TAKHRÎJ HADIS-HADIS DALAM TAFSIR

BAB IV TAKHRÎJ HADIS-HADIS DALAM TAFSIR

Hadis-hadis yang ditakhrîj meliputi riwayat yang secara eksplisit dinyatakan sebagai hadis, dan sesuatu yang dikesankan sebagai hadis. Sesuatu yang dikesankan sebagai hadis misalnya ungkapan ”dalam sebuah riwayat disebutkan demikian” atau sekedar fakta sejarah yang disandarkan pada Rasulullah dan sahabat pada masa beliau.

Sebagaimana telah disebutkan dalam sub bab Perumusan Masalah, penulis akan melakukan kajian pada dua surah, yaitu al-Fâtihah dan al-Baqarah.

A. Surah al-Fâtihah

Al-Fâtihah adalah surah pertama dalam mushaf, walaupun berdasarkan urutan waktu ia bukanlah surah atau ayat yang diturunkan. Dalam surah ini, penulis meneliti kualitas 14 riwayat yang disebutkan dalam Tafsir.

1. Hadis ”Urutan Ayat Alquran Berdasarkan Tawqîfî”

Maksud dari ”tawqîfî” adalah penetapan urutan ayat-ayat Alquran dalam mushaf berasal dari Allah, dan bukan berdasarkan ijtihad Rasulullah atau ijtihad umatnya. Hal ini bisa dapat dilihat, misalnya, dari letak surah al-’Alaq ayat 1-5 yang berada di urutan ke-96, padahal ia adalah ayat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah.

Di dalam Tafsir dinyatakan, ”Peletakannya di permulaan Al-Qur’an berdasarkan tauqîfî, artinya perintah dari Allah yang disampaikan oleh Nabi

Muhammad saw”. 71 Ungkapan ini tidak secara lugas dinyatakan sebagai hadis. Namun

demikian, ada kesan bahwa ia adalah hadis mengingat bahwa faktanya urutan ayat-ayat Alquran memang bukan hasil ijtihad kaum muslimin. Dan jika sebuah fakta yang terkait ajaran Agama bukan merupakan hasil ijtihad, maka dipastikan ia berasal dari wahyu (Alquran dan hadis).

71 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 1

Alquran tidak menjelaskan bahwa urutan ayat-ayatnya berasal dari Allah, yang artinya keterangan tentang urutan ini ada dalam hadis. Di sini, dengan melakukan penelusuran riwayat-riwayat hadis, penulis mendapatkan hadis yang selaras dengan ungkapan di atas yaitu:

Takhrîj hadis:

72 73 Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzî 74 , Abû Dâwud, al-Hâkim dan Ahmad. ٧٥

Kualitas hadis: Hasan Penulis menilai kualitas hadis ini hasan, berdasarkan kajian atas sanadnya, dan dengan mempertimbangkan penilaian ulama terdahulu terhadap hadis ini.

72 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab Tafsîr al-Qurân ‘An Rasûlillâh Bab Wâ Min Sûrah al- Tawbah, vol. V, hal. 272

73 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Salâh, Bab Man Jahar Bi Hâ, vol. I, hal. 208 74 Al-Hâkim, Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 241 dan 360 75 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. I, hal. 57

Al-Tirmidzî menilai hadis ini hasan sahîh. 76 Al-Hâkim menilainya sahîh sesuai syarat yang digunakan al-Bukhârî dan Muslim. 77 Sementara al-Albânî menilainya da’îf. 78 Abu Dâwud tidak memberikan komentar yang mengin- dikasikan penilaian hasan terhadap hadis ini. 79

Menilai sanad sebuah hadis berdasarkan kajian kualitas para perawi yang ada dalam sanadnya. Perawi dalam sanad al-Tirmidzî adalah: Muhammad bin Basysyâr, dari Yahyâ bin Sa’îd, Muhammad bin Ja’far, Ibn Abî ’Adiy dan Sahl bin Yûsuf, keempatnya dari ’Awf bin Abî Jamîlah, dari Yazîd al-Fârisî, dari sahâbat Ibn ’Abbâs. Al-Tirmidzî menyatakan bahwa hadis ini hanya ada dengan sanad dari ’Awf bin Abî Jamîlah, dari Yazîd al-Farisî, dari sahabat Ibn ’Abbâs.

80 ’Awf bin Abî Jamîlah dinilai da’îf oleh al-’Uqaylî. Ahmad bin Hanbal

menilainya tsiqah sâlih al-hadîts. Ibn Ma’în, Ibn Hajar dan Ibn Sa’d menganggapnya tsiqah, al-Nasâî juga menilainya tsiqah tsabat. Abû Hâtim

menilainya sadûq. 81 Sementara Yazîd bin Hurmuz al-Fârisî dinilai oleh Abû Hâtim sebagai

82 perawi yang lâ ba`sa bihî, 83 dan dinilai maqbûl oleh Ibn Hajar.

2. Hadis ”Lâ Salâh Li Man Lam Yaqra’ Bi Fâtihah al-Kitâb”

Di dalam Tafsir ditemukan matan hadis beserta mukharrijnya, tanpa keterangan kualitasnya. Matan tersebut adalah:

76 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab Tafsîr al-Qurân ‘An Rasûlillâh Bab Wâ Min Sûrah al- Tawbah, vol. V, hal. 272

77 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol II, hal. 241 78 Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan al-Tirmidzî, (Iskandariyah: Markaz

Nûr al-Islâm Li Abhâts al-Qurân wa al-Sunnah), tth. vol. VII, hal. 86

79 Abû Dâwud berkata, “Apa yang tidak aku komentari, maka ia sâlih” Abû Dâwud Sulaymân bin al-Asy’ats al-Sijistânî, Risâlah Abû Dâwud Lî Ahl Makkah, (Beirut:

Dâr al-‘Arabiyah), tth., hal. 27 80 Al-’Uqaylî, Abû Ja’far Muhammad bin ’Umar bin Mûsâ, Du’afâ` al-’Uqaylî, (Beirut: Dâr al-

Maktabah al-’Ilmiyah, 1984), cet. I, vol. III, hal. 429 81 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1404 H), cet. I, vol. VIII, hal.

148; Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, (Suria: Dâr al-Rasyîd, 1986), cet. I, vol. I, hal. 28

82 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. XI, hal. 327 83 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 606

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Ashâb

85 86 87 88 al-Sittah 89 yaitu: al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwud, al-Tirmidzî, al-Nasâî, dan Ibn Mâjah. 90

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai hadis ini sahîh dengan alasan bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîhayn. Sebagaimana telah disebutkan dalam sub bab Metodologi Penelitian, bahwa riwayat-riwayat yang terdapat dalam dua kitab sahîh, yaitu Sahîh al-

Bukhârî dan Sahîh Muslim kualitasnya sahîh. Hal ini dikarenakan seluruh periwayatan itu telah diteliti oleh ulama-ulama terdahulu seperti Ibn al-Salâh, Ibn Hajar, al-Nawawî, dan al-Suyûtî, dan seluruhnya telah menyatakan bahwa riwayat-riwayat tersebut kualitasnya sahîh.

3. Hadis ”Di Sekitar Ka’bah Terdapat 360 Patung”

Di dalam Tafsir disebutkan, “…sehingga menurut riwayat, di sekitar Ka’bah terdapat 360 buah patung.” 91

Ungkapan di atas menjelaskan fenomena paganistik (penyembahan berhala) yang terjadi sebelum diturunkannya Alquran. Ungkapan tersebut memang tidak secara lugas dinyatakan sebagai hadis. Namun melihat bahwa kondisi ini berlaku sebelum kerasulan Muhammad, dan terus berlangsung hingga

84 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 1 85 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Adzân Bab Wujûb al-Qirâah Li al-Imâm wâ al-Ma`mûm

Fî al-Salawât Kullihâ, vol. I, hal. 263 86 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Salâh Bab Wujûb Qirâah al-Fâtihah Fî Kull Rak`ah, vol. I, hal.

295 87 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Salâh Bab Man Tarak al-Qirâah Fî Salâtihî Bi Fâtihah

al-Kitâb, vol. I, hal. 217 88 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Salâh Bab Mâ Jâa Annahû Lâ Salâh Illâ Bi Fâtihah

al-Kitâb, vol. II, hal. 25; 89 Ahmad bin Syu'ayb al-Nasâî, Sunan al-Nasâ'î, Kitab al-Iftitâh Bab Îjâb Qirâah Fâtihah al-Kitâb

Fî al-Salâh, (Aleppo: Maktab al-Matbû'at al-Islâmiyah, 1986), cet. II, vol. II, hal. 137

90 Muhammad bin Yazîd al-Qazwînî, Sunan Ibn Mâjah, Kitab Iqâmah al-Salâh wa al-Sunnah Fî Hâ Bab al-Qirâah Khalf al-Imâm, (Beirut: Dâr al-Fikr), tth., vol. I, hal. 273

91 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 2

beberapa tahun setelah pengangkatan beliau menjadi rasul (tepatnya sebelum peristiwa Fath Makkah), ada dugaan kuat bahwa kondisi ini terekam dalam hadis.

Dengan mengacu kepada substansi matan yang disebutkan oleh Tafsir, penulis melakukan pelacakan letak hadis itu dan mendapati riwayat yang selaras dengan matan tersebut adalah:

Takhrîj hadis:

92 Hadis ini diriwayatkan al-Bukhârî ٩٣ dan Muslim dari sahabat Ibn Mas’ûd.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîhayn.

4. Hadis”Rasulullah Memulai Dengan al-Hamd lillâh”

Di dalam Tafsir disebutkan riwayat tentang Rasulullah dan sahabat beliau yang tidak membaca basmalah dalam surah al-Fâtihah. Berikut adalah riwayat yang disebutkan matan, mukharrijnya dan perawi sahabatnya itu:

92 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Mazâlim wa al-Gasb Bab Hal Tuksar al-Dunân Allatî Fî Hâ al-Khamr, vol. II, hal. 867

93 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Jihâd wa al-Sayr Bab Izâlah al-Asnâm Min Haul al-Ka’bah, vol. III, hal. 1408

94 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 9

Takhrîj hadis: Hadis ini sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir diriwayatkan oleh al-

95 Bukhârî 96 dan Muslim dari Anas bin Mâlik. Dalam riwayat Muslim matannya

diakhiri ” ﺎﻫﺮﺧﺁ ﰲ ﻻﻭ ﺓﺀﺍﺮﻗ ﻝﻭﺃ ﰲ”.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîhayn.

5. Hadis ”Rasulullah Mengeraskan Bacaan Basmalah”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis riwayat al-Hâkim beserta pernyataannya bahwa hadis ini kualitasnya sahîh. Dalam kajian takhrîj, penilaian seorang pakar terhadap sebuah hadis masih dapat diverifikasi, berupa penelitian ulang oleh pakar itu sendiri maupun oleh orang lain. Di sini, penilaian al-Hâkim menjadi relevan untuk diteliti ulang, apalagi mengingat bahwa al-Hâkim dinilai sebagai sosok yang menggunakan standar”longgar” dalam menetapkan kesahîhan sebuah hadis.

Matan Hadîts yang dikutip oleh Tafsir adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini sebagaimana dinyatakan oleh Tafsir diriwayatkan oleh al-Hâkim

dari Ibn ’Abbâs disertai pernyataan bahwa hadis ini sanadnya sahîh dan tidak

95 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Adzân Bab Mâ Yaqûl Ba’d al-Takbîr, vol. I, hal. 259 96 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Salâh Bab Hujjah Man Qâl Lâ Yajhar Bi al-Basmalah, vol. I,

hal. 299 97 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 10

memiliki ’illah (cacat periwayatan). 98 Al-Hâkim juga meriwayatkannya melalui

99 Abû Hurayrah 100 dan Anas bin Mâlik.

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai da’îf hadis ini berdasarkan kajian atas sanad, dan dengan mempertimbangkan penilaian ulama terhadapnya. Al-Hâkim menilai sahîh hadis ini, berbeda dengan al-Dâruqutnî yang menafikan kesahîhan hadis-hadis marfû’ terkait mengeraskan bacaan basmalah.

Ibnu Qudâmah, 102 Ibnu Taymiyah dan al-Albânî mengamini al-Dâruqutnî. Nampaknya, keda’îfan hadis ini akibat salah seorang perawinya yang bernama

’Abdullâh bin ’Amr bin Hisân al-Wâqi’î. Al-Dzahabî tidak memberikan komentar atas sanad hadis ini, ia hanya mengutip pendapat al-Hâkim terkait penilaian sahîhnya, seraya menyatakan bahwa Ibn Hisân dinilai sebagai pendusta oleh banyak ulama, dan hal ini (keda’îfan Ibn Hisân) tentulah diketahui oleh al-

Hâkim. 103 Berikut adalah kajian atas perawi hadisnya:

a. Abû Muhammad ’Abdullâh bin Ishâq bin Ibrâhîm al-’Adl yang dikenal sebagai Ibn al-Khurâsânî. Ia adalah murid dari Ahmad bin Ishâq bin Sâlih al-Wazân.

Abû al-Hasan ’Alî bin ’Umar menilainya dengan: Fîhi Layyin, 104 demikian juga penilaian dari al-Dâruqutnî. Sementara Ibn Hajar menilainya sadûq. 105

b. Ahmad bin Ishâq bin Sâlih bin ’Atâ` al-Wazân al-Wâsitî adalah perawi yang

sadûq. 107 Al-Dâruqutnî menilainya lâ ba`sa bihî.

98 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal 326 99 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal 357

100 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal 358 101 ’Abdullâh bin Ahmad bin Qudâmah Al-Maqdisî, al-Mugnî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1405 H), cet. I,

vol. I, hal. 285 102 Silahkan membaca kembali footnote nomor 58 pada Bab III.

Mustafâ ‘Abd al-Qâdir ‘Atâ, “Dirâsah wâ Tahqîq”, dalam Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al- Sahîhayn , (Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 1990), cet. I, vol. I, hal 326

Abû Bakar Ahmad bin ‘Alî al-Khatîb al-Bagdâdi, Târîkh Bagdâd, (Beirut : Dâr al-Kutub al- ‘Ilmiyah), tth., vol. IX, hal. 414

Ahmad bin ’Alî bin Hajar al-’Asqalânî, Lisân al-Mîzân, (Beirut: Muassasah al-A’lamî li al- Matbû’ât, 1986), cet. III, vol. III, hal. 358; Al-Dzahabî, Muhammad bin Ahmad, al-Mugnî Fi al-Du’afâ , ttp., tth., vol I, hal. 332

106 Abdurrahmân bin Abû Hâtim al-Tamîmî (selanjutnya disebut Ibn Abû Hâtim), al-Jarh wa al- Ta’dîl , (Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, 1271 H), cet. I. vol. II, hal. 41

c. ’Abdullâh bin ’Amr bin Hisân al-Wâqi’î dinilai oleh Abû Hâtim sebagai pemalsu hadis (yafta’il al-Hadîts) di kala lain ia menilainya sebagai perawi

yang da’îf. 108 ’Alî al-Madînî dan al-Dâruqutnî juga menilainya sebagai pemalsu hadis. 109

d. Syurayk bin ’Abdullâh al-Nakha’î adalah seorang mudallis. 110 Fakta bahwa Muslim meriwayatkan hadis darinya, 111 menyatakan bahwa ia perawi yang

tsiqah.

e. Sâlim (Ibn ’Ajlân al-Aftas) seorang tabi’in yang masyhur (terkenal). Menurut sebagian ulama, ia adalah perawi yang tsiqah, walaupun al-Fusawi menuduhnya sebagai murjiah yang membangkang (mu’ânid) dan disebut-sebut

112 oleh Ibn Hibbân sebagai perawi yang banyak meriwayatkan hadis mu’dal.

Namun fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkan hadis dari Sâlim, 113 menyatakan bahwa ia perawi yang tsiqah.

f. Sa’îd bin Jubayr bin Hisyâm adalah seorang ulama yang mumpuni (jihbidz al- ’ulamâ`), yang dinilai tsiqah oleh Ibn Ma’în dan Abû Zur’ah. 114

107 Al-Khatîb Al-Bagdâdi, Târîkh Bagdâd, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah), tth., vol. IV, hal. 28 108 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fi al-Du’afâ, ttp., tth., vol I, hal. 349 109

Ibn al-Jawzî, ‘Abdurrahmân bin ‘Alî bin Muhammad, al-Du’afâ wâ al-Matrûkîn Li Ibn al- Jawzî , (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1406 H), cet. I vol II, hal 134

Ahmad bin ‘Abd al-Rahîm bin al-’Irâqî, Kitâb al-Mudallisîn, (Madînah: Dâr al-Wafâ Li al- Tibâ’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzî’, 1995), cet. I, hal. 58; Menurut Ibn Hajar, Syurayk pernah menyatakan bahwa ia tidak pernah melakukan tadlîs. Namun ’Abd al-Haq dan al-Dâruqutnî menolak pernyataannya, dan tetap menganggap bahwa ia adalah mudallis.

Ibn Hajar memasukkan Syurayk dalam golongan kedua, yaitu orang-orang yang diragukan tadlîsnya mengingat kepakarannya dan sangat sedikit jumlah hadis yang ditadlîsnya. Ada juga orang yang hanya melakukan tadlîs hanya dari orang yang tsiqah. Orang-orang yang ada dalam golongan ini diterima dalam al-Sahîh.

Dalam sanad yang dimiliki al-Hâkim, Syurayk menggunakan ungkapan ’an, yang artinya dia tidak menyatakan diri mendengar langsung hadis ini. Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al- Mausûfîn Bi al-Tadlîs), (Cairo: Maktabah al-Kulliyât al-Azhariyyah), tth., hal. 7 dan 23

111 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal 326 112 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fî al-Du’afâ, vol. I, hal. 251 113 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal 326; Al-Dzahabî, al-Mugnî Fi al-Du’afâ,

vol. I, hal. 251 114 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IV, hal. 9

6. Hadis ”Bacaan al-Fâtihah Rasulullah Menurut Umm Salamah”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, salah seorang istri Rasulullah, tentang Rasulullah yang mengeraskan bacaan basmalah. Selain matannya, di dalam Tafsir juga disebutkan mukharrij hadisnya, perawi sahabatnya, dan penilaian dari al-Dâruqutnî. Hadis tersebut adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzî (namun dengan redaksi yang tidak

menyebutkan ”basmalah”), 119 Abû Dâwud, Ahmad, al-Hâkim, Ibn

Khuzaymah, 121 dan al-Dâruqutnî.

Kualitas hadis: Hasan Penulis menilai hasan hadis ini berdasarkan kajian sanadnya dengan mempertimbangkan adanya mutaba’ah (jalur sanad lain), dan penilaian ulama terhadap hadis ini.

Al-Dâruqutnî menyatakan bahwa sanad hadis ini sahîh. 122 Abû Dâwud tidak mengomentari hadis ini, yang mengisyaratkan bahwa ia menilainya hasan.

115 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 10 116 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Qirâat ‘An Rasûlillâh Bab Fî Fâtihah al-Kitâb, vol.

V, hal. 185 117 Abû Dâwud, Sunan Abû Dâwud, Kitab al-Huruf wa al-Qirâat, (Beirut: Dâr al-Fikr), tth., vol.

IV, hal. 37

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. VI, hal. 302

Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 252

120 Muhammad bin Ishâq bin Khuzaimah Al-Naysabûrî, Sahîh Ibn Khuzaimah, (Beirut: al-Maktab

al-Islâmî, 1970), vol. I, hal. 296 121 ’Alî bin ’Umar al-Dâruqutnî, Sunan al-Dâruqutnî, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1966), vol. I, hal.

Al-Dâruqutnî, Sunan al-Dâruqutnî, vol. I, hal 312

Al-Albânî menilainya sahîh, dan menyatakan bahwa tadlîs yang terjadi pada Ibn Jurayj memiliki mutâba’ât (jalur sanad lain yang menguatkannya). 123

Al-Tirmidzî menyatakan bahwa hadis ini garîb sebagaimana pendapat Abû ’Ubayd yang dipilihnya. Al-Tirmidzî juga menyatakan bahwa sanad hadis ini tidak muttasil karena Abû Mulaykah meriwayatkan hadis dari Ummu Salamah

melalui Yu’lâ bin Mamlak, sementara dalam sanad ini tidak ada nama Yu’lâ. 124 Al-Tahâwî menyatakan bahwa hadis ini memiliki ’illah (cacat) akibat

adanya keterputusan sanad ini (tidak menyebut Yu’lâ bin Mamlak), namun klaim ’illah ini ditolak oleh Ibn Hajar. Al-Tirmidzî sendiri menyebutkan nama Abû Mulaykah dari Yu’lâ bin Mamlak (dalam riwayat al-Layts) 125 , sehingga

keterputusan (inqitâ’) sanad ini menjadi muttasil. Sanad ini juga digunakan oleh al-Dâruqutnî (yang juga tidak menyebut Yu’lâ bin Mamlak) yang dinilai oleh al-Ya’murî bahwa seluruh perawinya tsiqah. Ibn Hajar menyatakan bahwa salah seorang perawinya, yang menjadi tambahan dalam salah satu riwayat yang dimiliki al-Dâruqutnî, yaitu ’Umar bin Harûn al- Balkhî, sebagai perawi yang da’îf. Namun, al-Syawkânî menyatakan bahwa perawi itu tsiqah, sehingga penilaian al-Ya’murî bahwa seluruh perawinya adalah

tsiqah adalah sahîh (tepat). 126 ’Abd al-Mâlik bin ’Abd al-’Azîz yang lebih dikenal dengan nama Ibn

Jurayj yang berada dalam sanad hadis ini adalah seorang mudallis, sementara redaksi penyampaian hadis atau sîgah al-adâ` yang digunakan oleh para kolektor hadis (al-Tirmidzî, Abû Dâwud, Ahmad, al-Hâkim, dan al-Dâruqutnî) adalah ’an, alias mu’anan.

Kebanyakan ulama menilai Ibn Jurayj sebagai perawi yang tsiqah, hanya saja ketika ia melakukan tadlîs, periwayatannya tidak diterima. Al-Dâruqutnî

Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, Irwâ` al-Galîl Fî Takhrîj Ahâdîts Manâr al-Sabîl, (Beirut: al-Maktab al-Islâmî, 1985), cet. II, vol. II, hal. 60 124 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Qirâat ‘An Rasûlillâh Bab Fî Fâtihah al-Kitâb, vol.

V, hal. 185; Hal ini diamini oleh Muhammad Syams al-Haq al-’Azîm dalam ’Aun al-Ma’bûd, (Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 1415 H), cet. II, vol. XI, hal. 24 125 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab Fadâil al-Qurân ’An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Kayf Kâna

Qirâah al-Nabî, vol. V, hal. 182; Muhammad bin 'Alî bin Muhammad al-Syawkânî, Nayl al- Awtâr , (Beirut: Dâr al-Jîl, 1973), vol. II, hal. 225

126 Al-Syawkânî, Nayl al-Awtâr, vol. II, hal. 225

bahkan menilai tadlîs Ibn Jurayj sebagai yang terburuk, karena ia hanya melakukan tadlîs ketika ia meriwayatkan hadis dari perawi yang majrûh (da’îf). 127

Ibn Hajar memasukan Ibn Jurayj dalam golongan ketiga, yaitu orang- orang yang banyak melakukan tadlîs dan para ulama tidak berhujjah dengan hadis mereka kecuali jika mereka menyampaikan hadis dengan menyatakan bahwa

mereka benar-benar mendengar langsung hadis itu. 128 Dengan melihat fakta bahwa hadis ini diriwayatkan secara mu’an’an, maka seharusnya sanad hadis ini

bernilai da’îf. Namun dengan melihat bahwa perawi yang hilang dari mata rantai sanad, yaitu Yu’lâ bin Mamlak, sudah diketahui, maka inqitâ’ (keterputusan sanadnya)

129 menjadi tersambung. Yu’lâ sendiri dinilai tsiqah oleh Ibn Hibbân

dan dinilai maqbûl oleh Ibn Hajar. 130 Al-Bukhârî menerima riwayat darinya dalam al-Adab

al-Mufrad dan Af’âl al-’Ibâd. Demikian juga Abû Dâwud, al-Tirmidzî, dan al- Nasâî. 131

’Abdullâh bin ’Ubaydullâh bin Abû Mulaykah dinilai tsiqah oleh Abû Hâtim, Abû Zur’ah, Ibn Sa’d, al-’Ijlî, dan Ibn Hajar. 132

7. Hadis ”Abû Hurayrah Mengeraskan Bacaan”

Tafsir mengutip hadis yang dinisbatkan kepada Abû Hurayrah yang disebut sebagai hadis mawqûf’. Kutipan ini hanya berupa terjemahan matannya, tanpa penjelasan siapa mukharrijnya dan apa kualitasnya. Berikut kutipan tersebut:

”Abu Hurairah juga salat dan mengeraskan bacaan basmalah. Setelah selesai salat, dia berkata: Saya ini adalah orang yang salatnya paling mirip dengan

Rasulullah”. 133

127 Ibn al-’Irâqî, Kitâb al-Mudallisîn, hal. 69; Ibn Hajar al-Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawsûfîn Bi al-Tadlîs, hal. 30

128 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawsûfîn Bi al-Tadlîs, hal. 7 dan 30

129 Muhammad bin Hibbân al-Bustî, al-Tsiqât, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1975), cet. I, vol. V, hal. 556

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 610

Al-Mizzî, Yûsuf bin al-Zakî. Tahdzîb al-Kamâl, (Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1980), cet. I, vol. XXXII, hal. 401

Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. V, hal. 99; Ibn Hajar al-’Asqalanî, Tahdzîb al- Tahdzîb, vol. V, hal. 268 ; Ibn Hajar al-’Asqalanî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 312

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Nasâî, 136 al-Hâkim, Ibn Khuzaymah,

Ibn Hibbân, 138 dan al-Dâruqutnî. Seluruhnya meriwayatkan hadis ini dari

Nu’aym al-Mujmir.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh hadis ini berdasarkan kajian sanadnya dan penilaian yang diberikan oleh ulama. Al-Hâkim menyatakan bahwa kualitasnya sahîh sesuai syarat yang ditetapkan oleh al-Syaykhayn (al-Bukhârî dan Muslim) hanya saja keduanya tidak

meriwayatkannya. 140 Pernyataan al-Hâkim ini didukung oleh al-Dzahabî.. Senada dengan al-Hâkim, al-Dâruqutnî menyatakan bahwa hadis ini sahîh, dan

seluruh perawinya tsiqah. 142 Al-Mubârakfûrî juga menilai sanadnya sahîh. Al-

133 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 10 134 Al-Nasâî, Ahmad bin Syu'ayb, Sunan al-Nasâ'î, Kitab al-Iftitâh Bab Qirâah, (Aleppo: Maktab

al-Matbû'at al-Islâmiyah, 1986), cet. II, vol. II, hal. 134. Ibn Hajar menyatakan bahwa sanad yang dimiliki al-Nasâî adalah yang paling sahîh (asahh). Nu’aym sendiri meriwayatkan Hadîts ini dari Abû Hurayrah tanpa menyebutkan “basmalah”. Namun demikian, mengingat bahwa Nu’aym adalah sosok perawi yang tsiqah, maka penambahan ini dianggap sah.

Ahmad bin ’Alî bin Hajar al-’Asqalâni, Fath al-Bârî, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H), vol. II, hal. 267

135 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 357 136 Ibn Khuzaimah, Sahîh Ibn Khuzaimah, vol. I, hal. 251 137

Al-Bustî, Muhammad bin Hibbân, Sahîh Ibn Hibbân, (Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1993), cet. II. Vol. V, hal. 100 dan 104. 138 Al-Dâruqutnî, Sunan al-Dâruqutnî, vol. I, hal 305 139 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 357 140 Mustafâ ‘Abd al-Qâdir ‘Atâ, “Dirâsah wâ Tahqîq”, vol. I, hal. 357 141 Al-Dâruqutnî, Sunan al-Dâruqutnî, vol. I, hal 305

Syawkânî menambahkan bahwa penilaian sahîh ini juga dinyatakan oleh Ibn Khuzaymah, Ibn Hibbân, dan al-Bayhaqî. 143 Hal berbeda diungkapkan al-Albânî

yang menganggap cacat Abû Hilâl, salah satu perawi yang ada dalam sanad, karena ia adalah perawi yang ikhtilat. 144 Penilaian al-Albânî ini bisa diabaikan

mengingat bahwa Sa’îd bin Abû Hilâl adalah perawi yang diterima oleh al- Bukhârî, Muslim, dan pemilik Sunan yang empat. 145

Dalam sanad yang dimiliki al-Nasâî, hadis ini diriwayatkan dari Muhammad bin ’Abdullâh bin ’Abd al-Hakam, dari Syu’ayb bin al-Layts, dari al- Layts bin Sa’d, dari Khâlid bin Yazîd, dari Sa’îd bin Abû Hilâl, dari Nu’aym bin al-Mujmir. Setelah dilakukan kajian atas kualitas masing-masing perawi, penulis

menilai seluruh perawinya tsiqah.

8. Hadis ”Mu’awiyah Mengeraskan Bacaan Basmalah”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan sebuah matan tanpa disertai penjelasan siapa mukharrijnya dan kualitas hadisnya. Terjemahan matan tersebut adalah:

”Muawiyah juga pernah salat di Medinah tanpa mengeraskan suara basmalah. Ia diprotes oleh para shahabat lain yang hadir disitu. Akhirnya pada

salat berikutnya Muawiyah mengeraskan bacaan basmalah”. 146 hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

142 Muhammad ’Abd al-Rahmân bin ’Abd al-Rahîm Al-Mubârakfûrî, Tuhfah al-Ahwadzî, (Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah), tth., vol. II, hal. 60

Al-Syawkânî, Nayl al-Awtâr, vol. II, hal. 219 144 Al-Albânî, Tamâm al-Minnah Fî al-Ta’lîq ’Alâ Fiqh al-Sunnah, vol. I, hal. 168

145 Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, (Beirut: Dâr al-Kutub al- ‘Ilmiyah, 1995), cet. I, vol. III, hal. 236

146 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 10

Takhrîj hadis:

Hadis diriwayatkan oleh al-Hâkim, 149 al-Dâruqutnî, dan al-Syafi’î.

Kualitas hadis: Sahîh Dalam sanad hadis terdapat perawi yang diperselisihkan kualitasnya, yaitu ’Abd al-Majîd. Dengan mengkaji lebih mendalam, penulis cenderung menilainya

tsiqah sehingga riwayat yang berasal darinya dapat diterima. Penilaian sahîh ini juga berdasarkan pertimbangan penilaian yang telah diberikan ulama.

Al-Hâkim menyatakan bahwa Hadîts ini sahîh sesuai syarat yang ditetapkan Muslim. Dalam sanadnya terdapat ’Abd al-Majîd bin ’Abd al-’Azîz, yang diterima periwayatannya oleh Muslim, sementara perawi lainnya dinilai ’adl

sebagaimana disebut dalam kesepakatan ulama. 150 Perawi hadis ini (sanad yang dimiliki al-Hâkim melewati sanadnya al-

Syafi’î):

a. ’Abd al-Majîd bin ’Abd al-’Azîz bin Abû Rawwâd al-Makkî. Al-Khatîb menyatakan bahwa perawi ini memiliki keyakinan irjâ` (faham murjiah) dan

al-Humaydî mempermasalahkannya (yatakallam fîhi). 151 Yahyâ bin Ma’în menyatakan bahwa ’Abd al-Majîd adalah orang yang paling mengetahui

hadis-hadis riwayat Ibn Jurayj, hanya saja dia memang tidak menekuni kajian hadis (lam yakun yabdzal nafsahû li al-hadîts). 152 Abû Dâwud, seperti Ibn

Ma’în, menilainya tsiqah dengan penjelasan bahwa dirinya mengajak orang lain untuk meyakini faham irjâ`. 153 Ibn Hibbân menyatakan bahwa ’Abd al-

147 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 357 148 Al-Dâruqutnî, Sunan al-Dâruqutnî, vol. I, hal 311 149 Al-Syafi’î, Muhammad bin Idrîs, Musnad al-Syafi’î, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah), tth., vol.

I, hal. 36

150 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 357 151 Al-Khatîb Al-Bagdâdi, Târîkh Bagdâd, vol. VI, hal. 112 152 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VI, hal. 64 153 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fî al-Du’afâ, vol. II, hal. 403

Majîd banyak meriwayatkan hadis yang munkar dan layak untuk tidak diambil periwayatannya. 154 Abû Hâtim menilainya lemah dan tetap ditulis hadis yang

diriwayatkannya, sementara al-Dâruqutnî menolak berhujjah dengannya. 155

Yahyâ bin ’Umar menilainya da’îf, 157 Ia sendiri adalah perawi mudallis yang diterima periwayatannya oleh Muslim, al-Tirmidzî, Abû Dâwud, Nasâî,

dan Ibn Mâjah. 158 Ibn Hajar menilainya sadûq, dan menganggap Abu Hatim berlebihan saat menilainya matruk. 159 Dengan mengingat bahwa Muslim

menerima periwayatan dari ’Abd al-Majîd bin ’Abd al-’Azîz, maka penulis menilainya sebagai perawi yang masih dapat diterima (maqbûl).

b. Ibn Jurayj (lihat pembahasan Hadîts nomor 6) meriwayatkan hadis ini dengan

sîgah adâ` ”akhbaranî”, sehingga kekhawatiran atas tadlîsnya hilang.

c. ’Abdullâh bin ’Utsmân bin Khutsaym. Abû Hâtim menilainya tsiqah yang

sering keliru (yukhti`). 161 Yahyâ bin Ma’în dan al-’Ijlî menilainya tsiqah, dan Ibn Hajar menilainya sadûq. 162

d. Abû Bakr bin Hafs bin ’Umar. Yahyâ bin Ma’în menilainya tsiqah, 163 dan Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 164 Ia adalah perawi yang periwayatannya diterima oleh al-Sittah. 165

9. Hadis ”Larangan Menulis Yang Bukan Alquran”

Di dalam Tafsir disebutkan sebuah larangan yang dinisbatkan kepada Rasulullah tanpa secara lugas dinyatakan sebagai sebuah hadis dan tanpa

154 Ibn al-Jawzî, al-Du’afâ wa al-Matrûkîn Li Ibn al-Jawzî, vol. II, hal. 147 155 Muhammad bin Ahmad Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, (Beirut: Dâr al-Kutub

al-‘Ilmiyah, 1995), cet. I, vol. IV, hal 390 156 Al-’Uqaylî, Du’afâ` al-’Uqaylî, vol. III, hal. 96

157 Ibn Hajar memasukkannya dalam golongan ketiga Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawsûfîn Bi

al-Tadlîs), hal. 30 158 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VI, hal. 339

159 Ibn Hajar al-’Asqalanî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 361

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. V, hal. 34

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Lisân al-Mîzân, vol. VII, hal. 493

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 313

Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IX, hal. 338

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, Vol. V, hal. 563

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. XII, hal. 28

dijelaskan kualitasnya. Nisbat sebuah perkataan, perbuatan, dan ketetapan kepada Rasulullah adalah definisi dari hadis.

Kutipan yang ada dalam Tafsir adalah terjemah matan, tanpa menerangkan siapa mukharrijnya. Berikut adalah terjemahan matan tersebut: ”...dan bahwa Rasulullah melarang menuliskan sesuatu yang bukan al- Qur’an agar tidak bercampur aduk dengan Al-Qur’an...” 166

Dengan berdasarkan substansi ungkapan di atas, penulis mendapati hadis yang selaras dengan ungkapan di atas yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim. 167

Kualitas hadis: Sahîh Kesahîhan ini didasarkan kepada fakta bahwa Muslim adalah mukharrijnya.

10. Hadis ”Kebaikan Yang Tidak Dimulai Dengan Basmalah”

Untuk mengulas hikmah yang ada di balik membaca basmalah, dalam Tafsir disebutkan hadis yang sudah populer di kalangan masyarakat awam, yang ternyata diriwayatkan oleh mukharrij yang tidak dikenal secara umum. Tafsir menyebutkan matan hadisnya tanpa menjelaskan kualitasnya. Berikut matan tersebut:

Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 10

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Zuhd wa al-Raqâiq Bab al-Tatsabbut Fî al-Hadîts wa Hukm Kitâbah al-’Ilm , vol. IV, hal. 2298

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana telah disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

al-Rahâwî dalam al-Arba’în dari sahabat Abû Hurayrah. 169

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian ini berdasarkan kajian sanad hadis dan dengan mempertimbangkan pendapat ulama. Al-Albânî menilai hadis yang juga diriwayatkan oleh al-Khatîb al-Bagdâdî

ini sebagai sangat da’îf (da’îf jiddan). 170 Perawi hadis ini (sanadnya diambil dari riwayat al-Subukî yang melewati

al-Rahâwî) adalah Ahmad bin Muhammad bin ’Imrân yang dikenal sebagai Ibn al-Jundy, dari Muhammad bin Sâlih al-Basrî, dari ’Ubayd bin ’Abd al-Wâhid bin Syurayk, dari Ya’qûb bin Ka’b al-Antâkî, dari Mubasysyir bin Ismâ’îl, dari ’Abdurrahmân bin ’Amr yang lebih dikenal dengan nama al-Awzâ’î, dari al- Zuhrî.

Seluruh perawi ini tsiqah, kecuali Ibn al-Jundy yang dida’îfkan oleh al- Khatîb. Al-Azharî menilainya ”bukan apa-apa” (laysa bi syay``), 171 dan Ibn al-

Jawzî menilainya sebagai pemalsu hadis (mawdû’). 172

11. Hadis ”Allah Merahmati Orang Yang Kasih”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya tanpa menjelaskan kualitasnya. Berikut adalah matan tersebut:

Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 11

’Abdurrahmân bin Abû Bakar al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwî, (Riyadh: Maktabah al-Riyâd al- Hadîtsah), tth., vol. I, hal. 55 170 Al-Albânî, Irwâ` al-Galîl Fî Takhrîj Ahâdîts Manâr al-Sabîl, vol. I, hal. 29 171 Ibn al-Jawzî, al-Du’afâ wa al-Matrûkîn Li Ibn al-Jawzî, vol. I, hal. 87, 172 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Lisân al-Mîzân, vol. I, hal. 288 173 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 13

Takhrîj hadis: Tafsir mengambil riwayat hadis ini dari al-Tabrânî, 174 padahal al-Bukhârî

dan Muslim memiliki riwayat hadis ini dari Usâmah bin Zayd. 175

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan penilaian atas sanad al-Bukhârî dan Muslim.

12. Hadis ”Rahmatilah Orang-orang Yang Ada di Bumi”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya tanpa

menerangkan kualitasnya. Berikut matan tersebut:

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzî, 179 Abû Dâwud, Ahmad, dan al-Hâkim. 180

Kualitas hadis: Sahîh Penulis memberikan penilaian berdasarkan kajian sanad beserta mutâbi’nya, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang telah diberikan ulama.

Sulaymân bin Ahmad al-Tabrânî, al-Mu’jam al-Kabîr, (Mausul: Maktabah al-‘Ulûm wâ al- Hikam, 1983), cet. II, vol. I, hal. 135 dan vol. II, hal 324

175 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Janâiz Bab Qawl al-Naby Yu’adzdzab al-Mayyit, vol. I, hal. 431; Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Janâiz Bab al-Bukâ` ’Alâ al-Mayyit, vol. II, hal.

635 176 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 13

Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Birr wâ al-Silah ‘An Rasûlillah Bab Mâ Jâa Fî Rahmah al-Nâs, vol. IV, hal. 323 178 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Adab Bab Fî al-Rahmah, (Beirut: Dâr al-Fikr), tth.,

vol. IV, hal. 285 179 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. II, hal. 160

180 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. IV, hal. 175

Al-Tirmidzî menilai hadis ini hasan sahîh, 181 sementara al-Hâkim menyatakan bahwa hadis ini dan hadis-hadis yang semakna seluruhnya sahîh. 182

Al-Albânî menilai sahîh hadis ini dan menyandarkan penilaian yang sama kepada al-Dzahabî, al-Khatîb, al-Kharqî, dan Ibn Nâsir al-Dîn al-Dimisyqî. Hadis ini memiliki syawâhid lebih dari dua puluh sahabat. Al-Albânî sendiri menilai tsiqah

seluruh perawinya kecuali Abû Qâbûs. 183 Perawi hadis ini:

a. Abû Muhammad Sufyân bin ’Uyaynah. Menurut Yahyâ bin Ma’în, Ibn ’Uyaynah adalah tsiqah dan merupakan orang yang paling tsabat (atsbat al- nâs 184 ) dan yang paling mengetahui (a’lam al-nâs) terhadap ’Amr bin Dînar.

Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Ia adalah perawi yang diterima periwayatannya oleh al-Sittah. 186 Ibn Hajar mencatat namanya dalam

golongan II perawi mudallis. 187

b. ’Amr bin Dînâr al-Atsram seorang yang dinilai paling berpengetahuan (’alim) oleh Ibn Abî Najîh. Para ulama menilainya sebagai orang yang paling tsabat. Sufyân bin ’Uyaynah bahkan menilainya sebagai perawi yang tsiqah tsiqah

tsiqah. 188

c. Abû Qâbûs. Dinyatakan oleh al-Dzahabî sebagai perawi yang tidak dikenal (lâ yu’raf 189 ) namun dinilai sahîh oleh al-Tirmidzî. Ibn Hibbân menyebutnya

dalam al-Tsiqât 191 Ibn Hajar menilainya maqbûl. Penulis cenderung memilih penilaian Ibn Hajar, yaitu maqbûl. Ini artinya dengan adanya

181 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Birr wa al-Silah ‘An Rasûlillah Bab Mâ Jâa Fî Rahmah al-Nâs, vol. IV, hal. 323;

182 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. IV, hal. 175 183 Al-Albânî, al-Silsilah al-Sahîhah, (Iskandariyah: Markaz Nûr al-Islâm Li Abhâts al-Qurân wa

al-Sunnah), tth., vol. II, hal. 499 184 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl,vol. IV, hal. 225

185 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VI, hal. 403 186 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 104 187 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawsûfîn Bi

al-Tadlîs), hal. 22 188 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VI, hal. 231

189 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.VII, hal. 414 190 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. V, hal. 558 191 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 666

mutâba’ah dan atau syâhid, sebagaimana dijelaskan oleh al-Albânî, perawi ini dapat diterima periwayatannya.

13. Hadis ”Merahmati Seekor Burung”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya yaitu al- Bukhârî tanpa menjelaskan di mana periwayatan ini berada. Ketiadaan penjelasan ini dimaklumi dan sudah menjadi tradisi di kalangan pengaji hadis, ketika hadis itu terdapat di kitab Sahîh al-Bukhârî. Sementara ketika hadis itu riwayat al- Bukhârî bukan pada kitab Sahîh-nya, maka perlu dijelaskan nama kitabnya.

Tafsir menyebutkan al-Bukhâri sebagai mukharrij hadis tanpa dijelaskan

di mana riwayat ini berada, yang mengindikasikan bahwa hadis tersebut ada di kitab Sahîh, padahal riwayat ini tidak terdapat di Sahîh-nya. Berikut matan hadis yang dikutip oleh Tafsir:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî dalam al-Adab al-Mufrad dari Abû

Umamah. 193

Kualitas hadis: Hasan Penilaian hasan terhadap hadis ini, didasari oleh adanya seorang perawi yang sadûq, yaitu al-Qâsim. Sementara perawi-perawi lainnya tsiqah. Al-Haytsamî menilai tsiqah perawi-perawi hadis ini yang diriwayatkan

oleh al-Tabrânî. 194 Sementara al-Albânî menyatakan hadis ini kualitas sanadnya

hasan. 196 Farîd ’Abd al-’Azîz al-Jindî juga menilai hasan . Dalam riwayat al- Bukhârî tidak ada kata ”’usfûr”.

192 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 13 193 Al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâ’îl, al-Adab al-Mufrad, (Beirut: Dâr al-Basya`ir al-Islâmiyah,

1989), cet. III, vol. I, hal, 138

’Alî bin Abû Bakar al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, (Beirut: Dâr al- Kitâb al-‘Arabî,1407 H.), vol. IV, hal. 33; Al-Tabrânî, al-Mu’jam al-Kabîr, vol.VIII, hal. 234

195 Al-Albânî, al-Silsilah al-Sahîhah, vol. I, hal. 26

Perawi hadis ini:

a. Mahmûd bin Gaylân. Ibn Hajar menilainya tsiqah. 197 Dia adalah perawi yang riwayatnya diterima al-Bukhârî dan Muslim 198

b. Yazîd bin Hârûn, perawi yang diriwayatkan oleh al-Sittah. Ahmad bin Hanbal menilainya sebagai hâfiz mutqin li al-hadîts sahîh al-hadîts. Yahyâ bin Ma’în

juga menilainya tsiqah. 199

c. Al-Walîd bin Jamîl Sinân al-Qurasyî al-Filistinî. Abû Zur’ah menilainya sebagai syaykh layyin al-hadîts, 200 sementara Abû Hâtim menyatakan bahwa al-

Walîd meriwayatkan hadis-hadis munkar dari al-Qâsim. 201 Ibn Hajar menilainya sebagai perawi sadûq yukhti` (sering melakukan kekeliruan). 202 Ibn

Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât.

d. Al-Qâsim bin ‘Abdurrahmân al-Syâmî. Ibn Ma’în dan al-Tirmidzî menilainya tsiqah, al-Jaujazânî menyebutnya khiyâr fâdil. Ya’qûb bin Syaybah

mengisyaratkan bahwa ada sebagian ulama yang menilainya da’îf. 204 Ibn Hajar menilainya sadûq yugrib katsiran. 205

14. Hadis ”Menyembah Allah Seakan Engkau Melihatnya”

Di dalam Tafsir disebutkan tips untuk memunculkan kekhusyuan dalam beribadah. Tips ini berupa hadis, sebagai penjelasan ayat 5 surah al-Fâtihah. Berikut adalah matan hadis itu:

Farîd ‘Abd al-‘Azîz al-Jindi, “Foot note” dalam al-Adab al-Mufrad, (Cairo: Dâr al-Hadîts, 2005), hal. 98

197 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 522 198 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. XXVII, hal. 305 199 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. XXXII, hal. 261-266 200 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IX, hal. 3 201 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fi al-Du’afâ, vol. II, hal. 721 202 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 581 203 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 549 204 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.V, hal. 453 205 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 450 206 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 16

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 208 dan Muslim dari ’Umar bin al-Khatâb. Al-Tirmidzî menyatakan bahwa hadis ini juga diriwayatkan lewat Talhah bin ’Ubaydillâh, Anas bin Mâlik,

dan Abû Hurayrah. 209

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya.

B. Surah al-Baqarah

15. Hadis ”Sebaik-baik Sedekah”

Saat mengulas tafsiran ayat 3 surah al-Baqarah, disebutkan dalam Tafsir sebuah matan hadis beserta mukharrijnya tanpa penjelasan perawi sahabatnya. Berikut matan yang dimaksud:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 212 dan Muslim dari Hâkim bin Hizâm.

Kualitas hadis: Sahîh

207 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Îmân Bab Suâl Jibrîl al-Nabî ’An al-Îmân wa al-Islâm wa al-Ihsân, vol. I, hal. 27

208 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab Bayân al-Îmân wa al-Islâm wa al-Ihsân, vol. I, hal. 37

209 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab a-Îmân ’An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî Wasf Jibrîl Lî al- Nabî al-Îmân wa al-Islâm, vol. V, hal. 6

210 Tafsir Depag RI, vol. I, hal 36 211 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Zakâh Bab Lâ Sadaqah Illâ ’An Zahr Gina, vol. II, hal.

518 212 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Zakâh Bab Bayân Ann al-Yad al-’Ulyâ Khayr Min al-Yad al-

Suflâ, vol. II, hal. 717

Penilaian sahîh pada hadis ini, berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya.

16. Hadis ”Ketika Seseorang Berdosa”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya, terkait pengaruh dosa terhadap hati,

Takhrîj hadis: Hadis ini sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Tirmidzî, 217 al-Tabarî, Ibn Mâjah , dan Ahmad . Semuanya dari Abû Hurayrah. Murtadâ al-Zabîdî menyatakan bahwa ’Abd bin Humayd, Ibn al-

Mundzir, Ibn Murdawayh, dan al-Bayhaqî juga meriwayatkannya. 218 Redaksi yang digunakan adalah riwayat yang dimiliki al-Tabarî. Dalam semua riwayat

menggunakan kata ﺔﺘﻜﻧ bukan ﺔﻄﻘﻧ.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis memberikan penilaian berdasarkan kajian sanad dengan mempertimbangkan jalur-jalur periwayatan yang ada, dan penilaian ulama terdahulu.

213 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 39 214 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab Tafsîr al-Qurân ‘An Rasûlillâh Bab Wâ Min Sûrah Wayl

Lî al-Mutaffifîn, vol. V, hal. 434

Al-Tabarî, Muhammad bin Jarîr Abû Ja’far, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, (Muassasah al-Risâlah, 2000), ttp., cet. I, vol. XXIV, hal. 286 216 Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Kitab al-Zuhd Bab Dzikr al-Dzunûb, vol. II, hal. 1418 217 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. II, hal. 297 218

Al-Zabîdî Murtadâ, Muhammad bin Muhammad, Ithâf al-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ`

‘Ulûm al-Dîn, (Beirut: Dâr al-Fikr), tth., vol. V, hal. 58

Al-Tirmidzî menilai hadis ini hasan sahîh, 219 dan al-Albânî menilainya hasan. 220

Perawi hadis pada sanad al-Tirmidzî:

a. Qutaybah bin Sa’îd Abû Rajâ` al-Baglânî. Yahyâ bin Ma’în menilainya

tsiqah, 222 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Dan fakta bahwa Qutaybah adalah perawi yang diterima oleh al-Sittah 223 menyatakan

bahwa ia adalah perawi yang tsiqah.

b. Layts bin Sa’d bin ’Abdurrahmân Abû al-Hârits, perawi yang diterima oleh al-Sittah. 224 Hal ini menyatakan bahwa Layts adalah perawi yang

tsiqah.

c. Muhammad bin ’Ajlân, seorang yang sadûq, perawi mudallis golongan

III, 225 yang ikhtilat (pikun ketika tua, dalam hal ini diartikan tidak cermat) pada hadis-hadis yang diriwayatkan dari Abû Hurayrah. 226 Ibn ’Uyaynah, Ibn Ma’în, Abû Zur’ah dan Ahmad bin Hanbal menilainya tsiqah. 227 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 228 Muhammad bin ’Ajlân

merupakan perawi yang diterima oleh Muslim.

d. Al-Qa’qâ’ bin Hakîm, perawi tsiqah 229 yang diterima oleh Muslim. Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 230

219 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab Tafsîr al-Qurân ‘an Rasûlillâh Bab Wâ Min Sûrah Wayl Lî al-Mutaffifîn, vol. V, hal. 434

220 Al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan al-Tirmidzî, vol. VII, hal. 334; Al-Albânî, Sahîh al-Targîb wa Tarhîb, (Riyadh: Maktabah al-Ma’ârif), tth., cet. V, vol. II, hal. 125

221 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VII, hal. 140 222 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IX, hal. 10 223 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VIII, hal. 321 224 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VIII, hal. 412 225 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawsûfîn Bi

al-Tadlîs), hal. 32. Golongan ketiga adalah mereka yang banyak melakukan tadlîs, dan periwayatannya tidak diterima kecuali jika menggunakan ungkapan yang menegaskan bahwa ia benar-benar mendengar periwayatan itu dari gurunya.

Pada hadis ini, Muhammad bin ‘Ajlân menggunakan ungkapan ’an atau redaksi mu’an’an yang mengindikasikan adanya keterputusan sanad.

226 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 496 227 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VIII, hal. 49 228 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 386 229 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 456 230 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. V, hal. 323

e. Dzakwân Abû Sâlih al-Taymî (ayah dari Suhayl). Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 231 Fakta bahwa al-Sittah menerima

periwayatan dari Dzakwân, menyatakan bahwa ia adalah perawi tsiqah. 232

17. Hadis ”Perumpamaan Orang Munafik”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis, mukharrij, dan perawi sahabatnya tentang perumpamaan orang yang munafik,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim dari Ibn ’Umar. 234 Redaksi matan yang dikutip Tafsir kurang satu kata,

yaitu ﺓﺮ ﺋﺎﻌﻟﺍ sehingga redaksi yang utuh adalah ﲔﻤﻨ ﻐﻟﺍ ﲔﺑ ﺓﺮ ﺋﺎﻌﻟﺍ ﺓﺎﺸﻟﺍ ﻞﺜﻤﻛ.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh dengan pertimbangan bahwa periwayatan hadis ini terdapat dalam Sahîh Muslim.

18. Hadis ”Tuduhan Yahudi Terhadap Perumpamaan Yang Ada Dalam Alquran”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan sabab nuzûl beserta perawi sahabatnya, terkait dengan sikap orang Yahudi terhadap perumpamaan yang disebutkan dalam Alquran. Berikut adalah terjemahan matan tersebut:

”Menurut Ibnu ’Abbâs, ayat ini diturunkan berhubungan dengan tuduhan orang Yahudi bahwa perumpamaan yang ada dalam Al-Qur`an itu tidak mempunyai nilai yang berarti, karena dalam perumpamaan itu disebut sesuatu

231 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IV, hal. 221 232 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. III, hal. 189 233 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 42 234 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Sifât al-Munâfiqîn wa Ahkâmuhum, vol. IV, hal. 2146

yang tidak berarti bahkan termasuk binatang kecil lagi hina, seperti zubâb yang berarti lalat (al-Hajj/22:73) dan ankabût yang berarti laba-laba (al-

’Ankabût/29:41)”. 235

Sabab nuzul atau latar belakang turunnya ayat Alquran pasti berbasiskan riwayat, dan bukanlah sesuatu yang berasal dari ijtihad yang bisa dilakukan tiap orang. Melihat ungkapan di atas, riwayat ini masuk dalam kategori hadis mawqûf. Riwayat atau hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: 236 Hadis ini diriwayatkan oleh al-Wâhidî dalam Asbâb al-Nuzûl.

Kualitas hadis: Mawdû’ (palsu) Penilaian palsu terhadap riwayat ini berdasarkan kajian sanadnya. Dalam sanad yang dimiliki al-Wâhidî ada perawi Ahmad bin ’Abdullâh

bin Ishâq, dari Sulaymân bin Ayyûb al-Tabrânî, dari Bakr bin Sahl, dari ’Abd al- ’Azîz bin Sa’îd, dari Mûsâ bin ’Abdurrahmân, dari Ibn Jurayj, dari ’Atâ`, dari Ibn ’Abbâs.

Dua orang perawinya bermasalah, yaitu Bakr bin Sahl al-Dimyâtî seorang perawi yang dinilai da’îf oleh al-Nasâî, 237 dan Mûsâ bin ’Abdurrahmân Abû

Muhammad al-Tsaqafî al-San’ânî yang dinilai oleh Ibn ’Addy sebagai munkar al- Hadîts dan memalsukan hadis dari Ibn Jurayj dari ’Atâ` dari Ibn ’Abbâs dalam

tafsir. 238 Ibn Hajar menyatakan bahwa Mûsâ bin ’Abdurrahmân terkenal sebagai

235 Tafsir Depag RI, vol. I, 58

’Alî bin Ahmad bin Muhammad bin ’Alî al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, (Cairo: Dâr al-Hadîts, 1998), cet. IV, hal 27 237 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. II, hal. 61-62 238 Ibn al-Jawzî, al-Du’afâ wa al-Matrûkîn Li Ibn al-Jawzî, vol. III, hal. 147

perawi yang tidak tsiqah, bahkan Ibn Hibbân menilainya sebagai pemalsu hadis yang memiliki sifat bagaikan dajjal (fîhi dajjâl wada’). 239

19. Hadis ”Kebaikan Menghapus Keburukan”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis yang sangat populer yang maknanya dan selaras dengan ayat Alquran surah Hûd ayat 114. Penyebutan ini dilakukan pada matan hadis, mukharrijnya, dan perawi sahabatnya tanpa menerangkan kualitasnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Tirmidzî, 243 al-Hâkim, dan Ahmad, semuanya dari Abû Dzarr. Al-Suyûtî menyatakan bahwa periwayatan dari Abû Dzarr ini juga dimiliki oleh al-Bayhaqî

dalam Syu’ab al-Îmân (selain yang dimiliki oleh al-Tirmidzî, al-Hâkim, dan Ahmad). Hadis juga melalui dari Mu’adz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Ahmad, al-Tirmidzî, dan al-Bayhaqî (dalam al-Syu’ab). Ibn ’Asâkir meriwayatkan

hadis ini dari Anas bin Mâlik. 244

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh hadis ini berdasarkan jalur-jalur periwayatan yang ada, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang diberikan ulama.

Al-Tirmidzî menilai hadis ini hasan sahîh, 245 al-Hâkim menilainya sahîh sesuai dengan syarat yang dimiliki al-Bukhârî dan Muslim, 246 dan al-Albânî

239 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Lisân al-Mîzân, vol. VI, hal. 124 240 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 74 241

Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Birr wa al-Silah ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî Mu’âsyarah al-Nâs , vol. IV, hal. 355

242 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 121 243 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 153 244

Al-Suyûtî, ’Abdurrahmân bin Abû Bakar, al-Jâmi’ al-Sagîr Min Ahâdîts al-Basyîr al-Nadzîr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2006), cet. I, vol. I, hal. 158

Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Birr wa al-Silah ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî Mu’âsyarah al-Nâs , vol. IV, hal. 355

menilainya hasan. 247 Al-Munâwî menyatakan bahwa sanad yang melewati Abû Dzarr kualitasnya sahîh, sementara yang melewati Mu’âdz kualitasnya hasan, dan

yang melewati Anas kualitasnya da’îf. Al-Suyûtî menyebut banyak jalur periwayatan, yang diindikasikan sebagai penolakan atas pendapat yang menilai

lemah hadis ini. 248 Perawi hadis ini (sanad al-Tirmidzî):

a. Muhammad bin Basysyâr bin ’Utsmân al-’Abdî, sosok yang diterima periwayatannya oleh al-Sittah. 249

b. ’Abdurrahmân bin Mahdî bin Hisân al-’Anbarî, sosok yang diterima periwayatannya oleh al-Sittah. 250

c. Sufyân bin Sa’îd bin Masrûq al-Tsawrî, sosok yang diterima periwayatannya oleh al-Sittah, 251 dan merupakan perawi mudallis

golongan II. 252

d. Habîb bin Abû Tsâbit Qays al-Asadî, sosok yang diterima periwayatannya

oleh al-Sittah, 254 dan merupakan perawi mudallis golongan III.

e. Maymûn bin Abû Syabîb al-Rib’î dinilai oleh Ibn Hajar sebagai perawi sadûq yang banyak memursalkan hadis. 255

Dua perawi, yaitu Sufyân al-Tsaurî dan Habîb bin Abû Tsâbit menggunakan ungkapan ’an yang mengidikasikan adanya keterputusan sanad.

246 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 121 247 Al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan al-Tirmidzî, vol. IV, hal. 487 248

Al-Mûnâwi, ‘Abd al-Raûf, Fayd al-Qadîr Syarh al-Jâmi’ al-Sagîr Min Ahâdîts al-Basyîr al- Nadzîr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2006), cet. I, vol. I, hal. 158

Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IX, hal. 61 250 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VI, hal. 250

251 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 99 252 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawsûfîn Bi

al-Tadlîs), hal. 21 253 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. II, hal. 156

254 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawsûfîn Bi al-Tadlîs), hal. 27

255 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 556

20. Hadis ”Orang Mukmin Bagaikan Bangunan”

Di dalam Tafsir disebutkan hadis populer tentang kesatuan dan ukhuwah umat Islam. Tafsir menyebutkan matan dan mukharrijnya tanpa menerangkan perawi sahabatnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 258 dan Muslim dari Abû Mûsâ al-Asy’arî. Redaksi matan yang digunakan adalah riwayat Muslim.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya.

21. Hadis “Keutamaan Shalat Berjamaah”

Terkait keutamaan shalat berjamaah, ada riwayat yang menyatakan bahwa shalat berjamaah lebih utama dari pada shalat sendirian dengan selisih derajat sebanyak 25, dan ada juga riwayat yang menjelaskan bahwa selisih itu adalah 27. Dalam Tafsir ditemukan riwayat yang 27 derajat,

256 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 84 257 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Salâh Bab Tasybîk al-Asâbî’ Fî al-Masjid wa Gayrihî,

vol. I, hal. 182

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb Bab Târahum al-Mu`minîn wa Ta’âtufihim wa Ta’âdudihim, vol. IV, hal. 1999

259 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 84

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 261 dan Muslim dari Ibn ‘Umar. Redaksi matan yang digunakan adalah riwayat Muslim.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh berdasarkan fakta bahwa al-Bukharî dan Muslim meriwayatkannya.

22. Hadis “Orang Yahudi Menasihati Keluarganya”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan sebuah riwayat terkait sabab nuzûl ayat 44 surah al-Baqarah, tanpa diterangkan redaksi matan itu (dalam bahasa Arab) dan mukharrijnya. Berikut adalah terjemahan matan tersebut:

”Latar belakang ayat ini menurut Ibnu ’Abbâs adalah di antara orang- orang Yahudi di Medinah ada yang memberi nasihat kepada keluarga dan kerabat

dekatnya yang sudah masuk Islam supaya tetap memeluk agama Islam.” 262

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Aymân Sâlih Sya’bân menyatakan bahwa hadis ini hanya diriwayatkan

oleh al-Wâhidî (infarad bihî al-Wâhidî). 263

260 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Adzân Bab Fadl Salâh al-Jamâ’ah, vol. I, hal. 231 261 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bab Fadl Salâh al-Jamâ’ah wa

Bayân al-Tasydîd Fî al-Takhalluf ’Anhâ , vol. I, hal. 450

Tafsir Depag RI, vol. I, hal 84

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai da’îf riwayat ini berdasarkan fakta bahwa jalur periwayatannya hanya ada satu. Sementara dalam jalur itu ada perawi yang da’îf, yaitu ‘Abd al-Ganiy bin Sa’îd al-Tsaqafî, seorang perawi yang da’îf sekali (wâh

jiddan 265 ). Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Ibn Yûnus menilainya da’îf. 266 Ibn Hajar menyatakan bahwa penilaian Ibn Yûnus lebih tepat karena Ibn Yûnus lebih mengenalnya. 267

23. Hadis “Rasulullah Shalat Ketika Hatinya Resah”

Rasulullah menjadikan shalat sebagai media untuk menenteramkan

hatinya. Hal ini ditemukan dalam matan hadis yang dikutip oleh Tafsir, yaitu:

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal 270 dan Abû Dâwud dari Hudzaifah bin al-Yamân.

Kualitas hadis: Hasan Penulis menilai hasan hadis ini berdasarkan kajian atas dua perawi yang ada dalam sanadnya, yaitu ’Ikrimah dan Muhammad bin ’Abdillah, yang dinilai sadûq oleh para ulama. Penilaian penulis ini juga bersesuaian dengan Abû Dâwud yang tidak mengomentari hadis di mana itu artinya dirinya menilai sâlih

(hasan). 271

Aymân Sâlih Sya’bân, “tahqîq” dalam ‘Alî bin Ahmad bin Muhammad bin ’Alî al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, (Cairo: Dâr al-Hadîts, 1998), cet. IV, hal. 27

Aymân Sâlih Sya’bân, “tahqîq” dalam ‘Alî bin Ahmad bin Muhammad bin ’Alî al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, hal. 27

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 424

Al-Dzahabî, al-Mugnî Fî al-Du’afâ, vol. II, hal 401

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Lisân al-Mîzân, vol. IV, hal. 45

Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 86

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 388

Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Salâh Bab Waqt Qiyâm al-Nabiy Min al-Layl, vol. II, hal 35

Abû Dâwud al-Sijistânî, Risâlah Abî Dâwud lî Ahl Makkah, hal. 27

Perawi hadis ini (sanad Ahmad):

a. Ismâ’îl bin ’Umar al-Wâsitî, Ahmad bin Hanbal menilainya sadûq, 272 Ibn Hajar menilainya tsiqah, 273 dan Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-

Tsiqât 275 . Fakta bahwa Muslim menerima periwayatan dari Ismâ’îl, menyatakan bahwa ia tsiqah.

b. Khalaf bin al-Walîd al-Jawharî al-’Atkî, Yahyâ bin Ma’în menilainya tsiqah, demikian juga Abû Zur’ah dan Ahmad bin Hanbal. 276 Ibn Hibbân

menyebutnya dalam al-Tsiqât. 277 Ia bersama Ismâ’îl bin ’Umar menerima periwayatan ini dari Yahyâ bin Zakariyyâ.

c. Yahyâ bin Zakariyyâ bin Zâidah al-Hamdânî, sosok yang diterima

periwayatannya oleh al-Sittah.

d. ’Ikrimah bin ’Ammâr al-Basrî, Yahyâ bin Sa’îd menda’îfkannya, Ahmad bin Hanbal menyebutnya perawi yang idtirâb. Ibn Hajar 279 dan Yahyâ bin

Ma’în menilainya sadûq. 281 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât.

e. Muhammad bin ’Abdillah al-Dualî. Al-Dzahabî dan al-Mizzî tidak

memberikan penilaian. 283 Ibn Hajar menilainya sadûq.

f. ’Abd al-’Azîz (saudara Hudzayfah) bin al-Yamân al-’Absî. Sebagian orang memasukkannya dalam golongan sahabat 284 . Ibn Hibbân

menyebutnya dalam al-Tsiqât. 285

Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. II, hal. 189

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 109

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 94

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. III, hal. 154

Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wâ al-Ta’dîl, vol. III, hal. 371

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 227

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. XI, hal. 183

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 396

Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VII, hal. 10

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. V, hal. 233

Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vo. VI, hal. 203

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 489

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 360

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. V, hal. 124

24. Hadis ”Kesejukan Mata Dalam Shalat”

Di dalam Tafsir ditemukan matan hadis yang diasosiasikan kepada Rasulullah, yang isinya menjelaskan bahwa shalat adalah perbuatan yang menyenangkan dan menenteramkan hati beliau. Selain matan hadis, disebutkan juga mukharrij tanpa diterangkan kualitasnya. Berikut adalah matan tersebut:

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, 288 al-Nasâî, dan al- Hâkim. 289

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan kajian atas sanad-sanad hadis, dan dengan mempertimbangkan panilaian yang telah diberikan oleh ulama.

Al-Hâkim menilai hadis ini sahîh sesuai syarat yang dimiliki Muslim. 290

Ibn Hajar, 293 al-Mubârakfûrî , dan al-Albânî juga menilainya sahîh, sementara al-Syawkânî menilai hasan sanad yang dimiliki al-Nasâî. 294

Perawi hadis ini (sanad al-Nasâî):

a. ’Alî bin Muslim bin Sa’îd al-Tûsî, dinilai tsiqah oleh Ibn Hajar, 295 dan fakta bahwa al-Bukhârî menerima periwayatan darinya menyatakan bahwa

ia tsiqah. 296

Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 86

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. III, hal. 285

Al-Nasâî, Sunan al-Nasâî, Kitab ‘Usyrah al-Nisâ` Bab Hubb al-Nisâ`, vol. VII, hal. 61

Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 174

Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 174

Ibn Hajar al-‘Asqalâni, Fath al-Bârî, vol. III, hal. 15, dan vol. XI, hal. 345

Muhammad ’Abd al-Rahmân bin ’Abd al-Rahîm al-Mubârakfûrî, Tuhfah al-Ahwadzî, (Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah), tth., vol. II, hal. 382

293 Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan al-Nasâî, (Iskandariyah: Markaz Nûr al-Islâm Li Abhâts al-Qurân wa al-Sunnah), tth.

Al-Syawkânî, Nayl al-Awtâr, vol. VI, hal. 226

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 405

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. XXI, hal. 132

b. Sayyâr bin Hâtim Abû Salamah al-’Anzî, dinilai sâlih al-Hadîts oleh al-

Dzahabî, 298 sementara Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât.

c. Ja’far bin Sulaymân al-Dab’î perawi yang cenderung syi’ah (yatasyayya’) dan tidak menarik perhatian ’Abdurrahmân bin Mahdî untuk meriwayatkan hadis darinya (lâ yansyat lî Hadîtsihî), Ibn Sinân juga merasa berat hati (astatsqil) untuk menerima periwayatannya. Ibn Ma’în

menilainya tsiqah. 299 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât dan membenarkan bahwa Ja’far adalah penganut syi’ah. Menurut Ibn Hibbân,

seseorang yang memiliki faham bid’ah, namun tidak mengkampanyekan- nya, maka periwayatannya sah (jâiz). 300 Yahyâ bin Sa’îd menda’ifkannya

dan enggan menulis hadis darinya. 302 Ibn Hajar menilainya sadûq.

d. Tsâbit bin Aslam al-Bunânî. Al-Dzahabî menilainya tsiqah, dan menganggap salah Ibn ’Addîy karena telah menyebutnya dalam al-Kâmil

(kitab yang menyebut perawi-perawi da’îf). 303 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 304 Fakta bahwa periwayatan Tsâbit diterima oleh al- Sittah 305 menyatakan bahwa ia tsiqah.

Sanad ini dikuatkan oleh jalur yang dimiliki oleh Ahmad bin Hanbal (dari ’Affân bin Muslim bin ’Abdillâh, dari Abû al-Mundzir Sallâm bin Sulaymân, dari Tsâbit bin Aslam al-Bunânî).

25. Hadis ”Rukun Iman”

Di dalam Tafsir disebutkan potongan hadis yang populer di kalangan masyarakat. Penyebutan hadis secara tidak lengkap diperbolehkan selama substansinya utuh. Tafsir menyebutkan matan, mukharrij, dan perawi sahabatnya,

Al-Dzahabî, al-Mugnî Fî al-Du’afâ`, vol. I, hal. 291

Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 298 299 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. II, hal. 481

300 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VI, hal. 140 301 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. II, hal. 136 302 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 140 303 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. II, hal. 81 304 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IV, hal. 89 305 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. II, hal. 3

Takhrîj hadis: Hadis ini sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Muslim

dari ’Umar bin al-Khattâb. 307

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

26. Hadis” Penyembelihan Sapi”

Di dalam Tafsir disebutkan hadis tentang penyembelihan sapi yang menjadi sabab nuzul ayat 67-72 surah al-Baqarah. Penyebutan tersebut berupa terjemahan matan hadis dan mukharrijnya tanpa penjelasan kualitasnya. Berikut terjemahan matan tersebut:

”Dalam suatu hadis disebutkan, ”Kalau sekiranya mereka langsung menyembelih saja seekor sapi betina di kala mereka menerima perintah, cukuplah sudah. Tetapi mereka mengajukan pertanyaan yang memberatkan mereka sendiri,

maka Allah pun memberatkannya.” (Riwayat Ibnu Jarîr dari Ibn ’Abbâs). 308 Penulis melakukan penelusuran terhadap hadis yang selaras dengan

ungkapan di atas. Berikut riwayat yang selaras dengan terjemahan matan di atas:

306 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 108 307 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab Bayân al-Îmân wa al-Islâm wa al-Ihsân, vol. I, hal.

37 308 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 115

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Tabarî 309 .

Kualitas hadis: Da’îf Penulis memberikan penilaian da’îf berdasarkan kajian atas sanad hadisnya. Perawi hadis ini:

a. Al-Mutsannâ

b. Âdam bin Fâyd, disebutkan oleh al-Dzahabî dalam al-Du’afâ` dan 310 dinyatakan sebagai perawi yang tidak dikenal (majhûl).

c. ’Isâ bin Mâhân Abû Ja’far al-Râzî dinilai tsiqah oleh Yahyâ bin Ma’în dan ’Alî al-Madînî. Ahmad bin Hanbal dan al-Nasâî menilainya laysa bi al- qawiy . Abu Zur’ah menganggapnya perawi yang benyak keliru (yuhimm

katsîran 311 ). ’Amr bin ’Alî menda’îfkannya, dan al-Sâjî menilainya sadûq. Al-Dzahabî menilainya sebagai perawi yang seringkali secara sendirian

meriwayatkan manâkîr (riwayat yang mungkar/sangat da’îf) dari ulama yang masyhur. 312 Ibn Hajar menilainya seorang sadûq yang buruk

hafalannya. 313

d. Al-Rabî’ bin Anas al-Bakrî, murid dari Rafî’ Abû al-’Âliyah dan guru dari Abû Ja’far al-Râzî. Al-’Ijlî dan Abû Hâtim menilainya sadûq, al-Nasâî

menilainya laysa bihî ba`s. 315 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Yahyâ bin Ma’în menyatakan bahwa al-Rabî’ memiliki faham syi’ah. Ibn

Hajar menjelaskan bahwa al-Arba’ah (Abû Dâwud, al-Tirmidzî, al-Nasâî, dan Ibn Mâjah) menerima periwayatannya, di waktu yang sama orang- orang meninggalkan periwayatan dari al-Rabî’ yang melalui oleh Abû

309 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. II, hal. 205 310 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. VIII, hal. 46

Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî, Siyar A’lâm al-Nubalâ`, (Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1413 H), cet. IX, vol. VII, hal. 346-347 312 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fî al-Du’afâ`, vol. II, hal. 777 313 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 629 314 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. IX, hal. 60-61 315 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VI, hal. 300

Ja’far karena banyak mengandung idtirâb (ketidakcermatan). 316 Ibn Hajar sendiri menilai al-Rabî’ sebagai perawi sadûq. 317

e. Abû al-’Aliyah Râfi’ bin Mahrân al-Basrî al-Riyâhî murid dari Ibn ’Abbâs dan guru bagi al-Rabî’ bin Anas. Yahyâ bin Ma’în dan Abû Zur’ah

menilainya tsiqah. 319 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Dan fakta bahwa al-Sittah menerima periwayatan darinya menyatakan bahwa

ia tsiqah. 320

27. Hadis”Korban Bersaksi Atas Kematiannya”

Masih menjelaskan kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Nabi

Musa, yang kemudian dilakukan pembuktian melalui media sapi, dalam Tafsir ditemukan riwayat yang masuk dalam kategori sabab nuzul. Riwayat tersebut berupa terjemahan matan, tanpa keterangan siapa mukharrijnya dan kualitas riwayatnya. Berikut adalah kutipan yang disebutkan Tafsir:

”Diriwayatkan bahwa ketika Bani Israil memukul orang yang terbunuh itu, maka dengan izin Allah berdirilah dia. Urat-urat lehernya mengucurkan darah seraya berkata, ”Saya dibunuh oleh si Anu dan si Anu.” kedua pembunuh itu adalah anak paman orang yang dibunuh. Kemudian dia pun mati kembali. Maka

kedua pembunuh tersebut ditangkap dan dibunuh”. 321

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

316 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. III, hal. 207 317 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 205 318 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. III, hal. 510 319 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IV, hal. 239 320 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. XII, hal. 160 321 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 116

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Katsîr. 322

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan kajian atas sanadnya. Perawi hadis ini:

a. Ahmad bin Sinân bin Asad Abû Ja’far al-Wâsitî, murid dari ’Affân bin Muslim. Al-Nasâî menilainya tsiqah, Abû Hâtim menilainya tsiqah

sadûq. 324 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât.

b. ’Affân bin Muslim Abû ’Utsmân al-Saffâr. Yahyâ al-Qattân menyatakan

bahwa selama ia bersesuaian dengan ’Affân, maka tidak mengapa jika ada orang lain yang berbeda dengannya. Ibn ’Addiy menyebutnya dalam al- Kâmil , dan ini adalah sebuah hal yang menyakitinya. Ibn al-Jawzî tidak menyebutnya dalam kumpulan perawi da’îf. Ibn ’Addiy mengutip ucapan Sulaymân bin Harb yang manyatakan bahwa ’Affân adalah perawi yang buruk hafalan, dan lambat dalam memahami sesuatu. Namun al-Dzahabî menolak penilaian ini, dan menyatakan bahwa ’Affân memiliki intelektualitas sama seperti Sulaymân, atau bahkan lebih hebat. Dan

penilaian seseorang terhadap sejawatnya perlu dikaji secara mendalam 325 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 326 Dan fakta bahwa al-Sittah menerima periwayatan dari ’Affân 327 menyatakan bahwa ia tsiqah.

c. ’Abd al-Wâhid bin Ziyâd al-Basrî, murid dari al-A’masy dan guru dari ’Affân. Yahyâ bin Ma’în dan Abû Zur’ah menilainya tsiqah. 328 Ibn Hibbân

322 Ismâ’îl bin Umar bin Katsîr al-Dimasyqî, Tafsîr Ibn Katsîr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1401 H), vol.. I, hal. 113

323 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. I, hal. 322-323 324 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 33 325 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. V, hal. 102 326 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 522 327 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VII, hal. 205 328 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IVI, hal. 20; Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. XVII,

hal. 452

menyebutnya dalam al-Tsiqât. 329 Dan fakta bahwa al-Sittah menerima periwayatan dari ’Abd al-Wâhid 330 menyatakan bahwa ia tsiqah.

d. Al-A’masy Sulaymân bin Mahrân al-Asadî, dinilai tsiqah oleh Yahyâ bin Ma’în, 331 dan fakta bahwa al-Sittah menerima periwayatan dari al-

A’masy 332 menyatakan bahwa ia tsiqah.

e. Al-Minhâl bin ‘Amr al-Kûfî murid dari Sa’îd bin Jubayr, dinilai tsiqah oleh Ibn Ma’în dan al-’Ijlî, dan dida’îfkan al-Jawjazânî dan Ibn Hazm. 333

Fakta bahwa a-Minhâl diterima periwayatannya oleh al-Bukhârî, 334 menyatakan bahwa ia tsiqah. Ibn Hajar menilainya sadûq yang dicurigai

melakukan kekeliruan (wahm). 335

f. Sa’îd bin Jubayr bin Hisyâm al-Kûfî murid dari Ibn ’Abbâs dan guru dari

al-Minhâl. 337 Sa’îd adalah seorang perawi yang diterima oleh al-Sittah.

28. Hadis ”Berimanlah Kemudian Istiqamahlah”

Di dalam Tafsir dikutip matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Muslim

dari Sufyân bin ’Abdullâh. 339

329 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 123 330 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VI, hal. 385 331 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IV, hal. 146 332 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 195 333 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. VI, hal. 527 334 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. X, hal. 238 335 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 547 336 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. X, hal. 358-360 337 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 11 338 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 123

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan fakta bahwa periwayatannya terdapat dalam Sahîh Muslim.

29. Hadis ”Pahala Orang Yang Merawat Janda”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis ini beserta mukharrij dan perawi sahabatnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini sebagaimana dinyatakan oleh Tafsir, diriwayatkan oleh Muslim

dari Abû Hurayrah. 342 Al-Bukhârî juga meriwayatkannya dari Abû Hurayrah.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh terhadap hadis ini berdasarkan fakta bahwa periwayatannya terdapat dalam Sahîh al-Bukhârî dan Sahîh Muslim

30. Hadis ”Kisah Yahudi dan Musyrik di Madinah”

Di dalam Tafsir disebutkan riwayat sabab nuzûl ayat 89 surah al-Baqarah dengan menyebutkan terjemah matannya, mukharrij dan perawi sahabatnya, tanpa diberi keterangan kualitasnya. Terjemahan matan itu adalah:

”Diriwayatkan oleh Ibn Jarîr dari Qatâdah al-Ansârî dari orang tua-tua dari kalangan Ansar mereka berkata, ”Kisah yang tersebut dalam ayat ini adalah mengenai kami dan orang-orang Yahudi Medinah. Kami dahulu pernah menjalankan agama mereka pada masa jahiliah, sedang waktu itu kami masih musyrik dan mereka ahli kitab. Mereka mengatakan bahwa seorang nabi yang akan diutus telah dekat masanya, kami akan mengikutinya. Bersama-sama nabi itu kami akan membinasakan kamu seperti Allah membinasakan kaum ’Âd dan Iram.

339 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab Jâmi’ Awsâf al-Îmân, vol. I, hal. 65 340 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 127 341 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Zuhd wa al-Raqâiq Bab al-Ihsân Ilâ al-Armalah wa al-Miskîn

wa al-Yatîm, vol. IV, hal. 2286 342 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Nafaqât Bab Fadl al-Nafaqah ’Alâ al-Ahl, vol. V, hal.

Tetapi setelah Rasulullah saw diutus, kami mengikutinya, sedang orang-orang Yahudi itu mengingkarinya.” 343

Penulis mendapati hadis yang selaras dengan ungkapan di atas, yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Tabarî 344 . Ibn Katsîr juga meriwayatkan hadis ini dalam Tafsirnya.

Kualitas hadis: Hasan Penilaian hasan atas riwayat ini berdasarkan kajian atas sanadnya. Berikut kajian perawi yang ada dalam sanadnya:

a. Muhammad bin Ishâq Yasâr al-Madanî murid dari ’Âsim bin ’Umar dan guru dari Salamah bin al-Fadl. 345 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-

Tsiqât. 346 Sulaymân al-Taymî, Yahyâ bin Sa’îd al-Qattân, Wuhayb bin Khâlid, Mâlik bin Anas, Hisyâm bin ’Urwah menilainya sebagai

pendusta. 347 Seakan membelanya, Ahmad bin Hanbal memberikan ”alibi” yang menegasikan tuduhan sebagai pendusta yang disasarkan kepada Ibn

Ishâq, dan ia sendiri menilai Ibn Ishâq sebagai hasan al-Hadîts, ’Âlî al-

343 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 134 344 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. II, hal. 333 345 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. XXIV, hal. 407-410 346 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 380 347 Ibn al-Jawzî, al-Du’afâ wa al-Matrûkîn Li Ibn al-Jawzî, vol. III, hal. 41

Madînî justru menilai sahîh Hadîts-hadîts yang diriwayatkan oleh Ibn Ishâq. Al-Nasâî menyatakan Ibn Ishâq laysa bi al-qawiy (lemah), dan al- Dâruqutnî menganggap Ibn Ishâq tidak bisa dijadikan hujjah. Yang menarik adalah bahwa Syu’bah menjuluki Ibn Ishâq sebagai perawi sadûq bahkan seorang amîr al-mu`minîn fî al-Hadîts. Beberapa pakar menuduhnya qadariyah dan mu’tazilah, namun al-Dzahabî menampik

tuduhan itu. 348 Ibn Hajar menilainya sebagai sosok yang sadûq dan dituduh memiliki faham syi’ah dan qadariyah. 349 Ia adalah perawi mudallis

golongan keempat yang sering melakukan tadlîs dari perawi da’îf dan majhûl (tidak dikenal). 350

Dalam sanad al-Tabarî dinyatakan bahwa Ibn Ishâq meriwayatkannya dari ’Âsim dengan menggunakan ungkapan ’an. Hal ini mengindikasikan adanya keterputusan sanad akibat mu’an’an.

b. ’Âsim bin ’Umar bin Qatâdah bin al-Nu’mân al-Zafrî guru dari Ibn Ishâq dinilai tsiqah oleh Yahyâ bin Ma’în dan Abû Zur’ah. 351 ’Abd al-Haqq

mengklaim ada banyak ulama yang menda’îfkannya, namun Yahyâ bin al- Qattân menampiknya seraya menegaskan bahwa tidak ada seorangpun

yang menilai da’îf terhadap Âsim. 352 Fakta bahwa al-Sittah menerima periwayatan dari ’Âsim menyatakan bahwa ia tsiqah. 353

31. Hadis ”Permusuhan Yahudi Kepada Jibril”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan sabab nuzûl ayat, tanpa keterangan mukharrij, perawi sahabatnya, dan kualitas periwayatannya, yaitu: ”Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang permusuhan orang-

orang Yahudi pada Jibril, dapat diikuti sebuah riwayat yang mengisahkan sebab turunnya ayat ini, yaitu sebagai berikut: Bahwasanya salah seorang cendekiawan

348 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. VI, hal. 57 349 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 467 350 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mausûfîn Bi

al-Tadlîs), hal.38 Golongan keempat adalah perawi yang disepakati bahwa periwayatannya tidak bisa dijadikan hujjah, kecuali jika ia benar-benar mendengar hadis itu

351 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VI, hal. 346 352 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl fî Naqd al-Rijâl, vol. IV, hal. 10 353 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. V, hal. 47

mereka bernama Abdullah bin Sariya bertanya kepada Nabi Muhammad saw tentang malaikat yang membawa wahyu. Kemudian Nabi Muhammad saw bersabda, ’Malaikat itu adalah Jibril’. Kemudian Ibnu Sariya itu berkata, ’Ia musuh orang-orang Yahudi, karena ia telah mengancam orang-orang Yahudi dengan ancaman menghancurkan Baitulmakdis.’ Kemudian apa yang diancamkan

itu terjadi.” 354

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas, berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, adalah:

Takhrîj hadis: 355 Al-Wâhidî meriwayatkan hadis ini tanpa sanad. Al-Bukhâri memiliki

riwayat yang menyatakan bahwa Yahudi menganggap Jibril sebagai musuh, yang

354 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 142 355 Al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, hal. 33

menjadi sabab nuzûl (latar belakang turunnya) ayat ini. 356 Namun redaksi yang dimiliki al-Bukhâri berbeda dengan sanad al-Wâhidî. Kesamaan matan yang

dimiliki al-Bukhârî dengan al-Wâhidî hanya terletak pada adanya ucapan Yahudi bahwa Jibril adalah musuh mereka, dan bahwa ucapan ini menjadi latar belakang turunnya ayat 97 surah al-Baqarah.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan periwayatan dengan sanad al-Bukhârî.

32. Hadis ”Diskusi ’Umar Dengan Yahudi Tentang Jibril”

Di dalam Tafsir ditemukan riwayat sabab nuzûl berupa terjemahan matannya saja, tanpa keterangan pendukung lainnya. Berikut riwayat tersebut: ”Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa ’Umar bin al-Khattâb masuk

ke madrasah-madrasah mereka. Kemudian Umar menyebutkan Jibril. Merekapun berkata, ”Itu adalah musuh kami. Ia telah memberitahukan kepada Muhammad tentang rahasia kami. Ia betul-betul membuat malapetaka dan kehancuran, sedang Malaikat Mikail adalah malaikat yang mendatangkan rahmat, yang menurunkan

hujan dan menimbulkan kemakmuran.” 357

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas, berdasarkan penelusuran penulis, adalah:

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Tafsîr al-Qurân Bab Man Kân ’Aduwwan Li Jibrîl, vol. IV, hal. 1628

357 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 142

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan al-Wâhidî dalam Asbâb al-Nuzûl. 358

Kualitas hadis: Da’îf Aymân Sâlih menilai hadis ini sahîh, dengan keterangan bahwa al-Sya’bî

359 tidak pernah bertemu ’Umar. Al-Sya’bi, menurut satu riwayat, dilahirkan pada tahun keenam kekhalifahan ’Umar bin al-Khattâb. 360 Keterputusan sanad ini yang

menda’îfkan hadis ini karena bisa jadi perawi yang hilang berasal dari golongan tabi’in, dan perawi tabi’in tidak dijamin ketsiqahannya sebagaimana jaminan ketsiqahan yang diberikan kepada para sahabat.

Perawi hadis ini: Abû Bakr al-Asfahânî, dari Abû al-Syaykh al-Hâfiz, dari Abû Yahyâ al-Râzî, dari Sahl bin Utsmân, dari ’Alî (bin) Mushir, dari Dâwud, dari al-Sya’bî (’Âmir bin Syurâhibîl).

Sahl bin Utsmân al-’Askarî Abû Mas’ûd, adalah perawi yang diterima

oleh Muslim, 362 dan disebut oleh Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât. Ibn Hajar memasukkannya dalam kelompok para hâfiz. 363 Sementara ’Alî bin Mushir Abû

al-Hasan al-Qurasyî adalah perawi yang diterima periwayatannya oleh al- Sittah. 364 Kemudian Dâwud bin Abû Hind adalah perawi yang dinilai tsiqah oleh

Yahyâ bin Ma’în. 365 Ibn Hajar menilainya tsiqah mutqin yang memiliki wahm di usia senjanya. 366

358 Al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, cet. IV, hal. 32

Aymân Sâlih Sya’bân, “tahqîq” dalam ‘Alî bin Ahmad bin Muhammad bin ’Alî al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, hal. 32 360 Al-Dzahabî, Siyar A’lâm al-Nubalâ`, vol. IV, hal. 295 361 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 224 362 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 292 363 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 258 364 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VII, hal. 335 365 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. III, hal. 411 366 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 200

33. Hadis ”Hasad Yang Diperbolehkan”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan hadis terkait kebolehan berhasad atau dengki, beserta mukharrijnya. Berikut adalah terjemahan tersebut: ”Hasad diharamkan dalam Islam kecuali pada dua hal yang disabdakan

oleh Rasulullah saw, yakni tidak boleh hasad kecuali pada dua perkara, yaitu pertama seseorang yang diberikan Allah harta kemudian dihabiskannya harta tersebut di jalan yang benar; kedua seseorang yang diberikan ilmu kemudian dia kerjakan dan mengajarkannya kepada manusa (diriwayatkan oleh al-Bukhârî,

Muslim dan Ibn Mâjah).” 367

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas, yang penulis dapati, adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan al-

Bukhârî 369 dan Muslim dari Ibn Mas’ûd.

Kualitas hadis: Sahîh Kesahîhan hadis ini berdasarkan fakta bahwa periwayatannya terdapat dalam al-Sahîhayn.

34. Hadis ”Shalat Tidak Menghadap Kiblat”

Di dalam Tafsir disebutkan, ”Sebab turunnya ayat ini ialah seperti diriwayatkan oleh Jabir sebagai

berikut: ”Kami telah diutus oleh Rasulullah saw dalam suatu peperangan dan aku termasuk dalam pasukan itu. Ketika kami berada di tengah perjalanan, kegelapan mencekam kami, sehingga kami tidak mengetahui arah kiblat.” Segolongan di antara kami berkata, ”Kami telah mengetahui arah kiblat, yaitu ke sana, ke arah utara. Maka mereka salat dan membuat garis di tanah. Sebagian kami berkata,

367 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 156 368 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-’Ilm Bab al-Igtibât Fî al-’Ilm wa al-Hikmah, vol. I, hal.

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Salâh al-Musafirîn wa Qasruhâ Bab Fadl Man Yaqûm Bi al- Qurân wa Yu’allimuhû wa Fadl Man Ta’allam Hikmah, vol. I, hal. 559

”Arah kiblat ke sana ke arah selatan.” Dan mereka membuat garis di tanah. Tatkala hari subuh dan matahari pun terbit, garis itu mengarah ke arah yang bukan arah kiblat. Tatkala kami kembali dari perjalanan dan kami tanyakan kepada Rasulullah saw tentang peristiwa itu, maka Nabi saw diam dan turunlah ayat

ini.” 370 Penulis mendapati riwayat hadis yang selaras dengan ungkapan di atas, yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Wâhidî dalam Asbâb al-Nuzûl. 371

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai da’îf hadis ini dengan berdasarkan kajian atas sanadnya, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang telah diberikan oleh ulama.

Al-Zayla’î menyatakan bahwa seluruh sanad yang hadis ini kualitasnya tidak ada yang sahîh. Hadis Jâbir ini sendiri memiliki tiga jalur periwayatan. Pertama yang diriwayatkan oleh al-Hâkim dari Muhammad bin Sâlim, dari ’Atâ bin Abû Rabâh. Muhammad bin Sâlim al-Garmâ` ini dinilai wâh (sangat da’îf) oleh al-Dzahabî. Kedua riwayat yang dimiliki al-Dâruqutnî dan al-Bayhaqî dari Ahmad bin ’Ubaydillâh bin Hasan al-’Anbarî yang meriwayatkan hadis ini berdasarkan catatan milik bapaknya (wijâdah), dari ’Abd al-Malik al-’Arzamî, dari ’Atâ bin Abû Râbah. Jalur kedua ini yang dimiliki oleh al-Wâhidî. ’Illah atau

370 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 165 371 Al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, hal. 38

cacat yang ada pada jalur kedua ini adalah keterputusan (inqitâ’) yang ada antara Ahmad bin ’Ubaydillâh dengan bapaknya dan ketiadaan keterangan (al-jahl) terkait biografi dan kualitas Ahmad ini. Ketiga riwayat dari Muhammad bin ’Ubaydillâh al-’Arzamî dari ’Atâ. Muhammad bin ’Ubaydillâh ini dinilai da’îf

oleh banyak ulama. 372

35. Hadis”Umar Mencium Hajar Aswad”

Terkait dengan penafsiran ayat 124-129 surah al-Baqarah, dalam Tafsir dikisahkan cerita pembangunan Ka’bah dan kutipan hadis yang menerangkan sikap ’Umar terhadap Hajar Aswad. Kutipan tersebut berupa matan hadis beserta

perawi sahabat dan mukharrijnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 375 dan Muslim dari ’Umar bin al-Khattâb.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîhayn.

36. Hadis ”Rasulullah Mencium Hajar Aswad”

Masih menyangkut masalah Hajar Aswad, dalam Tafsir ditemukan riwayat yang dinisbatkan kepada Rasulullah dan sahabat-sahabatnya terkait tradisi

372 'Abdullâh bin Yûsuf al-Zayla’î, Nasb al-Râyah Fî Takhrîj Ahâdîts al-Hidâyah, (Mesir: Dâr al- Hadîts, 1357 H), vol. I, hal. 304-305

373 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 184 374 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Hajj Bab Mâ Dzukir Fî al-Hajar al-Aswad, vol. II, hal.

579 375 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Hajj Bab Istihbâb Taqbîl al-Hajar al-Aswad Fî al-Tawâf, vol.

II, hal. 925

mencium batu tersebut. Penyebutan dilakukan pada substansi matannya beserta mukharrijnya. Berikut riwayat tersebut:

”Menurut Riwayat ad-Dâraqutni, Rasulullah saw pernah menyatakan sebelum mencium Hajar Aswad bahwa itu adalah batu biasa. Demikian pula

halnya Abu Bakar r.a., dan sahabat-sahabat yang lain. 376 Sependek pembacaan penulis, riwayat yang dimiliki al-Dâruqutnî terkait

mencium Hajar Aswad adalah:

Sementara riwayat yang lebih selaras dengan ungkapan Tafsir di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis terkait ’Umar yang mencium Hajar Aswad karena mengikuti Rasulullâh yang mencium Hajar Aswad saat thawaf diriwayatkan juga oleh al-

Bukhârî 380 dan Muslim. Riwayat al-Tirmidzî menyatakan bahwa sunnah mencium Hajar Aswad ini juga diriwayatkan dari Abû Bakar.

Kualitas hadis: Sahîh

376 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 184 377 Al-Dâruqutnî, Sunan al-Dâruqutnî, vol. II, hal 290 378 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Hajj ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî Taqbîl al-Hajar,

vol. III, hal. 214 379 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Hajj Bab Mâ Dzukir Fî al-Hajar al-Aswad, vol. II, hal.

579 380 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Hajj Bab Istihbâb Taqbîl al-Hajar al-Aswad Fî al-Tawâf, vol.

II, hal. 295

Penilaian sahîh terhadap hadis ini berdasarkan pertimbangan keseluruhan jalur periwayatan yang memiliki substansi yang sama dengan makna yang dimaksud Tafsir.

37. Hadis ”Rasulullah Adalah Jawaban Atas Doa Nabi Ibrahim”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis terkait diutusnya Rasulullah sebagai bentuk jawaban atas doa Nabi Ibrahim. Matan ini disebutkan beserta mukharrijnya, tanpa menerangkan kualitasnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Ahmad dari Abû Umâmah. 382 Penulis juga mendapatkan periwayatan dari al- Hâkim, 383 dengan redaksi:

Kualitas hadis: Hasan Penilaian penulis berdasarkan kajian atas sanad-sanad hadis ini, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang telah diberikan ulama. Al-Haytsamî menilai sanad riwayat Ahmad kualitasnya hasan, dan

memiliki Syawâhid yang menguatkannya (tuqawwîhi). 384 Al-Hâkim menyatakan bahwa jika hadis disandarkan kepada sahabat, maka kualitas sanadnya sahîh. 385 Pendapat ini dikuatkan oleh al-Dzahabî. 386

381 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 186 382 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 262 383 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 656 384 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wâ Manba’ al-Fawâid, vol. VIII, hal. 222 385 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 656 386 Mustafâ ‘Abd al-Qâdir ‘Atâ, “Dirâsah wâ Tahqîq”, vol. I, hal. 357

Perawi hadis ini (riwayat Ahmad):

a. Abû al-Nadr Hâsyim bin al-Qâsim bin Muslim al-Laytsî, dinilai tsiqah ’Alî al-Madînî dan Yahyâ bin Ma’în, 387 Ibn Hibbân menyebutnya dalam

al-Tsiqât. 389 Fakta bahwa al-Sittah menerima periwayatan darinya, menyatakan bahwa ia adalah perawi tsiqah.

b. Farj bin Fadâlah bin al-Nu’mân al-Qadâ’î, adalah perawi yang tidak diterima periwayatannya oleh ’Abdurrahmân bin Mahdî. Yahyâ bin Ma’în

menilainya da’îf. 391 Ibn Hajar juga menilainya da’îf.

c. Luqmân bin ’Âmir al-Himsî dicatat Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât, 392 al- Dzahabî menilainya sadûq, dan Abû Hâtim menganggap Hadîts-hadîts

393 yang diriwayatkan oleh Luqmân layak ditulis (yuktab Hadîtsuhû).

Ibn Hajar menilainya sadûq. 394

Dengan mempertimbangkan adanya sanad lain sebagai mutâbi’ dan syâhid serta riwayat lain dengan substansi matan yang sama, kualitas sanad hadis ini dapat dikuatkan. Kemudian dengan menilik bahwa riwayat ini dinisbatkan kepada Rasulullah (marfû’), maka penilaian sahîh yang diberikan al-Hakim dan al- Dzahabî tidak berlaku.

38. Hadis ”Klaim Yahudi Terhadap Wasiat Ya’qûb”

Di dalam Tafsir disebutkan sabab nuzûl ayat 133 surah al-Baqarah berupa terjemahan matannya tanpa penjelasan lainnya, yaitu: ”Ayat ini diarahkan kepada orang Yahudi, ketika mereka bertanya kepada Rasulullah saw, ”Tidakkah engkau mengetahui bahwa Yakub di hari-hari menghadapi kematiannya mewasiatkan kepada putra-putranya agar memeluk

agama Yahudi? Maka turunlah ayat ini yang membantah ucapan mereka itu.” 395

387 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IX, hal. 105 388 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IX, hal. 243 389 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. XI, hal. 18 390 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VII, hal. 85 391 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 444 392 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. V, hal. 345 393 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. V, hal. 507 394 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 464 395 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 192

Berdasarkan penelusuran penulis, riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Tafsir menyebutkan dalam footnote (catatan kaki) bahwa riwayat ini ada dalam Asbâb al-Nuzûl karya al-Wâhidî. Namun sayangnya al-Wâhidî tidak

396 menyebutkan sanadnya.

Riwayat ini juga dikutip oleh al-Bagawî, 398 al-Alûsî, dan tafsir-tafsir klasik lainnya, yang kesemuanya tidak menyebutkan sanad bagi riwayat ini.

Kualitas hadis: Tawaqquf Penilaian atas kualitasnya ditangguhkan hingga didapati sanad riwayatnya.

39. Hadis ”Tentangan Yahudi Madinah Terhadap Islam”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan sabab nuzûl ayat 135 surah al- Baqarah beserta perawi sahabatnya tanpa keterangan akan kualitasnya, yaitu: ”Ibnu ’Abbâs berkata bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan

sikap pemuka-pemuka Yahudi di Medinah, yaitu Ka’ab bin Asyraf, Malik bin Saif, Abi Yasir bin Akhtab dan sikap pemuda Nasrani penduduk Najran. Sesungguhnya mereka telah menentang kaum Muslimin sehubungan dengan agama mereka. Tiap-tiap golongan dari mereka mendakwakan: Sesungguhnya golongan merekalah yang lebih berhak dengan agama Allah dari golongan lain. Maka berkata golongan Yahudi, ”Nabi kami Musa adalah nabi yang paling utama dan kitab kami Taurat adalah kitab yang paling utama yang melebihi Isa dan Injil serta Muhammad dan Al-Qur`an.” Berkata pula golongan Nasrani, ”Nabi kami Isa adalah nabi yang paling utama; kitab kami Injil adalah kitab yang paling utama. Agama kami adalah agama yang paling utama, melebihi Muhammad dan Al-

396 Al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, hal. 41 397 Abû Muhammad al-Husayn bin Mas’ûd al-Bagawî, Ma’âlim al-Tanzîl (Tafsîr al-Bagawî), (Dâr

Tayyibah Li al-Naysr wa al-Tawzî’, 1997), ttp., cet. IV, vol. I, hal. 154 398 Al-Alûsî, Syihâb al-Dîn Mahmûd bin ’Abdillâh al-Husaynî, Rûh al-Ma’ânî Fî Tafsîr al-Qurân

al-’Azîm wa al-Sab’ al-Matsânî, www.altafsir.com (dalam program al-Maktabah al-Syâmilah al-Isdâr al-Tsânî) ), vol. II, hal. 17

Qur`an.” tiap-tiap golongan itu berkata kepada orang-orang mukmin, ”Jadilah kamu sekalian pemeluk agama kami, dan tidak ada agama selain agama kami.” Mereka mengajak memasuki agama mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai

jawaban atas perkataan, pengakuan, dan ajakan mereka itu.” 399

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Riwayat ini dikutip oleh al-Wâhidî dalam Asbâb al-Nuzûl tanpa sanad. Aymân Sâlih Sya’bân menyatakan bahwa al-Tabarî meriwayatkan hadis ini dengan jalur Muhammad bin Ishâq dari Muhammad bin Abû Muhammad dari

Sa’îd bin Jubayr atau ’Ikrimah, dari Ibn ’Abbâs. 400 Setelah merujuk ke Tafsîr al- Tabarî, penulis mendapatkan perbedaan yang signifikan antara riwayat yang

dimiliki al-Wâhidî dengan riwayat yang dimiliki al-Tabarî.

399 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 194 400 Al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, cet. IV, hal. 41

Riwayat yang dimiliki al-Tabarî menyatakan bahwa tokoh yang menjadi ”pelaku sejarah” dari riwayat ini adalah ’Abdullâh bin Sûriyâ. 401 Riwayat ini juga

dimiliki oleh Ibn Katsîr. 402

Kualitas hadis: Da’îf

Penilaian da’îf yang penulis nyatakan berdasarkan kajian atas perawi- perawi yang ada dalam sanad yang disebutkan Aymân. Salah seorang perawi tersebut, yaitu Muhammad bin Abû Muhammad yang merupakan murid dari

Sa’îd bin Jubayr adalah sosok yang tidak dikenal. 403 Ibn Hajar menyatakan bahwa Ibn Abû Muhammad ini adalah perawi yang diterima oleh Abû Dâwud, dinilai

tsiqah oleh Ibn Hibbân, dan dinilai majhûl oleh al-Dzahabî. 404 Ibn Hajar sendiri memberikan penilaian yang sama dengan al-Dzahabî. 405

Ketidakjelasan kualitas perawi membuat da’îf riwayat yang disampaikannya. Demikian rumusan yang terdapat dalam disiplin ilmu hadis.

40. Hadis ”Pembaptisan Anak”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan sabab nuzûl beserta mukharrijnya tanpa menjelaskan kualitasnya, yaitu: ”Ibnu Jarir berkata: ”Sesungguhnya orang-orang Nasrani bila anak mereka

dilahirkan, maka mereka datang kepada pendeta pada hari yang ketujuh, mereka memandikannya dengan air yang disebut ”al-Ma’mudi” untuk membaptisnya. Mereka mengatakan: Ini adalah kesucian pengganti khitan. Maka apabila mereka

401 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. III, hal. 102 402 Ibn Katsîr, Tafsîr Ibn Katsîr, vol. I, hal. 113 403 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.VI, hal. 321 404 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IX, hal. 384 405 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 505

telah mengerjakannya jadilah anak itu seorang Nasrani yang sebenarnya. Maka Allah menurunkan ayat ini”. 406

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, ungkapan yang selaras dengan riwayat di atas adalah:

Takhrîj hadis: Tafsir ini merujuk Asbâb al-Nuzûl sebagai sumber kutipannya. Aymân Sâlih Sya’bân menyatakan bahwa hadis ini hanya diriwayatkan oleh al-Wâhidî (infarad bihi al-Wâhidî). Namun sayangnya Al-Wâhidî tidak menyebutkan sanad

hadis ini. 408 Penulis tidak mendapati riwayat ini dalam Tafsîr al-Tabarî.

Kualitas hadis: Tawaqquf Penilaian atas kualitas hadis, ditangguhkan hingga didapati sanad riwayatnya.

41. Hadis ”Dakwah Yahudi dan Nasrani”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan riwayat tanpa penjelasan kualitasnya, yaitu: ”Diriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, ”Wajiblah menusia mengikuti agama kami, karena nabi berasal dari kami agama diturunkan atas kami, tidak pernah dijanjikan kepada orang Arab.” Maka Allah menolak

pendapat mereka dengan ayat ini.” 409

406 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 196

Aymân Sâlih Sya’bân, “tahqîq” dalam ‘Alî bin Ahmad bin Muhammad bin ’Alî al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, hal. 41 408 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. III, hal. 117-121 409 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 198

Riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas, berdasarkan penelusuran penulis adalah:

Takhrîj hadis: Tafsir Depag RI merujuk Tafsîr al-Marâgî sebagai sumber kutipannya. hanya saja Tafsîr al-Marâgî ini tidak menyebutkan sanad dan juga tidak

410 menerangkan siapa mukharrijnya. Penulis mencoba mencari riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas, dalam tafsir ayat yang dimaksudkan oleh Tafsir,

dan penulis tidak mendapatkannya.

Kualitas hadis: Tawaqquf Penilaian atas kualitas hadis ditangguhkan hingga didapati sanad riwayatnya.

42. Hadis ”Pemindahan Kiblat”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan sebuah riwayat tanpa penjelasan mukharrijnya, perawi sahabatnya, dan kualitasnya. Berikut terjemahan matan tersebut:

”Ayat ini diturunkan di Medinah berkenaan dengan perpindahan kiblat kaum

(Masjidilaqsa) ke Baitullah (Masjidilharam).” 411

Penulis melakukan penelusuran, dan mendapati riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas, yaitu:

410 Ahmad Mustafâ al-Marâgî, Tafsîr al-Marâgî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1394 H), cet. III, Vol. I, hal. 228

411 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 204

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî 413 dan Muslim.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîhayn.

43. Hadis ”Sa’î Antara Safâ dan Marwah”

Di dalam Tafsir disebutkan, ”Menurut riwayat al-Bukhâri, ’Asim bin Sulaiman bertanya kepada Anas

tentang Safa dan Marwah. Anas bercerita, ”Kami mengetahui bahwa Safa dan Marwah itu adalah tempat beribadah pada masa jahiliyah karena di sana terdapat dua berhala yang bernama Isaf dan Na`ilah. Orang-orang pada masa jahiliyah mengusap kedua berhala itu dengan tangannya. Setelah datang Islam, kami tidak mau lagi mengerjakan itu di sana karena kami menganggapnya sebagai perbuatan

jahiliyah, maka turunlah ayat ini.” 414

Berdasarkan pelacakan penulis, hadis yang dimaksud adalah:

412 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Tafsîr al-Qurân Bab Wa Likull Wijhah Huwa Muwallîhâ, vol. IV, hal. 1634

413 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bab Tahwîl al-Qiblah Min al- Quds Ilâ al-Ka’bah, vol. I, hal. 374

414 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 216

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî. ٤١٥

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian yang penulis berikan berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkannya dalam kitab Sahîh-nya.

44. Hadis ”Menyembunyikan Ilmu (1)”

Di dalam Tafsir dikutip matan Hadîts yang isinya ancaman bagi orang

yang menyembunyikan ilmu, beserta mukharrij dan perawi sahâbatnya. Kutipan ini tanpa diterangkan kualitas Hadîtsnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Ibn

Mâjah dari Abû Hurayrah. 417 Al-Tirmidzî menyatakan bahwa hadis ini juga diriwayatkan dari Jâbir dan ’Abdullâh bin ’Amr.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian yang penulis berikan berdasarkan kajian atas sanad hadis, dan dengan mempertimbangkan jalur-jalur sanad lain yang saling menguatkan. Penulis juga mempertimbangkan penilaian ulama atas hadis ini.

Al-Tirmidzî menilai hadis yang diriwayatkan dari Abû Hurayrah kualitasnya hasan. Al-Haytsamî menyatakan bahwa hadis ini juga diriwayatkan

415 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Tafsîr al-Qurân Bab Qawluhû Inn al-Safâ wa al-Marwah Min Sya’âir Allâh , vol. IV, hal. 1635

416 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 219 417 Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Kitab al-Muqaddimah Bab Man Suil ’An ’Ilm Fakatamahû, vol.

I, hal. 98

oleh al-Tabrânî dalam Mu’jam al-Kabîr dan al-Awsat dengan kualitas perawi

yang seluruhnya tsiqah. 419 Al-Albânî menilai hadis ini sahîh. Perawi hadis ini (sanad Ibn Mâjah) adalah:

a. Muhammad bin ’Abdullâh bin Hafs bin Hisyâm bin Zayd bin Anas bin Mâlik dinilai sadûq oleh Ibn Hajar, 420 dan disebut Ibn Hibbân dalam al-

Tsiqât. 421

b. Abû Ibrâhîm Ismâ’îl bin Ibrâhîm al-Karâbîsî dinilai layn al-Hadîts oleh Ibn Hajar. 422

c. ’Abdullâh bin ’Awn bin Artabân al-Muzanî adalah perawi yang tsiqah tsabat dan fâdil. 423

d. Muhammad bin Sîrîn al-Ansârî dinilai tsiqah oleh Ahmad bin Hanbal, Ibn Ma’în dan Abû Zur’ah. 424

Dengan mempertimbangkan riwayat-riwayat lain, sanad hadis ini kualitasnya hasan. Hal ini dikarenakan adanya sanad lain, bisa menguatkan kualitas sanad yang da’îf menjadi hasan. Dan dengan melihat keseluruhan riwayat yang ada, hadis ini kualitasnya sahîh.

45. Hadis ”Menyembunyikan Ilmu (2)”

Masih dalam pembahasan terkait menyembunyikan ilmu, dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan hadis, perawi sahabatnya, tanpa menyebutkan mukharrij dan kualitasnya. Berikut adalah terjemahan matan tersebut:

“Abu Hurayrah berkata, “Kalau tidak karena takut akan ancaman Allah dalam ayat ini (ayat 159) tentu saya tidak akan meriwayatkan suatu hadis pun dari

Rasulullah.” 425

418 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wâ Manba’ al-Fawâid, vol. I, hal. 163 419 Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan Ibn Mâjah, (Iskandariyah: Markaz

Nûr al-Islâm li Abhâts al-Qurân wa al-Sunnah), tth., vol. I, hal. 338 420 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 487

421 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IX, hal. 116 422 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 105 423 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 317 424 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VII, hal. 280 425 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 219

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî 427 dan Muslim.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîhayn.

46. Hadis ”Ciri Orang Munafik”

Di dalam Tafsir disebutkan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya, tentang ciri orang munafik. Berikut hadis tersebut:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim, 430 dan al-Bukhârî.

426 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-’Ilm Bab Hifz al-’Ilm, vol. I, hal. 55 427 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Fadâil al-Sahâbah Bab Min Fadâil Abî Hurayrah al-Dûsî, vol.

IV, hal. 1940 428 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 237

429 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab Bayân Khisâl al-Munâfiq, vol. I, hal. 78

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîhayn.

47. Hadis ”Qisâs Yang Berkeadilan”

Di dalam Tafsir disebutkan substansi dari sebuah sabab nuzûl, tanpa penjelasan redaksi matannya, mukharrijnya, dan kualitasnya. Berikut kutipan yang ada dalam Tafsir:

“Sebab turunnya ayat ini ialah bahwa pada masa jahiliyah sebelum Islam, terjadi peperangan dan pembunuhan antar dua suku Arab. Salah satu di antara dua suku itu merasa dirinya lebih tinggi dari suku lawannya, sehingga mereka bersumpah akan membunuh lawannya yang merdeka, walaupun yang terbunuh di kalangan mereka hanya seorang hamba sahaya; karena merasa sukunya lebih tinggi. Setelah Islam dating, dan kedua suku ini pun masuk Islam, mereka datang kepada Rasulullah saw menanyakan kisas dalam Islam, maka turunlah ayat ini yang maksudnya agar mrnyamakan derajat mereka yang terbunuh dengan yang membunuh yaitu yang merdeka dengan merdeka, hamba sahaya dikisas dengan

hamba sahaya pula dan seterusnya” 431

Berdasarkan penelusuran penulis, riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

430 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Îmân Bab ’Alâmah al-Munâfiq, vol. I, hal. 21 431 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 239

Takhrîj hadis: Riwayat ini terdapat dalam Tafsîr al-Tabarî dari Bisyr, dari Yazîd, dari

Sa’îd dari Qatâdah. 432 Al-Bayhaqî juga meriwayatkan juga meriwayatkannya dari Abû ’Abdillâh al-Hâfiz dan Abû Sa’îd bin Abû ’Amr, dari Abû al-’Abbâs

Muhammad bin ’Ya’qûb, dari Muhammad bin ’Ubaydillâh bin Abû Dâwud, dari Yûnus bin Muhammad, dari Syaybân, dari Qatâdah. 433

Kualitas hadis: Hasan Penilaian hasan terhadap hadis ini, berdasarkan kajian atas sanadnya. Bisyr bin Mu’âdz al-’Aqdî, murid dari Yazîd bin Zuray’ adalah perawi

sâlih al-Hadîts 435 yang sadûq. Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Al- Tirmidzî, al-Nasâî, dan Ibn Mâjah menerima periwayatan darinya. 436 Ibn Hajar menilainya sadûq. 437

Mahrân al-‘Adawî atau yang lebih dikenal dengan nama Sa’îd bin Abû ’Arûbah adalah perawi yang diterima oleh al-Sittah. 438 Sementara Qatâdah bin

Di’âmah al-Sadûsî adalah perawi yang diterima periwayatannya oleh al- Bukhârî. 439

Yazîd bin Zuray’ al-’Aysyî (atau al-’Absî namun nisbat ini kurang tepat) adalah perawi yang diterima oleh al-Sittah. 440

Yûnus bin Muhammad al-Muaddib al-Bagdâdî dinilai tsiqah oleh Yahyâ

bin Ma’în 442 dan Ibn Hajar. Syaybân al-Nahwî adalah sosok perawi tsiqah yang

432 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. III, hal. 359 433 Ahmad bin al-Husayn al-Bayhaqî, al-Sunan al-Kubrâ, (Mekkah al-Mukarramah: Maktabah Dâr

al-Bâz, 1994), vol. VIII, hal. 25 434 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. II, hal. 368

435 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 144 436 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 401 437 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 124 438 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 56 439 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VIII, hal. 315 440 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. XI, hal. 284 441 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IX, hal. 246 442 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 614

populer (masyhûr). 443 Sementara Qatâdah bin Di’âmah al-Sadûsî adalah sosok ahli tafsir. 444

48. Hadis ”Orang Mukmin Yang Membunuh Orang Kafir”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis, mukharrij, dan perawi sahabatnya tentang balasan bagi orang Islam yang membunuh orang kafir. Berikut matan tersebut:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan al-Bukhârî

dengan redaksi 446 ﻢﻠﺴﻣ bukan ﻦﻣﺆﳌﺍ .

Kualitas hadis: Sahîh Hadis ini dinilai sahîh, berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkannya dalam al-Sahîh.

49. Hadis ”Bapak Yang Membunuh Anaknya”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya. Berikut adalah matan tersebut:

443 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.III, hal. 391 444 Al-Dzahabî, Siyar A’lâm al-Nubalâ`, vol. V, hal. 269-270 445 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 240 446 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-’Ilm Bab Kitâbah al-’Ilm, vol. I, hal. 53; Kitab al-Jihâd

wa al-Sayr Bab Fakâk al-Asîr, vol. III, hal. 1110; Kitab al-Diyât Bab al-’Âqilah, vol. VI, hal. 2531; Kitab al-Diyât Bab Lâ Yuqtal al-Muslim Bi Kâfir, vol. VI, jhal. 2534

447 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 241

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzî dari ’Umar bin al-Khattâb dengan

redaksi: 448

Al-Tirmidzî juga meriwayatkan hadis ini dari Ibn ’Abbâs dengan matan: 449

Penulis tidak menemukan periwayatan hadis ini dari al-Bukhârî. Hal ini berdasarkan tatabbu’ (pembacaan manual) terhadap kitab Sahîh al-Bukhârî, serta

450 penelusuran melalui al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî.

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian yang penulis berikan berdasarkan kajian atas sana hadis, dengan tetap mempertimbangkan adanya jalur sanad lain. Al-Tirmidzî mengisyaratkan sanad yang dari Ibn ‘Abbâs kualitasnya da’îf karena dalam sanadnya ada Ismâ’îl bin Muslim, seorang perawi yang dibicarakan

oleh ulama (ada yang menilainya da’îf) karena faktor hafalannya. 451 Al-Albânî menilai hadis ini sahîh. 452

Ibn Hajar menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan al-Tirmidzî dari ‘Umar, dan dalam sanadnya ada al-Hajjâj bin Artâh. Hadis ini juga memiliki sanad lain yang diriwayatkan dari Ahmad, al-Dâruqutnî, dan al-Bayhaqî dengan sanad yang lebih sahîh. Al-Bayhaqî menilainya sahîh karena seluruh perawinya

448 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Diyât ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî al-Rajul Yaqtul Ibnahû Yuqâd Minhu am Lâ, vol. IV, hal. 18

449 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Diyât ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî al-Rajul Yaqtul Ibnahû Yuqâd Minhu am Lâ, vol. IV, hal. 19

450 Dengan kata kunci “walad”, al-Mu’jam al-Mufahras menyatakan bahwa Hadîts ” wa lâ yuqtal”, ” yuqâd al-wâlid” , ” wâlid bi al-walad” , ” lâ yuqtal” , ” yuqâd bi al-walad al-wâlid”

diriwayatkan oleh al-Tirmidzî, Ibn Mâjah, dan Ahmad. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, (Leiden: Percetakan Bril, 1936), vol. VII, hal. 317

451 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Diyât ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî al-Rajul Yaqtul Ibnahû Yuqâd Minhu Am Lâ, vol. IV, hal. 19

452 Al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan al-Tirmidzî, vol. III, hal. 100

tsiqah. Ibn Hajar juga mengomentari riwayat al-Tirmidzî dari Surâqah bahwa sanadnya da’îf, demikian sanad yang dari Ibn ‘Abbâs dinilai da’îf. 453

‘Âdil Ahmad ‘Abd al-Mawjûd dan ‘Alî Muhammad Mu’awwad menyatakan bahwa seluruh riwayat yang ada melewati Hajjâj bin Artâh dari ‘Amr bin Syu’ayb dari bapaknya (bapaknya ‘Amr) dari kakeknya (kakeknya ‘Amr) dari ‘Umar. Al-Zayla’î mengutip pendapat Yahyâ bin Ma’în yang menilai Hajjâj sebagai perawi sadûq yang tidak kuat (lays bi al-qawiy) yang melakukan tadlîs dari Muhammad bin ‘Ubaydillâh al-‘Arzamî dari ‘Amr bin Syu’ayb. Ibn al- Mubârak menyatakan bahwa Hajjâj seringkali melakukan tadlîs dengan cara meriwayatkan hadis dari ‘Amr bin Syu’ayb pada hadis yang diriwayatkannya dari

454 al-‘Arzamî, sementara al-‘Arzamî sendiri adalah perawi yang matrûk.

Al-Hâkim juga meriwayatkan hadis yang substansi matannya sama dengan hadis ini, dan menyatakan bahwa hadis ini sahîh. Namun al-Dzahabî menolaknya dengan alasan bahwa salah satu perawi al-Hâkim, yaitu ’Umar bin ’Îsâ al-Qurasyî

adalah perawi munkar. 455 Ibn Hajar menambahkan penjelasannya bahwa ‘Abd al-Haqq menyatakan

bahwa seluruh Hadîts ini memiliki ‘illah (ma’lulah) dan tidak ada satupun yang sahîh. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Syâfi’î yang menyatakan bahwa dirinya telah bertemu dengan banyak ulama, dan dirinya meriwayatkan hadis ini dari mereka. Al-Bayhaqî menyatakan bahwa seluruh riwayat yang dimiliki al-Syafi’î memiliki keterputusan sanad (munqati’), walaupun al-Syâfi’î menguatkan

pendapatnya dengan menyatakan bahwa banyak ulama berpendapat demikian. 456

50. Hadis “Tidak Ada Wasiat Bagi Ahli Waris”.

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya. Hanya saja kualitasnyanya tidak diterangkan. Berikut matan tersebut:

453 Ahmad bin ’Alî bin Hajar al-Asqalâni, Talkhîs al-Habîr, (Madinah, 1964), vol. IV, hal. 16

‘Âdil Ahmad ‘Abd al-Mawjûd dan ‘Alî Muhammad Mu’awwad, ”Tahqîq” dalam Ibn Hajar al- ’Asqalânî, Talkhîs al-Habîr, (Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiah, 2006), cet. II, vol. IV, hal. 54-56 Al-Zayla’î, Nasb al-Râyah Fî Takhrîj Ahâdîts al-Hidâyah, vol. IV, hal. 339

455 Al-Zayla’î, Nasb al-Râyah Fî Takhrîj Ahâdîts al-Hidâyah, vol. IV, hal. 339 456 Ahmad bin ’Alî bin Hajar al-Asqalâni, Talkhîs al-Habîr, (Madinah, 1964), vol. IV, hal. 17

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Ahmad 460 dan al-Bayhaqî dari Abû Umâmah. Abû Dâwud dan al- Tirmidzî 461 juga meriwayatkan hadis ini.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh terhadap hadis ini, berdasarkan kajian atas sanadnya

dengan mempertimbangkan penilaian ulama. Al-Tirmidzî memberikan penilaian hasan sahîh dan menyatakan bahwa

hadis ini juga diriwayatkan dari ’Amr bin Khârijah dan Anas bin Mâlik. 462 Abû Dâwud tidak memberikan komentar yang mengindikasikan penilaian hasan

terhadap hadis ini. 465 Sementara al-Albânî dan al-Kannânî menilainya sahîh. Penilaian sahîh ini dikarenakan banyaknya sanad yang saling menguatkan.

Perawi Hadîts ini (sanad Ahmad):

a. ’Abd al-Quddûs bin al-Hajjâj Abû al-Mugîrah al-Khawlânî, disebut oleh Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât. 466 Fakta bahwa al-Sittah menerima periwayatan

darinya menyatakan bahwa ia tsiqah. 467

457 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 244 458 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 267 459 Al-Bayhaqî, al-Sunan al-Kubrâ, vol. VI, hal. 212 460

Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Wasâyâ, Bab Mâ Jâa Fî al-Wasiyyah Li al-Wârist, vol. III, hal. 114

461 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Wasâyâ ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Lâ Wasiyyah Li Wârits, vol. IV, hal. 433

462 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Wasâyâ ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Lâ Wasiyyah Li Wârits, vol. IV, hal. 433

Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Wasâyâ, Bab Mâ Jâa Fî al-Wasiyyah Li al-Wârist, vol. III, hal. 114

464 Al-Albânî, Irwâ` al-Galîl Fî Takhrîj Ahâdîts Manâr al-Sabîl, vol. VI, hal. 87 465 Ahmad bin Abû Bakr bin Ismâ’îl Al-Kannânî, Misbâh al-Zujâjah, (Beirut: Dâr al-’Arabiyyah,

1403), cet. II, vol. II, hal. 144 466 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 419

467 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VI, hal. 329

b. Ismâ’îl bin ’Ayyâsy bin Sulaym Abû ‘Utbah al-Himsî, merupakan perawi mudallis golongan III. 468 Dalam sanad ini, Ismâ’îl menggunakan ungkapan

”haddatsanâ”, sehingga periwayatannya diterima. Dan fakta bahwa al-Bukhârî menerima periwayatan darinya, menyatakan bahwa ia tsiqah. 469

c. Syurahbîl bin Muslim al-Khawlânî, dinilai tsiqah oleh Ahmad bin Hanbal dan al-’Ijlî, dan dinilai da’îf oleh Ibn Ma’în, 470 dan Ibn Hajar menilainya sadûq fîhi

layyin. 471

51. Hadis ”Berwasiat Dengan Sepertiga Harta Pusaka”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis, mukharrij dan perawi sahabatnya

tanpa keterangan kualitasnya. Berikut matan hadis tersebut:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al- Dâruqutnî, hanya saja redaksi berbeda dengan kutipan Tafsir. Berikut

matannya: 473

Ahmad, al-Bazzâr dan al-Tabrânî juga meriwayatkan hadis ini dari Abû al- Dardâ`. Al-Tabrânî juga meriwayatkannya dari Khâlid bin Humayd. 474

468 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tabaqât al-Mudallisîn (Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mausûfîn Bi al-Tadlîs), hal. 27

469 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 280 470 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 286 471 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 265 472 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 245 473 Al-Dâruqutnî, Sunan al-Dâruqutnî, vol. IV, hal. 150 474 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, vol. IV, hal. 212

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian ini berdasarkan atas kajian sanad. Perawi sanad al-Dâruqutnî: al-Husayn bin Ismâ’îl, dari Muhammad bin

’Abdillâh bin Mansûr al-Faqîh, dari Sulaymân bin binti Syurahbîl, dari Ismâ’îl bin ’Ayyâsy, dari ’Utbah bin Humayd al-Dabbî, dari al-Qâsim Abû ’Abdurrahmân,

dari Abû Umâmah. ’Utbah bin Humayd dida’îfkan oleh Ahmad dan dinilai tsiqah oleh Ibn Hibbân. 475

Dalam sanad Abû al-Dardâ` terdapat Abû Bakr bin Abû Maryam, seorang perawi yang ikhtilat (tidak cermat akibat pikun). Sementara sanad Khâlid bin

Humayd dinilai hasan oleh al-Haytsamî. Ibn Hajar menilai hadis ini da’îf. 477 Al-’Ajlûnî juga menyatakan hal yang

sama. 478 Ibn ’Addy menyandarkan penilaian da’îf atas hadis ini kepada al- Nasâî. 479

52. Hadis ”Laylah al-Qadr di Sepuluh Malam Terakhir”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan hadis, tanpa keterangan mukharrij, perawi sahabat, dan kualitasnya. Berikut terjemahan matan tersebut:

”Sedangkan yang kedua, sesuai dengan hadis Nabi, terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadan, bahkan lebih ditegaskan pada malam yang ganjil.” 480

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

475 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, vol. IV, hal. 212 476 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, vol. IV, hal. 212 477 ‘Abd al-Raûf al-Mûnâwi, Fayd al-Qadîr, (Mesir, al-Maktabah al-Tijâriyah al-Kubrâ, 1356 H),

cet. I, vol. II, hal. 220

Ismâ’îl bin Muhammad al-’Ajlûnî, Kaysf al-Khafâ`, (Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1405 H), cet. IV, vol. I, hal. 388 479 Al-Zayla’î, Nasb al-Râyah Fî Takhrîj Ahâdîts al-Hidâyah, vol. IV, hal. 399 480 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 251

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî 482 dan Muslim dari ’Âisyah

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim dalam al-Sahîhayn.

53. Hadis ”Berpuasa Karena Melihat Hilal”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis, mukharrijnya, beserta variasi matannya. Berikut adalah matan hadis tersebut:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 485 dan Muslim . Matan yang digunakan adalah riwayat al-Bukhârî.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

54. Hadis ”Berdoa Dengan Suara Keras dan Lamat-lamat”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan sabab nuzûl beserta mukharrijnya, tanpa dijelaskan kualitasnya dan perawi sahabatnya. Berikut kutipan Tafsir tersebut:

481 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Salâh al-Tarâwîh Bab Taharrî Laylah al-Qadr Fî al-Watr Min al-’Asyr al-Awâkhir, vol. II, hal. 710

482 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Siyâm Bab Fadl Laylah al-Qadr wa al-Hatsts ’Alâ Talabihâ wa Bayân Mahallihâ, vol. II, hal. 828

483 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 251 484 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Sawm Bab Qawl al-Nabiy Idzâ Raaytum al-Hilâl Fa Sû

mû, vol. II, hal. 674 485 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Siyâm Bab Wujûb Sawm Ramadân Li R u’yah al-Hilâl wa al-

Fitr Li Ru’yah al-Hilâl, vol. II, hal. 759

”Menurut riwayat Abi Hâtim ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan seorang badui, ”Ya Rasulullah, apakah Tuhan itu dekat, karena itu kita perlahan saja ketika berdoa, atau jauh sehinga kita perlu berdoa dengan suara keras?

Mendengar pertanyaan ini Nabi saw diam, maka turunlah ayat ini.” 486 Berdasarkan penelusuran penulis, riwayat yang yang dimaksud adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Ibn

Abû Hâtim. 487

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai da’îf riwayat ini berdasarkan kajian atas sanadnya. Perawi hadis ini adalah: Yahyâ bin al-Mugîrah al-Sa’dî, dari Jarîr bin ’Abd

al-Hamîd al-Dabbî, dari Al-Salt bin Hakîm bin Mu’âwiyah bin Haydah al- Qusyayrî, dari bapaknya, dari kakeknya.

Yahyâ bin al-Mugîrah al-Sa’dî adalah perawi yang sadûq. 488 Sementara Jarîr bin ’Abd al-Hamîd al-Dabbî adalah seorang perawi yang tsiqah dan sahîh al-

kitâb 489 yang diduga terganggu hafalannya di usia menjelang wafat. ’Abdah bin

486 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 255 487 Ibn Abû Hâtim, Tafsîr Ibn Abû Hâtim, www.ahlalhdeeth.com (dalam program al-Maktabah al-

Syâmilah al-Isdâr al-Tsânî ), vol. I, hal. 476

488 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IX, hal. 191 489 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 139

Abû Barzah al-Sijistânî disebut Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât. 490 Al-Salt, bapaknya, dan kakeknya adalah perawi-perawi yang majhûl. 491

Al-Tabarî juga meriwayatkannya dari Ibn Humayd, dari Jarîr, dari ’Abdah dan seterusnya. 492

55. Hadis ”Berdoa Dengan Suara Keras”

Di dalam tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya, tanpa diberi keterangan kualitasnya, yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Ahmad dengan redaksi yang bervariasi dari Abû Mûsâ al-Asy’arî. 494 Matan yang senada diriwayatkan oleh al-Bukhâri: 495

490 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 436 491 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Lisân al-Mîzân, vol. III, hal. 195 492 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. III, hal. 480-481 493 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 255 494 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. IV, hal. 394 495 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Jihâd wa al-Sayr Bab Mâ yukrah Min Raf’ al-Sawt Fî

al-Takbîr, vol. III, hal. 1091, Kitab al-Magâzî Bab Gazwah Khaybar, vol. IV, hal. 1541

496 Muslim juga meriwayatkannya dengan matan:

Murtadâ al-Zabîdî menyatakan bahwa al-Sittah seluruhnya meriwayatkan hadis ini dengan jalur (turuq) yang berbeda-beda. 497

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Sittah meriwayatkannya.

56. Hadis ”Tiga Doa Yang Tidak Ditolak”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis, mukharrijnya, tanpa dijelaskan perawi sahabatnya dan kualitasnya. Berikut adalah matan tersebut:

Takhrîj hadis: Penulis tidak menemukan hadis ini dalam riwayat Muslim, dengan berdasarkan tatabbu’ (pembacaan manual) terhadap kitab Sahîh Muslim, serta

penelusuran melalui al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî 499 dan Mausû’ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf 500

496 Musim, Sahîh Muslim, Kitab al-Dzikr wa al-Du’â` wa al-Tawbah wa al-Istigfâr Bab Istihbâb

Khafd al-Sawt Bi al-Dzikr, vol. IV, hal. 2076 497 Murtadâ al-Zabîdî, Ithâf al-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn, vol. V, hal. 36

Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 256

Dengan menggunakan kata kunci ”Radd”, al-Mu’jam al-Mufahras menyatakan bahwa hadis”tsalâtsah la turadd da’watuhum” diriwayatkan oleh al-Tirmidzî. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, (Leiden: Percetakan Bril, 1936), vol. II, hal. 245 Demikian juga dengan kata kunci “Fatar”, al-Mu’jam al-Mufahras menyatakan bahwa hadis” tsalatsah la turadd da’watuhum” diriwayatkan oleh al-Tirmidzî. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. V, hal. 172

Dengan menggunakan kata kunci ”tsalatsah la turadd da’watuhum” , penulis mendapati keterangan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzî, al-Bayhaqî, al-Mundzirî, dan lain- lain, tanpa menyebut Muslim.

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzî dengan redaksi:

Kualitas hadis: Hasan Penulis menilai da’îf hadis ini berdasarkan kajian atas sanadnya, dengan mempertimbangkan penilaian yang diberikan ulama hadis.

502 Al-Tirmidzî menilai hasan hadis ini. Sementara al-Albânî menilainya 503 da’îf, karena ada salah satu perawi, yaitu Abû Mudillah, yang majhûl. Al-

Tirmidzî sendiri mengakui bahwa Abû Mudillah dikenal hanya dengan berdasarkan hadis ini. ’Alî al-Madînî menyatakan bahwa Abû Mudillah hanya memiliki seorang murid, yaitu Abû Mujâhid yang terdapat dalam sanad hadis

ini. 505 Ibn Hajar menilai Abû Mudillah ini sebagai perawi maqbûl. Perawi hadis ini adalah: (a) Abû Kurayb Muhammad bin al-’Alâ` bin

Kurayb al-Hamdânî, (b) ’Abdullâh bin Numayr al-Hamdânî, (c) Sa’dân al-Qummî (Sa’îd bin Bisyr al-Juhanî), (d) Abû Mujâhid Sa’d al-Tâî, dan (e) Abû Mudillah ’Abdullâh al-Madanî.

57. Hadis ”Terburu-buru Dalam Berdoa”

Di dalam Tafsir disebutkan matan Hadîts dan mukharrijnya tanpa keterangan kualitasnya. Berikut matan tersebut:

Muhammad al-Sa’îd bin Basyûnî Zaglûl, Mausû’ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), vol. IV, hal. 466

501 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Da’awât ‘An Rasûlillâh Bab Fî al-‘Afw wa al-‘Âfiyah, vol. V, hal. 578

502 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Da’awât ‘An Rasûlillâh Bab Fî al-‘Afw wa al-‘Âfiyah, vol. V, hal. 578

503 Al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan al-Tirmidzî, vol. VIII, hal. 98 504 Al-Albânî, al-Silsilah al-Sahîhah, (Iskandariyah: Markaz Nûr al-Islâm Li Abhâts al-Qurân wa

al-Sunnah), tth., vol. III, hal. 357 505 Ibn Hajar al-’Asqalanî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 671

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abû Hurayrah. 507 Tafsir sendiri

menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, 509 al-Tirmidzî, al-Nasâî dan Ibn Mâjah. 510 Penulis tidak menemukan riwayat ini dari al-Nasâî. Dalam

riwayat Ahmad, al-Tirmidzî dan Ibn Mâjah matannya hanya pada ”al-isti’jâl”, tidak ada matan tentang ”berdoa untuk dosa dan memutus kekerabatan”.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh hadis ini dengan berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

58. Hadis ”Bersetubuh di Malam Hari Ramadân”

Di dalam Tafsir terdapat kutipan berupa terjemahan matan hadis beserta keterangan perawi sahabatnya, tanpa dijelaskan mukharrij dan kualitasnya. Berikut adalah kutipan matan tersebut:

“Pada suatu waktu Umar bin Khattab bersetubuh dengan istrinya sesudah salat Isya’, dan beliau sangat menyesal atas perbuatan itu dan menyampaikannya kepada Rasulullah saw. Maka turunlah ayat ini menjelaskan hukum Allah yang

lebih ringan daripada yang telah mereka ketahui dan mereka amalkan.” 511

506 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 256

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Dzikr wa al-Du’â wa al-Tawbah wa al-Istigfâr Bab Bayân Annahû Yustajâb Li al-Da’î Mâ Lam Yu’ajjil, vol. IV, hal. 2096

508 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. II, hal. 396 509 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Da’awât ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî Man Yasta’jil

Fî Du’âihi, vol. V, hal. 464 510 Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Kitab al-Du’â` Bab Yustajâb Li Ahadikum Mâ Lam Ya’jal, vol.

II, hal 1266 511 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 257

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. 512

Kualitas hadis: Hasan Penulis menilai hadis ini hasan dengan berdasarkan kajian atas sanadnya dan dengan mempertimbangkan penilaian ulama. Al-Haytsamî menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad yang di dalam sanadnya terdapat Ibn Lahî’ah, seorang perawi hasan dan dianggap da’îf oleh sebagian ulama (rawâhu Ahmad wa fîhi Ibn Lahî’ah wa Haditsuhu hasan wa

qad du’ifa) 513 . Perawi hadis ini adalah ’Attâb bin Ziyâd al-Khurâsânî, dari ’Abdullâh bin

al-Mubârak bin Wâdih al-Marwazî, dari ’Abdullâh bin Lahî’ah bin ’Uqbah al- Hadramî, dari Mûsâ bin Jubayr al-Ansârî (Mawlâ Banî Salamah), dari ’Abdullâh bin Ka’b bin Mâlik. al-Ansârî, dari bapaknya (Ka’b bin Mâlik. al-Ansârî).

Mûsâ bin Jubayr disebut oleh Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât dengan keterangan bahwa ia (Mûsâ) adalah perawi yang melakukan kekeliruan (Yukhti`

wa yukhâlif 514 ), sementara Yahyâ bin al-Qattân menilainya sosok yang tidak

512 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. III, hal. 460 513 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wâ Manba’ al-Fawâid, vol. VI, hal. 317 514 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 451

diketahui kualitasnya (lâ yu’raf hâluhu). 516 Al-Dzahabî menilainya tsiqat. Sementara Ibn Lahî’ah adalah perawi terkenal, namun kualitasnya da’îf. Beberapa

ulama menyatakan bahwa ia adalah perawi yang da’îf pasca catatan-catatannya terbakar, karena ia menyampaikan periwayatan berdasarkan catatannya. Namun demikian, murid-murid yang menerima periwayatan darinya sebelum peristiwa terbakarnya catatan-catatan itu kualitas periwayatannya lebih baik, dan Ibn al- Mubârak adalah salah seorang perawi yang belajar darinya sebelum peristiwa

itu. 518 Ibn Hajar menilainya sadûq. 519 ’Attâb adalah perawi yang tsiqah, dan disebut oleh Ibn Hibbân dalam

al-Tsiqât. 521 Ibn Hajar menilainya sadûq. Sementara perawi-perawi lainnya

yang ada dalam sanad adalah tsiqah.

59. Hadis ”Sumpah Dalam Pengadilan”

Di dalam tafsir disebutkan terjemahan dari matan sabab nuzûl, tanpa keterangan apa-apa terkait sanad dan kualitasnya. Terjemahan matan tersebut adalah:

”Sebab turunnya ayat ini ialah bahwa Ibnu Asywa al-Hadrami dan Imri`il Qais, terlibat dalam suatu perkara soal tanah yang masing-masing tidak dapat memberikan bukti. Maka Rasulullah saw menyuruh Imri`il Qais (sebagai terdakwa yang ingkar) agar bersumpah. Tatkala Imri`il Qais hendak

melaksanakan sumpah, turunlah ayat ini.” 522

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

515 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. X, hal. 302 516 Al-Dzahabî, al-Kâsyif, vol. II, hal. 303 517 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fi al-Du’afâ, vol. I, hal. 352 518 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 319 519 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VII, hal. 13 520 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 522 521 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 380 522 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 259

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dari ’Addî bin ’Umayrah (’Amîrah). 523

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai hadis ini sahîh berdasarkan kajian sanadnya dan penilaian ulama. Al-Haytsamî menyatakan bahwa sanad Ahmad dan al-Tabranî yang

meriwayatkannya dalam al-Mu’jam al-Kabîr seluruh perawinya adalah tsiqah. 524 Perawi hadis ini adalah Yahyâ bin Sa’îd al-Qattân, dari Jarîr bin Hâzim al-

Azdî, dari ’Addî bin ’Addî al-Kindî, dari Rajâ` bin Haywah al-Kindî dan ’Urs bin ’Amîrah, keduanya dari ’Addî bin ’Umayrah. Seluruh perawi yang ada dalam sanad ini sudah dikenal ketsiqahannya.

60. Hadis ”Berdebat di Pengadilan”

Di dalam tafsir disebutkan matan hadis dan mukharrij, tanpa keterangan siapa perawi sahabatnya,

523 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. IV, hal. 191 524 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wâ Manba’ al-Fawâid, vol. IV, hal. 178

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Mâlik, 529 Ahmad, al-Bukhârî, Muslim, dan lain-lain dari Umm Salamah. Matan yang digunakan di sini adalah riwayat Ahmad.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

61. Hadis ”Berperang Fî Sabîl Allah”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta keterangan mukharrij dan perawi sahabatnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 532 dan Muslim dari Abû Mûsâ al-Asy’arî. Redaksi yang digunakan adalah riwayat Muslim.

525 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 259 526 Al-Asbahî, Mâlik bin Anas, Muwatta` Mâlik, (Mesir: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-’Araby), tth. vol.

II, hal. 719 527 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. VI, hal. 320

528 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Ahkâm Bab Maw’izah al-Imâm Li al-Khusûm, vol. VI, hal. 2622

529 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Aqdiyah Bab al-Hukm Bi al-Zâhir wa al-Lahn Bi al-Hujjah, vol. III, hal. 1337

530 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 265

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

62. Hadis ”Khutbah Rasulullah Saat Fath Makkah”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis, berserta penjelasan siapa mukharrijnya, perawi sahabatnya, dan kualitasnya,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 535 dan Muslim, dari Ibn ’Abbâs, Abû Syurayh al-’Adawî, dan sahabat lainnya.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai hadis ini sahîh berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya.

531 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Tawhîd Bab Qawluhû Ta’âlâ Wa Laqad Sabaqat Kalimatunâ Li ‘Ibâdinâ al-Mursalîn, vol. VI, hal.. 2714

532 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Imârah Bab Man Qâtal Li Takûn Kalimah Allâh Hiya al-’Ulyâ Fahuwa Fî Sabîli Allâh, vol. III, hal. 1513

533 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 266 534 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Hajj Bab Lâ Yu’dad Syajar al-Haram, vol. II, hal. 651 535 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Hajj Bab Tahrîm wa Saydihâ wa Khalâhâ wa Syajarahâ wa

Luqtatihâ Illâ Li Munsyid ’Alâ al-Dawâm, vol. II, hal. 986

63. Hadis ”Mengemis Sambil Berhaji”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya. Berikut adalah terjemahan matan tersebut: ”Diriwayatkan oleh al-Bukhâri, Abu Dawud dan an-Nasa`i dan lain-

lainnya dari Ibnu ’Abbas; dia mengatakan, ”Ada di antara penduduk Yaman, bila mereka pergi naik haji tidak membawa bekal yang cukup, mereka cukup bertawakal saja kepada Allah. Setelah mereka sampai di tanah suci, mereka

akhirnya meminta-minta karena kehabisan bekal”. 536

Setelah melakukan penelusuran, penulis mendapati hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 538 dan Abû Dâwud dari Ibn ’Abbâs. Penulis tidak menemukan riwayat ini dalam al-Nasâî dengan berdasarkan tatabbu’ (pembacaan manual) terhadap

kitab Sunan-nya, serta penelusuran melalui al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al- Hadîts al-Nabawî. 539

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhâri meriwayatkannya.

536 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 272

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Hajj Bab Qawl Allâh Ta’âlâ Wa Tazawwadû Fainna Khayr al-Zâd al-Taqwâ, vol. II, hal. 554

Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Manâsik Bab al-Tazawwud Fî al-Hajj, vol. II, hal. 141

539 Dengan kata kunci “Zawwada”, al-Mu’jam al-Mufahras menyatakan bahwa hadis ” Kâna Ahl

al-Yaman Yahujjûn wa Lâ Yatazawwadûn” diriwayatkan oleh al-Bukhârî dan Abû Dâwud. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, (Leiden: Percetakan Bril, 1936), vol. II, hal. 364 Sementara dengan kata kunci ”’amal”, disebutkan bahwa hadis ” idzâ mât al-insân, ahadukum inqata’a (’anhu) ’amaluhu” diriwayatkan oleh Muslim, Abû Dâwud, al-Tirmidzî, al-Nasâî, dan Ahmad. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. IV, hal. 380

64. Hadis ”Pasar di Masa Jahiliyah”

Di dalam Tafsir dikutip substansi matan hadis beserta penjelasan tentang mukharrijnya dan perawi sahabatnya. Berikut adalah kutipan tersebut: ”Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dari Ibnu Abbas dia berkata, ”Pada zaman jahiliah ada 3 pasar, yaitu Ukaz, Majannah, dan Zulmajaz.” 540

Berdasarkan penelusuran, penulis mendapatkan hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî dari Ibn ’Abbâs. 541

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkannya.

65. Hadis ”Khutbah Rasulullah Saat Haji Wada’”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan hadis tanpa keterangan siapa mukharrij dan perawi sahabatnya, serta kualitasnya. Berikut adalah matan tersebut:

”Di dalam khutbah, Nabi Muhammad saw pada waktu mengerjakan haji wada` pada hari yang kedua dari hari-hari tasyrik, memberikan peringatan keras agar meninggalkan cara-cara lama itu, yaitu bermegah-megah menyebut kelebihan nenek-moyang mereka masing-masing. Rasulullah antara lain mengatakan, ”Wahai manusia, ketahuilah, bahwa Tuhanmu adalah satu dan nenek moyangmu

adalah satu (Adam).” 542

540 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 272

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Buyû’ Bab Mâ Jâa Fî qawl Allâh Ta’âlâ Fa Idzâ Qudiyat al-Salâh, vol. II, hal. 723

542 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 273

Berdasarkan penelusuran, penulis mendapatkan hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad. 543

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan kajian atas sanad hadisnya dengan mempertimbangkan penilaian yang diberikan oleh ulama.

544 Al-Haytsamî menilai perawi hadis riwayat Ahmad ini sahîh. Ahmad bin Hanbal meriwayatkannya dari Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin Muqsim al-Asadî, dari

Sa’îd bin Iyâs al-Jurayrî, dari Abû Nadrah al-Mundzir bin Mâlik bin Qut’ah al- ’Abdî, dari orang yang mendengar khutbah Rasulullâh. Al-Bayhaqî menyebutkan bahwa Abû Nadrah menerima riwayat ini dari Jâbir bin Abdillâh, 545 sehingga ke-

mubham -an sanad Ahmad bisa diterangkan. Seluruh perawi yang ada dalam sanad Ahmad sendiri adalah tsiqah.

543 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 411 544 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, vol. III, hal. 266 545

Ahmad bin al-Husayn al-Bayhaqî, Syu’ab al-Îmân, (Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1410 H), cet. I, vol. IV, hal. 289

Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin Muqsim al-Asadî adalah perawi yang diterima al- Sittah. 546 Sa’îd bin Iyâs seorang perawi ikhtilât (pikun) tiga tahun sebelum

meninggal dunia, namun tetap disebut Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât, 547 dan ia juga merupakan perawi yang diterima oleh al-Sittah. 548 Sementara al-Mundzir bin

Mâlik bin Qut’ah al-’Abdî disebut oleh Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât dengan keterangan bahwa ia adalah perawi yang banyak melakukan kekeliruan (wa kân

min man yukhti`), 550 dan Ibn Hajar menguatkan penilaian tsiqah ini.

66. Hadis ”Allah Tidak Melihat Fisik (1)”

Di dalam Tafsir disebutkan matan dengan keterangan siapa mukharrijnya

dan perawi sahabatnya. Berikut adalah matan tersebut:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim dari Abû Hurayrah. 552

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh hadis ini dengan berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

546 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 241 547 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, Vol. VI, hal. 351 548 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 6 549 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, Vol. V, hal. 420 550 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 546 551 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 279 552 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb Bab Tahrîm Zulm al-Muslim wa

Khadzlihî wa Ihtiqârihî, vol. IV. Hal. 1987

67. Hadis ”Doa Rasulullah”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis dengan keterangan siapa mukharrijnya dan perawi sahabatnya, yaitu:

Takhrîj hadis:

Hadis ini, sebagaimana dinyatakan oleh Tafsir, diriwayatkan oleh Muslim. 554 Penulis tidak mendapati periwayatan al-Bukhârî dalam Sahîh-nya

berdasarkan tatabbu’ (pembacaan manual) terhadap kitab serta penelusuran melalui al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî. 555 Hadis ini juga

diriwayatkan oleh Abû Dâwud, 559 al-Tirmidzî, al-Nasâî, dan Ahmad, seluruhnya dari ‘Aisyah.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkannya.

553 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 288 554 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Salâh al-Musâfirîn wa Qasrihâ Bab al-Du’â Fî Salâh al-Layl wa

Qiyâmihi, vol. I, hal. 534 555 Dengan kata kunci “fatar”, al-Mu’jam al-Mufahras menyatakan bahwa hadis yang penulis kaji

diriwayatkan oleh Abû Dâwud, al-Tirmidzî, al-Nasâi’î, Ibn Mâjah, dan Ahmad. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. V, hal. 169

Sementara dengan kata kuci ”hudâ” al-Mu’jam al-Mufahras menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, al-Nasâi’î, Ibn Mâjah, dan Ahmad. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. VII, hal. 73

556 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Salâh Bab Mâ Yustaftah Bihi al-Salâh, vol I, hal.204 557 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Da’awât ’An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî al-Du’â ’Inda

Iftitâh al-Salâh Bi al-Layl, vol. V, hal. 484

Al-Nasâî, Sunan al-Nasâî, Kitab Qiyâm al-Layl wa Tatawwu’ al-Nahâr Bab Bi Ayy Syay Tustaftah Salâh al-Layl , vol. III, hal. 212

559 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. VI, hal. 156

68. Hadis ”Memohon Diperlihatkan Kebaikan”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis yang dinyatakan sebagai periwayatan dari al-Bukhârî dan Muslim, yaitu:

Takhrîj hadis: Ibn Katsîr dalam Tafsîr-nya mengutip doa ini dan menyatakan bahwa ia adalah doa yang ma`tsûr (berasal dari ayat Alquran atau hadis), namun sayangnya

kutipan ini tanpa disertai sanad. 561 Berdasarkan penelusuran manual (tatabbu’), penulis tidak menemukan

periwayatan hadis ini dalam Sahîh al-Bukhârî dan Sahîh Muslim. Penelusuran juga dilakukan melalui al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî. 562

Sementara dengan melakukan penelusuran melalui Mausû’ah Atrâf al-Hadîts al- Nabawî al-Syarîf 563 , penulis dapati hadis ini diriwayatkan oleh al-Gazâlî dalam al-

Ihya’ dengan redaksi:

560 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 288 561 Ibn Katsîr, Tafsîr Ibn Katsîr, vol. I, hal. 252 562 Penulis menelusuri dengan menggunakan kata kunci ”ari” dengan kata dasar ”ra`a”,

A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. II, hal. 199-206 Demikian juga pada kata ”haqq”. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. I, hal. 483-486 Pada kata ”ittaba’a” dengan kata dasar ”taba’a”. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. I, hal. 263-264 Pada kata ”bâtil” pada kata dasar ”batal”. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. I, hal. 190 Dan pada kata ”ijtinâb” dengan kata dasar ”janab”. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. I, hal. 381

563 Penulis melacaknya dengan kata kunci “Allâhumma arinî”. Muhammad al-Sa’îd bin Basyûnî Zaglûl, Mausû’ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf, vol.

II, hal. 170

Kualitas hadis: Mawdû’ (palsu) Tâj al-Dîn al-Subukî.menyatakan bahwa riwayat ini tidak memiliki

sanad. 565 Al-Irâqî mengamininya, dengan menyatakan bahwa dirinya tidak juga menemukan sanad bagi matan hadis ini (lam aqif li awwalihi ’alâ asl) yang

bagian awal (Allâhumma Arinî al-Haqq Haqqan), yaitu matan yang dikutip oleh Tafsir. 566

Terkait ketiadaan sanad, yang sering diungkapkan dengan kalimat “lam aqif ‘alayh”, al-Albânî menyatakan: Pernyataan mereka dalam hadis: “Tidak sumber (ashl) baginya” atau

“tidak ada sumber baginya dengan redaksi yang demikian”...atau ungkapan- ungkapan yang senada, memberikan pemahaman bahwa hadis tersebut tidak memiliki sanad yang menjadi sandarannya. Jika demikian, maka ketidaktahuan orang yang menakhrîj hadis tersebut tidak berarti hadis itu mawdû’ (palsu). Karena hadis yang mawdû’ ada kalanya kemawdû’annya ada pada sisi sanadnya, misalnya ada perawi hadis yang pendusta atau pemalsu hadis... ada kalanya juga pada sisi matannya, semisal hadis itu bertentangan dengan Alquran atau hadis lain yang sahîh sebagaimana dijelasakan dalam ilmu Mustalah Hadîts.

Secara aksioma telah diketahui, bahwa tidak semua hadis yang tidak memiliki sanad, matannya mengindikasikan adanya kemawdû’an. Bahkan mungkin sebaliknya yang benar, yaitu kebanyakan tidak mengandung indikasi kemawdû’an. Hal ini diisyaratkan oleh al-‘Allâmah al-Qâri dalam kitab al-Masnû’

fi Ma’rifah al-Mawdû’. 567

Al-’Irâqî, Zayn al-Dîn Abû al-Fadl ’Abd al-Rahîm, al-Mugnî ’An al-Asfâr Fî al-Asfâr Fî Takhrîj Mâ Fî al-Ihyâ` Min Akhbâr, (Iskandariah: Markaz Nûr al-Islâm Li Abhâts al-Qurân wa al-Sunnah), tth., vol. V, hal. 391

Tâj al-Dîn al-Subukî, Risâlah Ahâdîts Ihyâ` Allatî Lâ Asl Lahâ, (Dâr al-Hajar), ttp., tth., vol. VI, hal. 325

Al-’Irâqî, Zayn al-Dîn Abû al-Fadl ’Abd al-Rahîm, al-Mugnî ’An al-Asfâr Fî al-Asfâr Fî Takhrîj Mâ Fî al-Ihyâ` Min Akhbâr, (Iskandariah: Markaz Nûr al-Islâm Li Abhâts al-Qurân wa al-Sunnah), tth., vol. V, hal. 391

Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, “Muqaddimah”, dalam Ibn ‘Abd al-‘Izz al-Hanafi, Syarh al-‘Aqîdah al-Tahawiyah, (Beirut: al-Maktab al-Islâmî, 1988), hal. 30-31 [dengan penyesuaian yang tidak mengubah arti/maksud].

Berbeda dengan al-Albânî, penulis cenderung menganggap ungkapan ”tidak ada sanad” adalah indikasi kepalsuan hadis, ketika orang yang menyatakannya adalah seorang hâfiz dan memiliki kompetensi dalam periwayatan hadis. Bagi penulis, ungkapan itu lebih dikarenakan adanya kekhawatiran akan terjadinya kekeliruan dalam melakukan penilaian.

Seseorang pakar hadis sekaliber al-’Irâqî mengenal dan menguasai riwayat-riwayat hadis yang ada, baik Hadîts yang dinilainya sahîh maupun yang da’îf. Dan ternyata faktanya bahwa ia memang mengetahui riwayat-riwayat yang ada, bahkan ketika riwayat hadis itu seringkali memiliki sanad-sanad yang banyak jumlahnya. Tentunya, al-’Irâqî yang menghabiskan tenaga dan usianya untuk

meneliti hadis, dapat mengetahui sanad sebuah hadis jika sanad itu memang benar-benar ada.

Kemudian bahwa sebuah matan dapat dipastikan kesahîhan nisbatnya kepada Rasulullah ketika kita mendengar langsung sabda beliau atau melihat langsung beliau melakukannya. Ketika seseorang tidak berada di tempat saat matan disabdakan dan atau dilakukan oleh Rasulullah, maka validitas beritanya bisa dipertanggungjawabkan ketika matan itu disampaikan oleh orang yang mendengar atau menyaksikannya langsung dari Rasulullah. Kemudian, berita atau periwayatan ini dapat dianggap benar dan valid jika secara tersambung disampaikan dari orang yang mendengar atau menyaksikannya dari Rasulullah. Mata rantai yang terbentuk dari proses penyampaian matan ini disebut sanad. Sehingga ketika sanad itu tidak ada, maka keabsahan matannya menjadi tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Ungkapan ”aku tidak menemukan asal atau sanad riwayat ini” atau yang semakna dengannya, lumrah didengar dalam kajian hadis. Dalam al-Mawdû’ât, ungkapan-ungkapan tersebut sering digunakan untuk menyatakan kepalsuan dan kebatilan sebuah riwayat/hadis

69. Hadis ”Ini Adalah Amalmu”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis dengan keterangan siapa mukharrij dan perawi sahabatnya. Matan itu adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim. 569

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

70. Hadis ”Jangan Menikahi Wanita Karena Kecantikan”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis dengan keterangan siapa mukharrij dan perawi sahabatnya. Matan itu adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Ibn

Mâjah dengan redaksi: 571

Kualitas hadis: Da’îf

568 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 291 569 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb Bab Tahrîm al-Zulm, vol. IV, hal.

1994 570 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 304

571 Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Kitab al-Nikâh Bab Tazwîj Dzawât al-Dîn, vol. I, hal. 597

Penilaian da’îf ini berdasarkan kajian atas sanadnya dan dengan mempertimbangkan penilaian ulama terdahulu. Al-Albânî menilainya da’îf karena keda’îfan seorang perawinya yang

bernama al-Ifrîqî atau ’Abdurrahmân bin Ziyâd bin An’am al-Sya’bânî. 572 Al- Ifrîqî adalah perawi yang periwayatannya ditolak oleh Yahyâ bin Sa’îd dan

’Abdurrahmân bin Mahdî. Ibn Ma’în menda’îfkannya, sementara Ahmad bin Hanbal menilainya ”bukan apa-apa” (lays bi syay). Dan masih ada beberapa

ulama lain yang menilainya da’îf. 573

71. Hadis ”Daya Tarik Wanita”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis, mukharrijnya dan perawi sahabatnya. Berikut adalah matan tersebut:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 576 dan Muslim.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya.

572 Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, al-Silsilah al-Da’îfah, (Iskandariyah: Markaz Nûr al-Islâm Li Abhâts al-Qurân wa al-Sunnah), tth, vol. III, hal. 59

573 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. V, hal. 234 574 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 305 575 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Nikâh Bab al-Akfâ` Fî al-Dîn, vol. V, hal. 1958 576 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Radâ’ Bab Istihbâb Nikâh Dzat al-Dîn, vol. II, hal. 1086

72. Hadis ”Wanita Haid Dalam Pandangan Yahudi”

Di dalam Tafsir disebutkan substansi matan hadis dengan keterangan siapa perawi sahabatnya. Berikut matan yang dikutip tersebut: “Sebab turunnya ayat ini disebutkan dalam sebuah hadis dari Anas bin

Malik bahwa orang Yahudi bila istrinya sedang haid mereka tidak mau makan bersama, tidak mau serumah dengan dia. Maka seorang sahabat Rasululah saw menanyakan hal itu, lalu turunlah ayat ini. Kemudian Rasulullah saw bersabda, ”Segala sesuatu boleh kamu perbuat dengan istrimu yang sedang haid, selain

bersetubuh.” 577

Berdasarkan penelusuran, penulis mendapati hadis yang selaras dengan ungkapan di atas, yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim. 578

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

577 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 306-307 578 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Hayd Bab Jawâz Gusl al-Hâid Ra’s Zawjihâ wa Tarjîlihî wa

Tahârah Su`rihâ wa al-Ittikâ` Fî Hujrihâ wa Qirâah al-Qurân Fîh, vol. I, hal. 246

73. Hadis ”Bersumpah Untuk Tidak Menolong”

Di dalam Tafsir terdapat kutipan substansi matan sabab nuzûl beserta mukharrijnya, tanpa diterangkan siapa perawi sahabatnya dan kualitas riwayat itu. Berikut adalah kutipan dari Tafsir tersebut:

”Diriwayatkan oleh Ibnu Jarîr bahwa sebab turunnya ayat 224 ini, ialah ketika Abu Bakar bersumpah dengan menyebut nama Allah, bahwa ia tidak akan

membantu lagi seorang kerabatnya (an-Nûr/24:22) yang bernama Mistah yang turut menyiarkan kabar bohong menjelek-jelekkan nama Aisyah istri Rasulullah saw. Riwayat yang mencemarkan nama baik Aisyah oleh orang-orang munafik

disebut hadîsul-ifki (kabar bohong).” 579

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, riwayat yang selaras

dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Tabarî. 580

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai da’îf riwayat ini dengan berdasarkan kajian sanadnya. Perawi riwayat ini adalah al-Qâsim bin al-Hasan, dari al-Husayn (Sunayd)

bin Dâwud, dari Hajjâj bin Muhammad, dari Ibn Jurayj. Al-Husayn dinilai sadûq oleh al-Dzahabî, dan lemah (lays bi tsiqah) oleh

al-Nasâî. 582 Ibn Hajar menilainya da’îf dengan tidak menafikan keimamannya.

579 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 309 580 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. IV, hal. 423 581 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fi al-Du’afâ, ttp., tth., vol I, hal. 171 582 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 257

74. Hadis ”Khul’Atau Gugatan Cerai Dari Wanita”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan hadis, dengan dijelaskan siapa mukharrij dan perawi sahabatnya. Berikut adalah terjemahan matan tersebut: ”Diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Ibnu Mâjah dan an-Nasâ`i dari Ibnu

’Abbas bahwa seorang wanita bernama Jamîlah, saudara ’Abdullah bin Ubay bin Salûl, istri Sâbit bin Qais datang menghadap Rasulullah saw dan berkata, ”Ya Rasulullah, suamiku Sâbit bin Qais tidak akan kupatuhi perintahnya lagi karena aku marah melihat tingkah lakunya yang tidak baik, aku takut kalau aku jadi orang kafir kembali karena berkhianat dan durhaka kepada suamiku itu”. Rasulullah saw bertanya, ”Apakah engkau bersedia memberikan kembali kebun yang sudah diberikan suamimu sebagai maskawin dulu dan dengan demikian engkau akan dicerainya?” Jamilah menjawab, ”Saya bersedia mengembalikannya asal aku diceraikan, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah saw berkata, ”Hai Sâbit,

583 terimalah kembali kebunmu itu dan ceraikanlah dia kembali.”

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas, berdasarkan penelusuran penulis, adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî, 586 Ibn Mâjah, dan al-Nasâî. Dalam riwayat Ibn Mâjah diterangkan bahwa istri Tsâbit ini namanya Habîbah binti Sahl, bukan Jamîlah. Ibn Hajar

membenarkan adanya perbedaan pendapat seputar nama perempuan ini, dan dia mendukung pendapat yang menyatakan bahwa namanya adalah Jamîlah. 587

583 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 314 584 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Talâq Bab al-Khul’ wa Kayf al-Talâq Fîhi, vol. V, hal.

2021 585 Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Kitab al-Talâq Bab al-Mukhtali’ah Ta`khudz Mâ A’tâhâ, vol. I,

hal. 663 586 Al-Nasâî, Sunan al-Nasâî, Kitab al-Talâq Bab Mâ Jâa Fî al-Khul’, vol. VI, hal. 169

587 Ahmad bin ’Alî bin Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bârî, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H), vol. IX, hal. 398

Kualitas hadis: Sahîh Hadis ini dinilai sahîh berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkannya.

75. Hadis ”Merujuk Untuk Menyakiti (1)”

Di dalam Tafsir terdapat kutipan berupa substansi matan hadis beserta perawi sahabatnya dan mukharrijnya. Berikut adalah kutipan tersebut: ”Adapun sebab turunnya ayat ini ada dua riwayat, masing-masing dari

Ibnu Jarîr dan Ibnu Abbas dan As-Sudi. Ibnu Jarîr dan Ibnu Abbas menceritakan bahwa pada masa Rasulullah saw ada seorang laki-laki yang menalak istrinya, kemudian sebelum masa idah istrinya itu habis, dia merujuknya kembali. Setelah itu dijatuhkannya talak lagi kemudian rujuk kembali. Hal ini dilaksanakan untuk menyakiti dan menganiaya istrinya tersebut, maka turunlah ayat di atas.” 588

Berdasarkan pelacakan penulis, riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabarî. 589

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian da’îf ini berdasarkan kajian atas sanad hadis. Perawi yang ada dalam riwayat ini adalah Muhammad bin Sa’d bin

Muhammad bin al-Hasan bin ’Atiyyah bin Sa’d bin Junâdah al-’Awfî, dari bapaknya (Sa’d), dari pamannya (al-Husayn bin al-Hasan), dari bapaknya, dari bapaknya.

588 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 315 589 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. V, hal. 9

Ahmad Muhammad Syâkir, penahqiq (muhaqqiq) Tafsîr al-Tabarî menyatakan bahwa sanad ini sangat banyak, dan termasuk sanad musalsal dari satu keluarga. Sanad ini dikenal dengan sanad ”tafsîr al-’Awfî”, karena perawi yang menerima periwayatan ini dari Ibn ’Abbâs bernama ’Atiyyah al-’Awfî. ’Atiyyah sendiri merupakan perawi yang da’îf yang tidak sampai masuk kategori wâh (sangat lemah), yang dinilai hasan oleh al-Tirmidzî. Berikut penilaian Ahmad

Muhammad Syâkir atas perawi-perawinya: 590 Muhammad bin Sa’d dinilai layyin oleh al-Khâtîb, sementara al-Dâruqutnî

menilainya lâ ba`s bihî. Ia bukanlah Ibn Sa’d bin Manî’ dan Ibn Sa’d penulis al- Tabaqât al-Kubrâ.

Sa’d bin Muhammad adalah perawi yang sangat da’îf, yang dijuluki jahmiyah oleh Ahmad bin Hanbal. Al-Husayn bin al-Hasan (paman dari Sa’d) seorang hakim di Bagdad adalah perawi yang da’îf dalam hal kehakiman dan periwayatan hadis, demikian penilaian Ibn Ma’în. Ibn Hibbân, Abû Hâtim, Ibn Sa’d (dalam al-Tabaqât) dan al- Nasâî juga menilainya da’îf.

Al-Hasan bin ’Atiyyah (bapak dari al-Husayn) juga perawi yang da’îf, demikian penilaian yang diberikan al-Bukhârî, Ibn Hibbân, dan Abû Hâtim. Adapun penilaian hasan yang diberikan al-Tirmidzî kepada ’Atiyyah, maka hal ini lebih disebabkan adanya sanad lain dalam hadis (mutâba’ah), sementara ’Atiyyah sendiri adalah perawi yang da’îf. Ada sebagian ulama yang menilainya sâlih, namun pendapat yang lebih kuat adalah keda’îfannya.

76. Hadis ”Merujuk Untuk Menyakiti (2)”

Dalam Tafsir disebutkan: ”As-Sudî menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan

tindakan seorang sahabat dari golongan Ansar yaitu Sâbit bin Yasar yang telah menalak istrinya. Setelah masa idah istrinya tinggal dua atau tiga hari lagi, ia rujuk kepada istrinya tersebut, kemudian dijatuhkannya talak kembali dengan

Ahmad Muhammad Syâkir, “Tahqîq” dalam Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. I, hal. 263

tujuan untuk menyusahkan istrinya, maka turunlah ayat ini, melarang perbuatan tersebut.” 591

Berdasarkan penelusuran penulis, riwayat yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabarî. 592

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan kajian atas sanadnya. Perawi dalam sanad ini adalah Mûsâ bin Hârûn al-Hamdânî, dari ’Amr bin

Hammâd al-Qannâd, dari Asbât bin Nasr al-Hamdânî, dari Ismâ’îl bin ’Abdurrahmân al-Suddî. Ahmad Muhammad Syâkir, penahqîq (muhaqqiq) Tafsîr al-Tabarî menyatakan bahwa sanad ini sangat banyak terdapat dalam Tafsîr ini, kalau tidak ingin disebut paling banyak.

Ahmad Muhammad Syâkir menyatakan bahwa guru al-Tabarî, yaitu Mûsâ bin Hârûn tidak diketemukan biografinya, kecuali periwayatan yang ada dalam Târîkh al-Tabarî di sekitar 50 tempat pada vol. I dan II. Sementara riwayatnya dari ’Amr bin Hammâd terkenal di kalangan ulama hadis merupakan periwayatan kitab (meriwayatkan dari tulisan), bukan periwayatan Hadits. Sementara ’Amr

591 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 315 592 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. V, hal. 10

adalah perawi tsiqah yang diterima periwayatannya oleh Muslim. Ibn Sa’d menyatakan ”insya Allah dia tsiqah”. Yahyâ bin Ma’în dan Abû Hâtim menilainya sadûq. Kemudian Asbât adalah perawi yang dida’îfkan oleh Ahmad, namun dinilai tsiqah oleh Ibn Hibbân dan Ibn Ma’în. Ahmad Muhammad Syâkir sendiri mengunggulkan penilaian tsiqah atas Asbât. dan perawi terakhir, yaitu al- Suddî adalah perawi yang tsiqah, yang diterima periwayatannya oleh Muslim.

Tidak tepat pendapat orang yang menilai al-Suddî sebagai perawi da’îf. 593

77. Hadis ”Tiga Hal Yang Tidak Bisa Dibuat Canda”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrij dan perawi

sahabatnya,

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan al-Tirmidzî, 597 Abû Dâwud, Ibn Mâjah, dan al-Hâkim 598 dari Abû Hurayrah.

Kualitas hadis: Hasan Penilaian hasan atas hadis ini didasari oleh hasil kajian penulis terhadap sanadnya, dan penilaian-penilaian yang diberikan ulama.

599 Al-Tirmidzî menilai hadis ini hasan garîb, sementara Abû Dâwud tidak mengomentarinya yang mengindikasikan penilaian hasan atas hadis ini. Al-Hâkim

menilainya sahîh al-isnâd. 600 Al-Dzahabî menolak kesahihan sanad al-Hakim

Ahmad Muhammad Syâkir, “Tahqîq” dalam Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. I, hal. 156

594 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 316 595 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Talâq wa al-Li’ân ’An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî al-

Jidd wa al-Hazl Fî al-Talâq, vol. III, hal. 490 596 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Talâq Bab al-Talâq ’Alâ al-Hazl, vol. II, hal. 259

597 Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Kitab al-Talâq Bab Man Tallaq aw Nakah aw Râja’a Lâ’iban, vol. I, hal 658

598 Al-Hâkim, Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 216 599 Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Talâq wa al-Li’ân ’An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî al-

Jidd wa al-Hazl Fî al-Talâq, vol. III, hal. 490 600 Al-Hâkim, Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 216

dikarenakan adanya perawi yang layyin, yaitu ’Abdurrahmân bin Habîb bin Adrak. 601

Al-Albânî juga menilai hasan hadis ini, dan menambahkan mukharrij yang lain, yaitu: al-Tahâwî, Ibn al-Jârûd, al-Dâruqutnî, Ibn Khuzaymah, dan al-Bagâwî, seluruhnya dari ’Abdurrahmân bin Habîb Adrak al-Makhzûmî, dari ’Atâ` bin Abû Rabâh Aslam Abû Muhammad al-Qurasyî, dari Yûsuf bin Mâhak bin Bahzâd al-

Fârisî, dari Abû Hurayrah. 602 Jadi walaupun ada banyak jalur periwayatan, namun karena semuanya bertumpu pada satu orang yang layyin, maka kualitas sanadnya

tidak dapat naik menjadi sahîh li gayrihi.

78. Hadis ”Melarang Rujuk”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya, yaitu: “Imam Syafi’i berpendapat bahwa larangan itu ditujukan kepada wali,

berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri tentang Qasim bin Ma’qil bin Yasir. Ma’qil mempunyai seorang saudara perempuan yang dinikahi oleh Abibaddah. Kemudian ia dicerai oleh suaminya. Setelah selesai idahnya, Abibaddah merasa menyesal dan ingin kembali kepada bekas istrinya itu. Tetapi Ma’qil, sebagai wali, tidak menyetujuinya sehingga peristiwa ini diketahui oleh Rasulullah saw dan kemudian turunlah ayat di atas dan Ma’qil memperkenankan

Abibaddah kembali kepada saudaranya.” 603

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Mustafâ ‘Abd al-Qâdir ‘Atâ, “Dirâsah wâ Tahqîq”, dalam Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al- Sahîhayn , vol. II, hal. 216 602 Al-Albânî, Irwâ` al-Galîl Fî Takhrîj Ahâdîts Manâr al-Sabîl, VI, hal. 224 603 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 316

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî. 604

Kualitas hadis: Sahîh Kesahîhan

berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkannya.

hadis ini

79. Hadis ”Kufur Orang Yang Meninggalkan Shalat”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya, yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan Ahmad 606

al-Nasâî, 608 dan al-Hâkim dari Buraydah al-Aslamî. Al-Tirmidzî juga meriwayatkannya dari Buraydah, Anas bin Mâlik, dan Ibn ’Abbâs. 609

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai hadis ini sahîh dengan berdasarkan kajian sanadnya dan penilaian ulama atasnya.

610 Al-Tirmidzî menilai hadis ini hasan sahîh garîb. al-Hakîm menilainya sahîh al-isnâd tanpa ada ’illah sama sekali, dan memiliki syâhid (penguat) berupa

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Tafsîr al-Qurân Bab Wa Idzâ Tallaqtum al-Nisâ` Fa Balagna Ajalahunn Fa Lâ Ta’dulûhunn, vol. IV, hal. 1645

605 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 328 606 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 346 607 Al-Nasâî, Sunan al-Nasâî, Kitab al-Salâh Bab al-Hukm Fî Târik al-Salâh, vol. I, hal. 231 608 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 48 609

Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Îmân ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî Tark al-Salâh, vol. V, hal. 13

Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Kitab al-Îmân ‘An Rasûlillâh Bab Mâ Jâa Fî Tark al-Salâh, vol. V, hal. 13

hadis sahîh yang sesuai dengan syarat al-Bukhârî dan Muslim. 611 Al-Albânî juga menilainya sahîh. 612

Perawi hadis (sanad Ahmad) ini adalah:

a. ’Alî bin al-Hasan bin Syaqîq Abû ’Abdurrahmân al-Marwazî, perawi yang diterima periwayatannya oleh al-Sittah. 613

b. Al-Husayn bin Wâqid Abû ’Alî al-Marwazî, seorang perawi tsiqah yang memiliki awhâm (kekurangcermatan). 614

c. ’Abdullâh bin Buraydah Abû Sahl al-Marwazî, perawi yang diterima periwayatannya oleh al-Sittah. 615

80. Hadis ”Pahala Menjaga Shalat”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya, yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, 617 dan al-Tabrânî dari ’Abdullâh bin ’Amr.

Kualitas hadis: Hasan 618 Al-Haytsamî menilai tsiqah seluruh perawi dalam sanad Ahmad. Al-

Albânî menilai hadis ini sahîh, 620 dalam kesempatan lain ia menilainya hasan.

611 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. I, hal. 48 612 Al-Albânî, Sahîh al-Targîb wa Tarhîb, vol. I, 137 613 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VII, hal. 263 614 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 169 615 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. V, hal. 137 616 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 328 617 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. II, hal. 169 618 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wâ Manba’ al-Fawâid, vol. I, hal. 292

Perawi hadis ini (sanad Ahmad):

a. ’Abdullâh bin Yazîd Abû ’Abdurrahmân al-’Adawî, seorang perawi yang diterima al-Sittah. 621

b. Sa’îd bin Miqlâs Abû Yahyâ al-Khuzâ’î, seorang perawi yang diterima oleh al- Sittah. 622

c. Ka’b bin ’Alqamah bin Ka’b Abû ’Abd al-Hamîd al-Tanûkhî, dinilai sadûq oleh

Ibn Hajar. 624 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Muslim menerima periwayatan darinya. 625

d. ’Îsâ bin Hilâl al-Sidfî, dinilai sadûq oleh Ibn Hajar. 626 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 627

81. Hadis ”Pahala Dilipatgandakan”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya. Matan tersebut adalah: “Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân, Ibnu Âbî Hâtim dan Ibnu Mardawaih

dari Ibnu Umar ketika turun ayat 261 surah al-Baqarah yang menerangkan bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah nafkahnya itu adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan 7 tangkai; pada tiap-tiap tangkai berisi seratus biji, maka Rasulullah saw memohon, “Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu

bagi umatku (lebih dari 700 kali).” 628

619 Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, ”Tahqîq” dalam Al-Tibrîzî, Muhammad bin ‘Abdullâh al- Khatîb, Misykâh al-Masâbîh, (Beirut: al-Maktab al-Islâmî, 1985), cet. III, vol. I, hal. 127

Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, al-Tsamar al-Mustatâb Fî Fiqh al-Sunnah wa al-Kitâb, (Garrâs Li al-Nasyr wa al-Tawzî’), ttp, tth., cet. I, vol. I, hal. 52

621 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VI, hal. 75 622 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 7 623 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 461 624 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 355 625 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl, vol. XXIV, hal. 24 626 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 441 627 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. V, hal. 213 628 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 334

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Ibn

629 Abû Hâtim.

Kualitas hadis: Hasan Penilaian ini berdasarkan kajian atas sanad hadis. Perawi hadis ini adalah: Abû Zur’ah, dari Ismâ’îl bin Ibrahîm bin Bassâm

al-Tarjamânî, dari Abû Ismâ’îl al-Muaddib (Ibrâhîm bin Sulaymân bin Razîn), dari ’Îsâ bin al-Musayyab al-Bajalî, dari Nâfi’, dari Ibn ’Umar.

Ismâ’îl bin Ibrahîm dinilai lays bihî ba`s. Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. 630

Abû Ismâ’îl al-Muaddib disebut Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât. 631 Ibn Ma’în menilainya da’îf, 632 dan Ibn Hajar menyebutnya perawi sadûq yugrib (banyak periwayatan yang tidak diriwayatkan oleh perawi-perawi lain). 633

’Îsâ bin al-Musayyab dinilai da’îf al-hadîts lays bi syay` oleh Ibn Ma’în. Abû Zur’ah menilainya syaykh lays bi al-qawiy. 634 Ibn Hibbân menyebutnya

dalam al-Tsiqât. 635

629 Ibn Abû Hâtim, Tafsîr Ibn Abû Hâtim, vol. II, hal. 296 630 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 93 631 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VI, hal. 27 632 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.VII, hal. 327 633 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 90 634 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VI, hal. 288 635 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 232

82. Hadis ”Tafsir al-Kursî (1)”

Di dalam Tafsir substansi matan berupa: “Menurut Ibnu Abbas dalam riwayat yang sahih, yang dimaksud dengan

Kursi adalah tempat dua telapak kaki Allah.” 636 Berdasarkan penelusuran penulis, riwayat yang selaras dengan ungkapan

di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabârî dari Abû Mûsâ al-Asy’arî, 637 al-

Tabrânî dari Ibn ’Abbâs. 638 Al-Suyûtî menyatakan bahwa hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibn al-Mundzir, Abû al-Syaykh, dan al-Bayhaqî seluruhnya dari

Abû Mûsâ al-Asy’arî. 640 Al-Hâkim meriwayatkannya melalui Muslim al-Batîn.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan kajian atas sanadnya dengan mempertimbangkan penilaian yang telah diberikan ulama. Al-Haytsamî menyatakan bahwa sanad al-Tabrânî seluruh perawinya

sahîh. 642 Sementara Ibn Hajar menilai sahîh sanad Ibn al-Mundzir. Al-Hâkim menilai sanad yang dimilikinya sahîh dan sesuai dengan syarat yang dimiliki oleh

al-Syaykhayn. 643 Perawi dalam sanad al-Tabrânî adalah Abû Muslim al-Kusysyî, dari Abû

’Âsim, dari Sufyân al-Tsawrî, dari ’Ammâr al-Duhnî, dari Sa’îd bin Jubayr. Sementara al-Tabarî meriwayatkannya dari Ahmad bin Ishâq, dari Abû Ahmad al- Zubayrî, dari Sufyân al-Tsawrî, dari ’Ammâr al-Duhnî, dari Muslim al-Batîn.

636 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 352 637 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. V, hal. 398 638 Al-Tabrânî, al-Mu’jam al-Kabîr, vol. XII, hal. 39 639 ’Abdurrahmân bin Abû Bakar al-Suyûtî, al-Durr al-Mantsûr Fî al-Ta`wîl Bi al-Ma`tsûr,

www.altafsir.com (dalam program al-Maktabah al-Syâmilah al-Isdâr al-Tsânî), vol. II, hal. 161 640 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 310

641 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, vol. VI, hal. 323 642 Ibn Hajar al-‘Asqalâni, Fath al-Bârî, vol. III, hal. 15, dan vol. VIII, hal. 199 643 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 310

Abû Ahmad al-Zubayrî (Muhammad bin ’Abdillah bin al-Zubayr), ’Ammâr al-Duhnî atau ’Ammâr bin Abû Mu’âwiyah dan Muslim al-Batîn atau

Muslim bin Abû ‘Imrân dinilai tsiqah oleh Ibn Ma’în dan ulama lain. 644

83. Hadis ”Tafsir al-Kursî (2)”

Di dalam Tafsir disebutkan: ”Ada juga riwayat dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan Kursi

adalah ilmu Allah, tetapi riwayat ini lemah.” 645

Takhrîj hadis:

Al-Tabarî dalam Tafsîr-nya dan al-Dzahabî dalam Mîzân I’tidâl mengutip sebuah riwayat terkait penafsiran Ibn ’Abbas ini. 647

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian da’îf terhadap riwayat ini berdasarkan kajian atas sanadnya. Dalam sanad keduanya ada Ja’far bin Abû al-Mugîrah, dari Sa’îd bin

Jubayr. Ja’far dinilai oleh Ibn Hajar sebagai perawi yang sadûq yang dituduh melakukan kekeliruan (yuhim). 648 Al-Dzahabî juga menilainya sadûq, sementara

Ibn Mandah menilainya tidak kuat (lays huwa bi al-qawiy) dalam periwayatan dari Sa’îd bin Jubayr.

84. Hadis ”Pihak-pihak Yang Bisa Memberi Syafaat”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrijnya, yaitu:

644 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VII, hal. 297, vol. VIII, hal. 191 dan vol. VI, hal. 390 645 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 352 646 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. V, hal. 397 647 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. II, hal. 148 648 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 141 649 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 353

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî Abû Sa’îd al-Khudrî dengan

matan: 650

651 Sementara matan yang ada dalam riwayat Muslim adalah:

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim

meriwayatkannya.

85. Hadis ”Kebebasan Beragama”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemah matan hadis beserta mukharrijnya, yaitu: ”Riwayat Abu Dâud, Ibnu Hibbân, an-Nasâ`i, as-Suddiy dan Ibnu Jarir

telah menyebutkan sebab turun ayat 256 ini, seorang lelaki bernama Abû al- Husain dari keluarga Banî Sâlim Ibnu ’Auf mempunyai dua orang anak laki-laki yang telah memeluk agama Nasrani, sebelum Nabi Muhammad saw diutus sebagai nabi. Kemudian kedua anak itu datang ke Medinah (setelah datangnya agama Islam) maka ayah mereka selalu meminta agar mereka masuk Islam, dia berkata kepada mereka, ”Saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk Islam.” Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw dan ayah mereka berkata, ”Apakah sebagian dari tubuhku akan masuk neraka, dan aku hanya melihat saja?” Maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah membiarkan mereka

itu tetap dalam agama semula.” 652

Berdasarkan pelacakan penulis, hadis yang selaras dengan terjemahan matan di atas adalah:

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Tawhîd Bab Qawl Allâh Ta’âlâ Wujûh Yawmaidz Nâdirah Ilâ Rabbihâ Nâzirah, vol. IV, hal. 2707 651 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab Ma’rifah Tarîq al-Ru’yah, vol. I, hal. 170 652 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 355

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Tabarî (matan yang digunakan adalah riwayatnya). 653 Abû Dâwud 654 meriwayatkan hadis yang menjadi asbâb al-nuzûl dari ayat

ini dengan redaksi matan yang berbeda:

Penulis tidak mendapatkan periwayatan dari al-Nasâî, baik yang semakna dengan riwayat al-Tabarî maupun Abû Dâwud.

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai da’îf hadis ini berdasarkan kajian atas sanadnya. Perawi yang ada dalam sanad al-Tabarî adalah Ibn Humayd, dari Salamah

bin al-Fadl, dari Abû Ishâq (Muhammad bin Ishâq), dari Muhammad bin Abû Muhammad al-Harsyî Mawlâ Zayd bin Tsâbit, dari ’Ikrimah, dari Sa’îd bin Jubayr.

Salamah bin al-Fadl al-Abrasy dida’îfkan oleh Ibn Râhawayh dan al- Nasâî. Al-Bukhârî menyatakan bahwa periwayatannya mengandung munkar. Ibn

Ma’în masih mau menulis periwayatan darinya. 655

653 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. V, hal. 405 654 Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Kitab al-Jihâd Bab al-Asîr Yukrah ‘Alâ al-Islâm, vol. III, hal.

86. Hadis ”Pahala Sedekah Unta”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemah matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya, yaitu: ”Banyak riwayat yang berasal dari Rasulullah saw yang menggambarkan

keberuntungan orang-orang yang menafkahkan harta bendanya di jalan Allah, untuk memperoleh keridaan-Nya dan untuk menjunjung tinggi agama-Nya. Di antaranya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, an-Nasâ`i, dan al-Hâkim, dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia berkata, ”Seorang lelaki telah datang membawa seekor unta yang bertali di hidungnya lalu orang tersebut berkata, ”Unta ini saya nafkahkan di jalan Allah”. Maka Rasulullah saw bersabda, ”Dengan nafkah ini, Anda akan memperoleh di akhirat kelak tujuh ratus ekor unta

yang juga bertali di hidungnya.” 656

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan terjemah matan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan Muslim, 657

Ahmad, 660 al-Nasâî, dan al-Hâkim. Hadis diriwayatkan dari Abû Mas’ûd (’Uqbah bin ’Amr bin Tsa’labah) al-

Ansârî, bukan bukan Ibn Mas’ûd.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya dalam al-Sahîh.

655 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol. III, hal. 273 656 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 367 657 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Imârah Bab Fadl al-Sadaqah Fî Sabîl Allâh wa Tad’îfihâ, vol.

III, hal. 1505

658 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 274 659 Al-Nasâî, Sunan al-Nasâî, Kitab al-Jihâd Bab Fadl sl-Sadaqah Fî Sabîl Allâh ‘Azz wa Jall, vol.

VI, hal. 49 660 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol. II, hal. 99

87. Hadis ”Amal Berdasarkan Niat”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya. Berikut adalah matan tersebut:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 663 dari ’Umar bin al-Khattâb. Muslim juga meriwayatkan hadis ini.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya.

88. Hadis ”Tiga Golongan Yang Tidak Disucikan”

Di dalam Tafsir ditemukan matan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim dari Abû Dzarr. 665 Berikut adalah matan hadisnya secara lengkap:

661 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 368 662 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Bad`u al-Wahy Bab Bad`u al-Wahy, vol. I, hal. 3 663

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Imârah Bab Qawluhû Innamâ al-A’mâl Bi al-Niyyah wa Annahû Yadkhul Fîhi al-Gazw wa Gayruhû Min al-A’mâl, vol. III, hal. 1515

664 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 371 665 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab Bayân Galz Tahrîm Isbâl al-Izâr wa al-Mann Bi al-

’Atiyyah wa Tanfîq al-Sil’ah Bi a-Halif wa Bayân al-Tsalatsah al-Ladzîn Lâ Yukallimuhum Allâh Yaum al-Qiyâmah wa Lâ Yanzur Ilayhim wa Lâ Yuzakkîhim wa Lahum ’Adzâb Alîm , vol.

I, hal. 102

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

89. Hadis ”Ancaman Bagi Peminum Khamar”

Di dalam Tafsir ditemukan matan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Nasâî namun dari ‘Abdullâh bin ‘Amr dengan redaksi: 667

Kualitas hadis: Sahîh Kesahîhan hadis ini berdasarkan kajian atas sanadnya, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang diberikan ulama.

Al-Albânî menilai hadis ini sahîh. 668 Perawi hadis ini adalah:

a. Muhammad bin Basysyâr bin ’Utsmân al-’Abdî adalah perawi yang diterima oleh al-Sittah. 669

666 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 371 667 Al-Nasâî, Sunan al-Nasâî, Kitab al-Asyribah Bab al-Riwâyah Fî al-Mudminîn Fî al-Khamr, vol.

VIII, hal. 318

668 Al-Albânî, Sahîh wa Da’îf Sunan al-Nasâî, vol. XII, hal. 172 669 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IX, hal. 61

b. Muhammad bin Ja’far (Gundar) Abû ‘Abdullâh al-Hudzalî adalah perawi tsiqah yang tsabat dalam periwayatan dari Syu’bah. 670

c. Syu’bah bin al-Hajjâj al-Wâsitî dijuluki sebagai amîr al-mu`minîn fî al- hadîts. 671

d. Mansûr bin al-Mu’tamir Abû ‘Itâb al-Silmî dinilai oleh ’Abdurrahmân bin Mahdî sebagai orang yang paling kuat hafalannya di Kufah, dan jika di Kufah ada orang yang berbeda periwayatan hadisnya dengan Mansûr, maka orang tadi

pasti salah. 672

e. Sâlim bin Abû al-Ja’d Râfi’ al-Gatfânî seorang perawi tsiqah dari golongan tabi’in yang melakukan tadlîs dan irsâl (memursalkan hadis) 673 Ia adalah perawi

yang diterima al-Sittah.

f. Nubayt disebut oleh Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât. 675

g. Jâbân disebut oleh Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât. 676

90. Hadis ”Bersedekah Dengan Yang Buruk”

Di dalam Tafsir disebutkan, “Riwayat lain menyebutkan, bahwa ada seorang lelaki memetik buah

kurma, kemudian dipisahkannya yang baik-baik dari yang buruk-buruk. Ketika datang orang yang meminta sedekah, diberikannyalah yang buruk itu. Maka ayat

ini turun mencela perbuatan itu.” 677 Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di

atas adalah:

670 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VII, hal. 221 671 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. IV, hal. 369 672 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. VIII, hal. 177 673 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.III, hal. 162 674 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. III, hal. 373 675 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VII, hal. 546 ; Ibn Hajar al-’Asqalânî, Lisân al-Mîzân, vol. VII, hal.

409 676 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IV, hal. 121

677 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 376

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabarî dalam Tafsirnya. 678

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai da’îf hadis ini berdasarkan kajian sanadnya. Perawi hadis ini adalah ’Isâm bin Rawwâd bin al-Jarrâh al-’Asqalânî, dari

bapaknya yaitu Rawwâd bin al-Jarrâh al-’Asqalânî, dari Abû Bakr al-Hudzalî, dari Ibn Sîrîn, dari ’Abîdah al-Salmânî.

Dua orang perawinya bermasalah, yaitu ’Isâm dan Rawwâd (bapaknya). ’Isâm disebut oleh Ibn Hibbân dalam al-Tsiqât, 679 namun dinilai layyin oleh al-

Hâkim Abû Ahmad. 680 Rawwâd dinilai tsiqah oleh Yahyâ bin Ma’în, namun di akhir usianya dia

mengalami ikhtilat (pikun) dan hadis yang diriwayatkannya mudtarib. 681 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât dan menyatakan bahwa Rawwâd sering

melakukan kekeliruan dan memiliki pendapat yang berbeda (kân yukhti` wa yukhâlif). 682 Al-Nasâî menilainya munkar, al-Dâruqutnî bahkan menilainya

matrûk, sementara Ibn ’Ady menyatakan bahwa kebanyakan hadis yang diriwayatkan Rawwâd tidak dapat tidak dapat dijadikan penguat (’âmmah mâ

yarwîhi lâ yutâbi’hu ’alayh al-nâs). 683

678 Al Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. V, hal. 561 679 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 521 680 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Lisân al-Mîzân, vol. IV, hal. 167 681 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. III, hal. 524 682 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 246 683 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.III, hal. 82

91. Hadis ”Dakwah Bertahap”

Di dalam Tafsir disebutkan, ”Rasulullah saw pernah bersabda kepada Mu’az bin Jabal ketika beliau

mengutusnya ke Yaman: Beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka berkewajiban untuk bersedekah, diambilkan dari orang-orang kaya mereka, dan diberikan kepada orang fakir mereka. Dan ingatlah, jangan sampai engkau memaksa mereka untuk menyedekahkan barang-barang yang baik saja dari harta

mereka.” 684 Berdasarkan penelusuran penulis, hadis yang selaras dengan ungkapan di

atas adalah:

Takhrîj hadis:

686 Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî dan Muslim dari Ibn ’Abbâs.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahîh hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

684 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 376

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Zakâh Bab Akhdz al-Sadaqah Min al-Agniyâ` wa Turadd Fî al-Fuqarâ` Hayts Kânû, vol. II, hal. 544

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab al-Du’â` Ilâ al-Syahadatayn wa Syarâi’ al-Islâm, vol. I, hal. 50

92. Hadis ”Doa Dua Malaikat”

Di dalam Tafsir didapati matan hadis beserta mukharrijnya, yaitu:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 689 dan Muslim dari Abû Hurayrah.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

93. Hadis ”Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahabatnya, yaitu:

687 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 379 688 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Zakâh Bab Qawl Allâh Ta’âlâ Fa Amm Man A’tâ wa

Ittaqâ wa Saddaqa Bi al-Hutsnâ Fa Sanuyassiruhû Li al-Yusrâ, vol. II, hal. 522 689 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Zakâh Bab Fî al-Munfiq wa al-Mumsik, vol. II, hal. 700

690 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 383

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 692 dan Muslim dari Abû Hurayrah.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

94. Hadis ”Sedekah Yang Paling Utama”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Ahmad 694 dari Abû Umâmah

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian da’îf hadis ini berdasarkan kajian atas sanadnya, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang telah diberikan ulama.

695 Al-Albânî menilai sanadnya da’îf. Perawi hadis ini adalah ’Abd al-Quddûs bin al-Hajjâj al-Khawlânî, dari

Ma’an bin Rifâ’ah Abû Muhammad, dari ’Alî bin Yazîd bin Abû Hilâl al- Dimisyqî, dari al-Qâsim bin ’Abdurrahmân.

691 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Adzân Bab Man Jalas Fî al-Masjid Yantazir al-Salâh wa Fadl al-Masâjid, vol. I, hal. 234; Dan Kitab al-Zakâh Bab al-Sadaqah Bi al-Yamîn, vol. II,

hal. 517 692 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Zakâh Bab Fadl Ikhfâ al-Sadaqah, vol. II, hal. 715

693 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 384 694 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. V, hal. 265 695 Al-Albânî, Sahîh al-Targîb wa Tarhîb, vol. I, hal. 134

Ma’an bin Rifâ’ah dinilai tsiqah oleh ’Alî al-Madînî. Al-Jawjazânî menilainya lays bi hujjah, dan Yahyâ bin Ma’în menilainya layyin, 696 Sementara

’Alî bin Yazîd dinilai munkar oleh al-Bukhârî, dan matrûk oleh al-Dâruqutnî. 697 Ibn Hajar menilainya da’îf. 698

95. Hadis ”Bersedekah Kepada Orang Islam”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Ibn

Abû Hâtim. 700

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian ini berdasarkan kajian atas sanadnya. Perawi hadis ini adalah:

1. Ahmad bin al-Qâsim bin ’Atiyyah Abû Bakar al-Bazzâr (lebih dikenal dengan nama Abû Bakr bin al-Qâsim al-Hâfiz) adalah perawi yang sadûq lagi tsiqah. 701

2. Ahmad bin ’Abdurrahmân bin ’Abdullâh al-Dasytakî, sosok perawi yang sadûq. 702

3. Abî (bapakku) yaitu ’Abdurrahmân bin ’Abdullâh bin Sa’d al-Dasytakî, sosok

laki-laki yang sadûq. 704 Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât. Ibn Hajar menilainya tsiqah. 705

696 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. VI, hal. 455 697 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. V, hal. 4196 698 Ibn Hajar al-’Asqalanî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 406 699 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 386 700 Tafsîr Ibn Abû Hâtim, www.ahlalhdeeth.com, vol. II, hal. 332 701 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. II, hal. 67 702

Al-Dzahabî, Muhammad bin Ahmad, al-Kâsyif, (Jeddah: Dâr al-Qiblah Li al-Tsaqâfah al- Islâmiyah, 1413 H), cet. I, vol. I, hal. 198

4. Abûhu (bapaknya) yaitu ’Abdullâh bin Sa’d disebutkan Ibn Hibbân dalam al-

Tsiqât, 707 dan dinilai sadûq oleh Ibn Hajar.

5. Al-Asy’ats (Asy’ats) bin Ishâq al-Asy’arî al-Qummî adalah perawi yang maqbûl. 708

6. Ja’far bin Abû al-Mugîrah al-Qummî murid Sa’îd bin Jubayr adalah perawi yang sadûq yang lemah dalam periwayatan dari Sa’îd bin Jubayr. (lihat

pembahasan hadis nomor 83) 709

7. Sa’îd bin Jubayr adalah perawi yang diterima al-Sittah. 710 Penilaian da’îf ini berdasarkan kajian atas sanadnya, di mana salah satu

perawinya, yaitu Ja’far bin Abû al-Mugîrah adalah sosok perawi yang sebenarnya

sadûq namun ia lemah dalam periwayatan dari Sa’îd bin Jubayr.

96. Hadis ”Kriteria Miskin”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 713 dan Muslim dari Abû Hurayrah.

Kualitas hadis: Sahîh

703 Ibn Abû Hâtim, al-Jarh wa al-Ta’dîl, vol. V, hal. 254 704 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 372 705 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 344 706 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 338 707 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 305 708 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 112 709 Footnote nomor 648 710 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. IV, hal. 11 711 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 387 712 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Zakâh Bab Qawl Allâh Ta’âlâ Lâ Yas`al al-Nâs Ilhâfâ,

vol. II, hal. 538

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Zakâh Bab al-Miskîn Alladzî Lâ Yajid Ginâ wa Lâ Yuftan Lahû Fa Yutasaddaq ’Alayh, vol.

Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

97. Hadis ”Kebolehan Meminta Pada Tiga Kondisi”

Di dalam Tafsir disebutkan matan hadis beserta mukharrij dan perawi sahâbatnya, yaitu:

ﺔ ﺤ ِﺋﺎﺟ ﻪﺘﺑﺎﺻﺃ ﻞﺟﺭﻭ . ﻚﺴ ﳝ ﻢ ﹸﺛ ﺎﻬﺒﻴ ﺼﻳ ﱴﺣ ﺔﻟﺄﺴ ﹶﳌﺍ ﻪﻟ ﺖ ﱠﻠ ﺤﻓ ﺔﻟﺎ ﲪ ﻞ ﻤﺤ ﺗ ﻞﺟﺭ . ﺔ ﺛﻼﺛ ﺪﺣﻷ ﻞﺟﺭﻭ -- ﺶﻴﻋ ﻦﻣ ﺍﺩﺍﺪ ِﺳ ﻭﺃ -- ٍﺶ ﻴ ﻋ ﻦﻣ ﺎﻣﺍﻮ ِﻗ ﺐﻴﺼﻳ ﱴﺣ ﺔﻟﺄﺴﳌﺍ ﻪﻟ ﺖ ﱠﻠ ﺤﻓ ﻪ ﹸﻟﺎﻣ ﺖﺟﺎ ﺘﺣﺍ

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim 715 dari Qabîsah bin al-Mukhâriq.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

714 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 387-388 715 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Zakâh Bab Man Tahill Lahû al-Mas`alah, vol. II, hal. 722

98. Hadis ”Keutamaan Mandiri”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 717 dari al-Miqdâm bin Ma’d Karib.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî

meriwayatkannya dalam al-Sahîh.

99. Hadis ”Tangan Yang di Atas Lebih Utama”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 720 dan Muslim.

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

716 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 389

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Buyû’ Bab Kasb al-Rajul wa ’Amaluhû Bi Kasb al- Rajul wa ’Amaluhû Bi Yadihi, vol. II, hal. 730

718 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 389 719 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Zakâh Bab Lâ Sadaqah Illâ ’An Zahr Ginâ, vol. II, hal.

519 720 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Zakâh Bab Bayân Ann al-Yad al-’Ulyâ Khayr Min al-Yad al-

Suflâ wa Ann al-Yad al-’Ulyâ Hiya al-Munfiqah wa Ann al-Yad al-Suflâ Hiya al-Âkhidzah, vol. II, hal. 717

100. Hadis ”Berpegang Pada al-Qurân dan al-Sunnah”

Di dalam tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Mâlik dalam al-Muwattâ` secara balagât (mursal) 722 dengan redaksi:

723 Al-Hâkim juga meriwayatkannya dari Ibn ’Abbâs dengan redaksi:

724 Sementara matan hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mâjah adalah:

Kualitas hadis: Sahîh

Kesahîhan ini berdasarkan kajian atas jalur-jalur sanad yang ada. 725 Al-Albânî menilai hasan sanad yang dimiliki Mâlik dalam al-Muwattâ`.

Al-Hâkim menyatakan seluruh perawi yang dimilikinya telah disepakati (ketsiqahannya), dengan penjelasan tambahan bahwa ’Ikrimah digunakan (ihtajj)

721 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 393 722 Mâlik bin Anas, Muwatta` Mâlik, vol. II, hal. 899 723 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol I, hal. 171 724 Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Kitab al-Manâsik Bab Hajjah Rasulillâh, vol. II, hal. 1025 725

Al-Albânî, ”Tahqîq” dalam Al-Tibrîzî, Muhammad bin ‘Abdullâh al-Khatîb, Misykâh al- Masâbîh, vol. I, hal. 40

oleh al-Bukhârî, dan Abû Uways digunakan oleh Muslim. 726 Al-Dzahabî mengiyakan penilaian al-Hâkim ini dengan tambahan keterangan bahwa hadis ini

memiliki penguat (asl) yang ada dalam al-Sahîh (al-Bukhârî). 727 Al-Albânî menilai sahîh sanad yang dimiliki al-Hâkim. 728

101. Hadis ”Transaksi Yang Riba”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 732 dan Ahmad bin Hanbal. Muslim juga meriwayatkan hadis ini. Seluruhnya dari Abû Sa’îd al-Khudrî. Matan yang digunakan adalah riwayat

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

726 Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al-Sahîhayn, vol I, hal. 171

Mustafâ ‘Abd al-Qâdir ‘Atâ, “Dirâsah wâ Tahqîq”, dalam Al-Hâkim, al-Mustadrak ’Alâ al- Sahîhayn, vol. I, hal. 171 728 Al-Albânî, Sahîh al-Targîb wa Tarhîb, vol. I, hal. 10 729 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 393 730

Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Buyû’ Bab Bay’ al-Fiddah Bi al-Fiddah, vol. II, hal. 761

731 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. III, hal. 97

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Musâqâh Bab al-Sarf wa Bay’ al-Dzahab Bi al-Wariq Naqdan, vol. III, hal. 1211

102. Hadis “Dosa Yang Tidak Terampuni”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al- Tabrânî. 734

Kualitas hadis: Da’îf Penulis menilai hadis ini da’îf berdasarkan kajian atas sanadnya, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang diberikan ulama. Perawi hadis ini adalah: Muhammad bin ’Abdullâh al-Hadramî dan Muhammad bin al-Fadl al-Siqtî, dari al-Husayn bin ’Abd al-Awwâl, dari Abû Khâlid al-Ahmar, dari Syu’bah, dari Yazîd bin Humayr, dari Habîb bin ’Ubayd, dari ’Auf bin Mâlik.

Al-Haytsamî menilai sanad hadis ini da’îf, dikarenakan keda’îfan al- Husayn bin ’Abd al-Awwâl. 735 Abû Zur’ah menolak meriwayatkan hadis darinya

(al-Husayn), 737 Ibn Ma’în bahkan menilainya sebagai seorang pendusta. 738 Al-Albânî menilai hadis ini hasan ligayrihî.

103. Hadis “Allah Tidak Melihat Fisik (2)”

Di dalam Tafsir disebutkan,

733 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 394 734 Al-Tabrânî, al-Mu’jam al-Kabîr, vol. XVIII, hal. 60 735 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, vol. IV, hal. 119 736 Al-Dzahabî, al-Mugnî Fi al-Du’afâ, vol. I, hal. 172 737 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. II, hal. 294 738 Al-Albânî, Sahîh al-Targîb wa Tarhîb, vol. II, hal. 180 739 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 396

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim 741 dan Ahmad dari Abû Hurayrah.

Kualitas hadis: Sahîh 742 Penilaian sahîh atas Hadîts ini berdasarkan fakta bahwa Muslim

meriwayatkannya.

104. Hadis “Orang Yang Berzina Tidak Beriman”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî dari Abû Hurayrah. 744 Muslim juga meriwayatkan hadis ini dari Abû Hurayrah. 745

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

740 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb Bab Tahrîm Zulm al-Muslim wa Khadzlihî wa Ihtiqârihî, vol. IV. Hal. 1987

741 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. II, hal. 284 742 Lihat pembahasan nomor 66 743 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 398 744 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Mazâlim wa al-Gasb Bab al-Nahb Bi Gayr Idzn Sâhibi,

vol. II, hal. 875; Kitab al-Asyribah Bab Qawl Allâh Ta’âlâ Innamâ al-Khamr wa al-Maysir wa al-Ansâb, vol. V, hal. 2120; Kitab al-Hudûd Bab Lâ Yasyrab al-Khamr, vol. VI, hal. 2487; Kitab al-Hudûd Bab al-Sâriq Hîn Yasriq, vol. VI, hal. 2489; Kitab al-Hudûd Bab Itsm al- Zunâh, vol. VI, hal. 2497

745 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Îmân Bab Bayân Nuqsân al-Îmân Bi al-Ma’âsî wa Nafyihî ’An al-Multabis Bi al-Ma’siyah ’Alâ Irâdah Nafy Kamâlihî, vol. I, hal 76

105. Hadis ”Sisa Riba”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan matan sabab nuzûl beserta mukharrij dan perawi sahabatnya. Berikut adalah terjemahan matan itu:

“Menurut riwayat Ibnu Jarir, ayat 278 dan 279 ini diturunkan berhubungan dengan kesepakatan Abbas bin Abdul Mutallib dengan seseorang dari Bani Mugirah. Mereka sepakat pada zaman Arab jahiliah untuk meminjamkan uang yang disertai bunga kepada orang dari golongan Saqif dari Bani ’Amar yaitu ’Amar bin ’Umair. Setelah Islam datang mereka masih mempunyai sisa riba yang

besar dan mereka ingin menagihnya. Maka turunlah ayat ini.” 746

Berdasarkan penelusuran, penulis dapati riwayat yang selaras dengan terjemahan matan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Tabarî. 747

Kualitas hadis: Sahîh (lihat takhrîj nomor 76) 748 Penilaian ini berdasarkan kajian sanad hadisnya.

Perawi dalam sanad ini adalah Mûsâ bin Hârûn al-Hamdânî, dari ’Amr bin Hammâd al-Qannâd, dari Asbât bin Nasr al-Hamdânî, dari Ismâ’îl bin ’Abdurrahmân al-Suddî.

746 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 398-399 747 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. VI, hal. 22-23 748 Footnote nomor 593

106. Hadis ”Enggan Membayar Riba”

Di dalam Tafsir disebutkan, ”Menurut riwayat Ibnu Juraij: Bani Saqif telah mengadakan perjanjian

damai dengan Nabi Muhammad saw, dengan dasar bahwa riba yang mereka berikan kepada orang lain dan riba yang mereka terima dihapuskan. Setelah penaklukan kota Mekah, Rasulullah saw mengangkat ’Attab bin Asîd sebagai gubernur. Bani ’Amr bin ’Umair bin ’Auf meminjami Mugirah uang dengan jalan riba, demikian pula sebaliknya. Maka tatkala datang Islam, Bani ’Amr yang mempunyai harta riba yang banyak itu menemui Mugirah dan meminta harta itu kembali bersama bunganya. Mugirah enggan membayar bunga itu. Setelah Islam datang, hal itu diajukan kepada gubernur ’Attab bin Asid. ’Attab mengirim surat

kepada Rasulullah saw. Maka turunlah ayat ini. 749

Berdasarkan penelusuran penulis, riwayat yang selaras dengan riwayat di atas adalah:

749 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 399

Takhrîj hadis: Riwayat ini diriwayatkan oleh al-Tabarî. 750

Kualitas hadis: Da’îf Perawi yang ada dalam sanad ini adalah al-Qâsim, dari al-Husayn, dari al- Hajjâj. Keda’îfan hadis dikarenakan Keda’îfan al-Husayn (lihat takhrîj hadis

nomor 73). 751

107. Hadis ”Orang Kaya Enggan Melunasi Hutang”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî 754 dan Muslim

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Syaykhayn meriwayatkannya.

108. Hadis ”Ayat Yang Terakhir Turun”

Di dalam Tafsir disebutkan, “Menurut riwayat Bukhari dari Ibnu ‘Abbas, ayat ini adalah ayat yang terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw…” 755

750 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. VI, hal. 23

Footnote nomor 582 752 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 399

753 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Fî al-Istiqrâd wa Adâ al-Duyûn wa al-Hajr wa al-Taflîs Bab Matl al-Ganiy Zulm, vol. II, hal. 845

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Musâqât Bab Tahrîm Matl al-Ganiy wa Sihhah al-Hiwâlah, vol. III, hal. 1197

755 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 400

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al-

Bukhârî. 756

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh atas hadis ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî

meriwayatkannya.

109. Hadis ”Indahnya Harta Yang Baik Bagi Orang Shalih”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Ahmad 759 dan al-Tabrânî. Matan yang digunakan adalah riwayat Ahmad.

Kualitas hadis: Sahîh Penulis menilai sahih hadis ini berdasarkan kajian sanadnya, dan dengan mempertimbangkan penilaian yang telah diberikan ulama. Al-Albânî menilai sahîh sanad hadis ini sesuai dengan syarat yang digunakan Muslim. Al-Hâkim juga menilainya sahîh, dan al-Dzahabî

756 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab Tafsîr al-Qurân Bab Wa Ittaqû Yawman Turja’ûn Fîhi Ilâ Allâh, vol. IV, hal. 1652

757 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 403 758 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. IV, hal. 197 759

Al-Tabrânî, Sulaymân bin Ahmad, al-Mu'jam al-Awsat, (Cairo: Dâr al-Haramain, 1415 H.), vol. III, hal. 292

menyetujuinya. 760 Al-Haytsamî juga menilai sahîh perawi-perawi yang ada dalam riwayat Ahmad. 761

Perawi hadis ini (sanad Ahmad):

a. ’Abdurrahmân bin Mahdî bin Hisân bin ’Abdurrahmân Abû Sa’îd al-Anbarî, termasuk ulama yang hâfiz dan mutqin dan menolak periwayatan kecuali dari

orang yang tsiqah. 762

b. Mûsâ bin ’Alî (atau ’Ulay) bin Rabâh Abû ’Abdurrahmân al-Lakhmî, sosok perawi yang dinilai tsiqah oleh ulama. Abû Hâtim menyebutnya sebagai seorang perawi yang sâlih dan akurat dalam meriwayatkan (mutqin) yang tidak

menambahkan dan mengurangi periwayatannya. 763 Ibn Hajar menilainya sadûq

dan diduga keliru (rubbamâ akhta`a).

c. ’Alî bin Rabâh bin Qusayr Abû ’Abdullâh al-Lakhmî, seorang perawi yang dinilai tsiqah oleh Ibn Hajar. 765

110. Hadis ”Celakalah Orang Yang Menuhankan Harta”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh al- Bukhârî dari Abû Hurayrah. 767

760 Muhammad Nâsir al-Dîn al-Albânî, al-Silsilah al-Da’îfah, vol. V, hal. 41 761 Al-Haytsamî, Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, vol. IV, hal. 64 762 Ahmad bin ’Alî al-Asbahânî, Rijâl Muslim, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1407), cet. I, vol. I, hal.

420 763 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd al-Rijâl, vol. VI, hal. 553

764 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 553 765 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 401 766 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 403 767 Al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Jihâd wa al-Sayr Bab al-Hirâsah Fî al-Gazw Fî

Sabîlillâh, vol. III, hal. 1057

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan fakta bahwa al-Bukhârî meriwayatkannya dalam al-Sahîh.

111. Hadis ”Enggan Menjadi Saksi”

Di dalam Tafsir disebutkan terjemahan sabab nuzûl beserta perawi pertamanya yang merupakan seorang tabi’in. Berikut terjemahan tersebut:

”Diriwatkan oleh ar-Rabi’ bahwa ayat ini diturunkan ketika seorang laki- laki mencari saksi di kalangan orang banyak untuk meminta persaksian mereka,

tetapi tidak seorang pun yang bersedia.” 768

Berdasarkan pelacakan penulis, riwayat yang selaras dengan riwayat di atas adalah:

Takhrîj hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabarî dalam Tafsîr-nya. 769

Kualitas hadis: Da’îf Penilaian ini berdasarkan kajian atas sanad hadisnya. Perawi yang ada dalam sanad ini adalah:

a. ’Ammâr bin al-Hasan dinilai tsiqah oleh al-Nasâî dan dalam kesempatan lain dinyatakan sebagai perawi yang lâ ba`s bihi. 770 Dan Ibn Hibbân menyebutnya

dalam al-Tsiqât. 771

b. Ibn Abû Ja’far (’Abdullâh) dinilai oleh Muhammad bin Humayd al-Râzî

sebagai perawi yang fasiq. 773 Ibn Hajar sadûq yang keliru (yukhti`).

768 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 406 769 Al-Tabarî, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta`wîl al-Qurân, vol. VI, hal. 68-69 770 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. VII, hal. 349 771 Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. VIII, hal. 517 772 Al-Dzahabî, Mîzân al-I’tidâl Fi Naqd al-Rijâl, vol.IV, hal. 77

c. Bapaknya (Abû Ja’far al-Râzî) murid dari al-Rabî’ dan guru bagi anaknya (’Abdullâh) dinilai tsiqah oleh yahyâ bin Ma’în. Abû Hâtim menilainya tsiqah sadûq, Ahmad bin Hanbal dan kebanyakan ulama menilainya tidak kuat (lays bi al-qawiy ). Abû Zur’ah menyebutnya perawi yang banyak melakukan kekeliruan (yuhimm katsîran). ’Alî al-Madînî menyebutnya tsiqah yang mengalami ikhtilat (pikun di usia senja). ’Amr bin ’Alî menyatakan bahwa dalam diri Abû Ja’far

ada kelemahan (fîh da’f). 774

d. Al-Rabî’ bin Anas al-Bakrî dinilai sadûq oleh al-’Ijlî dan Abû Hâtim. Sementara al-Nasâî menilainya lays bihî ba`s, dan Ibn Hibbân menyebutnya dalam al-Tsiqât dengan tambahan keterangan bahwa orang-orang menghindari

periwayatan hadis darinya yang melalui Abû Ja’far karena terdapat banyak ketidakcermatan (al-nâs yattaqûn min Hadîtsihî mâ kân min riwâyah Abî Ja’far

’anh liann fî ahâdîtsih ’anh idtirâban katsîran). 775 Ibn Hajar menilainya sadûq yang memiliki kekeliruan (lah awhâm) dan dituduh berfaham syi’ah. 776

112. Hadis ”Beban Yang Sanggup Diemban”

Di dalam Tafsir diriwayatkan, ”Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata,

”Tatkala Allah menurunkan ayat 284 kepada Rasulullah saw, maka sahabat merasa bebannya bertambah berat, lalu mereka datang menghadap Rasulullah saw

dan berkata, ”Kami telah dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang sanggup kami kerjakan, yaitu salat, puasa, jihad, sedekah, dan kini telah turun pula ayat ini, yang kami tidak sanggup melaksanakannya”. Maka Rasulullah saw bersabda, ”Apakah kamu hendak mengatakan seperti perkataan Ahli Kitab sebelum kamu, mereka mengatakan, ”Kami dengar dan kami durhaka”. Katakanlah, ”Kami dengar dan kami taat, kemi memohon ampunan-Mu Ya Tuhan kami, dan hanya

kepada Engkaulah kami kembali.” 777

773 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 298 774 Al-Dzahabî, Siyar A’lâm al-Nubalâ`, vol. VII, hal. 346-347 775

Ibn Hajar al-’Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. III, hal. 207; Ibn Hibbân, al-Tsiqât, vol. IV, hal. 228 776 Ibn Hajar al-’Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, vol. I, hal. 205 777 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 411-412

Hadis yang selaras dengan ungkapan di atas adalah:

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim 779 dan Ahmad dari Abû Hurayrah.

778 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Îmân Bab Bayân Annahû Subhânahû wa Ta’âlâ Lam Yukallif Illâ Mâ Yutâq, vol. I, ha. 115

779 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, vol. II, hal 412

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian sahîh ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkannya.

113. Hadis ”Akhlak Rasulullah Adalah Alquran”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim. 781

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkan hadis ini.

114. Hadis ”Definisi Kebaikan”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh

Muslim dari al-Nawâs bin Sim’ân. 783

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkan hadis ini.

780 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 414 781 Muslim, Sahîh Muslim, Kitab Salâh al-Musâfirîn wa Qasruhâ Bab Jâmi’ Salâh al-Layl wa Man

Nâm ’Anhu aw Marad, vol. I, hal. 513 782 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 416

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb Bab Tafsîr al-Birr wa al-Itsm, vol. IV, hal. 1980

115. Hadis “Pahala Yang Terus Mengalir”

Di dalam Tafsir disebutkan,

Takhrîj hadis: Hadis ini, sebagaimana dinyatakan dalam Tafsir, diriwayatkan oleh Muslim. 785 Penulis tidak menemukan periwayatan hadis ini dari al-Bukhârî,

dengan berdasarkan tatabbu’ (pembacaan manual) terhadap kitab Sahîh al- Bukhârî , serta penelusuran melalui indeks kata yang terdapat dalam matan hadis ini pada al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî 786 dan Mausû’ah

Atrâf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf. 787

Kualitas hadis: Sahîh Penilaian ini berdasarkan fakta bahwa Muslim meriwayatkan hadis ini.

784 Tafsir Depag RI, vol. I, hal. 418

Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Wasiyyah Bab Mâ Yalhaq al-Insân Min al-Tsawâb Ba’d Wafâtihi, vol. III, hal. 1255

Dengan kata kunci “Jâriyah”, al-Mu’jam al-Mufahras menyatakan bahwa hadis” Idzâ Mât al- Insân Inqata’a ’Amaluhu” diriwayatkan oleh Muslim, Abû Dâwud dan al-Nasâi’î. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. I, hal. 340 Sementara dengan kata kunci ”’amal”, disebutkan bahwa hadis” idzâ mât al-insân, ahadukum inqata’a (’anhu) ’amaluhu” diriwayatkan oleh Muslim, Abû Dâwud, al-Tirmidzî, al-Nasâî, dan Ahmad. A.J. Wensinc, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, vol. IV, hal. 380

Dengan kata kunci ”idzâ mât al-insân inqata’a ’anhu ’amaluhu” , kitab ini menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, Abû Dâwud, al-Tirmidzî, al-Nasâî, Ahmad, al-Bayhaqî, dan seterusnya. Tidak ada keterangan bahwa al-Bukhârî meriwayatkan hadis ini. Muhammad al-Sa’îd bin Basyûnî Zaglûl, Mausû’ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf, vol. I, hal. 404

c. Orientasi Penggunaan Hadis Dalam Tafsir

Hadis adalah sumber utama dari hukum dan ajaran dalam Islam. Dalam urutan hierarkinya, hadis menduduki posisi kedua setelah Alquran. Keduanya, Alquran dan hadis, tidak bisa dipisahkan apalagi diperbandingkan. Beragama dengan hanya menggunakan Alquran tanpa hadis akan menimbulkan kebingungan karena Alquran memuat nilai, norma, dan ajaran-ajaran yang sifatnya makro dan universal. Hadislah yang memberikan penjelasan dan perincian dari kandungan Alquran. Pelaksanaan shalat misalnya, dalam Alquran terdapat banyak ayat yang berisi perintah melaksanakan shalat tanpa penjelasan bagaimana cara shalat itu dilaksanakan. Tata cara, rukun, syarat, waktu pelaksanaan, serta kesunahan shalat

yang bersifat teknis terdapat dalam hadis. Menggunakan hadis sebagai referensi dalam berijtihad, atau sebagai landasan argumentasi (hujjah) perlu memperhatikan kualitasnya. Kualitas ini terkait dengan keabsahan asosiasi sebuah ungkapan, perbuatan atau penetapan (taqrîr) kepada Rasulullah: Apakah Rasulullah benar-benar mengungkapkan, melakukan, atau menetapkan sesuatu sebagaimana tersebutkan dalam hadis itu.

Secara kasat mata kita dapati adanya banyak ungkapan, perbuatan, dan penetapan yang diasosiasikan kepada Rasulullah yang sebenarnya bukan perkataan, perbuatan dan penetapan beliau. Sejarah mencatat adanya kegiatan pemalsuan hadis yang telah berlangsung dari abad pertama hijriyah hingga sekarang. Adanya hadis-hadis palsu ini menuntut kita bersikap kritis dan melakukan kajian secara cermat untuk menyeleksi mana hadis yang sahîh dan mana yang da’îf.

Ungkapan, perbuatan, dan penetapan yang dapat dibuktikan validitas nisbatnya kepada Rasulullah disebut hadis sahîh (dan hasan), sementara jika nisbat itu tidak dapat dibuktikan, maka ia dinilai da’îf. Kasahîhan dan keda’îfan sebuah hadis, mempengaruhi keabsahan teori, ajaran, dan argumentasi yang dibangun atasnya.

Idealnya, hadis-hadis yang dijadikan sumber ajaran dan landasan argumentasi haruslah berkualitas sahîh. Hadis yang da’îf tidak tidak dapat dijadikan hujjah kecuali pada fadâil al-a’mal sebagaimana ketentuan yang telah

ditetapkan oleh ulama. Kualitas hadis ini haruslah dijelaskan secara lugas, misalnya dengan menyebutkan (atau menuliskan) kualitas hadis setelah atau sebelum penyebutan hadisnya (matannya), atau dengan mencantumkan sanadnya. Sanad ini yang menjadi keterangan atas kualitas hadis.

Tafsir Al-Qur’an Depag RI memuat banyak hadis (dan riwayat yang diindikasikan sebagai hadis) perlu memastikan kesahîhan hadis yang dicantumkannya. Namun sayangnya, Tafsir ini tidak secara konsisten menjelaskan kualitas hadis-hadis yang dikutipnya.

Dengan berdasarkan hasil penakhrîjan di atas (sub Bab a dan b pada Bab IV), kita dapati bahwa orientasi Tafsir ini adalah tidak hanya memuat hadis yang

kualitasnya sahîh. Berikut adalah perinciannya: Pertama, berdasarkan asosiasi atau penisbahannya:

1. Sebanyak 90 riwayat, atau 78% dari total riwayat yang dikaji, diasosiasikan kepada Rasulullah atau yang lebih dikenal sebagai hadis marfû’. Riwayat-riwayat itu ada pada kajian nomor: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10,

2. Riwayat yang diasosiasikan kepada sahabat, yang lebih dikenal sebagai hadis mawqûf, ada 23 riwayat atau 20% dari total riwayat yang dikaji. Riwayat-riwayat ini adalah kajian pada nomor: 7, 8, 18, 22, 26, 27, 31, 32,

39, 40, 45, 47, 63, 64, 75, 76, 82, 83, 90, 105, 108, 111, dan 113.

3. Riwayat yang diasosiasikan kepada tabi’in, yang lebih dikenal dengan istilah hadis maqtû’, ada 1 riwayat atau 1% dari total riwayat yang dikaji, yaitu pada kajian nomor 73.

4. Dan 1 riwayat atau 1% total riwayat yang dikaji, penulis tidak mengetahui penisbatannya, karena sumber-sumber yang memuat periwayatannya tidak menyebutkan sanad. Riwayat ini ada pada kajian nomor 41. Kedua, berdasarkan dengan jenis periwayatannya:

1. Sebanyak 84 riwayat, atau 73% dari total riwayat yang dikaji, merupakan hadis. Riwayat-riwayat ini adalah kajian nomor: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,

2. Sisanya sebanyak 31 riwayat, atau 27% dari total riwayat yang dikaji, masuk kategori Asbâb al-Nuzûl atau riwayat yang menjadi latar belakang turunnya ayat. Riwayat-riwayat ini adalah kajian nomor: 18, 22, 26, 27,

85, 90, 95, 105, 106, 111, dan 112. Ketiga, berdasarkan kualitas hadis (riwayat-riwayat):

1. Sebanyak 77 riwayat, atau 67% dari total riwayat yang dikaji, kualitasnya sahîh

2. Sebanyak 12 riwayat, atau 10% dari total riwayat yang dikaji kualitasnya hasan

3. Sebanyak 23 riwayat, atau 20% dari total riwayat yang dikaji, kualitasnya da’îf dengan 2 riwayat masuk kategori palsu (nomor 18 dan 68).

4. Dan 3 riwayat, atau 3% dari total riwayat yang dikaji, penulis tidak memberi penilaian karena ketiadaan sanad yang memungkinkan dilakukan kajian takhrîj. Terkait dengan penyampaian riwayat, penulis mendapati beberapa

kekurangan yang perlu diperbaiki oleh Tafsir ini. Berikut perinciannya,

a. Kesalahan pengutipan berupa penisbahan atau asosiasi riwayat kepada mukharrij yang ternyata tidak meriwayatkannya. Riwayat-riwayat ini adalah:

1. Hadis nomor 49 yang diasosiasikan kepada al-Bukhârî padahal ia adalah riwayat al-Tirmidzî

2. Hadis nomor 56 yang disebut sebagai riwayat Muslim namun ternyata ia adalah riwayat al-Tirmidzî.

3. Hadis nomor 57, 63, dan 85 Tafsir menyebut al-Nasâî sebagai mukharrij padahal ia tidak meriwayatkannya.

4. Hadis nomor 68 dinyatakan sebagai riwayat dari al-Bukhârî dan Muslim padahal keduanya tidak meriwayatkannya.

b. Pengutipan matan secara tidak tepat:

1. Hadis nomor 13 yang matannya kurang kata ”’usfûr”

2. Kata ﺔﻄﻘﻧ yang seharusnya ﺔﺘﻜﻧ dalam hadis nomor 16

3. Hadis nomor 17 yang redaksinya kurang satu kata, yaitu ةﺮﺋﺎﻌﻟا

4. Pengutipan kata ﻦﻣﺆﻤﻟا yang seharusnya ﻢﻠﺴﻣ dalam hadis nomor 48

5. Perbedaan matan antara kutipan Tafsir dengan sumber yang dirujuknya juga dapat dilihat pada hadis nomor 37, 39, 51, 70, 84, 89, dan 100.

c. Kekeliruan dalam penyebutan perawi sahabat yang terjadi pada hadis nomor

86 di mana Abu Mas’ûd dikira Ibn Mas’ûd

d. Kekurangcermatan berupa penyebutan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhârî dan Muslim dengan pernyataan bahwa hadis itu diriwayatkan oleh hanya salah satu dari keduanya. Hal ini terjadi pada hadis nomor 46, 87, 101, dan 104.

e. Kekurangcermatan berupa penyebutan bahwa al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis, padahal sebenarnya hanya salah satu dari keduanya yang meriwayatkannya. Misalnya pada hadis nomor 67 dan 115.

f. Penggunaan riwayat yang kurang kuat padahal ada riwayat lain yang dimiliki al-Bukhâri dan atau Muslim, atau riwayat lain yang lebih kuat. Misalnya:

1. Pada hadis nomor 11 Tafsir mengutip riwayat al-Tabrânî, padahal al- Bukhârî dan Muslim juga meriwayatkannya.

2. Pada hadis nomor 31, Tafsir menggunakan riwayat yang dimiliki al- Wâhidî padahal al-Bukhârî juga meriwayatkannya.

3. Pada hadis nomor 55, Tafsir mengutip Ahmad, padahal al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkannya.

4. Dan pada hadis nomor 57, Tafsir tidak menyebutkan Muslim sebagai mukharrij hadis tetapi justru menyebutkan Ahmad, al-Tirmidzî, al-Nasâî (faktanya justru al-Nasâî tidak meriwayatkannya dalam al-Mujtabâ), dan Ibn Mâjah .