Analisis kesesuaian dan perencanaan tapak kawasan situ pengasinan sebagai kawasan pariwisata kota

(1)

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK

KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN

PARIWISATA KOTA

PRIMA JIWA OSLY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Analisis Kesesuaian dan

Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata

Kota

adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

PRIMA JIWA OSLY NRP. A353060101


(3)

ABSTRACT

PRIMA JIWA OSLY. Land Evaluation and The Planning of The Lake Area Site for Urban Tourism Area. Under Direction of KOMARSA GANDASASMITA and RIADIKA MASTRA.

Significantly, tourism in Depok has not yet developed because tourism variety and object are still lacking there. Lake area which is potential to become tourism area has not yet been developed for tourism object. This research intends to plan the lake area called “Pengasinan” as an ecologically sound urban tourism area. The analysis used GIS (Geographic Information System) technology, a software ArcView version 3.30 which implements an intercept overlay method. Spatial analysis used weighted and scoring method by which appereance of object in space quantified. Evaluation is divided into location suitability (macro area) and zone suitability (micro area). Certainty of location and zone can be seen through the accumulationof scoring value. Result of analysis reveal that location of “Pengasinan” lake is physically worth to be developed as tourism area. Micro area analysis divides the area into 3 tourism zones, which consist of main zone (village view tourism), rest zone and supporting zone (water and shopping tourism). The site planning at each zone can satisfy the needs for facility and infrastucture there. The analysis result can also provide development direction as well as investment pattern and area development.


(4)

RINGKASAN

PRIMA JIWA OSLY.

Analisis Kesesuaian Dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota. Oleh KOMARSA GANDASASMITA dan RIADIKA MASTRA

Secara signifikan, pariwisata Kota Depok belum berkembang karena variasi dan obyek wisata masih kurang. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola. Penelitian ini bertujuan merancang kawasan situ Pengasinan sebagai kawasan pariwisata kota bernuansa lingkungan.

Proses analisis menggunakan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis), software ArcView versi 3.30 dengan cara melakukan overlay intersept. Analisis keruangan menggunakan metode pembobotan dan skoring, yaitu metode kuantifikasi kenampakan setiap obyek pada ruang. Penilaian dibagi menjadi penilaian kesesuaian lokasi (makro kawasan) dan kesesuaian zona (mikro kawasan). Ketentuan lokasi dan zona akan terlihat melalui akumulasi nilai skor. Penggunaan parameter dalam menentukan lokasi kawasan wisata ditentukan berdasarkan pengharkatan terhadap infrastruktur, status lahan, view dan Land Cover/Land Use. Lokasi terpilih merupakan kombinasi antara keseluruhan parameter diatas. Pemilihan lokasi dalam kawasan yang paling sesuai merupakan kombinasi antara aksesibilitas yang mudah, status lahan yang memiliki tingkat resistensi yang rendah, pemandangan yang bagus dan Land Cover/Land Use yang sesuai dengan tema obyek wisata yang akan dibangun. Sedangkan untuk penetapan zona, kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu lahan menjadi sesuai sebagai sebuah tapak kawasan wisata adalah menggunakan parameter lahan yang dianggap paling berpengaruh terhadap content (isi) tapak kawasan tersebut. Parameter tersebut kemudian ditentukan bobot kepentingannya terhadap masing-masing zona dengan melihat besaran kepentingan nilai di atasnya terhadap nilai di bawahnya.

Ditinjau dari data sebaran kesesuaian lokasi yang diperoleh dari hasil analisis, maka secara umum kondisi lahan pada daerah penelitian memiliki tingkat kesesuaian sedang sampai sesuai, yaitu mencakup 85,44% dari keseluruhan daerah penelitian. Ini berarti bahwa kondisi lahan daerah penelitian cukup dapat dikembangkan untuk kawasan wisata. Zona A sebagai zona utama memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan wisata desa. Dengan luas area sesuai sebesar 35% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian barat kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona B sebagai zona istirahat memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area sesuai sebesar 60% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian utara - selatan kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona C sebagai zona pendukung memiliki tingkat kesesuian lahan yang kurang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah


(5)

kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 16% dari luas kawasan, zona ini relatif agak sulit dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang hampir merata pada bagian timur kawasan menjadikan zona ini sedikit lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema.

Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi situ Pengasinan layak secara fisik untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata. Analisis mikro kawasan membagi kawasan menjadi 3 zona wisata, yaitu zona utama (wisata desa), zona istirahat dan zona pendukung (wisata air dan belanja). Perancangan tapak pada masing-masing zona sudah memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana pada zona tersebut. Hasil analisis juga memberikan arahan pengembangan serta pola investasi dan pengembangan kawasan.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindung Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK

KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN

PARIWISATA KOTA

PRIMA JIWA OSLY

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

(9)

Judul Tesis : Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota

Nama : Prima Jiwa Osly NIM : A353060101

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

“Dan Kam i ham park an bum i itu dan Kam i letakk an padan y a gunung-gunung y ang kokoh dan Kam i tum buhk an padan y a segala m acam tanam an y ang indah

dipan dang m ata. Untuk m enjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap ham ba y an g kem bali (m engingat) Allah“ (Q.S. 50 :7-8 )

“Dan Kam i jadikan antara m ereka dan antara negeri-negeri y ang Kam i lim pahkan berkat kepadany a, beberapa negeri y ang berdekatan dan Kam i tetapkan an tara negeri-n egeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kam u

di negeri-negeri itu pada m alam dan siang hari dengan am an” (Q.S. 34:18 )

Yang mulia: Ayahanda dan Ibunda

Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS – Hj. Nursahati, SH Yang tercinta:

Isteriku Puspita Sari, ST

Yang tersayang: Putriku Azumi Sultanikha (Zee)


(11)

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK

KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN

PARIWISATA KOTA

PRIMA JIWA OSLY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(12)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Analisis Kesesuaian dan

Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata

Kota

adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

PRIMA JIWA OSLY NRP. A353060101


(13)

ABSTRACT

PRIMA JIWA OSLY. Land Evaluation and The Planning of The Lake Area Site for Urban Tourism Area. Under Direction of KOMARSA GANDASASMITA and RIADIKA MASTRA.

Significantly, tourism in Depok has not yet developed because tourism variety and object are still lacking there. Lake area which is potential to become tourism area has not yet been developed for tourism object. This research intends to plan the lake area called “Pengasinan” as an ecologically sound urban tourism area. The analysis used GIS (Geographic Information System) technology, a software ArcView version 3.30 which implements an intercept overlay method. Spatial analysis used weighted and scoring method by which appereance of object in space quantified. Evaluation is divided into location suitability (macro area) and zone suitability (micro area). Certainty of location and zone can be seen through the accumulationof scoring value. Result of analysis reveal that location of “Pengasinan” lake is physically worth to be developed as tourism area. Micro area analysis divides the area into 3 tourism zones, which consist of main zone (village view tourism), rest zone and supporting zone (water and shopping tourism). The site planning at each zone can satisfy the needs for facility and infrastucture there. The analysis result can also provide development direction as well as investment pattern and area development.


(14)

RINGKASAN

PRIMA JIWA OSLY.

Analisis Kesesuaian Dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota. Oleh KOMARSA GANDASASMITA dan RIADIKA MASTRA

Secara signifikan, pariwisata Kota Depok belum berkembang karena variasi dan obyek wisata masih kurang. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola. Penelitian ini bertujuan merancang kawasan situ Pengasinan sebagai kawasan pariwisata kota bernuansa lingkungan.

Proses analisis menggunakan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis), software ArcView versi 3.30 dengan cara melakukan overlay intersept. Analisis keruangan menggunakan metode pembobotan dan skoring, yaitu metode kuantifikasi kenampakan setiap obyek pada ruang. Penilaian dibagi menjadi penilaian kesesuaian lokasi (makro kawasan) dan kesesuaian zona (mikro kawasan). Ketentuan lokasi dan zona akan terlihat melalui akumulasi nilai skor. Penggunaan parameter dalam menentukan lokasi kawasan wisata ditentukan berdasarkan pengharkatan terhadap infrastruktur, status lahan, view dan Land Cover/Land Use. Lokasi terpilih merupakan kombinasi antara keseluruhan parameter diatas. Pemilihan lokasi dalam kawasan yang paling sesuai merupakan kombinasi antara aksesibilitas yang mudah, status lahan yang memiliki tingkat resistensi yang rendah, pemandangan yang bagus dan Land Cover/Land Use yang sesuai dengan tema obyek wisata yang akan dibangun. Sedangkan untuk penetapan zona, kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu lahan menjadi sesuai sebagai sebuah tapak kawasan wisata adalah menggunakan parameter lahan yang dianggap paling berpengaruh terhadap content (isi) tapak kawasan tersebut. Parameter tersebut kemudian ditentukan bobot kepentingannya terhadap masing-masing zona dengan melihat besaran kepentingan nilai di atasnya terhadap nilai di bawahnya.

Ditinjau dari data sebaran kesesuaian lokasi yang diperoleh dari hasil analisis, maka secara umum kondisi lahan pada daerah penelitian memiliki tingkat kesesuaian sedang sampai sesuai, yaitu mencakup 85,44% dari keseluruhan daerah penelitian. Ini berarti bahwa kondisi lahan daerah penelitian cukup dapat dikembangkan untuk kawasan wisata. Zona A sebagai zona utama memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan wisata desa. Dengan luas area sesuai sebesar 35% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian barat kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona B sebagai zona istirahat memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area sesuai sebesar 60% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian utara - selatan kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona C sebagai zona pendukung memiliki tingkat kesesuian lahan yang kurang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah


(15)

kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 16% dari luas kawasan, zona ini relatif agak sulit dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang hampir merata pada bagian timur kawasan menjadikan zona ini sedikit lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema.

Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi situ Pengasinan layak secara fisik untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata. Analisis mikro kawasan membagi kawasan menjadi 3 zona wisata, yaitu zona utama (wisata desa), zona istirahat dan zona pendukung (wisata air dan belanja). Perancangan tapak pada masing-masing zona sudah memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana pada zona tersebut. Hasil analisis juga memberikan arahan pengembangan serta pola investasi dan pengembangan kawasan.


(16)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindung Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(17)

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK

KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN

PARIWISATA KOTA

PRIMA JIWA OSLY

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(18)

(19)

Judul Tesis : Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota

Nama : Prima Jiwa Osly NIM : A353060101

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(20)

“Dan Kam i ham park an bum i itu dan Kam i letakk an padan y a gunung-gunung y ang kokoh dan Kam i tum buhk an padan y a segala m acam tanam an y ang indah

dipan dang m ata. Untuk m enjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap ham ba y an g kem bali (m engingat) Allah“ (Q.S. 50 :7-8 )

“Dan Kam i jadikan antara m ereka dan antara negeri-negeri y ang Kam i lim pahkan berkat kepadany a, beberapa negeri y ang berdekatan dan Kam i tetapkan an tara negeri-n egeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kam u

di negeri-negeri itu pada m alam dan siang hari dengan am an” (Q.S. 34:18 )

Yang mulia: Ayahanda dan Ibunda

Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS – Hj. Nursahati, SH Yang tercinta:

Isteriku Puspita Sari, ST

Yang tersayang: Putriku Azumi Sultanikha (Zee)


(21)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 sampai Juli 2008 ini adalah perencanaan dan perancangan tapak kawasan situ agar dapat menjadi sebuah kawasan wisata yang berisi berbagai macam obyek wisata. Berdasarkan tema diatas, karya ilmiah ini diberi judul Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB.

2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSC selaku Dosen Pembimbing Utama. 3. Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng, selaku Dosen Pembimbing Anggota. 4. Prof. DR. Ir. Osly Rachman, MS, ayah sekaligus mentor.

5. Puspita Sari, ST dan Azumi Sultanikha, istri dan anakku tersayang. 6. Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta, selaku sponsor.

7. Mahasiswa Pasca Sarjana IPB, khususnya Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB, khususnya Program Reguler Angkatan 2006.

8. Semua pihak yang membantu dalam penulisan rencana penelitian ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini, baik dalam pemaknaan substansi maupun ekspresi penulisan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Agustus 2008 Prima Jiwa Osly


(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 16 Desember 1976 dari Ayah yang bernama Osly Rachman dan Ibu yang bernama Nursahati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis sudah menikah pada 31 Agustus 2003 dengan Puspita Sari dan telah dikaruniai seorang putri bernama Azumi Sultanikha.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor, dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta, dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta .

Penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta sejak 2000 sampai sekarang.


(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR ... v I. PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Identifikasi Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5 Kontribusi Penelitian ... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA... 6 Pengertian Pariwisata ... 6 Potensi dan Pasar Wisata ... 7 Konsep Pengembangan Kawasan Wisata... 9 Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development)... 12 Perencanaan Tapak ... 16 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 23 III. METODOLOGI PENELITIAN... 27 Kerangka Pikir Penelitian ... 27 Lokasi Penelitian ... 29 Waktu Penelitian... 29 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 29 Penyusunan Basis Data dan Pengolahan Data Digital... 31 Zona Dan Parameter Penyusun Rencana Tapak... 33 Metode Analisis Keruangan ... 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47 Kondisi Biofisik Lokasi Penelitian... 47 Analisis Dan Perancangan Tapak ... 53 Pemetaan Kesesuaian Lokasi Dan Zona... 61 Perancangan Tapak... 66 Arahan ... 85


(24)

V. PENUTUP... 90 Kesimpulan ... 90 Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 92


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok... 2 Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata ... 24 Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya... 30 Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan ... 33 Tabel 5. Pemeringkatan kesesuaian lokasi yang digunakan ... 34 Tabel 6. Pemeringkatan kesesuaian infrastruktur yang ada ... 34 Tabel 7. Pemeringkatan kesesuaian status lahan... 35 Tabel 8. Pemeringkatan kesesuaian Land Cover dan Land Use... 35 Tabel 9. Pemeringkatan kesesuaian untuk View dengan Buffer 100 m... 36 Tabel 10. Parameter dan bobot untuk penentuan lokasi dalam zona ... 37 Tabel 11. Pemeringkatan kesesuaian zona... 38 Tabel 12. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona A (Village Zone)... 39 Tabel 13. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona A (Village Zone)... 39 Tabel 14. Skoring View dalam zona A (Village Zone)... 40 Tabel 15. Skoring Vegetasi dalam zona A (Village Zone)... 40 Tabel 16. Skoring Slope dalam zona A (Village Zone)... 40 Tabel 17. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona B (Rest Area) ... 41 Tabel 18. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona B (Rest Area) ... 41 Tabel 19. Skoring View dalam zona B (Rest Area)... 42 Tabel 20. Skoring Water Body dalam zona B (Rest Area)... 42 Tabel 21. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona C (Water Zone)... 42 Tabel 22. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona C (Water Zone)... 43 Tabel 23. Skoring Water Body dalam zona C (Water Zone)... 43 Tabel 24. Skoring Vegetasidalam zona C (Water Zone)... 43 Tabel 25. Luas Land Cover dan Land Use... 53 Tabel 26. Tabel panjang jaringan jalan dalam lokasi... 58 Tabel 27. Tabel luas status lahan pada lokasi ... 60 Tabel 28. Tabel luas kesesuaian untuk lokasi ... 61 Tabel 29. Tabel luas kesesuaian untuk Zona A (Village Zone)... 63 Tabel 30. Tabel luas kesesuaian untuk Zona B (Water Zone)... 64


(26)

Tabel 31. Tabel luas kesesuaian untuk Zona C (Water Zone)... 65 Tabel 32. Tabel luas untuk masing-masing zona ... 66 Tabel 33. Kebutuhan Ruang Fasilitas ... 76 Tabel 34. Tingkat kepentingan untuk kegiatan pembangunan fasilitas ... 86


(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront... 16 Gambar 2. Proses perencanaan tapak... 18 Gambar 3. Kerangka pikir penelitian ... 28 Gambar 4. Lokasi penelitian ... 29 Gambar 5. Prosedur penentuan kesesuaian lokasi ... 45 Gambar 6. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona A (Village Zone)... 45 Gambar 7. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona B (Rest Area)... 45 Gambar 8. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona C (Water Zone)... 46 Gambar 9. Prosedur penentuan posisi zona terhadap kawasan... 46 Gambar 10. Pembagian wilayah kota Depok... 48 Gambar 11. Lokasi penelitian ... 49 Gambar 12. Peta elevasi lahan lokasi penelitian... 50 Gambar 13. Peta kemiringan lahan lokasi penelitian... 50 Gambar 14. Peta hidrologi lokasi penelitian ... 51 Gambar 15. Peta jaringan jalan wilayah penelitian... 52 Gambar 16. Pola ruang kawasan... 53 Gambar 17. Pencapaian wilayah penelitian dalam konstelasi regional ... 57 Gambar 18. Peta jaringan jalan dalam kawasan... 58 Gambar 19. Peta kesesuaian lokasi ... 62 Gambar 20. Peta kesesuaian untuk zona A (Village Zone)... 63 Gambar 21. Peta kesesuaian untuk zona B (Rest Area) ... 64 Gambar 22. Peta kesesuaian untuk zona C (Water Zone)... 65 Gambar 23. Peta zonasi... 66 Gambar 24. Skema pengelolaan air bersih kawasan... 74 Gambar 25. Skema pengelolaan air kotor kawasan ... 75 Gambar 26. Rancangan tapak Zona A ... 77 Gambar 27. Perancangan suasana pada Zona A ... 78 Gambar 28. Rancangan tapak Zona B... 79 Gambar 29. Suasana pos sepeda ... 80 Gambar 30. Amphi Theatre... 81


(28)

Gambar 31. Pusat kerajinan dan cinderamata ... 82 Gambar 32. Suasana toko cinderamata dan kerajinan ... 82 Gambar 33. Rancangan tapak Zona C... 83 Gambar 34. Pusat belanja tanaman ... 84 Gambar 35. Suasana belanja tana... 84 Gambar 36. Kondisi dermaga untuk wisata air... 85


(29)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peran sektor pariwisata terasa semakin penting dalam perekonomian daerah, baik sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) maupun sebagai kesempatan kerja serta kesempatan berusaha. Dalam rancangan pembangunan nasional, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pengembangan pariwisata harus dilakukan dan ditingkatkan dengan memperluas dan memanfaatkan sumber serta potensi pariwisata. Pemasukan (devisa) dari sektor pariwisata Indonesia adalah sebesar Rp 125 trilyun dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 7,52 juta orang (DEPBUDPARRI, 2006). Meningkatnya jumlah wisatawan akan menciptakan industri pariwisata (angka pertumbuhan nasional sebesar 2% per tahun). Dalam kasus kota Depok, tahun 2006 sektor pariwisata menyumbang 25,4% bagi PAD dan 8,8% dari keseluruhan restribusi pendapatan Jawa Barat dari sektor pariwisata. Peningkatan tersebut didorong oleh tiga hal, yakni pertama, penampilan eksotis daerah, dalam arti bahwa setiap pariwisata tentu ingin menampilkan sesuatu yang belum ada di mana-mana. Kedua, kebutuhan orang modern dengan hiburan waktu senggang atau relaksasi (keluar dari rutinitas). Ketiga, mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi daerah yang dijadikan tujuan wisata.

Depok memiliki posisi sebagai daerah peresapan air dan hal ini dituangkan dalam Keppres No. 114 Pasal 2 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Bogor-Puncak-Cianjur). Dalam Keppres tersebut salah satu fungsi penting kawasan adalah sebagai peresapan air bagi keseluruhan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Praktek peresapan air itu dilakukan melalui perlindungan ekologi kawasan hijau dan danau (bahasa lokal disebut situ). Saat ini, sebanyak 12 dari 26 situ di Depok dalam keadaan rusak. Kualitas air berkurang karena sedimentasi, tumbuhnya gulma air yang tak terkendali, limbah domestik, kerusakan bangunan air pendukung situ (tanggul, pintu air) sehingga menyebabkan penyempitan luas permukaan situ secara terus menerus. Dengan semakin besarnya kerusakan ekosistem situ, kegiatan konservasi air di kota Depok saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan (Rosnila, 2004). Sebesar 40% total curah


(30)

hujan kota depok menjadi air permukaan sehingga menyebabkan volume air resapan menjadi berkurang. Dibandingkan dengan wilayah Bogor, air hujan yang menjadi air permukaan berkisar 20%. Peningkatan jumlah air permukaan ini utamanya disebabkan makin meningkatnya permukiman penduduk (Anon, 2004). Hal ini berhubungan dengan perencanaan pengembangan kota Depok yang lebih diarahkan untuk menjadi daerah pemukiman. PEMKOT (Pemerintah Kota) Depok sadar bahwa daerahnya menjadi pilihan bagi para pekerja yang mencari nafkah di Jakarta. Pertambahan jumlah penduduk yang relatif pesat mengakibatkan kebutuhan akan perumahan meningkat pula. Saat ini, penggunaan tanah Depok untuk permukiman mencapai 66% dari total wilayah Depok sedangkan wilayah hutan kurang dari 10% (Tabel 1). Salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk tetap menjaga keberadaan situ dan diharapkan dapat memperbaiki situ-situ yang rusak adalah dengan mengelola kawasan sekitar situ untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata.

Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase

1 Hutan Kota 1950 9.7%

2 Sungai/Danau/Situ 420 2.1%

3 Pertanian 3031 15.1%

4 Permukiman 13334 66.5%

5 Pendidikan 250 1.2%

6 Perkantoran 95 0.5%

7 Pusat Pelayanan 261 1.3%

8 Industri 283 1.4%

9 Perdagangan dan Jasa 432 2.2%

20055.9 100.0%

TOTAL Sumber : Peta RTRW Depok 2000-2010

Pada dasarnya keberadaan situ tersebut merupakan potensi besar di bidang pariwisata, khususnya wisata air. Sedikitnya 22 situ di wilayah penyangga Ibu Kota Negara bagian selatan ini sudah disiapkan untuk dikembangkan. Ke-22 situ yang tersebar pada wilayah tersebut antara lain Cilangkap, Rawa Kalong, Pedongkelan, Tipar, Jatijajar, Patinggi, Baru, Gadog, Sidomukti, Cilodong. Lalu, Pengarengan, Bahar, Pitara, Asih Pulo, Rawa Besar Citayam, UI, Pladen, Bojong Sari, Pengasinan, Pasir Putih, Cinere dan Krukut. Hal ini juga ditunjang dengan keinginan masyarakat Depok yang menghendaki adanya kawasan wisata di dalam


(31)

kota Depok, sehingga masyarakat tidak perlu untuk mencari obyek-obyek wisata yang berada di luar kota Depok (Media Indonesia, 11 Januari 2005). Dengan adanya potensi kawasan dan pasar yang potensial maka diharapkan kawasan situ dapat dibangun menjadi sebuah kawasan wisata.

Berdasarkan masalah-masalah yang ada diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk membangun sebuah kawasan wisata yang dapat menjamin keberadaan situ sebagai kawasan konservasi tanah dan air, mengakomodir keinginan masyarakat Depok dalam berwisata dan mendatangkan keuntungan bagi pemerintah.

Identifikasi Masalah

Perkembangan Depok sebagai kota yang relatif baru dapat dikatakan cukup pesat. Pengembangan kota dari Kota Administratif menjadi Kota membuat Depok berbenah diri. Depok pada awalnya direncanakan sebagai kota satelit kemudian berubah menjadi kota dormitory. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan penduduk menjadi sangat cepat (pertumbuhan penduduk 3,70% per tahun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk nasional 3,2% per tahun). Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dilakukan pembangunan fasilitas-fasilitas utama yang membangun struktur kota yaitu permukiman, perdagangan dan sosial. Di sisi lain, pertambahan penduduk juga berpengaruh terhadap berbagai hal dalam keinginan beraktivitas, termasuk aktivitas wisata. Keterbatasan kawasan wisata termasuk variasi dan obyek wisata di kota Depok membuat masyarakat mencari obyek wisata yang ada di daerah lain seperti Bogor dan Jakarta (Susilowati et al., 2005).

Sebagai salah satu wilayah dalam daerah konservasi tanah dan air (KEPPRES no 114 tahun 1999), Depok memiliki situ-situ yang keberadaannya belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah kota dan usaha swasta. Sama seperti kota-kota lainnya yang sedang berkembang, perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi non pertanian menjadi konsekwensi perkembangan kota. Perubahan penggunaan lahan ini akan mempengaruhi perilaku dan fungsi air permukaan. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap keberadaan situ. Apabila kondisi ini tidak dikendalikan maka keberadaan situ akan menciut dan bahkan


(32)

hilang. Pengelolaan dan pengembangan kawasan situ menjadi alternatif yang logis untuk menjaga keberadaan situ tersebut. Perencanaan kawasan situ sebagai kawasan wisata merupakan salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk mengelola dan mengembangkan kawasan situ. Pengembangan kawasan ini diharapkan akan menghasilkan multiplier effect bagi seluruh komponen kota.

Saat ini, situ Pengasinan belum ditangani secara serius oleh Pemerintah Kota dan belum dikembangkan menjadi kawasan dengan fungsi konservasi dan sekaligus wisata walaupun RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Depok Tahun 2006-2011 telah mengamanatkan pengembangan dan pembangunan obyek wisata situ Pengasinan sebagai salah satu program dalam penataan kawasan wisata Kota Depok. Namun perencanaan secara detil terhadap kawasan tersebut belum pernah dilakukan. Melihat potensi yang ada di sekitar kawasan situ Pengasinan seperti, kondisi alam yang masih terjaga, sedikitnya jumlah bangunan di sekitar situ dan terjaganya kondisi air, memberikan inspirasi untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata. Kawasan wisata ini diharapkan tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat Depok namun juga masyarakat di kota-kota sekitar Depok.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat di identifikasikan pokok-pokok permasalahan yang ada, yaitu :

1. Pertambahan penduduk mengakibatkan meningkatnya keinginan penduduk untuk variasi dan obyek wisata,

2. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola, dan

3. Belum adanya perencanaan detil terhadap kawasan situ Pengasinan untuk menjadi kawasan wisata.

Tujuan Penelitian Tujuan Utama

Tujuan utama penelitian ini adalah merencanakan dan merancang kawasan Situ Pengasinan, Sawangan menjadi kawasan pariwisata kota bernuansa lingkungan dan dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok.


(33)

Tujuan Khusus

1. Menentukan kesesuaian kawasan sekitar situ untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata berdasarkan potensi fisik,

2. Menentukan jenis obyek-obyek wisata pada kawasan terbangun,

3. Mengintegrasi obyek-obyek wisata dan mengatur sirkulasi sehingga menjadi sebuah kawasan pariwisata,

4. Memberikan arahan dan strategi promosi bagi pengelola dan calon pengelola kawasan.

Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini hanya merencanakan berdasarkan potensi fisik dan merancang sebuah kawasan wisata pada kawasan sekitar situ Pengasinan dan mencoba menawarkannya sebagai sebuah kawasan pariwisata kota yang dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok. Studi kelayakan secara sosial dan ekonomi untuk kawasan terbangun tidak akan dibahas sepintas dalam penelitian ini.

Kontribusi Penelitian Kontribusi dari penelitian ini adalah :

1. Acuan bagi Pengambil Kebijakan (Pemerintah Kota Depok c/q Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok) untuk menetapkan pembangunan Kawasan Situ Pengasinan, Sawangan

2. Sebagai salah satu model pembangunan kawasan wisata yang berwawasan lingkungan


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pariwisata

World Trade Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai ”the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes” atau segala macam aktivitas dari manusia yang melakukan perjalanan dan menetap di sebuah tempat selain lingkungan tempat hidupnya selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan mengisi waktu senggang, bisnis dan atau keperluan lainnya. Definisi wisata menurut Swabrooke et al., 2003 adalah “Tourism can be defined as the theories and practice of travelling and visiting places for leisure related purpose” atau pariwisata dapat diartikan sebagai teori dan praktek dari perjalanan mengunjungi obyek-obyek tertentu untuk mendapatkan kesenangan. UU nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sehingga berdasarkan definisi diatas dapat diartikan bahwa seluruh jenis perjalanan yang dilakukan dapat dikatakan sebagai wisata apabila dalam melakukan perjalanan tersebut seseorang mendapatkan kesenangan. Secara relasional, pariwisata merupakan hubungan antara obyek dan manusia. Obyek memberikan sesuatu yang dapat mengakibatkan manusia terpuaskan hasrat keinginannya, manusia akan memberikan sesuatu pula terhadap obyek tersebut. Berdasarkan pengertian diatas maka pariwisata mempunyai ciri-ciri (1) pelaku (individu atau kelompok), (2) yang melakukan perjalanan, (3) bersifat sementara, (4) untuk mencari kebahagian, kepuasaan atau kenikmatan. Sehingga, secara kontekstual, perjalanan yang dilakukan manusia dari tempat asal menuju tempat-tempat yang disukai dalam waktu sementara dengan tujuan rekreasi dan bersenang-senang identik dengan kegiatan wisata.


(35)

Potensi dan Pasar Wisata Kriteria Penilaian Potensi

Skala perencanaan untuk wisata dapat dibedakan atas tiga skala, yaitu: (1) skala situs (site scale); (2) skala daerah tujuan wisata (destination scale); dan (3) skala regional (regional scale). Skala situs berhubungan dengan pengalokasian ruang daerah-daerah tujuan wisata sesuai dengan tujuan obyek wisata seperti tempat parkir, taman, ruang peristirahatan, hotel, restoran, obyek wisata utama dan pelengkap. Skala destinasi melihat keterkaitan antara beberapa obyek wisata di suatu daerah tujuan wisata yang saling melengkapi dan menunjang dalam memberikan variasi wisata, sedangkan skala regional melihat keterpaduan kawasan wisata dalam lingkup yang lebih luas misalnya dalam satu propinsi. Metode yang sering diterapkan dalam perencanaan wilayah wisata yaitu mengidentifikasi, menyeleksi, mengevaluasi situs atau wilayah dan mengukur potensi wisata. Elemen pengembangan pariwisata terdiri dari atraksi, transportasi, akomodasi, fasilitas pendukung dan infrastruktur. Pemetaan dan overlay peta menjadi alat yang penting untuk menampilkan potensi-potensi tersebut sehingga layak untuk dikembangkan.

Kriteria penilaian potensi obyek wisata bersifat obyektif yang berarti heterogenitas wilayah akan menentukan obyek-obyek wisata yang dapat dikembangkan pada wilayahnya masing-masing. Kriteria-kriteria penilaian potensi obyek wisata ini dikembangkan oleh para ahli dengan penelitian dan studi kasus. Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah yang dikembangkan oleh Coppock et al. (1971), Swarbrooke et al. (2003), White (2004) dan Erik and Usul (2004).

Coppock et al. (1971) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor bentang alam, air dan pemandangan yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Penelitian yang dilakukan menghasilkan obyek-obyek wisata yang didasarkan atas faktor-faktor tersebut. Faktor bentang lahan diperuntukkan bagi aktivitas wisata (1) berkemah, karavan, dan piknik (2) berkuda dengan kelengkapan untuk jalur-jalur jalan dan pengekang kuda; (3) Hiking atau jalan-jalan, dengan kelengkapan jalur untuk jalan kaki; (4) menembak, semua wilayah dengan penilaian khusus olahraga menembak, dan (5) panjat tebing. Faktor


(36)

bentangan air untuk (1) kegiatan memancing pada sungai, kanal dan danau/genangan air yang tidak ada polusi, (2) aktifitas olahraga air, dengan syarat air tidak terpolusi, panjang minimal satu kilometer, lebar 200 meter dan atau luas 20 hektar; (3) Rekreasi pendidikan yang berorientasi ke air, dan (4) aktivitas sepanjang pantai, pantainya bersih, berpasir, dan badan pantai berjarak minimal 400 meter dengan jalan. Faktor pemandangan alam dapat ditambahkan kedalam kedua faktor diatas sebagai faktor pendukung atau menjadi obyek wisata tersendiri yaitu obyek wisata pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 500 meter dpl (di atas permukaan laut). Plato lebih dari 1.500 meter dpl, bukit 500 sampai dengan 1.500 meter dpl, pegunungan lebih dari 2.000 meter dpl. Swarbrooke et al. (2003) mengadakan studi kasus terhadap potensi wisata yang ada diseluruh dunia antara lain Maroko, Afrika Selatan dan Namibia untuk Benua Afrika, Inggris, Spanyol dan Norwegia untuk Benua Eropa, Florida untuk Benua Amerika, Vietnam dan Thailand untuk Benua Asia serta New Zealand untuk Benua Australia. Studi kasus yang dilakukan adalah untuk menentukan potensi wisata, segmentasi pasar dan prospek pengembangan jenis wisata. White (2004) menentukan kriteria-kriteria penilaian potensi untuk jenis wisata alam yang berada di perkotaan. Wisata alam yang dikembangkan adalah taman kota dan Education Center. Erkin and Usul (2007) mengadakan kajian mengenai lokasi-lokasi yang cocok untuk obyek-obyek wisata alam antara lain camping, biking, caravan dan grass skiing. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan elevasi, pola ruang, pola network dan pemandangan. Analisis yang dilakukan menggunakan overlay (tumpang tindih) data-data Russian Topograhic Maps, LANDSAT Image, RADAR Image dan IKONOS Image.

Segmentasi Pasar

Dalam menghubungkan antara konsep atau teori mengenai aktivitas dan fasilitas wisata serta pengalaman berwisata pengunjung diperlukan sebuah konsep atau teori yang menjelaskan keberadaan dari pengunjung tersebut yang terkait dengan konsep pasar. Konsep ini berguna dalam menganalisa kebutuhan wisatawan atau pengunjung pada suatu destinasi. Konsep pasar merupakan alat untuk menemukenali karakteristik wisatawan atau pengunjung, karena dengan mengenali karakteristiknya dapat diketahui tanggapan dari wisatawan atau


(37)

pengunjung ketika beraktivitas wisata dan menggunakan fasilitas wisata. Mill and Morrison (1992) menyatakan bahwa pembagian golongan pasar (Market Segmentation) didefinisikan sebagai proses dari manusia yang memiliki kesamaan kebutuhan, keinginan dan karakteristik berkumpul bersama sehingga membentuk sebuah organisasi yang dapat menggunakan ketelitian tinggi dalam melayani dan berkomunikasi dan memilih sebagai pengguna. Secara garis besar, terdapat empat metode untuk menentukan pembagian golongan, yaitu :

1. Golongan berdasarkan demografi (Demographic Segmentation) yaitu sekelompok orang yang memiliki karakteristik yang dapat terhitung seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan dsb

2. Golongan berdasarkan geografi (Geographic Segmentation) yaitu memperhitungkan pasar kedalam lokasi yang secara geografis berbeda seperti negara, provinsi, kota, kabupaten dsb

3. Golongan berdasarkan psikografis (Psychographic Segmentation) yaitu kelompok orang yang memiliki kepribadian dan gaya hidup seperti kesamaan gaya hidup, hobi, aktivitas dsb

4. Golongan berdasarkan kelakuan (Behaviour Segmentation) yaitu menggolongkan pasar kedalam sebuah kumpulan yang faktanya memiliki kebiasaan membeli dan memilih seperti petualang akhir pekan, pelanggan yang royal, pencari keuntungan dsb

Konsep Pengembangan Kawasan Wisata Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept)

Kawasan pariwisata adalah kawasan yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pembangunan kawasan pariwisata tidak mengurangi areal tanah pertanian dan dilakukan di atas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam warisan budaya. Erkin and Usul (2007) menyatakan bahwa kawasan pariwisata pada negara-negara berkembang biasanya adalah kawasan-kawasan yang tidak berkembang namun memiliki keindahan panorama dan ekosistem yang beragam. Saat ini, pariwisata selalu mendapatkan porsi besar dalam perencanaan pengembangan kota dan wilayah karena sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor penting dalam


(38)

ekonomi. Namun pengembangan yang diharapkan adalah pengembangan kawasan yang tidak merusak ekosistem.

Untuk dapat mengembangkan sebuah kawasan wisata maka diperlukan sebuah konsep dasar yang dapat menentukan batasan penggunaan lahan untuk kepentingan wisatawan dan penggunaan lahan untuk optimalisasi sumberdaya pariwisata. Konsep tersebut dikenal sebagai Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept). Caneday and Farris (2005) menyatakan Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity) adalah sebuah konsep yang lahir pada bidang pertanian dan pengelolaan taman margasatwa. Konsep daya dukung ini dikenal sebagai cara untuk mendefinisikan jumlah dan tipe binatang yang dapat di dukung oleh lingkungannya (habitat). Dalam konteks diatas, daya dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimum dan kepadatan dari binatang pada luas lahan tertentu yang dapat mendukung kehidupannya tanpa merusak ekosistem. Pada tahun 1964, J.A. Wagar dalam The Carrying Capacity of Wild Lands for Recreation memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal sebagai Daya Dukung Rekreasi (Recreational Carrying Capacity) yang merupakan penerapan dari prinsip teori diatas kedalam sebuah kawasan rekreasi. Diantara prinsip tersebut adalah : (1) pengkarakteristikan daya dukung berfungsi sebagai kepemilikan yang melekat pada sebuah lokasi yang dapat ditentukan, daya dukung bukan merupakan suatu nilai yang tetap, (2) Daya dukung tergantung pada kebutuhan dan nilai dari manusia dan hanya dapat ditentukan dalam hubungannya dengan tujuan pengelolaan, (3) Kebutuhan yang melebihi batas dapat dikurangi dengan melakukan tindakan pengelolaan seperti zonasi, tindakan persuasif dan pengelolaan komunitas.

Berdasarkan hal diatas maka dalam kawasan wisata, Konsep Daya Dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimal dari sejumlah orang yang dapat menggunakan sebuah kawasan tanpa adanya perubahan yang tidak dapat diterima terhadap kondisi lingkungan dan tanpa penurunan yang tidak dapat diterima terhadap kualitas dari pengalaman yang akan didapat wisatawan. Konsep ini terdiri atas beberapa kriteria, yaitu :

a. Fisik, berhubungan dengan jumlah lahan yang tersedia, yang cocok untuk fasilitas, termasuk batas kapasitas dari fasilitas tersebut.


(39)

b. Psikologis, persepsi wisatawan terhadap kawasan yang dinilai dari tingkat kepuasan wisatawan.

c. Biologis, kapasitas biologis dari suatu tempat bila kerusakan lingkungan terjadi.

d. Sosial, pemikiran dari daya dukung sosial didasarkan pada community based tourism planning (perencanaan pariwisata berbasis komunitas)dan sustainability (keberlanjutan) yang mana mencoba untuk mendefinisikan level pengembangan agar dapat diterima masyarakat lokal dan pengusaha.

e. Ekonomi, keuntungan ekonomi yang dapat diterima.

f. Infrastruktur, manfaat prasarana bagi masyarakat lokal dan wisatawan. Berdasarkan karakteristik dan jenis aktivitas, Konsep Daya Dukung dapat dibedakan menjadi 2 kategori analisis, yaitu :

1. Pertimbangan rekreasi, membedakan interaksi dari jenis menggunakan parameter (ukuran) seperti level penggunaan, tipe, variasi ruang dan sementara, tingkah laku pengguna, persepsi kualitas sumberdaya.

2. Pertimbangan ekologi, proses alam dan dampak manusia terhadap lingkungan, air, tanah, fauna dan lain-lain.

Penggunaan sebuah kawasan yang melebihi kapasitasnya akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, dampak negatif dapat dikurangi dengan menerapkan beberapa metode sehingga keberlanjutan dapat dijaga. Tahapan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat over capacity tersebut adalah dengan cara, antara lain :

1. Membatasi akses, membatasi jumlah mobil parkir, mencegah akses dengan mobil masuk, pengenaan biaya yang tinggi dan lain-lain.

2. Membatasi fasilitas, membatasi pembangunan jalan yang tidak perlu, fasilitas akomodasi, dan lain-lain.

3. Membagi lahan kawasan wisata berdasarkan jenis aktivitas, memisahkan antara aktivitas yang tenang, jalan-jalan dan lain-lain.

4. Penjadwalan, menjadwalkan aktivitas wisatawan dalam waktu yang berbeda dalam sehari, seminggu, sebulan/setahun.


(40)

Sarana dan Prasarana Wisata

Dalam upaya memuaskan kebutuhan dan selera wisatawan, lahirlah unsur baru yang perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan wisata yaitu unsur pelayanan. Persiapan atas jasa atau produk diharapkan sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Hal ini mengakibatkan timbulnya spesialisasi pelayanan yang akhirnya membentuk suatu distribusi pelayanan pada pendukung industri wisata (Wibowo, 2006). Menurut Gamal (1997) sarana wisata dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Sarana Pokok Kepariwisataan, yang terdiri atas

ƒ Obyek wisata (keindahan alam, iklim, pemandangan, flora dan fauna, hutan, landmark dsb)

ƒ Atraksi wisata (festival, kesenian, pesta ritual, upacara keagamaan dsb) ƒ Fasilitas rekreasi dan olahraga (golf course, tennis court, pemandian,

kuda tunggangan dsb)

2. Sarana Pelengkap Pariwisata, yang terdiri atas ƒ Restoran,

ƒ Prasarana umum (jalan raya, jembatan, listrik, telekomunikasi, dsb) 3. Sarana Penunjang Kepariwisataan, yang terdiri atas :

ƒ Transportasi wisata (darat, laut dan udara), ƒ Biro perjalanan umum dan agen wisata,

ƒ Sarana lainnya (nightclub, toko cinderamata, panti pijat dsb)

Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development)

Wrenn and Douglas (1983) mendefinisikan Waterfront is interface between land and water. Pengertian interface diatas adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan daratan dan perairan Selain itu Wrenn and Douglas (1983) juga mengemukakan definisi Urban Waterfront yaitu suatu lingkungan perkotaan yang berada di tepi atau dekat wilayah perairan, seperti misalnya lokasi di sekitar area sungai besar di kota metropolitan.. Dari kedua definisi diatas dapat dikatakan bahwa waterfront adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa


(41)

kegiatan dan aktivitas pada area pertemuan tersebut. Sedangkan Waterfront Development adalah konsep pengelolaan kawasan tepi air dengan memberikan muatan kegiatan aktif pada pertemuan air dan daratan.

Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu konservasi, pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan (development). Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan. Berdasarkan fungsinya, Breen and Rigby (1996) menyatakan bahwa waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront.

ƒ Mixed-used waterfront adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan.

ƒ Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.

ƒ Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan.

ƒ Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

Kriteria dan Aspek Perencanaan

Prabudiantoro dalam Soesanti et al. (2006) menyatakan kriteria umum dari penataan dan pendesainan waterfront adalah :

ƒ Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya).


(42)

ƒ Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata.

ƒ Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan.

ƒ Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan. ƒ Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal.

Dalam perencanaan kawasan tepi air terdapat dua aspek dominan, yaitu :

1. Aspek geografis, yaitu hal-hal menyangkut geografis kawasan yang akan menentukan jenis serta pola penggunaan kawasam tersebut. Termasuk dalam aspek ini adalah :

ƒ Kondisi perairan (jenis, dimensi dan konfigurasi, pasang surut serta keadaan air)

ƒ Kondisi daratan (ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah dan kepemilikan)

ƒ Iklim (musim, temperature, angin dan curah hujan)

2. Aspek Perkotaan, merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas sebagai kota yang bersangkutan serta menetukan hubungan antara kawasan tepian air yang direncanakan dengan bagian kota terkait. Aspek ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan waterfront tersebut. Termasuk dalam aspek ini adalah :

ƒ Pemakai, penduduk sekitar yang tinggal, bekerja, berwisata atau hanya sekedar memiliki kawasan tersebut sebagai sarana publik ƒ Sejarah dan budaya

ƒ Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta perencanaan sirkulasi di dalam kawasan

ƒ Karakter visual, hal-hal yang akan memberi ciri pembeda kawasan. Kedua aspek diatas menjadi penting untuk menciptakan suatu kawasan tepian air yang hidup dan dapat dinikmati


(43)

Elemen Penting Perencanaan Waterfront

Perencanaan waterfront meliputi proses pembentukan zona, pengaturan zona-zona fungsi, akses transportasi/sirkulasi, pengolahan ruang publik (public space), tatanan massa bangunan, dan pengolahan limbah (sanitasi). Menurut Wrenn and Douglas (1983), pola penyusunan dan perkembangan tata letak yang merupakan proses pembentukan suatu area waterfront adalah sebagai berikut :

ƒ Awalnya berkembang dari arah perairan, yaitu dengan dibangunnya beberapa sarana yang menunjang fungsi utama dari area waterfront.

ƒ Ketika area waterfront mulai ramai dikunjungi dan ditempati orang maka terjadilah perluasan lokasi dan penyebaran ke arah daratan.

ƒ Pertambahan penduduk yang tinggal mendorong munculnya beberapa sarana penunjang lainnya, seperti dermaga kecil, jalur sirkulasi tambahan, dan sebagainya.

ƒ Seiring pertambahan penduduk dan aktivitas yang semakin banyak maka dibuatlah beberapa saluran kanal di area waterfront. Hal ini bertujuan untuk tetap mempertahankan ikatan visual dan karakter pada area waterfront, dan membuat pemisah buatan yang memisahkan secara jelas fungsi fungsi yang ada pada site.

Pola susunan massa dan ruang pada zona-zona yang berada di area waterfront harus mengacu dan berorientasi ke arah perairan. Apabila hal ini tidak diterapkan maka area tersebut akan kehilangan ciri khas dan karakternya sebagai area waterfront. Zona-zona yang ada di area waterfront tercipta karena area waterfront merupakan suatu area yang menjadi tempat bertemu dan berintegrasinya beberapa fungsi kegiatan menjadi satu. Pada umumnya, zona yang berada langsung berbatasan dengan daerah perairan utama mempunyai fungsi-fungsi kegiatan utama yang bersifat publik sehingga dapat diakses dari segala arah oleh semua orang. Setelah zona utama terbentuk barulah kemudian di sekitarnya dibangun zona-zona ruang yang lebih kecil yang berisi fungsi-fungsi penunjang kawasan utama tersebut atau berisi daerah permukiman penduduk.

Sirkulasi atau jaringan jalan merupakan elemen kawasan yang penting. Sirkulasi adalah lahan yang digunakan sebagai prasarana penghubung antara


(44)

zona-zona di dalam kawasan dan akses dengan kawasan lainnya. Sirkulasi pada area waterfront ada dua jenis, yaitu sirkulasi darat dan sirkulasi air. Idealnya kedua sirkulasi tersebut mempunyai jumlah dan luas yang sama besarnya. Selain itu, penataan sirkulasi pada area waterfront dikatakan baik apabila jaringan jalannya berpola lurus dan sejajar dengan sisi perairannya. Penataan ini memudahkan semua orang untuk menikmati view ke arah perairan. Sedangkan penataan sirkulasi darat yang tidak berdekatan dengan area perairan mengakibatkan salah orientasi dan hilangnya citra dari waterfront itu sendiri.

Ruang-ruang pada suatu area waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik dan branch seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. (A) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. (B) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti danau dan teluk. (C) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. (D) Pola branch terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal.

Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront(Soesanti et al., 2006)

Ruang-ruang utama yang terbentuk dengan ukuran yang besar umumnya merupakan suatu area publik yang diletakkan berbatasan langsung dengan perairan

Perencanaan Tapak

Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan manusia dan lingkungan alamiah guna menunjang kegiatan manusia. Mendesain sebuah tapak juga merupakan sebuah seni untuk menata fasilitas dalam tapak untuk mendukung pemenuhan kebutuhan akan aktivitas. Pemberian bentuk untuk


(45)

sebuah tapak berguna untuk mengakomodasi fasilitas dengan meminimalisasi kerusakan lingkungan dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi pengguna tapak. Perencanaan tapak juga mengaplikasikan sistem buatan manusia (termasuk konstruksi) kedalam sebuah sistem lingkungan dan ekologi dengan mempertimbangkan peluang dan hambatan yang akan dihadapi. Pengkajian perencanaan tapak sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan, yaitu faktor lingkungan alam dan faktor lingkungan buatan manusia.

Faktor lingkungan alam merupakan suatu sistem ekologi dari air, udara, energi, tanah, tumbuhan (vegetasi), dan bentuk-bentuk kehidupan yang saling mempengaruhi dan membentuk suatu komunitas yang saling menyesuaikan diri dan berkembang bila lingkungan berubah. Kegiatan manusia merupakan bagian penting dari sistem ekologi ini. Karena itu dalam pembangunan yang menjadi persoalan ialah bagaimana mempertahankan keselarasan dan tidak melampaui kapasitas alam dari sistem tersebut guna menunjang kegiatan manusia. Suatu rancangan tapak yang baik akan meningkatkan kegiatan manusia disamping menonjolkan potensi tapak yang alami.

Faktor lingkungan buatan manusia terdiri dari bentuk elemen dan struktur kota yang dibangun, meliputi struktur fisik dan pengaturan ruang serta pola-pola perilaku sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik. Kedua perspektif ini saling mrmpengaruhi. Seringkali dalam tata lingkungan terjadi pelanggaran faktor lingkungan alam yang disengaja. Kota memiliki berbagai sistem prasarana yang luas untuk air, energi listrik, transportasi, saluran pembuangan air hujan, sanitasi lingkungan dan sebagainya. Dalam perencanaan dan perancangan tapak dikaji bagaimana kesesuaian suatu tapak dengan berbagai sistem lingkungan binaan manusia ini. Jadi perencanaan dan perancangan tapak meliputi hubungan dengan sistem alam maupun dengan sistem buatan manusia, di perkotaan maupun di area yang jauh dari perkotaan.

Proses Perencanaan Tapak

Dalam perencanaan tapak diperlukan proses yang rasional dan kritis. Walaupun proses yang diperlihatkan disini tampaknya linear tapi dalam kenyataannya proses ini berulang. Contohnya, sekalipun klien menentukan


(46)

sasaran atau tujuan pokok, hal ini dapat berubah sampai analisa tapak bangunan diselesaikan dengan diidentifikasikannya potensi-potensi tapak, kendala-kendala, dan disusunnya konsep-konsep rancangan. Secara bersamaan, analisa tapak baru dapat dilaksanakan sesudah sasaran atau tujuan pokok ditetapkan. Demikian pula analisa tapak dan pengembangan program sesuai tujuan sampai penyusunan konsep setelah alternatif terpilih berkaitan secara keseluruhan. Proses perencanaan tapak dapat dilihat pada Gambar 2.


(47)

Analisa Program

Pengembangan program didasarkan atas pemahaman kebutuhan semua kelompok sehubungan dengan kegiatan yang akan disesuaikan (syarat-syarat ruang dalam dan luar), dan hubungan ruang dan waktu antara kegiatan-kegiatan dan prasarana dan sarana fisik (jalan setapak, jalan lingkungan dan jalan raya) yang diperlukan guna menyusun program pengembangan ini.

Proses pemrograman tapak proyek merupakan dasar dari pemrograman arsitektur – yang meliputi penentuan secara sistematis pola kegiatan yang dikehendaki dan tanggapan fisik atau fungsional terhadap pola-pola itu. Pola-pola program dianalisa dan disajikan dalam bentuk diagram hubungan program dan dikembangkan serta diperinci dalam matriks hubungan program ruang bersamaan dengan analisa tapak dan lingkungan.

Analisa Tapak

Analisa tapak merupakan sebuah proses pemahaman akan kualitas-kualitas tapak yang dimiliki, faktor-faktor yang menentukan suatu karakter tapak, maksud yang terkandung dalam tiap faktor, lokasi masing-masing faktor dan mengkategorikan tiap faktor kedalam proses perencanaan. Semua ruang, baik ruang dalam dan ruang luar, dirancang untuk menunjang satu atau beberapa kegiatan. Perilaku manusia yang merupakan suatu kegiatan spesifik akan mempengaruhi bentuk yang diwadahi oleh ruang. Sebaliknya, bentuk ruang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang ruang dan kemudian cara mereka memakainya. Jadi terdapat hubungan keseluruhan antara perilaku, persepsi, dan bentuk. Analisa dan rancangan tapak proyek terfokus pada hubungan-hubungan ini dalam tapak komunitas. Analisa terhadap tapak juga membutuhkan pemahaman terhadap kondisi dalam tapak (on site) dan luar tapak (off site). Analisa tapak membahas secara sistematis tiga konteks tersebut:

1. Konteks ruang tapak (faktor-faktor alami dan buatan)

2. Konteks perilaku (pola-pola kegiatan sosial dan ekonomis dari tapak dan konteks lingkungannya, serta kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pembangunan tapak).


(48)

Dengan mengacu pada ketiga konteks diatas, maka didapat aspek-aspek yang akan digunakan untuk melakukan analisa tapak. Aspek-aspek tersebut adalah (1) lokasi dan pemilihan tapak, (2) pengaruh lingkungan sekitar tapak, (3) pencapaian tapak, (4) sistem sirkulasi dalam tapak, (5) lansekap dan (6) pendaerahan atau zoning. Berdasarkan aspek-aspek diatas, maka dapat ditentukan kriteria perencanaan tapak.

Lokasi dan Pemilihan Tapak

Beberapa kriteria penting untuk menentukan lokasi sebuah kawasan terbangun yaitu :

a. Pencapaian

Kemudahan dalam pencapaian (dilalui kendaraan umum, dekat dengan jalan tol, dekat dengan fasilitas umum dan lainnya), baik dari dalam dan luar kota (pengunjung, pengelola dan pemasok barang) dapat memberikan nilai lebih pada kawasan. Selain itu, akan lebih baik apabila kawasan dapat dicapai dari segala arah dan sirkulasi arah lalu lintas yang memudahkan pencapaian serta kelancaran jalur sirkulasi dalam tapak kawasan.

b. Ekonomi

Berkaitan dengan status kepemilikan lahan. Dalam perhitungan ekonomi, lahan pada kawasan terbangun merupakan modal investasi.

c. Tata Kota

Pembangunan sebuah kawasan tidak dapat lepas dari tata ruang wilayah yang telah ditentukan.

d. Aktivitas Penunjang

Kedekatan terhadap sarana-sarana penunjang seperti pusat pasar, pusat permukiman dan sebagainya.

e. Prasarana

Ketersediaan prasarana listrik, air dan jaringan komunikasi Pengaruh Lingkungan Sekitar Tapak

Beberapa kriteria penting untuk memperhitungkan pengaruh lingkungan sekitar terhadap sebuah kawasan terbangun yaitu :


(49)

Mencakup kriteria hirarki jalan sekitar kawasan, pedestrian dan median serta ruang terbuka

b. Bangunan-bangunan penting disekitar tapak (landmark)

Bangunan-bangunan yang telah berdiri sebelumnya dan biasanya berfungsi sebagai penanda daerah

c. Peraturan Pemerintah

Kriteria-kriteria yang telah ditentukan seperti KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan) dan GSB (Garis Sempadan Bangunan)

Pencapaian

Bagian ini membahas proses dan dasar pemikiran yang dipakai dan konsep awal yang telah dibuat sebelumnya dalam penentuan pencapaian kearah tapak yang telah dipilih beserta penentuan letak pintu-pintu masuk ke dalam tapak.

Sistem Sirkulasi Dalam Tapak

Beberapa kriteria penting untuk menentukan sistem sirkulasi dalam sebuah kawasan terbangun yaitu :

a. Sirkulasi Pejalan Kaki dan Kendaraan

Secara garis besar, terdapat 4 (empat) pola sirkulasi, yaitu pola lurus (grid atau straight), pola lengkung (curved), pola putaran (loop) dan pola buntu (culdesac). Penerapan pola sirkulasi yang tepat akan berpengaruh pada besaran persentase penggunaan lahan untuk jalan. Fungsi dari penyusunan sebuah sirkulasi dalam kawasan adalah :

ƒ Mengurangi gangguan kendaraan bermotor terhadap unit dalam kawasan

ƒ Memisahkan jalan yang menampung volume lebih tinggi pada kecepatan yang lebih tingi dari unit dalam kawasan

ƒ Melipatgandakan kemudahan dan kenyaman dalam pencapaian menuju masing-masing unit dalam kawasan

b. Areal Parkir Lansekap

Kriteria perancangan elemen luar tersebut meliputi elemen-elemen sebagai berikut:


(50)

a. Pola Pedestrian way

Pedestrian way membentuk prasarana penghubung yang penting dalam menghubungkan berbagai kegiatan yang berlangsung pada massa bangunan yang berbeda. Pedestrian way dirancang untuk mengarahkan pencapaian dan mempertimbangkan terbentuknya suasana estetis dengan penempatan titik-titik pusat perhatian. Jenis material, tekstur dan warna dipilih yang dapat mendukung karakter kegiatan , baik yang berkesan dinamis dan rekreatif.

b. Pohon dan Tanaman

Pemilihan tanaman sebagai elemen ruang luar mempertimbangkan karakter, jenis, bentuk, dan ketahanannya. Pohon dan tanaman di sini berfungsi sebagai :

ƒ Pengaruh dan pembatas visual (barrier)

ƒ Ditempatkan pada batas tapak, tepi jalan dan diantara massa bangunan.

ƒ Pemberi bayangan keteduhan (shelter)

ƒ Ditempatkan pada sisi-sisi bangunan terutama dekat bukaan untuk mengurangi kesilauan cahaya.

ƒ Penyaring udara dan angin (filter)

ƒ Ditempatkan pada daerah terbuka sebagai penghias dan penyaring debu.

c. Plaza

Plaza atau ruang terbuka dibuat untuk mengikat massa-massa bangunan yang saling terpisah, dan difungsikan sebagai ruang komunikasi/relaksasi penghuninya

Pendaerahan atau Zoning

Kriteria untuk membentuk pendaerahan/zoning didasarkan pada: a. Derajat privasi dari pengguna kawasan.

b. Derajat kepentingan dari kawasan ditinjau dari jenis kegiatan utama yang terjadi dalam kawasasn terbangun


(51)

Berdasarkan kriteria yang ada maka penzonaan akan terbagi menjadi zona privat, zona semi publik dan zona publik. Masng-masing zona tersebut akan memiliki fungsi dan pembatasan tertentu.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Puntodewo et al., 2003). Dalam literatur lain, sistem informasi geografis dapat didefinisikan sebagai kemampuan basis data relasional dalam memanipulasi data spasial (dalam bentuk peta digital) dan data atribut (kumpulan data yang terdiri dari abjad dan angka). Data spasial adalah data yang berasal dari peta yang memiliki koordinat dan tersimpan dalam file komputer, sedangkan data atribut adalah data yang dibuat berdasarkan hasil perekaman detail dari ciri-ciri atau benda-benda yang ditemukan dalam peta dan ciri-ciri tersebut memiliki referensi geografis pada lokasinya (McAdam, 1999).

Salah satu masalah mendasar dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan adalah kurangnya informasi dalam perencanaan penggunaan lahan untuk mengambil keputusan terhadap aset-aset pariwisata yang dimiliki. Aplikasi SIG dapat membantu menyelesaikan masalah mendasar diatas. SIG dapat menghasilkan tiga tipe informasi penting yaitu tourism resources maps, tourism use mapsdan tourism capability maps. Ketiga informasi diatas dapat memberikan analisis, yaitu :

1. Identifikasi mengenai ketersediaan dan lokasi sumberdaya pariwisata. Hal ini dapat membantu perencana dan pengelola untuk menentukan kemampuan sebuah lokasi agar dapat mengkreasikan sebuah produk pariwisata baru (identifikasi kesesuaian lokasi untuk pariwisata),

2. Evaluasi pilihan penggunaan lahan. Hal ini dilakukan untuk identifikasi zona konflik dan atau komplementer dengan mempertimbangkan aksesibilitas, kondisi sumber daya air, keragaman margasatwa dsb, dan


(52)

3. Monitoring terhadap sumber daya pariwisata berkondisi kritis yang berasal dari salah perencanaan, pengambilan keputusan dan korelasinya dengan sektor lain.

Sehingga, aplikasi SIG dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan tidak hanya berfungsi sebagai sebagai alat perencanaan namun juga sebagai alat pengambil keputusan (Bahaire and Elliot-White, 1999). Kemampuan SIG dalam pariwisata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata(Bahaire and Elliot-White, 1999)

Kemampuan Funsional GIS

Pertanyaan Mendasar Yang Dapat Diselesaikan Oleh SIG

Aplikasi Dalam Pariwisata Pemasukan,

Penyimpanan dan Manipulasi Data

Lokasi Apa ? Inventarisasi Potensi Wisata

Pembuatan Peta Kondisi Dimana ?

Identifikasi lokasi yang paling cocok untuk pengembangan Integrasi Database

dan Manajemen Trend

Bagaimana perubahannya ?

Menghitung dampak pariwisata Quarry dan

Pencarian Data Rute

Rute yang paling bagus ?

Aliran/pengelolaan pengunjung

Analisis Spasial Pola Bagaimana polanya ? Analisis hubungan yang berasosiasi dengan pemanfaatan sumber daya Model Spasial Pengambilan Keputusan Pembangunan Model Bagaimana jika …? Menilai dampak potensial dari pengembangan pariwisata

Buffer Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Tapak

Terminologi Buffer seringkali digunakan dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan regulasi lingkungan, dan karena sangat penting dan dapat


(53)

dimodelkan secara spasial, konsep-konsepnya sejak lama telah diadopsi dan diimplementasikan oleh hampir semua paket perangkat lunak SIG. Buffer, biasanya, dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial (atau yang dimodelkan secara spasial) yang bersangkutan (Prahasta, 2005). Dengan membuat Buffer , maka akan terbentuk suatu area, polygon atau zona baru yang menutupi (melindungi) obyek spasial (Buffered Object yang berupa obyek spasial titik, garis atau polygon) dengan jarak tertentu. Zona-zona Buffer ini digunakan untuk mendefinisikan fungsi kedekatan secara spasial suatu obyek terhadap obyek-obyek lain yang berada disekitarnya.

Penggunaan tools Buffer Analysis ini sangat berguna dalam melihat daerah penyebaran pelayanan masing-masing bangunan pada sebuah tapak. Selain itu, penggunaan tools akan sangat membantu dalam pembuatan sirkulasi dalam kawasan. Buffer Analysis juga akan menghasilkan pembagian zona privat, semi-privat dan publik, sehingga pemanfaatan penggunaan lahan dan zona dapat maksimal.

Network Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Rute

Pengembangan daerah tujuan wisata didominasi oleh filosofi “promosi atraksi wisata dan fasilitas pelayanan yang terdapat pada lokasi wisata”. Sedangkan pengembangan jaringan transportasi diasumsikan akan mengikuti atau berkembang dengan sendirinya. Dengan alasan bahwa penyediaan fasilitas transpotasi merupakan milik bersama (common property), investasi jangka panjang dan urusan pemerintah, maka daerah-daerah tujuan wisata baru biasanya minim jaringan infrastruktur transportasi. Pada saat yang bersamaan dimana daya tarik kawasan dan tingkat pelayanan yang dibutuhkan semakin tinggi maka rute yang melayani komunitas akan dibutuhkan. Sehingga pengembangan yang tidak terencana ini akan mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan pengunjung suatu daerah/kawasan wisata terbangun tersebut.

Pengembangan kawasan wisata seyogyanya dibarengi dengan perencanaan jaringan infrastruktur transportasi yang baik. Perencanaan jaringan transportasi tidak melulu pembangunan infrastruktur jaringan jalan, perancangan rute juga merupakan salah satu solusi untuk memecahkan masalah diatas. Dalam SIG,


(54)

perencanaan rute dapat dilakukan dengan menggunakan Analisa Jaringan (Network Analysis) sebagai Tools pendukungnya. Puntodewo et al. (2003) menyatakan bahwa analisa jaringan adalah tools yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan penggunaan jaringan geografis. Jaringan adalah bentuk garis-garis yang saling berhubungan. Analisa jaringan dalam SIG menggunakan asumsi dasar bahwa seluruh model pemilihan rute adalah pilihan “terbaik” manusia dalam melakukan perjalanan dari satu titik menuju titik lainnya. “Terbaik” ini dapat dihitung berdasarkan waktu tempuh perjalanan, biaya tempuh perjalanan dan kenyamanan dalam perjalanan. Dengan memasukkan kriteria-kriteria “terbaik” tersebut maka perancangan rute yang dilakukan oleh SIG digharapkan dapat mengakomodir kebutuhan calan pengunjung kawasan akan jaringan transportasi menuju kawasan terbangun. Terdapat tiga tipe prinsip Network Analysis yaitu Jejak Jaringan, Rute Jaringan dan Alokasi Jaringan . Jejak Jaringan menetukan jalur-jalur khusus dalam jaringan. Pemberian kriteria terhadap jalur khusus ini dilakukan oleh calon pengguna. Rute Jaringan menetukan jalur yang paling optimal dalam sebuah jaringan lurus. Pemilihan rute ini berdsarkan atas beberapa kriteria seperti “jarak terpendek”, “rute tercepat”, “rute tak berbelok” dan “ biaya minimal”. Jalur yang dibuat dapat melalui antar dua titk atau beberapa titik yang dipilih. Alokasi Jaringan adalah analisis terhadap entitas geografis dan proses penentuan titik pusat optimum (Turk and Gumusay, 2002).


(55)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pikir Penelitian

Dasar pemikiran untuk membangun kawasan wisata sekitar situ Pengasinan bernuansa lingkungan ini adalah perlunya mengelola dan mengembangkan kawasan sekitar situ agar dapat mengakomodasi keinginan berwisata masyarakat Depok. Selain itu, dengan pengembangan kawasan ini dapat menahan laju konversi penggunaan lahan yang terjadi di daerah perkotaan yang sedang berkembang pesat. Konversi penggunaan lahan seperti ini berkorelasi positif dengan degradasi lingkungan. Pengembangan kawasan ini akan di tuangkan ke dalam sebuah rencana tapak kawasan wisata dengan mempertimbangkan potensi wisata sekitar kawasan dan calon target pengunjung kawasan. Faktor-faktor di atas akan menjadi penentu obyek-obyek wisata yang akan diletakkan pada kawasan situ tersebut. Selain itu. perletakan obyek-obyek wisata dalam kawasan tersebut harus memperhatikan sumber daya fisik dan lingkungan yang ada di sekitar kawasan.

Setelah semua informasi diperoleh, maka analisa dilakukan untuk membuat sebuah perencanaan tapak kawasan. Salah satu sasarannya adalah untuk menetapkan keunggulan serta keterbatasan tapak. Berdasarkan hasil analisa tersebut, selanjutnya dapat ditentukan apakah tapak tersebut sesuai dengan kegunaan yang direncanakan. Apabila ternyata sesuai, maka data tersebut harus dianalisa lebih lanjut untuk dapat menetukan parameter khusus lainnya dari tapak tersebut. Ini termasuk penentuan daerah yang terbaik untuk lokasi suatu bangunan, daerah yang harus di hindari, daerah yang memiliki masalah erosi karena pola drainase dan daerah yang harus dilestarikan. Selain itu, untuk membuat kawasan tersebut hidup (dikunjungi) maka di lakukan analisa untuk membangun rute menuju kawasan serta sirkulasi dalam kawasan tersebut. Sehingga dengan rencana tapak yang ada, diharapkan kawasan ini dapat menjadi sebuah kawasan wisata perkotaan yang bernuansa lingkungan dan dapat menjadi sebuah model pengelolaan dan pengembangan sebuah kawasan situ . Kerangka pikir disajikan pada Gambar 3.


(56)

Gambar 3. Kerangka pikir penelitian

Kawasan Situ Pengasinan

UU No. 9/1990, UU No. 26/2007, Keppres No 114/1999, Visi Misi Kota,

RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok, Pariwisata

Perkotaan, Perencanaan Tapak

Perencanaan obyek-obyek wisata dalam kawasan

Sumber Daya Fisik Lahan

Sumber Daya Lingkungan

ANALISA

• Kondisi fisik lahan dan lingkungan

• Zonasi dan Sirkulasi

• Pembangunan rute menuju dan keluar kawasan

Kawasan Situ Pengasinan

sebagai Kawasan Wisata

Perkotaan

Potensi Wisata

Kawasan

Target Pengunjung


(1)

pola kerjasama yang akan diterapkan akan disesuaikan dengan spesifikasi dan fasilitas pendukung yang akan dikerjasamakan dengan tetap mengutamakan prinsip saling menguntungkan, bagi pemerintah daerah dalam bentuk peningkatan PAD, sedangkan bagi pihak swasta dalam bentuk profit/laba.

Kerjasama Pemerintah Kota dengan Kelompok Kerja (POKJA) Situ Pengasinan Selain bentuk kerjasama antara pemerintah dengan mengikutsertakan peran POKJA dalam pengadaan fasilitas pendukung dan pengelolaan obyek wisata lokasi yang masih dalam wilayah kerjanya. Kerjasama ini mungkin lebih ditekankan kepada peran POKJA tersebut untuk menunjang kelengkapan fasilitas pendukung obyek wisata diantaranya berupa pengadaan industri souvenir/cenderamata, rumah makan, travel agent, jasa pemandu wisata, pertunjukan seni dan budaya, jasa telekomunikasi (wartel) dan lain-lain. Agar memberikan hasil yang optimal dalam mengikutsertakan POKJA untuk pengembangan sektor kepariwisataan di kawasan Situ Pengasinan, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Mengupayakan kemudahan perizinan bagi Anggota POKJA dibidang usaha yang menunjang pengembangan pariwisata.

2. Peningkatan keterampilan pelaksanaan usaha pariwisata melalui pelatihan singkat sesuai dengan komoditi andalan yang diusahakan. 3. Memotivasi perangkat kerja pedesaan anggota POKJA terutama dalam

usaha penyediaan cenderamata bagi wisatawan serta usaha lainnya. 4. Mengadakan pembinaan dalam kaitannya dengan pengembangan

modal swadaya, modal luar negeri maupun modal ventura.

5. Bimbingan manajemen pemasaran, manajemen keuangan, pemasaran jasa dan lain-lain.

6. Memotivasi para pengrajin anggota POKJA agar memproduksi barang-barang cenderamata sesuai dengan permintaan pasar.

7. Mengadakan bimbingan kegiatan pelayanan terpadu dalam mendorong pertumbuhan pariwisata.

8. Meningkatkan keterampilan manajerial dan keterampilan teknis yang semula sederhana, meningkat pada teknis pelayanan yang disesuaikan dengan persyaratan standarisasi usaha pariwisata.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2004. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 4. Jakarta. Penerbit Buku KOMPAS.

[DEPBUDPARRI] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2006. Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2005-2009. Jakarta.

[DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. Jakarta.

[DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta.

[DODUSA] Departement of Defense USA. 2004. AREA PLANNING, SITE PLANNING AND DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No. UFC 3-210-01A. Washington.

[DODUSA] Departement of Defense USA.. 2004. SITE PLANNING AND DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No. 3-210-06A. Departement of Defense USA. Washington.

[GoWA] Government of Western Australia. 2006. QuickStart Guide to a Tourism Bussiness. Tourism Western Australia.

[NCDoCM] NC Division of Coastal Management. 2005. Land Sutability Analysis : User Guide. North Carolina.

[PEMKODEPOK] Pemerintah Kota Depok. 2006. Rencana Stratejik Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok 2006-2011. Depok.

Anggraini E. 2002. Pusat Kegiatan Informasi Arsitektur Indonesia di Surabaya. Rancangan Arsitektur [skripsi]. Surabaya : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra.

Bahaire T, Elliott-White M. 1999. The Application of Geographical Information System (GIS) in Sustainable Tourism Planning : A Review. Journal of Sustainable Tourism Vol. 7 No. 2. p159-174.

Breen A, Rigby D. 1996. The New Waterfront: A Worldwide Urban Success Story, Great Britain. London. Thames & Hudson

Caneday L, Farris B. 2005. Carrying Capacity of Oklahoma’s Sand Dune Parks. OSU. Oklahoma. Oklahoma Tourism and Recreation Departement. Coppock JT, Duffield DS, Sewell D. 1971. Classification and Analysis of

Recreation Resource. Lavery ed. Recreational Geography. London. De Chiara J, Koppelman L. 1975. Urban Planning and Design Criteria.

NewYork. Van Nostrand Reinhold Company Inc.

Erkin E, Usul N. 2004. Site Selection for New Tourism Type in Bodrum Peninsula MU_LA Turkey. [terhubung berkala]. www.gis-esri.com [18 Sept 2007]


(3)

Fawcett AP. 2003. Architecture : Design Notebook 2nd Edition. Oxford. Architectural Press.

Gamal S. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta. ANDI.

Lang J. 2005. Urban Design : A Typology of Procedures and Products. Oxford. Architectural Press.

McAdam D. 1999. The Value and Scope of Geographical Information Systems in Tourism Management. Journal of Sustainable Tourism Vol. 7 No. 1. p77-92.

Mill RC, Morrison AM. 1992. The Tourism System: An Introductory Text (2nd ed.). p423. New Jersey. Prentice-Hall.

Puntodewo A, Dewi S, Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor. Center for International Forestry Research.

Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Bandung. Informatika.

Rosnila. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok) [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sebestyen G. 2003. New Architecture and Technology. Oxford. Architectural Press.

Soesanti S, Sastrawan A, Rahman H. 2006. Pola Penataan Zona, Massa dan Ruang Terbuka Pada Perumahan Waterfront (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk). Jurnal DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 2, Desember 2006: hal 115 – 121. Surabaya

Susilowati D, Handayani T, Nurlambang T, Susiloningtyas D. 2005. Perilaku Penduduk Kota Depok Dalam Memilih Lokasi Wisata. Di Dalam : Seminar Nasional MIPA 2005; FMIPA UI, 24-26 Nov 2005. Jakarta. UIPress. S3G-04.

Swarbrooke J, Beard C, Leckie S and Pomfret G. 2003. ADVENTURE TOURISM : The New Frontier. Oxford. Elsevier Science Ltd.

Turk T, Gumusay MU. 2002. GIS Design and Application for Tourism. ISPRS Commission VI, WG VI/6. [terhubung berkala]. www.isprs.org [18 Sept 2007]

Walter D, Brown Lousie L. 2004. Design First : Design-based planning for communities. Oxford. Architectural Press.

White J. 2004. URBAN ECOTOURISM : Recommendation for Tourism Development at The Wetlands in The City of Cockburn. Australia. Murdoch University Tourism Project.

Wibowo K. 2006. Pengembangan Kawasan Wisata Situ Citatah Cibinong Kabupaten Bogor [skripsi] Jakarta : Jurusan Arsitek Fakultas Teknik Universitas Pancasila.

Wrenn, Douglas M. 1983. Urban Waterfront Development. Washington. The Urban Land Institute.


(4)

Saran

ƒ Pemerintah kota Depok perlu menetapkan kawasan sekitar situ Pengasinan sebagai kawasan wisata agar pengembangan dan pengelolaan dapat lebih terarah,

ƒ Keterjagaan kondisi lingkungan merupakan modal utama kawasan wisata situ Pengasinan sehingga perlu pengaturan yang cukup ketat terhadap masalah konversi lahan dalam kawasan. Pengaturan ini termasuk pengaturan masalah insentif dan disinsentif bagi masyarakat yang menempati kawasan yang dapat diatur dengan PERDA (Peraturan Daerah), ƒ Untuk lebih menjaga kelangsungan hidup kawasan situ Pengasinan, maka

perlu dilakukan penelitian mengenai keberlangsungan dan sirkulasi air situ Pengasinan,

ƒ Perhitungan multiplier effect, secara ekonomi dan sosial, bagi kawasan juga perlu dilakukan untuk menilai kelayakan pengembangan kawasan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2004. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 4. Jakarta. Penerbit Buku KOMPAS.

[DEPBUDPARRI] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2006. Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2005-2009. Jakarta.

[DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. Jakarta.

[DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta.

[DODUSA] Departement of Defense USA. 2004. AREA PLANNING, SITE PLANNING AND DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No. UFC 3-210-01A. Washington.

[DODUSA] Departement of Defense USA.. 2004. SITE PLANNING AND DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No. 3-210-06A. Departement of Defense USA. Washington.

[GoWA] Government of Western Australia. 2006. QuickStart Guide to a Tourism Bussiness. Tourism Western Australia.

[NCDoCM] NC Division of Coastal Management. 2005. Land Sutability Analysis : User Guide. North Carolina.

[PEMKODEPOK] Pemerintah Kota Depok. 2006. Rencana Stratejik Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok 2006-2011. Depok.

Anggraini E. 2002. Pusat Kegiatan Informasi Arsitektur Indonesia di Surabaya. Rancangan Arsitektur [skripsi]. Surabaya : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra.

Bahaire T, Elliott-White M. 1999. The Application of Geographical Information System (GIS) in Sustainable Tourism Planning : A Review. Journal of Sustainable Tourism Vol. 7 No. 2. p159-174.

Breen A, Rigby D. 1996. The New Waterfront: A Worldwide Urban Success Story, Great Britain. London. Thames & Hudson

Caneday L, Farris B. 2005. Carrying Capacity of Oklahoma’s Sand Dune Parks. OSU. Oklahoma. Oklahoma Tourism and Recreation Departement. Coppock JT, Duffield DS, Sewell D. 1971. Classification and Analysis of

Recreation Resource. Lavery ed. Recreational Geography. London. De Chiara J, Koppelman L. 1975. Urban Planning and Design Criteria.

NewYork. Van Nostrand Reinhold Company Inc.

Erkin E, Usul N. 2004. Site Selection for New Tourism Type in Bodrum Peninsula MU_LA Turkey. [terhubung berkala]. www.gis-esri.com [18 Sept 2007]


(6)

Fawcett AP. 2003. Architecture : Design Notebook 2nd Edition. Oxford. Architectural Press.

Gamal S. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta. ANDI.

Lang J. 2005. Urban Design : A Typology of Procedures and Products. Oxford. Architectural Press.

McAdam D. 1999. The Value and Scope of Geographical Information Systems in Tourism Management. Journal of Sustainable Tourism Vol. 7 No. 1. p77-92.

Mill RC, Morrison AM. 1992. The Tourism System: An Introductory Text (2nd ed.). p423. New Jersey. Prentice-Hall.

Puntodewo A, Dewi S, Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor. Center for International Forestry Research.

Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Bandung. Informatika.

Rosnila. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok) [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sebestyen G. 2003. New Architecture and Technology. Oxford. Architectural Press.

Soesanti S, Sastrawan A, Rahman H. 2006. Pola Penataan Zona, Massa dan Ruang Terbuka Pada Perumahan Waterfront (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk). Jurnal DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 2, Desember 2006: hal 115 – 121. Surabaya

Susilowati D, Handayani T, Nurlambang T, Susiloningtyas D. 2005. Perilaku Penduduk Kota Depok Dalam Memilih Lokasi Wisata. Di Dalam : Seminar Nasional MIPA 2005; FMIPA UI, 24-26 Nov 2005. Jakarta. UIPress. S3G-04.

Swarbrooke J, Beard C, Leckie S and Pomfret G. 2003. ADVENTURE TOURISM : The New Frontier. Oxford. Elsevier Science Ltd.

Turk T, Gumusay MU. 2002. GIS Design and Application for Tourism. ISPRS Commission VI, WG VI/6. [terhubung berkala]. www.isprs.org [18 Sept 2007]

Walter D, Brown Lousie L. 2004. Design First : Design-based planning for communities. Oxford. Architectural Press.

White J. 2004. URBAN ECOTOURISM : Recommendation for Tourism Development at The Wetlands in The City of Cockburn. Australia. Murdoch University Tourism Project.

Wibowo K. 2006. Pengembangan Kawasan Wisata Situ Citatah Cibinong Kabupaten Bogor [skripsi] Jakarta : Jurusan Arsitek Fakultas Teknik Universitas Pancasila.

Wrenn, Douglas M. 1983. Urban Waterfront Development. Washington. The Urban Land Institute.