Puncak Bromo
Puncak Bromo
Dari Pananjakan, sekitar pukul 7 pagi, kami melanjutkan perjalanan. Meluncur kembali naik jip, menuju dasar kaldera. Di tengah-tengah lautan pasir, semua jip berhenti. “Kita berhenti di sini, mobil tidak diperkenankan merapat ke Bromo”, kata Mas Gono. “Untuk mencapai puncak Bromo, kami bisa menyewa kuda, atau berjalan kaki ke puncak”, tambahnya. Kuda-kuda pun mendekati jip, menjemput pelancong.
Memang kebijakan ini diatur oleh masyarakat Tengger, untuk berbagi penghasilan, dan semuanya sama. Tidak boleh lebih atau kurang. Oleh karena itu, para pemilik jip di sini, berbagi rejeki dengan pemilik kuda, untuk mengantar pelancong hingga lereng
Dari sana, selain bisa menyaksikan lautan pasir
Pagi itu memang benar-benar dahsyat.
Bromo. Sebuah kearifan lokal yang rukun.
kaldera Tengger, kita dapat melihat Gunung Batok, Bila kita melirik ke arah timur, ternyata dinding
Kami memilih menikmati berkuda di lautan pasir,
Bromo dan Semeru yang nyaris sejajar, yang dapat kaldera diselimuti kabut yang bergerak perlahan.
merasakan semilir angin pagi menerpa wajah yang
dinikmati dalam satu kali pandang, berbalut sinar Merayap mengaliri bentukan alam, seakan
berbinar menikmati pemandangan. Di sebelah kanan
ingin mempertontonkan fenomena alam yang
mentari pagi. Dapat pula menyaksikan aliran kabut
terlihat Gunung Batok yang unik, karena betul-
mengagumkan, yang bisa memberikan energi positif
yang rapi mengitari gunung, seolah ada yang menata
betul menyerupai batok. Di depan, di kaki Bromo,
ke dalam tubuh. Sungguh menyegarkan. Juga, kontur
dengan teratur. Kepulan asap Semeru yang meletus
terdapat Pura Luhur Poten Bromo, tempat beribadah
dinding kaldera yang meliuk-liuk seperti berpinggul.
masyarakat Tengger yang beragama Hindu. Di pura
setiap 15 menit ikut menghiasi pemandangan.
Pemandangan spektakuler dari Pananjakan ini,
ini, setahun sekali, setiap tanggal 14 atau 15 bulan
Semuanya kemilau diterpa sinar mentari.
seperti tak mau berakhir. Kami melihat berkas cahaya
kasodo atau kesepuluh menurut penanggalan Jawa,
Pagi itu, selain wisatawan dalam negeri, banyak menerobos di sela-sela cemara, di Cemorolawang,
masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya
pula pelancong asing. Hampir semua memegang terus menerobos ke sela-sela pemukiman masyarakat
Kesada.
KIRI Pemukiman Suku Tengger di
Suku Tengger. Cemorolawang di tepi Kaldera Tengger. kamera, berdesakan di pinggir pagar pembatas
Kami terus berkuda melewati pura. Jalanan mulai
KANAN ATAS Tangga menuju puncak
jurang. Semua membidik dan mengabadikan ke
Ketika melihat pemukiman Tengger dari atas sana,
menanjak, menaiki lereng pasir yang berbukit. Di
Bromo yang berketinggian 2.392 m di atas
kami teringat pada kisah antropologi, yang bercerita
tengah lereng, kuda berhenti. Kami pun melanjutkan
permukaan laut.
hamparan bentang alam nan megah, yang bisa bikin
betapa hebatnya orang-orang Suku Tengger. Betapa,
merinding, dan terus-menerus berdecak kagum.
perjalanan dengan meniti tangga berpagar tembok,
KANAN TENGAH Masyarakat Suku Tengger
mereka sangat menjaga kearifan lokal secara turun-
kuning warnanya. Tangga itu terjal, membuat napas
berdagang di depan Gunung Batok.
“Amazing”, kata salah seorang pelancong asing yang
temurun. Masyarakat di sana tidak diperbolehkan
KANAN BAWAH Kawanan kuda milik berdiri di samping. “Incredible”, ujar kawannya di
terengah-engah. Ukurannya pas dua baris, satu baris
menjual tanah adat kepada orang di luar Tengger.
di kiri untuk yang naik, dan baris kanan untuk yang
masyarakat Tengger siap mengantar hingga
sebelah. Bidikan-bidikan para pelancong inilah yang Kalau ingin menjual, harus kepada sesama Suku
turun. Di sepanjang tangga itu, ada tiga tempat
ke lereng Bromo.
membuat Pananjakan terkenal ke seantero dunia.
Tengger.
istirahat. Kita dapat menepi, untuk mengaso sejenak.
Pemandangan spektakuler dari Pananjakan ini seperti tak mau berakhir. Kami melihat ray of light menerobos di celah-celah cemara, di
Cemorolawang, terus menerobos ke sela-sela pemukiman masyarakat Suku Tengger.
KANAN Jalan Setapak menurun curam tanpa pagar, mengarah kembali ke kaki Gunung
Bromo.
Dari puncak Bromo, pemandangan langsung terhampar. Di depan, kawah berlubang yang ujungnya tak terlihat, sangat dalam. Kawahnya bergaris tengah sekitar 600 hingga 800 meter. Dari dalamnya asap terus-menerus mengepul, sebagai tanda gunung ini masih aktif. Asapnya memberi nuansa warna yang berbeda di tengah birunya langit. Dari puncak gunung yang berketinggian 2.392 meter ini, kita menyaksikan lautan pasir seluas sekitar sepuluh kilometer persegi.
Dari puncak Bromo, Batok terasa sangat dekat, seolah kami dapat meloncat pindah gunung. Lalu kami berbelok ke kiri, mengitari bibir kawah pada jalan setapak yang kecil. Kiri dan kanan sama-sama yang halus. Lokasi turunan terjal ini dipakai pula
Di tempat ini, juga, sering dijumpai fotografer dan terjal. Di kiri lereng pasir yang curam, di kanan lubang
sedang di kanan perbukitan hijau, yang semuanya
pasangan laki-perempuan yang sedang melakukan kawah yang menganga. Kedua lutut pun bergetar di Rizal Mantovani dan dirilis 12 Desember 2012. Film
untuk pembuatan film 5 Cm, yang disutradarai oleh
ada di dalam sebuah kawah raksasa. Perbukitan hijau
berupa sabana melengkapi rasa cinta pada alam ini. pemotretan pra-pernikahan (pre-wedding) serta jalan setapak itu.
yang berkisah tentang proses pendakian ke Gunung
Benar-benar meneduhkan mata.
untuk dekorasi gedung pernikahan. Juga banyak pula
Kami terus menapaki pinggiran kawah, sambil Padang sabana dikenal oleh para pelancong penghobi foto berburu di padang sabana ini. Bagi mengabadikan keindahan pegunungan dan kaldera
Semeru itu dianggap menginspirasi banyak orang.
sebagai ‘Bukit Teletubbies’, karena menyerupai yang membawa panganan, di sini pun nyaman untuk Tengger. Agak menenggara, tampak jalan setapak ke tempat parkir kendaraan di tengah lautan pasir.
Di tengah lereng, kami berkuda kembali, menuju
lingkungan rumah para tokoh film anak-anak yang ‘botram’. Membuka perbekalan dan menggelar
menurun curam tanpa pagar, mengarah kembali ke Padang Sabana
berjudul Teletubbies yang populer tahun 1990-an. tikar. Sarapan setelah melakukan perjalanan sejak kaki gunung. Kami memutuskan untuk mencoba
Kawasan perbukitan ini ditumbuhi pakis, ilalang, pukul tiga dini hari tadi, tentunya bisa sangat lahap, menuruni gunung melalui jalur itu. Rasanya
Perjalanan dilanjutkan ke padang sabana. Lokasi
lavender serta rerumputan lainnya, yang terhampar karena udaranya begitu sejuk. Hamparan rumput mengasyikkan.
wisata ini ada di balik Gunung Bromo. Persisnya ada
liar berwarna kuning keemasan menari indah tertiup Landasan turunan di sana berpasir lembut,
di Lembah Jemplang, yang dapat ditempuh kira-kira
luas hingga meyerupai karpet hijau raksasa. Ada yang
bilang kawasan ini mirip dengan pemandangan di angin, seolah bisa membantu menghilangkan sehingga bila diinjak, kaki bisa amblas ke dalam pasir Di kiri adalah tebing-tebing kaldera yang tinggi,
30 menit melewati lautan pasir di dalam kaldera.
dataran tinggi Selandia Baru atau Skotlandia.
dahaga.
KIRI Sejauh mata memandang, hampir seluruhnya pasir yang terhampar berundak- undak bergelombang, seluas sekitar sepuluh kilometer peregi.
KANAN Padang sabana, beberapa pelancong menyebutnya bukit Teletubbies.
Pasir Berbisik
Suara angin sayup, tapi terdengar sangat Titik terakhir perjalanan kami adalah Pasir jelas. Jernih. Jauh dari kebisingan deru kendaraan,
Berbisik. Mendengar istilah ini, ingatan kita tentu kegaduhan pabrik, dan hiruk-pikuk orang di pasar. dibawa pada film besutan Garin Nugroho. Di dalam Ia nyata, seolah berbisik tepat di daun telinga. film itu, dapat kita lihat, pasir terhampar sangat luas. Kami berusaha mendekati alam: merasakan angin, Pasirnya berterbangan mengikuti arah angin, sangat melepaskan pandangan jauh ke depan, serta memutih ritmis, mengikuti landasan berbukit-bukit. mendapatkan kedamaian dan kesejukan. Bila dicampur embun di atasnya, tentu membuat kita seolah-olah berada di planet lain.
Dari perjalanan langlang bumi Tengger, kami bisa belajar peduli pada sesama dari masyarakat Tengger
Benar saja, setelah sekitar 20 menit perjalanan yang arif. Bentang alam Bromo, Batok, dan Semeru dari padang sabana, kendaraan berhenti tepat di yang mempesona dilihat dari Pananjakan, Lautan Pasir tengah padang pasir. Sejauh mata memandang, yang terhampar luas dengan pasir berbisiknya, dan hampir seluruhnya pasir yang terhampar, berundak- petualangan menjelajahi semua itu, membuat kami undak, dan bergelombang. Angin menghembus, mendapat energi positif. Hal itu seperti sinar mentari membentuk dorongan di permukaan pasir, sehingga yang menerpa permukaan bumi dan meresapi semua menjadikan butiran pasir beruntai berterbangan di makhluk hidup di atasnya. n atas permukaan bumi. Warnanya bergradasi lembut memutih.
Penulis adalah fotografer dan trainer jurnalistik.
PETA LANGLANG BUMI