BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan Tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya
dirusak oleh virus HIV Budimulja, 2008. Acquired immunodeficiency syndrome AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1981 dan disebabkan oleh
human immunodefficiency virus HIV-1 Mandal, 2008. Pada tanggal 5 Juni 1981, The Morbidity and Mortality Weekly Report MMWR
mengetangahkansebuah artikel mengenai tercatatnya lima kasus pneumonia Pneumocystis carinii PCP pada pria homoseksual di California Nasronudin,
2007. Pada dua dekade selanjutnya, AIDS tumbuh menjadi penyebab utama kedua beban penyakit di seluruh dunia dan menjadi penyebab utama kematian
di Afrika. Virusnya merupakan utama retrovirus RNA dari famili lentivirus. Virus hampir dipastikan berasal dari virus primata yang mempunyai
kekerabatan sangat erat Mandal, 2008. Retrovirus mengkodekan sebaliknya transkriptase RNA-dependen DNA polimerase yang menyalin genome
menjadi DNA rantai ganda, sehingga terintegrasi pada sel genome pejamu Drew, 2001.
Infeksi HIV didapati pada setengah grup risiko tinggi: 1 pria yang homoseksual dan biseksual berjumlah lebih dari 60 kasus AIDS di Amerika
Serika. 2 penyalahguna obat intravena berjumlah sekitar 15 kasus. 3 perempuan heteroseksual yang berhubungan dengan pria biseksual dan
penyalahguna obat intravena berjumlah kurang dari 10 di Amerika Serikat, tetapi proporsi kasus ini meningkat cepat hampir 50 kasus baru di semua
area. 4 pasien-pasien dengan transfusi produk darah–kebanyakan pada penderita hemofilia dan bayi–diperkirakan mencapai 2 Lange, 2001.
Prevalensi HIVAIDS di Indonesia secara umum memang masih rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat
epidemi yang terkonsentrasi concentrated level epidemic, yaitu adanya
Universitas Sumatera Utara
prevalensi epidemik lebih dari 5 pada sub populasi tertentu misalnya penjaja seks dan penyalahguna NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
Lainnya Depkes RI, 2006. Surveilans pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan infeksi
HIVAIDS pada masyarakat umum. Persentase kantung darah yang dinyatakan tercemar HIV adalah 0,002 pada periode 19921993, 0,003 pada
periode 19941995, 0,004 pada periode 19981999 dan 0,016 pada tahun 2000 Djoerban, 2007.
Tingginya tingkat keseriusan dan kematian penderita HIVAIDS disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor adalah penatalaksanaan pada
penderita yang masih kurang tepat, termasuk terlambatnya diagnostik infeksi oportunistik. Padahal infeksi oportunistik inilah yang sering mengantarkan ke
arah kematian penderita AIDS. Tidak seperti di negara-negara lain yang sudah maju, para pengidap HIV di Indonesia cenderung mudah jatuh ke stadium
AIDS oleh karena mengalami infeki oportunistik. Hal ini dimungkinkan karena pengidap HIV di Indonesia umumnya tinggal dan hidup berdampingan
dengan angka kejadian infeksi lain yang masih tinggi. Berbagai infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita HIVAIDS di Indonesia
adalah toksoplasmosis, sepsis, pneumonia, pneumoniakistik karinii, tunerkulosis paru, hepatitis B, hepatitis C, infeksi virus sitomegalo, diare
kronis, kandidiasis oroesofageal, dan berbagai manifestasi infeksi pada kulit Nasronudin, 2007.
Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk timbul pada kondisi-kondisis tertentu yang memungkinkan, karena itu IO bisa
disebabkan oleh organisme non patogen. Pola infeksi oportunistik di berbagai negara dapat berbeda. Di Amerika serikat infeksi oportunistik yang sering
dijumpai adalah PCP Pneumocystic carinii Pneumonia namun di Indonesia infeksi oportunistik yang sering dijumpai adalah infeksi jamur saluran cerna
dan TB Merati, 2007. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut gambaran infeksi opportunistik pada
penderita HIVAIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah