ANALISIS FAKTOR YANG MENYEBABKAN RENDAHN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era kompetisi sekarang ini para penyedia layanan kesehatan atau provider kesehatan harus dapat mengantisipasi serta menyesuaikan dengan kemajuan dan tuntutan masyarakat. Rumah sakit harus dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien, sehingga dapat tercipta rasa nyaman dan keyakinan kepada para pelanggan bahwa mereka berada di tempat yang tepat, dan juga agar rumah sakit tersebut dapat menjadi pemimpin pasar yang tangguh di bidangnya.

Rumah sakit sebagai salah satu sistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan (Muninjaya A.A.G, 2004).

Organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa medik dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang rawat inap maupun yang berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang sangat rumit di mana rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya dengan latar belakang pendidikan yang berbeda –beda, didalamnya terdapat berbagai macam fasilitas pengobatan, berbagai macam peralatan, dan yang dihadapipun adalah orang –orang yang beremosi labil, tegang emosional, karena Organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa medik dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang rawat inap maupun yang berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang sangat rumit di mana rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya dengan latar belakang pendidikan yang berbeda –beda, didalamnya terdapat berbagai macam fasilitas pengobatan, berbagai macam peralatan, dan yang dihadapipun adalah orang –orang yang beremosi labil, tegang emosional, karena

Dimensi dari fungsi –fungsi Sistem Kesehatan Nasional yaitu fungsi upaya kesehatan dengan variabelnya adalah penggunaan rumah sakit, dan salah satu indikatornya adalah penggunaan tempat tidur rumah sakit ( Bed occupancy Rate) atau BOR oleh masyarakat dengan nilai ideal 75% - 85%. BOR adalah salah satu indikator dari utilisasi rumah sakit, yang pada akhirnya bermuara pada kualitas pelayanan yang rendah akan berpengaruh pada loyalitas pasien, sehingga pasien akan pindah ke rumah sakit yang lain dan pasien juga dapat menyebarkan image buruk pelayanan rumah sakit tersebut kepada orang lain. Untuk berkembang rumah sakit harus perupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanannya kepada pasienya sehingga dapat menciptakan loyalitas pasien. Pasien yang loyal akan bisa meningkatkan daya jual dan laba rumah sakit tersebut.

Kasus di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir yaitu tahun 2006, tahun 2007, dan tahun 2008 BOR ( Bed Occupancy Rate) rumah sakit berada di bawah standar yaitu 75% - 85%. Tren jumlah BOR di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan dapat di lihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Data BOR ( Bed Occupancy Rate ) dan ALOS ( Average Length of Stay )

RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Tahun 2006, Tahun 2007, dan Tahun 2008

Tahun

Nilai BOR

Nilai ALOS

Sumber : Laporan Rekam Medis RSUD Bangil

Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa BOR dari RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan mengalami naik turun setiap tahunnya dan masih berada jauh dari standar yaitu 75% - 85%. Pada sekitar pertengahan tahun 2008 RSUD Bangil pindah di jalan Raya Raci, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan.

Data pencapaian nilai BOR ( Bed Occupancy Rate) RSUD Bangil pada tahun 2008 tiap bulannya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.2 Data Pencapaian Nilai BOR ( Bed Occupancy Rate ) RSUD Bangil

Kabupaten Pasuruan tiap Bulan pada Tahun 2008

Bulan

Jumlah TT

Nilai BOR

Sumber : Laporan Rekam Medis RSUD Bangil Keterangan :

* = Mulai pindah lokasi ** = Pindah lokasi secara penuh

Dari data tabel di atas dapat diketahui pencapaian nilai BOR RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan tahun 2008 pada bulan Juli mengalami penurunan sangat besar dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 49,23 %, hal ini disebabkan karena pada bulan Juli jumlah tempat tidur rumah sakit bertambah dari 124 TT menjadi 160 TT, sedangkan pada bulan Mei RSUD Bangil mulai pindah lokasi tetapi di lokasi yang baru RSUD Bangil hanya melayani pasien rawat jalan saja sampai Dari data tabel di atas dapat diketahui pencapaian nilai BOR RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan tahun 2008 pada bulan Juli mengalami penurunan sangat besar dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 49,23 %, hal ini disebabkan karena pada bulan Juli jumlah tempat tidur rumah sakit bertambah dari 124 TT menjadi 160 TT, sedangkan pada bulan Mei RSUD Bangil mulai pindah lokasi tetapi di lokasi yang baru RSUD Bangil hanya melayani pasien rawat jalan saja sampai

Di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan terdapat 4 kelas perawatan yaitu kelas I, kelas II, kelas III, dan kelas VIP. Jumlah BOR perbulan pada masing- masing kelas pada tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.3 Data BOR Masing-masing Kelas di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan

pada Tahun 2008

Jumlah Bulan

49,32 % 72,26 % Sumber : Laporan Rekam Medis RSUD Bangil

Dari data di atas nilai BOR rata-rata pada kelas III sudah cukup bagus yaitu sebesar 72,26 %, tetapi dapat diketahui pemanfaatan ruang kelas VIP, kelas

I, kelas II, dan kelas III masih rendah dan BOR masing-masing kelas rata-rata mengalami penurunan dan kenaikan pada tiap bulannya, sehingga dapat disimpulkan grafiknya tidak stabil. Pada bulan Januari sampai Juni jumlah tempat tidur per kelas adalah pada kelas VIP sebesar 3 TT, pada kelas I sebesar 18 TT, pada kelas II sebesar 38 TT, dan pada kelas III sebesar 64 TT, sedangkan pada I, kelas II, dan kelas III masih rendah dan BOR masing-masing kelas rata-rata mengalami penurunan dan kenaikan pada tiap bulannya, sehingga dapat disimpulkan grafiknya tidak stabil. Pada bulan Januari sampai Juni jumlah tempat tidur per kelas adalah pada kelas VIP sebesar 3 TT, pada kelas I sebesar 18 TT, pada kelas II sebesar 38 TT, dan pada kelas III sebesar 64 TT, sedangkan pada

Dari data – data di atas dapat terlihat bahwa pencapaian pemanfaatan dan nilai BOR pada ruang kelas I, dan kelas II pada RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan belum efisien, oleh karena itu perlu dilakukannya penelitian tentang analisis faktor yang menyebabkan belum efisiennya pencapaian nilai BOR pada kelas I dan Kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.2 Kajian Masalah

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan instalasi rawat inap di rumah sakit, sehingga angka pencapaian BOR kelas I, dan kelas II rendah. Hal ini bisa dilihat pada gambar 1.1.

FAKTOR KONSUMEN

FAKTOR LINGKUNGAN

FAKTOR RUMAH

1. Demografi-Sosial

1. Jarak rumah sakit

SAKIT

a.Umur

1. Tarif b.Jenis kelamin

2. Alat transportasi

pelayanan c.Pekerjaan

3. RS pesaing

2. Promosi rumah d.Tingkat pendidikan

sakit e.Tingkat ekonomi

3. Jumlah tenaga

2. Perilaku berobat kesehatan a.Kebiasaan pola

4. Administrasi pencarian pelayanan

rumah sakit kesehatan

5. Fasilitas rumah b.Pengalaman berobat

sakit (sarana) c.Referensi d.Loyalitas konsumen

3. Budaya masyarakat

1. Admisi RS kelas I & II

2. Mutu pelayanan kelas I & II

1. Hasil kerja RS (BOR dan ALOS)

2. Kepuasan pasien

Gambar 1.1 Identifikasi Penyebab Masalah Belum Efisiennya BOR dengan

Pendekatan Segitiga Pelayanan

A. Faktor Konsumen Faktor konsumen sangan mempengaruhi pencapaian BOR rumah sakit. Adapun faktor konsumen antara lain :

1. Demografi-Sosial Demografi-Sosial konsumen akan mempengaruhi pemanfaatan rumah sakit sebagai tempat rawat inap, yaitu meliputi : Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Tingkat pendidikan, Tingkat ekonomi.

a. Umur Menurut Reinke W (1994) bahwa pola usia mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan. Seiring bertambahnya umur seseorang maka semakin besar kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Pada umumnya penggunaan pelayanan kesehatan adalah tinggi pada anak-anak dan orang tua.

b. Jenis kelamin Jenis kelamin dapat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan, karena menurut studi perempuan lebih rentan terhadap penyakit dan pengguna jasa layanan kesehatan yang terbesar adalah perumpuan.

c. Pekerjaan Pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan seseorang yang akan digunakan untuk memilih pelayanan kesehatan.

d. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pemanfaatan sarana kesehatan.

e. Tingkat ekonomi Pendapatan merupakan sumber dari masukan keuangan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Jika kebutuhan sehari –hari non kesehatan sulit untuk terpenuhi maka kebutuhan pelayanan kesehatan juga akan sulit untuk terpenuhi.

2. Perilaku

a. Kebiasaan pola pencarian pelayanan kesehatan Pola pencarian pelayanan kesehatan masyarakat dapat mempengaruhi pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Hal ini sangat dipengaruhi tingkat pendidikan dan budaya yang ada pada suatu masyarakat tertentu.

b. Pengalaman berobat Faktor pengalaman dapat dilihat dari konsumen yang pernah berobat di suatu rumah sakit tentunya akan mempunyai sikap dan penilaian tentang pelayanan di rumah sakit tersebut. Pengalaman yang buruk pada suatu rumah sakit akan membuat pasien untuk pindah ke rumah sakit yang lain.

c. Referensi Pada faktor referensi, umumnya konsumen akan mencari informasi yang dapat dijadikan referensi dari media atau orang lain dalam pemilihan rumah sakit sebagai tempat rawat inap.

d. Loyalitas konsumen Kepuasan konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan suatu rumah sakit dapat menciptakan loyalitas konsumen. Pasien yang loyal bukan saja ia akan kembali lagi untuk berobat ke rumah sakit tersebut tetapi juga akan mempromosikannya ke orang lain sehingga dapat meningkatkan daya jual dan laba rumah sakit tersebut.

3. Budaya masyarakat Faktor budaya masyarakat akan mempengaruhi prilaku dan pola pikir masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

B. Faktor Rumah Sakit

1. Tarif pelayanan BOR rumah sakit yang rendah dapat disebabkan oleh mahalnya tarif rumah sakit sehingga tidak semua konsumen dapat menjangkaunya.

2. Promosi rumah sakit Promosi yang kurang dapat menyebabkan informasi yang diterima oleh masyarakat kurang sehingga masyarakat tidak banyak mengetahui tentang kondisi dan keadaan serta pelayanan yang ditawarkan rumah sakit tersebut.

3. Jumlah tenaga kesehatan Jumlah tenaga kesehatan yang kurang memadai dapat menyebabkan kerja dari tenaga kesehatan jadi kurang optimal dan hal ini dapat berdampak pada tingkat kepuasan pasien terhadap rumah sakit.

4. Administrasi rumah sakit Kerumitan pelayanan administrasi rumah sakit dan buruknya administrasi internal rumah sakit dapat mengurangi kepuasan pasien dan hal ini menjadikan reputasi rumah sakit menjadi buruk, sehingga dapat membuat BOR rumah sakit menjadi rendah.

5. Fasilitas rumah sakit (TT dan sarana) Fasilitas rumah sakit yang kurang lengkap dapat mengakibatkan pasien kurang puas. Dari ketidak puasan ini BOR rumah sakit menjadi rendah.

6. Mutu pelayanan rumah sakit Kualitas pelayanan rumah sakit sangat mempengaruhi konsumen dalam menentukan pilihan menggunakan pelayanan kesehatan. Hal ini sangat berpengaruh besar terhadap kepuasan konsumen sehingga kualitas pelayanan rumah sakit dapat mempengaruhi BOR.

C. Faktor lingkungan

1. Jarak rumah sakit Jarak rumah sakit dengan lokasi pemukiman masyarakat akan menentukan kunjungan dan BOR rumah sakit. Hal ini karena semakin mudah masyarakat menjangkau rumah sakit tersebut, maka akan semakin memungkinkan masyarakat untuk berkunjung serta menggunakan pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit.

2. Alat transportasi Kemudahan transportasi menuju rumah sakit akan mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah kunjungan dan BOR rumah sakit.

3. Rumah sakit pesaing Adanya rumah sakit pesaing merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pihak rumah sakit. Adanya perbedaan fasilitas, kualitas pelayanan serta faktor lain yang ada pada masing-masing rumah sakit akan mempengaruhi tingkat kunjungan dan tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit oleh masyarakat.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada faktor konsumen, faktor rumah sakit, faktor lingkungan dan penilaian pasien terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Sedangkan faktor budaya masyarakat dan rumah sakit pesaing tidak diteliti, karena budaya masyarakat pada lokasi penelitian bersifat seragam atau tidak terlalu banyak perbedaan dan penelitian ini hanya dilakukan di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi penyebab masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan diajukan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana faktor konsumen, yaitu demografi-sosial yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan perilaku yang meliputi kebiasaan pola pencarian pelayanan kesehatan, pengalaman berobat, referensi, serta loyalitas konsumen, mana yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan kelas I, dan kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan ?

2. Bagaimana faktor rumah sakit, yaitu tarif pelayanan, promosi rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, administrasi rumah sakit dan fasilitas rumah sakit (jumlah TT dan sarana), mana yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan kelas I, dan kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan ?

3. Bagaimana faktor lingkungan, yaitu jarak rumah sakit dengan rumah pasien dan ketersediaan alat transportasi menuju rumah sakit, mana yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan kelas I, dan kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan ?

4. Bagaimana penilaian pasien terhadap kualitas pelayanan RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan ?

5. Bagaimana penilaian kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan ?

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

2.1 Tujuan Penelitian

2.1.1 Tujuan Umum

Menganalisis faktor konsumen, faktor rumah sakit dan faktor lingkungan terhadap mutu pelayanan kelas I dan kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

2.1.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis faktor konsumen, yaitu demografi-sosial yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan perilaku yang meliputi kebiasaan pola pencarian pelayanan kesehatan, pengalaman berobat, referensi, serta loyalitas konsumen, mana yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan kelas I, dan kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

2. Menganalisis faktor rumah sakit, yaitu tarif pelayanan, promosi rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, administrasi rumah sakit dan fasilitas rumah sakit (jumlah TT dan sarana), mana yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan kelas I, dan kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

3. Menganalisis faktor lingkungan, yaitu jarak rumah sakit dengan rumah pasien, ketersediaan alat transportasi menuju rumah sakit, dan keberadaan rumah sakit pesaing, mana yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan kelas I, dan kelas II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

4. Menganalisis penilaian pasien terhadap kualitas pelayanan RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

5. Menganalisis penilaian kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

2.2 Manfaat Penelitian

2.2.1 Bagi Peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman kondisi riil di lapangan, terutama tentang faktor yang mempengaruhi rendahnya BOR. Selain itu juga dapat menerapkan ilmu serta teori –teori yang didapatkan pada saat dibangku kuliah.

2.2.2 Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan pihak manajemen institusi tersebut dalam mengambil keputusan terkait dengan upaya peningkatan pemanfaatan instalasi rawat inap (BOR).

2.2.3 Bagi Masyarakat

Usaha peningkatan mutu pelayanan yang dilakukan pihak manajemen dapat menjadi bahan informasi tentang kualitas rumah sakit, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keinginan.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Rumah Sakit

Menurut Supriyanto S (2005) rumah sakit pada saat ini telah berkembang menjadi sebuah orgainisasi yang sangat kompleks. Dikatakan kompleks karena di dalam sebuah rumah sakit terdapat berbagai permasalahan yang dibawa para pengunjung atau pasien rumah sakit, dan rumah sakit juga merupakan suatu organisasi padat karya dengan berbagai macam latar pendidikan yang berbeda – beda serta terdapat berbagai fasilitas pengobatan dan berbagai peralatan yang tersedia.

3.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh (integral) dari organisasi sosial dan medis, yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat baik kuratif, maupun prefentif, dimana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan rumahnya, rumah sakit juga merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan dan untuk penelitian bio-sosial (Supriyanto S,2005).

Menurut Lumenta B (1989) rumah sakit merupakan tempat penampungan orang dengan gangguan kesehatan yang memerlukan asuhan rawat inap. Rumah sakit juga merupakan konsentrasi segala jenis ahli kesehatan dan kedokteran yang penuh dengan keahlian.

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, dan pelayanan perawatan (Muninjaya A.AG,2004).

Rumah sakit adalah institusi (atau fasilitas) yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap, ditambah dengan beberapa penjelasan lain. Menurut American Hospital Association (1974) definisi rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita pasien (Aditama T.Y,2000).

3.1.2 Karakteristik Jasa dan Rumah Sakit

Karakteristik jasa secara umum dibangun atas 4 unsur utama; yaitu intangible, variability, insperistability and inseparatability (Supriyanto S, Wulandari R.D,2007).

a. Intangible : Jasa pelayanan kesehatan memiliki sifat tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, didengar, dicium atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi atau diproduksi.

b. Variability : Nilai sebuah jasa sangat bervariasi. Kualitas jasa dapat disimpulkan menurut tempat ( place ), orang ( people ), peralatan ( equipment ), bahan-bahan komunikasi ( communication materials ), simbol dan harga yang mereka amati.

c. Inseparatability : Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat proses berjalan, artinya hasil ( output ) suatu jasa pelayanan sulit dipisahkan dengan proses atau sumber pemberi pelayanan. Dengan kata lain produksi dan konsumsi terjadi secara serentak.

d. Inperishability : Barang adalah perisable artinya dapat tahan lama, dapat disimpan bahkan dapat dijual kembali. Sedangkan jasa tidak mungkin disimpan sebagai investasi atau diulang. Produk jasa pelayanan adalah orangnya itu sendiri. Hal ini sangat nyata aplikasinya dalam bidang kesehatan.

Karakteristik rumah sakit (Supriyanto S,2005) :

1. Merupakan industri padat modal dan padat karya (padat sumber daya) serta padat teknologi. Sumber daya manusia merupakan komponen utama sumber pelayanan.

2. Sifat produk rumah sakit sangat beragam, demikian juga proses layanan yang bervariasi, meskipun input sama. Kadang sulit memisahkan antara proses, keluaran ( output ) dan hasil ( outcome ).

3. Evolusi paradigma rumah sakit, yang semula nirlaba menjadi just profit , atau profit .

4. Tidak berlaku adanya persaingan bisnis.

5. Pengguna rumah sakit tidak tahu apa yang harus dibeli saat berobat ( Consumer ignorance ) dan demand yang sangat tidak elastis.

6. Jenis jasa bisa private , public goods , externality .

3.1.3 Peran dan Fungsi Rumah Sakit

Fungsi rumah sakit telah mengalami perkembangan, yaitu bukan hanya untuk menyembuhkan orang sakit ( nasocomium/hospital ), namun juga sebagai pusat kesehatan ( health center ). Dengan munculnya kebutuhan akan kesinambungan pelayananan serta perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, maka fungsi rumah sakit pada saat ini telah mencakup pendidikan dan penelitian (Azwar A, 1996)

Menurut Lumenta .B (1989) fungsi hospital umum pemerintah di Indonesia hanya dipersempit dalam fungsi intramural dan khusus dalam fungsi pelayanan medis spesialistis dan subspesialistis.

Pada umumnya sebuah hospital dibangun untuk memberikan pelayanan pengobatan dan penyembuhan kepada pasien secara rawat jalan dan secara rawat inap. Terutama berkaitan dengan pelayanan rawat inap ini diadakan berbagai pelayanan penunjang yang mengurusi berbagai kegiatan kerumahtanggaan dan administrasi. Secara klasik inilah fungsi hospital , yaitu segala kegiatan pelayanan dan penunjanganya yang kesemuanya dilaksanakan dalam batas tembok hospital . Karena itu dinamakan juga kegiatan pelayanan intramural atau dalam batas tembok hospital . Pada kegiatan ekstramural pada upaya pelayanan oleh pemerintah dilakukan melalui puskesmas.

Dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 134/Menkes/SK/IV/1978 disebutkan bahwa fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut (Soekanto, 1978 dalam Widiastuti, 2001) :

1. Melaksanakan usaha pelayanan medis.

2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medis.

3. Melaksanakan usaha pencegahan akibat penyakit dan meningkatkan pemulihan kesehatan.

4. melaksanakan usaha perawatan. Menurut SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum, maka rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik (Aditama T.Y,2000).

3.1.4 Jenis Rumah Sakit di Indonesia

Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit (RS) sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam rumah sakit yaitu rumah sakit pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis rumah sakit yang ke dua adalah RS umum, RS jiwa, RS khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker dan sebagainya). Jenis rumah sakit yang ketiga adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan nonpendidikan), RS kelas C, RS kelas

D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah meningkatkan status semua rumah sakit Kabupaten menjadi kelas C. Kelas rumah sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada rumah sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik. Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan dan anak). Di D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah meningkatkan status semua rumah sakit Kabupaten menjadi kelas C. Kelas rumah sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada rumah sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik. Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan dan anak). Di

3.2 Konsep Mutu

Definisi mutu menurut beberapa pakar (Supriyanto .S, Wulandari R.D,2007) :

a. Menurut Edwards Deming. 1940-an. Mutu ialah pelayanan yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan.

b. Menurut Philip Crosby, mutu digambarkan sebagai barang yang berkualitas baik dan tanpa ada cacat.

c. Menurut ISO, mutu adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuanya dalam memuaskan kebutuhan pelanggan, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat.

d. Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuanya dalam memuaskan kebutuhan pelanggan baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.

Sejalan dengan perubahan yang terjadi dan perkembangan tuntutan masyarakat, konsep mutu terus mengalami perubahan. Hal ini pada akhirnya memunculkan pandangan baru tentang kualitas. Ada lima karakteristik mutu dalam pandangan baru ini, yaitu :

1. Sistem mutu moderen berorientasi pada pelanggan

2. Penerapan mutu perlu partisipasi aktif manajemen puncak

3. Pemahaman setiap karyawan terhadap tanggungjawab spesifik mutu ( quality in all function )

4. Penerapan mutu yang berorientasi pada pencegahan, dilakukan secara terus menerus

5. Filosofi “Mutu adalah jalan hidup organisasi” atau – Way of life- organisasi.

3.2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu layanan kesehatan tidak hanya pada layanan medik tetapi juga orang yang secara tidak langsung terlibat didalamnya. Oleh karena itu mutu dibedakan atas technical and interpersonal care serta amenity (Donabedian, 1980 dalam Suprianto S, 2005). Technical care terkait dengan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat, sedangkan interpersonal care adalah komunikasi pemberi jasa dan penerima jasa untuk membantu upaya berjalannya technical care . Interpersonal care lebih ke arah art dan technical care adalah sain. Amenity berhubungan dengan kenyamanan ruangan, makanan, kebersihan ruangan, waktu tunggu, pemeriksaan, dan seterusnya.

Dalam layanan kesehatan mutu difokuskan pada dua kegiatan yaitu doing the right thing (Efektivitas) and doing the right (Effisien) dan making continous improvement (Leebove W.I., Scott G,. 1994 dalam Suprianto S,2005).

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan atau tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.

Peningkatan mutu adalah suatu proses pengukuran derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan standar dan tindakan perbaikan yang sistematik dan berkesinambungan, untuk mencapai mutu pelayanan yang optimum atau prima, sesuai dengan standar ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kemampuan sumber daya yang ada. Mutu layanan kesehatan umumnya dikaitkan dengan pelayanan kesehatan kepada perorangan yang diberikan oleh suatu institusi atau fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. Mutu lebih dikaitkan dengan upaya organisasi (produk dan outcome ) (Supriyanto .S, Wulandari R.D,2007).

Pemberi layanan kesehatan harus memahami status kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan kesehatan. Masyarakat tidak akan mampu menilai dimensi kompetensi teknis dan tidak mengetahui layanan kesehatan apa yang dibutuhkannya. Agar dapat menjawab pertanyaan tersebut, perlu dibangun suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien / masyarakat (Pohan I.S,2007)

Menurut Supriyanto .S, Wulandari R.D (2007), proses penjagaan mutu layanan, mempertahankan dan memelihara kesempurnaan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan standar dan tindakan perbaikan yang sistematik, berkesinambungan, untuk mencapai mutu pelayanan kesehatan yang optimum, sesuai dengan standar dan sumber daya yang ada dapat dilakukan dengan melaksanakan Quality assurance .

Dimensi mutu pelayanan pada RATER ( Reability, Assurance, Tangible, Emphaty, Responsiveness ) (Supriyanto S,2005):

1. Reability The ability to perform the desired service dependably, accyrately and consistently . Dependable artinya produk atau jasa yang dapat disampaikan dapat diandalkan, dipercaya, dapat dipertanggung jawabkan. Accyrately artinya produk atau jasa yang disampaikan tepat sesuai dengan yang dijanjikan (ingat akan arti inti produk atau jasa). Consistently artinya secara terus menerus produk atau jasa yang disampaikan sesuai dengan janji yang pernah diberikan oleh pemberi pelayanan.

2. Assurance Emplyee’s knowledge, courtesy, and ability to convey trust and

confidence . Courtesy artinya dalam menyampaikan produk atau jasa disertai rasa hormat, sopan. Selain itu proses penyampaian dapat juga menimbulkan rasa percaya dan yakin akan jaminan sembuh. Indikator: informasi tentang penyakit, informasi tindakan, dan prognose penyakit.

3. Tangible The physical facilities, equipment, appearance of persona. Tangible adalah tampilan fisik fasilitas, alat dan tenaga. Tampilan fisik fasilitas antara lain adalah kebersihan, penerangan kebisingan. Tampilan tenaga dapat dimulai dari kerapian pakaian, keramahan.

4. Emphaty Caring individualizedattention to customer . Empati adalah kesediaan

pemberi jasa untuk mendengarkan dan adanya perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien. Indikator : mendengarkan keluhan pasien dengan seksama, perhatian pada kondisi pasien, menyampaikan informasi, cara minum obat, memberi informasi untuk kunjungan ulang dll.

5. Responsiveness Willingness to provide prompt service and help customer . Adalah kemauan untuk menyediakan pelayanan dengan tepat dan mau membantu pasien. Indikator: waktu tunggu di loket, waktu tunggu mendapatkan pelayanan medis, apotek, laboratorium dan kecepatan datang saat dibutuhkan.

Menurut Lori Di Prete Brown, et al ., dalam bukunya Quality Assurance of Health Care In Developing Contries , mutu merupakan fenomena yang

komprehensip dan multi facet. Kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut satu atau beberapa dimensi seperti berikut (Wijono D,2007):

1. Kompetensi teknis ( Technical competence ) Kompetensi teknis terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer, dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan cara petugas mengikuti standar pelayanan yang ditetapkan dalam hal: dan dapat dipertanggungjawabkan atau diandalkan ( dependability ), ketepatan (accuracy ) ketahanan uji ( reliability) dan konsitensi ( Consisitency ). Dimensi ini relevan untuk 1. Kompetensi teknis ( Technical competence ) Kompetensi teknis terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer, dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan cara petugas mengikuti standar pelayanan yang ditetapkan dalam hal: dan dapat dipertanggungjawabkan atau diandalkan ( dependability ), ketepatan (accuracy ) ketahanan uji ( reliability) dan konsitensi ( Consisitency ). Dimensi ini relevan untuk

2. Akses terhadap pelayanan ( Access to service ) Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya , organisasi atau hambatan bahasa. Akses geografi dapat diukur dengan jenis transportasi, jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya terjangkau pasien ( affordability ). Akses sosial atau budaya berkaitan dengan diterimanya pelayanan yang dikaitkan dengan nilai budaya, kepercayaan dan prilaku. Akses organisasi berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinik, waktu tunggu. Akses bahasa berarti bahwa pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami pasien.

3. Efektifitas ( Effectiveness ) Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada. Menilai dimensi efektifitas akan menjawab pertanyaan, ”Apakah prosedur atau pengobatan, bila diterapkan dengan benar, akan menghasilkan hasil yang diinginkan ?” dan

”Apakah pengobatan yang dianjurkan merupakan teknologi yang paling tepat untuk situasi di tempat itu ?”. Bila memilih standar, relative risk harus dipertimbangkan.

4. Efisiensi ( Efficiency ) Efisiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan, apalagi sumberdaya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumberdaya yang dimiliki. Pelayanan yang kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini, kualitas dapat ditingkatkan sambil menekan biaya. Pelayanan yang kurang baik, disamping menyebabkan resiko yang tidak perlu terjadi dan kurang nyamannya pasien, seringkali mahal dan memakan waktu lama untuk memperbaiki. Peningkatan kualitas memerlukan tambahan sumberdaya. Tetapi dengan menganalisis efisiensi, manajer program kesehatan dapat memilih intervensi yang paling cost effective .

5. Kontinuitas ( Continuity ) Kelangsungan pelayanan berarti pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur diagnosa, dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus mempunyai akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang

diberikan oleh petugas kesehatan yang mengetahui riwayat penyakitnya. Pasien juga harus mempunyai akses rujukan untuk pelayanan yang spesialistis dan menyelesaikan pelayanan lanjutan yang diperlukan. Kelangsungan pelayanan kadang-kadang dapat diketahui dengan cara pasien tersebut mengunjungi petugas yang sama, atau pada situasi lain, dapat diketahui dari rekam medis yang lengkap dan catatan, sehingga petugas lain mengerti riwayat penyakit dan diagnosa serta pengobatan yang pernah diberikan sebelumnya, tidak adanya kelangsungan pelayanan akan mengurangi efisiensi dan kualitas hubungan antar manusia.

6. Keamanan ( Safety ) Sebagai salah satu dimensi dari mutu, keamanan ( safety ) berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya yang lain yang berkaitan dengan pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien.

7. Hubungan antar manusia ( Interpersonal relations ) Dimensi hubungan antar manusia berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas, dan antar tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara: menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif dan memberikan perhatian. Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi secara efektif juga penting. Hubungan antar manusia yang baik mempunyai andil yang besar dalam konseling yang efektif. Hubungan antar manusia yang kurang 7. Hubungan antar manusia ( Interpersonal relations ) Dimensi hubungan antar manusia berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas, dan antar tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara: menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif dan memberikan perhatian. Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi secara efektif juga penting. Hubungan antar manusia yang baik mempunyai andil yang besar dalam konseling yang efektif. Hubungan antar manusia yang kurang

8. Kenyamanan ( Amenities ) Keramahan/kenikmatan ( amenitie s) berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan klinis medis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersediannya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya. Amenities juga penting karena dapat mempengaruhi kepercayaan pasien dalam pelayanan kesehatan. Bila biaya berobat menjadi pertimbangan, maka amenities akan mempengaruhi kemauan pasien untuk membayar pelayanan. Amenities juga berkaitan dengan penampilan fisik dari fasilitas kesehatan, personil dan peralatan medis maupun non medis. Kenyamanan, kebersihan dan privacy juga sangat berperan. Unsur amenities yang lain, misalnya hal-hal yang membuat waktu tunggu lebih menyenangkan seperti adanya: musik, televisi, majalah dan lain-lain. Kebersihan, adanya kamar kecil, dan sekat/gorden di ruang pemeriksa juga merupakan faktor penting untuk menarik pasien yang dapat menjamin kelangsungan berobat dan meningkatkan cakupan.

3.2.2 Penilaian Pasien

Penilaian konsumen terhadap produk apapun dapat dibedakan menjadi penilaian kualitas teknis dan kualitas fungsional (Supriyanto S,2005)

Kualitas teknis yang dinilai oleh pasien meliputi :

a. Search Quality : konsumen dapat menilai kualitas sebelum membeli (cocok untuk produk fisik)

b. Experience Quality : konsumen dapat menilai kualitas setelah menggunakan produk (kepuasan pelayanan jasa)

c. Credence Quality : konsumen tetap sukar menilai kualitas produk atau jasa meskipun telah mempergunakan produk tersebut

Kualitas fungsional (aspek teknis medis/keperawatan, komunikasi interpersonal ) meliputi :

a. Competency (Realibility) , yang terdiri dari kemampuan pemberi layanan untuk memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan (diiklankan, promosi leatflet yang dipasang di rumah sakit, PKMRS)

b. Responsiveness , yaitu keinginan untuk membantu dan menyedikan pelayanan yang dibutuhkan dengan segera

c. Assurance , kemampuan pemberi jasa untuk menimbulkan rasa percaya pelanggan terhadap jasa yang ditawarkan c. Assurance , kemampuan pemberi jasa untuk menimbulkan rasa percaya pelanggan terhadap jasa yang ditawarkan

e. Communication , yang berarti selalu memberikan informasi dan melakukan dengan sebaik-baiknya serta mendengarkan segala apa yang disampaikan oleh klien. Hal ini sangat berperan pada penderita penyakit kronis dan degeneratif

f. Caring (pengasuhan), yaitu mudah dihubungi dan selalu memberikan perhatian kepada klien. Memperhatikan keluhan pasien sebagai mahkluk individu dan sosial (keluarga dan masyarakat)

g. Tangible (physical environment) penampakan fasilitas fisik, peralatan, personil dan bahan komunikasi yang menunjang jasa yang ditawarkan

3.2.3 Indikator Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan sebuah rumah sakit dapat dilihat pemanfaatan layanan rawat inap yang ada di rumah sakit tersebut, dan dapat dijadikan ukuran baik tidaknya pelayanan suatu rumah sakit.

a. BOR ( Bed Occupancy Rate ) Presentase pemakaian tempat tidur pada satu waktu tertentu. Indikator ini dapat memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Standar nasional untuk BOR rumah sakit di Indonesia adalah 75-85% (Muninjaya A.A.G,2004).

Rumus : BOR = Σ Hari Rawat Rumah Sakit

____________________________________________ x 100% Σ Tempat Tidur x Σ Hari Rawat Dalam Waktu Tertentu

b. ALOS ( Average Length of Stay ) Rata-rata lamanya perawatan seorang pasien. Indikator ini disamping merupakan gambaran tingkat efisiensi manajemen pasien di sebuah rumah sakit, indikator ini juga dapat dipakai untuk mengukur mutu pelayanan apabila diagnosis penyakit tertentu dijadikan tracer nya (yang perlu pengamatan lebih lanjut). Standar nasional untuk ALOS rumah sakit di Indonesia adalah 7-10 hari (Muninjaya A.A.G,2004).

Rumus : ALOS = Jumlah Hari Rawat Pasien Keluar

__________________________________ x 100%

Jumlah Pasien Keluar ( discharge + death )

Yang dimaksud dengan pasien discharge adalah :

1. Pasien yang telah sembuh

2. Pasien yang ada perbaikan dan dipulangkan untuk perawatan rumah

3. Pasien yang dipindahkkan ke rumah sakit lain untuk perawatan lebih lanjut

4. Pasien yang di kirim ke lembaga sosial atau yayasan untuk rehabilitasi

3.3 Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk atau jasa yang dikonsumsi.

Oleh karena itu kepuasan pasien adalah rasio kualitas yang dirasakan oleh pasien dibagi dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien (Supriyanto S,2005).

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja hasil yang diharapkan (Kotler P,2005). Jika kinerja dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan puas. Dan jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

Kepuasan adalah perbandingan antara apa yang diterima atau dirasakan ( perceived performance ) sama atau melebihi apa yang diharapkan. Loyalitas terjadi bila pasien sangat puas ( elated, surprise ) atau apa yang diterima lebih besar dari harapan (Supriyanto S,2005).

Kepuasan pasien adalah (Jumadi P, 1991 dalam Sabaraguna B.S,2005): “Merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan”.

Walaupun subyektif tetap ada dasar obyektifnya, artinya walaupun penilaian itu didasari oleh:

1) pengalaman masa lalu;

2) pendidikan;

3) situasi psikhis waktu itu;

4) pengaruh lingkungan waktu itu. Tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan. Tidak semata-mata bilang baik bila memang tak ada suasana yang menyenangkan yang dialami.

Menurut Nugroho N (2006) kemampuan dokter dalam berkomunikasi dengan pasien dapat mempengarhui kepuasan pasien tersebut, komunikasi merupakan kunci keberhasilan pada hubungan antara dokter dengan pasien dalam menangani keluhan pasien, dan mutu komunikasi tergantung pada hasil pendidikan dan kemahirannya dalam bidang kedokteran, unsur pribadi dokter itu sendiri serta harapan atau pandangan pasien yang dilayani, keberhasilan komunikasi ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan proses penyembuhan pasien.

Sedangkan menurut Wijono D (2000) kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil membandingkan penilaian atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang puas atau tidak puas tergantung pada sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa senang atau tidak senang) serta tingkatan daripada evaluasi “baik atau tidak baik” untuk dirinya, melebihi atau dibawah standar.

3.3.1 Komponen Kepuasan Total

Kepuasan pasien selain dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan, juga ditentukan oleh pengalaman dan pemikiran perorangan, dan hal ini tidak dapat dengan mudah diupayakan untuk diubah, dan digiring ke arah keadaan yang memuaskan, maka upaya yang jelas dari pihak rumah sakit agar memberikan pelayanan yang secara konsepsional dan terpadu menjamin kepuasan kepada pasien.

Aspek yang terkait kepuasan pasien ada 4 jenis seperti berikut ini (Jumadi P, 1991 dalam Sabaraguna B.S,2004).

1. Aspek kenyamanan.

2. Aspek hubungan pasien dengan staf rumah sakit.

3. Aspek kompetensi.

4. Aspek biaya. Hal di atas, perlu diuraikan secara kongkrit sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, selain itu ada pula yang diluar 4 aspek di atas, atau merupakan aspek gabungan.

Tabel 3.1 Kepuasan Pasien Secara Total No

Komponen

Penjelasan

1. Komitmen Seperti komponen pelayanan Islami dapat dilaksanakan dengan seksama.

2. Kebersihan Tentu yang bersih adalah tempat pasien, ruangan, dan taman sekitar ruangan.

3. Keindahan Indah dalam tata letak tempat tidur, hiasan dinding dan bunga-bunga, termasuk keindahan taman.

4 Kenyamanan Nyaman dalam arti udara segar, tak berisik dan teratur.

5. Keamanan Aman bagi pasien, keluarga yang menunggu, terutama dari kehilangan dan pencurian.

6. Kecepatan Pasien dilayani dengan cepat sesuai dengan kebutuhannya.

7. Ramah Petugas di semua tingkatan dan jenisnya melayani pasien dan keluarganya dengan ramah.

8. Jelas Pasien memperoleh petunjuk dengan jelas dan tidak meragukan serta memberikan kesempatan pada pasien/keluarganya untuk bertanya.

9. Penuh Berusaha untuk mengerti kemampuan dan keterbatasan Pengertian

pasien dan keluarganya, sehingga tidak tersinggung dan diterima dengan wajar.

No Komponen

Penjelasan

10. Membantu Membantu pasien dan keluarganya atau yang menengok baik diminta atau tidak dan diperlihatkan dengan tulus.

11. Tanggap Memberikan respon yang cepat dan wajar akan kebutuhan dan permintaan pasien.

12. Rapih Memperlihatkan catatan, alat-alat yang ditata dengan rapih.

13. Tertib Memperlihatkan ruangan, pakaian dan tindakan yang tertib, tidak sembrono.

14. Sabar Memberikan penjelasan dan menerima keluhan atau celaan dengan sabar.

15. Hormat Memperlakukan pasien denga hormat dan permisi, dulu bila akan melakukan tindakan tertentu.

16. Privatasi Memberikan segala sesuatu yang dapat memberi kekuatan akan privasi atau nilai-nilai perorangan.

17. Kesan Baik Setiap tindakan diusahakan memberikan kesan yang baik, pada pasien maupun keluarganya.

18. Kompetensi Tunjukkan bahwa petugas yang bekerja sesuai dengan wewenang dan kemampuannya.

19. Makanan Makanan yang sesuai dengan aturan gizi , serta membantu meningkatkan selera makan.

20. Konsultasi Biaya yang dikenakan dikonsultsikan agar dimengerti, Biaya

juga diberi penjelasan tentang hal lainnya.

3.3.2 Pengukuran Kepuasan

Ada beberapa teknik pengukuran diantaranya adalah teknik rating, dan pengukuran kesenjangan (Supriyanto S, Wulandari R.D,2007).

1. Teknik rating Salah satu pada teknik rating ini adalah metode Directly Reported Satisfaction yaitu teknik pengukuran langsung dengan menanyakan

pasien/klien tentang kepuasan terhadap atribut tersebut. Teknik ini mengukur secara obyektif dan subyektif. Obyektif bila stimuli jelas, langsung bias diamati dan dapat diukur. Subyektif bila rangsangan stimuli sifatnya intangible , sulit ditentukan, sehingga lebih dikenal sebagai pengukuran persepsi. Instrument yang digunakan adalah metode skala ( rating scale ). Instrument tersebut memiliki individu menilai 1). Derajat kesukaan atau, 2). Persetujuan atau, 3). Penilaian atau, 4). Tingkat kepuasan yang dapat dinyatakan dalam bentuk skala. Skala penilaian bias ganjil bias genap.

Puas Sangat tidak puas

Sangat Tidak puas

Kurang

Netral puas

Gambar 3.1 Skala Penilaian Kepuasan

Dalam penetapan banyaknya skala genap bias 1 sampai 4, 6, 8, dan 10. Analisis hasil dengan skala dapat ditentukan atas nilai rata-rata dan simpangan baku.

2. Pengukuran kesenjangan Pasien diasumsikan memiliki persepsi mengenai kedudukan masing- masing atribut. Persepsi khusus tentang atribut dikenal sebagai citra jenis. Persepsi sangat dipengaruhi oleh harapan pasien akan atribut. Dua pengukuran dilakukan saat klien mau masuk rumah sakit (harapan terhadap atribut) dan saat klien pulang (kenyataan yang diterima) ( Problem Analysis Technique ) akan menghasilkan informasi tentang tingkat kesesuaian atau mutu pelayanan.

Ada dua hal yang perlu diperbandingkan yaitu harapan (E= expectation ) pasien dan kenyataan (A= Actual ) yang diterima pasien akan layanan kesehatan. Harapan pasien dapat dinyatakan dengan 1 sampai 4 skala (skala 1= tidak berharap → TH, skala 2= kurang berharap → KH, skala 3= berharap → H dan skala 4 = sangat berharap → SH), sedangkan skala kenyataan yang diterima juga dinyatakan dengan skala yang sama (skala 1 = tidak sesuai/setuju → TS, skala 2= kurang setuju → KS, skala 3= setuju → S dan skala 4 = sangat setuju → SS).

S KS TS Layanan medis RS

Gambar 3.2 Skala Penilaian dan Harapan Ada masalah kepuasan bila ditemukan nilai A < E atau A – E = atau <