sapi potong yang berbeda- beda.

Pengumpul merupakan pihak yang melakukan pembelian sapi potong hasil produksi produsen. Pengumpul kemudian melakukan penjualan kepada pedagang besar atau dapat juga dijual langsung kepada konsumen. Seorang pengumpul umumnya juga mengangkut komoditas lain selain sapi potong untuk dijual kembali.

RPH/jagal adalah orang/lembaga yang membeli sapi potong dalam keadaan hidup untuk dikonsumsi maupun dijual lagi dalam kondisi yang telah


(38)

berubah bentuk. Pedagang pasar adalah kelompok pedagangan yang kegiatannya memasarkan produk sapi potong kepada konsumen. Hasil penelitian tentang identitas responden lembaga pemasaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Identitas Responden Lembaga Pemasaran

Identitas Peternak N=10 P. Pengumpul N=12 P. Pasar N=17 RPH N=1 Umur (tahun)

25-50 10 (100%) 12 (100%) 15 (88,23%) 1 (100%)

51-60 - - 2 (11,76%) -

>60 - - - -

Pendidikan

Tamat SD 2 (20%) 3 (25%) 5 (29,4%) -

Tamat SLTP 3 (30%) 5 (41,67%) 10 (58,82%) -

Tamat SLTA 5 (50%) 4 (33,33%) 2 (11,76%) 1 (100%)

Pengalaman (tahun)

1-5 2 (20%) 3 (25%) 2 (11,76%) -

6-10 4 (40%) 4 (33,33%) 6 (35,29%) -

>10 4 (40%) 5 (41,67%) 9 (52,94%) 1 (100%)

Sumber:hasil pengolahan data primer 2014

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa umur produsen maupun lembaga pemasaran (pedagang pengumpul, pedagang pasar dan anggota RPH) sebagian besar berumur 25–50 tahun, dan termasuk dalam kelompok umur produktif. Kelompok umur ini sangat potensial untuk beraktivitas dalam rangka mengembangkan usaha. Pendidikan responden peternak dan lembaga pemasaran sebagian besar pada tingkat SLTP dan SLTA, terutama produsen dan pedagang pasar. Mengacu pada tingkat pendidikan dapat dikategorikan tinggi, hal ini diharapkan dapat mendukung dalam penyerapan berbagai informasi tentang kegiatan yang terkait dengan bidang usaha peternakan maupun tentang pemasaran.

Pengalaman beternak atau usaha pemasaran sapi potong cukup bervariasi. Pada produsen yang mempunyai pengalaman beternak di atas 10 tahun sebanyak 4


(39)

orang (40%), sisanya masing–masing sebanyak 2 dan 4 orang yang mempunyai pengalaman 5–10 tahun dan 1–5 tahun. Pengalaman responden pada lembaga pemasaran sebagian besar berada pada kisaran 6–10 tahun. Pengalaman responden di bidang usaha beternak maupun usaha pemasaran daging yang semakin lama diharapkan responden tersebut dapat lebih mengetahui dan mendalami tentang manajemen usaha yang dilakukan, sehingga mampu mengantisipasi persoalan yang ada. Menurut Mosher (1965) semakin tinggi tingkat pengetahuan dan keterampilan mengakibatkan petani peternak lebih dinamis, aktif dan terbuka dalam mengadopsi suatu teknologi. Kondisi ini penting mengingat saat ini diperlukan pengetahuan dan pemahaman secara baik tentang perkembangan usaha yang semakin cepat baik teknologi maupun aspek pemasaran.

Saluran Pemasaran

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pemasaran yang ada di Kabupaten Karo hususnya di 4 Kecamatan (Tiga Nderket, Tigapanah, Kabanjahe dan Berastagi) terdiri dari tiga pola pemasaran yaitu:

a) Pola I : Peternak – Pedagang Pasar- Konsumen

b) Pola II : Peternak – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pasar – Konsumen c) Pola III: Peternak – Pedagang Pengumpul – RPH – Pedagang Pasar

Konsumen.

Petani ternak sapi potong adalah petani ternak yang mengusahakan (berternak) sapi potong serta merupakan milik sendiri atau orang lain sebanyak 2-4 ekor . Pedagang Pengumpul adalah kelompok pedagang yang kegiatannya membeli produksi dari produsen secara langsung atau melalui lembaga pemasaran lain kemudian dikumpulkan dan dijual kepada pedagang lain. RPH/jagal adalah


(40)

orang/lembaga yang membeli sapi potong dalam keadaan hidup untuk dikonsumsi maupun dijual lagi dalam kondisi yang telah berubah bentuk. Pedagang pasar adalah kelompok pedagang yang kegiatannya memasarkan produk sapi potong kepada konsumen.

Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran yaitu selisih harga jual dengan harga beli dan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran. Marjin pemasaran terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Dalam pembahasan ini akan diuraikan marjin pemasaran melalui dari tingkat pedagang pengumpul desa sampai ke pedagang besar pada masing-masing saluran pemasaran.

Analisis mengenai margin pemasaran dan Farmer’ Share dilakukan dengan penghitungan margin pemasaran yang diperoleh oleh lembaga pemasaran, berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian dan biaya yang dikeluarkan. Hasil perhitungan terhadap biaya, keuntungan, margin pemasaran, dan sebaran margin pemasarannya dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui besarnya margin yang diperoleh masing- masing lembaga pemasaran dan tingkat efisiensi saluran. Adapun marjin pemasaran pada masing-masing saluran disajikan pada Tabel 4.


(41)

Tabel 4. Marjin Pemasaran Daging Sapi Pada Masing-masing Saluran Pemasaran di Kabupaten Karo

Pola Saluran Pemasaran Harga Jual (Rp/Kg)

Harga Beli (Rp/Kg)

Marjin Pemasaran

I Peternak 38.633,33 - -

P.Pasar 44.560 38.633,33 5.926,67

Total 5.926,67

II Peternak 38.700 - -

P.Pengumpul 41.214,29 38.700 2.514,29

P.Pasar 44.628,57 41.214,29 3.414,28

Total 5.938,57

III Peternak 38.933,33 - -

P. Pengumpul 41.420 38.933,33 2.486,67

RPH 42.500 41.420 1.080

P.Pasar 44.960 42.500 2.460

Total 6.026,67

Sumber:hasil pengolahan data primer 2014

Berdasarkan Tabel 4 hasil penelitian diperoleh bahwa total marjin pemasaran tertinggi di peroleh pada pola III yaitu sebesar Rp. 6.026,67 dan terendah terdapat pada pola I yaitu sebesar Rp. 5.926, 67. Besarnya marjin tersebut mengindikasikan bahwa semakin panjang saluran distribusi maka marjin pemasaran akan semakin besar, sebaliknya semakin pendek saluran distribusi maka marjin pemasaran akan semakin kecil/berkurang.

Lebih lanjut Saliem (2004) menyatakan tujuan analisis margin pemasaran bertujuan untuk melihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima produsen, semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif terhadap biaya pemasaran terkait dengan peran yang dilakukan oleh masing-masing pelaku.


(42)

Keuntungan Lembaga Pemasaran

Keuntungan lembaga pemasaran adalah balas jasa yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang turut serta memasarkan sapi potong mulai dari tingkat petani sampai tingkat konsumen. Dalam memasarkan sapi potong, keuntungan yang diperoleh oleh masing- masing lembaga pemasaran tidaklah sama dan tidak menyebar dengan merata. Adapun keuntungan lembaga pemasaran yang memasarkan komoditi sapi potong masing-masing saluran dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Biaya Pemasaran dan Keuntungan yang Diterima Oleh Lembaga Pemasaran Pada Masing-masing Saluran

Pola Saluran Pemasaran Biaya Pemasaran (Rp) Keuntungan (Rp)

I Peternak - -

P.Pasar 440 (7,43%) 5.486,67 (92,57%)

II Peternak - -

P.Pengumpul 371,43 (14,78%) 2.142,86 (85,22%)

P.Pasar 458,57 (13,44%) 2.955,71 (86,56%)

III Peternak - -

P.Pengumpul 362 (14,56%) 2.124,67 (85,44%)

RPH 300 (27,78%) 780 (72,22%)

P.Pasar 372 (15,13%) 2.088 (84,87%)

Sumber:hasil pengolahan data primer 2014

Dari Tabel 5. diatas diketahui bahwa biaya pemasaran keuntungan yang terkecil diterima oleh pedagang pasar pada saluran III yaitu hanya sebesar Rp.2.088/Kg dari harga jual kepada konsumen, sedangkan keuntungan tertinggi diperoleh pedagang pasar pada saluran I yaitu sebesar Rp.5.486,67/Kg dari harga jual kepada konsumen. Hal ini dikarenakan saluran pemasaran yang di lalui cukup pendek sehingga dapat menekan biaya pemasaran dan marjin pemasaran.


(43)

Efisiensi Pemasaran Daging Sapi

Masalah pemasaran komoditi pertanian pada dasarnya adalah bagaimana menyalurkan produk-produk pertanian dari produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar dan biaya pemasaran minimal. Menurut Soekartawi (1997), Efisiensi pemasaran yang efisien jika biaya pemasaran lebih rendah daripada nilai produk yang dipasarkan, semakin rendah biaya pemasaran dari nilai produk yang dipasarkan semakin efisien melaksanakan pemasaran. Perhitungan efisiensi pemasaran dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Efisiensi pemasaran daging sapi di Kabupaten Karo Pola

Pemasaran

Harga di tingkat peternak (a)

Harga di tingkat konsumen (b)

Efisiensi pemasaran (a/b) x100%

………..(Rp./kg)……. …..(%)…..

Pola I 38.633,33 44.560 86,69

Pola II 38.700 44.628,57 86,71

Pola III 38.933,33 44.960 86,59

Rata-rata 38.755,55 44.716,19 86,66

Sumber:hasil pengolahan data primer 2014

Berdasarkan Tabel 6 hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pemasaran pada Pola I sebesar 86,69%, Pola II 86,71% dan Pola III 86,59%. Menurut Sudiyono (2002) strategi yang dapat dilakukan oleh produsen dan lembaga pemasaran untuk meningkatkan efisiensi pemasaran adalah dengan memperluas pasar dan memperkecil marjin pemasaran. Strategi memperluas pasar dapat ditempuh dengan memperbesar permintaan konsumen dan pelaksanaan pemasaran tertata.

Menurut Downey dan Erickson (1992) bahwa pemasaran hasil pertanian ditinjau dari bagian harga yang diterima oleh petani produsen dikatakan efisien apabila harga jual petani lebih dari 40% dari harga tingkat konsumen. Mengacu pada pendapat tersebut hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran daging


(44)

sapi di Kabupaten Karo sudah efisien, dengan tingkat efisiensi sebesar 86,66%. Atau dapat dikatakan bahwa bagian harga yang dinikmati oleh produsen sebesar 86,66% terhadap harga ditingkat konsumen. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa pemasaran daging sapi ditinjau dari bagian harga yang diterima oleh peternak sudah melebihi batas 40%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemasaran daging sapi di Kabupaten Karo

Efisiensi pemasaran sapi potong sangat diharapkan oleh pelaku pasar mulai dari produsen sampai konsumen. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi pemasaran dicoba dianalisis dengan menggunakan model regresi linier berganda. Sebagai variabel dependen (Y) adalah efisiensi pemasaran sedangkan variabel independen adalah X1 = margin pemasaran, dan X2 = pola pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Y = 99,424 – 0,002X1 – 0,071X2 Nilai R2 = 0,997

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan dengan uji F menunjukkan bahwa efisiensi pemasaran dipengaruhi sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh variabel margin sedangkan pengaruh pola pemasaran tidak nyata terhadap efisiensi pemasaran. Hasil ini sesuai pendapat Sudiyono (2002) bahwa efisiensi pemasaran antara lain dipengaruhi oleh marjin pemasaran, harga, dan tingkat persaingan pasar. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,997, yang berarti sebanyak 99,70% variabel dependen (efisiensi pemasaran) secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel independen (margin pemasaran dan pola pemasaran), sedangkan sisanya sebesar 0,30%


(45)

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model. Secara parsial dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa variabel X1 (margin pemasaran) berpengaruh secara sangat nyata (P<0,01) terhadap efisiensi pemasaran sedangkan pola pemasaran tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi pemasaran (P>0,01).

Nilai koefisien regresi X1 (margin pemasaran) diperoleh hasil sebesar -0,002. Hasil ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1% marjin akan

menurunkan efisiensi pemasaran sebesar 0,002%. Selanjutnya pada variabel X2 (pola pemasaran) diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,071 yang dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1% pola akan menurunkan efisiensi pemasaran sebesar 0,071%.


(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel marjin pemasaran dan pola pemasaran secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap efisiensi pemasaran.

2. Efisiensi pemasaran dipengaruhi oleh variabel pola pemasaran dan marjin pemasaran sebesar 99,70%, dan sisanya sebanyak 0,30% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.

Saran

Sebaiknya untuk meningkatkan efisiensi pemasaran di Kabupaten Karo dapat dilakukan dengan cara memperluas pasar dan memperkecil marjin pemasaran.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Angipora. 2002. Dasar-dasar Pemasaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Anonim. 2009. Pasar Tradisional. Rajawali. Jakarta.

BPS.2013. Populasi Ternak Kabupaten Karo. Biro Pusat Statistik Sumatera Utara. Cahyono, B. T. 1994. Manajemen Pemasaran, Analisis Agribisnis dan Industri.

STIE IPWI. Program Magister Manajemen.

Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian Untuk Perencanaan. UI_Press. Jakarta.

Djalal, N. dan H. Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi I. Cetakan I. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Dinas Perikanan dan Peternakan Kaupaten Karo. 2013.

Downey dan Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta.

Gray, C. L. K. Sabur. P. Simanjuntak dan P. F. L. Maspaitella. 1996. Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia. Jakarta.

Hanafiah dan Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Edisi kedua. UI_Press. Jakarta.

Kamaludin. 2008. Lembaga dan Saluran Pemasaran. www. Jurnalistik.co.id. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2012.

Kotler, P. 1992. Manajemen Pemasaran. Erlangga. Jakarta.

Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium. Jakarta: Prentince Hall Indonesia.

Limbong, W. H dan Panggabean, S. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu - ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna, Jakarta.

Nugraha, A. P, 2006. Analisis Efisiensi Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor Provinsi Jawa Barat. IPB_press. Bogor.

Parakkasi, A. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI_Press. Jakarta.


(48)

Rahadi, F dan Hartono, R. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rangkuti, F. 2004. Analisis Swot. Tehnik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin Pemasaran : Salah Satu Pendekatan dalam Sistem Distribusi Pangan. DalamProspek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Monograph Series No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Simamora. 2007. Analisis Sistem Tataniaga. IPB_Press. Bogor.

Soekartawi. 1997. Analisis Fungsi Produksi. Jakarta: Rajawali Pers. PT. Raja Grafindo Persada

Sudarmono. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM_Press. Malang.

Swastha. 1991. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty Offest. Yogyakarta. Tomek, et al., 1997. Agriculture Product Price Cornell. Universitay-Press.

London.

Winardi. 1993. Aspek-aspek Bauran Pemasaran (Marketing Mix) CV. Bandar Maju. Bandung.

Yusuf dan J. Nulik. 2008. Kelembagaan Pemasaran Ternak Sapi Potong di Timur Barat, NTT. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur.


(49)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Karteristik Sosial Responden Lembaga Pemasaran

No NAMA Umur Pendidikan Pengalaman Pasar

Produsen

1 Andreas Ginting 26 9 2 T.Nderket

2 Antonius. S 27 12 3 T.Nderket

3 Saul Tarigan 30 9 6 Tigapanah

4 Kabar 33 6 6 Tigapanah

5 Solan 34 12 6 Kabanjahe

6 Wisata 37 12 6 Kabanjahe

7 Kardi 49 6 11 Kabanjahe

8 Daud 40 9 12 Kabanjahe

9 Heski 45 12 11 Berastagi

10 Hermon Ginting 44 12 12 Berastagi

P. Pengumpul

1 Ambri 36 9 6 T.Nderket

2 Julius 33 6 5 T.Nderket

3 Anto 27 12 4 T.Nderket

4 Destro 28 9 3 T.Nderket

5 Paten 44 9 7 Tigapanah

6 Hardi 46 12 11 Tigapanah

7 Andi 49 6 8 Kabanjahe

8 Gabriel Ginting 39 12 9 Kabanjahe

9 Jimmy Tarigan 37 6 11 Kabanjahe

10 Sabda Ginting 45 9 12 Kabanjahe

11 Firman Purba 46 12 12 Berastagi

12 Delko Ginting 47 9 13 Berastagi

P. Pasar

1 Jatendra Sembiring 49 6 7 T.Nderket

2 Saimon Tarigan 44 9 8 T.Nderket

3 Rahmat 48 9 12 Tigapanah

4 Runtun Tarigan 52 6 6 Tigapanah

5 Julianus Barus 47 9 11 Tigapanah

6 Robi 38 6 12 Tigapanah

7 Pande Sembiring 55 6 8 Kabanjahe

8 Karmil Ginting 29 9 3 Kabanjahe

9 S. Tarigan 30 9 4 Kabanjahe

10 Waspada Karo-Karo 45 9 11 Kabanjahe


(50)

12 R. Ginting 49 9 9 Kabanjahe

13 A. Tarigan 50 12 13 Kabanjahe

14 Baskita Gurusinga 45 9 11 Berastagi

15 Surya Sinuhaji 34 12 11 Berastagi

16 Soleh 46 9 12 Berastagi

17 P. Manik 45 9 12 Berastagi

RPH


(51)

Lampiran 2. Harga Jual dan Biaya Pemasaran di Masing-Masing Lembaga Pemasaran

No NAMA Harga Jual (Rp/kg) Biaya Pemsaran (Rp/kg)

Produsen

1 Andreas Ginting 39.000 -

2 Antonius. S 38.500 -

3 Saul Tarigan 39.000 -

4 Kabar 38.000 -

5 Solan 39.800 -

6 Wisata 38.800 -

7 Kardi 38.700 -

8 Daud 38.500 -

9 Heski 38.600 -

10 Hermon Ginting 39.100 -

P. Pengumpul

1 Ambri 41.000 300

2 Julius 41.500 400

3 Anto 41.200 350

4 Destro 41.000 400

5 Paten 41.300 380

6 Hardi 41.500 360

7 Andi 41.000 410

8 Gabriel Ginting 41.700 390

9 Jimmy Tarigan 41.500 380

10 Sabda Ginting 41.300 320

11 Firman Purba 41.200 330

12 Delko Ginting 41.400 390

P. Pasar

1 Jatendra Sembiring 45.000 300

2 Saimon Tarigan 45.000 600

3 Rahmat 44.500 500

4 Runtun Tarigan 44.500 450

5 Julianus Barus 43.800 350

6 Robi 44.900 550

7 Pande Sembiring 44.300 430

8 Karmil Ginting 44.500 410

9 S. Tarigan 44.700 420

10 Waspada Karo-Karo 44.600 370

11 F. Barus 44.900 510


(52)

13 B. Tarigan 44.000 380

14 Baskita Gurusinga 45.000 390

15 Surya Sinuhaji 44.800 370

16 Soleh 45.500 340

17 P. Manik 45.500 380

RPH


(53)

Lampiran 3. Hasil Olah Data Dengan SPSS

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation N

Efisiensi Pemasaran 89.3320 2.08795 10

Marjin Pemasaran 4648.5000 991.95835 10

Pola Pemasaran 2.0000 .81650 10

Correlations Efisiensi Pemasaran Marjin Pemasaran Pola Pemasaran Pearson Correlation

Efisiensi Pemasaran 1.000 -.998 .662

Marjin Pemasaran -.998 1.000 -.678

Pola Pemasaran .662 -.678 1.000

Sig. (1-tailed) Efisiensi Pemasaran . .000 .019

Marjin Pemasaran .000 . .016

Pola Pemasaran .019 .016 .

N Efisiensi Pemasaran 10 10 10

Marjin Pemasaran 10 10 10

Pola Pemasaran 10 10 10

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .998a .997 .996 .13303

a. Predictors: (Constant), Pola Pemasaran, Marjin Pemasaran


(54)

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 39.112 2 19.556 1105.107 .000a

Residual .124 7 .018

Total 39.236 9

a. Predictors: (Constant), Pola Pemasaran, Marjin Pemasaran b. Dependent Variable: Efisiensi Pemasaran

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 99.424 .400 248.548 .000

Marjin

Pemasaran -.002 .000 -1.017 -35.212 .000

Pola Pemasaran -.071 .074 -.028 -.958 .370


(55)

(56)

(1)

Lampiran 2. Harga Jual dan Biaya Pemasaran di Masing-Masing Lembaga Pemasaran

No NAMA Harga Jual (Rp/kg) Biaya Pemsaran (Rp/kg) Produsen

1 Andreas Ginting 39.000 -

2 Antonius. S 38.500 -

3 Saul Tarigan 39.000 -

4 Kabar 38.000 -

5 Solan 39.800 -

6 Wisata 38.800 -

7 Kardi 38.700 -

8 Daud 38.500 -

9 Heski 38.600 -

10 Hermon Ginting 39.100 -

P. Pengumpul

1 Ambri 41.000 300

2 Julius 41.500 400

3 Anto 41.200 350

4 Destro 41.000 400

5 Paten 41.300 380

6 Hardi 41.500 360

7 Andi 41.000 410

8 Gabriel Ginting 41.700 390

9 Jimmy Tarigan 41.500 380

10 Sabda Ginting 41.300 320

11 Firman Purba 41.200 330

12 Delko Ginting 41.400 390

P. Pasar

1 Jatendra Sembiring 45.000 300

2 Saimon Tarigan 45.000 600

3 Rahmat 44.500 500

4 Runtun Tarigan 44.500 450

5 Julianus Barus 43.800 350

6 Robi 44.900 550

7 Pande Sembiring 44.300 430

8 Karmil Ginting 44.500 410

9 S. Tarigan 44.700 420

10 Waspada Karo-Karo 44.600 370


(2)

13 B. Tarigan 44.000 380 14 Baskita Gurusinga 45.000 390

15 Surya Sinuhaji 44.800 370

16 Soleh 45.500 340

17 P. Manik 45.500 380

RPH


(3)

Lampiran 3. Hasil Olah Data Dengan SPSS

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation N Efisiensi Pemasaran 89.3320 2.08795 10 Marjin Pemasaran 4648.5000 991.95835 10 Pola Pemasaran 2.0000 .81650 10

Correlations Efisiensi Pemasaran Marjin Pemasaran Pola Pemasaran Pearson Correlation

Efisiensi Pemasaran 1.000 -.998 .662 Marjin Pemasaran -.998 1.000 -.678

Pola Pemasaran .662 -.678 1.000

Sig. (1-tailed) Efisiensi Pemasaran . .000 .019

Marjin Pemasaran .000 . .016

Pola Pemasaran .019 .016 .

N Efisiensi Pemasaran 10 10 10

Marjin Pemasaran 10 10 10

Pola Pemasaran 10 10 10

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .998a .997 .996 .13303

a. Predictors: (Constant), Pola Pemasaran, Marjin Pemasaran


(4)

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 39.112 2 19.556 1105.107 .000a

Residual .124 7 .018

Total 39.236 9

a. Predictors: (Constant), Pola Pemasaran, Marjin Pemasaran b. Dependent Variable: Efisiensi Pemasaran

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 99.424 .400 248.548 .000

Marjin

Pemasaran -.002 .000 -1.017 -35.212 .000 Pola Pemasaran -.071 .074 -.028 -.958 .370 a. Dependent Variable: Efisiensi Pemasaran


(5)

(6)