menjadi pembatas utama dalam produksi tanaman baik di daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang.
Halliday dan Trenkel 1992 dalam Sirappa 2003 menyatakan pemberian
nitrogen yang dibutuhkan tanaman kedelai dalam jumlah sedang 25 kg N ha
-1
karena pemupukan nitrogen hanya digunakan pada masa vegetatif untuk pembentukan bintil akar. Sedangkan penggunaan pupuk nitrogen terlalu banyak,
akan menekan jumlah dan ukuran bintil akar sehingga akan mengurangi efektivitas pengikatan N
2
dari atmosfer. Hasil penelitiaan Niswati dkk. 1994 menunjukan bahwa pada perlakuan pemupukan N jangka panjang, sistem OTK
mempunyai kandungan bahan organik, KTK, N, P, Mg, Ca, K dan pH tanah lebih tinggi dibandingkan OTI. Hal ini menunjukkan bahwa sistem OTK jangka
panjang mempunyai tinggalan hara terutama N dan P lebih tinggi dari pada OTI. Dermiyati, Sarno dan Utomo 1999 melaporkan bahwa tinggi tanaman pada
tanpa olah tanah sangat nyata lebih tinggi daripada olah tanah intensif OTI dan pemupukan 200 kg N ha
-1
juga sangat nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan tanpa N.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Unsur hara N, P, K, Ca, Mg dan produksi tanaman kedelai pada perlakuan olah tanah mÃnimum OTM lebih tinggi daripada olah tanah intensif OTI dan
tanpa olah tanah TOT. 2. Unsur hara N, P, K, Ca, Mg dan produksi tanaman kedelai pada dosis 25 kg N
ha
-1
lebih tinggi daripada dosis N lainnya.
3. Unsur hara N, P, K, Ca, Mg dan produksi tanaman kedelai pada perlakuan olah tanah minimum OTM dengan 25 kg N ha
-1
lebih tinggi daripada olah tanah intensif dengan perlakuan pupuk dosis 0 kg N ha
-1
dan 50 kg N ha
-1
. 4. Interaksi olah tanah konservasi OTK dengan N dosis pemupukan
25 kg N ha
-1
dapat meningkatkan unsur hara tanah N, P, K, Ca, dan Mg, serapan hara, dan produksi kedelai lebih tinggi dibandingkan olah tanah
intensif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Olah Tanah A.1 Sitem Olah Tanah Konservasi
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Pengolahan tanah semacam ini dikenal dengan olah tanah konservasi. Pengolahan tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian seed
bed, memberantas gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi air dan peredaran udara aerasi, dan menyiapkan tanah untuk irigasi
permukaan. Pengolahan tanah juga ditujukkan secara khusus seperti pengendalian hama, menghilangkan sisa-sisa tanaman yang mengganggu
permukaan tanah, pengendalian erosi, dan penyampuran pupuk, kapur, dan pestisida ke dalam tanah Hakim dkk., 1986.
Dalam interaksi pertaniaan, komponen penting dalam kegiatan budidaya adalah
olah tanah intensif. Makin meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap konsevasi energi dan sumber daya alam pada tahun 1970-an telah membawa
pemikiran baru tentang konsep pengolahan tanah. Mahboubl dkk., 1993. Pengolahan tanah berlebihan intensif untuk jangka panjang telah terbukti
memacu degradasi sumberdaya tanah dan menurunkan produktivitas tanah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, telah dikembangkan konsep olah tanah
konservasi yang bukan hanya mampu meningkatkan prouktivitas tanah tetapi juga mampu melestarikan sumber daya tanah Lal, 1989., Utomo., 1989; Phillips dan
phillips, 1984. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat persemaian,
mengontrol gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi dan peredaran udara, atau menyiapkan tanah irigasi permukaan Hakim dkk., 1986.
Pengolahan tanah konvensional secara temporer dapat memperbaiki sifat fisik dan
biologi tanah, tetapi pengolahan tanah konvensional yang dilakukan secara berulang kali dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan masalah
kerusakan tanah. Hal ini disebabkan 1 struktur tanah yang terbentuk secara alami oleh penetrasi akar, pelapukan bahan organik dan aktivitas fauna tanah
menjadi rusak akibat pengolahan tanah yang terlalu sering, 2 turunnya kandungan bahan organik tanah akibat aerasi terlalu sehingga perombakan bahan
organik dipercepat, 3 putusnya akar-akar tanaman yang dangkal apa bila pengolahan tanah dilakukan disaat penyiangan, dan 4 meningkatnya kepadatan
tanah kedalaman 15-25 cm akibat pengolahan tanah dengan alat berat yang berlebihan Hakim dkk., 1986.
Menurut Utomo 1995 sistem olah tanah konservasi OTK adalah sistem olah
tanah yang berwawasan lingkungan. Pada percobaan jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung menunjukkan bahwa sistem OTK olah tanah minimum dan
tanpa olah tanah mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif.
Pada sistem olah tanah konservasi prasyarat utama yang diperlukan adalah mulsa yang berasal dari sisa-sisa tanaman musim sebelumnya. Mulsa dibiarkan
menutupi permukaan tanah untuk melindungi tanah dari benturan langsung butiran hujan dan untuk menciptakan iklim makro yang mendukung pertumbuhan
tanaman. Pengolahan tanah secara mekanik tidak dilakukan secukupnya atau secara kimia. Sistem olah tanah yang memenuhi kriteria olah tanah konservasi di
Indonesia antara lain adalah system tanpa olah tanah, olah tanah minimum, dan olah tanah bermulsa.
Sistem olah tanah konservasi OTK pada dasarnya merupakan teknologi olah
tanah tradisional yang dipadukan dengan teknologi pertaniaan mutahir. Dalam budidaya olah tanah konservasi, tanah diolah seminimal mungkin agar sumber
daya tanah dan air tetap lestari, sementara produktivitas lahannya ditingkatkan Utomo, 1989.
A.2 Olah Tanah Intensif OTI
Sistem olah tanah intensif dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas lahan
yang diusahakan. Hal ini sesuai dengan tujuan pengolahan tanah secara umum yang diungkap oleh Hakim dkk. 1986 yaitu pengolahan tanah merupakan
manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman.
Penerapan pengolahan tanah intensif akan menurunkan produktifitas lahan dan
mendegradasi tanah. Menurut Utomo 1994 besarnya erosi di Indonesia yang beriklim tropis bukan hanya karena agroekosistem yang kondusif terhadap
degradasi tetapi juga karena pengolahan tanah yang dilakukan tidak memperhatikan kaidah konservasi.
Pengolahan tanah secara temporer dapat memperbaiki sifat fisik tanah, tetapi
pengolahan tanah yang dilakukan berulang kali dalam setiap tahun dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan tanah, karena a pelapukan bahan organik
dan aktifitas tanah mikroorganisme tanah menjadi rusak b pengolahan tanah sewaktu penyiangan banyak memutuskan akar-akar tanaman yang dangkal, c
mempercepat penurunan kandungan bahan organik tanah, d meningkatkan kepadatan tanah pada kedalaman 15-25 cm akibat pengolahan tanah dengan alat-
alat berat yang berlebihan yang dapat menghambat perkembangan akar tanaman serta menurunkan laju infiltrasi, dan e lebih memungkinkan terjadinya erosi
Hakim dkk., 1986.
B. Deskripsi Tanaman Kedelai