BAB III Faktor Yang Menyebabkan Sengketa Pertanahan antara Cosmas Usman dan Otorita Batam

(1)

46 BAB III

FAKTOR YANG MENYEBABKAN SENGKETA PERTANAHAN ANTARA COSMAS USMAN DENGAN OTORITA BATAM A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Kibing Kecamatan Batu Aji merupakan salah satu Kelurahan dari 64 kelurahan yang ada di wilayah Kota Batam, berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2006 tentang perubahan dan pembentukan Kecamatan dan Kelurahan dalam Daerah Kota Batam, merupakan pemekaran dari Kelurahan Tiban Asri Kecamatan Sekupang. Pesatnya kemajuan pembangunan yang dilaksanakan selama ini oleh Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam/BP Batam telah memberikan dampak yang positif dan negatif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, terutama di bidang ekonomi. Pesatnya kemajuan Kota Batam berimbas pula pada tingginya jumlah penduduk pendatang yang ikut mengadu nasib untuk mendapatkan kehidupan pribadi yang lebih layak dibanding dengan daerah asalnya.

Jumlah penduduk Kelurahan Kibing sampai dengan Desember 2011 adalah : 28.304 jiwa terdiri dari Laki-laki : 13.200, Perempuan : 15.104 dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak : 8.301 KK, yang tersebar di beberapa perumahan dan rumah-rumah liar. Permasalahan utama yang di hadapi Kelurahan Kibing adalah dampak dari tingginya arus migrasi yang masuk ke wilayah Kelurahan Kibing yang berakibat pada pelayanan, penyediaan fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas


(2)

47

ekonomi dan fasilitas lainnya yang belum memadai. Permasalahan lain adalah terus tumbuh dan berkembangnya rumah-rumah bermasalah (Ruli), Kios liar (kili), banjir, tingginya angka kriminalitas, bertambahnya pengangguran, dan lain sebagainya.

1. Letak

Kelurahan Kibing terletak diantara 0102’-26” Lintang Utara dan 10359’- 52" Bujur Timur.

2. Luas

Luas wilayah Kelurahan Kibing adalah 14.530 Ha. 3. Batas

Kelurahan Kibing berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kelurahan Tiban Baru Kecamatan Sekupang Sebelah Selatan : Kelurahan Tembesi Kecamatan Sagulung Sebelah Timur : Kelurahan Muka Kuning Kecamatan Sagulung Sebelah Barat : Kelurahan Buliang Kecamatan Batu Aji dan

Kelurahan Tanjung Riau Kecamatan Sekupang 4. Geologi

Permukaan tanah di Kelurahan Kibing pada umumnya dataran dengan persentase:

Dataran : 65% Berbukit : 35%


(3)

48 5. Iklim

Sama halnya dengan Kelurahan lain di Kecamatan Batu Aji Kota Batam, Kelurahan Kibing beriklim tropis dengan suhu minimum berkisar 18,2C-23,0C dan suhu maksimum berkisar 31,0

C-343,2C.

B. Riwayat Tanah Cosmas Usman

Pembukaan tanah di suatu tempat merupakan awal dari lahirnya kepemilikan tanah bagi individu. Penguasaan tanah merupakan unsur utama lahirnya hak atas tanah. Bukti pemilikan dan penguasaan atas tanah secara tertulis disebut sebagai alas hak yang menjadi dasar pendaftaran tanah.

Penguasaan fisik bidang tanah selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut dapat didaftarkan haknya oleh pemohon pendaftaran dan pendahulupendahulunya sebagaimana bunyi pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.1

“Pembuktian Hak Lama” Pasal 24

(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya;


(4)

49

(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluanpendahulunya,dengan syarat:

a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.” Cosmas Usman dilahirkan di Flores Timur pada tanggal 10 Februari 1940, riwayat kepemilikan tanah Cosmas Usman adalah pembukaan tanah untuk berkebun pada tahun 1968 yang pada waktu itu ia tanami dengan tanaman merica, padi, cengkeh, jengkol, nangka dan kelapa.2

Pembuktian bahwa Cosmas Usman telah lama bertempat tinggal dan berkebun di Tembesi dapat ditelusuri dengan bukti-bukti dokumen kependudukan, saksi-saksi hidup dan bukti fisik berupa tanaman tua.

Gambar 1

Kartu Tanda Penduduk (KTP) Diterbitkan Tanggal 21 April 1974

Sumber Data : Dokumentasi Cosmas Usman

2 Cosmas Usman, Wawancara Pribadi, Pemilik Tanah (Tembesi Bengkel RT. 02 RW. I Kelurahan Kibing Kecamatan Batu Aji Kota Batam, tanggal 27 Mei 2012).


(5)

50 Gambar 2

Kartu Keluarga (KK) Diterbitkan Pada Tanggal 23 Oktober 1975


(6)

51 Gambar 3

Surat Nikah Diterbitkan Pada Tanggal 2 Oktober 1972

Sumber Data : Dokumentasi Cosmas Usman Gambar 4

Rumah Bangunan Tempat Tinggal Cosmas Usman


(7)

52

Bukti fisik tanaman tua di lokasi tanah Cosmas Usman masih terdapat puluhan pohon kelapa yang ia rawat dan menjadi sumber penghasilan bagi kehidupan keluarganya.

Gambar 5

Bukti Fisik Tanaman Kelapa


(8)

53

Sebagai warga Negara yang baik Cosmas Usman taat membayar pajak, pada waktu itu pajak yang dikenakan disebut IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) saat ini kita kenal dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Gambar 6

Bukti Pembayaran IPEDA Tahun 1984

Sumber Data : Dokumentasi Cosmas Usman

Selain menguasai secara fisik tanah, Cosmas Usman juga memiliki alas hak berupa Surat Pernyataan Penguasaan Tanah yang dibuat pada tanggal 15 Maret 1997 disaksikan oleh Sutrimo Ketua RT. 02 RW. VIII Tembesi Dusun II, Ali Siregar Ketua RW. VIII Tembesi Dusun II Desa Pulau Buluh dan diketahui oleh Muchsin. Z Kepala Desa Pulau Buluh pada waktu itu.


(9)

54 Gambar 7

Surat Pernyataan Penguasaan Tanah Cosmas Usman

Sumber Data : Dokumentasi Cosmas Usman

Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa : “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.3 Hal tersebut

menjelaskan bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang,

3 Pasal 6 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.


(10)

55

tidaklah dapat dibenarkan bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan rugi bagi masyarakat luas. Dalam arti bahwa tanah tidak hanya berfungsi bagi pemegang hak atas tanahnya saja tetapi juga bagi bangsa Indonesia seluruhnya, dengan konsekuensi bahwa penggunaan hak atas sebidang tanah juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Tanah mempunyai fungsi sosial telah dilaksanakan oleh Cosmas Usman dengan mewakafkan sebagian tanahnya untuk kepentingan pembangunan rumah ibadah masyarakat di Tembesi.

Gambar 8

Surat Wakaf Tanah Cosmas Usman


(11)

56 Gambar 9

Masjid Irsyadul Ikhlas Yang Didirikan Diatas Tanah Wakaf Cosmas Usman

Sumber Data : Dokumentasi Kelurahan Kibing, Tanggal 27 April 2008.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 76 menjelaskan bahwa :4

4 Pasal 76 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.


(12)

57

Pasal 76

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf c harus disertai dengan dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu :

a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau

b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau

c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau

d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959, atau

e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya, atau

f. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau

g. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau h. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT,

yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

i. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau j. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang

berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

k. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau

l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau


(13)

58

m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

(2) Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang manyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.

(3) Dalam hal bukti-bukti mengenai kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak ada maka permohonan tersebut harus disertai dengan:

a. surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1) bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih;

2) bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik;

3) bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;

4) bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa; 5) bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang

tidak sesuai dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut di muka Hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.

b. keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon dalam surat pernyataan di atas, sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 14.


(14)

59

Untuk memperoleh hak milik menurut hukum Islam ada beberapa sebab, salah satu sebab yang dikemukakan oleh Abdul Ghofur Anshori dalam bukunya Filsafat Hukum hak milik dapat diperoleh dengan cara :5

Disebabkan Ihrazul mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki) Barang/benda yang dapat dijadikan sebagai objek kepemilikan adalah bukan benda yang menjadi hak orang lain dan bukan pula benda dimana ada larangan hukum agama untuk diambil sebagai hak milik. Diantaranya dengan : berburu, membuka tanah baru yang belum ada pemiliknya, air di sungai, pengusahaan barang tambang (rikaz) dan harta rampasan perang.

Menyikapi permasalahan tanah yang tidak kunjung usai, sebenarnya telah dikeluarkan Tap MPR RI Nomor IX Tahun 2001, Tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, dalam Pasal 5 ayat (1) dibunyikan :6

(1) Arah Kebijakan Pembangunan Agraria adalah :

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 ketetapan ini.

b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan pemilikan tanah untuk rakyat.

c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.

d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agrarian yang timbul selama ini sekaligus dapat mengatispasi potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan

5 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2006 halaman 135.

6 Tap MPR RI Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.


(15)

60

didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 ketetapan ini.

e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaharuan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi.

f. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan pembaharuan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi.

Dengan merujuk kepada aturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pemilik tanah Cosmas Usman seharusnya dilindungi, diberikan kesempatan untuk mendaftarkan tanahnya dan mendapatkan tanda bukti hak yaitu sertipikat.

C. Kronologis Sengketa Pertanahan antara Cosmas Usman dengan Otorita Batam dan Pihak Ketiga

Sebagai pemilik tanah dan pihak yang menguasai fisik tanah selama puluhan tahun, Cosmas berkeinginan untuk memberdayakan tanahnya dan bekerja sama dengan pengembang yang berencana membangun di lokasi tanahnya. Kemudian pada tanggal 19 April 2005, Cosmas mengirimkan surat kepada Ketua Otorita Batam yang isinya mengajukan permohonan alokasi lahan dan menyatakan kesediaannya membayar UWTO.

Surat Cosmas tersebut sampai dengan saat ini tidak pernah dijawab oleh Otorita Batam, tetapi untuk kepentingan internal Otorita Batam pada tanggal 13 September 2005 Asroni Harahap selaku Ketua Tim Penyiapan Data Pembebasan Lahan (Tim PDPL) mengirimkan


(16)

61

Memorandum Nomor : M/123/TPDPL/IX/2005 kepada Direktur Pengelolaan Lahan Otorita Batam yang isinya sebagai berikut :

MEMORANDUM

Untuk : Direktur Pengelolaan Lahan Nomor : M/123/TPDPL/IX/2005 Dari : Ketua Tim PDPL Tanggal : 13 September 2005 Perihal : Konfirmasi Permohonan

Sdr. Cosmas Usman

Sehubungan dengan memo Dir. Lahan No. M/441/PL/VIII/2005 tanggal 23 Agustus 2005 perihal tersebut diatas, bersama ini disampaikan sebagai berikut :

1. Bahwa benar Saudara Cosmos Usman telah lama menggarap kebun seluas ± 7 Ha terletak di Kampung Tembesi, sesuai Surat Pernyataan Penguasaan Tanah yang diperbuatnya tanggal 15 Maret 1997 yang diketahui Kepala Desa Pulau Buluh pada waktu itu.

Pada saat ini diatas garapannya tersebut terdapat tanaman tua yang sudah besar-besar serta terpelihara (lihat foto-foto terlampir) dan yang bersangkutan masih tinggal diatas tanah garapannya tersebut.

2. Memperhatikan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa garapan yang bersangkutan memenuhi syarat untuk diberikan ganti rugi sesuai ketentuan Otorita Batam dan lokasi tersebut sampai saat ini belum pernah dibebaskan dan sesuai RTRW Kota Batam, lokasi tersebut terletak di dalam Kawasan hutan lindung/wisata

Demikian disampaikan, dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Ketua Tim PDPL


(17)

62

Didalam memorandum tersebut, Otorita Batam mengakui kepemilikan tanah Cosmas Usman, masih terdapat tanaman tua yang sudah besar-besar serta terpelihara, memenuhi syarat untuk diberikan ganti rugi, belum pernah dibebaskan, dan sesuai RTRW Kota Batam lokasi tanah Cosmas Usman terletak di dalam kawanan hutan lindung/wisata.

Senada dengan isi memorandum Ketua Tim PDPL Otorita Batam Nomor : M/123/TPDPL/IX/2005, melalui surat Nomor 600/197/VI/2008 tertanggal 2 Juni 2008 Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam dan Surat Nomor 600/332/VI/2008 tertanggal 5 Juni 2008 Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau menyatakan bahwa lokasi tanah Cosmas Usman berada dalam Kawasan Hutan Wisata dan belum pernah dimohonkan Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Otorita Batam.

Namun demikian kenyataannya pada tanggal 15 Februari 2007 secara diam-diam sebagian tanah Cosmas Usman seluas 3.977,01 M² (tiga ribu sembilan ratus tujuh puluh tujuh koma nol satu meter persegi) telah dialokasikan Otorita Batam kepada PT. Sadai Putra Persada dengan Nomor Penetapan Lokasi : 27040089.

Kemudian pada tanggal 24 Mei 2007 sebagian tanah Cosmas Usman seluas 10.643,13 M² (sepuluh ribu enam ratus empat puluh tiga koma tiga belas meter persegi) dialokasikan Otorita Batam kepada PT. Guna Citra Utama dengan Nomor Penetapan Lokasi : 27.27040283.G1.


(18)

63

Pada tanggal 01 Nopember 2007 dengan Nomor Penetapan Lokasi : 27.27040320.C1 Otorita Batam tanpa sepengetahuan Cosmas Usman telah mengalokasikan sebagian tanah Cosmas seluas 11.064,32 M² kepada Yayasan Putera Batam.

Menurut Wiwied Indartono, Staf Kelurahan Kibing Kecamatan Batu Aji, sengketa tanah antara Cosmas Usman dengan Yayasan Putera Batam telah dimediasi oleh Kelurahan Kibing pada tanggal 15 Nopember 2007 bertempat di Kantor Lurah dan pada tanggal 22 Nopember 2007 bertempat di Kantor Camat Batu Aji Kota Batam7.

Gambar 10

Dokumentasi Mediasi di Kantor Lurah Kibing Kecamatan Batu Aji

Sumber Data : Dokumentasi Kelurahan Kibing, Tanggal 15 Nopember 2007.

7 Wiwied Indartono, Wawancara Pribadi, Staf Kelurahan Kibing Kecamatan Batua Aji (Batam, tanggal 2 Juli 2012).


(19)

64 Gambar 11

Dokumentasi Mediasi di Kantor Camat Batu Aji Kota Batam

Menyikapi hal tersebut m

Sumber Data : Dokumentasi Kelurahan Kibing, Tanggal 22 Nopember 2007.

Pada pertemuan di Kantor Camat Batu Aji Kota Batam, Kamal Hasmy, selaku Sekretaris Tim Penyiapan Data Pembebasan Lahan (Tim PDPL) Otorita Batam menyatakan bahwa Otorita Batam mengakui kepemilikan tanah Cosmas Usman dan hal tersebut sesuai dengan Memorandum Nomor : M/123/TPDPL/IX/2005 beserta dokumentasi sewaktu Tim PDPL meninjau lokasi Cosmas Usman. Untuk penyelesaian pembayaran ganti rugi tanah, tanaman dan bangunan Cosmas Usman, Kamal Hasmy meminta kepada Cosmas Usman agar mengajukan permohonan kepada Ketua Otorita Batam.


(20)

65

Sengketa tanah dengan Yayasan Putera Batam menjadi awal Cosmas Usman mengetahui bahwa tanahnya telah dialokasikan Otorita Batam kepada pihak ketiga. Surat Cosmas Usman tanggal 19 April 2005 kepada Ketua Otorita Batam agar tanah yang dikuasainya puluhan tahun dialokasikan kepadanya diabaikan oleh Otorita Batam, bahkan kewajiban Otorita Batam untuk memberikan ganti rugi tanah, tanaman dan bangunan serta memindahkan Cosmas Usman bersama keluarga ke tempat pemukiman baru tidak dilaksanakan oleh Otorita Batam terlebih dahulu, hal ini bertentangan dengan angka 3 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah Di Daerah Industri Pulau Batam.

Wawancara penulis dengan Indra Mahyuzi, Direktur Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Batam selaku Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh Cosmas Usman, tindakan Otorita Batam yang mengalokasikan tanah Cosmas secara sepihak kepada pihak ketiga telah menyebabkan kerugian bagi Cosmas Usman, hal ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan melanggar Pasal 1365 KUHPerdata yang isinya, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada pihak lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut, mengganti kerugian tersebut”.8

8 Indra Mahyuzi, Wawancara Pribadi, Mantan Direktur Pusat Advokasi Hak Asasi Manusia (PAHAM) Batam (Batam, tanggal 20 Mei 2012)


(21)

66

Berdasarkan laporan hasil pengukuran kembali yang dilakukan oleh Tim Penyiapan Data Pembebasan Lahan (PDPL) Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam terhadap tanah/kebun Cosmas Usman yang terletak di Tembesi sebagaimana tertuang dalam Memorandum Nomor : M/BP-20/TPDPL/I/2008 tanggal 16 Januari 2008 yang ditandatangani Ir. Bambang Marjito Kabid Pengukuran Tanah Tim PDPL luas tanah yang dikuasai Cosmas Usman adalah seluas 53.303 M² (lima puluh tiga ribu tiga ratus tiga meter persegi).

Menurut H. Rizal, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Batam, pengalokasian lahan di Pulau Batam harus tunduk kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977, Kantor Pertanahan Kota Batam tidak akan memproses pendaftaran Hak Pengelolaan Otorita Batam apabila dilokasi yang didaftarkan masih terdapat tanah, tanaman dan bangunan masyarakat yang belum dibebaskan dan belum dilakukan pemindahan ketempat pemukiman baru, apalagi lokasi yang didaftarkan tersebut adalah kawasan lindung/wisata yang belum mendapatkan pelepasan dari Kementerian Kehutanan.9

9 H. Rizal, Wawancara Pribadi, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Batam (Batam, tanggal 5 Juli 2012).


(22)

67

Wawancara penulis dengan Eko Suratmoko, Kepala Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Batam, dari luas Pulau Batam ± 41.000 Ha, luas Hak Pengelolaan Otorita Batam yang sudah didaftarkan seluas 18.627 Ha.10

Terhadap tanah Cosmas Usman seluas 53.303 M² (lima puluh tiga ribu tiga ratus tiga meter persegi), Otorita Batam mengakui telah mengalokasikan seluas 31.231,53 M² (tiga puluh satu ribu dua ratus tiga puluh satu koma lima puluh tiga meter persegi) dengan rincian sebagai mana tabel berikut :

Tabel 1

Luas Tanah Cosmas Usman yang Telah dialokasikan Otorita Batam kepada Pihak Ketiga

No Pihak Ketiga Luas Tanah (M²) Nomor dan Tanggal PL

1. PT. Putra Sadai Persada 3.977,01 27040089 / 15 Februari 2007 2. PT. Guna Citra Utama 10.643,13 27.27040283.G1 / 24 Mei 2007 3. Yayasan Putera Batam 11.064,32 27.27040320.C1 / 1 Nopember 2007 4. PT. Devin Buana Perkasa 5.547,07 Surat Otorita Batam Nomor : B/331/DEOPS-LA/VI/2008

tanggal 1 Juli 2008 Total Luas Tanah Cosmas Yang

telah dialokasikan 31.231,53

(tiga puluh satu ribu dua ratus tiga puluh satu koma lima puluh

tiga meter persegi)

Sumber Data : Diolah dari Data Primer.

Berlarut-larutnya proses ganti rugi sangat merugikan Cosmas, pihak Yayasan Putera Batam beralasan telah mendapatkan alokasi lahan

10 Eko Suratmoko, Wawancara Pribadi, Kepala Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Batam (Batam, tanggal 5 Juli 2012).


(23)

68

dan penetapan lokasi dari Otorita Batam serta telah membayar lunas Uang Wajib Tahunan Otorita Batam (UWTO) untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. Yayasan Putera Batam beranggapan bahwa tanggung jawab membebaskan atau mengganti rugi tanah, tanaman dan bangunan Cosmas Usman menjadi tanggung jawab Otorita Batam.

Sengketa tanah antara Yayasan Putera Batam dengan Cosmas Usman semakin meruncing, di satu sisi Cosmas Usman sebagai pemilik tanah belum diberikan ganti rugi tanah, tanaman dan bangunan dan disisi lain Yayasan Putera Batam telah mendapatkan alokasi lahan dan melunasi UWTO dan segera akan membangun sesuai dengan peruntukan.

Hampir satu bulan sejak Cosmas Usman menyampaikan surat permohonan kepada Ketua Otorita Batam, tidak ada tanggapan dan kejelasan mengenai proses ganti rugi, sebaliknya Yayasan Putera Batam telah menurunkan alat berat untuk menggusur dan meratakan tanah Cosmas Usman. Melalui kuasanya Cosmas Usman melaporkan Otorita Batam dan Yayasan Putera Batam kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Pengaduan Cosmas Usman di respon oleh Komnas HAM dan tindaklanjuti oleh Kabul Supriyadhie Komisioner Komnas HAM dari Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan yang melakukan klarifikasi dan kunjungan kerja ke lokasi sengketa.


(24)

69

Pada tanggal 11, 12 dan 14 Agustus 2008 terjadi penggusuran secara paksa lahan Cosmas Usman yang dilakukan oleh Yayasan Putera Batam dengan melibatkan preman, pada waktu kejadian ada 5 orang Brimob dilokasi namun tidak berbuat apa-apa karena menurut pengakuan, mereka ditugaskan dari kesatuannya hanya untuk menjaga alat berat yang disewa Yayasan Putera Batam dari kemungkinan amuk massa.

Pada tanggal 2 s/d 5 September 2008, Syafruddin Ngulma Simeulue Komisioner Komnas HAM dari Sub Komisi Mediasi melakukan kunjungan kerja ke Kota Batam dan melakukan pertemuan dengan jajaran Otorita Batam yang pada waktu itu diwakili oleh Direktur Pengelolaan Lahan Otorita Batam beserta sejumlah staf.

Dalam pertemuan tersebut, pihak Otorita Batam pada prinsipnya mengakui hak-hak atas lahan Cosmas Usman sebagaimana yang telah dituangkan dalam Memorandum Tim PDPL Nomor M/123/TPDPL/IX/2005 tertanggal 13 September 2005, dan dengan demikian Cosmas Usman berhak atas ganti rugi apabila lahannya hendak digunakan untuk kepentingan lain oleh Otorita Batam.

Terkait dengan adanya pemberian ijin dari Otorita Batam kepada sejumlah pihak ketiga diatas lahan Cosmas Usman yang telah menyebabkan terjadinya sengketa, pihak Otorita Batam meminta kesempatan untuk dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa dimaksud dengan melibatkan seluruh pihak terkait, upaya tersebut akan dilaksanakan oleh Otorita Batam dalam waktu dekat.


(25)

70

Dalam surat Komnas HAM yang ditujukan kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam tanggal 22 Oktober 2008, Nomor : B.024 A/Rek-Mediasi/X/08 perihal Penyelesaian Sengketa Lahan Sd. Cosmas Usman, Komnas HAM menegaskan dan mengingatkan Otorita Batam bahwa Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan “Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum hanya dibolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.11 Karena itu

seharusnya Otorita Batam konsisten, di mana dalam seluruh proses pelepasan hak dan penyerahan tanah kepada pihak ketiga, sepenuhnya melaksanakan ketentuan Kepmendagri Nomor 43 Tahun 1977 Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah Didaerah Industri Pulau Batam, yang antara lain mengatur tahapan-tahapan yang harus dipenuhi dalam proses pelepasan hak sampai penyerahan tanah kepada pihak ketiga. Merujuk pada ketentuan Kepmendagri tersebut, sangat jelas bahwa penggusuran yang dilakukan oleh Yayasan Putera Batam tanggal 11, 12 dan 14 Agustus 2008 adalah tindakan ilegal.

Dalam kaitannya dengan pembebasan tanah atau Pengadaan tanah di Pulau Batam, Ketua Otorita Batam pada tanggal 31 Agustus 2006 menerbitkan Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor : 57/KPTS/KA/VIII/2006 tentang Pedoman Pembebasan Lahan dan


(26)

71

Pemberian Sagu Hati Atas Tanah dan Ganti Rugi Atas Tanaman dan Bangunan di Wilayah Kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang berlaku mundur terhitung sejak tanggal 1 Juli 2006.

Dalam pertimbangan keputusan tersebut dinyatakan bahwa dengan diberikannya Hak Pengelolaan kepada Otorita Batam sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 perlu adanya pembebasan tanah / tanaman tumbuh dan / atau bangunan yang masih dikuasai oleh penduduk lama di wilayah kerja Otorita Batam, sedangkan angka 5 konsideran menimbang dicantumkan Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.12

Secara garis besar dikenal 2 (dua) jenis Pengadaan tanah, pertama Pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah yang terdiri dari kepentingan umum sedangkan yang kedua Pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi komersial dan bukan komersial (sosial).

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah :13

Setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

12 Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 57/KPTS/KA/VIII/2006.

13 Pasal 1 butir (3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.


(27)

72

Hal tersebut sedikit berbeda dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang mendefinisikan Pengadaan Tanah sebagai :14

Setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Mencermati Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor : 57/KPTS/KA/VIII/2006 tentang Pedoman Pembebasan Lahan dan Pemberian Sagu Hati Atas Tanah dan Ganti Rugi Atas Tanaman dan Bangunan di Wilayah Kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dapat dikritisi sebagai berikut :

1. Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut tidak bisa dilepaskan dari Kepres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang menjadi pertimbangan diterbitkannya Keputusan tersebut. Namun demikian pada saat Keputusan Ketua Otorita Batam ditandatangani pada tanggal 31 Agustus 2006 Kepres Nomor 55 Tahun 1993 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo Perpres 65

14 Pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.


(28)

73

tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

2. Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut bertentangan dengan Kepres 55 Tahun 1993 ataupun Perpres 36 Tahun 2005 jo Perpres 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum karena bentuk dan besarnya ganti kerugian serta cara perhitungan ganti kerugian tidak ditetapkan melalui musyawarah;

3. Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut menetapkan secara sepihak nilai ganti rugi tanah yang disebut saguhati atas tanah maksimal Rp. 2.500,- M² dan menetapkan nilai ganti rugi tanaman dan bangunan jauh dari nilai yang sebenarnya;

4. Pada huruf kedua Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut berbunyi Pemohon adalah warga Negara Indonesia yang mengajukan Permohonan untuk mendapatkan sagu hati atas tanah dan ganti rugi bangunan/tanaman, harus diajukan oleh penggarap dan atau kuasanya dengan disertai dokumen pendukung sehubungan dengan penguasaan lahan, hal tersebut dapat diartikan bahwa pembebasan lahan dilaksanakan setelah ada permohonan oleh Pemohon dan biasanya terjadi setelah lahan tersebut dialokasikan Otorita Batam kepada pihak ketiga, hal ini bertentangan dengan Kepmendagri Nomor 43 Tahun 1977 yang mewajibkan Otorita


(29)

74

Batam membayarkan ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman serta memindahkan penduduk ketempat pemukiman baru terlebih dahulu sebelum mengalokasikan kepada pihak ketiga; 5. Pada huruf kesepuluh Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut

berbunyi, dengan berlakunya Keputusan ini, segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini dianggap tidak berlaku. Begitu otoriternya Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut sehingga mengabaikan asas hukum “Lex superior derogate legi inferiori” asas dimana peraturan yang lebih tinggi mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah.

Dalam pandangan penulis, bagaimana mungkin Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor : 57/KPTS/KA/VIII/2006 dapat memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum dalam proses pembebasan tanah di Batam apabila tidak membuka ruang musyawarah dalam menetapkan ganti rugi tanah, tanaman dan bangunan rakyat.

Salah satu tujuan hukum adalah melindungi hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar manusia sebagai gambaran Tuhan (imago dei) yang terbawa sejak lahir. Hak ini merupakan sebuah faktisitas (situasi terberi) dan bukannya diberikan. Konsekwensinya, Negara wajib melindunginya. Salah satu aspek penting dari hak asasi itu adalah hak memperoleh keadilan dan kesejahteraan.15

15 Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, Margaretha Pustaka, Jakarta, 2012 halaman 13.


(30)

75

Mengacu pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia hasil amandeman keempat dinyatakan bahwa : “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’. Untaian kata ini mengandung makna bahwa di dalamnya memberikan kekuasaan (kewenangan) pada Negara (pemerintah) untuk mengatur sumber daya alam yang terkandung di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang diabdikan bagi kesejahteraan segenap rakyat Indonesia.


(1)

70

Dalam surat Komnas HAM yang ditujukan kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam tanggal 22 Oktober 2008, Nomor : B.024 A/Rek-Mediasi/X/08 perihal Penyelesaian Sengketa Lahan Sd. Cosmas Usman, Komnas HAM menegaskan dan mengingatkan Otorita Batam bahwa Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan “Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum hanya dibolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.11 Karena itu

seharusnya Otorita Batam konsisten, di mana dalam seluruh proses pelepasan hak dan penyerahan tanah kepada pihak ketiga, sepenuhnya melaksanakan ketentuan Kepmendagri Nomor 43 Tahun 1977 Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah Didaerah Industri Pulau Batam, yang antara lain mengatur tahapan-tahapan yang harus dipenuhi dalam proses pelepasan hak sampai penyerahan tanah kepada pihak ketiga. Merujuk pada ketentuan Kepmendagri tersebut, sangat jelas bahwa penggusuran yang dilakukan oleh Yayasan Putera Batam tanggal 11, 12 dan 14 Agustus 2008 adalah tindakan ilegal.

Dalam kaitannya dengan pembebasan tanah atau Pengadaan tanah di Pulau Batam, Ketua Otorita Batam pada tanggal 31 Agustus 2006 menerbitkan Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor : 57/KPTS/KA/VIII/2006 tentang Pedoman Pembebasan Lahan dan


(2)

71

Pemberian Sagu Hati Atas Tanah dan Ganti Rugi Atas Tanaman dan Bangunan di Wilayah Kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang berlaku mundur terhitung sejak tanggal 1 Juli 2006.

Dalam pertimbangan keputusan tersebut dinyatakan bahwa dengan diberikannya Hak Pengelolaan kepada Otorita Batam sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 perlu adanya pembebasan tanah / tanaman tumbuh dan / atau bangunan yang masih dikuasai oleh penduduk lama di wilayah kerja Otorita Batam, sedangkan angka 5 konsideran menimbang dicantumkan Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.12

Secara garis besar dikenal 2 (dua) jenis Pengadaan tanah, pertama Pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah yang terdiri dari kepentingan umum sedangkan yang kedua Pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi komersial dan bukan komersial (sosial).

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah :13

Setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

12 Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 57/KPTS/KA/VIII/2006.

13 Pasal 1 butir (3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.


(3)

72

Hal tersebut sedikit berbeda dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang mendefinisikan Pengadaan Tanah sebagai :14

Setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Mencermati Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor : 57/KPTS/KA/VIII/2006 tentang Pedoman Pembebasan Lahan dan Pemberian Sagu Hati Atas Tanah dan Ganti Rugi Atas Tanaman dan Bangunan di Wilayah Kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dapat dikritisi sebagai berikut :

1. Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut tidak bisa dilepaskan dari Kepres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang menjadi pertimbangan diterbitkannya Keputusan tersebut. Namun demikian pada saat Keputusan Ketua Otorita Batam ditandatangani pada tanggal 31 Agustus 2006 Kepres Nomor 55 Tahun 1993 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo Perpres 65

14 Pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.


(4)

73

tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

2. Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut bertentangan dengan Kepres 55 Tahun 1993 ataupun Perpres 36 Tahun 2005 jo Perpres 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum karena bentuk dan besarnya ganti kerugian serta cara perhitungan ganti kerugian tidak ditetapkan melalui musyawarah;

3. Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut menetapkan secara sepihak nilai ganti rugi tanah yang disebut saguhati atas tanah maksimal Rp. 2.500,- M² dan menetapkan nilai ganti rugi tanaman dan bangunan jauh dari nilai yang sebenarnya;

4. Pada huruf kedua Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut berbunyi Pemohon adalah warga Negara Indonesia yang mengajukan Permohonan untuk mendapatkan sagu hati atas tanah dan ganti rugi bangunan/tanaman, harus diajukan oleh penggarap dan atau kuasanya dengan disertai dokumen pendukung sehubungan dengan penguasaan lahan, hal tersebut dapat diartikan bahwa pembebasan lahan dilaksanakan setelah ada permohonan oleh Pemohon dan biasanya terjadi setelah lahan tersebut dialokasikan Otorita Batam kepada pihak ketiga, hal ini bertentangan dengan Kepmendagri Nomor 43 Tahun 1977 yang mewajibkan Otorita


(5)

74

Batam membayarkan ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman serta memindahkan penduduk ketempat pemukiman baru terlebih dahulu sebelum mengalokasikan kepada pihak ketiga; 5. Pada huruf kesepuluh Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut

berbunyi, dengan berlakunya Keputusan ini, segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini dianggap tidak berlaku. Begitu otoriternya Keputusan Ketua Otorita Batam tersebut sehingga mengabaikan asas hukum “Lex superior derogate legi inferiori” asas dimana peraturan yang lebih tinggi mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah.

Dalam pandangan penulis, bagaimana mungkin Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor : 57/KPTS/KA/VIII/2006 dapat memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum dalam proses pembebasan tanah di Batam apabila tidak membuka ruang musyawarah dalam menetapkan ganti rugi tanah, tanaman dan bangunan rakyat.

Salah satu tujuan hukum adalah melindungi hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar manusia sebagai gambaran Tuhan (imago dei) yang terbawa sejak lahir. Hak ini merupakan sebuah faktisitas (situasi terberi) dan bukannya diberikan. Konsekwensinya, Negara wajib melindunginya. Salah satu aspek penting dari hak asasi itu adalah hak memperoleh keadilan dan kesejahteraan.15

15 Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, Margaretha Pustaka, Jakarta, 2012 halaman 13.


(6)

75

Mengacu pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia hasil amandeman keempat dinyatakan bahwa : “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’. Untaian kata ini mengandung makna bahwa di dalamnya memberikan kekuasaan (kewenangan) pada Negara (pemerintah) untuk mengatur sumber daya alam yang terkandung di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang diabdikan bagi kesejahteraan segenap rakyat Indonesia.