Analisis Atas Pengawasan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Negara merupakan suatu wadah berkumpulnya anggota masyarakat dimana terdapat penguasa atau pemimpin yang mempunyai kekuasaan yang dapat mengatur kehidupan sosial dan berkelompok sehingga terbentuklah suatu pemerintahan. Peran pemerintah di dalam suatu negara berfungsi untuk mengatur kehidupan berkenegaraan, melindungi negara dan rakyatnya, menjalankan penyelenggaraan negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat menuju kehidupan yang adil dan makmur. Untuk menjalankan fungsinya pemerintah memerlukan dana atau modal yang tidak sedikit jumlahnya. Sehingga dibutuhkan peran aktif masyarakat sebagai warga negara untuk memberikan iuran kepada negaranya yang berguna sebagai modal dalam pembiayaan negara. Salah satu modal yang diperlukan itu adalah bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Masyarakat yang dimaksud adalah mayarakat hukum atau

Gemeinshaft. Dalam kondisi ini bahwa antara negara dengan rakyatnya mempunyai hubungan timbal balik yang baik dan tentunya dibatasi dengan aturan, norma, undang-undang guna menghindari kesewenangan pihak lain. Jadi timbulnya pungutan pajak di suatu negara harus berdasarkan undang-undang yang berlaku. (Siti Kurnia Rahayu, 2009:2) Di Indonesia norma hukum yang mengatur


(2)

Bab I Pendahuluan

tata cara berkehidupan, berbangsa dan bernegara adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dasar pemungutan pajak tercantum dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2) ditetapkan bahwa: ”Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang -undang”.

Pajak merupakan alat mengumpulkan dana untuk membiayai belanja rutin dan pembangunan disebut juga sebagai fungsi budgetair. Dalam APBN pajak merupakan sektor yang memberikan banyak kontribusi terhadap penerimaan negara dan juga untuk membiayai pembangunan dan fasilitas-fasilitas umum bagi kepentingan masyarakat. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan memberlakukan reformasi perpajakan dengan menerapkan self assessment system dalam pemungutan pajak. Self assessment system memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya. Dengan kata lain, wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Self assessment system

menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak merupakan faktor terpenting dari pelaksanaan sistem tersebut. (Tarjo dan Indra Kusumawati:2008)

Selfassessment system diberlakukan untuk memberikan kepercayaan bagi wajib pajak guna meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam


(3)

3 Bab I Pendahuluan

memenuhi kewajiban perpajakanya, karena menuntut kepatuhan secara sukarela dari wajib pajak maka sistem ini juga akan menimbulkan peluang besar wajib pajak dalam melakukan tindakan kecurangan. Berikut ini merupakan fenomena yang berkaitan tentang tindakan kecurangan perpajakan. Pemalsuan dan penggunaan faktur pajak fiktif dilakukan oleh konsultan pajak yang melibatkan sejumlah wajib pajak di wilayah Surakarta. Menurut Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II, dari tujuh wajib pajak tersebut, satu diantaranya menerbitkan faktur pajak fiktif dan enam lainnya sebagai pengguna faktur pajak fiktif. Kerugian negara akibat penggunaan faktur pajak fiktif khusus untuk wilayah Surakarta sekitar Rp 9,076 miliar. Sementara ini yang terdeteksi baru tujuh wajib pajak dan kemungkinan masih banyak lagi wajib pajak yang tersangkut dalam kasus ini. Modus operandi yang dilakukan adalah menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atau keterangan yang isinya tidak benar dan tidak lengkap serta menyalahgunakan NPWP atau pengukuhan pengusaha kena pajak (NPPKP) dengan cara menerbitkan dan menggunakan serta memperjualbelikan faktur pajak tidak sah, mengisi dan melaporkan SPT yang isinya tidak benar milik wajib pajak yang lain dan juga tidak menyetorkan pajak tersebut. (Imron Rosyid:2007)

Selain fenomena diatas terdapat pula fenomena lain yang berkaitan dengan pelaporan SPT Masa PPN yaitu, keterlambatan pelaporan dalam pelaksanaan kewajiban PPN yaitu dalam SPT (Surat Pemberitahuan) Masa. Pelaporan SPT Masa PPN merupakan muara dari seluruh pelaksanaan kewajiban PPN. Direktorat


(4)

Bab I Pendahuluan

pajak menyebutkan pajaknya tahun 2009 berkurang dibanding tahun 2008. Salah satunya yang menjadi faktor berkurangnya pajak yaitu adanya keterlambatan pelaporan SPT ataupun yang tidak menyampaikan SPT. Sebesar 29,75% SPT yang tidak dilaporkan tepat waktu dari 4.555.274 SPT yang dilaporkan. Direktorat Jenderal Pajak menghibau agar segera menyampaikan SPT dan diisi dengan lengkap, benar dan jelas. Jika lewat jatuh tempo maka sanksi dari keterlambatan SPT sebesar Rp500.000,00. (Yusir:2010)

Kemudian terdapat fenomena umum lain berkaitan dengan ketidakpatuhan wajib pajak yaitu,Direktorat Pajak Departeman Keuangan kembali menyeret para pelaku penerbit faktur pajak. Kerugian negara melalui modus lama ini mencapai Rp 175 miliar. Selama tiga tahun (2004-2006) bisa mengeruk keuntungan tanpa kerja keras, hanya menerbitkan dan menjual faktur pajak fiktif atas nama PT Citra Rodamas Perkasa (CRP) dan PT Jati Sumirat (JS) yang bergerak di bidang ekspor-impor. Perkara penerbitan faktur pajak fiktif ini mulai terendus ketika aparat Direktorat Jenderal Pajak menemukan adanya kejanggalan pada aplikasi komputer dalam rekaman pajak keluaran dan pajak masukan. Dalam data itu tampak jelas CRP dan JS semakin banyak menerbitkan faktur pajak. Selama kurun waktu 5 Mei 2004 sampai 30 November 2006, CRP telah menerbitkan sebanyak 3.492 lembar faktur pajak. Seharusnya, dengan meningkatnya faktur pajak, makin tinggi pula kewajiban kedua perusahaan membayar PPN-nya. Yang ada, kedua perusahaan itu tidak pernah melampirkan laporan pemasukan pajak. Tim Penyidik Direktorat Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal langsung


(5)

5 Bab I Pendahuluan

menindak lanjuti data itu. Mereka segera menyelidiki adanya dugaan tindak pidana dengan modus penerbitan faktur pajak fiktif pada CRP dan JS dengan mencocokan data dengan laporan setoran laporan pajaknya. (Budi Supriyantoro dan Dedi Setiawan:2008)

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan faktur pajak sangat erat kaitannya dengan pelaporan SPT Masa PPN. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, meyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen. Menurut Waluyo (2007:90) dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. Pajak ini dikenakan kepada pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa kepada konsumen, sehingga pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa akan memperhitungkan pajaknya di dalam harga jualnya. Untuk memenuhi kewajiban perpajaknya wajib pajak membutuhkan sarana dalam melaporkan dan mempertangungjawabkan atas kebenaran perhitungan perpajakanya ke Kantor Pelayanan Pajak, sarana yang dimaksud adalah Surat Pemberitahuan (SPT). Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai sarana bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakanya sedangkan bagi pemungut pajak berfungsi sebagai alat untuk mengawasi apakah pemenuhan kewajiban perpajakan wajib


(6)

Bab I Pendahuluan

pajak telah dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dalam pelaporan SPT yang telah disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak untuk mengetahui apakah SPT yang telah disampaikan wajib pajak telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan pelaporan SPT tersebut disampaikan dengan tepat sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan pengawasan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku, disamping tugas-tugas lainnya. Pengawasan dilakukan agar wajib pajak tidak melakukan tindakan penyimpangan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Maraknya pemberitaan mengenai kasus penyimpangan perpajakan yang terjadi diduga akan mempengaruhi penurunan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT tetapi hal ini tak berpengaruh secara langsung, wajib pajak tetap melaporkan SPT-nya. Gencarnya pengawasan dan sosialisasi di seluruh kantor Ditjen Pajak di Indonesia juga ikut menambah tingkat kepatuhan wajib pajak. Penyebab meningkatnya pelaporan SPT Masa PPN tersebut antara lain meningkatnya wajib pajak/PKP dari tahun ke tahun, kesadaran masyarakat untuk membayar pajak terus meningkat. Wajib pajak/PKP menyadari apabila melakukan penyimpangan pajak akan dikenai sanksi pidana maka Wajib pajak/PKP akan bertindak lebih berhati-hati dalam melaporkan SPT Masa PPN-nya. (Iswanto:2010)


(7)

7 Bab I Pendahuluan

Dugaan terhadap naiknya tingkat pelaporan SPT Masa PPN di KPP Pratama Bandung Karees muncul setelah diketahui adanya fenomena meningkatnya kesadaran atau tingkat kepatuhan wajib pajak/PKP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yang berdampak pada meningkatnya pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai. Berikut ini adalah fenomena khusus yang berkaitan dengan pelaporan SPT Masa PPN yaitu data mengenai SPT masuk SPT Masa PPN tahun 2008 s/d 2009 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Tabel 1.1

Penyampaian SPT Masa PPN

Bulan Tahun 2008 Tahun 2009 Persentase

Januari 2.423 2.419 -0,17%

Februari 2.461 2.666 8,33%

Maret 2.423 2.736 12,92%

April 2.455 2.711 10,43%

Mei 2.472 2.698 9,14%

Juni 2.485 2.700 8,65%

Juli 2.480 2.722 9,76%

Agustus 2.522 2.673 5,99%

September 2.557 2.649 3,60%

Oktober 2.487 2.750 10,57%

November 2.559 2.739 7,03%

Desember 2.580 2.720 5,43%

Jumlah 29.904 32.183 7,62%

(Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)

Data diatas merupakan perbandingan antara pelaporan SPT Masa PPN tahun 2008 dengan SPT Masa PPN tahun 2009. Pelaporan SPT dilaporkan dari bulan ke bulan, dari data diatas terlihat pelaporan SPT mengalami peningkatan. Peningkatan pelaporan SPT yang sangat signifikan terjadi di bulan Maret 2009 terjadi peningkatan pelaporan SPT sebesar 12,92%. Hal ini menunjukkan bahwa


(8)

Bab I Pendahuluan

tingkat kepatuhan PKP meningkat tiap tahunnya. Sistem pengawasan tentunya sangat berperan dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan hal diatas bahwa kondisi yang ada tentunya akan menunjang kepada harus dilakukannya pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai agar SPT yang dilaporkan akan semakin optimal meningkat dari tahun ketahun, karena pengawasan menurut John Hutagaol (2007:3) menyatakan pengawasan mengandung arti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Dari uraian diatas maka penulis dalam penelitian ini akan membahas mengenai “Analisis atas Pengawasan Pelaporan SPT Masa Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees”.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi masalah

1. Adanya penyampaian SPT Masa PPN dan keterangan yang isinya tidak benar.

2. Adanya penyalahgunaan NPWP/Pengukuhan PKP dengan cara menerbitkan dan menggunakan Faktur pajak tidak sah/palsu.


(9)

9 Bab I Pendahuluan

4. Maraknya pemberitaan kasus penyimpangan perpajakan tidak mempengaruhi wajib pajak dalam melaporkan SPT-nya.

1.2.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

2. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam mengawasi pelaporan SPT Masa PPN pada KPP Pratama Bandung Karees.

3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees dalam meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengumpulkan data dan informasi guna mendapatkan gambaran yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees tentang pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengawasan yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam mengawasi pelaporan SPT Masa PPN pada KPP Pratama Bandung Karees.


(10)

Bab I Pendahuluan

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees dalam meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

Salah satu kegunaan dari adanya sebuah penelitian adalah untuk akademis, baik untuk penulisnya maupun untuk penulis lain yang akan mengembangkan penelitian mengenai pengawasan pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai.

1. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terutama di bidang perpajakan dan sebagai uji kemampuan dalam menerapkan teori-teori yang telah diberikan dalam perkuliahan.

2. Bagi peneliti lain

Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu tambahan pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi atau masukan yang berguna bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengkaji lebih dalam tentang pengwasan pelaporan SPT Masa PPN.


(11)

11 Bab I Pendahuluan

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis yang dapat dihasilkan dari penelitian ini bagi dunia perpajakan adalah untuk memberikan bahan masukan yang berguna bagi pihak perusahaan dan sebagai bahan informasi yang berguna untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan perusahaan di masa yang akan datang.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu pelaksanaan Penelitian adalah:

Tempat : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Alamat : Jl. H. Ibrahim Adjie No. 372 Kiaracondong Bandung Waktu : Maret 2010 s/d Juni 2010


(12)

Bab I Pendahuluan

Tabel. 1.2

Time Schedule Pelaksanaan Penelitian

No. Keterangan

Waktu Kegiatan

Februari Maret April Mei Juni Juli 2010 2010 2010 2010 2010 2010

1. Tahap Persiapan

a. Sosialisasi Usulan Penelitian b. Penyusunan Usulan Penelitian

b. Pengumpulan Usulan penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pegumpulan data perusahaan

3. Tahap Pelaporan

a. Penyusunan laporan Tugas

Akhir

b. Bimbingan laporan Tugas Akhir

a.Pengumpulan Tugas Akhir


(13)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:

Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara oleh yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan untuk digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

(2006:01)

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat ciri-ciri atau unsur pokok yang terdapat dalam pengertian pajak yaitu:

1. Pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang. 2. Pajak dapat dipaksakan


(14)

Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

3. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah. 4. Tidak dapat ditunjukkannya kontraprestasi secara langsung. 5. Berfungsi sebagi budgeter dan regulerend.

2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak

Dalam melakukan pemungutan pajak Indonesia menganut tiga sistem dalam pemungutan pajak, yaitu official assesment system. self assessment system, with holding system.

Menurut Waluyo (2007:17)sistem pemungutan pajak dibagi menjadi :

1. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

Ciri-ciri Official Assessment System

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.

b. Wajib pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar .

3. With Holding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Berdasarkan pada uraian diatas, wajib pajak berkewajiban menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang


(15)

15 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada wajib pajak itu sendiri.

2.1.3 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai yang ditetapkan dengan UU No.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, meyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja dan laba perusahaan adalah merupakan unsur nilai tambah. Jadi, nilai tambah dapat diperoleh dalam kegiatan industri maupun perdagangan, bukan diperoleh dari perubahan bentuk atau sifat barang.

Menurut Waluyo (2007:90) adapun pengertian dari pajak pertambahan nilai (baik barang ataupun konsumsi jasa) adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (didalam pabean) baik konsumsi barang maupun Konsumsi jasa.

Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. Pajak ini dikenakan kepada pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa kepada konsumen, sehingga pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa akan memperhitungkan pajaknya di dalam harga jualnya.


(16)

Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

2.1.3.1 Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;

b. impor Barang Kena Pajak;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena

Pajak; dan

h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

2. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

2.1.3.2 Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali


(17)

17 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.

(1a).Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

Menurut Undang-undang No. 42 tahun 2009 pengertian Pengusaha Kena Pajak adalah adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini.


(18)

Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

2.1.4 Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar, baik secara formal maupun materiil. Faktur pajak harus diisi lengkap, jelas dan benar, dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.

2.1.5 Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat kerjasama antara wajib pajak dan administrasi pajak, yang memuat data-data yang diperlukan untuk menetapkan secara tepat jumlah pajak terutang. Pengertian SPT dalam pasal 1 butir 11 UU KUP dijelaskan bahwa:

“Surat Pembertitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

a. Memberikan data dan angka yang relevan dengan penghitungan kena pajak.


(19)

19 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

c. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui potongan, pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak, atau bagian tahun pajak (Wajib Pajak Penghasilan).

d. Melaporkan pembayaran dari kegiatan pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain (Wajib Pajak penghasilan).

e. Melaporkan pembayaran pajak yang dipungut dalam hal ini adalah pajak Pertambahan nilai dan PPnBM, bagi pengusah kena Pajak.

Jenis-jenis SPT

1. SPT masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak yang terutang dalam masa pajak 2. SPT tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan penghitungan dan pembayaran terutang dalam satu tahun pajak.

2.1.6 Pelaporan SPT PPN

Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor tersebut harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.


(20)

Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

Orang Pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai tersebut dengan mempergunakan bukti setoran ke kas Negara selambat-lambatnya tanggal 20 dari bulan penyetoran dilakukan, kepada Kantor Pelayan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut.

2.1.7 Pengawasan Pajak

Pengawasan merupakan hal yang harus dilakukan oleh fiskus yang dimaksudkan agar wajib pajak dapat melaksanakan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan Undang-undang Perpajakan, pengawasan pajak merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada wajib pajak untuk menjaga sistem self assesment terhadap kepatuhan wajib pajak.

Pengertian pengawasan yang dikemukan oleh Kadarman dalam SP. Hasibuan (2008:241) adalah sebagai berikut:

“Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengawasan perlu dilakukan untuk merancang suatu kinerja, menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan


(21)

21 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

dan melakukan perbaikan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan sehingga tujuan tersebut dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Menurut John Hutagaol (2007:3) menyatakan pengawasan mengandung arti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pengawasan dapat dilakukan dengan membandingkan antara pajak terutang yang dihitung oleh Wajib Pajak dengan pajak terutang menurut peraturan perpajakan. Jika terjadi perbedaan penghitungan wajib pajak dan Undang-undang, maka aparat pajak berhak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Fungsi pengawasan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam 3 (tiga) bentuk yaitu pemeriksaan pajak, penyidikan pajak, dan penagihan pajak. Ketiga bentuk tersebut merupakan pilar fungsi pengawasan.

Pengawasan pajak dilakukan oleh Account Representative (AR) yang berada pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Kep-No. 98/KMK.01/2006). Setiap Account Representative (AR) harus mengawasi satu hingga tiga kelurahan berdasarkan pembagian wilayah kerjanya. Adapun jenis-jenis pengawasan yang dilakukan dalam pelaporan SPT Masa PPN:

1. Pengawasan atas penyampaian SPT tidak benar. Pengawasan yang dilakukan diantaranya melakukan bimbingan/himbauan ataupun konseling kepada Wajib Pajak (WP), sedangkan pengawasan atas SPT yang telah dilaporkan dilakukan dengan cara melakukan penelitian dan analisis kepatuhan material wajib pajak/PKP oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi.


(22)

Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

2. Pengawasan atas penyalahgunaan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Account Representative (AR) melakukan konfirmasi faktur pajak, menganalisa SPT Masa PPN, mewaspadai PKP Non-Efektif dan melakukan pengawasan terhadap pemungut PPN.

3. Pengawasan atas penyampaian SPT tidak tepat waktu. Account Representative

(AR) melakukan himbauan atau konseling agar wajib pajak mengetahui peraturan perpajakan mengenai batas waktu penyampaian SPT Masa PPN serta menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) apabila terjadi ketelambatan dalam penyampaian SPT.

2.1.8 Account Representative (AR)

Account Representative (AR) adalah pegawai yang diangkat pada setiap Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan Organisasi Modern. Account Representative (AR) berkewajiban melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan, melaksanakan bimbingan dan melaksanakan himbauan kepada Wajib Pajak (WP). Setiap Account Representative (AR) mempunyai beberapa Wajib Pajak (WP) yang harus diawasi. Account Representative mempunyai tugas :

1. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak;

2. Bimbingan/himbauan dan konsultasi teknik perpajakan kepada wajib pajak; 3. Penyusunan profil wajib pajak;

4. Analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi; dan


(23)

23 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

5. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

2.1.9 Self Assesment System

Sistem pemungutan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah self assessment system yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan oleh wajib pajak sendiri. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:81) mengemukakan pengertian self assesment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya.

Maka dalam hal ini wajib pajak diberi tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menentukan penetapan besarnya pajak yang terutang kemudian membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

2.2 Kerangka Pemikiran

Di dalam pelaksanaan sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia diperlukan suatu kesadaran dan peran serta wajib pajak dalam penyelengaraan perpajakan, karena wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk melaksanakan dan memenuhi sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. Wajib pajak dituntut untuk berperan aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, sistem pemungutan pajak yang dimaksud adalah self assesment system.


(24)

Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

Pelaksanaan self assessment system dibutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan kebenarannya. Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menyatakan:

“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.”

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perpajakan adalah tanggung jawab wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan menetapkan sendiri dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya.

Dalam self assessment, SPT merupakan sarana yang bagi wajib pajak untuk melaporkan dengan benar semua hal tentang Wajib Pajak mulai dari identitas, kegiatan usaha sampai jumlah harta yang semuanya berkaitan dengan perpajakan. Pengertian SPT dalam pasal 1 butir 11 UU KUP dijelaskan bahwa:

“Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebenarnya terutang.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) melaporkan sendiri SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai berkaitan dengan kegiatan usaha yang terutang. Karena self


(25)

25 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

assessment system menuntut kepatuhan secara sukarela dari wajib pajak maka sistem ini juga akan menimbulkan peluang bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melakukan tindakan kecurangan, penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Tindakan kecurangan dapat dilakukan dengan usaha-usaha untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku, tindakan kecurangan tersebut seperti menerbitkan faktur pajak fiktif. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:149) penyebab wajib pajak tidak patuh adalah: “Wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak

patuh pada peraturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintahan, dan

penghamburan keuangan negara yang berasal dari pajak.”

Oleh karena itu dalam menidaklanjuti ketidakpatuhan Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak (PKP) tersebut, perlu dilakukan pengawasan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku. Menurut John Hutagaol (2007:3) menyatakan bahwa Pengawasan mengandung arti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Apabila fungsi pengawasan berjalan efektif maka jumlah pajak terutang yang dilaporkan Wajib Pajak/ Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam SPT-nya dapat diketahui kebenarannya. Pengawasan dilakukan agar penerimaan negara atas pajak dapat dicapai secara optimal.


(26)

Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Melakukan sendiri

Self Assesment System

Kepatuhan Perpajakan

SPT Masa

Pengawasan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama

(KPP) Ketidakpatuhan Pengusaha Kena

Pajak (PKP)

Menghitung Menyetor Melapor

SPT Masa PPN

Faktor-faktor pajak tidak patuh


(27)

27 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Pengertian objek penelitian menurut Sugiyono (2006:13) adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu). Sedangkan objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303) mengemukakan objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut yang dimaksud dengan objek penelitian adalah sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

3.2 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2007:4) mendefinisikan metode penelitian sebagai berikut :

“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada


(28)

Bab III Objek dan Metode Penelitian

gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan

mengantisipasi masalah.”

Adapun metode penelitian dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mengunakan metode deskriptif yaitu metode yang mengungkapkan gambaran masalah yang terjadi saat penelitian ini berlangsung, penulis hanya meninjau masalah yang terjadi dalam satu perusahaan dan tidak membandingkannya dengan perusahaan lain.

Menurut Sugiyono (2005:21) pengertian metode deskriptif adalah adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambar atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Sedangkan menurut Moh. Nazir (2003:4) pengertian metode deskriptif adalah adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa metode penelitian yang digunakan untuk dapat menggambarkan serta menganalisis hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Metode deskriptif adalah metode penelitian dengan cara mengumpulkan data-data sesuai dengan yang sebenarmya kemudian data-data tersebut disusun yang ada berupa pengumpulan data dan berdasarkan data-data tersebut disusun suatu gambaran untuk diteliti tanpa adanya perbandingan. Metode penelitian deskriptif digunakan peneliti untuk dapat


(29)

29 Bab III Objek dan Metode Penelitian

menggambarkan pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat diperlukan perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis. Oleh karena itu dalam penelitian diperlukan desain penelitian. Menurut Jonathan Sarwono (2006:79) mengemukakan pengertian desain penelitian, desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan teapat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan pengertian desain penelitian menurut Sugiyono (2006:302) mengemukakan bahwa desain Penelitian (Rancangan Penelitian) adalah pedoman yang berisi langkah-langkah yang akan diikuti oleh peneliti untuk melakukan penelitiannya.

Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa, desain penelitian merupakan suatu proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu.

Dalam penelitian ini penulis menerapkan desain penelitian yang mecangkup proses-proses sebagai berikut:

1. Penelitian dimulai dengan adanya masalah.


(30)

Bab III Objek dan Metode Penelitian

Kemudian peneliti menetapkan judul yang diteliti, sehingga dapat diketahui apa yang akan diteliti.

2. Menetapkan masalah-masalah yang akan dianalisis dalam suatu perusahaan. Dalam penelitian ini yang menjadi indentifikasi masalah adalah sebagai berikut:

a. Adanya penyampaian SPT Masa PPN dan keterangan yang isinya tidak lengkap dan benar.

b. Adanya penyalahgunaan NPWP/Pengukuhan PKP dengan cara menerbitkan dan menggunakan Faktur pajak tidak sah/palsu.

c. Adanya masalah pelaporan SPT PPN yang tidak tepat waktu.

d. Maraknya pemberitaan kasus penyimpangan perpajakan tidak mempengaruhi wajib pajak dalam melaporkan SPT-nya.

3. Menentukan judul penelitian

Dalam penelitian ini hanya terdapat satu variabel independen atauvariabel bebas.

4. Memilih teknik pengumpulan data-data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan 2 cara, yaitu pengumpulan data melalui penelitian lapangan seperti wawancara, observasi, dokumentasi dan penelitian kepustakaan atau data yang di peroleh dari sumber lain, seperti buku, literatur, ataupun catatan-catatan perkuliahan.


(31)

31 Bab III Objek dan Metode Penelitian

5. Pelaporan hasil penelitian termasuk proses penelitian dan interprestasikan data.

3.2.2 Operasional Variabel

Sebelum mengadakan penelitian diperlukan operasional variabel untuk menentukan jenis, indikator yang terkait dalam penelitian sehingga penelitian dapat dilakukan secara benar, sesuai judul Analisis atas Pengawasan Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, maka terdapat satu variabel yang diteliti, yaitu variabel bebas(variable independen). MenurutSugiyono (2006:33) menyatakan pengertian variabel bebasadalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

Variable Independent atau variabel bebas yaitu variabel yang keberadaanya tidak dipengaruhi oleh variabel lain akan tetapi mempengaruhi variabel lainnya. Didalam kaitannya dengan masalah yang diteliti maka yang menjadi variabel independen adalah pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan uraian tersebut bahwa variabel bebas merupakan variabel yang tidak terikat. Data yang menjadi variabel bebas (Variabel X) adalah pengawasan pelaporan SPT Masa PPN. Variabel, konsep variabel, indikator yang digunakan baik untuk variabel X dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.


(32)

Bab III Objek dan Metode Penelitian

Tabel 3.1 Operasional Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator

Pengawasan pelaporan SPT Masa PPN

Pengawasan mengandung arti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan

perpajakan yang berlaku. (John Hutagaol 2007:3)

Dalam mengacu pada fungsi pengawasan Kantor Pelayanan Pajak menetapkan adanya Account Representative (AR) yang mengemban tugas:

1. Intensifikasi perpajakan melalui pemberian bimbingan/himbauan, konsultasi;

2. Analisis dan pengawasan terhadap wajib pajak.

(Kep-No. 98/KMK.01/2006)

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data

Sumber yang diperoleh peneliti untuk mendapatkan data mengenai objek yang akan diteliti didapatlangsung dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Bandung Karees. Untuk menunjang hasil penelitian, maka data yang diperlukan dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu :


(33)

33 Bab III Objek dan Metode Penelitian

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang mengacu pada informasi yang diperoleh dan didapat oleh penulis langsung dari sumber pertama baik individu atau sekelompok bagian dari objek penelitian, seperti hasil wawancara dan observasi yang bersifat langsung pada objek yang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain. Data sekunder berasal dari informasi dan literature yang ada hubungannya dengan teori-teori mengenai topik penelitian yang disajikan disajikan antara lain dalam bentuk tabel-tabel, gambar ataupun diagram.

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data dari keterangan yang diperlukan dalam penelitian Adapun teknik pengumpulan data serta informasi yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan laporan ini yaitu dengan cara sebagai berikut:

1. Penelitian lapangan (Field Research).

Yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan secara langsung pada objek penelitian, dengan cara melakukan peninjauan secara langsung ke perusahaan agar memperoleh data yang diperlukan. Teknik-teknik yang dilakukan yaitu:


(34)

Bab III Objek dan Metode Penelitian

a. Wawancara

Penulis melakukan wawancara secara langsung dengan sumber data dan informasi (narasumber), yaitu dengan orang-orang yang berhubungan dan terkait dengan masalah yang dibahas.

b. Observasi

Penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian di lokasi penelitian guna memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

2. Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mempelajari serta mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan materi pembahasan guna dijadikan dasar dalam melakukan penilaian dan perbandingan dari penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan yang bersangkutan dengan mencari informasi dari literatur dan sumber tertulis, seperti buku, dokumen-dokumen, diktat, catatan atau bahan tulisan lain baik berupa teori maupun laporan penelitian terdahulu.


(35)

35 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Setelah menjabarkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, teori-teori yang telah mengukuhkan penelitian, maupun metode penelitian yang digunakan, maka bab ini akan memaparkan hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut berupa data-data yang ada kaitannya dengan pengawasan pelaporan SPT pajak pertambahan nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Data-data tersebut akan digunakan penulis untuk menjawab masalah yang terdapat dalam penelitian sehingga tujuan penelitian ini tercapai.

4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees pada dasranya adalah unsure pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan di bidang pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak langsung lainnya. Umumnya dalam daerah wewenangnya berdsarkan kebijakan teknis yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

4.1.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Sejak zaman penjajahan Belanda, pemungutan pajak memang sudah dilaksanakan dan ditangani oleh suatu badan dengan nama De Inspective


(36)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Finantien yang mengurus masalah pemungutan pajak dari rakyat secara paksa berdasarkan undang-undang kolonial Belanda yang berlaku pada saat itu dan hasilnya digunakan untuk kepentingan penjajah.

Pada waktu pemerintahan penjajah Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 9 Maret 1942, maka nama De Inspective Finantien diganti menjadi

Zaimuba yaitu suatu badan dibawah pemrintahan Jepang yang mengurus masalah keuangan.

Namun Zaimuba tidak bertahan lama, karena Jepang menyerah pada sekutu. Pada saat kekosongan kekuasaan itu, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, sehingga nama Zaimuba diganti dengan Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Gedung Concerdia (Gedung Merdeka) di Jalan Asia Afrika Bandung, Inspeksi Keuangan Bandung tersebut meliputi daerah Swantara tingkat II, Kota Praja Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis serta Banjar.

Ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, pasukan Belanda menguasai wilayah Bandung Utara, sedangkan pemerintah Indonesia bertahan di sebelah selatan. Oleh karena itu, Inspeksi Keuangan Bandung dipindahkan ke Soreang (Bandung Selatan). Pada Agresi Militer Belanda II, Inspeksi Keuangan Bandung dipecah menjadi 2 aliran, yaitu :


(37)

37 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Aliran Cooperative

Aliran yang mau bekerjasama dengan Belanda, yang berkedudukan di Soreang Bandung.

2. Aliran Non Cooperative

Aliran yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda yang berkedudukan di Tasikmalaya.

Setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, maka kantor Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Tasikmalaya dipindahkan lagi ke Bandung, yaitu di Jalan Raya Barat ( sekarang Jalan Asia Afrika), tepatnya di sebelah Hotel Savoy Homan atau di depan Kantor Pekerjaan Umum (KPU).

Dengan perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk serta meningkatnya tingkat ekonomi masyarakat, maka pada tahun 1965, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI, dimana Kantor Inspeksi Pajak Bandung dipecah menjadi:

1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung

Meliputi daerah Swatantra II, Kota Praja Bandung Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis. Kantor tersebut terletak di Jalan Asia Afrika no. 114 Bandung.


(38)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Kantor Inspeksi Pajak Karawang

Meliputi daerah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Subang. Dimana kantor tersebut berkedudukan di Karawang.

Kemudian pada tanggal 1 Januari 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung dipecah menjadi 2 Inspeksi Pajak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: KEP-141/KMK/1979, tanggal 6 April 1979, dimana pembagian wilayah Inspeksi Pajak Bandung menjadi:

1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur yang bertempat di Jalan Asia Afrika 114 Bandung.

2. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat yang bertempat di Jalan Asia Soekarno Hatta 118 Bandung.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: KEP-267/KMK/1989, memutuskan bahwa mulai tanggal 1 April 1989, seluruh Kantor Inpeksi Pajak yang berada di Indonesia namanya berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan di Bandung sendiri menjadi 4 Kantor Pelayanan Pajak, yaitu:

1. KPP Bandung Timur

Jalan Kiaracondong No. 372 Bandung.

2. KPP Bandung Tengah


(39)

39 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

3. KPP Bandung Barat

Jalan Soekarno Hatta No. 118 Bandung.

4. KPP Cimahi

Jalan Raya Barat No.574 Cimahi.

Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: KEP-267/KMK/1989, memutuskan bahwa mulai tanggal 29 Maret 1994, Kantor Pelayanan Pajak tersebut berubah menjadi:

1. KPP Bandung Karees

Jalan Kiaracondong No. 372 Bandung.

2. KPP Bandung Tegalega

Jalan Soekarno Hatta No. 118 Bandung.

3. KPP Bandung Cibeunying

Jalan Purnawarman No. 21 Bandung.

4. KPP Bandung Bojonegara Jalan Asia Afrika 114 Bandung.

5. KPP Cimahi

Jalan Raya Barat No.574 Cimahi.

Terakhir KPP Bandung Karees berubah nama menjadi KPP Pratama Bandung Karees terhitung mulai tanggal 28 Agustus 2007.


(40)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

Dengan berlakunya Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: KEP-443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli, tentang Organisasi dan Tata Kerja kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, maka susunan organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah sebagai berikut:

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 2. Kelompok Jabatan Fungsional

3. Subbagian Umum 4. Seksi Pelayanan

5. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 7. Seksi Penagihan

8. Seksi Pemeriksaan

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Seksi Pengawasan dan Konsultasi dibagi menjadi 4 seksi yang didasarkan pada wilayah kerjanya, yaitu:

a. Seksi Waskon I b. Seksi Waskon II c. Seksi Waskon III d. Seksi Waskon IV


(41)

41 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.1.3 Uraian Tugas Perusahaan

Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees terdiri atas satu sub bagian, sembilan seksi, dan satu kelompok jabatan fungsional, yang mana setiap seksi terbagi atas beberapa Account Representative (AR) dibantu pelaksana. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees dipimpin oleh seorang Kepala Kantor sedangkan setiap seksi dipimpin oleh Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian Umum dan dibantu oleh Account Representative (AR) dan Pelaksana. Tugas pokok dan fungsi masing dari masing-masing jabatan dari struktur organisasi pada KPP Pratama Bandung Karees adalah sebagai berikut:

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

Kepala kantor pelayanan pajak pratama bandung karees mempunyai tugas mengawasi jalannya kegiatan operasional perpajakan yaitu pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak langsung lainnya Berdasarkan kebijakan teknis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak,membina karyawannya yang ada di wilayah wewenang kekusaaannya, menerima laporan kerja dari setiapseksi dan mebuat kegiatan operasional Kantor Pelayanan Pajak wilayah Jawa Barat.

2. Kelompok Fungsional Tugas:

Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan


(42)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya yang dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk Kepala Kantor Wilayah DJP Jabar I atau Kepala KPP Pratama Bandung Karees. Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Tanggung Jawab:

Melaksanakan teknis fungsional pendataan dan penilaian perpajakan.

3. Subbagian Umum

Adapun tugas dan tanggung jawab Subbagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama terdiri dari :

a. Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian Tugas :

a. Menyelenggarakan pengurusan surat-surat masuk atau berkas dokumen yang diterima sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Menyelenggarakan penyusunan surat keluar agar komunikasi

administrasi berjalan dengan lancar.

c. Menyimpan surat dan dokumen untuk memudahkan penemuan kembali surat atau dokumen yang diperlukan.


(43)

43 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

e. Menyiapkan bahan penyusunan konsep usulan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f. Menyiapkan bahan penyusunan konsep usulan kenaikan pangkat pegawai golongan II/d kebawah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

g. Membuat konsep surat pemberitahuan kenaikan gaji berkala sesuai ketentuan yang berlaku.

h. Menyiapkan bahan penyusunan konsep usulan calon peserta diklat.

Tanggung Jawab:

a. Kebenaran usul, saran, dan pendapat mengenai pelaksanaan tugas, kelengkapan bahan penyusunan konsep rencana kerja Subbagian umum.

b. Kelengkapan bahan-bahan berkaitan dengan masalah kepegawaian. c. Tertatanya arsip kepegawaian dan berkas kepegawaian.

B. Urusan Keuangan

Adapun tugas dan tanggung jawab Keuangan Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sebagai berikut:


(44)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Melaksanakan pengelolaan pembayaran gaji/rapel, gaji/kekurangan gaji, dan atau lembur para pegawai.

b. Mengupdate data daftar gaji berdasarkan mutasi kepegawaian. c. Membuat konsep Daftar Perencanaan Pembiayaan Kantor

Pelayanan Pajak.

d. Menyiapkan surat permintaan pembayaran/SSP sebagai uang persediaan (UP) atau UP tambahan.

e. Menyiapkan SPPR-LS sebagai pembayaran langsung atas tagihan pihak ketiga.

Tanggung Jawab:

a. Kebenaran usul, saran, dan pendapat yang diajukan mengenai penerimaan, penyimpanan dan pembayaran gaji/TKPKN.

b. Pengelolaan pembayaran gaji/TKPKN, penandatanganan SSP. c. Kebenaran pemotongan pembayaran gaji/TKPKN terhadap

pegawai di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak. d. Keamanan penyimpanan DIPA asli.

C. Urusan Rumah tangga

Adapun tugas dan tanggung jawab Rumah Tangga Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sebagai berikut:


(45)

45 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Membuat konsep perencanaan dan pengadaan alat perlengkapan kantor/ATK/formulir sesuai dengan batas kewenangannya berdasarkan rencana anggaran dalam DIPA.

b. Melaksanakan penyimpanan dan pendistribusian alat perlengkapan kantor.

c. Mencatat dan memberi kode klasifikasi lokasi inventaris serta menyelenggarakan pembukuan inventaris kantor.

d. Menyusun konsep kompilasi laporan barang inventaris kantor. e. Meneliti barang-barang inventaris kantor yang rusak dan tidak

terpakai lagi serta membuat konsep daftar usulan penghapusan dan pemusnahannya.

Tanggung Jawab:

a. Pelaksanaan penyimpanan dan distribusi alat perlengkapan kantor.

b. Kelengkapan sarana rapat dan kebutuhan rapat.

c. Kebenaran penyelenggaraan pembukuan inventaris kantor. d. Kebenaran konsep kompilasi laporan inventaris.

e. Kebenaran konsep penghapusan barang inventaris. 4. Seksi Pelayanan

Adapun tugas dan tanggung jawab Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sebagai berikut:


(46)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tugas:

a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja Seksi Pelayanan sebagai bahan penyusunan rencana kerja Kantor Pelayanan Pajak. b. Mengkoordinasikan penerimaan dan penatausahaan surat-surat

permohonan dari wajib pajak dan surat lainnya.

c. Mengkoordinasikan penyiapan pengambilan formulir SPT Tahunan PPh berikut aplikasi elektronik SPT Tahunan PPh oleh wajib pajak dan penatausahaan SPT Tahunan yang telah diterima kembali serta penyediaan SPOP dan SSB dalam rangka pengawasan kepatuhan wajib pajak.

d. Penyuluhan perpajakan dan pelaksanaan registrasi wajib pajak e. Membimbing bawahan pada Seksi Pelayanan untuk meningkatkan

motivasi dan prestasi pegawai.

f. Mengkoordinasiakan penyusunan laporan berkala Seksi Pelayanan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.

Tanggung Jawab:

a. Kebenaran usul, saran dan pendapat mengenai pelaksanaan tugas. b. Kebenaran bukti pendaftaran wajib pajak.

c. Kebenaran surat pemberitahuan pernyataan pindah.

d. Kelengkapan berkas permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak.


(47)

47 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

e. Kebenaran daftar nominative pengiriman formulir SPT Tahunan PPh.

f. Kebenaran surat permintaan kelengkapan SPT PPh kepada wajib pajak.

5. Seksi Pengolahan data dan Informasi Tugas:

Mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data serta penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, serta penyiapan laporan kinerja.

Tanggung Jawab :

a. Penatausahaan data masukan dan data keluaran b. Perekaman data perpajakan

c. Pengolahan data perpajakan d. Analisis informasi perpajakan e. Penyajian informasi perpajakan


(48)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Tugas:

Mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.

Tanggung Jawab:

a. Penetapan perpajakan sektor pedesaan dan perkotaan

b. Penetapan perpajakan sektor perkebunan, pertambangan dan perhutanan

c. Intensifikasi dan ekstensifikasi penetapan perpajakan

d. Penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB) 7. Seksi Penagihan

Tugas:

Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan pitang pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

Tanggung jawab:

a. Penatausahaan piutang pajak

b. Penagihan piutang perpajakan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB)


(49)

49 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

c. Pembuatan usul penghapusan piutang perpajakan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB)

8. Seksi Pemeriksaan Tugas:

Mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak, serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya

Tanggung Jawab:

a. Penatausahaan pemeriksaan rutin b. Pengusulan pemeriksaan rutin c. Penerbitan SP3

d. Pemeriksaan lapangan oleh Fungsional Pemeriksa e. Perekaman nota hitung

9. Seksi Pengawasan dan konsultasi Tugas:

Mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding.


(50)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada Pelaksanaannya wilayah kerja keempat seksi Pengawasan dan Konsultasi dibagi berdasarkan wilayah tempat wajib pajak.

a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada diwilayah Kecamatan Regol yang terdiri atas Kelurahan Ciseureuh, Kelurahan Pasirluyu, Kelurahan Ancol, Kelurahan Cigereleng, Kelurahan Ciateul, Kelurahan Balong Gede, dan Kecamatan Batununggal yang terdiri atas Kelurahan Gumuruh dan Kelurahan Binong.

a.Seksi Pengawasan dan Konsultasi II

Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kecamatan Bandung Kidul yang terdiri atas Kelurahan Wates, Kelurahan Mengger, Kelurahan Kujangsari, Kelurahan Batununggal, dan Kecamatan Batununggal yang terdiri atas Kelurahan Kebon Gedang dan Kelurahan Maleer.

b.Seksi Pengawasan dan Konsultasi III

Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kecamatan Lengkong yang terdiri atas Kelurahan Cijagra, Kelurahan Turangga, Kelurahan Lingkar Selatan, Kelurahan Malabar, Kelurahan Burangrang, Kelurahan Cikawao, Kelurahan Paledang dan Kecamatan Batununggal yang terdiri atas Kelurahan Cibangkong dan Kelurahan Samoja.


(51)

51 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

c.Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV

Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kecamatan Kiaracondong yang terdiri atas Kelurahan Kebon Kangkung, Kelurahan Sukapura, Kelurahan Kebon Jayanti, Kelurahan Babakan Sari, Kelurahan Babakan Surabaya, Kelurahan Cicaheum dan Kecamatan Batununggal yang terdiri atas Kelurahan Kacapiring dan Kelurahan Kebon Waru.

Tanggung jawab:

a. Pengawasan terhadap wajib pajak atas kewajiban perpajakan b.Penelitian dan analisa kepatuhan wajib

c.Penyusunan nota perhitungan

d.Alat konsultasi perpajakan bagi wajib pajak

4.1.1.4 Kegiatan dan Fungsi Perusahaan

Kegiatan yang dijalankan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees antara lain:

1. Aktivitas pelayanan kegiatan operasional perpajakan di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak tidak langsung lainnya dalam daerah wewenangnya berdasarkan kebijakan teknis yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak.


(52)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Pengecekan SPT Masa, serta memantau dan menyusun laporan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak tidak langsung lainnya.

3. Pelayanan terhadap wajib Pajak dan pelaksanaan kewajibannya, melalui prosedur yang mudah, sederhana dan cepat.

4. Penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban pajaknya.

Adapun fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu:

1. Koordinasi evaluasi dan pengendalian di bidang tata usaha pada subbagian umum.

2. Pendataan objek dan subjek pajak penilaian objek pajak. 3. Pengolahan dan penyajian data informasi perpajakan. 4. Penetapan perpajakan.

5. Penerimaan pajak. 6. Penagihan pajak.

7. Penyelesaian keberatan, pengurangan, dan penatausahaan banding. 8. Pembetulan surat ketetapan pajak.

9. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

10.Pembinaan kelompok tenaga fungsional dalam rangka melaksakan kebijaksaan teknis.


(53)

53 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.1.5Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

Adapun Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu sebagai berikut:

1. Visi KPP Pratama Bandung Karees

Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah menjadi model pelanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dapat dibanggakan.

2. Misi KPP Pratama Bandung Karees

Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees meliputi:

a. Misi Fiskal

Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor yang mampu menunjang kemandirian pembiyaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivas dan efisiensi yang tinggi.

b. Misi Ekonomi

Mendukung kebijaksaan pemerintah dalam mengatsi permasalahan ekonomi bangsa dengan yang meminimalisasi distorsi.

c. Misi Politik

Mendukung proses demokratisasi bangsa.


(54)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Senatiasa membaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknologi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.

4.1.1.6Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees meliputi 5 kecamatan dan 30 kelurahan, yaitu sebagai berikut:

1. Kecamatan Regol, meliputi: a. Kelurahan Ancol

b. Kelurahan Cigereleng c. Kelurahan Ciateul d. Kelurahan Balonggede e. Kelurahan Pasirluyu f. Kelurahan Ciseureuh g. Kelurahan Pungkur

2. Kecamatan Batununggal, meliputi: a. Kelurahan Binong

b. Kelurahan Maleer

c. Kelurahan Kebon Gedang d. Kelurahan Samoja

e. Kelurahan Cibangkong f. Kelurahan Gumuruh g. Kelurahan Kacapiring


(55)

55 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

h. Kebon Waru

3. Kecamatan Bandung Kidul, meliputi: a. Kelurahan Wates

b. Kelurahan Mengger c. Kelurahan Kujang Sari d. Kelurahan Batununggal 4. Kecamatan Lengkong, meliputi:

a. Kelurahan Cijagra b. Kelurahan Malabar c. Kelurahan Cikawao d. Kelurahan Turangga e. Kelurahan Burangrang f. Kelurahan Paledang g. Kelurahan Lingkar Selatan 5. Kecamatan Kiaracondong, meliputi:

a. Kelurahan Kebon Kangkung b. Kelurahan Cicaheum

c. Kelurahan Sukapura d. Kelurahan Kebon Jayanti e. Kelurahan Babakan Sari f. Kelurahan Babakan Surabaya


(56)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.2 Pengawasan Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

4.1.2.1 Pengawasan Account Representative (AR) atas Penyampaian SPT Masa PPN Tidak Benar

Pengawasan yang dilakukan oleh Account Representative (AR) dalam mengawasi adanya penyampaian SPT Masa PPN yang tidak benar diantaranya:

1. Melaksanakan bimbingan/himbauan mengenai ketentuan perpajakan kepada Wajib Pajak (WP). Dalam hal ini Account Representative (AR) melakukan bimbingan kepada Wajib Pajak (WP) mengenai perundang-undangan peraturan perpajakan yang berlaku agar Wajib Pajak (WP) dalam menyampaikan SPT Masa PPN-nya disampaikan dengan benar. 2. Melakukan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak (WP). Account

Representative (AR) melakukan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak (WP), apabila wajib pajak mengalami kesulitan dalam mengisi SPT-nya atau Wajib Pajak (WP) kurang memahami mengenai peraturan perpajakan yang berlaku.

3. Melaksanakan penelitian dan analisa kepatuhan material Wajib Pajak (WP). Pengawasan atas SPT yang telah dilaporkan dilakukan dengan cara melakukan penelitian dan analisis kepatuhan material wajib pajak/PKP oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi apabila terdapat SPT yang terdapat kesalahan matematis berdasarkan data hasil perekaman SPT maka


(57)

57 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

dibuatlah Surat Himbauan. Berikut uraian tata cara pelaksanaan penelitian dan analisis kepatuhan material wajib pajak/PKP:

1. Berdasarkan data atau informasi yang berasal dari internal maupun eksternal DJP yang merupakan potensi Wajib Pajak/PKP yang dapat ditindaklanjuti, Account Representative membuat uraian penelitian dan analisis kepatuhan material Wajib Pajak/PKP.

2. Dalam hal berdasarkan penelitian dan analisis diketahui bahwa Wajib Pajak/PKP tidak merespon sama sekali surat himbauan yang telah 3 (tiga) kali dikirimkan, Account Representative membuat usulan pemeriksaan khusus untuk diteliti dan disetujui Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi serta diteruskan ke Seksi Pemeriksaan (SOP Tata CaraPemeriksaan).

3. Berdasarkan uraian penelitian dan analisis kepatuhan material Wajib Pajak/PKP yang telah dibuat Account Representative, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi bersama-sama dengan Account Representative melakukan pembahasan kemudian memberikan persetujuan atas uraian penelitian tersebut.

4. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disetujui, Account Representative memperbaiki uraian penelitian, membuat konsep surat himbauan, mencetak, dan meneruskan dokumen-dokumen tersebut ke Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.


(58)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

5. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menandatangani uraian penelitian dan surat himbauan.

6. Account Representative menatausahakan surat himbauan dan menyampaikannya kepada Wajib Pajak/PKP melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).

4.1.2.2 Pengawasan Account Representative (AR) terhadap Penyalahgunaan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

Pengusaha Kena Pajak (PKP) melaporkan sendiri SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai berkaitan dengan kegiatan usaha yang terutang. Karena self assessment system menuntut kepatuhan secara sukarela dari wajib pajak maka sistem ini juga akan menimbulkan peluang bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melakukan tindakan kecurangan, penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Tindakan kecurangan dapat dilakukan dengan usaha-usaha untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku, tindakan kecurangan tersebut seperti menerbitkan faktur pajak fiktif salah satunya dengan cara penyalahgunaan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

Dalam meminimalisasikan terhadap tindakan kecurangan PKP maka SPT yang telah dilpaorkan harus dilakukan pemeriksaan. SPT Masa yang mengalami pemeriksaan maka akan dihasilkan Laporan Pemeriksaan (LPP) yang diperoleh dari seksi pemeriksaan. Laporan Pemeriksaan (LPP) terdiri dari data identitas


(59)

59 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

wajib pajak/PKP, data mengenai SPT yang diperiksa, perhitungan pemeriksaan, serta kesimpulan dan usul. Account Representative (AR) hanya meneliti usulan pemeriksaan dan memberikan saran atas hasil pemeriksaan tersebut. Saran tersebut berisi dari kesimpulan dan usul pemeriksaan. Apabila terdapat hasil pemeriksaan kurang bayar maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) begitu pula apabila terdapat hasil pemeriksaan lebih bayar akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), ataupun setelah pemeriksaan ternyata hasilnya nihil maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Dalam mencegah penyalahgunaan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) maka Account Representative (AR) melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan konfirmasi Faktur Pajak, PEB/PIB melalui Aplikasi SIP serta Surat Setoran Pajak (SSP) dengan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3).

2. Melakukan analisa terhadap SPT Masa PPN untuk masa 6 (enam) bulan terakhir.

3. Mewaspadai PKP-PKP yang non efektif (NE) PKP yang melaporkan SPT Masa PPN Nihil, yang kemudian melakukan pembetulan SPT Masa dan menunjukkan jumlah peredaran usahanya yang meningkat cepat dan cukup besar;

4. Melakukan pengawasan secara aktif terhadap Pemungut PPN. Dalam hal terdapat SSP yang belum diterima, agar menyurati Pemungut PPN-nya


(60)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

dengan tembusan ke KPP tempat Pemungut PPN terdaftar untuk ditindaklanjuti.

Berdasarkan uraian diatas, langkah-langkah tersebut dilakukan guna mencegah tindakan kecurangan/penyimpangan perpajakan yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

4.1.2.3Pengawasan Account Representative (AR) atas Penyampaian SPT Masa PPN Tidak Tepat Waktu.

Pengawasan yang dilakukan oleh Account Representative (AR) dalam mengawasi adanya penyampaian SPT Masa PPN yang tidak tepat waktu adalah sebagai berikut:

1. Account Representative (AR) melaksanakan bimbingan/himbauan mengenai ketentuan perpajakan kepada Wajib Pajak (WP) kepada Wajib Pajak (WP) mengenai perundang-undangan peraturan perpajakan yang berlaku serta menginformasikan mengenai perubahan peraturan perpajakan sehingga Wajib Pajak (WP) mengetahui batas waktu penyampaian SPT Masa PPN dan Wajib Pajak (WP) dapat menyampaikan SPT Masa PPN dengan tepat waktu.

2. Account Representative (AR) melakukan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak (WP), apabila Wajib Pajak (WP) belum memahami atau kurang memahami mengenai batas waktu penyampaian SPT PPN.

3. Account Representative (AR) meneliti dan memproses SPT Masa PPN apabila terdapat keterlambatan penyampaian/pembayaran SPT diterbitkan


(61)

61 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Surat Tagihan Pajak (STP). Tagihan Pajak (STP). Berikut uraian penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP):

1. Berdasarkan data pembayaran, pelaporan, PBK, penundaan jatuh tempo, dan penundaanditolak, sistem menghasilkan data sanksi-sanksi yang akan diterbitkan STP sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang dasar penerbitan STP.

2. Account Representative memilih kasus yang akan diterbitkan STP, menginput data STP, dan mengirimkannya ke Case Management. 3. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan melakukan

persetujuan (approve) penerbitan STP.

4. Kepala Seksi Pelayanan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak STP yang telah disetujui.

5. Pelaksana Seksi Pelayanan melakukan pencetakan STP dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.

6. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan menandatangani STP yang sudah dicetak.

7. STP ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP nomor Tata Cara Penatausahaan DokumenWajib Pajak) dan disampaikan ke Wajib Pajak melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).


(62)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.2.4Pengawasan Account Representative (AR) atas Kasus Penyimpangan Pajak Tidak Mempengaruhi Pelaporan SPT Masa PPN

Pengawasan dilakukan agar wajib pajak tidak melakukan tindakan penyimpangan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Berikut pengawasan yang dilakukan oleh Account Representative (AR):

1. Melaksanakan pengawasan kepatuhan formal Wajib Pajak (WP)

2. Melaksanakan penelitian dan analisa kepatuhan material Wajib Pajak (WP)

3. Melaksanakan bimbingan/himbauan mengenai ketentuan perpajakan kepada Wajib Pajak (WP) serta memberikan konsultasi perpajakan.

Maraknya pemberitaan mengenai kasus penyimpangan perpajakan yang terjadi diduga akan mempengaruhi penurunan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT tetapi hal ini tak berpengaruh secara langsung, wajib pajak tetap melaporkan SPT-nya. Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees tercatat pelaporan SPT Masa PPN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Ternyata maraknya kasus penyimpangan pajak tidak mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).

4.1.2.5Kendala yang Dihadapi dalam Pengawasan Pelaporan SPT Masa PPN

Di dalam melakukan pengawasan perpajakan sering terjadi kendala-kendala yang dihadapi oleh KPP dalam mengawasi pelaporan SPT Masa PPN. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaannya diantaranya sebagai berikut:


(63)

63 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Beragamnya pemahaman wajib Pajak/PKP atas peraturan pajak yang berlaku. Wajib pajak terdiri dari wajib pajak yang memahami pajak, wajib pajak yang tidak paham benar dengan pajak, dan wajib pajak yang tidak paham sekali dengan pajak. Dengan beragamnya sifat wajib pajak tersebut terutama dari wajib pajak yang belum memahami benar tentang tata cara pelaporan ataupun perhitungan SPT Masa PPN sering kali terjadi perbedaan pendapat antara wajib pajak/PKP dengan fiskus.

2. Keterbatasan jumlah Account Representative (AR), dimana seorang

Account Representative (AR) harus mengawasi satu hingga tiga kelurahan, hal ini tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak/PKP yang tersebar di setiap kelurahan.

4.1.2.6Upaya yang Dilakukan dalam Mengawasi Pelaporan SPT Masa PPN

Adapun upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees dalam untuk mengantisipasi berbagai kendala dalam pelaksanaan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa PPN adalah sebagai berikut:

1. Melakukan Penyuluhan

Guna mendukung suksesnya tugas KPP, dan melihat bahwa penyuluhan merupakan salah satu fungsi Direktorat Jenderal Pajak sebagai fiskus untuk memberikan bimbingan, pembinaan, pelayanan dan pengawasan kepada masyarakat Wajib Pajak. Tujuan penyuluhan perpajakan secara langsung adalah mendorong kesediaan dan kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar pajak.


(1)

Dugaan terhadap naiknya tingkat pelaporan SPT Masa PPN di KPP Pratama Bandung Karees muncul setelah diketahui adanya fenomena meningkatnya kesadaran atau tingkat kepatuhan wajib pajak/PKP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yang berdampak pada meningkatnya pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai. Berikut ini adalah fenomena khusus yang berkaitan dengan pelaporan SPT Masa PPN yaitu data mengenai SPT masuk SPT Masa PPN tahun 2008 s/d 2009 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Tabel 1.1

Penyampaian SPT Masa PPN Bulan Tahun 2008 Tahun 2009 Persentase

Januari 2.423 2.419 -0,17%

Februari 2.461 2.666 8,33%

Maret 2.423 2.736 12,92%

April 2.455 2.711 10,43%

Mei 2.472 2.698 9,14%

Juni 2.485 2.700 8,65%

Juli 2.480 2.722 9,76%

Agustus 2.522 2.673 5,99%

September 2.557 2.649 3,60%

Oktober 2.487 2.750 10,57%

November 2.559 2.739 7,03%

Desember 2.580 2.720 5,43%

Jumlah 29.904 32.183 7,62%

(Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)

Data diatas merupakan perbandingan antara pelaporan SPT Masa PPN tahun 2008 dengan SPT Masa PPN tahun 2009. Pelaporan SPT dilaporkan dari bulan ke bulan, dari data diatas terlihat pelaporan SPT mengalami peningkatan. Peningkatan pelaporan SPT yang sangat signifikan terjadi di bulan Maret 2009 terjadi peningkatan pelaporan SPT sebesar 12,92%. Hal ini menunjukkan bahwa


(2)

tingkat kepatuhan PKP meningkat tiap tahunnya. Sistem pengawasan tentunya sangat berperan dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan hal diatas bahwa kondisi yang ada tentunya akan menunjang kepada harus dilakukannya pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai agar SPT yang dilaporkan akan semakin optimal meningkat dari tahun ketahun, karena pengawasan menurut John Hutagaol (2007:3) menyatakan pengawasan mengandung arti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Dari uraian diatas maka penulis dalam penelitian ini akan membahas mengenai “Analisis atas Pengawasan Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees”.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi masalah

1. Adanya penyampaian SPT Masa PPN dan keterangan yang isinya tidak benar.

2. Adanya penyalahgunaan NPWP/Pengukuhan PKP dengan cara menerbitkan dan menggunakan Faktur pajak tidak sah/palsu.


(3)

4. Maraknya pemberitaan kasus penyimpangan perpajakan tidak mempengaruhi wajib pajak dalam melaporkan SPT-nya.

1.2.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

2. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam mengawasi pelaporan SPT Masa PPN pada KPP Pratama Bandung Karees.

3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees dalam meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengumpulkan data dan informasi guna mendapatkan gambaran yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees tentang pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengawasan yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam mengawasi pelaporan SPT Masa PPN pada KPP Pratama Bandung Karees.


(4)

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees dalam meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

Salah satu kegunaan dari adanya sebuah penelitian adalah untuk akademis, baik untuk penulisnya maupun untuk penulis lain yang akan mengembangkan penelitian mengenai pengawasan pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai.

1. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terutama di bidang perpajakan dan sebagai uji kemampuan dalam menerapkan teori-teori yang telah diberikan dalam perkuliahan.

2. Bagi peneliti lain

Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu tambahan pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi atau masukan yang berguna bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengkaji lebih dalam tentang pengwasan pelaporan SPT Masa PPN.


(5)

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis yang dapat dihasilkan dari penelitian ini bagi dunia perpajakan adalah untuk memberikan bahan masukan yang berguna bagi pihak perusahaan dan sebagai bahan informasi yang berguna untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan perusahaan di masa yang akan datang.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu pelaksanaan Penelitian adalah:

Tempat : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Alamat : Jl. H. Ibrahim Adjie No. 372 Kiaracondong Bandung Waktu : Maret 2010 s/d Juni 2010


(6)

Tabel. 1.2

Time Schedule Pelaksanaan Penelitian

No. Keterangan

Waktu Kegiatan

Februari Maret April Mei Juni Juli

2010 2010 2010 2010 2010 2010

1. Tahap Persiapan

a. Sosialisasi Usulan Penelitian

b. Penyusunan Usulan Penelitian

b. Pengumpulan Usulan penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pegumpulan data perusahaan

3. Tahap Pelaporan

a. Penyusunan laporan Tugas

Akhir

b. Bimbingan laporan Tugas Akhir

a. Pengumpulan Tugas Akhir