Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan

(1)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG

PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

RABIATUN

097004004/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

T E S I S

Ditujukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Master Sains Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RABIATUN 097004004/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Penelitian : ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Rabiatun

Nomor Pokok : 097004004

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.,MS Ketua

Prof. Dr. Abdul Rauf, MS Anggota

Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota

Ketua Program Studi

(Prof.Dr. Retno Widhiastuti, MS

Direktur

Prof. Dr. Ir. A. Rahim Martondang, MSIE


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.,MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Abdul Rauf, MS 2. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si 3. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS. 4. Dr. Delvian, SP., MP


(5)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN DI KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan apakah kesesuaian pemanfaatan ruang permukiman di pertimbangkan di kawasan pesisir kota Medan. Disamping itu, penelitian ini juga

memaparkan keterkaitan pendapat masyarakat terhadap memilih lokasi permukiman di kawasan pesisir kota Medan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif untuk memperoleh gambaran tingkat kesesuaian penggunaan lahan permukiman di kawasan pesisir dan untuk membandingkan kondisi eksisting di lapangan yang ditinjau berdasarkan karakteristik fisik lahannya dengan standar atau ketentuan yang telah tetapkan yang didapat dari kajian teori yang telah dilakukan. Masing-masing kondisi eksisting alam di wilayah penelitian dikonversikan dalam nilai dan bobot tertentu sehingga memudahkan dalam analisa numerik . Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kesesuaian lahan yang diperuntukkan bagi permukiman dengan kriteria lahan mana saja yang sesuai untuk kawasan permukiman, dengan teknik perbandingan (matching) dan teknik tumpang susun (overlay) yang menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS). Analisis selanjutnya yang digunakan adalah analisis kebijakan permukiman dan dilakukan survey sosial ekonomi pada lokasi penelitian dengan mengaitkan pendapat masyarakat terhadap lokasi permukiman yang sesuai, kemudian dilakukan perbandingan terhadap Rencana Tata Ruang kota Medan.Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang dibagi dalam empat kelompok kesesuaian, diketahui bahwa di wilayah studi terdapat lahan yang sangat sesuai untuk permukiman seluas 148,602 ha (1,69%) yang tersebar di Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan; lahan yang sesuai untuk permukiman seluas 5.853,676 ha (66,42%); lahan yang kurang sesuai untuk permukiman seluas 1.850,598 ha (21,00%); lahan yang tidak sesuai untuk permukiman seluas 959,998 ha (10,89%). Dari empat tingkatan kesesuaian lahan permukiman tersebut, prioritas utama pembangunan untuk kawasan permukiman yaitu pada kriteria sangat sesuai dan sesuai yakni seluas 6.002,278 ha (68,11%). Berkaitan dengan kondisi morfologi wilayah studi adalah kawasan pesisir, diperoleh pendapat masyarakat tentang lahan permukiman yang dikaitkan dengan keamanan dari bencana terutama banjir, bahwa masyarakat menyadari lingkungan yang mereka tempati tidak aman sebesar 53 % , dan yang sangat aman hanya 4 %. Rekomendasi yang ditawarkan adalah memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat yang tinggal dekat dengan pantai mengenai permukiman yang sesuai untuk masyarakat misalnya sanitasi, pendidikan dan perbaikan kontruksi rumah. Dalam peningkatan kualitas lingkungan permukiman, masyarakat perlu difasilitasi dengan pembentukan lembaga organisasi sehingga dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan membuka peluang untuk mendapatkan akses bantuan dari pemerintah atau pihak luar untuk perbaikan kondisi permukiman. Kata kunci : Kesesuaian Lahan, Permukiman, Kebijakan, Kawasan Pesisir, Bencana


(6)

SUITABILITY ANALYSIS OF SPACE UTILIZATION FIELD IN THE SETTLEMENT COASTAL CITY OF MEDAN

ABSTRACT

This study describes whether the conformance consider the utilization of space in the settlements in the coastal city of Medan. In addition, this study also describes the relationship of public opinion to choose the location of settlements in the coastal city of Medan. The method used in this research is descriptive and quantitative method to obtain a suitability level of residential land use in coastal regions and to compare the existing conditions in the field are reviewed based on the physical characteristics of land with a standard or specified provisions that have been derived from theoretical studies have been conducted . Each of the existing condition of nature in the study area and converted the value of a certain weight to facilitate the numerical analysis. Data analysis in this study is the analysis of the suitability of land designated for residential land to the criteria which are appropriate for the settlement area, in a comparative (matching) and overlapping stacking technique (overlay) which uses the technology of Geographic Information Systems (GIS). Subsequent analysis used was the analysis of housing policy and socio-economic survey conducted at the study site by linking public opinion to the appropriate settlement location, then do a comparison against the Spatial Plan of the city of Medan. Based on the results of land suitability analysis is divided into four groups of conformity, it is known that in the study area there is land that is suitable for the residential area of 148.602 ha (1.69%) spread in Belawan Medan District, District and Sub Medan Medan Labuhan Marelan; land according to the settlement area of 5853.676 ha (66.42%), less land suitable for residential area of 1850.598 ha (21.00%); land that is not appropriate for the settlement area of 959.998 ha (10.89%). Of the four levels of residential land suitability, the main priority for the housing area that is very appropriate to the criteria and fit the area of 6002.278 ha (68.11%). Morphology associated with the condition of the study area is the coastal region, obtained by the public opinion about the settlement of land associated with the security of the disaster, especially floods, that the public aware of the environment they live on is not secure by 53%, and a very safe only 4%. Recommendations are offered to give a true understanding to the people who live near the beach on an appropriate settlement for the community such as sanitation, education and home improvement construction. In improving the quality of neighborhoods, communities need to be facilitated by the establishment of organization so as to accommodate the aspirations of the people and the opportunity to gain access to assistance from the government or outside parties to improve housing conditions.

Key words: Land Suitability, Housing, Policy, Coastal Region, Disaster


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas izin dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.,MS, Bapak Prof. Dr. Abdul Rauf, MS dan Bapak Dr. Hamdani Harahap, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan pengarahannya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini berjalan dengan baik, serta kepada Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS., dan Dr. Delvian, SP., M.Si masing-masing sebagai penguji yang telah memberikan saran guna kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Ketua Yayasan Universitas Dharmawangsa yang telah memberikan bantuan moril dan finansial selama penulis menjalani pendidikan dan penelitian.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Direktur Sekolah Pascasarjana, Ibu Ketua dan Sekretaris Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan


(8)

Lingkungan (PSL), Bapak dan Ibu staf pengajar, seluruh karyawan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bappeda Kota Medan, pegawai Kecamatan dan Kepala Desa di 3 (tiga) Kecamatan Pesisir dan rekan-rekan seperjuangan mahasiswa PSL angkatan 2009 serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dan bantuan fasilitas dalam penyelesaian tesis ini.

Tak lupa sembah sujud dan terima kasih Penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis dan suami yang telah banyak memberikan pengorbanan, semangat dan do’a kepada penulis.

Tesis ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mohon kritikan dan saran yang membangun untuk kesempurnaannya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal’alamin.

Medan, Januari 2011 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek kanopan kabupaten Labuhan Batu Utara pada tanggal 05Maret 1980. Penulis merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara.

Jenjang pendidikan formal yang dilalui adalah TK Aisyiah Bustanul Athfal lulus tahun 1986, Sekolah Dasar YWKA lulus tahun 1992, SMP YWKA lulus tahun 1995, SMA Swasta Dharmawangs lulus tahun 1998. Pada tahun 2003 lulus dari Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan.

Pengalaman bekerja sebagai Dosen Tetap Yayasan Pendidikan Dharmawangsa Medan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………

ABSTRACT……….

.

KATA PENGANTAR ………

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………..

DAFTAR ISI……. ……….

i ii iii v vi

DAFTAR TABEL………. viii

DAFFTAR GAMBAR……….. x

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……… 1.2. Rumusan Masalah ……….. 1.3. Batasan Masalah ……… 1.4. Tujuan Penelitian ……… 1.5. Manfaat Penelitian ……….. 1.6. Kerangka Pikir ………

1 4 5 5 5 6 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Pesisir ………. 2.2. Teori Permukaan ……… ………..

2.2.1. Karakteristik Kawasan Permukiman……….. 2.2.2. Faktor Pemilihan Lokasi Permukiman ……….. 2.3. Kebijakan Tata Ruang………..………. 2.4. Sistim Informasi Geografis Dalam Penentuan Lokasi Kawasan

Permukiman ………. 7 9 12 14 19 21 III. METODE PENELITIAN


(11)

3.2. Bahan dan Alat ………. 3.3. Pelaksanaan Penelitian/Rancangan ……….. 3.3.1. Tahapan Pelaksanaan………. 3.3.2. Teknik Pengumpulan Data……… 3.3.3. Populasi dan Sampel……… 3.4. Analisis Data………..

3.4.1.Analisis Kesesuaian Lahan……….. 3.4.2. Analisis kebijakan……….. 3.5. Metode Data…….. ………..

25 25 25 26 27 28 28 31 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Kondisi Wilayah Studi……….. 4.2. Analisis Kesesuaian Lahan……… 4.3. Pendapat Masyarakat di Kawasan Pesisir Kota Medan…… 4.4. Hasil Perbandingan Kesesuaian Lahan Permukiman Dengan

RTRW Kota Medan………

34 62 69

94 4.5. Penggabungan Analisis Kesesuaian Lahan dengan Pendapat

Masyarakat……….. 96

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan……….. 5.2. Saran……….

100 101

DAFTAR PUSTAKA………. 103


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Jumlah Sampel Setiap Kelurahan Berdasarkan KK……….. 29

2. Variabel Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman……….. 30

3. Kondisi Wilayah Studi…..……… 34

4. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara ………. 36

5. Hasil Analisis Ketinggian di Wilayah Studi ……… 40

6. Kriteria Kesesuaian Kawasan Menurut Klasifikasi Kemiringan Lahan……… 41

7. Hasil Analisis kemiringan di Wilayah Studi ……….. 41

8. Distribusi Kondisi Drainase di Wilayah Studi ……… 43

9. Distribusi Kedalaman Efektif Tanah Untuk Kesesuaian Permukiman di Wilayah Studi………. 44

10. Kondisi Wilayah Studi Berdasarkan Kelas Jarak dari Sungai/Pantai Untuk Kesesuaian Permukiman Menurut Luasan………... 47

11. Potensi Wilayah Kawasan Utara Kota Medan..……… 53

12. Jumlah Penduduk di Wilayah Studi…..……… 56

13. Jenis Mata Pencarian………. ………….. 59

14. Perkiraan Kesempatan Kerja Kota Medan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005-2010……….. 60

15. Jumlah Sekolah di Kawasan Utara Kota Medan…. ……… 60

16. Hasil Analisis Kesesuaian Permukiman……….. 64

17. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………… 71

18. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan………… 72

19. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaaan…………. 73

20. Persepsi Terhadap Keamanan………... 73

21. Terjadinya Banjir ……….. 74

22. Sumber Banjir………..……… 75

23. Frekuensi Banjir………... 76

24. Pengaruh Banjir……… 77

25. Bau Air Laut………. 78

26. Akses ke Tempat Kerja..……….. 79

27. Akses ke Pasar………. 80

28. Akses ke Pelayanan kesehatan..……….. 80

29. Angkutan ke Tempat Kerja……….. 81

30. Akses ke Angkutan Kota………. 82


(13)

32. Syarat Utama Rumah……….. 85

33. Persyaratan Rumah Terpenuhi………. 85

34. Persyaratan Tambahan………. 86

35. Bantuan Dana……… 89

36. Peruntukan Untuk Permukiman (Draf Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2008-2028)………. 94

37. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman………….. 94

38. Jenis Rencana Pemanfaatan Dalam RTWK Kota Medan……… 98

39. Posisi Rumah Responden Hasil Pengamatan GPS……… 112

40. Hasil Kusioner Responden……… 116


(14)

TABEL GAMBAR

No Judul Halaman

1. Kerangka Berfikir……… 6

2. Peta Administrasi Wilayah Studi……… 24

3. Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman……… 32

4. Peta Ketinggian……… 39

5. Kriteria Ketinggian……….. 40

6. Peta Kemiringan……… 42

7. Peta Drainase……….. 44

8. Peta Jarak dari Pantai….………. 47

9. Peta Kawasan Rawan Bencana Gelombang Pasang dan Tsunami………. 49

10 Peta Penggunaan Lahan Kota Medan ………. 54

11 Peta Kesesuaian Permukiman………. 67

12 Presentase Responden Mengalami Banjir………. 74

13 Presentasi Sumber Banjir……… 75

14 Presentase Frekuensi Banjir……….. 77

15 Presentase Terganggu Bau………. 78

16 Presenatse Akses ke Angkutan Kota………. 82

17 Sumber Air………. 83

18 Presentase Lokasi Terhadap Banjir………... 84

19 Peta Overlay Hasil Kesesuaian Lahan Dengan Pemanfaatan Ruang Draft RTRW Kota Medan ………. 99

20 Tempat Pembelanjaan di Kecamatan Labuhan……… 121

21 Akses Jalan Raya yang Menghubungkan Antara Medan dan Belawan……… 121

22 Jalan yang Mengalami Kerusakan di Kecamatan Medan Marelan………. 122

23 Kondisi Permukiman Nelayan di Kecamatan Medan Belawan………. 122

24 Sampah Hasil Buangan Rumah Tangga di Kecamatan Medan Belawan……….. 123

25 Permukiman Penduduk di Areal Hutan Mangrove……… 123

26 Rumah Penduduk yang kena Bencana Banjir Pasang………. 124


(15)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN DI KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan apakah kesesuaian pemanfaatan ruang permukiman di pertimbangkan di kawasan pesisir kota Medan. Disamping itu, penelitian ini juga

memaparkan keterkaitan pendapat masyarakat terhadap memilih lokasi permukiman di kawasan pesisir kota Medan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif untuk memperoleh gambaran tingkat kesesuaian penggunaan lahan permukiman di kawasan pesisir dan untuk membandingkan kondisi eksisting di lapangan yang ditinjau berdasarkan karakteristik fisik lahannya dengan standar atau ketentuan yang telah tetapkan yang didapat dari kajian teori yang telah dilakukan. Masing-masing kondisi eksisting alam di wilayah penelitian dikonversikan dalam nilai dan bobot tertentu sehingga memudahkan dalam analisa numerik . Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kesesuaian lahan yang diperuntukkan bagi permukiman dengan kriteria lahan mana saja yang sesuai untuk kawasan permukiman, dengan teknik perbandingan (matching) dan teknik tumpang susun (overlay) yang menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS). Analisis selanjutnya yang digunakan adalah analisis kebijakan permukiman dan dilakukan survey sosial ekonomi pada lokasi penelitian dengan mengaitkan pendapat masyarakat terhadap lokasi permukiman yang sesuai, kemudian dilakukan perbandingan terhadap Rencana Tata Ruang kota Medan.Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang dibagi dalam empat kelompok kesesuaian, diketahui bahwa di wilayah studi terdapat lahan yang sangat sesuai untuk permukiman seluas 148,602 ha (1,69%) yang tersebar di Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan; lahan yang sesuai untuk permukiman seluas 5.853,676 ha (66,42%); lahan yang kurang sesuai untuk permukiman seluas 1.850,598 ha (21,00%); lahan yang tidak sesuai untuk permukiman seluas 959,998 ha (10,89%). Dari empat tingkatan kesesuaian lahan permukiman tersebut, prioritas utama pembangunan untuk kawasan permukiman yaitu pada kriteria sangat sesuai dan sesuai yakni seluas 6.002,278 ha (68,11%). Berkaitan dengan kondisi morfologi wilayah studi adalah kawasan pesisir, diperoleh pendapat masyarakat tentang lahan permukiman yang dikaitkan dengan keamanan dari bencana terutama banjir, bahwa masyarakat menyadari lingkungan yang mereka tempati tidak aman sebesar 53 % , dan yang sangat aman hanya 4 %. Rekomendasi yang ditawarkan adalah memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat yang tinggal dekat dengan pantai mengenai permukiman yang sesuai untuk masyarakat misalnya sanitasi, pendidikan dan perbaikan kontruksi rumah. Dalam peningkatan kualitas lingkungan permukiman, masyarakat perlu difasilitasi dengan pembentukan lembaga organisasi sehingga dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan membuka peluang untuk mendapatkan akses bantuan dari pemerintah atau pihak luar untuk perbaikan kondisi permukiman. Kata kunci : Kesesuaian Lahan, Permukiman, Kebijakan, Kawasan Pesisir, Bencana


(16)

SUITABILITY ANALYSIS OF SPACE UTILIZATION FIELD IN THE SETTLEMENT COASTAL CITY OF MEDAN

ABSTRACT

This study describes whether the conformance consider the utilization of space in the settlements in the coastal city of Medan. In addition, this study also describes the relationship of public opinion to choose the location of settlements in the coastal city of Medan. The method used in this research is descriptive and quantitative method to obtain a suitability level of residential land use in coastal regions and to compare the existing conditions in the field are reviewed based on the physical characteristics of land with a standard or specified provisions that have been derived from theoretical studies have been conducted . Each of the existing condition of nature in the study area and converted the value of a certain weight to facilitate the numerical analysis. Data analysis in this study is the analysis of the suitability of land designated for residential land to the criteria which are appropriate for the settlement area, in a comparative (matching) and overlapping stacking technique (overlay) which uses the technology of Geographic Information Systems (GIS). Subsequent analysis used was the analysis of housing policy and socio-economic survey conducted at the study site by linking public opinion to the appropriate settlement location, then do a comparison against the Spatial Plan of the city of Medan. Based on the results of land suitability analysis is divided into four groups of conformity, it is known that in the study area there is land that is suitable for the residential area of 148.602 ha (1.69%) spread in Belawan Medan District, District and Sub Medan Medan Labuhan Marelan; land according to the settlement area of 5853.676 ha (66.42%), less land suitable for residential area of 1850.598 ha (21.00%); land that is not appropriate for the settlement area of 959.998 ha (10.89%). Of the four levels of residential land suitability, the main priority for the housing area that is very appropriate to the criteria and fit the area of 6002.278 ha (68.11%). Morphology associated with the condition of the study area is the coastal region, obtained by the public opinion about the settlement of land associated with the security of the disaster, especially floods, that the public aware of the environment they live on is not secure by 53%, and a very safe only 4%. Recommendations are offered to give a true understanding to the people who live near the beach on an appropriate settlement for the community such as sanitation, education and home improvement construction. In improving the quality of neighborhoods, communities need to be facilitated by the establishment of organization so as to accommodate the aspirations of the people and the opportunity to gain access to assistance from the government or outside parties to improve housing conditions.

Key words: Land Suitability, Housing, Policy, Coastal Region, Disaster


(17)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara adalah Kota Medan. Kota Medan memiliki luas wilayah 265,10 km persegi yang terbagi dalam 21 Kecamatan dan 151 kelurahan, Kota Medan dihuni oleh 2.083.156 jiwa penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,18% (BPS, 2009).

Wilayah administratif kawasan pesisir Kota Medan meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan yang terdapat di kawasan utara Kota Medan. Adapun luas wilayah pesisir 86,74 km2 (32,71 %) dari luas Kota Medan seluas 265,10 km2. Kawasan pesisir yang berada di utara kota Medan, dengan dukungan lokasi yang strategis, sumber daya alam kaya serta sarana/prasarana memadai menjadi bagian dari perkembangan kota yang pesat ditandai dengan ramainya aktivitas di sepanjang wilayah pesisir tersebut, dari permukiman yang padat, wisata pantai, hingga sektor industri, selain memiliki potensi pembangunan, juga memiliki ancaman tekanan eksploitasi yang dapat mengarah kepada kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam pesisir bila tidak dikelola dengan baik.


(18)

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial ekonomi, “nilai” wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan oleh berbagai pihak kepentingan yang ada di wilayah pesisir. Semakin lemahnya kesadaran manusia terhadap pelestarian lingkungannya, semakin tinggi kerusakan yang terjadi pada lingkungan tersebut. Hal ini juga akan merusak lahan, sehingga lahan tidak mampu lagi memberikan fungsinya kepada manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain ketidaksadaran terhadap lingkungan, lahan juga rusak karena terjadi penyalahgunaan fungsi terhadap lahan tersebut. Disaat lahan tidak mampu lagi memberikan fungsinya terhadap keadaan fisik dan sosial, ini akan berdampak terhadap masyarakat yang berada disekitarnya.

Sebagian besar wilayah pesisir kawasan utara Kota Medan dinilai rawan banjir, karena banyak areal bekas hutan bakau yang berubah fungsi menjadi areal pertapakan gudang, permukiman dan terminal penumpukan peti kemas.Banjir air laut pasang di pesisir Medan utara, semakin sulit dicegah karena minimnya luas areal lahan hutan bakau (mangrove) di wilayah itu.

Perkembangan permukiman di kawasan utara Kota Medan khususnya kawasan pesisir merupakan bentuk perkembangan fisik kota. Mengingat data-data mengenai perkembangan permukiman sangat penting bagi perencanaan dan pembangunan, maka perlu dipantau agar tidak menimbulkan masalah di masa yang akan datang. Dalam merumuskan pola tata ruang kota di masa yang akan datang, bahwa pemahaman latar belakang karakteristik fisik kota diperlukan guna


(19)

menghindari dampak-dampak negatif dari pertumbuhan kota (Yunus, 2005). Pemanfaatan lahan untuk permukiman perlu diatur dengan baik, sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologis sehingga tidak sampai terjadi penurunan kualitas lahan.

Menurut Dahuri (2001), pembangunan berkelanjutan yang merupakan strategi pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasinya, memiliki dimensi ekologis, sosial-ekonomi dan budaya, sosial politik, serta hukum dan kelembagaan. Dari dimensi ekologis, agar pembangunan kawasan pesisir dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka harus memenuhi persyaratan utama, antara lain setiap kegiatan pembangunan hendaknya ditempatkan di lokasi yang secara biofisik (ekologis) sesuai dengan persyaratan biofisik dari kegiatan pembangunan tersebut. Selain itu, perlu juga informasi tentang tata guna lahan pesisir yang ada saat ini.

Perkembangan yang terjadi di kawasan pesisir Kota Medan terutama dalam pemanfaatan lahan untuk permukiman harus memperhatikan kondisi fisik alam lahan. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan permukiman yang ada tidak menimbulkan permasalahan degradasi lingkungan di masa yang akan datang. Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan kondisi fisik alam dapat menimbulkan masalah lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor. Permasalahan lingkungan tersebut dapat menimbulkan kerugian baik berupa meterial (harta benda) maupun non material (jiwa). Penempatan lokasi pembangunan permukiman perlu diselaraskan dengan


(20)

kesesuaian lahan yang ada di kawasan pesisir Kota Medan. Dengan demikian, keseimbangan lingkungan dan tetap terjaga dan dampak-dampak negatif yang dapat menimbulkan kerugian dalam jangka panjang dapat dihindarkan. Untuk tujuan inilah analisis kesesuaian lahan dan kebijakan permukiman di kawasan pesisir Kota Medan diperlukan dalam menopang aktivitasnya.

1.2. Rumusan Masalah

Sejalan dengan pertambahan penduduk, akan berdampak pada peningkatan kebutuhan rumah. Pembangunan permukiman merupakan solusi sekaligus perioritas pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok masyarakat tanpa berakibat pada alih fungsi lahan. Dengan kata lain, pembangunan permukiman tidak berdampak negatif pada lingkungan.

Dampak negatif yang terjadi adalah terganggunya sistem tata air. Kerusakan lingkungan juga dapat terjadi akibat pola perkembangan permukiman yang melebihi daya dukung lingkungan seperti tingkat kepadatan, ukuran dan bentuk permukiman.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang terdapat di wilayah pesisir Kota Medan dapat dirumuskan, yakni : “Apakah kesesuaian pemanfaatan ruang permukiman dipertimbangkan dalam penataan ruang di kawasan pesisir kota Medan ?”


(21)

1.3. Batasan Masalah

Ruang lingkup studi penelitian dibatasi yakni menelaah aspek-aspek fisik dasar lahan yang mempengaruhi kesesuaian lahan untuk pemanfaatan kegiatan permukiman berupa kemiringan lahan, jarak dari pantai, drainase, kedalaman tanah dan ketinggian.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kesesuaian lahan untuk permukiman di kawasan pesisir Kota Medan berdasarkan fisik yang berupa kemiringan, jarak dari pantai, drainase, kedalaman tanah dan ketinggian.

2. Untuk membandingkan kesesuaian lahan permukiman dengan tata ruang Kota Medan

3. Untuk mengetahui pandangan masyarakat dalam memilih lokasi permukiman.

1.5 . Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dalam bidang spasial kesesuaian lahan untuk permukiman di kasawan pesisir Kota Medan dengan menggunakan SIG.


(22)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dan masukan kepada Pemerintah Kota Medan dalam rangka penyusunan atau revisi RTRW yang akan datang terutama analisis peruntukan lahan untuk permukiman

1.6. Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :

Gambar 1. Kerangka Pikir

Lokasi Permukiman Eksisting

Rencana Pengembangan Permukiman di kawasan Pesisir Kota

Medan Kawasan

Pesisir Kawasan

Permukima

Peraturan yang Berlaku Literatur

Faktor Fisik

- UU No.26 Tahun 2007 - UU No. 27 Tahun 2007 - UU No. 1 tahun 2011

- Kepres No. 32/1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung

- RTRW

- Perda No.13 Tahun 2011

Faktor Aksesibilit

Faktor Sar-Pras

Faktor Sosial

Lokasi Analisis


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir

Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini bertujuan agar pemahaman mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal pemahaman dari studi ini. Pengertian tentang pesisir sampai saat ini masih menjadi suatu pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang secara batasan wilayah masih belum jelas. Berikut ini adalah definisi dari beberapa sumber mengenai wilayah pesisir.

Kay dan Alder (1999) “ The band of dry land adjancent ocean space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan.

Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Dahuri, dkk, 2001).

Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering


(24)

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.

Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis memiliki 4 fungsi/peran pokok bagi kehidupan umat manusia yaitu (1) sebagai penyedia sumberdaya alam sebagaimana dinyatakan diatas, (2) penerima limbah,


(25)

(3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services), (4) penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001).

Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro (2004) adalah Pantai curam singkapan batuan, pantai landai atau dataran, pantai dataran endapan lumpur, pantai dengan bukit atau paparan pasir, pantai lurus dan panjang dari pesisir datar, pantai dataran tebing karang, pantai erosi, Pantai akresi. Karakteristik Ekosistem di perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera di dalam UU No.32/2009 dan UU No. 5/1990.

2.2. Teori Permukiman

Permukiman sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik saja tetapi juga menyangkut hal-hal kehidupan. Permukiman pada dasarnya merupakan suatu bagian wilayah tempat dimana penduduk/pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai suatu masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan.

Menurut Doxiadis (1974), permukiman merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 (lima) unsur utama yaitu :

1. Alam (nature), lingkungan biotik maupun abiotik. Permukiman akan sangat ditentukan oleh adanya alam baik sebagai lingkungan hidup maupun sebagai sumber daya seperti unsur fisik dasar.


(26)

3. Masyarakat (society), hakekatnya dibentuk karena adanya manusia sebagai kelompok masyarakat. Aspek-aspek dalam masyarakat yang mempengaruhi permukiman antara lain : kepadatan dan komposisi penduduk, stratifikasi sosial, struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan hukum.

4. Ruang kehidupan (shell), ruang kehidupan menyangkut berbagai unsur dimana manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat melaksanakan kiprah kehidupannya.

5. Jaringan (network), yang menunjang kehidupan (jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya).

Menurut KuswartojoTjuk dan Suparti AS (1997), konsep permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan.

Sarana lingkungan permukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya (UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan permukiman), sedangkan prasarana meliputi jaringan transportasi seperti jalan raya, jalan kereta api, sungai yang dimanfaatkan sebagai sarana angkutan, dan jaringan utilitas seperti : air bersih, air


(27)

kotor, pengaturan air hujan, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan listrik dan sistem pengelolaan sampah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan pola permukiman, yakni :

1. Geografi dan alam ;

Topografi, iklim, dan ketersediaan bahan bangunan. 2. Buatan manusia ;

Kekuatan utama yang mempengaruhi bentuk kota (kegiatan perdagangan, kekuatan sosial politik dan keagamaan) ; berbagai faktor yang terkait dengan perkembangan masyarakatdan teknologi; dan faktor yang besar pengaruhnya (antara lain infrastruktur kota, pola jaringan jalan, peraturan dan perundang-undangan).

3. Faktor lokasi

a. Permukiman yang timbul secara organik 1. Ketersediaan sumber daya alam

2. Permukiman yang potensial untuk petahanan

3. Faktor lokasi pasar (lokasi strategis dekat persimpangan jalan, dekat sarana transportasi pelabuhan, terminal, bandara dan muara sungai).


(28)

b. Permukiman yang terencana

1. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan lokasi yang akan direncanakan untuk mengembangkanpermukiman sama dengan faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan permukiman secara organik.

2. Faktor-faktor lain (sosial, politik, religi) antara lain strategi, peluang pengembangan ekonomi dan pertanian, keberadaaan sumberdaya mineral dan alasan-alasannya

c. Kesesuaian dengan fungsi kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, agama, pertahanan, produksi, kesehatan, rekreasi dan campuran. Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi manusia dalam wadahnya, maka permukiman berkembang menjadi permukiman yang direncanakan dengan berbagai konsep. Konsep-konsep pola permukiman yang dikembangkan sejak dikenalnya perencanaan permukiman hampir selalu didasarkan pada kaidah :

a. Kedekatan (proximity) b. Kemudahan (accessibility) c. Ketersediaan(availability) d. Kenyamanan (amenity)

2.2.1. Karakteristik Kawasan Permukiman

Dalam penentuan lokasi permukiman ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diharapkan dalam penentuan lokasi tersebut tidak merusak


(29)

lingkungan dan tidak ditempatkan pada lokasi yang merupakan konservasi,kawasan hutan lindung. Secara umum dapat disebutkan bahwa permukiman memiliki dwi-fungsi yaitu:

a. Fungsi pasif, penyediaan sarana/prasarana fisik

b. Fungsi aktif, penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehendak, aspirasi, adat dan tata cara hidup para penghuni dengan segala dinamika perubahannya (Budiharjo, 2004).

Faktor-faktor yang menjadi pokok dalam penentuan kawasan permukiman tersebut adalah (Budiharjo, 2004) :

1. Alam yang menyangkut tentang : a. Pola tata guna lahan

b. Pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam c. Daya dukung lingkungan

d. Taman, area rekreasi/olah raga 2. Manusia, menyangkut tentang :

a. Pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis b. Penciptaan rasa aman dan terlindungi c. Rasa memiliki lingkungan

d. Tata nilai, estetika

3. Masyarakat menyangkut tentang : a. Peran serta penduduk


(30)

c. Pola kebudayaan d. Aspek sosial ekonomi e. Kependudukan

4. Wadah/sarana kegiatan, menyangkut tentang : a. Perumahan

b. Pelayanan umum; puskesmas, sekolah

c. Fasilitas umum; toko, pasar, gedung pertemuan 5. Jaringan prasarana, menyangkut tentang :

a. Utilitas : air, listrik, gas, air kotor b. Transportasi : darat, laut, udara c. Komunikasi

2.2.2. Faktor Pemilihan Lokasi Permukiman

Berdasarkan sumber berbagai literatur ada beberapa faktor dalam pemilihan lokasi permukiman yang dapat dikelompokan menjadi faktor fisik/alam, faktor aksesibilitas, faktor sosial ekonomi, faktor sarana prasarana, serta faktor lingkungan.

2.2.2.1. Faktor Fisik

Yang termasuk dalam faktor fisik dalam pemilihan lokasi adalah kondisi tropografi, hidrologi, kemiringan, ketinggian tanah, tingkat curah hujan, jenis tanah, lokasi merupakan daerah yang bebas banjir. Kemiringan tanah /kelerengan lebih banyak berpengaruh terhadap pemilihan lokasi, semakin landai lahan akan semakin banyak ragam aktivitas. Kemiringan tanah/lereng juga terkadang dapat menunjukkan


(31)

kelas dan status penghuni secara sosial ekonomi (Pacione,1995). Hal ini disebabkan karena besarnya biaya kontruksi untuk membangun pada daerah yang mempunyai kelerengan yang besar.

a. Kondisi topografi

Menurut Sampurno (2001), kesesuaian penggunaan lahan untuk permukiman disarankan dengan kemiringan lereng 0% sampai dengan 15%, kemiringan yang > 40% merupakan daerah yang curam tidak cocok untuk permukiman.

b. Jenis tanah

Jenis tanah sangat berkaitan dengan kepekaan terhadap erosi. Ada beberapa jenis tanah yang mempunyai tingkat kepekaan yang relatif tinggi terhadap erosi yaitu regosol, organosol, litosol, dan renzina. Kepekaan terhadap erosi ini akan semakin rawan apabila berada pada kemiringan relatif curam, karena akan menyebabkan aliran air semakin deras sehingga daya angkut air pun semakin tinggi. Kondisi jenis tanah dan kemampuan daya dukungtanah juga berpengaruh terhadap bangunan diatasnya, maka sebaiknya bangunan dibangun pada lokasi yang memiliki daya kerja yang baik (Astuti, 2006).

c. Curah hujan

Curah hujan menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi, karena hal ini akan berpengaruh kepadajumlah kandungan air tanah. Curah hujan juga dapat menjadi kendala bila dalam jumlah besar berupa bencana banjir, erosi dan longsor apabila karakteristik lahan tidak dapat menampung dan menyalurkan air hujan tersebut.


(32)

d. Ketinggian lahan

Faktor ketinggian lahan untuk kawasan permukiman tidak ada ketentuan yang

mensyaratkan sepanjang tidak menganggu keseimbangan lingkungan (Sugiharto, 2001). Sudah sejak lama manusia tinggal dan bermukim diketinggian

lebih dari 2000 meter, namun untuk mempertimbangkan keseimbangan lingkungan dan menjaga kawasan di bawahnya maka diperlukan pembatasan ketinggian untuk kegiatan permukiman.

Kawasan yang dimaksud sebagai pembatas ketinggian untuk kegiatan permukiman adalah kawasan hutan lindung yang dapat berupa hutan dengan ketentuan menurut Keppres No. 32 Tahun 1990 memiliki kemiringan lereng lebih dari 40% atau memiliki ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut. Kawasan di luar hutan lindung ini adalah kawasan budidaya yang diasumsikan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan permukiman.

2.2.2.2. Aksesibilitas

Faktor aksesibilitas dapat menentukan nilai kestrategisan lokasi, karena menyangkut kemudahan pencapaian lokasi tersebut dari berbagai tempat (Golany, 2000). Sub faktor yang menjadi indikator adalah :

a. Kedekatan lokasi dengan jaringan transportasi b. Kedekatan lokasi dengan pusat perkotaan.


(33)

Daya hubungan atau aksesibilitas yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam pemilihanlokasi permukiman, karena akan mempermudah mobilisasi dari satu kawasan ke kawasan lainnya (Wilson et al,1977; Srour et al, 2003). Daya hubung yang baik diindikasikan antara lain dengan ketersediaan angkutan umum, ketersediaan jaringan jalan. Idealnya aksesibilitas yang baik pada suatu lokasi diukur berdasarkan seberapa baik jaringan transportasi pada lokasi tersebut dapat terhubung dengan pusat-pusat kegiatan lainnya.

Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan dan kemudahan mengenai data lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jarinagan transportasi ( Najid, 2005).

2.2.2.3. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor ekonomi social dapat dikatakan menjadi pertimbangan awal dalam menetapkan keputusan perlunya pembangunan dalam suatu kegiatan, karena sangat berkaitan dengan mekanisme pasar yaitu penyediaan pelayanan terhadap timbulnya permintaan (Golany , 2000).

Harga lahan dan pajak lahan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi dalam menentukan lokasi. Harga lahan tersebut dapat menunjukan pengklasifikasian masyarakat yang dikelompokan menjadi kelas rendah, menengah rendah, menengah atas dan sangat atas. Harga lahan juga berhubungan dengan kualitas lingkungan dalam pemilihan lokasi (Srour et al, 2003).


(34)

Dalam menentukan lokasi permukiman perlu dipertimbangkan faktor ketersediaan sarana dan prasarana, karena keberadaannya dapat mengakibatkan berkembangnya suatu wilayah permukiman (Harmato, 1993). Sarana-prasarana yang dipertimbangkan diantaranya adalah jaringan listrik, jaringan air bersih, drainase, sekolah, sarana kesehatan, dan sarana pendukunng lainnya. Ketersediaan air bersih merupakan salah satu faktor pertimbangan dalam penentuan dan pemilihan lokasi permukiman, hal ini disebabkan karena air bersih merupakan salah satu kebutuhan utama manusia untuk kebutuhan hidup sehari-hari (Vernon, 1985).

Faktor daya dukung sarana dan prasarana ini juga oleh pemerintah daerah sering digunakan untuk menjual daya tarik daerahnya (Sugiharto, 2001). Lebih lanjut disebutkan sub faktor yang menjadi indikator diantaranya adalah :

a. Kedekatan lokasi dengan jaringan pembungan limbah atau kemudahan lokasi membuang limbahnya ke tempat pembungan terakhir.

b. Ketersediaan pasokan energi, terutama energi listrik

c. Ketersediaan fasilitas sosial setempat seperti rumah sakit, sarana pendidikan dan lainnya.

2.2.2.5. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi mutu lingkungan dari aspek kenyamanan. Faktor lingkungan terutama untuk masyarakat kelas atas faktor ini menjadi salah satu faktor utama. Sub faktor yang menjadi indikator dari faktor ini


(35)

adalah potensi lansekap; tingkat polusi udara, air dan suara; kondisi flora dan fauna setempat; lokasi-lokasi historis dan objek wisata (Golany, 2000).

2.3. Kebijakan Tata Ruang

Ruang menurut UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diartikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya, sedangkan tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak (UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang).

Perencanaan tata ruang wilayah (Tarigan, 2004), adalah suatu proses yang melibatkan banyak pihak dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang berkesinambungan. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan tersebut. Tujuan penataan ruang adalah untuk menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan berbagai subwilayah agar hubungan yang harmonis dan serasi, mempercepat proses tercapainya kemakmuran dan terjaminnya kelestarian lingkungan hidup.

Setiap rencana tata ruang harus mengemukan kebijakan makro pemanfaatan ruang berupa :


(36)

2. Struktur dan pola pemanfaatan ruang 3. Pola pengendalian pemanfaatan ruang

Tingkat kedalaman atau kerincian dari ketiga perencanaan ini berbeda, perencanaan ruang pada tingkat nasional hanya mencapai kedalaman penetapan strategi dan arah kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional. RTRW nasional antara lain berisikan, penggambaran struktur tata ruang nasional, penempatan kawasan yang perlu dilindungi, pemberian indikasi penggunaan ruang budi daya dan arahan pemukiman dalam skala nasional, penentuan kawasan yang diprioritaskan, penentuan kawasan tertentu yang memiliki bobot nasional, dan perencanaan jaringan penghubung dalam skala nasional.

Perencanaan ruang pada tingkat provinsi adalah penjabaran RTRWN berupa arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya, arahan pengelolaan kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu, arahan perkembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya, arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan, arahan pengembangan sistem prasarana wilayah, arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan, arahan kebijakan tata guna lahan, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya.

Kedalaman pada tingkat kabupaten/kota adalah penjabaran dari penggunaan ruang yang ada pada tingkat di provinsi, disetai strategi pengelolaan kawasan tersebut, ini berarti sudah dapat menggambarkan rencana peruntukan lahan untuk masing-masing kawasan, langkah-langkah untuk mencapai rencana tersebut serta cara


(37)

pengendalian dan pengawasannya. Karena isi permasalahan sama meskipun diuraikan lebih rinci pada tingkat kabupaten, isi RTRW kabupaten sama dengan isi RTRW provinsi, hanya harus diuraikan lebih rinci. RTRW kabupaten sendiri juga masih perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan: rencana rincian tata ruang kawasan di kabupaten/kota, rencana detail tata ruang (RDTR), dan rencana teknik ruang (RTR).

Dalam penyusunan RTRW kabupaten/kota, ada kawasan yang sudah ditetapkan penggunaannya di dalam RTRW nasional dan RTRW provinsi, dalam hal ini RTRW kabupaten harus mempedomani dan menjabarkannya dalam bentuk strategi pengelolaannya. Kabupaten masih memiliki kewenagan menentukan penggunaan lahan untuk lokasi yang tidak diatur secara tegas dalam RTRW nasional dan RTRW provinsi.

2.4. Sistem Informasi Geografi dalam Penentuan Lokasi Kawasan Permukiman

Semua data yang dianalisis sebagian besar berupa data spasial dalam bentuk peta tematik. Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam bentuk analisis tumpang susun (overlay). SIG dirancang untuk memadukan komputerisasi pemetaan tingkat tinggi, dengan kemampuan pengelolaan data base secara luas (Catanase, Snyder, 1988).

Menurut Hendra Lucky (2001), SIG yang ideal adalah yang dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut :

1. Lokasi (What is at …?), pertanyaan pertama adalah mencari apa yang terdapat pada lokasi tertentu.


(38)

2. Kondisi/penyebaran (Whereis it …?), pertanyaan kedua ini melanjutkan pertanyaan yang pertama, dan memerlukan analisis spasial untuk menjawabnya. 3. Kecenderungan (What has changed since …?), pertanyaan ketiga melibatkan

kedua pertanyaan yang pertamadan mencari perbedaan didalam area menurut perbedaan waktu.

4. Pola (What spatial pattern exist …?), pertanyaan ini lebih rumit yaitu untuk mendeterminasi, berapa banyak penyimpangan yang tidak tepat dengan pola dan keberadaannya.

5. Permodelan (What if …?), pertanyaan ini untuk mendeterminasi apa yang akan terjadi.

Salah satu alasan dipilihnya SIG sebagai pengelola data sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk menganalisis dan mengolah data spasial dan non spasial dengan volume yang besar. Pengetahuan mengenai bagaimana cara mengekstrak data dan bagaimana menggunakannya merupakan kunci analisis di dalam SIG.

Kemampuan analisis data berdasarkan aspek spasial yang dapat dilakukan oleh SIG menjadi kunci-kunci analisis dalam perkembangan perkotaan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Buffering : yaitu analisis yang akan menghasilkan penyangga yang bias berbentuk lingkaran atau poligon yang melingkupi suatu objek sebagai pusatnya, sehingga kita bias mengetahui berapa parameter objek dan luas wilayahnya. 2. Overlaying : yaitu menganalisis dan dan menginterasikan dua atau lebih data


(39)

3. Network management : yaitu analisis yang bertitik tolak pada jaringan yang terdiri dari garis-garis dari titik-titik yang saling terhubung.

4. Matematika dan fungsinya : evaluasi model migrasi, pelaksanaan overlay, statistic perhitungan luas, pembatasan beberapa zona morfologi perkotaan, studi kebisingan dan penyeberan polusi udara.

5. Macroing dengan bahasa program Gambar untuk pelaksanaan stimulasi, model, strategi dan perencanaan.

6. Image processing : program untuk mendapatkan informasi tentang kondisi penutupan lahan, penggunaan lahan teratur, gedung yang tidak punya izin, ruang terbuka hijau, pendektesian terhadap pencemaran lingkungan, pendektesian terhadap perubahan peta dan datanya.

Salah satu yang penting dari SIG adalah penyajian data terutama ditujukan untuk pembuatan peta perencanaan, dokumentasi seperti sket, laporan, tabel dan statistik.


(40)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini mengambil tempat di wilayah pesisir dari 3 (tiga) kecamatan di Kota Medan, yakni Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan, dan Kecamatan Medan Marelan, ketiga kecamatan tersebut dapat ditunjukan pada peta administrasi wilayah studi (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, mulai dari bulan Mei 2011 sampai dengan Juli 2011 .


(41)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Peta-peta tematik dalam bentuk digital sebagai berikut :

a. Peta penutupan lahan wilayah pesisir Kota Medan b. Peta kemiringan

c. Peta kawasan rawan bencana gelombang pasang dan tsunami d. Peta drainase

e. Peta kedalaman tanah f. Peta administrasi wilayah g. Peta geologi

2. Perangkat lunak (software)

Arc View GIS Version 3.3, untuk analisa data spasial dan pembuatan lay out peta. 3. Alat perekam suara, GPS, kamera digital dan kuesioner panduan.

3.3. Pelaksanaan Penelitian/Rancangan 3.3.1. Tahapan Pelaksanaan

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Tahapan persiapan; meliputi telaah dan pengumpulan data dan informasi yang ada kaitannya dengan daerah penelitian serta mempersiapkan peralatan, termasuk didalamnya studi literatur dan analisis awal untuk mengindikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan lokasi permukiman.


(42)

2. Tahapan pekerjaan lapangan; meliputi konsultasi dengan pemerintah setempat dan pengumpulan data-data, antara lain data kependudukan, data sarana dan prasarana yang ada, peruntukan lahan, data kondisi fisik, lokasi pemukiman eksiting, serta arahan pengembangan kawasan permukiman.

3. Tahap pembangunan basis data

4. Tahap analisis dan evaluasi; dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SIG.

5. Kesimpulan dan rekomendasi

3.3.2.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dan informasi dilakukan dengan metode : 1. Data primer

Pengambilan data primer dilakukan dengan membagikan angket kepada masyarakat yang berada di kawasaan pesisir Kota Medan dan diisi secara langsung dan diambil hasilnya pada waktu tersebut, kemudian dilakukan perekaman koordinat dan ketinggian lokasi survey dengan menggunakan alat GPS.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai instansi terkait diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Penerangan Negara (BPN), Tata Ruang danTata Bangunan (TRTB), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan sebagainya.


(43)

3.3.3. Populasi dan sampel

Pada penelitian ini terdapat dua macam analisis yaitu, analisis spasial dan analisis non spasial, dalam analisis non spasial yang menjadi populasi adalah rumah-rumah atau orang yang bertempat tinggal disepanjang kawasan pesisir Kota Medan.

Menurut Nazir (2003), sampel adalah kumpulan dari unit sampling. Unit sampling adalah kumpulan dari unsur-unsur populasi yang tidak tumpang tindih. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah penduduk yang bermukim di kelurahan-kelurahan pesisir pada tiga kecamatan khususnya kepala keluarga (KK) yaitu Kecamatan Belawan, Medan Labuhan dan Medan Marelan total berjumlah 78099 kepala keluarga .

Besarnya sampel dapat dicari dengan cara yang sama seperti besarnya sampel untuk mengestimasi mean populasi. Untuk mengadakan estimasi terhadap proporsi maka besar sampel (Nazir, 2003) adalah :

Dimana ; D =

Dalam survei, nilai p tidak diketahui. Biasanya p ini dapat diketahui dari hasil survei sebelumnya. Jika ini juga tidak ada, maka p dianggap 0,5 saja.

Dari data total jumlah penduduk dari kelurahan-kelurahan yang masuk dalam kawasan pesisir , maka penentuan jumlah sampelnya yang dianggap p = 0,5 dan bound of error sebesar B = 0,05 adalah sebagai berikut :


(44)

D =

= = 0,0025

= = 99,8 100 KK

Jadi besar sampel yang diperlukan adalah 100 Kepala keluarga.

Untuk menentukan jumlah sampel pada masing-masing Kelurahan Pesisir ditetapkan berdasarkan alokasi proporsional (Propotionate). Adapun rumus yang digunakan adalah:

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel masing-masing kelurahan pesisir dapat dilihat pada Tabel 1.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis Kesesuaian Lahan

Untuk perbandingan rencana permukiman pada lokasi penelitian dan yang digunakan RTRW Kota Medan menggunakan peta kemiringan lahan, peta kedalaman


(45)

efektivitas tanah, peta drainase, peta jarak dari pantai,dan peta ketinggian kemudian bandingkan dengan RTRW Kota Medan untuk melihat kesesuaian permukiman di kawasan pesisir Kota Medan.

Tabel 1. Jumlah Sampel Setiap Kelurahan berdasarkan Kepala Keluarga (BPS, 2010)

Kelurahan Jumlah populasi

( KK)

Jumlah Sampel (KK)

Kelurahan Besar 7656 10

Kelurahan Tangkahan 4599 6

Kelurahan Martubung 3337 4

Kelurahan Sei Mati 3331 4

Kelurahan Pkn Labuhan 4113 5

Kelurahan Nelayan Indah 1658 2

Kelurahan Belawan I 4488 6

Kelurahan Belawan II 4826 6

Kelurahan Blw Bahari 2701 3

Kelurahan Blw Bahagia 2640 3

Kelurahan Blw Sicanang 3307 4

Kelurahan Bgn Deli 3358 4

Kelurahan Labuhan Deli 3811 5

Kelurahan Rengas Pulau 12043 15

Kelurahan T. Enam Ratus 6581 8

Kelurahan Paya Pasir 2471 3

Kelurahan Terjun 7179 9

Jumlah 78099 100

3.4.1.1. Variabel yang Diamati

Variabel menurut Ronny K (2007) merupakan arti yang dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lainnya, dalam pemilihan variabel untuk penelitian ini mengacu kepada kerangka teori dan beberapa penelitian sebelumnya yang diadakan oleh beberapa orang atau lembaga dalam studi kasus didaerah penelitian masing-masing. Kemudian pemilihan variabel-variabel tersebut disesuaikan dengan kondisi didaerah studi kasus penelitian ini, yaitu kawasan pesisir Kota Medan


(46)

1. Kemiringan (%)

2. Ketersediaan air tawar l/dtk 3. Jarak dari pantai (m) 4. Ketinggian (m dpl) 5. Drainase

6. Kedalaman efektif tanah

7. Jarak dari sarana dan prasarana (m) 8. Fasilitas transportasi (unit/km)

Dari teori dan penelitian sebelumnya dengan memperhatikan faktor pembatas ketersediaan data yang ada pada Kota Medan, disusunlah variabel kesesuaian lahan untuk permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan seperti Tabel 2.

Tabel 2. Variabel Kesesuaian Lahan untuk Permukiman (Modifikasi FAO,1976)

No Variabel Indikator Kelas Kesesuaian Lahan

1 Kemiringan Lahan (%) 0-2

3-8 9-15

>16

S1 (Sangat sesuai) S2 (Sesuai)

S3 (Kurang sesuai)

N (Tidak sesuai permanen) 2 Jarak dari Pantai (m) >200

100-200 5-100

0-5

S1 (Sangat sesuai) S2 (Sesuai)

S3 (Kurang sesuai)

N (Tidak sesuai permanen) 3 Ketinggian (m dpl) >15

6-15 0-5

S1 (Sangat sesuai) S2 (Sesuai)

S3 (Kurang sesuai)

4 Drainase Tidak tergenang

Tidak tergenang Tergenang Periodik

Tergenang/Rawa

S1 (Sangat sesuai) S2 (Sesuai)

S3 (Kurang sesuai)

N (Tidak sesuai permanen) 5 Kedalaman Efektif Tanah > 90

60-90 31-60

S1 (Sangat sesuai) S2 (Sesuai)


(47)

3.4.2. Analisis Kebijakan

Untuk penilaian kebijakan permukiman yang berada di ketiga Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan, dilakukan survey sosial ekonomi pada lokasi penelitian dengan mengaitkan pendapat masyarakat terkait lokasi permukiman yang sesuai, kemudian dilakukan perbandingan terhadap bentuk tata ruang Kota Medan dengan wilayah studi.

3.5. Metode Data

Metode data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik perbandingan (matching) dan metode tumpang susun peta (overlay peta), yang diuraikan sebagai berikut:

(1). Metode Perbandingan (Matching).

Metode ini merupakan suatu cara menilai kesesuaian lahan dengan cara membandingkan variabel parameter kesesuaian lahan antara kondisi wilayah dengan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Data tentang parameter kondisi wilayah diperoleh dari data lapangan maupun data sekunder, sedangkan pedoman kriteria penentuan kelas kesesuaian lahan ditentukan.

(2). Metode Tumpang Susun (Overlay) dengan menggunakan analisis SIG.

Metode ini merupakan sistem penanganan data dalam evaluasi kesesuaian lahan dengan cara digital yaitu dengan menggabungkan beberapa peta yang memuat informasi yang diisyaratkan untuk suatu program dengan karakteristik lahannya. Dalam penelitian ini peta yang dibutuhkan adalah peta kemiringan lahan, peta


(48)

jarak dari pantai, peta drainase, peta ketinggian dan peta kedalaman efektifitas tanah. Analisis kesesuaian lahan untuk permukiman menggunakan teknik tumpang susun peta (overlay) seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Teknik Overlay Kesesuian Lahan untuk Permukiman Hasil analisis menunjukkan nilai kesesuaian lahan sesuai (S) dalam tiga tingkatan (S1,S2,S3), dan tidak sesuai (N). Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan, dibuat peta kesesuaian lahan yang diolah dengan menggunakan teknologi SIG. Tingkat kesesuaian lahan dibagi menjadi 4 kelas kesesuaian yaitu s1,s2,s3 dan n, yakni :

1. Kelas S1 : Sangat sesuai (Highly Suitable), yaitu : lahan tidak mempunyai pembatas

yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan tersebut, serta tidak akan menambah masukan (input) dari pengusahaan tersebut.

Ketinggian Jarak dari Pantai

Drainase Kedalaman efektif

tanah

Peta Kesesuaian Lahan Kemiringan Lahan


(49)

2. Kelas S2 : Sesuai (Suitable), yaitu : lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut.

3. Kelas S3 : Sesuai bersyarat (Conditional Suitable), yaitu : lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat sangat berat, akan tetapi masih memungkinkan diatasi/diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai, jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi teknologi yang masih tinggi atau dapat dilakukan dengan perlakuan tambahan dengan biaya rasional.

4. Kelas N : Tidak sesuai permanen (Permanently Not Suitable), yaitu : lahan yang mempunyai pembatas sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari.


(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Studi

Kawasan pesisir Kota Medan secara keruangan terletak di bagian utara dari wilayah Hukum Kota Medan yang secara administratif terdiri dari 17 kelurahan yang masuk ke dalam 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan, dengan luas daerah secara keseluruhan ± 9.534,156 ha. Kondisi wilayah studi disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Kondisi Wilayah Studi (BPS, 2010)

No. Kecamatan

Luas Wilayah (ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) Keterangan 1. Medan

Belawan

3.174,347 96.700 - Terdapat pelabuhan - Terminal peti kemas

konvensional

- Pintu gerbang ekspor dan impor barang

2. Medan Labuhan

3.678,296 106.922 - Terdapat industri kecil seperti produksi perabot rumah tangga dari kayu

- Industri menegah dan sedang seperti produksi inti sawit dan makanan ternak

3. Medan Marelan

2.681,423 126.619 - Terdapat tempat rekreasi seperti Danau Siombak

- Terdapat gudang-gudang besar tempat penyimpanan barang - Terdapat peternakan ayam dan

sebagai pasokan telur ayam untuk Kota Medan


(51)

Kecamatan Medan Belawan dengan luas wilayahnya ± 3.174,437 ha, merupakan wilayah bahari dan maritim yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dengan jumlah penduduk 96.700 jiwa (BPS, 2010). Di Kecamatan Medan Belawan terdapat Pelabuhan Belawan yang merupakan pelabuhan terbuka untuk perdagangan internasional, regional dan nasional, serta merupakan urat nadi perekonomian Sumatera Utara, khususnya arus keluar masuk barang dan penumpang melalui angkutan laut, sehingga Kota Medan dikenal dengan pintu gerbang Indonesia bagian Barat. Selain itu terdapat Terminal Peti Kemas Konversional, Gabion Belawan yang merupakan Pintu Gerbang ekspor dan impor barang Indonesia bagian Barat. Kecamatan Medan Labuhan dengan luas wilayahnya ± 3.678,296 ha, merupakan daerah yang berdekatan dengan daerah pesisir (dekat dengan Belawan dan pesisir Deli Serdang), dengan penduduknya berjumlah 106.922 jiwa (BPS, 2010). Di Kecamatan Medan Labuhan banyak terdapat industri kecil seperti produksi perabot rumah tangga dari kayu. Disamping itu juga ada pertanian di bidang tanaman kelapa genjah di Kelurahan Nelayan Indah. Selain itu, terdapat industri menengah dan industri besar seperti produksi inti sawit dan makanan ternak. Kecamatan Medan Marelan dengan luas wilayahnya ± 2.681,423 ha . Penduduknya berjumlah 126.619 jiwa (BPS, 2010). Di Kecamatan Medan Marelan ini terdapat sebuah tempat rekreasi yang sedang dikembangkan, yaitu Danau Siombak merupakan danau buatan yang indah dengan luas areal 40 hektar. Jaraknya 15 km2 dari pusat kota Medan. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri, di Kecamatan Medan Marelan juga ada terdapat


(52)

beberapa gudang-gudang besar tempat penyimpanan barang dan juga terdapat peternakan ayam sebagai pasokan telur ayam untuk Kota Medan.

Sebagian besar masyarakat desa pesisir menggantungkan hidupnya secara langsung di wilayah pesisir seperti berdagang dan nelayan. Secara umum dapat dilihat bahwa taraf hidup mereka (khususnya nelayan) masih banyak yang hidup pra sejahtera (miskin). Eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya pesisir dan laut dalam rangka pembangunan ekonomi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang cukup parah. Dampak negatif dari eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dan tidak terarah telah dapat dirasakan langsung oleh masyarakat desa pesisir. Proses tergerusnya garis pantai (erosi/abrasi) dan bertambah dangkalnya perairan pantai (sedimentasi) pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami, tetapi kejadian tersebut diperparah dengan ulah manusia yang telah membabat tanaman pelindung pantai (mangrove), baik untuk tujuan pemanfaatan nilai ekonomis kayu bakau maupun untuk konversi lahan menjadi tambak atau lokasi bangunan liar. Tabel 4. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Pantai Timur

Sumatera Utara (Ginting, 2006).

No. Kota/Kabupaten/Kecamatan Luas Areal kerusakan mangrove (ha) 1. Tanjung Balai (Kab. Asahan) 12.900 (89,6%) dari 14.400 2. Medan Belawan (Kota Medan) 150 (60%) dari 250

3. Deli Serdang dan Serdang Bedagai 12.400 (62%) dari 20.000

4. Langkat 25.300 (71,8%) dari 35.300

5. Labuhan Batu 500 (29,4%) dari 1.700

Pada awalnya hampir seluruh daerah Kelurahan Bagan Deli terdiri dari kawasan ekosistem hutan mangrove. Akan tetapi seiring dengan pertambahan jumlah


(53)

penduduk, maka banyak penduduk dari berbagai daerah bermigrasi ke Kelurahan Bagan Deli sehingga jumlah penduduk di Kelurahan Bagan Deli semakin bertambah. Ditambah lagi Kelurahan Bagan Deli termasuk wilayah jalur lalu lintas laut internasional Selat Malaka dan memiliki Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan internasional sehingga semakin banyak penduduk bermigrasi dan bertempat tinggal di Kelurahan Bagan Deli. Akibatnya terjadi pengalihfungsian lahan hutan mangrove dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove secara besar-besaran untuk kepentingan penduduk sehingga kawasan ekosistem hutan mangrove semakin berkurang. Oleh sebab itu, kawasan eksosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli mengalami kerusakan seluas 18 Ha (78,26%) dari luas keseluruhan 23 Ha (Kantor Kelurahan Bagan Deli, 2010).

Kerusakan hutan mangrove di pesisir timur menpunyai dampak negatif lebih jauh yang dirasakan langsung oleh masyarakat pesisir sendiri antara lain :

a. Berkurangnya hasil tangkapan ikan atau udang

b. Semakin sulitnya mendapatkan kepiting bakau baik ukuran konsumsi maupun ukuran untuk benih (lampiran 4).

Selain karena kerusakan mangrove, pencemaran juga telah banyak memberi andil pada kerusakan lingkungan pesisir, baik limbah cair maupun limbah padat yang bersumber dari industri dan rumah tangga.

4.1.1. Kondisi Fisik Dasar 4.1.1.1. Iklim


(54)

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Badan Metrologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Polonia berkisar 23,00C– 24,40C dan suhu maksimum berkisar antara 30,60C-33,10C. kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 78-82%. Dan kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulanya 100,6 mm.

Curah hujan rata-rata bulanan umumnya lebih dari 100 mm. Menurut hasil pemantauan stasiun Klimatologi Belawan, curah hujan minimum terjadi pada bulan Februari 76 mm, sedangkan bulan September merupakan bulan terbasah dengan curah hujan rata-ratanya 240 mm, pengaruhnya berdampak langsung pada debit air Sungai Babura dan Sungai Deli dimana debit air tertinggi berada diantara bulan September sampai dengan bulan Desember dan terendah ditemui pada bulan Januari sampai dengan bulan April.

4.1.1.2. Ketinggian

Secara umum Kecamatan Medan Labuhan berada pada 6 meter diatas permukaan laut, Kecamatan Medan Marelan berada pada 5 meter diatas permukaan laut, dan Medan Belawan berada 3 meter diatas permukaan laut. Dengan demikian dari segi geografis Kecamatan Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan termasuk zona dataran rendah (kurang dari 100 meter dibawah permukaan air laut). Berdasarkan the urban, rural regional planning field (1980) bahwa kegiatan budidaya perkotaan dapat dikembangkan pada ketinggian regional < 1.000 meter dibawah permukaan laut.


(55)

Kawasan permukiman

Kawasan tambak

Kawasan konservasi

3-6m dpl Berdasarkan kriteria ketinggian tersebut, maka Kecamatan Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan sangat sesuai untuk pengembangan kawasan pertambakan. Untuk lebih jelasnya mengenai orientasi pengembangan wilayah serta kriteria ketinggian, kemiringan dan penggunaan lahan di Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan dapat dilihat pada Gambar 4. dan Gambar 18. (Lampiran 6).

Gambar 4. Kriteria Ketinggian (BPS, 2010) Dari hasil studi dapat dipaparkan pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Ketinggian di Wilayah Studi

No. Kecamatan Ketinggian (m dpl)

Hasil dari Studi Luas (ha)

1. Medan Belawan 0-5

6-15 >15

2.799.79 362,18 14,37

2. Medan labuhan 0-5

6-15 >15

3075,40 600,54 2,352

3. Medan Marelan 0-5

6-15

1287,02 1394,40


(56)

Dari Tabel 5. diatas bahwa ketinggian dari ketiga kecamatan rata-rata 0-5 yang kurang sesuai untuk permukiman, sedangkan yang memiliki ketinggian > 15 hanya terdapat pada kecamatan Medan Belawan dan Medan Labuhan.

4.1.1.3. Kemiringan

Kota Medan yang termasuk dalam kawasan perkotaan mencakup kawasan pantai timur berbatasan dengan Selat Malaka menuju arah selatan yang merupakan kaki Bukit Barisan. Dari segi morfologi, kawasan tersebut merupakan wilayah datar sampai landai dengan kelerengan kurang dari 3%, hingga daerah berbukit di bagian selatan dengan kelerengan lebih dari 16%. Untuk wilayah kajian yang termasuk pesisir memiliki kemiringan 0%-8%.

Dari hasil studi dapat dipaparkan pada Tabel 6. dan Gambar 19. (Lampiran 7). Tabel 6.Hasil Analisis Kemiringan di Wilayah Studi

No. Kecamatan Kemiringan

(%)

Hasil dari Studi Luas (ha)

1. Medan Belawan 0-2

3-8

2.874,84 299,50

2. Medan labuhan 0-2

3-8

3.567,97 110,32

3. Medan Marelan 0-2

3-8

2.560,59 120,83 Dari Tabel 6. diatas bahwa kemiringan dari ketiga kecamatan rata-rata 0%-8% artinya kawasan studi merupakan wilayah yang datar.


(57)

4.1.1.4. Sistem Tata Air

Kebutuhan air bersih masyarakat di Kecamatan Medan Belawan, Medan Labuhan dan Medan Marelan, sebagian besar dipenuhi oleh jaringan pipa air bersih PDAM Tirtanadi dan hanya sebahagian kecil masyarakat menggunakan sumur galian dan sumur bor (artetis).

Ada beberapa sungai yang terdapat di Kota Medan seperti Sungai Deli, Sungai Baru, Sungai Semayang, Sungai Bedera, Sungai Seruai. Sungai-sungai ini kebanyakan bermuara ke selat Malaka. Dengan demikian Kota Medan sering terjadi banjir apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Di samping kondisi lahan yang relatif datar dan tidak ditunjang drainase yang memadai. Masalah lain bagi penduduk yang tinggal di daerah pesisir Kota Medan sering mengalami banjir oleh air pasang apabila pasang lagi tinggi-tingginya (rob). Distribusi kondisi drainase di wilayah studi dapat ditunjukan pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Kondisi Drainase di Wilayah Studi

Kecamatan Kondisi Drainase (ha) Badan Air (ha) Tergenang Tidak Tergenang

Medan Belawan 389,104 2.136,206 649,126

Medan Labuhan 59,728 3.475,340 143,228

Medan Marelan 0,691 2.597,645 83,086

Jumlah 449,523 8.209,191 875,441

Ditinjau dari aspek drainase , secara keseluruhan tidak banyak area yang tergenang, umumnya kondisi drainase cukup baik , dari total wilayah studi hanya 4,71 % saja yang berdrainase buruk (tergenang) ditambah sebesar 9,18 % merupakan


(58)

badan air terdiri dari sugai dan danau. Dari ketiga kecamatan, Medan Belawan merupakan area yang banyak area tergenangnya/daerah banjir. Area-area yang mengalami ketergenangan tidak sesuai untuk dijadikan sebagai kawasan permukiman, meskipun faktor-faktor lain cukup mendukung.

Penggunaan air tawar pada tambak selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga sebagai bahan untuk menurunkan kadar salinitas pada tambak apabila salinitas tinggi yang biasanya pada saaat-saat musim kemarau. Untuk sistem air di Kota Medan ditujukan pada Gambar 21. (Lampiran 9).

4.1.1.5. Geologi dan Tipe Lahan

Umumnya tipe lahan di Kecamatan Medan Belawan, Medan Marelan dan Medan Labuhan didominasi oleh lahan rawa, semak belukar dan hutan mangrove, dengan tekstur tanahnya adalah lempung berpasir dan liat berpasir (Bappeda Kota Medan).

Medan Marelan didominasi lahan Aluvial yang berasal dari endapan sungai, dataran banjir yang penyebarannya di sekitar aliran sungai besar di dekat muara berbatasan dengan pantai. Air bersifat tawar sampai payau dan dimanfaatkan sebagai areal persawahan dan tanaman kelapa sawit.

Medan Labuhan dan Medan Belawan didominasi tipe lahan Marin, daerah sepanjang pantai dengan lebar bervariasi antara 1-20 km. Airnya asin dan payau dan tanah banyak mengandung garam terutama natrium.


(59)

Tabel 8. Distribusi Kedalaman Efektif Tanah Untuk Kesesuaian Permukiman di Wilayah Studi

Kecamatan Kedalaman Tanah (ha)

31-60 cm 60-90 cm >90 cm

Medan Belawan 3.174,437 0 0

Medan Labuhan 2.829,214 824,552 24,530

Medan Marelan 959,384 1.466,153 255,886

Jumlah 6.963,035 2.290,705 280,416

Kondisi kedalaman tanah di kecamatan wilayah studi umumnya berada pada kisaran 31-60 cm yang mencerminkan kondisi lahan yang dangkal dan kurang cukup baik bagi kesesuian lahan untuk permukiman. Di Kecamantan Medan Belawan seluruhnya kedalam tanahnya dangkal, sementara di Kecamatan Medan Marelan cukup berimbang antara tanah yang dangkal (31-60 cm), sedang (60-90 cm) dan dalam (>90 cm). Dari sebaran kedalam efektif tanah yanng disajikan dalam Tabel 9. dapat diperkirakan bahwa lahan-lahan di Kecamatan Medan Belawan dan sebagian Medan Labuhan kurang sesuai untuk permukiman bila ditinhjau dari aspek kedalam. tanah. Pembangunan perumahan atau permukiman pada lahan semacam ini akan memerlukan konstruksi yang khusus seperti rumah panggung, dan fondasi yang harus kuat.

4.1.1.6. Jarak dari Sungai/Pantai

Secara tradisional sungai merupakan faktor yang menarik untuk dijadikan pertimbangan permukiman, banyak ditemukan daerah sempadan sungai telah dijadikan sebagai tempat bermukim masyarakat dengan pertimbangan kemudahan akses akan air, dan juga transportasi air. Demikian pula daerah pinggiran pantai pada


(60)

jarak tertentu, oleh masyarakat nelayan banyak di digunakan dengan pertimbamngan kemudahan aksesibilitas ke laut untuk mencari ikan. Namun secara ekologis daerah sempadan ini berperan untuk mendukung berfungsinya sungai dan juga penting sebagai penyangga bila terjadi limpasan air akibat sungai yang meluap atau intrusi air laut. Sehingga daerah sempadan sungai dan pantai lebih baik diperuntukkan sebagai kawasan lindung. Menurut peraturan yang berlaku , daerah sempadan sungai selebar 50 m kiri kanan sungai kecil dan 100 m kiri kanan sungai besar harus dijakdikan jalur hijau, sedangkan pada sempadan pantai 300 m dari tinggi pasang air laut terendah, merujuk pada kriteria kesesuaian lahan untuk permukiman jarak yang ideal untuk permukiman adalah > 100 m dari tepi sungai/pantai. Jarak ini diasumsikan sebagai jarak yang aman bila terjadi bencana banjir. Kondisi lahan daratan yang tersedia di kecamatan-kecamatan wilayah studi yang berjarak lebih dari 100 meter dari tepi sungai/pantai cukup luas yaitu sebesar 16,93% untuk jarak 100-200 m, dan 44, 66 % untuk jarak > 200 m, sementara yang tidak sesuai (0-5 m) dan kurang sesuai (5-100m) masing-masing sebesar 11,12% dan 27,29%. Pada tingkatan Kecamatan, Medan Marelan menyediakan lahan yang terluas yang sesuai dan sangat sesuai dari aspek jarak dari sungai/pantai sebesar 72,87%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. dan Gambar 22. (Lampiran 10).


(61)

Tabel 9. Kondisi Wilayah Studi Berdasarkan Kelas Jarak dari Sungai/Pantai untuk Kesusaian Permukiman menurut Luasan

Kecamatan

Jarak dari sungai/pantai (Meter)

0-5 5-100 100-200 > 200 Medan Belawan 723,044 1.085,716 663,846 701,831 Medan Labuhan 213,642 911,747 546,904 2.006,003 Medan Marelan 123,206 604,331 403,599 1.550,288 Jumlah 1.059,892 2.601,794 1.614,348 4.258,122

4.1.1.7. Pasang Surut

Kecamatan Medan Belawan kerap terjadi perubahan seperti pasang perbani yang hampir sebulan sekali dialami warga Kecamatan Medan Belawan. Pasang surut yang terjadi di Belawan lantaran pengaruh gravitasi bulan dimana kondisinya dekat dengan bumi sehingga memengaruhi air laut. Hal ini merupakan gerakan astronomi alam, di mana pasang kecil bila bulan kecil. Sedangkan bulan purnama akan terjadi pasang besar. Disebutkan kawasan Bagan Deli dampak pasang air laut telah mencapai lantai pemukiman warga, mengingat kawasan ini merupakan daerah terbuka. Jadi jika pasang volume air tetap, namun ketinggian air meningkat, Kecamatan Medan Belawan selalu menjadi langganan banjir lantaran kawasan ini tidak ada penataan drainase, selain itu jika hujan terus menerus dan tanah tak mampu lagi menyerap air maka sering menimbulkan banjir.


(62)

Sifat Pasut Harian ganda beraturan.Tunggang air rata rata pada pasang purnama adalah 195 cm dan saat pasang mati 56 cm. Besarnya perbedaan pasang surut bervariasi antara 1,1 - 2,7m. pada saat pasang mati kadang tidak berarus dan saat pasang berhenti kadang arus keluar masuk ± 2 mil/jam.

Gelombang laut pada daerah kawasan pelabuhan Belawan dan sekitarnya kecepatan anginnya maksimum mencapai 4,3 m/detik hal ini akan menimbulkan gelombang 0,6 m dan umumnya terjadi pada sore hari.

Keadaan rawan bencana, gelombang pasang dan tsunami disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Kawasan Rawan Bencana Gelombang Pasang dan Tsunami (Bappeda Kota Medan)


(63)

4.1.1.8. Fasilitas Infrastruktur

Fasilitas infrastruktur antara lain berupa jaringan jalan. Jaringan jalan adalah sebagai salah satu unsur bangunan transportasi Kota Medan bagian Utara yang mempunyai karakteristik perkotaan.

Berdasarkan fungsi jalan di wilayah Kota Medan terbagi atas : 1. Jalan Arteri primer

2. Jalan Arteri sekunder 3. Jalan Kolektor primer 4. Jalan Kolektor sekunder 5. Jalan Lokal

Akses ke jalan raya atau jalan yang dilalui oleh angkutan seperti jalan Marelan Raya dan jalan Tol Medan-Belawan relatif lebih dekat yaitu dibawah 1 kilometer.

Secara umum kondisi jaringan jalan yang terdapat dilokasi penelitian mempunyai kualitas yang baik, namun ada beberapa ruas jalan yang mengalami kerusakan.

Pembangunan yang terus berjalan di kota Medan bagian Utara harus terus mendapatkan perhatian serius, hal ini disebabkan adanya kenyataan bahwa pertumbuhan suatu wilayah menunjukan sifat-sifat yang tak terkendali. Demikian yang terjadi pada kota Medan bagian utara, perkembangan wilayahnya berlangsung


(64)

cepat, meliputi berbagai aspek fisik, sosial ekonomi dan sosial budaya. Sedangkan untuk melihat tingkat kemajuan ekonomi dapat diketahui melalui pusat pelayanan ekonomi yang ada diwilayah bersangkutan. Salah satu kegiatan ekonomi kota adalah kegiatan perdagangan, misalnya: mall,plaza dan pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat berlangsung karena adanya aksessibilitas yang baik permukiman ke lokasi tersebut dengan adanya jaringan jalan yang baik.

Kota Medan bagian Utara memiliki 10 (sepuluh) buah pasar yang menjadi tujuan membeli kebutuhan bagi penduduk yang berada di kawasan pesisir, pasar tersebut adalah :

1. Pasar Inp. Jalan Jawa Kecamatan Medan Belawan

2. Pasar Pisang Belawan Jalan Riau Kecamatan Medan Belawan 3. Pasar Titi Papan Jalan Yos Sudarso Kecamatan Medan Labuhan 4. Pasar Kapuas Belawan Jalan Jawa Kecamatan Medan Belawan

5. Pasar Inp. Pekan Labuhan Jalan Yos Sudarso Kecamatan Medan Belawan 6. Pasar Inp. Paus Balawan Jalan Rais Kecamatan Medan Belawan

7. Pasar Pekong Jalan Pekong Kecamatan Medan Labuhan

8. Pasar Simpang Atap Jalan Yos Sudarso Kecamatan Medan Labuhan

9. Pasar Martabung Komplek Perumahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan 10. Pasar Pagi MarelanJalan Medan Marelan Kecamatan Medan Marelan


(1)

Gambar 16. Rumah Penduduk yang Kena Bencana Banjir Pasang


(2)

Gambar 18. Peta Ketinggian (Hasil Analisis Data, Peta Kontur RBI) Lampiran 5.


(3)

Gambar 19. Peta Kemiringan (Hasil An alisis Data, Peta Kontur RBI) Lampiran 6.


(4)

Gambar20. Peta Kedalaman Tanah Lampiran 7.


(5)

Gambar 21. Peta Drainase (PU Pengairan Prov. Sumatera Utara Lampiran 8.


(6)

Gambar 22. Peta Jarak Dari Pantai Lampiran 9.