Pengaruh Penyimpanan dan Pemasakan terhadap Mutu Gizi dan Organoleptik Empek-empek

PENGARUH PENYIMPANAN DAN
PEMASAKAN TERHADAP MUTU GIZI DAN
ORGANOLEPTIK EMPEK-EMPEK

ROSDIANA

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
ROSDIANA. Pengaruh Penyimpanan dan Pemasakan terhadap Mutu Gizi dan
Organoleptik Empek-empek (Dibimbing oleh BUD1 SETIAWAN, R1MBAWAN)l.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh cara penyimpanan dan pemasakan
terhadap kualitas empek-empek, suatu makanan tradisional dari Sumatera Selatan. Pada
penelitian ini digunakan empat cara penyimpanan yakni penyimpanan pada suhu kanlar,
penyimpanan pada suhu kamar dengan pembalutan tepung tapioka, penyimpanan den,gan
menggunakan refrigerator, dan penyimpanan dengan freezer. Cara pemasakan dilakukan
dengan dikukus dan digoreng. Kajian kualitas gizi diamati dengan cara mengukur kadar
lisin pada empek-empek, daya cerna protein dan bioavailabilitas lisin akibat terjadinya

proses pemanasan dan penyimpanan.
Setelah melalui proses penyimpanan empek-empek yang disimpan di dalamfree::er,
dan refrigerator memiliki kualitas yang lebih baik (bioavailabilitas lisin 80,5 % dan daya
cerna protein 87,2 %) dibandingkan dengan empek-empek yang disimpan dengan cara
lainnya.

Penyimpanan pada suhu di sekitar titik beku air dapat menekan tingkat

kerusakan empek-empek. Uji proksimat atas empek-empek juga menunjukkan bahwa
tingkat kelembaban ruang penyimpanan juga berpengaruh terhadap kualitas empekempek yang ditunjukkan dengan kadar air yang paling rendah yaitu 50,52% dan kadar
protein yaitu 14,79% pada empek-empek yang disimpan di dalam freezer.

Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa penyimpanan dengan tingkat kelembaban yang rendah
dapat menjaga kualitas empek-empek.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa proses pemanasan dapat menurunlcan
kualitas gizi empek-empek. Empek-empek yang dikukus mempunyai daya cerna prolein
86,47% dan


setelah pemanasan turun menjadi 85,3 %.

Demikian juga dengan

bioavailabilitas lisin yang mengalami penurunan dari 82,62 % menjadi 77,6 %.
Dari kajian organoleptik, diketahui bahwa empek-empek yang disimpan dengan
menggunakanfreezer lebih disukai. Hal ini tampak pada dari persentase kesukaan yimg
tertinggi sebesar 83,33%. Empek-empek yang digoreng lebih disukai dengan persentase
kesukaan 74,67% untuk komponen kekenyalan, rasa, aroma dan warna.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah cara penyimpanan dan proses pemasakan
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap mutu gizi dan organoleptik empek-empek.
Selain itu proses pemasakan dapat menurunkan mutu gizi empek-empek narnun
meningkatkan aroma.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

"PengaruhPenyimpanan dun Pemasakan terhadap Mutu Gizi dun Organoleptik
Empek-empek "

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan da.pat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2002

Rosdiana

GMK 99490

PENGARUH PENYIMPANAN DAN PEMASAKAN
TERHADAP MUTU GIZI DAN ORGANOLEPTIK
EMPEK-EMPEK

ROSDIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga


PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Penelitian

: Pengaruh Penyimpanan dan Pemasakan terhadap Mutu;

Gizi dan Organoleptik Empek-empek
Nama Mahasiswa

: Rosdiana

Nomor Pokok

: 99490

Program Studi


: Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Menyetuj ui,
1. Komisi Pembimbing

~ r . ~ r . ' ~ dSetiawan,
di
MS
Ketua

Dr. Rimbawan
Anggota
Mengetahui,

2. Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga

&+

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
Tanggal Lulus : 5 Juni 2002

3.

Direktur

Program Pascasariana
"

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jogyakarta pada tanggal 24 April 1963 sebagai anak ke dua dari
pasangan Muchyin Akip (Alm) dan Maryam. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang, lulus pada tahun 1989. Saat ini menjadi
tenaga pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kesempatim
untuk melanjutkan ke Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga IPB diperoleh pada tahun1999 dengan beasiswa pendidikan.
Pascasarjana yang diperoleh dari DITJEN DIKTI (BPPS) Departemen Pendidikan
Nasional.


PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul : "Pengaruh Penyimpanan
dan Pemasakan terhadap Mutu Gizi dan Organoleptik Empek-empek" ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Sludi
Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak, Ibu, Suami dan kedua anakku atas
doa, dukungan dan kasih sayangnya. Kepada Bapak Dr.Ir.Budi Setiawan, MS dan Bapak
Dr.Rimbawan selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberi
bimbingan, arahan, saran selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Di samping itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Laboratorium BALITBIO Tanarnan
Pangan yang telah memberikan izin selama penelitian, Juga teman-teman penulis
angkatan 1999 di GMSK yang telah membantu penulis selama dalam perkuliahan (clan
penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga hasil studi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2002

Penulis

DAFTAR IS1
Halarnan
DAFTAR TABEL .........................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
PENDAHULUAN .........................................................................
Latar Belakang .......................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................
Tujuan Umum ........................................................................
Tujuan Khusus .......................................................................
Manfaat Penelitian ..................................................................
Kerangka Pemikiran ................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
Empek-empek .......................................................................
Ikan Tenggiri ........................................................................
Tepung Tapioka .....................................................................
Protein .................................................................................
Daya Cerna Protein ..................................................................

Bioavailabilitas Lisin ...............................................................
Metode Evaluasi Kualitas Protein .................................................
Uji Organoleptik ...................................................................
Warna ...........................................................................
Tekstur ...........................................................................
Kekenyalan ......................................................................
Aroma ............................................................................
Rasa .............................................................................
METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................
Bahan dan Alat ........................................................................
Penelitian Pendahuluan ...............................................................
Penelitian Lanjutan ....................................................................

...

Vlll

ix
X


Halarnan
Rancangan Percobaan ..........................
.................................... 34
Analisa Data ........................................................................... 34
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
Penelitian Pendahuluan ...............................................................
Penelitian Lanjutan ....................................................................
Mutu Gizi Empek-empek .............................................................
Kadar Air ...........................................................................
Kadar Abu ..........................................................................
Kadar Lemak .......................................................................
Kadar Protein .......................................................................
Kadar Karbohidrat .................................................................
Kadar Serat .........................................................................
Kontribusi Empek-empek terhadap Kecukupan Energi ..........................
Kandungan Asam Amino Empek empek ..............................................
Kandungan Lisin. Daya Cerna Protein dan Bioavailabilitas Lisin pada
Empek-empek .....................................................................
Kadar Lisin .......................................................................

Daya Cerna Protein ................................................................
Bioavailabilitas Lisin ..............................................................
Mutu Organoleptik ....................................................................
Warna ...............................................................................
Tekstur dan Kekenyalan ..........................................................
Aroma ...............................................................................
Rasa ..................................................................................
Kuah Cuka ..........................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 65
65
Kesimpulan ............................................................................
Saran .................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 67
LAMPIRAN ................................................................................

7'4

DAFTAR TABEL
Halanian
Komposisi Kimiawi Ikan Tenggiri . .. .. ..... .. ..... .. ... .. . .. . .. . .. ..... ... ...
Komposisi Kimiawi pada tapioka per 100 gr bahan

............... ... ... ...

Beberapa Komposisi Resep Pembuatan Empek-empek yang diuji .. ... ..

121.

14.
321

Hasil Analisa Proksimat Empek-empek dengan Berbagai Cara
Penyimpanan .....................................................................

40

Hasil Analisa Proksimat Empek-empek dengan Berbagai Cara
Pemasakan .......................................................................

40

Kadar Serat Kasar Empek-empek dengan Berbagai Penyimpanan . .. . ..

48:

Kadar Serat Kasar Empek-empek dengan Berbagai Pemasakan . .. . ...

48;

Kontribusi Empek-empek terhadap Pola Kecukupan Energi ... .. ... ..... .

483

Perbandingan Kontribusi Energi pada Beberapa Bahan Pangan .. ... ... ..

49

Kandungan Asam Amino Esensial Empek-empek .. ... . . .. . .. . .... ... ... ...

51

Kadar Lisin, Daya Cerna Protein dan Bioavailabilitas Lisin Empekempek dengan Berbagai Penyimpanan . ...... .. ... .... . .. . .. . .. . .. . .. ........

53

Kadar Lisin, Daya Cerna Protein dan Bioavailabilitas Lisin Empekempek dengan Berbagai Pemasakan.. ... .... . .. . . ... ... ........ .... ... ... ...

53

Kadar Lisin, Daya Cerna Protein dan Bioavailabilitas Lisin Empekempek pada setiap Perlakuan ... . .... . . .... ..... ... . ... ... .... ... ..... ... ... ...

53

Modus dan Persentase Kesukaan terhadap Karakteristik Organoleptik
Empek-empek dengan berbagai cara Penyimpanan ... ... . .. . .. . .. . ....... .

6C1

Modus dan Persentase Kesukaan terhadap Karakteristik Organoleptik
Empek-empek dengan berbagai cara Pemasakan .. ... .... . .. . ....... ... ....

6c1

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Kerangka Pemikiran ................................................

7

Struktur Kimia Lisin ...............................................

21

Kadar Air Empek-empek ..........................................

40

Kadar Abu Empek-empek .........................................

42

Kadar Lemak Empek-empek ......................................

44

Kadar Protein Empek-empek ......................................

45

Kadar Karbohidrat Empek-empek ................................

46

Kadar Serat kasar Empek- empek .................................

47

Kadar Lisin Empek-empek ........................................

52

Daya Cerna Protein Empek-empek ...............................

55

Bioavailabiltas Lisin Empek-empek ..............................

57

DAFTAR LAMPIRAN
Halarnan
Hasil Uji Proksimat dan Kualitas Protein dari
Empek-empek .............................................................
Hasil Uji Asam Amino Empek-empek ..........................
Anova dan Uji LSD Kadar Air .........................................
Anova dan Uj i LSD Kadar Abu ........................................
Anova dan Uji LSD Kadar Lemak .....................................
Anova dan Uji LSD Kadar Protein ....................................
Anova dan Uji LSD Kadar Serat .......................................
Anova dan Uji LSD Kadar karbohidrat ...............................
Anova dan Uji LSD Kadar Lisin (per 100 gr) ......................
Anova dan Uji LSD Kadar Daya cerna protein ......................
Anova dan Uji LSD Bioavailabilitas lisin ...........................
Anova dan Uji LSD Aroma ............................................
Anova dan Uji LSD Rasa ..............................................
Anova dan Uji LSD Wama .............................................
Anova dan Uji LSD Tekstur ...........................................
Anova dan Uji LSD Kekenyalan .......................................
Anova dan Uji LSD Keseluruhan .......................................
Uj i Organoleptik dengan Metoda Friedman .........................
Forrnulir Uji ( Hedonik) ................................................
Penentuan Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)..................
Penentuan Kadar Protein Metode Mikro - Kjeldahl .................
Penentuan Kadar Lemak Metoda Ekstraksi Soxhlet .................
Penentuan Kadar Serat (Sulaeman dkk., 1995) ......................
Penentuan Kadar Karbohidrat Metode by - Different .............
Penentuan Asarn amino (HPLC) .......................................
Penentuan Daya Cema Protein in vitro ...............................
Penentuan Bioavailabilitas Lisin Metode FDNB ....................

7'3
74
76
76
77
77
78
78
79
79
80
81
81
82
82
83
83
85
86
87
88
89
90
91
92
92
92

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam surnberdaya pangan dalam bentuk mak03nan
maupun bahan makanan. Salah satu sumberdaya pangan tersebut adalah makanan
tradisional yang merupakan asset potensial bagi upaya penganekaragaman pangan
(Suhardjo, 1994). Makanan tradisional dapat diartikan sebagai makanan yang biasa
dikonsumsi masyarakat menurut golongan etnik dan wilayah tertentu serta
mempunyai rasa relatif sesuai dengan masyarakat setempat (Wirakusurnah, 1994).
Empek-empek merupakan salah satu produk makanan tradisional yang khas bagi
masyarakat di daerah Sumatera Selatan. Produk ini menggunakan bahan dasar ikan,
yang telah lama dikenal dan telah memasyarakat baik di kota Palembang maupun di
daerah-daerah lain di Indonesia.
Berkaitan dengan makanan tradisional atau makanan daerah, pemerintah
pernah giat melancarkan karnpanye "Aku Cinta Makanan Indonesia" (ACMI).
Gerakan ini bertujuan untuk yang bertujuan meningkatkan kecintaan terhiidap
makanan Indonesia serta mempopulerkan makanan Indonesia seperti pangiman
(makanan kecil) yang tidak terbatas pada upacara, tetapi lebih ditekankan pada
pelaksanaan nyata oleh masyarakat dalam susunan hidangan sehari-hari (Partini dan
Sidik, 1994). Khasanah makanan Indonesia yang terdiri dari beragam makiman
tradisional perlu dilestarikan dan aktualisasikan sesuai dengan tuntutan masyarakat

yang dinamis. Untuk itu diperlukan penyesuaian berkaitan dengan cara penyajian,
penyimpanan, masa simpan ataupun teknik pengemasannya.
Kualitas gizi makanan jajanan dan potensinya sebagai salah satu wahana
program diversifikasi pangan dan perbaikan gizi nasional hams diberi perhatian :fang
lebih baik (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 1993). Dari sekian banyak
makanan jajanan yang dikenal salah satunya adalah empek-empek yang merupakan
jajanan tradisional dari Palembang.
Empek-empek dibuat dengan menggunakan bahan dasar daging ikan, tepung
tapioka, air dan garam. Kesemua bahan tersebut diaduk sehingga menjadi adonan
kemudian dibentuk, direbus dan digoreng. Jajanan ini dikonsumsi dengan
menggunakan cuka sebagai bahan penyedap tambahan.

Makanan ini banyak

digemari masyarakat terutama mereka yang suka mengkonsurnsi makanan dengan
cita rasa ikan, karena disamping rasanya yang gurih, enak juga banyak mengantfung
protein. Di Palembang empek-empek merupakan makanan yang khas, yang banyak
dijadikan sebagai kegiatan usaha di bidang industri rumah-tangga.
Menurut Roestam (1 994), dalam rangka memasyarakatkan makiman
tradisional perlu diberikan informasi mengenai kandungan zat gizi makanan tersebut.
Bentuk yang paling baik adalah mencantumkan komposisi zat gizinya pada setiap
resep masakan Indonesia. Adanya label zat gizi akan memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk memilih sesuai dengan kebutuhan.
Sumber protein hewani yang digunakan dalam pembuatan empek-empelc ini
adalah ikan. Jenis ikan yang biasa dan banyak digunakan antara lain adalah ikan
belida, ikan gabus, dan ikan tenggiri. Ikan belida jarang digunakan karena hargimya

mahal dan saat ini sudah langka walaupun rasanya lebih enak dibandingkan dengan
bahan ikan lainnya. Rasa empek-empek dari ikan tenggiri lebih lezat bila
dibandingkan dari ikan gabus.
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup potensial,
karena mengandung protein sekitar 15-24 % dari total berat daging ikan segar dan
mempunyai daya cerna yang sangat tinggi, yaitu sekitar 95 % (ITC, 1991 dtrlarn
Hubeis, 1994). Mengingat tingginya kandungan gizi dalarn daging ikan, maka perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan konsurnsi daging ikan tersebut. Usaha yang
dapat dilakukan antara lain adalah penganekaragaman produk olahan ikan dan salah
satunya adalah pembuatan empek-empek.
Usaha untuk menjadikan empek-empek sebagai komoditas perdaga~igan
tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Salah satu kendalanya yaitu mengenai claya
tahan atau keawetan empek-empek yang rendah. Empek-empek bila tidak diberi
perlakuan pengawetan yang memadai, dalam waktu tiga hari saja dapat rusak dan
tidak dapat dikonsumsi lagi. Selain itu proses pemasakan pada saat akan disajikan
juga dapat mempengaruhi kualitas empek-empek tersebut, karena pada saat disajikan
empek-empek akan mengalami proses pemasakan yakni dalam bentuk perebusan atau
pengukusan ulang dan dilanjutkan dengan menggoreng.
Selama ini persepsi konsumen terhadap kualitas empek-empek terutama
ditentukan oleh faktor organoleptik (bentuk, ukuran, tekstur, warna, aroma, rasa) dan
faktor ekonomis (harga), sedangkan faktor gizi masih kurang mendapat perhatian
(Winarno, 1983). Protein dalam empek-empek diperlukan untuk membentuk teE:stur
yang kenyal. Namun protein mempunyai sifat alami yaitu sensitif terhadap perlalaan

panas, selama pengolahan khususnya pemanasan. Empek-empek dengan perlalcuan
tertentu (didinginkan, dilapis tapioka dan di simpan pada suhu ruang) dapat disinlpan
hingga 3 hari.

Setelah mengalami penyimpanan, empek-empek perlu dilaki~kan

pemanasan secara berulang baik yang dikukus maupun yang digoreng sebelum
dikonsumsi.
Mengingat banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi kualitas gizi empekempek, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh teknik, lama
penyimpanan serta teknik penyajian terhadap kualitas gizi dan organoleptik empekempek.
Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara penyimpanan dan
pemasakan terhadap mutu gizi empek-empek.
Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mempelajari:
1) Pengaruh proses penyimpanan terhadap mutu gizi dan organoleptik empekempek.
2) Pengaruh proses pemasakan terhadap mutu gizi dan organoleptik empek-empek.

3) Daya cerna dan bioavailabilitas lisin pada empek-empek setelah mengalami
proses penyimpanan dan pemasakan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang
bermanfaat kepada masyarakat mengenai kualitas empek-empek selama penyimp;anan
dan pada saat diproses untuk disajikan kembali.

Kerangka Pemikiran
Kualitas empek-empek sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan, proses
penyimpanan dan penyajiannya. Proses pembuatan mencakup komponen bahan d~asar
yang digunakan misalnya jenis ikan (ikan belida, ikan tenggiri, ikan gabus), jenis
tepung tapioka serta teknik pemasakannya (meliputi komposisi resep, lama perebusan
dan suhu air), sedangkan proses penyimpanan mencakup teknik penyimpanan !rang
berpengaruh terhadap daya simpan empek-empek. Proses penyajian merupiikan
proses penyiapan pemasakan empek-empek sehingga siap disajikan. Pada saat ;ikan
disajikan empek-empek tersebut dimasak ulang sesuai dengan selera. Pemasakan ini
umumnya empek-empek tersebut digoreng (Komariah, 1995).
Umumnya terdapat berbagai macam teknik penyimpanan empek-empek,
antara lain adalah penyimpanan pada suhu kamar di ruangan yang berangin,
penyimpanan di lemari pendingin dengan suhu 5°C atau dalamfieezer bersuhu -4°C.
Menurut penelitian Septriana (1995), empek-empek yang disimpan pada suhu dingin
beku (-4°C) dapat bertahan hingga 40 hari namun mengalami penurunan kualitas
organoleptiknya. Teknik pelumuran tepung merupakan teknik yang digunakan pads
saat empek-empek akan dikirimkan dari satu wilayah ke wilayah lain !rang

memerlukan waktu menginap. Umumnya empek-empek tersebut mampu bert(3han
hingga 2 hari. Setelah mengalami proses penyimpanan, empek-empek hams dimasak
ulang dengan cara perebusan atau pengukusan, kemudian digoreng.
Dari situasi di atas tampak bahwa titik rawan dalam pengelolaan empekempek adalah pada bagian proses penyimpanan dan pada proses pemasakan pada saat
akan disajikan. Salah satu komponen yang dikhawatirkan akan mudah mengalami
kerusakan adalah protein dan asam amino yang banyak terkandung dalam ikan.
Padahal ikan telah diketahui mempunyai kualitas protein yang amat baik dari segi
jumlah, kelengkapan maupun bioavailabilitasnya bagi manusia. Kerusakan tersebut
dapat timbul dalam bentuk terjadinya perubahan struktur ataupun menurunnya daya
cerna protein ataupun bioavailabilitas asam aminonya. Pada beberapa penelitian yang
telah ada disebutkan bahwa penggunaan panas yang tinggi, tekanan yang tinggi atau
waktu pemasakan yang lama akan mengurangi bioavailabilitas asam amino (termasuk
lisin) pada bahan pangan (Batterham, 1992; Barnerveld, 1994)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

TINJAUAN PUSTAKA

Empek-empek adalah makanan yang terbuat dari campuran tepung tapioka,
daging ikan, air dan garam yang diaduk menjadi satu lalu dibentuk, direbus, dikukus,
digoreng atau dipanggang dan dimakan dengan cuka.

Pada prinsipnya pembuatan

empek-empek dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengolahan

ikan,

pencampuran, pembentukan dan pemasakan (Komariah, 1995). Tahap pengoli~han
ikan meliputi proses penyiangan, pencucian, pembuatan filet dan penggilingan
daging ikan.

Menurut Suzuki (198 I), pencucian daging ikan bertujuan untuk

menghilangkan kotoran berupa darah dan kotoran lain yang dapat menimbulkan bau
dan warna yang tidak disukai pada produk akhir. Ikan terlebih dahulu difilet untuk
memudahkan pada proses selanjutnya. Setelah itu daging ikan digiling. Pada tiihap
pencampuran dilakukan penggabungan dari bahan-bahan tersebut dengan proporsi
yang tepat sesuai dengan resep yang digunakan. Ketepatan proporsi bahan amat
diperlukan karena proporsi atau komposisi sangat berpengaruh terhadap rasa dan
kekenyalan empek-empek. Menurut Karmas (1982), Komponen daging ikan
dipengaruhi oleh jenis, kesegaran dan komposisi kimia ikan yang digunakan :;erta
metode pengolahan yang dipakai.

Penggunaan ikan yang banyak akan membuat

rasa empek-empek yang dihasilkan akan terasa semakin enak (Dinas Perindus1:rian
Sumetera Selatan, 1978).
Tahap pembentukan bertujuan untuk memantapkan campuran dan
membentuknya sehingga diperoleh adonan yang dapat menyatu sampai kalis dan

dapat dibentuk sesuai dengan keinginan. Cara pembentukan empek-empek sangat
beragam, tergantung dari jenis empek-empek yang akan dibuat (Komariah, 1995)
Dewasa ini empek-empek dikenal dengan berbagai jenis dan bentuk, aritara
lain dikenal pempek kapal selam, lenjeran, pempek keriting seperti kue putu
mayang, empek-empek adaan yang bentuknya bulat seperti bakso, empek-enlpek
lenggang yang menggunakan campuran telur dan dipanggang seperti halnya dengan
otak-otak dibungkus dengan daun dan dibakar (Anonimous, 1993).
Tahap pemasakan empek-empek dapat dilakukan dengan berbagai cara ~raitu
perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan. Empek-empek dibentuk
lenjeran dan pemasakan dilakukan dengan perebusan, yaitu dengan memasulckan
empek-empek lenjeran ke dalam panci berisi air mendidih,
didalam air mendidih.

kemudian direbus

Empek-empek yang telah matang akan mengapung di

permukaan air rebusan, dan jika ditekan dengan tangan akan terasa lembut dan kenyal
sampai bagian dalamnya.
Proses perebusan bertujuan agar pati mengalami proses gelatinisasi sehiligga
granula pati mengembang dan protein terdenaturasi. Pengembangan granula pati ini
disebabkan molekul-molekul air melakukan penetrasi ke dalam granula dan
terperangkap dalam susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin (Muchtacli et.
al., 1988).
Setelah matang, empek-empek diangkat, ditiriskan dan didinginkan sesaat.
Berdasarkan penelitian Septriana (1 9 9 9 , daya awet eppek-empek relatif rendah,
apabila disimpan pada suhu kamar, pada hari ke-3 empek-empek tidak dapat
dikonsumsi lagi, sedangkan jika disimpan dalam refrigerator, empek-empek dapat

tahan sampai 30 hari.

Namun empek-empek yang direbus hanya mempunyai

ketahanan simpan 48 jam.

Apabila penyimpanan terlalu lama, pada permu.kaan

produk akan timbul lendir (Komariah, 1995). Hal ini menyebabkan mutu empekempek turun dan pemasaran ke luar daerah mengalami hambatan. Produsen empekempek mencoba mengatasi masalah ini dengan melumuri permukaan empek-enipek
dengan tepung tapioka untuk pemasaran ke luar daerah.

Ikan Tenggiri

Ikan tenggiri termasuk dalam ordo Percomorphi, famili Scombridae, sub
famili Scomberomorinae, genus Scomberomorus dan species Scomberomorus
commersoni (Saanin, 1968). Ikan tenggiri termasuk ikan pelagis besar (ikan !rang
hidup dekat permukaan laut). Adapun ciri-ciri dari ikan tenggiri adalah sebagai
berikut, tubuhnya memanjang, bermulut lebar, rahang bergigi tajam dan kuat, tidak
bersisik kecuali sisik gurat sisi yang kecil-kecil dan sirip punggung ada dua !rang
letaknya berdekatan (Djuhanda, 1981). Ikan tenggiri tergolong ikan buas, predator,
karnivor dan makanannya berupa ikan kecil dan cumi-cumi. Hidupnya menyendiri
(soliter) di perairan lepas dan pantai (Anonimous, 1979). Warna tubuh ikan tenggiri
abu-abu kebiruan pada bagian atas, putih perak pada bagian bawah, dan terdapat banban berwarna gelap, menggelombang dan melintang di sepanjang badan. Siripnya
berwarna biru keabu-abuan. Bagian daging yang dapat dimakan dari ikan tenggiri
sebanyak 55 % (Ilyas, 1983).

Menurut Komariah (1995), ikan sungai yang umum digunakan oleh
masyarakat Palembang sebagai bahan baku dalam pembuatan empek-empek ad.alah
ikan belida (Notopterus notopterus), ikan gabus (Channa striata), ikan toman
(Channa micropeltes), sedangkan ikan laut yang sering digunakan adalah ikan
tenggiri (Scomberomorus commersoni), ekor kuning (Caesio cuning), kakap merah
(Lutjanus argentimaculatus), ikan parang-parang (Chirocentrus dorab).
Menurut Dinas Perindustrian Sumatera Selatan (1997), pada awalnya
pembuatan empek-empek dengan menggunakan ikan belida akan menghasilkan
produk yang lebih kenyal dan rasa yang lebih enak. Namun jenis ikan tersebut saat
ini semakin jarang ditemukan di pasaran dan harganyapun relatif lebih mahal. Oleh
sebab itu, industri pembuatan empek-empek lebih banyak menggunakan ikan tenggiri
atau ikan gabus. Komposisi kimia daging ikan pada umumnya terdiri dari 66-84% air,
15-24% protein, 0,l-22% lemak, 1-3% karbohidrat dan 0,8-2% bahan anorganik
(Suzuki, 1981). Komposisi tersebut bervariasi antar spesies, antar individu dalam
spesies dan antar bagian dari satu individu ikan. Variasi ini dipengaruhi oleh uinur,
laju metabolisme dan aktivitas pergerakan ikan (Stansby, 1963). Air meruprikan
komponen dominan pada daging ikan. Kadar air tersebut mempunyai hubungan !rang
berlawanan dengan kadar lemak, dimana makin tinggi kadar air maka makin rendah
kadar lemaknya. Ikan tenggiri mempunyai komposisi kimiawi seperti tampak pada
Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Komposisi Kimiawi Ikan Tenggiri
Bahan *
Kadar air (g)
Kadar protein (g)
Kadar Lemak (g)
Kadar Serat (g)
Kadar Abu (g)
Kadar Karbohidrat ( g )
Energi (Kalori)
Asam Amino **
Tryptophan
Threonine
Iso leucine
Leucine
Lisin
Methionine
Cystein
Phenvlalanine
Tyrosine
Valine
Arginine
Histidine
Alanine
Aspartic Acid
Glutamic Acid
Glycine
Proline
Serine
Sumber : * Grace (1977)

1 Berat (gr1100gr) I
I

*

A

n,

- 3 -

\"/

-

\D

70.15
20,07
7,89
0,OO
1,62
0.00158
mglgr protein
0.225
0.880
0,925
1.6311,843
0.5940,2 15
0.783
-0,687
1,034
1,201
9,591
1,214
2,055

I

-7--

- 7 - -

- 2 -

2.006
--

-7-

I

0,963
0.7 1- 00,819
- 7

* * Anonimus (2001 )

Tepung Tapioka

Tepung tapioka berasal dari hasil ekstraksi umbi ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz) (Tjokroadikoesoemo,1986). Ubi kayu merupakan hasil produk pertanian
yang berpotensi tinggi sebagai sumber karbohidrat untuk bahan pangan dan industri.
Alasan penggunaan tapioka untuk bahan pangan dan industri karena harganya murah,

mudah didapat, mempunyai daya ikat yang tinggi dan membentuk struktur yang kuat
(Widowati, 1987).
Pengolahan pati tepung tapioka sangat erat hubungannya dengan pemanasan,
karena bila suspensi pati dalam air dipanaskan akan terjadi gelatinisasi pati. Suhu
saat granula pati pecah disebut dengan suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Terjadinya
gelatinisasi pati disebabkan adanya gerakan kinetika yang kuat selarna pemanasan
yang menyebabkan jembatan hidrogen di bagian luar ikatan primer akan piltus,
kemudian bagian molekul yang dibebaskan akan melakukan hidrasi sehiilgga
bentuknya lebih terbuka. Bila proses dilanjutkan maka granula yang membengkak
akan pecah dan sifat kekentalannya akan hilang.
Tepung tapioka memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, tidak berbau
dan berasa, mempunyai warna yang terang dan daya lekatnya yang sangat baik
(Radley, 1976).

Penambahan tepung tapioka dalam pembuatan empek-empek

berfungsi sebagai bahan pengikat air agar mengurangi penyusutan saat pengolahan.
Selain itu tapioka juga membentuk daya emulsi protein ikan, memperbaiki warna
produk, membentuk tekstur yang baik dan meningkatkan volume. Peningkatan
volume dapat menurunkan jumlah daging ikan yang digunakan sehingga menekan
biaya produksi (Sugiyono, 1992).
Penggolongan mutu tepung tapioka didasarkan sifat organoleptik dan telmis.
Sifat organoleptik meliputi, penampakan bersih, putih, kering, tidak berbau asam
atau apek dan tidak kelihatan ampas atau bahan asing. Kandungan zat gizi dan
struktur kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Tapioka per 100 gr bahan
Kandungan ( gr1100gr)
Amilosa (%)
Amilopektin (%)
Ukuran Granula (pm)
Kadar air (g)
Kadar Protein (g)
Kadar Lemak (a)
Kadar Serat (g)'
Kadar Abu (g)
Kadar Karbohidrat (rr)
Energi (Kalori)
Asam Amino **
Tw
~
t
o
~
.. . h a n
Threonine
Iso leucine
I Leucine
Lysine
Methionine
Cystein
Phenilalanine
Tyrosine
Valine
Arginine
Histidine
Alanine
Aspartic Acid
~ l i t a m i Acid
c
Glvcine
\w/

I Serine
Sumber :

I

5 p m - 35pm
52 "C - 64 "C
10,99 gr
0,19 gr
0,02
.
-ar
0,9 gr
O,11 gr
88.69
gr
,
u
359 kkal
mglgr Protein
0,003
0,004
0,004
0,006
0,006
0.002
0,004
0,004
0,002
0,005
0,019
0,003
0,005
0,011
0,029
0.004

I

7 -

0,005

*

1

1

Grace (1977);
* * Anonimus (200 1).
Protein

Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh manusia,
karena disamping sebagai zat pembangun dan pengatur juga sebagai bahan bakar
dalam tubuh . Zat pembangun protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan
baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan

jaringan terjadi secara besar-besaran (Winarno, 1992). Di alam protein tersedia dillam
bentuk protein nabati dan protein hewani. Protein nabati banyak ditemukan pada
tanaman polong-polongan, sedangkan protein hewani banyak ditemukan pada telur
dan ikan, serta daging.
Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi ,akan
mengalami pencernaan (pemecahan oleh enzim-enzim protease) menjadi unit,-unit
penyusunnya yaitu asam amino. Asam-asam amino inilah yang selanjutnya diserap
oleh usus, dan kemudian dialirkan ke seluruh tubuh untuk digunakan dillam
pembentukan jaringan-jaringan barn dan mengganti jaringan yang rusak. Untulc itu
diperlukan asam-asam

amino yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan tubuh

(Muchtadi, 1989).
Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkanciung
dalam protein tersebut (Winamo, 1991). Pada prinsipnya, suatu protein yang dapat
menyediakan asarn amino essensial dalam suatu perbandingan yang menyiunai
kebutuhan tubuh manusia mempunyai mutu yang tinggi. Sebaliknya protein ;rang
kekurangan satu atau lebih asam amino non essensial tidak dapat digunakan sebagai
pedoman karena asam-asam amino tersebut dapat disintesis di dalam tubuh.
Dari sekitar 24 macam asam amino yang terdapat di alam dan berguna untuk
pertumbuhan manusia, ada 10 macam asam amino yang tidak dapat disintesa oleh
tubuh manusia, sehingga harus disuplai dari makanan. Asam-asam amino tersebut
digolongkan sebagai asarn amino esensial yaitu, lisin leusin, isoleusin, treonin,
triptofan, metionin, valin, fenilalanin, arginin, dan histidin. Asam amino lainnya

digolongkan sebagai non esensial karena dapat disintesa oleh tubuh (Muchtadi,
1989).
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada sepuluh asam a~nino
esensial bagi tubuh, namun di negara yang sedang berkembang dan juga di Indonesia
mengungkapkan bahwa asam amino esensial yang sering kekurangan dillam
konsumsi pangan dan satu diantara asam amino adalah sebagai berikut : lisin dan
treonin, sedangkan triptofan, metionin dan sistin sering disatukan dillam
menghitungnya karena sama-sama mengandung unsur sulfur (belerang) dan dalam
banyak ha1 mempunyai fungsi yang sama dalam tubuh (Hardinsyah dan Martianto,
1989).
Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkanciung
dalam protein tersebut. Pada prinsipnya, suatu protein yang dapat menyediiakan
asam-amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan tubuh
manusia mempunyai mutu yang tinggi. Sebaliknya protein yang kekurangan satu
atau lebih asam amino esensial mempunyai mutu yang rendah. Jumlah asam arnino
non esensial tidak dapat digunakan sebagai pedoman karena asam-asam arnino
tersebut dapat disintesa oleh tubuh.
Pada

awalnya

penentuan

skor

suatu

protein

dilakukan

dengan

membandingkan kadar asam-asam amino esensial bahan dengan kadar asam-eeam
amino esensial protein telur ayam. Namun ternyata protein telur digunakan sebagai
referensi berbeda-beda, sehingga dapat diduga bahwa dengan menggunakan referensi
yang berbeda, maka skor kimia suatu protein juga akan berlainan. Oleh sebal) itu

sekarang orang lebih cenderung menggunakan pola asam amino referensi yang
dibuat oleh FA0 pada tahun 1973.
Ikan kaya akan protein dengan komposisi asam amino yang sangat baik
dalam memenuhi kebutuhan diet manusia, dan setara dengan telur, susu atau daging
yang dianggap sebagai sumber ketersediaan protein hewani yang paling murah (FAO,
1981 dalam Rimbawan, 1992 ). Ikan selain dianggap sebagai sumber protein, juga
mengandung berbagai lemak, vitamin, dan mineral. Sedangkan karbohidrat hmya
ada sebagian kecil. Bagian yang dapat dimakan dari ikan berupa sekitar 45 - 50
persen dari berat keselumhan. Komposisi dari daging ikan adalah 15 - 24 persen
protein, 0,l - 22 persen lemak, 1 - 3 persen karbohidrat, 0,8 - 2 persen subs1:ansi
anorganik dan 66 - 84 persen air (Borgstrom, 1962 dalam Rimbawan, 1992 ).
Menurut FAO, 1981 dalam Rimbawan (1992), protein ikan memiliki kualitas
yang baik. Keadaan ini dapat diterima dari segi kuantitas ataupun kelengkapannya
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun lisin yang terkandung dalam
komponen protein ikan dapat mudah msak apabila mendapatkan perlakuan panas
yang tinggi dalam jangka watu yang cukup lama; sedangkan lisin merupakan salah
satu faktor pembatas dalam pemanfaatan protein oleh tubuh manusia.

Daya Cerna Protein
Kemampuan suatu protein untuk dapat dihidrolisis menjadi asam-asam arnino
oleh enzim-enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah daya cerna protein
(Muchtadi, 1989). Sedangkan menurut Hardinsyah dan Martianto (1 989), daya cerna

protein merupakan bagian dari protein atau asam amino yang dapat diserap tilbuh
dibandingkan dengan yang dikonsumsi. Suatu protein yang mudah dicerna
menunjukkan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh
tubuh tinggi. Sebaliknya, suatu protein yang sukar di cerna berarti jumlah asamamino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah, karena sebagian hesar
akan dibuang oleh tubuh bersama kotoran.
Pada kehidupan secara umum, suatu bahan pangan selalu mengalami proses
pengolahan sebelum dapat dikonsumsi. Proses pengolahan pangan ini dilakilkan
dengan berbagai tujuan, antara lain adalah untuk meningkatkan sanitasi pangan,
peningkatkan daya simpan, merubah aroma, cita-rasa dan sebagainya. Pengolahan
suatu bahan pangan menjadi makanan siap saji, sering kali menimbulkan kerus,&an
kualitas pada bahan pangan tersebut secara urnurn, ataupun akan dapat menunulkan
daya cerna protein yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut.
Kerusakan pada mutu protein ikan dapat disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya adalah pengeringan, pemanasan atau pendinginan, penyimpanan,
pengasapan dan sebagainya. Menurut Bender (1978) dalam

Mudjajanto (1991),

apabila protein mengalami proses pemanasan maka terhadap protein tersebut iikan
terjadi perubahan. Perubahan tersebut antara lain adalah adalah : 1) Terjadinya
perubahan pada struktur protein tersier, yakni akan terjadi proses denaturasi protein.
Proses ini tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai gizi, namun
aktifitas protein sebagai enzim dan hormon pada bahan pangan tersebut akan hilang.
2) Terjadinya proses reduksi pada substansi protein berakibat terjadinya proses
pengikatan antara lisin dan kelompok tereduksi. Senyawa yang terbentuk tidak dapat

dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Reaksi tersebut terjadi umumnya terjadi pada
proses Mailard atau reaksi pencoklatan non enzimatis. 3). Protein dapat tereduksi
menjadi senyawa lain atau asam amino. Kejadian ini biasanya akan menurunkan nilai
kecernaannya. 4). Pemanasan yang lebih intensif seperti pemanggangan akan menyebabkan kerusakan yang cukup besar karena terjadi ikatan silang dari poliamin,
sehingga protein akan kehilangan fungsi biologisnya dan juga flavor yang berbed;~.
Kerusakan pada protein akibat pemanasan dapat terjadi melalui beberapa
alternatif proses antara lain degradasi lisin akibat adanya reaksi otooksidasi lemak
yang umumnya terjadi pada suhu di bawah 100 "C atau suhu ruangan dan reaksi yang
tidak dipengaruhi oleh lemak. Menurut Mauron (1986), ikan yang dipanaskan pada
suhu yang relatif tinggi, dengan waktu yang lama akan mengalami degradasi lisin
hanya jika kadar air pada saat dipanaskan lebih dari 10%. Kerusakan pada protein
dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan yakni:
a) Kerusakan akibat terjadinya reaksi Maillard.
Reaksi ini awalnya ditemukan oleh seorang ahli kimia Perancis bernama Louis
Camille Maillard pada tahun 1912, yang pada saat itu meneliti formasi dari
pigmen coklat (melanoidin) yang ditemui pada pemanasan glukosa dan glisin.
Reaksi yang ditemukannya kemudian disebut sebagai reaksi Maillard, dan
berkembang ke arah terjadinya reaksi-reaksi yang sejenis, yakni antara asam
amino dengan gula, aldehid atau keton (Hurrel, 1984)
Reaksi Maillard terbentuk dari sejumlah reaksi kimia yang melibatkan gilgus
fungsi amino dan karbonil, dan menghasilkan sejumlah komponen volatil yang
berperan terhadap flavor (rasa dan aroma). Reaksi ini amat dipengaruhi oleh

suhu, pH, kadar air dan jenis dari pereaksi (yaitu jenis gula dan sumber asam
amino) pada saat terjadinya reaksi. Dari kajian yang dilakukan oleh Hwang dan
Ho (1995) tentang reaktivitas asam amino dalam reaksi Maillard, diketahui
bahwa lisin merupakan asam amino yang paling reaktif dalam reaksi Maillard,
karena memiliki gugus asam amino bebas di dalam rantai protein. Gugus asam
amino bebas ini akan bereaksi dengan gula pereduksi menuju tahapan proses
pembentukan melanoidin.
b) Penurunan daya cerna akibat terjadinya reaksi biokimiawi dari asam amino.
Pemanasan protein khususnya pada protein ikan akan menyebabkan terjadinya
denaturasi yang berupa pemecahan struktur sekunder dan lebih tinggi dari
protein, tanpa perubahan rantai asam amino. Denaturasi yang disebabkan oleh
panas ini selalu bersifat irreversibel atau tidak dapat dikembalikan seperti sernula
(FAO, 1981 dalam Rimbawan 1992).
c) Kerusakan akibat alkali dan reaksi oksidasi
Reaksi antara alkali dan protein akan menyebabkan terbentuknya asam amino
baru yang sifatnya tidak tersedia bagi tubuh. Demikian juga halnya dengan
terjadinya reaksi antara protein dengan oksigen atau oksidasi.

Bioavailabilitas Lisin
Bioavailabilitas lisin adalah jumlah lisin terabsorbsi yang dapat dimanfaatkan
oleh mahluk hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Nilai
bioavalabilitas lisin umumnya berada di bawah nilai daya cerna protein ataupun lebih
rendah dari jumlah lisin yang dapat diabsorbsi oleh usus.

Diantara semua asam amino esensial, lisin merupakan satu-satunya asam
amino yang digunakan secara luas dalam pelaksanaan penelitian pengukuran
bioavailabilitas dengan metode kimiawi. Keadaan ini disebabkan karena reaktivitas
lisin yang cenderung menggambarkan komponen-komponen yang ada dalam pangan,
dan karena lisin sering merupakan asam amino pembatas pertama. Pada suatu saat
komponen lisin dapat terdeteksi keberadaannya namun sebenarnya lisin tersebut
'tidak tersedia' bagi tubuh. Situasi ini dapat menunjukkan bahwa lisin berada drzlam
status tercerna (digested,) namun tidak tersedia (non-bioavailable). Ketidak tersediaan
ini terjadi antara lain karena lisin yang terdapat dalam bahan pangan telah
terkomposisi menjadi komponen Mailard karena adanya reaksi antara gula pereduksi
dan protein, yang ditimbulkan oleh adanya pemanasan dengan suhu tinggi atau pada
waktu yang lama Salah satu cara untuk menggambarkan kerusakan nilai gizi protein
akibat reaksi Maillard adalah dengan mengukur lisin tersedia yang tersisa (Holguin
dan Nakai, 1980)
Lisin adalah satu-satunya asam amino essensial yang memiliki gugusan alsam
amino bebas (&-amino)dalam bentuk terkondensasi dalam rantai peptida (Carpenter,
1973). Gugus amino ini dapat bereaksi secara kimia dengan banyak unsur pokok
selama pembuatan dan penyimpanan bahan makanan (Finot dan Hurrel, 1985).

Gambar 2. Struktur Kimia Lisin

Asam amino lisin (asarn a-E-diaminokaproat) masih mengandung satu gugus
amino bebas walaupun asam amino itu terkondensasi. Oleh karena itu asam arnino
lisin mudah sekali bereaksi dengan senyawa lain melalui gugus epsilon arnino
bebasnya tersebut. Gugus epsilon amino ini dapat bereaksi dengan gugus metil dari
residu alanin membentuk lisinoalanine. Jika kedua residu asam amino tersebut
terdapat pada satu rantai protein maka terjadi ikatan silang intra atau inter molekul
(Bjarnarson dan Carpenter, 1970).
Melalui analisa kandungan asam amino essensial dalam bahan pangan niaka
dapat dinilai kualitas gizi bahan pangan tersebut. Bahan yang mengandung asam
amino yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan calatan
bahwa asam-asam amino tersebut available atau tersedia bagi tubuh. Nilai gizi suatu
protein juga ditentukan dengan menggunakan analisa daya cerna dan dilanjutkan
dengan analisa untuk menentukan bioavailabilitas suatu asam amino.
Bioavailabilitas asam amino dalam bahan pangan adalah jumlah asam arnino
yang dapat diabsorbsi oleh usus dan digunakan oleh tubuh untuk sintesis protein atau
metabolisme yang spesifik (Finot dan Hurrel, 1985). Southgate (199 I), menyatiikan
bahwa bioavailabilitas zat gizi adalah bagian dari zat gizi yang dapat dicr:rna,
diabsorbsi dan dimetabolisme oleh tubuh secara normal. Asam-asam amino merljadi
tidak tersedia apabila mereka tidak dapat dihidrolisis dari ikatan peptida proteinnya
oleh enzim-enzim proteolitik. Pengawetan dan pengolahan pangan berprotein !rang
tidak terkontrol dengan baik juga dapat menurunkan daya cerna dan bioavailabilitas
asam amino esensial (Muchtadi, 1989). Bioavailabilitas lisin merupakan petunjuk

yang penting untuk mendeteksi kerusakan kualitas protein yang disebabkan oleh
proses pengolahan.
Pemanasan yang terlalu berlebihan pada bahan pangan yang kaya protein
seperti ikan dan susu akan menyebabkan kerusakan pada lisin. Bahan pangan yang
mempunyai kandungan gula pereduksi yang tinggi seperti susu amat rentan terhi~dap
kerusakan akibat pemanasan, terlebih lagi jika pemanasan terjadi pada saat
kelembaban bahan berkisar antara 50-250 grlkg.

Pada situasi tersebut ballkan

penyimpanan di daerah tropis mampu menimbulkan kerusakan. Perusakan atas lisin
ini terjadi akibat adanya reaksi yang melibatkan komponen E-NH2 (Pellett dan
Young, 1980)
Beberapa metoda pengukuran telah dikembangkan untuk menganalisa tingkat
kerusakan lisin, yang kesemuanya menggunakan konsep mengukur kerusakan !rang
timbul akibat proses hidrolisa enzim pada protein yang tidak sempurna. Beberapa
penelitian dilakukan dengan menggunakan Metode Enzimatik In Vitro. Dari beberapa
kajian diketahui bahwa terdapat korelasi yang positif atas hasil analisa in vitro dan
hasil kajian secara in vivo dengan menggunakan hewan, walaupun secara absolut
penelitian secara in vitro menunjukkan hasil yang lebih rendah (Pellett dan Young,
1980 ).
Metode Evaluasi Kualitas Protein

Dalam bidang biokimia terdapat berbagai metode untuk menguji kualitas dari
protein yang terdapat suatu bahan pangan. Setiap metode mempunyai kelemahan dan
kelebihan, dan umumnya setiap metode bersifat spesifik untuk suatu menganalisa

suatu asam amino tertentu. Metode analisa tersebut sebagian besar dikembangkan
untuk mengkaji Essential Amino Acid (EAA) atau Asam Amino Essensial yang runat
dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia khususnya EAA yang
bersifat sebagai asam amino pembatas.
Secara umum metode evaluasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian, yakni evaluasi yang bersifat in-vitro yakni assay kimiawi atau mikrobilogis
dan evaluasi yang in-vivo yakni assay yang menggunakan mahluk hidup sebagai
sarana pengkajian atau sering disebut sebagai bio-assay.
Metode kimiawi yang umum digunakan adalah metode Kjehdahl !rang
mengukur jumlah protein yang terkadung dalam suatu bahan pangan, dan biastmya
kajian ini dilanjutkan dengan analisa komposisi kandungan asarn amino murni dari
protein bahan pangan. Analisa kualitas ini kemudian diperdalam dengan melakukan
analiasa bioavalabilitas asam amino tersebut, karena lisin merupakan salah satu asarn
amino pembatas maka umumnya digunakan lisin sebagai salah satu tolok ukur
kualitas protein. Pengukuran bioavailabilitas lisin umumnya dilaksanakan de~igan
menggunakan metode FDNB (1-fluoro-2,4-dinitrobenzene). Bahan ini bersifat reaktif
terhadap lisin maka dari analisa jumlah FDNB yang dipergunakan untuk bereaksi
dengan lisin maka dapat diduga kandungan lisin dalam suatu bahan. Sejumlah brihan
yang telah mengalami kerusakan lisin, pada umumnya lisin c-NH2 bebas yang
merupakan kelompok lisin dan terkandung pada protein telah bereaksi dengan suatu
komponen dari karbohidrat (laktosa, sukrosa) membentuk dinitrophenil (DNP) yang

merupakan derivatif dari FDNB sehingga EAA tersebut menjadi tidak tersedia bagi
mahluk (Pellett dan Young, 1980)
FDNB yang bereaksi terhadap lisin ini dapat diukur dengan berbagai ma.cam
prosedur, tetapi yang menjadi masalah utamanya adalah tentang cara meminimalkan
hilangnya DNP-lisin pada proses hidrolisa. Metode FDNB ini telah terbukti dapat
digunakan sebagai indikator akurat untuk menguji kualitas protein dari bahan pangan
yang berasal dari ikan dan daging. Namun akurasi metode ini dapat terganggu apabila
terjadi proteolisis pada bahan mentah yang digunakan. Metode TNBS (trinitrobenzenesulphonic acid) merupakan alternatif dari penggunaan FDNB karena
beberapa kelebihannya seperti tidak berbahaya bagi pemakai, larut dalam air, namun
bersifat amat sensitif terhadap kompen Mailard sehingga tidak cocok untuk
digunakan dalam analisa beberapa bahan pangan tertentu (Pellett dan Young, 19810).

Uji Organoleptik
Menurut Rahayu (1998), dalam uji organoleptik, indera yang berperan dalam
pengujian adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan
pendengaran. Untuk produk pangan, yang paling jarang digunakan adalah indera
pendengaran. Dalam melakukan suatu penilaian panelis harus dilatih mengguni~kan
indera untuk menilai sehingga didapat suatu kesan terhadap suatu rangsangan.
Untuk melaksanakan penilaian organol