Penilaian Autentik
2.1.2.7 Perbandingan Penilaian Autentik
Menurut Majid (2014: 59), pandangan penilaian tradisional (biasa) untuk menjadi warga negara yang produktif seseorang harus memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan tertentu. Oleh sebab itu, sekolah harus membekali siswanya dengan sejumlah keterampilan dan pengetahuan. Sekolah seyogianya mengetes para siswanya mengenai penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Jadi, dalam penilaian tradisional sejumlah pengetahuan ditetapkan terlebih dahulu. Penilaian autentik berangkat dari alasan praktis sebagai berikut. Salah satu misi sekolah untuk mengembangkan warga negara produktif. Untuk menjadi warga yang produktif, seseorang harus mampu menampilkan sejumlah task yang bermakna di dunia sesungguhnya, sehingga menjadikan siswa mahir dalam menampilkan sejumlah tugas yang akan dikuasai saat mereka lulus (Majid 2014: 60). Jadi, dalam penilaian autentik guru pertama-tama menetapkan sejumlah tugas yang harus ditampilkan oleh para siswa tentang hal-hal yang telah dikuasainya.
Amstrong (2001) dalam Majid (2014: 60) menyebutnya istilah tes standar versus penilaian autentik. Lebih jelasnya perbedaan antara tes standar dan penilaian autentik dapat dilihat pada Tabel 2.8 yang terdapat dalam Lampiran 4.
Pengetahuan tentang perbedaan penilaian biasa (tradisional) dengan penilaian autentik, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam melaksanakan penilaian autentik. Selain itu, perbedaan tersebut juga dijadikan acuan bagi peneliti untuk membedakan penilaian biasa dengan penilaian Pengetahuan tentang perbedaan penilaian biasa (tradisional) dengan penilaian autentik, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam melaksanakan penilaian autentik. Selain itu, perbedaan tersebut juga dijadikan acuan bagi peneliti untuk membedakan penilaian biasa dengan penilaian
2.1.2.8 Kendala Penilaian Autentik
Menurut Syofiana (2010), dalam pelaksanaan penilaian autentik menemui beberapa kendala antara lain: (1) Biaya penilaian autentik lebih banyak daripada tes-tes standar. (2) Penilaian autentik mungkin kurang reliabel dan valid daripada bentuk-
bentuk penilaian lain. (3) Bagi guru yang menggunakan penilaian autentik dalam kelas, dituntut untuk lebih mengembangkan pendidikan dan profesionalitas. (4) Penilaian autentik tidak seberguna tes-tes standar bagi para pembuat kebijakan, karena penilaian autentik tidak dapat memperlihatkan trend- trend jangka panjang seperti tes-tes standar.
(5) Penilaian autentik memiliki bias di pihak penilai. Dengan mengetahui kendala yang ditemui pada pelaksanaan penilaian autentik, menjadi acuan bagi peneliti dalam melaksanankan penelitian di lapangan guna mencari informasi kendala yang ditemui oleh subjek penelitian tersebut.