Profil Perusahaan Makanan dan Minuman

1.6. Profil Perusahaan Makanan dan Minuman

Semakin membaiknya perekonomian nasional menyebabkan semakin banyaknya perusahaan basar yang melakukan go publik dengan mendaftarkan diri ke BEI, salah satunya adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri barang konsumsi makanan dan minuman.

Manufaktur makanan dan minuman adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan mesin , peralatan dan tenaga kerja dan suatu medium proses untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual dengan produk akhir berupa makanan dan minuman. Berikut profil perusahaan industri makanan dan minuman yang menjadi sampel penelitian.

1.3.1. PT. Akasha Wira Internasional Tbk

Akasha Wira International Tbk (dahulu Ades Waters Indonesia Tbk) ( ADES ) didirikan dengan nama PT Alfindo Putrasetia pada tahun 1985 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1986. Kantor pusat ADES berlokasi di Perkantoran Hijau Arkadia, Jl. TB. Simatupang Kav. 88, Jakarta.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ADES adalah industri air minum dalam kemasan, industri roti dan kue, kembang gula, makaroni, kosmetik dan perdagangan besar. Saat ini kegiatan utama ADES adalah Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ADES adalah industri air minum dalam kemasan, industri roti dan kue, kembang gula, makaroni, kosmetik dan perdagangan besar. Saat ini kegiatan utama ADES adalah

Produksi air minum dalam kemasan secara komersial dimulai pada tahun 1986, sedangkan perdagangan produk kosmetika dimulai pada tahun 2010 dan produksi produk kosmetika dimulai pada tahun 2012. Pabrik pengolahan air minum dalam kemasan berlokasi di Jawa Barat dan pabrik produk kosmetik berlokasi di Pulogadung.

Pada tanggal 2 Mei 1994, ADES memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) ADES kepada masyarakat sebanyak 15.000.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham, dengan harga penawaran perdana Rp3.850,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 13 Juni 1994.

1.3.2. PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk

PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (sebelumnya PT Cahaya Kalbar Tbk) ( CEKA ) didirikan 03 Februaru 1968 dengan nama CV Tjahaja Kalbar dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1971. Kantor pusat CEKA terletak di Kawasan Industri Jababeka II, Jl. Industri Selatan 3 Blok GG No.1, Cikarang, Bekasi 17550, Jawa Barat. Lokasi pabrik CEKA terletak di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Jawa Barat dan Pontianak, Kalimantan Barat.

Induk usaha CEKA adalah Tradesound Investments Limited, sedangkan induk usaha utama CEKA adalah Wilmar International Limited, merupakan perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Singapura.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CEKA meliputi bidang industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CEKA meliputi bidang industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak

Pada 10 Juni 1996, CEKA memperoleh pernyataan efektif dari Menteri Keuangan untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham CEKA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 34.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp1.100,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 09 Juli 1996.

1.3.3. PT Indofood Sukses Makmur Tbk

PT Indofood Sukses Makmur Tbk ( INDF ) didirikan tanggal 14 Agustus 1990 dengan nama PT Panganjaya Intikusuma dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1990. Kantor pusat INDF berlokasi di Sudirman Plaza, Indofood Tower, Lantai 27, Jl. Jend. Sudirman Kav. 76 – 78, Jakarta. Sedangkan pabrik dan perkebunan INDF dan anak usaha berlokasi di berbagai tempat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Malaysia.

Induk usaha dari Perusahaan adalah CAB Holding Limited, Seychelles, sedangkan induk usaha terakhir dari Perusahaan adalah First Pacific Company Limited (FP), Hong Kong.

Saat ini, Perusahaan memiliki anak usaha yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), antara lain: PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ( ICBP ) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk ( SIMP )

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INDF antara lain terdiri dari mendirikan dan menjalankan industri makanan olahan, bumbu penyedap, minuman ringan, kemasan, minyak goreng, penggilingan biji gandum dan tekstil pembuatan karung terigu.

Pada tahun 1994, INDF memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham INDF (IPO) kepada masyarakat sebanyak 21.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp6.200,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 14 Juli 1994.

1.3.4. PT Mayora Indah Tbk

Mayora Indah Tbk ( MYOR ) didirikan 17 Februari 1977 dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Mei 1978. Kantor pusat Mayora berlokasi di Gedung Mayora, Jl.Tomang Raya No. 21-23, Jakarta, sedangkan pabrik terletak di Tangerang dan Bekasi.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Mayora adalah menjalankan usaha dalam bidang industri, perdagangan serta agen/perwakilan. Saat ini, Mayora menjalankan bidang usaha industri biskuit (Roma, Danisa, Royal Choice, Better, Muuch Better, Slai O Lai, Sari Gandum, Sari Gandum Sandwich, Coffeejoy, Chees’kress.), kembang gula (Kopiko, KIS, Tamarin dan Juizy Milk), wafer (beng beng, Astor, Roma), coklat (Choki-choki), kopi (Torabika dan Kopiko) dan makanan kesehatan (Energen) serta menjual produknya di pasar lokal dan luar negeri.

Pada tanggal 25 Mei 1990, MYOR memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MYOR (IPO) kepada masyarakat sebanyak 3.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp9.300,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 04 Juli 1990.

1.3.5. PT Multi Bintang Indonesia Tbk

Multi Bintang Indonesia Tbk ( MLBI ) didirikan 03 Juni 1929 dengan nama N.V. Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1929. Kantor pusat MLBI berlokasi di Talavera Office Park Lantai 20, Jl. Let. Jend. TB. Simatupang Kav. 22-26, Jakarta 12430, sedangkan pabrik berlokasi di Jln. Daan Mogot Km.19, Tangerang 15122 dan Jl. Raya Mojosari – Pacet KM. 50, Sampang Agung, Jawa Timur.

MLBI merupakan bagian dari Grup Asia Pacific Breweries dan Heineken, dimana pemegang saham utama adalah Fraser & Neave Ltd. (Asia Pacific Breweries) dan Heineken N.V. (Heineken).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MLBI beroperasi dalam industri bir dan minuman lainnya. Saat ini, kegiatan utama MLBI adalah memproduksi dan memasarkan bir (Bintang dan Heineken), bir bebas alkohol (Bintang Zero) dan minuman ringan berkarbonasi (Green Sands).

Pada tahun 1981, MLBI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MLBI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 3.520.012 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp1.570,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Desember 1981.

1.3.6. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk

PT Nippon Indosari Corpindo Tbk ( ROTI ) didirikan 08 Maret 1995 dengan nama PT Nippon Indosari Corporation dan mulai beroperasi komersial pada tahun 1996. Kantor pusat dan salah satu pabrik ROTI berkedudukan di Kawasan Industri Jababeka Cikarang blok U dan W – Bekasi dan pabrik lainnya PT Nippon Indosari Corpindo Tbk ( ROTI ) didirikan 08 Maret 1995 dengan nama PT Nippon Indosari Corporation dan mulai beroperasi komersial pada tahun 1996. Kantor pusat dan salah satu pabrik ROTI berkedudukan di Kawasan Industri Jababeka Cikarang blok U dan W – Bekasi dan pabrik lainnya

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup usaha utama ROTI bergerak di bidang pabrikasi, penjualan dan distribusi roti dengan merek "Sari Roti" dan "Sari Cake".

Pada tanggal 18 Juni 2010, ROTI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ROTI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 151.854.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham saham dengan harga penawaran Rp1.250,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 28 Juni 2010.

1.3.7. PT Sekar Laut Tbk

Sekar Laut Tbk ( SKLT ) didirikan 19 Juli 1976 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1976. Kantor pusat SKLT berlokasi di Wisma Nugra Santana, Lt. 7, Suite 707, Jln. Jend. Sudirman Kav. 7-8, Jakarta 10220 dan Kantor cabang berlokasi di Jalan Raya Darmo No. 23-25, Surabaya, serta Pabrik berlokasi di Jalan Jenggolo II/17 Sidoarjo.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SKLT meliputi bidang industri pembuatan kerupuk, saos tomat, sambal, bumbu masak dan makan ringan serta menjual produknya di dalam negeri maupun di luar negeri. Produk-produknya dipasarkan dengan merek FINNA.

Pada tahun 1993, SKLT memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SKLT (IPO) kepada masyarakat sebanyak 6.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham Pada tahun 1993, SKLT memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SKLT (IPO) kepada masyarakat sebanyak 6.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham

1.3.8. PT Siantar Top Tbk

Siantar Top Tbk ( STTP ) didirikan tanggal 12 Mei 1987 dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan September 1989. Kantor pusat Siantar Top beralamat di Jl. Tambak Sawah No. 21-23 Waru, Sidoarjo, dengan pabrik berlokasi di Sidoarjo (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara), Bekasi (Jawa Barat) dan Makassar (Sulawesi Selatan).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Siantar Top terutama bergerak dalam bidang industri makanan ringan, yaitu mie (snack noodle), kerupuk (crackers), biskuit dan wafer, dan kembang gula (candy). Hasil produksi STTP dipasarkan di dalam dan di luar negeri, khususnya Asia. Selain itu, STTP juga menjalankan usaha percetakan melalui Anak Usaha (PT Siantar Megah Jaya).

Pada tanggal 25 Nopember 1996, STTP memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham STTP (IPO) kepada masyarakat sebanyak 27.000.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dan harga penawaran Rp2.200,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16 Desember 1996.

1.3.9. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPS Food) ( AISA ) didirikan pada tanggal

26 Januari 1990 dengan nama PT Asia Intiselera dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1990. Kantor pusat AISA berada di Gedung Alun Graha, Jl.

Prof. Dr. Soepomo No. 233 Jakarta. Lokasi pabrik mie kering, biskuit dan permen terletak di Sragen, Jawa Tengah. Usaha perkebunan kelapa sawit terletak di beberapa lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Usaha pengolahan dan distribusi beras terletak di Cikarang, Jawa Barat dan Sragen, Jawa Tengah.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi usaha bidang perdagangan, perindustrian, peternakan, perkebunan, pertanian, perikanan dan jasa. Sedangkan kegiatan usaha entitas anak meliputi usaha industri mie dan perdagangan mie, khususnya mie kering, mie instan dan bihun, snack, industri biskuit, permen, perkebunan kelapa sawit, pembangkit tenaga listrik, pengolahan dan distribusi beras.

Pada tanggal 14 Mei 1997, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Saham Perdana 45.000.000 saham dengan nilai nominal Rp500,- per saham dan Harga Penawaran Rp950,- kepada masyarakat. Pada tanggal 11 Juni 1997, saham tersebut telah efektif dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

1.3.10. PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk

Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk ( ULTJ ) didirikan tanggal 2 Nopember 1971 dan mulai beroperasi secara komersial pada awal tahun 1974. Kantor pusat dan pabrik Ultrajaya berlokasi di Jl. Raya Cimareme 131 Padalarang – 40552, Kab. Bandung Barat.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Ultrajaya bergerak dalam bidang industri makanan dan minuman, dan bidang perdagangan. Di bidang minuman Ultrajaya memproduksi rupa-rupa jenis minuman seperti susu cair, sari buah, teh, minuman tradisional dan minuman Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Ultrajaya bergerak dalam bidang industri makanan dan minuman, dan bidang perdagangan. Di bidang minuman Ultrajaya memproduksi rupa-rupa jenis minuman seperti susu cair, sari buah, teh, minuman tradisional dan minuman

Pada tanggal 15 Mei 1990, ULTJ memperoleh ijin Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ULTJ (IPO) kepada masyarakat sebanyak 6.000.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp7.500,- per saham. Saham- saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 2 Juli 1990.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1.7. Analisis Deskriptrif

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, dapat dijelaskan mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu Struktur modal, likuiditas, profitabilits, sturktur aktiva dan ukuran perusahaan. Periode data selama 5 tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2013. Analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 5.1 Deskripsi Variabel Penelitian

Mean Struktur_modal

.6572 .108448 Struktur_aktiva

50 .0122

.8176 .528980 Ukuran_perusahaan

50 .2081

31.9889 28.101798 Valid N (listwise)

50 25.9067

50 Sumber : Data diolah ( Agustus, 2015)

Tabel 5.1 menunjukan bahwa rata-rata tingkat struktur modal yang merupakan rasio antara total hutang dengan total ekuitas perusahaan (DER) adalah sebesar 1,235 dengan standar deviasi sebesar 1.189. Hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan makanan dan minuman yang menjadi sampel penelitian memiliki hutang 123,5% lebih besar dari ekuitas perusahaan. Nilai rata-rata DER diatas 100% menunjukan bahwa perusahaan cenderung menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Nilai DER terendah diperoleh sebesar 9,02% yang dimiliki oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk pada tahun 2007, sedangkan DER terbesar adalah 844,13% pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2009.

Likuiditas merupakan kemampuan sebuah perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang harus segera dipenuhi yang diukur dengan menggunakan current ratio. Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa tingkat rata-rata likuiditas untuk perusahaan makanan & minuman selama periode penelitian adalah sebesar 1.699 dengan standar deviasi sebesar 0.694. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki kemampuan dalam memenuhi kewajibannya yang harus segera dipenuhi adalah sebesar 169.9 %. Tingkat likuditas terendah diperoleh sebesar 58 % yang dimiliki oleh PT. Multi Bintang Indonesia pada tahun 2012, sedangkan tingkat likuiditas terbesar adalah sebesar 489 % pada perusahaan PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk pada tahun 2009 .

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba melalui operasionalnya menggunakan dana aset yang dimiliki perusahaan tersebut. Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunan Return On Asset (ROA). Pada Tabel 5.1, diketahui bahwa tingkat rata-rata profitabilitas adalah sebesar 0,108 dengan standar deviasi sebesar 0,116. Nilai tersebut menunjukan bahwa rata-rata perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini mampu mendapatkan laba bersih sebesar 10,8 % untuk setiap aset yang dimiliki perusahaan. Nilai terendah diperoleh oleh perusahaan PT Akasha Wira Internasional Tbk pada tahun 2010 yaitu sebesar 1,2 %, sedangkan tingkat profitabilitas tertinggi diperoleh dimiliki oleh PT Multi Bintang Indonesia sebesar 65,72% pada tahun 2013.

Struktur aktiva merupakan sejumlah aset yang dapat dijadikan jaminan yang diukur dengan membandingkan antara aktiva tetap dan total aktiva. Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa tingkat rata-rata struktur aktiva Struktur aktiva merupakan sejumlah aset yang dapat dijadikan jaminan yang diukur dengan membandingkan antara aktiva tetap dan total aktiva. Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa tingkat rata-rata struktur aktiva

Ukuran perusahaan diindikasikan melalui total aktiva. Berdasarkan Tabel

5.1 diketahui bahwa tingkat rata-rata ukuran perusahaan mencapai 28,102 dengan standar deviasi sebesar 1,546. nilai ukuran perusahaan terendah adalah sebesar 25,90 yaitu pada PT. Akasha Wira International pada tahun 2009 dan ukuran perusahaan terbesar adalah 31,98 yaitu pada PT. Indofood sukses Makmur Tbk pada tahun 2013.

i. Analisis Deskriptif Variabel Likuditas

Likuiditas merupakan kemampuan sebuah perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang harus segera dipenuhi yang diukur dengan menggunakan current ratio atau aktiva lancar dibagi hutang lancar.

Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa rata-rata tingkat likuiditas perusahaan sampel selama periode 2009-2013 relatif mengalami penurunan. Pada tahun 2009, nilai rata-rata likuiditas adalah sebesar 1.98 yang terus mengalami penurunan hingga 1.51 pada tahun 2012 dan kemudian meningkat menjadi 1.63 di tahun 2013. Tingkat rata-rata rasio likuditas yang melebihi 100% menunjukan bahwa sebagian besar perusahaan makanan dan minuman mampu menjaga tingkat likuditasnya guna memenuhi kewajiban lancarnya, walaupun tidak dapat dikatakan baik jika didasarkan pada prinsip hati-hati, terutama jika aktiva lancar perusahaan lebih besar terletak pada persediaan yang dinilai kurang likuid dibandingkan dengan kas ataupun piutang.

Tabel 5.2 Perkembangan Current Ratio Perusahaan Sampel

Tahun No

Nama Perusahaan 2009 2010 2011 2012 2013

1 PT Akasha Wira International Tbk 2.48 1.51 1.71 1.94 1.81 2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk

4.89 1.67 1.69 1.03 1.63 3 PT Indofood Sukses Makmur Tbk

1.16 2.04 1.91 2.00 1.67 4 PT Mayora Indah Tbk

2.29 2.58 2.22 2.76 2.44 5 PT Multi Bintang Indonesia Tbk

0.66 0.94 0.99 0.58 0.98 6 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

1.44 2.30 1.28 1.12 1.14 7 PT Sekar Laut Tbk

1.89 1.88 1.70 1.41 1.23 8 PT Siantar Top Tbk

1.69 1.71 0.95 1.00 1.14 9 PT Tiga Pilar sejahtera food Tbk 1.17 1.29 1.89 1.27 1.75

PT Ultrajaya Milk Industry and Trading 10 Company Tbk

0.66 0.94 0.95 0.58 0.98 Standar Deviasi

Minimum

Sumber: Laporan Keuangan, data diolah Riyanto (2013:26) menyatakan bahwa bagi perusahaan-perusahaan yang bukan perusahaan kredit, curent ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik sebab aktiva apabila aktiva lancar turun misalnya sampai lebih 50%, maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi untuk menutpi hutang lancarnya.

PT Multi Bintang Indonesia Tbk adalah perusahaan makanan dan minuman dengan tingkat likuditas terendah, selama 2009-2013 tingkat likuiditas perusahaan tidak mencapai 100%, bahkan pada tahun 2012 menjadi perusahaan dengan tingkat likuditas terendah yaitu sebesar 0,58. Meskipun memiliki tingkat likuiditas terendah selama periode penelitian, PT Multi Bintang Indonesia Tbk memiliki nilai DER tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 8.44.

Kondisi tersebut akan berbeda jika dibandingkan dengan beberapa perusahaan sampel lainnya, sehingga menunjukan ketidakjelasan antara pengaruh likuiditas terhadap struktur modal. Misalnya pada perusahaan PT Akasaha Wira

Internasional Tbk, nilai DER yang dimiliki PT Akasaha Wira Internasional Tbk mengalami peningkatan yaitu dari 1.61 pada tahun 2009 menjadi 2.25 pada tahun 2010, sedangkan nilai current ratio PT Akasaha Wira Internasional Tbk pada tahun 2009-2010 mengalami penurunan yaitu dari 2.48 pada tahun 2009 menjadi

1.51 pada tahun 2010. Hasil ini menunjukan bahwa semakin rendah likuiditas maka akan semakin tinggi nilai DER, yang berarti bahwa terjadi pengaruh negatif antara likuditas terhadap struktur modal. Ketidakjelasan tersebut, juga terjadi pada perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian lainnya.

ii. Analisis Deskriptif Variabel Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam mengahasilkan laba melalui operasionalnya. Dalam penelitian ini, profitabilitas diukur dengan menggunakan return on assets (ROA), yaitu perbandingan antara laba bersih dan total aktiva.

Rasio laba bersih terhadap aktiva ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan atas setiap aktiva/harta yang dimiliki oleh perusahaan. Melalui rasio ini, para pemberi modal dapat menilai seberapa efektif perusahaan dalam menghasilkan laba dan menentukan seberapa besar modal yang diberikan dengan harapan perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi akan memberikan keuntungan lebih. Adapun perkembangan ROA perusahaan makanan dan minuman adalah sebagai berikut.

Tabel 5.3 Perkembangan Profitabilitas Perusahaan Sampel

Tahun No

Nama Perusahaan 2009 2010 2011 2012 2013

1 PT Akasha Wira International Tbk 0.09 0.01 0.08 0.21 0.13 2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk

0.09 0.03 0.12 0.06 0.06 3 PT Indofood Sukses Makmur Tbk

0.05 0.06 0.09 0.08 0.04 4 PT Mayora Indah Tbk

0.11 0.11 0.07 0.09 0.11 5 PT Multi Bintang Indonesia Tbk

0.34 0.39 0.42 0.04 0.66 6 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

0.16 0.18 0.15 0.12 0.09 7 PT Sekar Laut Tbk

0.07 0.02 0.03 0.03 0.04 8 PT Siantar Top Tbk

0.07 0.07 0.05 0.06 0.08 9 PT Tiga Pilar sejahtera food Tbk 0.03 0.04 0.04 0.07 0.07

PT Ultrajaya Milk Industry and Trading 10 Company Tbk

0.03 0.01 0.03 0.03 0.04 Standar Deviasi

0.09 0.11 0.11 0.06 0.18

Sumber: Laporan Keuangan, data diolah Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa rata-rata tingkat profitabilitas dari

10 perusahaan makanan dan minumanan relatif tetap selama periode 2009-2012, dan kemudian meningkat pada tahun 2013. Pada tahun 2009-2011, tingkat rata- rata ROA sebesar antara 11%, meskipun sempat mengalami penurunan hingga sebesar 2% pada tahun 2012, pada tahun 2013 tingkat rata-rata ROA meningkat menjadi 14% atau untuk setiap 1 rupiah harta yang dimiliki, perusahaan mampu menghasilkan Rp.0.14 laba bersih. Selama periode penelitian, PT Multi Bintang Indonesia adalah perusahaan dengan tingkat profitbilitas terbesar, bahkan pada tahun 2013 kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan harta yang dimiliki adalah sebesar 66%.

Brigham dan Houston (2013:188) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi struktur modal. Menurutnya, Semakin besar profitabilitas, semakin kecil kebutuhan hutang perusahaan tersebut.

Pernyataan ini dapat diartikan bahwa terjadi hubungan negatif antara profitabilitas dan struktur modal. Namun, terdapat beberapa perusahaan sampel yang menunjukan kondisi yang berbeda dengan pernyataan tersebut. Misalnya PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk, pada tahun 2009-2010 tingkat profitabilitas yang dimiliki perusahaan mengalami peningkatan yaitu dari 4% pada tahun 2009 menjadi 5% pada tahun 2010, akan tetapi peningkatan yang terjadi pada profitabilitas tidak langsung membuat perusahaan memutuskan untuk menurunkan penggunaan hutang atas ekuitasnya melainkan sebaliknya. Pada tahun 2009-2010 nilai DER yang dimiliki oleh perusahaan menjadi lebih besar atau meningkat yaitu 0.45 pada tahun 2009 menjadi 0.54 pada tahun 2010 yang berarti bahwa terjadi pengaruh positif antara profitabilitas terhadap struktur modal.

iii. Analisis Deskriptif Variabel Struktur Aktiva

Struktur aktiva merupakan sejumlah aset yang dapat dijadikan jaminan yang diukur dengan membandingkan antara aktiva tetap dan total aktiva. Semakin besar nilai perbandingan antara aktiva tetap terhadap total aktiva maka akan semakin besar pula aset yang dapat dijadikan jaminan pinjaman.

Brigham Houston (2013:188) menyatakan bahwa perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Berikut perkembangan Struktur aktiva perusahaan sampel selama periode penelitian.

Tabel 5.4 Perkembangan Struktur aktiva Perusahaan Sampel

Tahun No Nama Perusahaan 2009 2010 2011 2012 2013

1 PT Akasha Wira International Tbk 0.59 0.59 0.59 0.51 0.55 2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk

0.34 0.24 0.25 0.45 0.21 3 PT Indofood Sukses Makmur Tbk

0.68 0.58 0.54 0.56 0.58 4 PT Mayora Indah Tbk

0.46 0.39 0.38 0.36 0.34 5 PT Multi Bintang Indonesia Tbk

0.43 0.47 0.46 0.60 0.60 6 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

0.60 0.63 0.75 0.82 0.80 7 PT Sekar Laut Tbk

0.55 0.53 0.51 0.50 0.49 8 PT Siantar Top Tbk

0.66 0.55 0.66 0.54 0.53 9 PT Tiga Pilar sejahtera food Tbk 0.68 0.66 0.52 0.60 0.51

PT Ultrajaya Milk Industry and Trading 10 Company Tbk

0.34 0.24 0.25 0.36 0.21 Standar Deviasi

Sumber: laporan keuangan, data diolah. Pada Tabel 5.4, diketahui bahwa rata-rata struktur aktiva perusahaan makanan dan minuman selama periode 2009-2013 cenderung menurun, dimana pada tahun 2009 tingkat struktur aktiva adalah sebesar 0.55 yang pada tahun 2013 menjadi 0.51. Hasil ini menunjukan bahwa sebagian besar perusahaan makanan dan minumakan melakukan investasi lebih pada aktiva tetap yang dimiliki. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata perusahaan sampel memiliki perbandingan struktur aktiva diatas 50% atau dengan kata lain, dari seluruh harta yang dimilki oleh perusahaan sampel, lebih dari setengahnya terdiri dari aktiva tetap. Terdapat beberapa perusahaan yang memiliki tingkat struktur aktiva relatif diatas rata-rata, antara lain PT Akasha Wira Internasional Tbk, PT Nippon Indosari Tbk, PT Sekar Laut Tbk, PT Siantar Top Tbk dan Pt Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.

Mengacu pada pernyataan Brigham dan Houston (2013:188) yang menyatakan bahwa perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai Mengacu pada pernyataan Brigham dan Houston (2013:188) yang menyatakan bahwa perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai

Sama halnya pada variabel lainnya (likuiditas dan profitabilitas), perunyataan Brigham dan Houston diatas, juga mengalami perbedaan dengan kondisi berberapa perusahaan. Misalnya pada PT Nippon Indosari Corporindo Tbk. Pada tahun 2009-2010 nilai struktur aktiva yang dimiliki mengalami peningkatan dari 0.60 pada tahun 2009 menjadi 0.63 pada tahun 2010. Peningkatan nilai struktur aktiva tersebut berarti bahwa semakin banyak harta yang dapat dijadikan jaminan oleh perusahaan untuk menggunakan hutang dibandingkan ekuitas. Jika hal ini disesuaikan dengan pernyataan Brigham dan Houston (2013:188) yang menyatakan bahwa perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang, maka perusahaan akan memiliki nilai DER yang lebih besar. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya, Nilai DER yang dimiliki oleh PT Nippon Indosari Corporindo Tbk pada tahun yang sama (2009-2010) justru mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu dari 1.07 pada tahun 2009 menjadi 0.025 pada tahun 2010. Kondisi serupa juga terjadi pada perusahaan sampel lainnya selama periode penelitian.

iv. Analisis Deskriptif Variabel Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan dan dapat dinilai dari beberapa segi. Ukuran perusahaan umumnya diukur berdasarkan pada total penjualan, total aktiva, jumlah tenaga kerja dan lain-lain. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan dinilai pada total aktiva yang dimiliki.

Secara umum, semakin besar total aktiva suatu perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Selain itu, perusahaan yang besar biasanya membutuhkan hutang yang lebih besar untuk membiayai investasinya.

Riyanto (2013:299) perusahaan besar yang sahamnya tersebar sangat luas, akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualannya dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini, akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal.

Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa selama periode 2009-2013 perubahan tingkat rata-rata ukuran perusahaan pada perusahaan makanan dan minuman yang diteliti cenderung meningkat dengan tingkat peningkatan sebesar

0.20 atau setara Rp. 354,838,187,084 setiap tahunnya. Hasil ini tentu menunjukan bahwa selama periode penelitian, rata-rata perusahaan makanan dan minuman memiliki menajemen operasional yang cukup baik, dibuktikan dengan terus meningkat jumlah harta/kekayaaan yang dimiliki oleh perusahaan.

Tabel 5.5 Perkembangan Ukuran Perusahaan pada Perusahaan Sampel

Tahun No

Nama Perusahaan 2009 2010 2011 2012 2013

1 PT Akasha Wira International Tbk 25.91 26.51 26.48 26.69 26.81 2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk

27.07 27.47 27.44 27.66 27.70 3 PT Indofood Sukses Makmur Tbk

31.33 31.49 31.61 31.71 31.99 4 PT Mayora Indah Tbk

28.81 29.11 29.52 29.75 29.90 5 PT Multi Bintang Indonesia Tbk

27.62 27.76 27.83 27.77 28.21 6 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

26.57 27.07 27.36 27.82 28.23 7 PT Sekar Laut Tbk

26.00 26.02 26.09 26.24 26.43 8 PT Siantar Top Tbk

27.03 27.20 27.56 27.85 28.02 9 PT Tiga Pilar sejahtera food Tbk 27.93 28.29 28.91 28.98 29.24

PT Ultrajaya Milk Industry and Trading 10 Company Tbk

25.91 26.02 26.09 26.24 26.43 Standar Deviasi

Sumber : laporan keuangan, data diolah Terdapat beberapa perusahaan dengan ukuran perusahaan yang melebihi rata-rata, antara lain PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Mayora Indah Tbk, PT Siantar Top Tbk, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, dan PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk. Bahkan, pada tahun 2013 PT Indofood sukses Makmur Tbk adalah perusahaan Makanan dan Minuman dengan ukuran perusahaan terbesar dengan nilai 31.99 atau setara dengan Rp. 78,092,789,000,000.

Secara umum, perusahaan yang besar akan membutuhkan dana yang lebih besar dalam pelaksanaan operasionalnya. Karena hutang merupakan salah satu cara untuk menghimpun dana operasional maka perusahaan besar akan menggunakan hutang yang lebih besar pula dalam keputusan pendanaannya. Sehingga dalam penelitian ini, diduga bahwa ukuran perusahaan akan berbanding lurus terhadap struktur modal atau terjadi hubungan positif antara ukuran Secara umum, perusahaan yang besar akan membutuhkan dana yang lebih besar dalam pelaksanaan operasionalnya. Karena hutang merupakan salah satu cara untuk menghimpun dana operasional maka perusahaan besar akan menggunakan hutang yang lebih besar pula dalam keputusan pendanaannya. Sehingga dalam penelitian ini, diduga bahwa ukuran perusahaan akan berbanding lurus terhadap struktur modal atau terjadi hubungan positif antara ukuran

27.62 pada tahun 2009 menjadi 27.76 pada tahun 2010. Akan tetapi, peningkatan yang terjadi pada ukuran perusahaan, tidak diikuti dengan peningkatan pada nilai DER perusahaan. Pada tahun 2009 nilai DER yang dimiliki perusahaan mencapai

8.44 yang kemudian mengalami penurunan yang cukup besar menjadi 1.41 pada tahun 2010. Hasil ini akan berbeda jika dibandingkan dengan konsi ukuran perusahaan dan nilai DER pada perusahaan lainnya selama periode penelitian.

v. Analisis Deskriptif Variabel Struktur Modal

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan Debt Equity Ratio (DER) atau ratio antara penggunaan hutang dan modal sendiri oleh perusahaan. Semakin besar DER menunjukan bahwa struktur permodalan perusahaan lebih banyak memanfaatkan hutang dibandingkan dengan ekuitas. Dengan demikian, perubahan pada nilai struktur modal terjadi bukan hanya disebabkan semakin banyak atau sedikitnya penggunaan hutang melainkan juga dipengaruhi perubahan yang terjadi pada jumlah modal sendiri (ekuitas) perusahaan.

Adapun perkembangan DER perusahaan sampel disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.6 Perkembangan DER perusahaan sampel

Tahun No

Nama Perusahaan 2009 2010 2011 2012 2013

1 PT Akasha Wira International Tbk 1.61 2.25 1.51 0.86 0.67 2 PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk

0.89 1.75 1.03 1.22 1.02 3 PT Indofood Sukses Makmur Tbk

2.46 1.34 0.70 0.74 1.04 4 PT Mayora Indah Tbk

1.03 1.18 1.72 1.71 1.47 5 PT Multi Bintang Indonesia Tbk

8.44 1.41 1.30 2.49 0.80 6 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

1.07 0.25 0.39 0.81 1.32 7 PT Sekar Laut Tbk

0.73 0.69 0.74 0.93 1.16 8 PT Siantar Top Tbk

0.36 0.45 0.91 1.16 1.12 9 PT Tiga Pilar sejahtera food Tbk 2.14 2.28 0.96 0.09 1.13

PT Ultrajaya Milk Industry and Trading 10 Company Tbk

0.36 0.25 0.39 0.09 0.40 Standar Deviasi

Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan, data diolah Berdasarkan Tabel 5.6, tingkat rata-rata DER dari 10 perusahaan makanan dan minuman yang menjadi sampel penelitian cenderung mengalami penurunan. dibuktikan sejak periode 2009-2011, nilai rata-rata DER mengalami penurunan meskipun pada 2012 mengalami peningkatan menjadi 1.04 dan selanjutnya pada tahun 2013 kembali mengali penurunan menjadi 1.01.

Pada tahun 2009, rata-rata tingkat DER adalah sebesar 1,92. Rasio tersebut menunjukan bahwa untuk perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di bursa efek Indonesia rata-rata para kreditur memberikan Rp. 1,92 pendanaan untuk setiap Rp.1 yang diberikan oleh pemgang saham.

Terdapat beberapa perusahaan yang menggunakan modal sendiri lebih besar dibandingkan menggunakan hutang, yaitu PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk, PT Sekar Laut Tbk, PT Siantar Top Tbk dan PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk, dengan nilai DER yang tidak mencapai 1. Sedangkan

PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun yang 2009, memiliki nilai DER tertinggi bahkan selama 5 tahun periode penelitian yang mencapai 8.44.

Van Horne dan Wachowicz (2005:209) menyatakan bahwa para kreditur secara umum akan lebih suka jika rasio ini (DER) rendah. Semakin rendah rasio (DER) ini, maka semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar perlindungan bagi kreditur jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar.

1.8.Alat Analisis

5.2.1. Hasil Uji Asumsi Klasik

5.2.2.1. Uji Normalitas Uji normalitas data ini bertujuan untuk menguji data variabel bebas dan data variabel terikat pada persamaan regresi yang dihasilkan berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal. Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi normalitas data dilakukan melalui analisis statistik yang dapat dilihat melalui Kolmogorov- Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah sebagai berikut :

c. Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 atau 5 persen maka data terdistribusi secara normal

d. Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 atau 5 persen maka data tidak terdistribusi normal.

Tabel 5.7 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Ukuran

Struktur Aktiva Perusahaan N

Struktur Modal

Likuiditas

Profitabilitas

50 50 50 50 50 Normal Parameters a,b

Mean

.528980 28.101798 Std. Deviation

.1277376 1.5464045 Most Extreme

-.108 -.082 Kolmogorov-Smirnov Z

.764 .863 Asymp. Sig. (2-tailed)

.604 .446 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Hasil uji normalitas pada pengujian dengan menggunakan metode kolmogrov-smirnov pada Tabel 5.7, menunjukan hasil bahwa variabel struktur modal dan profitabilitas tidak terdistribusi normal karena memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05.

Ghozali dalam Kurniawan (2012) menyatakan jika data tidak terdistribusi normal maka dapat di normalkan dengan cara uji transformasi atau dengan uji outlier. Dalam penelitian ini, cara yang digunakan agar data berdistribusi normal adalah dengan transformasi data dengan metode akar (SQRT).

Tabel 5.8

Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Ukuran

Struktur Aktiva Perusahaan N

Struktur Modal

Likuiditas

Profitabilitas

50 50 50 50 50 Normal Parameters a,b

Mean

.7215 5.2992 Std. Deviation

.09285 .14419 Most Extreme

-.136 -.081 Kolmogorov-Smirnov Z

.961 .822 Asymp. Sig. (2-tailed)

.315 .510 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Hasil uji normalitas data setelah transformasi dengan menggunakan metode kolmogrov-smirnov menunjukan data semua variabel berdistribusi normal karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0.05.

5.2.2.2. Uji Heterokedatisitas Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi adanya ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians tersebut tetap, maka disebut homoskedastisitas. Situasi heterokedasitas akan menyebabkan penafsiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien sehingga hasil taksirannya dapat menjadi kurang dari semestinya, melebihi atau menyesatkan.

Masalah heteroskedastisitas dalam model persamaan regresi ini dilakukan dengan grafik Scatterplot . Dasar pengambilan keputusan dalam Uji Heteroskedastisitas dengan Grafik Scatterplot, yaitu:

c. Jika terdapat pola tertentu pada Grafik Scatterplot SPSS, seperti titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, menyebar kemudian menyempit), maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas.

d. Sebaliknya, jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar, maka indikasinya adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.

Scatterplot

Dependent Variable: Struktur Modal

Regression Standardized Predicted Value

Gambar 5.1 Hasil Uji Heterokedastisitas

Berdasarkan Gambar 5.1 diperoleh bahwa scatter plot membentuk titik- titik yang menyebar secara acak di atas dan di bawah garis nol dan tidak membentuk pola yang jelas. Hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas.

5.2.2.3. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan fenomena adanya korelasi yang sempurna antara satu variable bebas dengan variabel bebas lain. Uji multikolinearitas 5.2.2.3. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan fenomena adanya korelasi yang sempurna antara satu variable bebas dengan variabel bebas lain. Uji multikolinearitas

Metode untuk menguji adanya multikolinearitas dapat dilihat pada tolerance value atau Variance Inflammatory Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,10 atau nilai VIF adalah 10. Jika VIF >10 dan nilai Tolerance < 0.10, maka tejadi multikolinearitas tinggi antar variabel bebas dengan variable bebas lainnya.

Tabel 5.9 Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficients a

Collinearity Statistics

Struktur Aktiva

Ukuran Perusahaan

a. Dependent Variable: Struktur Modal

Berdasarkan Tabel 5.9 diperoleh bahwa semua variabel bebas memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari batas nilai tolerance

0.10 dan nilai VIF rendah dibawah nilai 10. Dengan demikian maka tidak terdapat masalah multikolinearitas dalam model regresi.

5.2.2.4. Uji Autokorelasi Wijaya (2009:122) uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dan kesalahan penggangu pada periode sebelumnya ( t - 1 ), apabila terjadi maka hal tersebut menunjukan adanya problem autokorelasi.

Sunyoto ( 2012 : 138 ) persamaann regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi masalah autokorelasi maka persamaan Sunyoto ( 2012 : 138 ) persamaann regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi masalah autokorelasi maka persamaan

d. Terjadi autokeralsi positif, jika nilai DW dibawah -2 ( DW < -2 )

e. Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 atau - 2 ≤ DW ≤ +2

f. Terjadi korelasi negative jika nilai DW diatas +2 atau DW > +2.

Tabel 5.10 Hasil Uji Autokorelasi

Model Summary b

Durbin- Model

Adjusted

Std. Error of

R Square

R Square

the Estimate

Watson

1.769 a. Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Profitabilitas, Likuiditas b. Dependent Variable: Struktur Modal

Berdasarkan Tabel 5.10 diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1.769 berarti berada diantara -2 dan +2 atau dapat dituliskan - 2 ≤ 1.769 ≤ +2, maka tidak terjadi autokorelasi antar data penelitian. Dengan demikian model regresi sudah terbebas dari masalah autokorelasi.

5.2.2. Analisis Data

5.2.2.1. Analisis Regresi Berganda Penelitian ini menggunakan analisis linear berganda untuk menguji hipotesis, yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kemampulabaan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS. Hasil yang diperoleh selanjutnya akan diuji kemaknaan model tersebut secara simultan dan 5.2.2.1. Analisis Regresi Berganda Penelitian ini menggunakan analisis linear berganda untuk menguji hipotesis, yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kemampulabaan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS. Hasil yang diperoleh selanjutnya akan diuji kemaknaan model tersebut secara simultan dan

Tabel 5.11 Hasil Uji Regresi Berganda

Coefficients a

Unstandardized

Standardiz ed

t Sig. 1 (Constant)

B Std. Error

.068 .946 Struktur Aktiva

-2.245 .030 Ukuran Perusahaan

.673 .504 a. Dependent Variable: Struktur Modal

Menurut Zing (2012:2) jika data yang digunakan merupakan hasil transformasi (transformasi logaritma natural), maka model persamaan regresinya menjadi sebagai berikut:

ln Y = a + β ln x kerena transformasi yang digunakan dalam peelitian ini adalah transformasi akar ( Square root ), maka model regresi adalah sebagai berikut.

SQRT(Y) = 1.674 – 0.734 SQRT(X 1 ) + 0.027 SQRT (X 2 ) - 1.350 SQRT (X 3 )

+ 0.241 SQRT (X 4 )

atau :

= 1.674 - 0.734 1 + 0.027 2 - 1.350 SQRT 3 + 0.241 4

Selanjutnya, menurut Steele (2012 :76) mentransformasikan model ini ( Square root model ) kembali pada unit asli, menghasilkan model : =a+b 1

Maka dalam penelitian ini, persamaan regresinya adalah sebagai berikut

= ( 1.674 - 0.734 2

1 + 0.027 2 - 1.350 SQRT 3 + 0.241 4 )

= 2.802 + 0.539 X 1 + 0.001 X 2 +1.823 X 3 + 0.058 X 4 – 2,457 1 + 0.090 2 - 4.51 3 + 0.807 4 – 0.040 + 1.982

Model persamaan regresi diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Untuk nilai constanta sebesar 1.674 artinya bahwa jika variabel independen dalam penelitian ini diabaikan atau bersifat konstan, maka

Struktur Modal (Y) adalah sebesar (1.674) 2 atau sebesar 2.802.

2. Setiap perubahan likuiditas (X 1 ) sementara variabel lain bernilai tetap atau bersifat konstan, maka akan mengubah nilai Y sebesar 0.539 X 1 – 2,457 1 – 0.040 + 1.982 - 0.354 . Misalnya, perubahan X 1 sebesar 1, akan menurunkan tingkat struktur modal (Y) sebesar 1,918.

3. Setiap perubahan profitabilitas (X 2 ) sementara variabel lain bersifat konstan, maka akan mempengaruhi nilai tingkat struktur modal sebesar 0.001 X 2 + 0.090 2 – 0.040 – 0.073 + 0.013 .

Misalnya, perubahan nilai profibailitas (X 2 ) sebesar 1, akan meningkatkan nilai Struktur Modal (Y) sebesar 0.091.

4. Setiap perubahan nilai struktur aktiva (X 3 ) sementara variabel lain bersifat

konstan, maka akan mempengaruhi nilai Y sebesar 1.823 X 3 - 4.51 3 + 1.982

– 0.073 + 0.651 Misalnya, perubahan Struktur Aktiva (X 3 ) sebesar 1, akan menurunkan tingkat struktur modal

(Y) sebesar 2,787.

5. Setiap perubahan nilai Ukuran Perusahaan (X 4 ) sementara variabel lain diabaikan atau bersifat konstan, maka akan meningkatkan nilai Y sebesar

0.058 X 4 + 0.807 4 - 0.354

Misalnya, perubahan Ukuran Perusahaan (X 4 ) sebesar 1, Struktur modal (Y) akan meningkat sebesar 0.807.

5.2.2.2. Uji Hipotesis

1. Uji Signifikansi Simultan (Uji statistik f) Pengujian hipotesis uji F ini digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel bebas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Apabila probabilitas (signifikansi) lebih besar dari α (0,05) maka variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel

debt to equity ratio , tetapi jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari α (0,05) maka variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel

debt to equity ratio. Hipotesis untuk uji Simultan adalah diduga likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Dari hasil pengujian simultan diperoleh sebagai berikut :

Tabel 5.12 Hasil Uji Signifikasi Simultan

ANOVA b

Sum of

Model

F Sig. 1 Regression

Squares

df Mean Square

3.013 .028 a Residual

a. Predictors: (Cons tant), Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Profitabilitas , Likuiditas b. Dependent Variable: Struktur Modal

Data Tabel 5.12 diatas dapat diketahui bahwa model persamaan ini memiliki nilai F hitung sebesar 3.013 dan dengan tingkat signifikansi 0,028. Karena

memiliki signifikansi lebih kecil dari α (0,05) yaitu sebesar 0,028 menunjukkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu struktur modal.

Olehnya, dapat disimpulkan bahwa likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur sektor industri konsumsi sub sektor makanan & minuman di Bursa Efek Indonesia. Dengan demikian, hipotesis pertama diterima.

Analisis determinasi atau biasa disebut Rsquare dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh antara variabel independen (X 1 , X 2, X 3 dan X 4 ) secara simultan terhadap variabel dependen (Y). Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Adapun hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 5.13 Hasil Uji Determinasi

Model Summary b

Std. Error of Model

Adjusted

R Square

R Square

the Es timate

a. Predic tors: (Constant), Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva, Profitabilitas, Likuiditas

b. Dependent Variable: Struktur Modal

Pada Tabel 5.13 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan dari nilai adjusted R Square sebesar 0,141. Hal ini berarti bahwa 14.1% variabel dependen yaitu struktur modal dapat dijelaskan oleh empat variabel independen yaitu likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan, sedangkan sisanya sebesar 85,9% yang berarti bahwa struktur modal dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainnya diluar model.

2. Uji Signifikansi Parsial (Uji statistik t) Uji signifikansi parsial (uji t) dimaksudkan untuk menguji signifikansi pengaruh masing-masing variabel independen (X i ) terhadap variabel dependen (Y). Uji statistik t digunakan untuk menguji hipotesis kedua sampai dengan hipotesis kelima. Untuk lebih jelasnya, pengujian hipotesis pengaruh dari keempat variabel independen tersebut terhadap struktur modal adalah sebagai berikut :

1) Pengujian Hipotesis 2

H 2 : Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur sektor industri konsumsi sub sektor makanan & minuman di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan Tabel 5.14 didapatkan hasil pada variabel likuiditas dengan nilai t = - 3,204 dengan probabilitas sebesar 0,02. Nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 menunjukkan bahwa variabel likuiditas memiliki pengaruh yang Berdasarkan Tabel 5.14 didapatkan hasil pada variabel likuiditas dengan nilai t = - 3,204 dengan probabilitas sebesar 0,02. Nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 menunjukkan bahwa variabel likuiditas memiliki pengaruh yang

2) Pengujian Hipotesis 3

H 3 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur sektor industri konsumsi sub sektor makanan & minuman di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan Tabel 5.14 pada variabel profitabilitas, diperoleh nilai t = 0,68 dengan probabilitas sebesar 0,946. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 membuktikan bahwa variabel profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian berarti bahwa hipotesis 3 tidak terbukti.

3) Pengujian Hipotesis 4

H 4 : Struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur sektor industri konsumsi sub sektor makanan & minuman di Bursa Efek Indonesia.

Pada Tabel 5.14 didapatkan hasil pada variabel struktur aktiva dengan nilai t = -2.245 dengan probabilitas sebesar 0.030. Nilai signifikansi yang diperoleh lebih rendah dari 0,05 membuktikan bahwa variabel struktur aktiva memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian berarti bahwa hipotesis 4 diterima.

4) Pengujian Hipotesis 5

H 5 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur sektor industri konsumsi sub sektor makanan & minuman di Bursa Efek Indonesia.

.Tabel 5.14 menunjukan bahwa pada variabel ukuran perusahaan diperoleh nilai t sebesar 0,673 dengan signifikansi sebesar 0.504. nilai signifikansi yang diperoleh lebih sebar dari pada 0,05 membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Olehnya, hipotesis 5 ditolak.

Tabel 5.14 Hasil Uji Signifikansi Parsial

Coefficients a

Unstandardized

Standardiz ed

t Sig. 1 (Constant)

B Std. Error

.068 .946 Struktur Aktiva

-2.245 .030 Ukuran Perusahaan

.673 .504 a. Dependent Variable: Struktur Modal

Selanjutnya, guna memperjelas hasil pengujian seluruh hipotesis penelitian, maka hasil pengujian hipotesis penelitian ditampilan pada Tabel 5.15 berikut.

Tabel 5.15 Hasil Uji Hipotesis

Standar Hipotesis

H1 Likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran

berpengaruh signifikan terhadap struktur Diterima /

0.05 modal perusahaan manufaktur sektor

Signifikan industri konsumsi sub sektor makanan & minuman di Bursa Efek Indonesia.

H2 Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur

Diterima / sektor industri konsumsi sub sektor

Signifikan makanan & minuman di Bursa Efek

Indonesia. H3 Profitabilitas

berpengaruh

signifikan

Ditolak / manufaktur sektor industri konsumsi sub

terhadap struktur modal

sektor makanan & minuman di Bursa Efek Signifikan Indonesia.

H4 Struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal

perusahaan

Ditolak/ manufaktur sektor industri konsumsi sub

0.05 Signifikan

sektor makanan & minuman di Bursa Efek Indonesia.

H5 Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal

Ditolak / manufaktur sektor industri konsumsi sub

sektor makanan & minuman di Bursa Efek Signifikan Indonesia.

Sumber: hasil penelitian

1.9.Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, penelitian ini menunjukkan bahwa struktur modal dapat dijelaskan oleh likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan hasil dari analisis tersebut.

1.3.1. Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas, Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal.

Hasil uji signifikansi simultan membuktikan bahwa likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan secara secara simultan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Pada Tabel 5.13, diketahui bahwa model persamaan ini memiliki nilai F hitung sebesar 3.013 dan dengan tingkat signifikansi 0,028. Ka rena memiliki signifikansi lebih kecil dari α (0,05) yaitu sebesar 0,028, maka variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu struktur modal.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hakim (2013) yang juga melakukan penelitian tentang pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, ukuran perusahaan dan likuditas terhadap struktur modal. Dalam penelitiannya tersebut, variabel struktur aktiva, profitabilitas, ukuran perusahaan dan likuiditas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal, dibuktikan dengan nilai signifikasi yang lebih rendah dari 0.05 yaitu 0.000. Selanjutnya, dalam penelitiannya tersebut nilai R Square yang diperoleh adalah sebesar 0.439 atau 43.9% struktur modal dapat dijelaskan oleh struktur aktiva, profitabilitas, ukuran perusahaan dan likuditas.

Pada penelitian lain, ahmad et al (2011), membuktikan bahwa secara simultan keempat variabel yaitu likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan temasuk faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan non-financial di Pakistan. Dalam penelitiannya juga, membuktikan bahwa likuiditas merupakan faktor yang paling berpangaruh terhadap struktur modal perusahaan.

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada Tabel 5.13, dapat diketahui bahwa 14.1% variabel dependen yaitu struktur modal dapat dijelaskan oleh empat variabel independen yaitu likuiditas, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan, sedangkan sisanya sebesar 85,9% berarti bahwa struktur modal dipengaruhi oleh variabel atau sebab-sebab lainnya diluar model.

Mengacu pada Brigham dan Houston (2013:188), beberapa variabel diluar model yang bisa saja menjadi faktor atau sebab sebab lainnya tentang keputusan struktur modal antara lain stabilitas penjualan, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, pajak, kendali, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan agen pemberi peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan serta fleksibilitas keuangan.

1.3.2. Pengaruh Likuditas terhadap Struktur Modal

Hasil uji regresi berganda membuktikan bahwa adanya pengaruh signifikan antara likuiditas terhadap struktur modal. Pada persamaan regresi yang telah dijelaskan sebelumnya pada uji regresi berganda, setiap peningkatan pada likuiditas cenderung akan menurunkan nilai struktur modal. Hasil ini menunjukan bahwa terjadi pengaruh negatif antara likuiditas terhadap struktur modal.

Hasil ini terlihat jelas jika dihubungkan dengan kondisi beberapa perusahaan dalam deskriptif variabel. Misalnya, Pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk yang merupakan perusahaan dengan tingkat DER terbesar selama periode penelitian, pada tahun 2009-2010 tingkat likuiditas perusahaan mengalami peningkatan yaitu dari sebesar 0.66 pada tahun 2009 menjadi 0.94 pada tahun 2010. Peningkatan pada tingkat likuiditas ini, juga ikuti dengan penurun tingkat DER perusahaan, pada tahun 2009 tingkat DER yang dimiliki oleh PT Multi

Bintang Indonesia Tbk mencapai 8.44 yang kemudian mengalami penurunan pada tahun tahun 2010 menjadi 1.41 atau 141%. Beberapa perusahaan lainpun mengalami kondisi yang sama, yaitu penurunan tingkat DER pada saat tingkat likuiditas perusahaan mengalami peningkatan.

Ini berarti bahwa perusahaan yang memiliki tingkat likuditas yang lebih besar, akan menggunakan dana internal lebih dulu dan akan menurunkan tingkat pembiayaan eksternalnya. Dengan demikian, hasil penelitian ini menujukan adanya implikasi dari teori pecking order dimana perusahaan lebih menyukai pendanaa melalui modal sendiri (Brealey 2005:225).

Kebijakan ini tentu sangat aman jika dilakukan oleh perusahaan, sebab perusahaan yang sebagian besar dananya bersumber dari penggunaan hutang, memiliki potensi kebangkrutan yang tinggi. Selain itu, perusahaan yang cenderung menggunakan modal sendiri dibandingkan dengan perusahaan yang menggunakan hutang sebagai sumber modalnya, memiliki ketergantungan terhadap pihak luar yang lebih rendah.

Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2013) yang membuktikan bahwa likuditas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal dengan arah positif, melainkan mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Md-Yusuf et al (2013) pada perusahaan sektor electrical dan electronic di Malaysia, yang membuktikan bahwa semakin likuid sebuah perusahaan maka akan memiliki hutang yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi, memiliki kemampuan untuk segera mengubah aset yang dimiliki kedalam bentuk kas. Sehingga, perusahaan akan lebih dulu menggunakan dana sendiri untuk pembiayaan Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2013) yang membuktikan bahwa likuditas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal dengan arah positif, melainkan mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Md-Yusuf et al (2013) pada perusahaan sektor electrical dan electronic di Malaysia, yang membuktikan bahwa semakin likuid sebuah perusahaan maka akan memiliki hutang yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi, memiliki kemampuan untuk segera mengubah aset yang dimiliki kedalam bentuk kas. Sehingga, perusahaan akan lebih dulu menggunakan dana sendiri untuk pembiayaan

1.3.3. Pengaruh Profitabilitas terhadap Struktur Modal

Setiap peningkatan pada profitabilitas pada hasil uji regresi berganda, ketika variabel lain dianggap tetap, akan cenderung meningkatkan nilai struktur modal. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa terjadi hubungan positif antara profitabilitas terhadap struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa semakin mampu sebuah perusahaan menghasilkan laba makan akan semakin besar penggunaan hutang oleh perusahaan. Hasil ini sesuai dengan teori trade off , dan tidak mendukung teori pecking order.

Brigham and Houston (2013:183) menyatakan bahwa teori Pertukaran ( Trade off theory) merupakan teori struktur modal yang menyatakan bahwa perusahaan menukar manfaat pajak dari penggunaaan utang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi kebangkrutan. Dengan demikian, perusahaan dengan profitabilitas tinggi didorong untuk memiliki lebih banyak utang karena mereka dapat mengambil keuntungan pada manfaat pajak dari kewajiban pembayaran bunga. Pernyataan ini mengindikasikan terjadi pengaruh negatif antara profitabilitas terhadap struktur modal.

Pernyataan tersebut berbeda dengan kondisi beberapa perusahaan. Pada deskriptif variabel beberapa perusahaan sampel, beberapa perusahaan saat profitabilitasnya mengalami peningkatan juga meningkatkan tingkat penggunaan Pernyataan tersebut berbeda dengan kondisi beberapa perusahaan. Pada deskriptif variabel beberapa perusahaan sampel, beberapa perusahaan saat profitabilitasnya mengalami peningkatan juga meningkatkan tingkat penggunaan

Hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataan Brigham Houston (2013:189) yang menyatakan bahwa tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara internal. Selain itu, hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Kesuma (2014), Masnoon and Saeed (2014), Verena Sari dan Haryanto (2013), Ba-Abbad and Ahmad Zaluki (2012), Indrajaya, dkk (2011) dan juga Wardani (2012) yang membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal.

Perbedaan hasil tersebut bisa saja disebabkan oleh adanya perbedaaan karakteristik dari perusahaan yang diteliti. Misalnya Putra dan Kesuma (2014) melakukan penelitian pada perusahaan industri otomotif di BEI. Perusahaan Industri Otomotif, umumnya memiliki perputaran arus kas yang lebih lambat dibandingkan perusahaan makanan dan minuman serta hasil pendapatan yang kurang stabil dibandingkan dengan perusahaan makanan dan minuman. Pada perusahaan otomotif, produk yang dihasilkan umumnya memiliki harga yang lebih mahal dengan target pasar pada umumnya adalah masyarakat dari kalangan menengah keatas.

Hal ini berbeda karakteristik perusahaan makanan dan minuman. Pada perusahaan makanan dan minuman, produk yang dihasilkan umumnya dibutuhkan berbagai lapisan masyarakat dengan harga produk yang lebih rendah sehingga perputaran arus kas menjadi lebih cepat dan memiliki pendapatan yang lebih stabil meskipun setiap penjual produk pada perusahaan makanan dan minuman tidak sebesar pendapatan pada setiap penjualan produk dari perusahaan otomotif . Selain itu juga, perusahaan yang mampu menghasilkan laba lebih besar, secara umum akan lebih menarik perhatian investor/kreditor untuk menamkan modalnya pada perusahaan tersebut dengan harapan memperoleh pendapatan yang lebih besar melalui pembayaran bunga.

Meskipun demikian, hasil yang menunjukkan hubungan positif antara profitabilitas dan tingkat struktur modal pada penelitian ini adalah tidak signifikan. Poynter (2010) menyatakan “ When we test a difference and we say it is NOT significant, this does not mean that there is no difference, it just means that we are not 95% sure there is a difference ”. Oleh sebab itu, peningkatan pada

struktur modal ketika profitabilitas meningkat, secara statistik tidak dapat diyakini. Bahkan, ada kecenderungan bahwa peningkatan pada profitabilitas ketika variabel lain dianggap tetap, tidak akan mempengaruhi besarnya perbandingan antara pengunaan hutang dan ekuitas dalam suatu perusahaan.

Menurut Riyanto (2013:297) suatu perusahaan yang mempunyai “ earning ” yang stabil akan selalu dapat memenuhi kewajiban financialnya sebagai

akibat dari penggunaaan modal asing. Hasilnya, peningkatan profitabilitas akan meningkatkan total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan, akan tetapi perusahaan juga akan meningkatkan penggunaan hutangnya sesuai dengan seberapa besar akibat dari penggunaaan modal asing. Hasilnya, peningkatan profitabilitas akan meningkatkan total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan, akan tetapi perusahaan juga akan meningkatkan penggunaan hutangnya sesuai dengan seberapa besar

Keadaan ini bisa saja terjadi jika perusahaan merasa bahwa struktur modal sebelumnya adalah yang paling optimal, sehingga perbandingan antara pengunaan hutang dan modal sendiri akan relatif tetap. Hasil ini mendukung beberapa hasil penelitian lainnya, yaitu Dwi putri (2012), Md-Yusuf et al (2013) dan Ahmad et al (2011) yang membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara profitabilitas terhadap struktur modal.

1.3.4. Pengaruh Struktur Aktiva terhadap Struktur Modal

Struktur aktiva sebagaimana dijelaskan pada deskripsi variabel penelitian merupakan sejumlah aset yang dapat dijadikan jaminan yang diukur dengan membandingkan antara aktiva tetap dan total aktiva. Hasil uji signifikansi parsial, menunjukkan bahwa struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

Berdasarkan hasil uji regresi berganda, diketahui bahwa setiap peningkatan yang terjadi pada struktur aktiva akan cenderung menurunkan nilai struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva tetap yang lebih besar, akan mengurangi pendanaan yang bersumber dari hutang.

Hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataaan Brigham Houston (2013:188) yang menyatakan bahwa perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Penyataan ini, mengindikasikasikan implikasi dari penerapan dari teori trade off bahwa semakin besar nilai struktur aktiva suatu perusahaan Hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataaan Brigham Houston (2013:188) yang menyatakan bahwa perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Penyataan ini, mengindikasikasikan implikasi dari penerapan dari teori trade off bahwa semakin besar nilai struktur aktiva suatu perusahaan

Dalam teori pecking order , perusahaan akan lebih dulu menggunakan dana yang berasal dari internal perusahaan. Riyanto (2013:298) menyatakan bahwa kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar dari modalnya tertanam pada aktiva tetap ( fixed assets ), akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri, sedang modal asing sifatnya sebagai pelengkap. Dengan demikian, semakin besar struktur aktiva maka akan semakin besar penggunan modal sendiri dibandingkan dengan penggunaan hutang.

Hasil ini tidak mendukung beberapa hasil penelitian dari peneliti sebelumnya, yaitu Md-Yusuf et al (2013), Hadianto (2008), Dwi Putri (2012) Ahmad et al (2012), Indrajaya dkk (2011) dan Joni dan Lina (2010) yang membuktikan bahwa strutktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal, melainkan hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vitriasari dan Indarti (2012) serta Hadianto dan Tayana (2010) yang menemukan bahwa struktur aktiva berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Sheikh and Wang (2011), yang membuktikan adanya pengaruh negatif dan signifikan antara struktur aktiva terhadap struktur modal.

Penyebab menurunnya tingkat penggunaan hutang ketika struktur aktiva perusahaan meningkat adalah komposisi dari aktiva yang dimiliki oleh rata-rata perusahaan makanan dan minuman. Pada deskriptif variabel struktur aktiva, Penyebab menurunnya tingkat penggunaan hutang ketika struktur aktiva perusahaan meningkat adalah komposisi dari aktiva yang dimiliki oleh rata-rata perusahaan makanan dan minuman. Pada deskriptif variabel struktur aktiva,

Selain itu, penurunan nilai struktur modal ketika struktur aktiva meningkat, juga dikarenakan sebagian besar aktiva tetap pada beberapa perusahaan makanan dan minuman di BEI terdiri dari piutang dan aktiva tidak lancar lainnya yang merupakan uang pinjaman, sebagaimana yang terdapat pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT Nippon Indosari Corporindo Tbk. Pada PT Nippon Indosari Corporindo Tbk, dimana perusahaan menetapkan bahwa aktiva tidak lancar lainnya tersebut dikategorikan sebagai pinjaman yang diberikan dan juga piutang. Karena hal tersebut, ada indikasi bahwa pemberi modal tidak akan memberikan pinjaman dengan jaminan piutang atau uang pinjaman. Akibatnya, sebagian besar aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan tidak dapat dijadikan jaminan untuk peminjaman modal. Hasilnya, untuk mendanai operasioanal, perusahaan harus lebih dulu menggunakan dana yang berasal dari internal perusahaan.

1.3.5. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal

Ukuran perusahaan sebagaimana dijelaskan pada deskriptif variabel ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan dan dapat dinilai dari Ukuran perusahaan sebagaimana dijelaskan pada deskriptif variabel ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan dan dapat dinilai dari

Pada hasil uji regresi berganda, diketahui bahwa setiap peningkatan variabel ukuran perusahaan cenderung akan meningkatkan struktur modal. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa terjadi hubungan positif antara ukuran perusahaan terhadap struktur modal yang berarti bahwa semakin semakin besar jumlah harta yang dimiliki oleh perusahan maka akan semakin besar penggunaan hutang dibandingkan dengan penggunaan modal yang berasal dari internal perusahaan.

Perusahaan besar yang sahamnya tersebar sangat luas, akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualannya dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini, akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal.

Md-Yusuf at al (2013) yang melakukan penelitian pada perusahaan sektor electric and electronic di Malaysia, membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif antara ukuran perusahaan. Selanjutnya, Khrisnan Moyer dalam Indrajaya dkk (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki potensi untuk mengalami kebangkrutan yang lebih rendah. Rendahnya potensi kebangkrutan pada perusahaan besar, disebabkan karena perusahaan besar cenderung memiliki usaha yang terdiversivikasi dan reputasi yang lebih baik.

Bila resiko kebangkrutan dikaitkan dengan teori trade off , maka semakin besar perusahaan akan menyebabkan financial distress cost perusahaan menjadi lebih rendah karena resiko kebangkrutan yang rendah, dan hal ini akan Bila resiko kebangkrutan dikaitkan dengan teori trade off , maka semakin besar perusahaan akan menyebabkan financial distress cost perusahaan menjadi lebih rendah karena resiko kebangkrutan yang rendah, dan hal ini akan

Beberapa peneliti lainnya juga membuktikan bahwa terdapat pegaruh positif antara ukuran perusahaan terhadap struktur modal, antara lain Ba-Abbad dan Ahmad Zaluki (2012), Verena sari dan Haryanto (2013), dan Dwi Putri (2012). Meskipun demikian, pengaruh positif antara ukuran perusahaan dan struktur modal dalam penelitian ini adalah tidak signifikan, sehingga perubahan pada perbandingan antara pengunaan hutang dan ekuitas ketika ukuran perusahaan mengalami peningkatan ataupun penurunan, tidak dapat diyakini. Bahkan, ada kecenderungan bahwa peningkatan ukuran perusahaan tidak akan berpengaruh pada struktur modal perusahaan.

Kondisi ini dapat terjadi karena perusahaan besar yang umumnya mempunyai akses lebih mudah ke pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil belum tentu dapat memperoleh dana dengan mudah di pasar modal. Hal ini bisa saja disebabkan karena investor akan membeli saham atau menanamkan modalnya tidak hanya mempertimbangkan besar-kecilnya perusahaan, tetapi juga memperhatikan faktor-faktor lain, seperti prospek perusahaan, sifat manajemen perusahaan saat ini dan lain sebagainya.

BAB VI PENUTUP

1.10. KESIMPULAN

Penelitian ini menganalisis Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas, Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 sampai 2013, sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Likuiditas, Profitabilitas, Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Sturktur Modal Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Likuiditas secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan teerhadap Struktur Modal Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Tidak ada pengaruh signifikan antara Profitabilitas terhadap Struktur Modal Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Struktur Aktiva secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Struktur Modal Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

5. Tidak ada pengaruh signifikan antara Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.11. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut, antara lain:

1.3.2.4. Bagi Investor Investor nampaknya perlu memperhatikan nilai struktur hutang perusahaan dengan tetap mempertimbangkan dampak positif maupun negatifnya. Dalam hal ini investor nampaknya perlu mencermati dari struktur hutang yang dimiliki perusahaan serta pemanfaatannya agar hutang yang dimiliki perusahaan dapat meningkatkan pendapatan investor sebagai pemberi modal.

1.3.2.5. Bagi Perusahaan Penentuan struktur modal sangat penting bagi perusahaan. Olehnya, perusahaan khususnya industri konsumsi sektor makanan dan minuman dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangannya dalam penentuan kebijakan hutangnya.

1.3.2.6. Bagi Akademisi Penelitian ini hanya terbatas pada industri makanan dan minuman dan

juga dengan periode penelitian yang relatif singkat, maka peneliti selanjutnya dapat mengembangkan hasil penelitian dengan menambahkan sektor industri lainnya sebagai sampel serta memperpanjang periode penelitannya, agar memperoleh hasil yang lebih akurat serta menambahkan variabel lain yang mungkin akan menunjukan pengaruh lebih terhadap struktur modal.