[474] CANDĀBHA-JĀTAKA
[474] CANDĀBHA-JĀTAKA
214 “Ia yang bermeditasi dengan bijaksana,” dan seterusnya. Barisan ini secara teknis menyiratkan, dengan mengambil Matahari dan Bulan sebagai
kammaṭṭhāna-nya, atau objek meditasi, seorang umat Buddha melalui pencapaian Jhāna
Kisah ini juga diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di
(atau pencerahan) tingkat kedua (yakni melampaui logika), dapat menyelamatkan diri dari kelahiran kembali di alam yang lebih rendah dari Ābhassaraloka atau Alam Cahaya dari Alam brahma yang mempunyai jasmani.
No.136.
melahirkan mereka; orang yang tamak tidak bisa mengubah (keyakinan) mereka yang belum yakin, pun tidak bisa membuat
SUVAṆṆAHAṀSA-JĀTAKA orang yang telah berkeyakinan menjadi lebih baik, tidak bisa mendatangkan persembahan dana, pun tidak bisa
“Berpuas hatilah,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan menggunakannya (dengan efisien) di saat dana telah diberikan; oleh Sang Guru mengenai seorang bhikkhuni, yang bernama
sebaliknya orang yang tidak tamak dapat melakukan semua hal Thullanandā.
tersebut.” Dengan cara demikian Sang Guru menjelaskan Seorang upasaka di Sawatthi memberikan suplai
moralitas tersebut, diakhiri dengan perkataan, “Para Bhikkhu, bawang putih kepada para bhikkhuni dan memberi pesan kepada
Bhikkhuni Thullananda tidak hanya tamak dalam kehidupan penjaga ladangnya untuk memberikan dua atau tiga siung
sekarang ini, ia juga tamak dalam kehidupan lampau.” Setelah itu bawang putih jika ada bhikkhuni yang datang. Setelah itu mereka
Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini. membuat sebuah kebiasaan [475] untuk datang ke rumah atau
____________________ ladangnya untuk mendapatkan bawang. Pada suatu hari raya,
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, persediaan bawang di rumah tersebut habis, dan Bhikkhuni
Bodhisatta terlahir sebagai seorang brahmana. Ketika dewasa, ia Thullanandā, yang datang bersama bhikkhuni lainnya ke rumah
menikah dengan seorang wanita yang memiliki kasta yang sama tersebut, diberitahu, saat ia meminta bawang, tidak ada bawang
dengannya, yang kemudian melahirkan tiga orang putri; Nandā, yang tersisa lagi di dalam rumah, semuanya telah habis terpakai,
Nandāvatī dan Sundarīnandā. Setelah Bodhisatta meninggal dan ia harus pergi ke ladang untuk mendapatkannya. Maka ia
dunia, mereka diasuh oleh para tetangga dan sahabatnya, pergi ke ladang dan mengambil bawang dalam jumlah yang
sementara ia sendiri terlahir kembali ke dunia sebagai seekor banyak. Penjaga ladang tersebut menjadi marah dan mencela
angsa emas, yang diberkahi dengan kemampuan mengingat mereka dengan mengatakan betapa tamaknya bhikkhuni-
kembali kelahiran sebelumnya. Setelah dewasa, angsa tersebut bhikkhuni itu. Hal itu membuat kesal para bhikkhuni yang
tumbuh dalam ukuran yang luar biasa dengan bulu berwarna berkeinginan sedikit (tidak tamak); dan para bhikkhu juga merasa
keemasan, dan dapat mengingat bahwa di kelahiran sebelumnya kesal saat celaan itu diulangi oleh para bhikkhuni tersebut
ia adalah seorang manusia. Mengetahui istri dan anak-anaknya kepada mereka, kemudian mereka menceritakannya kepada
hidup dari derma dari orang lain, angsa tersebut teringat pada Sang Bhagawan. Untuk mengecam ketamakan Thullanandā,
bulunya yang seperti emas tempaan dan dengan memberikan Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, orang yang tamak adalah
sehelai bulu emas sekali dalam beberapa waktu, ia akan mampu orang yang kasar dan tidak baik, bahkan terhadap ibu yang telah
membuat istri dan anak-anaknya hidup dengan nyaman. Maka ia membuat istri dan anak-anaknya hidup dengan nyaman. Maka ia
dan memberinya makanan di sana. Dengan berlalunya waktu, dari manakah asalnya, dan ia memberi tahu mereka bahwa ia
bulu-bulunya tumbuh kembali (walaupun hanya berwarna putih adalah ayah mereka yang telah meninggal dan terlahir kembali
sekarang), ia terbang kembali ke tempat tinggalnya dan tidak sebagai angsa emas, dan ia datang untuk mengunjungi mereka
pernah kembali lagi.
dan akan mengakhiri kesengsaraan mereka dari keharusan ____________________ bekerja demi upah. “Kalian, satu per satu, boleh mengambil bulu-
Di akhir kisah tersebut Sang Guru berkata, “Demikianlah buluku,” katanya, “dan buluku dapat dijual untuk memberikan
engkau lihat, para Bhikkhu, bagaimana ketamakan Thullanandā hasil yang cukup bagi kalian semua untuk bisa hidup senang dan
di kelahiran lampau sama seperti saat ini. Ketamakannya nyaman.” Setelah berkata demikian, ia memberikan sehelai
membuat ia kehilangan emasnya, sama seperti cara bulunya masing-masing kepada mereka dan terbang pergi. Dari
ketamakannya di kehidupan ini membuat ia kehilangan bawang. waktu ke waktu ia kembali untuk memberikan mereka bulu yang
Amatilah lebih lanjut, bagaimana keserakahannya telah lain, dan melalui hasil penjualan bulu-bulu itu, para brahmana
menghilangkan persediaan bawang para bhikkhuni, belajarlah wanita ini menjadi makmur dan cukup kaya. Namun suatu hari,
dari sana untuk berkeinginan sedikit (tidak tamak) dan merasa ibu ini berkata kepada para putrinya, “Tidak bisa memercayai
puas dengan apa yang diberikan padamu, bagaimanapun seekor hewan sepenuhnya, Anakku. Siapa yang bisa menjamin
kecilnya hal itu.” Setelah berkata demikian, ia mengucapkan syair ayah kalian tidak akan pergi pada suatu hari, dan tidak pernah
berikut ini : —
kembali lagi? Mari kita gunakan waktu kita dan mencabut habis bulunya pada kedatangan berikutnya, dengan demikian terdapat
Berpuas hatilah, jangan mempunyai keinginan yang lebih suatu kepastian dari semua bulunya.” Memikirkan hal itu akan
besar untuk menyimpan lebih banyak. menyakitkan bagi ayah mereka, putri-putrinya menolak. Sang
Mereka menangkap angsa tersebut — namun tidak ibu, dipenuhi dengan ketamakan, memanggil angsa emas itu
mendapatkan emasnya lagi.
untuk mendekat padanya pada suatu hari di saat ia datang, kemudian menangkapnya dengan kedua tangannya dan
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Sang Guru mencabut semua bulunya. Bulu Bodhisatta ini mempunyai sifat
mengecam bhikkhuni yang melakukan kesalahan tersebut dan jika dicabut berlawanan dengan keinginannya akan berhenti
menetapkan peraturan bahwa bhikkhuni yang makan bawang menjadi emas dan berubah menjadi seperti bulu burung bangau.
putih berarti telah melakukan pelanggaran pācittiya. Kemudian, Dan angsa malang ini, walaupun merentangkan sayapnya, tidak
[477] untuk membuat kaitan, Beliau berkata, “Thullanandā adalah [477] untuk membuat kaitan, Beliau berkata, “Thullanandā adalah
kepadanya. Bhikkhu itu pergi dan menceritakannya kepada bhikkhu yang lain, yang datang tepat pada waktunya untuk
[Catatan : Kisah ini muncul di hal.258-9 Vol.IV dari Vinaya. mendapatkan kue kedua yang sebenarnya dipanggang untuk Bandingkan La poule aux ceufs dalam La Fontaine (V.13) dst.]
dibawa pulang oleh putrinya. Bhikkhu kedua menceritakannya kepada bhikkhu ketiga, dan bhikkhu ketiga menceritakannya
kepada bhikkhu keempat, maka demikianlah setiap kue yang baru siap dipanggang itu selalu diambil oleh seorang pendatang
No.137.
baru. Akibat hal tersebut, putrinya belum juga memulai perjalanan pulang, dan suaminya mengirim pembawa pesan
BABBU-JĀTAKA
kedua dan ketiga untuk menemuinya. Dan pesannya yang ketiga adalah jika istrinya tidak kembali juga, ia akan mengambil
“Berikan makanan pada satu kucing,” dan seterusnya. seorang istri yang baru. Setiap pesannya mendapatkan hasil Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana,
yang sama. Maka suaminya mengambil seorang istri yang lain. tentang peraturan latihan yang berhubungan dengan Ibu Kāṇā. Ia
Mendengar kabar tersebut, istri pertamanya menangis tersedu- adalah seorang umat awam di Sawatthi, hanya dikenal sebagai
sedu. Mengetahui semua itu, Sang Guru mengenakan jubah-Nya Ibu Kāṇā, yang telah mencapai kesucian Sotāpanna dan
di pagi hari dan melakukan pindapata ke rumah Ibu Kāṇā dan merupakan seorang siswa ariya. Anak perempuannya, Kāṇā 215 ,
duduk di kursi yang dipersiapkan untuk-Nya. Kemudian Beliau menikah dengan seorang pria dari kasta yang sama di desa yang
menanyakan mengapa anak perempuannya menangis, dan lain. Sesuatu hal membuatnya harus pergi menemui ibunya.
mendengar penyebabnya. Beliau mengucapkan kata-kata yang Beberapa hari berlalu, dan suaminya mengirim seorang
menghibur bagi sang ibu, kemudian bangkit dan kembali ke pembawa pesan untuk mengatakan bahwa ia berharap istrinya
wihara.
segera kembali. Gadis tersebut bertanya kepada ibunya apakah Sekarang para bhikkhu telah mengetahui bahwa Kāṇā ia harus kembali, ibunya kemudian mengatakan bahwa ia tidak
tidak jadi pulang ke tempat suaminya sebanyak tiga kali bisa pulang dengan tangan kosong setelah pergi begitu lama,
disebabkan oleh tindakan dari empat orang bhikkhu; suatu hari dan mulai membuat kue. Pada saat yang sama seorang bhikkhu
mereka berkumpul di Balai Kebenaran dan mulai membicarakan yang sedang melakukan pindapata datang, dan ibu itu
hal tersebut. Sang Guru masuk ke dalam Balai tersebut [478] dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan, dan mereka
215 Nama Kāṇā mempunyai arti ‘Satu Mata’.
menceritakannya kepada Beliau. “Para Bhikkhu,” kata Beliau, dibelanjakan olehmu, dan juga untuk membeli daging untuk “ketahuilah, ini bukan pertama kalinya keempat bhikkhu ini
diriku, Anakku.” Tanpa rasa jijik sedikitpun, ia mengambil uang membawa penderitaan bagi Ibu Kāṇā dengan memakan
tersebut, dan membelanjakan setengahnya untuk membeli perbekalannya; mereka juga melakukan hal yang sama di
daging yang ia bawakan untuk tikus tersebut, yang segera pergi kelahiran yang lampau.” Setelah mengucapkan kata-kata
dan makan daging itu untuk mengisi perutnya. Hal tersebut terus tersebut Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
berlanjut, tikus itu memberikan satu keping koin setiap hari, dan ____________________
ia kembali dengan membawakan daging untuknya. Namun, suatu Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
hari tikus itu ditangkap oleh seekor kucing.
Bodhisatta terlahir sebagai seorang pemahat batu, tumbuh “Jangan bunuh saya,” kata tikus tersebut. menjadi ahli dalam melakukan pekerjaan dengan batu. Di Negeri
“Mengapa tidak?” tanya kucing tersebut. “Saya sudah Kāsi tinggallah seorang saudagar kaya yang menimbun harta
sangat lapar, dan benar-benar harus membunuhmu untuk emasnya yang bernilai empat ratus juta. Setelah istrinya
menghilangkan rasa sakit karena lapar.”
meninggal, disebabkan oleh kuatnya kemelekatan dirinya “Sekarang, katakan, apakah engkau selalu merasa terhadap emas tersebut, ia terlahir kembali sebagai seekor tikus
lapar, atau hanya merasa lapar pada hari ini saja?” yang tinggal di atas hartanya itu. Satu demi satu anggota
“Oh, setiap hari saya selalu kelaparan.” keluarga tersebut meninggal dunia, termasuk saudagar itu
“Baiklah kalau demikian, jika boleh, saya akan membuat sendiri. Seperti desa lainnya, desa itu ditinggalkan dan
engkau selalu mendapatkan daging setiap hari; [479] tetapi, keadaannya menjadi menyedihkan. Pada saat cerita ini
biarkan saya pergi.”
berlangsung, Bodhisatta sedang menggali dan membentuk batu “Ingatlah untuk melakukan hal itu,” kata kucing itu, dan di desa yang telah ditinggalkan itu, dan tikus itu sering
membiarkan tikus itu pergi.
melihatnya saat berkeluyuran mencari makan. Akhirnya tikus ini Akibatnya tikus itu harus membagi persediaan daging memiliki perasaan cinta kepadanya; dan memikirkan bagaimana
yang ia peroleh dari Bodhisatta menjadi dua bagian, memberikan jika rahasia keluarganya yang berlimpah itu akan ikut terkubur
sebagian kepada kucing tersebut, menyimpan sebagian lagi bersamanya, ia memikirkan untuk menikmati harta tersebut
untuk dirinya sendiri.
bersama Bodhisatta. Maka suatu hari, ia menemui Bodhisatta Sudah menjadi takdirnya, tikus itu ditangkap oleh kucing dengan sebuah koin di mulutnya. Melihat hal itu, ia berkata
kedua dan harus menebus kebebasannya dengan dengan syarat dengan ramah pada tikus tersebut, “Ibu, apa yang membuat
yang sama, maka sekarang makanan harian mereka harus engkau datang dengan membawa koin ini?” “Ini untukmu, untuk
dibagi menjadi tiga bagian. Dan ketika kucing yang ketiga dibagi menjadi tiga bagian. Dan ketika kucing yang ketiga
koin yang selalu ia berikan dulunya. Dan lambat laun ia Selanjutnya kucing keempat mendapatkannya dan makanan itu
memberikan seluruh simpanannya. Kedua makhluk ini terus harus dibagi menjadi lima bagian, akibat jatah yang semakin
bersahabat hingga hidup mereka berakhir dan mereka terlahir berkurang, tikus itu menjadi kurus kering, seakan yang tersisa
kembali di alam yang sesuai dengan hasil perbuatan mereka hanya tulang dan kulit. Melihat tikus yang merupakan temannya
masing-masing.
itu berubah menjadi begitu kurus, Bodhisatta menanyakan ___________________ penyebabnya. Maka tikus itu pun menceritakan apa yang
Setelah menceritakan kisah tersebut, Sang Guru sebagai menimpanya.
seorang Buddha, mengucapkan syair berikut ini : — [480] “Mengapa engkau tidak memberitahukan hal itu kepadaku sebelumnya?” tanya Bodhisatta, “Tenanglah, saya
Dengan memberikan makanan pada seekor kucing, akan menolongmu untuk keluar dari masalah ini. Ia mengambil
maka kucing kedua akan muncul;
sepotong kristal murni, mengorek sebuah lubang dan meminta Kucing ketiga dan keempat melanjutkan barisan penuh tikus itu masuk ke dalamnya. “Tinggallah di sana,” katanya, “dan
hasil tersebut;
jangan lupa mengancam dengan gaya yang buas dan memaki — Lihatlah keempatnya mati karena batu kristal itu. siapa pun yang mendekat.” Maka tikus itu merangkak ke dalam lubang kecil pada
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan potongan kristal itu dan menunggu. Datanglah seekor kucing
kelahiran tersebut dengan berkata, “Keempat bhikkhu ini adalah yang menuntut daging miliknya. “Pergilah, kucing betina tua yang
keempat kucing di masa itu, Ibu Kāṇā adalah tikus itu dan Saya jahat,” kata tikus itu, “mengapa saya harus menyediakan
adalah pemahat batu tersebut.”
makanan untukmu? Pulang dan makan anak-anakmu!” Marah mendengar kata-kata tersebut, dan tidak menduga kalau tikus
[Catatan : Lihat Vinaya IV.79 untuk cerita pembukanya.] tersebut berada dalam batu kristal, kucing itu menerkam ke arah
tikus untuk memangsanya; kerasnya terjangan itu membuat ia
menghancurkan tulang dada dan matanya dimulai dari
kepalanya. Kucing itu mati dan bangkainya jatuh tak terlihat. Nasib yang sama menimpa keempat kucing itu. Sejak saat itu,
tikus yang merasa sangat berterima kasih pada Bodhisatta
No.138.
tak terduga terjadi di musim kering, membuat semut-semut keluar dari sarang mereka, dan kadal-kadal yang berdatangan
GODHA-JĀTAKA
untuk memangsa mereka, ditangkap dalam jumlah besar [481] oleh para penduduk; dan beberapa disajikan dengan cuka dan
“Dengan rambut kusut,” dan seterusnya. Kisah ini gula untuk dimakan oleh petapa tersebut. Merasa senang diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai
dengan hidangan yang lezat itu, ia bertanya makanan apa itu, bhikkhu yang menipu. Kejadian ini serupa dengan yang
dan mengetahui bahwa itu adalah daging kadal. Kemudian diceritakan pada kisah sebelumnya 216 .
terbayang olehnya bahwa ia mempunyai tetangga berupa seekor ____________________
kadal yang baik, dan memutuskan untuk menyantapnya. Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
Karenanya, ia menyediakan panci masak dan bumbu untuk Bodhisatta terlahir sebagai seekor kadal; dan di sebuah gubuk
disajikan dengan kadal tersebut, dan duduk di pintu gubuknya dekat sebuah desa di perbatasan tinggallah seorang petapa yang
dengan sebuah palu tersimpan di balik jubahnya, menunggu sangat berpegang teguh pada peraturan, yang memiliki lima
kedatangan Bodhisatta, dengan suasana yang sengaja dibuat kemampuan batin luar biasa, dan diperlakukan dengan penuh
penuh kedamaian. Di sore hari Bodhisatta datang, dan saat hormat oleh para penduduk. Dalam sebuah sarang semut di
mendekat, ia melihat petapa itu tidak terlihat seperti biasanya, ujung jalan tempat petapa tersebut berjalan hilir mudik, tinggallah
namun memberi pandangan padanya yang memperlihatkan niat Bodhisatta, dan dua hingga tiga kali setiap harinya ia akan
kurang baik. Mengendus angin yang behembus ke arahnya dari menemui petapa tersebut untuk mendengar kata-katanya yang
tempat petapa tersebut, Bodhisatta mencium bau daging kadal, mendidik dan penuh makna. Kemudian, dengan penuh
seketika itu juga menyadari bagaimana rasa kadal telah penghormatan terhadap orang baik tersebut, Bodhisatta akan
membuat petapa tersebut ingin membunuhnya dengan sebuah kembali ke tempat tinggalnya sendiri. Pada suatu waktu, petapa
palu dan menyantapnya. Maka ia kembali ke rumahnya tanpa tersebut menyampaikan perpisahan kepada para penduduk dan
mengunjungi petapa tersebut. Melihat Bodhisatta tidak datang, meninggalkan tempat tersebut. Sebagai penggantinya, datanglah
petapa tersebut menilai kadal itu pasti telah meramalkan tentang seorang petapa lain, orang yang jahat, untuk menetap di
rencananya, namun merasa heran bagaimana ia bisa pertapaan tersebut. Mengira pendatang baru tersebut juga orang
mengetahuinya. Memutuskan bahwa kadal itu tidak boleh lolos, suci, Bodhisatta menunjukkan perlakuan yang sama padanya
ia menarik keluar palu dan melemparkannya, namun hanya seperti pada petapa sebelumnya. Suatu hari, sebuah badai yang
mengenai ujung ekor kadal tersebut. Kabur secepat kilat, Bodhisatta menghambur masuk ke dalam bentengnya,
216 Terdapat di No.128. Bandingkan dengan No.325.
mengeluarkan kepalanya di lubang yang berbeda dengan lubang
No.139.
dimasuki olehnya, berseru, “Orang munafik yang jahat, pakaian yang penuh kesucian membuat saya memercayaimu, namun,
UBHATOBHAṬṬHA-JĀTAKA sekarang saya mengetahui sifat dasarmu yang jahat. Apa yang dilakukan penjahat seperti dirimu dalam jubah petapa?” Mencela
“Kebutaan suami dan pukulan pada istri,” dan petapa palsu tersebut, Bodhisatta mengucapkan syair berikut:—
seterusnya. Kisah ini, diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana, mengenai Devadatta. Kami mendengar bahwa
Dengan rambut kusut dan pakaian dari kulit kayu, para bhikkhu berkumpul di Balai Kebenaran, saling berbicara, mengapa menipu (orang) dengan kesucian petapa?
mengatakan bahwa walaupun sebuah obor dari onggokan kayu Orang yang suci tanpa hati mereka di dalamnya,
bakar, hangus pada kedua ujungnya dan penuh kotoran di dipenuhi oleh kekotoran yang keji 217 .
bagian tengah, tidak bisa berfungsi seperti kayu, baik yang berada di hutan maupun di tungku desa, demikian juga dengan
[482] Dengan cara demikian Bodhisatta membongkar Devadatta yang meninggalkan keduniawian untuk mengikuti kejahatan petapa tersebut, kemudian ia kembali ke sarang
ajaran yang berharga ini, hanya untuk mendapatkan kekurangan semutnya, dan petapa jahat itu meninggalkan tempat tersebut.
ganda dan kegagalan, melihat ia kehilangan kenyamanan hidup ____________________
sebagai perumah tangga dan gagal atas tugasnya sebagai Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan
seorang bhikkhu.
kelahiran tersebut dengan berkata, “Orang munafik ini adalah Masuk ke dalam Balai Kebenaran, Sang Guru bertanya petapa jahat di masa itu, Sāriputta adalah petapa baik yang
dan diberitahu mengenai apa yang sedang dibicarakan bersama tinggal di pertapaan tersebut sebelum kedatangannya, dan Saya
oleh mereka. “Ya, para Bhikkhu,” kata Beliau, “demikian juga di sendiri adalah kadal tersebut.”
kehidupan yang lampau, Devadatta mengalami kegagalan ganda lain yang sejenis.” Setelah mengatakan hal itu, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
___________________ Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai dewa pohon, dan di sana terdapat sebuah desa tertentu yang merupakan tempat tinggal para penangkap ikan yang memakai pancing. Salah seorang
217 Dhammapada v.394.
pemancing ini membawa alat pancingnya dan pergi bersama dengan lidahmu yang penuh fitnah. Pergilah bersama saya putranya yang masih kecil, melemparkan kailnya ke dalam air
menemui kepala desa dan saya akan membuatmu didenda yang paling memungkinkan bagi para pemancing. [483] Sebuah
sebesar delapan keping 218 oleh fitnahmu itu.” lubang disangkuti oleh kailnya dan pemancing itu tidak dapat
Dengan kata-kata yang penuh amarah, mereka menemui menariknya ke atas. “Betapa hebatnya ikan ini!” pikirnya, “lebih
kepala desa. Namun saat permasalahan itu ditelusuri, istri baik saya menyuruh putra saya pulang menemui istri saya dan
pemancing itu yang didenda; ia diikat dan dipukul untuk memintanya memulai pertengkaran untuk menjauhkan orang lain
membayar denda tersebut. Ketika dewa pohon itu melihat dari rumah, sehingga tidak ada orang yang akan ikut ambil
kemalangan yang menimpa baik pada istri di desa maupun bagian atas berkah ini.” Karena itu ia meminta anak yang masih
suami di hutan, ia berdiri di cabang pohonnya dan berseru, “Ah, kecil itu untuk berlari pulang dan mengatakan pada ibunya
pemancing ikan, baik di air maupun di darat, mereka kesakitan, betapa besarnya ikan yang terpancing, dan bagaimana ia harus
dan kegagalan mereka adalah dua kali lipat.” Setelah berkata mengalihkan perhatian tetangganya. Kemudian, merasa takut
demikian, ia mengucapkan syair berikut ini: — pancingnya putus, ia melepaskan mantelnya dan terjun ke dalam air untuk mengamankan hadiahnya. Namun saat mencari-cari
Kebutaan pada suami dan pukulan pada istri, ikan tersebut, ia menerjang lubang itu dan melukai kedua
dengan jelas menunjukkan kegagalan ganda matanya. Lebih jauh lagi, seorang pencuri mengambil
dan kesengsaraan ganda 219 .
pakaiannya dari pinggir sungai. Dalam penderitaan atas rasa ___________________ sakit itu, dengan kedua tangan menekan matanya yang telah
[484] Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru buta, ia memanjat naik dengan keadaan gemetaran dan
menjelaskan kelahiran itu dengan berkata, “Devadatta adalah berusaha untuk menemukan pakaiannya.
pemancing di masa itu dan Saya adalah dewa pohon tersebut.” Sementara itu istrinya, bermaksud memanfaatkan tetangganya untuk memulai pertengkaran, telah mendandani dirinya dengan sehelai daun lontar di belakang satu telinganya, dan menghitamkan sebelah matanya dengan jelaga dari sebuah
wajan. Dalam samaran ini, dengan merawat seekor anjing ia
Bahasa Pali di sini, sama seperti pada No.137, adalah Kahāpaṇa. Ditunjukkan dalam
keluar untuk menemui tetangganya. “Astaga, engkau telah gila,”
konteks bahwa itu adalah sekeping koin emas; sementara di sini, kemiskinan para pemancing ikan mendukung pandangan bahwa itu berupa koin tembaga, sebagaimana
kata seorang wanita kepadanya. “Saya tidak gila sama sekali,”
umumnya. Kenyataannya, kata Kahāpaṇa, seperti nama koin India lainnya, terutama untuk
jawabnya dengan ketus; “engkau memaki saya tanpa sebab
menunjukkan berat dari semua koin logam, — baik emas, perak maupun tembaga.
Bandingkan dengan Dhammapada, hal.147.
No.140.
menjatuhkan rangkaian bunga. Sejak itu, brahmana yang merasa murka tersebut membenci semua burung gagak.
Di tempat yang lain, seorang pelayan wanita sedang bertugas di lumbung padi, menyebarkan padi untuk dijemur dekat “Dalam ketakutan tanpa henti,” dan seterusnya. Kisah ini
KĀKA-JĀTAKA
pintu lumbung tersebut, dan sedang duduk di sana untuk diceritakan oleh Sang Guru mengenai seorang penasihat yang
mengawasinya, saat ia akhirnya tertidur. Pada saat itu muncul bijaksana. Kejadian-kejadiannya akan diceritakan pada Buku
seekor kambing yang berbulu kasar dan mulai makan padi-padi Kedua Belas, berhubungan dengan Bhaddasāla-Jātaka 220 .
itu hingga akhirnya gadis itu terbangun dan mengusirnya pergi. __________________
Dua hingga tiga kali kambing itu kembali saat gadis itu jatuh Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
tertidur, dan menyantap padi-padi tersebut. [485] Maka setelah Bodhisatta terlahir kembali sebagai seekor burung gagak. Suatu
mengusir makhluk itu pergi untuk yang ketiga kalinya, ia berpikir hari pendeta kerajaan meninggalkan istana menuju ke sungai,
bahwa kedatangan kambing secara terus menerus akan mandi, mengharumkan diri dan memasang untaian bunga pada
menghabiskan setengah simpanan padinya, dan tindakan itu dirinya, memakai perhiasan yang mencolok dan kembali ke kota.
harus dilakukan untuk menakuti-nakuti hewan tersebut demi Di bagian bawah atap gerbang kota yang melengkung, duduklah
kebaikan dan demi menyelamatkannya dari kerugian besar. dua ekor burung gagak; seekor gagak berkata kepada temannya,
Maka ia mengambil sebuah obor yang sedang menyala, dan “Saya ingin membuang kotoran di kepala brahmana ini.” “Oh,
duduk menunggu, berpura-pura tertidur seperti biasanya. Saat jangan lakukan hal itu,” kata gagak yang satunya, “karena
kambing itu sedang makan, tiba-tiba ia melompat bangun dan brahmana ini adalah orang yang mulia, akan merupakan hal
memukul bagian ekor kambing dengan bulu yang kasar itu yang buruk untuk menimbulkan rasa benci pada orang yang
dengan obornya. Seketika itu juga kulit kambing itu dipenuhi oleh mulia. Jika engkau membuat ia marah, engkau bisa
kobaran api, dan untuk menghentikan rasa sakitnya, kambing itu menghancurkan seluruh bangsa kita.” “Saya benar-benar harus,”
berlari ke dalam gudang jerami yang berada di dekat kandang jawab burung pertama. “Baiklah, engkau pasti akan
gajah, dan bergulingan di atas jerami. Maka lumbung itu dilahap didapatkannya,” kata gagak yang satunya lagi dan segera
api, dan kobaran api menyebar hingga ke kandang-kandang itu. terbang pergi. Saat brahmana itu berada tepat di bawah tempat
Begitu kandang-kandang itu terbakar, gajah-gajah mulai itu, kotoran jatuh menimpanya seperti gagak itu sedang
mengalami penderitaan dan banyak dari gajah-gajah itu yang terbakar parah, di luar kemampuan dokter gajah untuk mengobati mereka. Ketika hal ini dilaporkan pada raja, ia bertanya kepada
220 No.465.
pendeta kerajaan apakah ia mengetahui apa yang bisa menjalankan kerajaan mereka. Sebelum bertindak, terlebih mengobati gajah-gajah ini. “Tentu saya tahu, Paduka,” jawab
dahulu harus menguji dan mengetahui keseluruhan masalah itu, pendeta tersebut, dan saat dimintai penjelasan, ia berkata obat
dan kemudian, hanya melakukan apa yang bermanfaat. Jika raja ajaibnya adalah lemak burung gagak. Raja memerintahkan agar
melakukan apa yang tidak bermanfaat, mereka memenuhi gagak-gagak dibunuh dan lemak mereka diambil. Sejak saat itu,
ratusan makhluk dengan rasa takut yang hebat, termasuk pembunuhan besar-besaran menimpa burung gagak, namun
ketakutan terhadap kematian. [486] Dan dalam memberikan tidak pernah ada lemak yang ditemukan pada mereka.
resep berupa lemak burung gagak, pendetamu hanya Sementara orang-orang terus melakukan pembunuhan hingga
menyarankannya demi membalas dendam melalui kebohongan; bangkai gagak menumpuk dimana-mana. Ketakutan besar
karena gagak tidak mempunyai lemak.”
melingkupi bangsa gagak. Dengan kata-kata tersebutlah ia memenangkan hati raja, Pada saat itu Bodhisatta menetap di sebuah pemakaman
dan ia meminta agar Bodhisatta ditempatkan di sebuah besar, sebagai pemimpin dari delapan puluh ribu ekor gagak.
singgasana emas dan diberi upacara pemercikan di bagian Salah seekor dari mereka membawa berita ini padanya,
sayapnya dengan minyak pilihan dan dijamu dengan daging dan menceritakan tentang ketakutan yang melanda para gagak. Dan
minuman yang dipersiapkan untuk raja sendiri dalam wadah Bodhisatta mengetahui tidak ada yang bisa mencoba
emas. Setelah makhluk agung itu makan dan telah rileks, raja menyelesaikan hal itu selain dirinya, memutuskan untuk
berkata, “Guru, engkau mengatakan bahwa gagak tidak membebaskan bangsanya dari ketakutan besar mereka.
mempunyai lemak. Mengapa mereka bisa tidak mempunyai Merenungkan Sepuluh Kesempurnaan, dan dari sana,
lemak?”
menetapkan Cinta Kasih sebagai pegangannya, ia terbang tanpa “Karena ini,” jawab Bodhisatta dengan suara yang henti menuju istana raja dan masuk melalui jendela yang
memenuhi seluruh istana, ia mengucapkan kebenaran dalam terbuka, dan hinggap di kolong singgasana raja. Seorang
syair berikut ini : —
pelayan langsung berusaha untuk menangkap burung tersebut, namun raja yang masuk ke dalam ruangan melarangnya.
Dalam ketakutan tanpa henti,
Memulihkan diri sejenak, makhluk yang agung itu atas permusuhan dari seluruh umat manusia, mengingat pada cinta kasih, keluar dari singgasana raja dan
hidup mereka lalui;
berbicara seperti ini kepada Raja, “Paduka, seorang raja karena itulah gagak tidak memiliki lemak. seharusnya mengingat pepatah bahwa raja tidak boleh digerakkan oleh hasrat dan nafsu jahat lainnya dalam
Setelah memberi penjelasan tersebut, makhluk yang sama dengan apa yang diceritakan dalam Mahilā-Mukha- agung itu mengajari raja dengan berkata, “Paduka, raja tidak
Jātaka 221 .
boleh bertindak tanpa menguji dan mengetahui keseluruhan ___________________ permasalahan.” Merasa senang, raja memberikan kerajaannya
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, kepada Bodhisatta, namun Bodhisatta mengembalikannya
Bodhisatta terlahir kembali sebagai seekor kadal. Setelah kepada raja, yang menerima lima sila darinya, ia juga memohon
dewasa, ia menetap di sebuah lubang besar di tepi sungai pada raja untuk melindungi semua makhluk hidup dari bencana.
dengan para pengikutnya, berupa ratusan ekor kadal lainnya. Dan raja yang terharu oleh kata-kata tersebut, memberikan
Bodhisatta mempunyai seorang anak, seekor kadal muda, yang kekebalan pada semua makhluk hidup, dan dalam kenyataannya
berteman baik dengan seekor bunglon; mereka selalu bermain ia terus menerus memberikan hadiah yang berlimpah pada
bersama dan saling merangkul. Kedekatan ini dilaporkan kepada bangsa gagak. Setiap hari ia membuat enam gantang berisikan
sang raja kadal, ia meminta anaknya menghadap dan nasi yang dimasak untuk mereka dengan rasa yang lezat, dan
mengatakan persahabatan seperti itu adalah salah, karena semua itu diberikan kepada gagak. Untuk Bodhisatta sendiri,
bangsa bunglon adalah makhluk yang akhlaknya rendah, jika tersedia makanan seperti apa yang dimakan oleh raja sendiri.
kedekatan seperti itu terus berlangsung, malapetaka akan __________________
menimpa seluruh kadal. Ia memerintahkan putranya untuk tidak Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan
berhubungan lagi dengan bunglon tersebut. Namun anaknya kelahiran tersebut dengan berkata, “Ānanda adalah Raja
tetap melanjutkan kedekatan itu. Lagi dan lagi Bodhisatta Benares di masa itu, dan Saya sendiri adalah raja gagak itu.”
berbicara dengan putranya, melihat kata-katanya tidak bermanfaat dan meramalkan bahaya yang akan dialami oleh para kadal karena bunglon itu, ia menggali sebuah jalan keluar di salah satu sisi lubang mereka, sehingga ada satu jalan untuk
No.141.
merlarikan diri pada saat dibutuhkan.
Waktu terus berlalu, kadal muda itu tumbuh besar
GODHA-JĀTAKA
sementara bunglon itu tidak bertambah besar lagi. Dan rangkulan yang erat dari kadal itu malah menimbulkan rasa sakit, sehingga
[487] “Teman yang jahat,” dan seterusnya. Kisah ini bunglon itu meramalkan kematian akan menimpanya jika mereka diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana
tetap bersama beberapa hari lagi, maka ia memutuskan untuk mengenai seorang bhikkhu yang berkhianat. Cerita pembukanya
No.26.
bekerja sama dengan seorang pemburu untuk menghancurkan mereka. Begitu mereka keluar, penangkap itu menghantam seluruh kadal tersebut.
kepala mereka, dan jika ia melewatkan mereka, mereka akan Suatu hari di musim panas, semut-semut keluar dari
menjadi mangsa anjing-anjingnya. Maka terjadilah pembunuhan sarang mereka setelah hujan badai reda, dan [488] kadal-kadal
besar-besaran terhadap para kadal. Menyadari ini adalah ulah itu berlari dengan cepat kesana kemari untuk menangkap dan
bonglon itu, Bodhisatta berseru, “Seseorang tidak boleh memangsa mereka. Pada masa itu datanglah seorang
berteman dengan mereka yang jahat, karena persahabatan penangkap kadal ke dalam hutan dengan membawa sekop dan
seperti itu hanya akan membawa penderitaan bagi kelompok anjing-anjing untuk menggali keluar kadal-kadal itu; bunglon itu
mereka. Seekor bunglon yang jahat telah membawa kutukan memikirkan tentang hasil tangkapan yang bisa diberikannya
bagi seluruh kadal.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia kepada penangkap itu. Ia menemui orang itu, dan, berdiri di
melarikan diri melalui jalan keluar yang telah dipersiapkannya, hadapannya, bertanya mengapa ia berada di hutan. “Untuk
mengucapkan syair berikut ini : —
menangkap kadal,” jawabnya. “Baiklah, saya mengetahui sebuah lubang, tempat tinggalnya ratusan ekor kadal,” kata bunglon itu;
Teman yang jahat tidak pernah membawa akhir yang “bawa api dan ranting kayu, dan ikutilah saya.” Ia membawa
baik; hanya melalui persahabatan dengan seekor orang itu ke tempat tinggal para kadal. “Sekarang,” kata bunglon
bunglon saja, seluruh kawanan kadal menemui ajal itu, “tempatkan kayu bakarmu di sini dan asapi hingga kadal-
mereka.
kadal itu keluar dari sarang mereka. Di saat yang sama, biarkan ____________________ anjing-anjingmu untuk berjaga-jaga di sekitar tempat ini dan
[489] Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru ambillah sebatang tongkat yang besar di tanganmu, kemudian
menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, saat kadal-kadal itu berhamburan keluar, jatuhkan mereka dan
“Devadatta adalah bunglon di masa itu; bhikkhu yang berkhianat tumpukkan hasil buruanmu.” Setelah mengucapkan kata-kata
ini adalah kadal muda yang tidak patuh, putra dari Bodhisatta, tersebut, bunglon pengkhianat itu mundur ke suatu tempat di
dan Saya sendiri adalah raja kadal.”
dekat sana, dimana ia bertengger, dengan kepala tegak, berkata pada dirinya sendiri, — “Hari ini saya akan melihat musuh saya kalah habis-habisan.”
Penangkap itu mulai membuat asap agar kadal-kadal keluar; Kekhawatiran akan keselamatan diri membuat mereka berhamburan keluar dalam keadaan kacau balau dari sarang
No.142.
tidak pernah habis jika ada saya. Saya akan pergi ke pemakaman, membunuh seekor serigala yang sedang
SIGĀLA-JĀTAKA
berkeliaran untuk mencari mayat, dan kembali dengan membawa daging.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut ia menarik
“Engkau mengencangkan pegangan,” dan seterusnya. sebuah tongkat pemukul dan pergi ke luar kota melalui selokan Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana,
ke tempat itu, tempat dimana ia berbaring, memegang pemukul mengenai percobaan Devadatta membunuh Beliau. Mendengar
di tangan, berpura-pura mati. Setelah beberapa saat, diikuti oleh percakapan para bhikkhu mengenai hal itu di Balai Kebenaran,
serigala-serigala yang lain, Bodhisatta muncul dan melihat mayat Sang Guru berkata bahwa sama seperti tindakan Devadatta
palsu itu. Mencurigai tipuan itu, ia memutuskan untuk menyelidiki sekarang, Devadatta juga melakukan hal yang sama di
hal itu. Maka ia berputar ke bagian yang terlindung dan kehidupan yang lampau, namun tetap gagal — karena rasa
mengetahui dari aromanya bahwa orang tersebut belum mati. sakitnya yang menyedihkan — mencapai tujuan jahatnya.
Memutuskan untuk membuat lelaki itu terlihat bodoh sebelum ia Setelah mengucapkan kata-kata tersebut Beliau menceritakan
meninggalkannya, Bodhisatta mendekat dengan diam-diam dan kisah kelahiran lampau ini.
menarik pemukul itu dengan giginya dan menyentaknya. ____________________
Penjahat itu tidak melepaskan tongkat pemukulnya. Tidak Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
merasakan kedatangan Bodhisatta, ia [490] mengencangkan Bodhisatta terlahir sebagai seekor serigala, dan menetap di
pegangannya. Saat itu, Bodhisatta mundur satu dua langkah, sebuah pemakaman bersama rombongan besar pengikutnya
berkata, “Orang baik, jika engkau telah mati, engkau tidak akan dimana ia merupakan raja mereka. Pada masa itu sebuah
mengencangkan peganganmu pada pemukul itu saat saya perayaan diselenggarakan di Rājagaha, dan itu adalah sebuah
menariknya, tindakan itu telah mengkhianati dirimu.” Setelah perayaan yang dipenuhi dengan minuman keras, dimana semua
berkata demikian, ia mengucapkan syair berikut ini: orang minum habis-habisan. Sebuah buntelan para penjahat dipenuhi oleh makanan dan minuman dalam jumlah besar,
Engkau mengencangkan pegangan pada pemukul yang dengan memakai pakaian terbaik, mereka bernyanyi dan bersuka
engkau perlihatkan dengan bodohnya; ria hingga kekenyangan. Saat tengah malam, semua makanan
Engkau penipu yang buruk — engkau bukanlah mayat, telah habis, sementara minuman keras masih tersisa. Kemudian
saya meragukannya.
salah seorang dari mereka meminta daging, dan diberitahu bahwa daging telah habis. Orang tersebut berkata, “Makanan
Mengetahui ia telah ketahuan, penjahat itu melompat membuat perpecahan dalam Sanggha dan pergi ke Gayāsīsa bangun dan melemparkan pemukulnya kepada Bodhisatta,
bersama lima ratus orang brahmana muda, murid dari kedua namun luput. “Pergilah, engkau makhluk yang kasar,” katanya,
siswa utama Sang Buddha, yang masih belum memahami “saya melepaskanmu kali ini.” Berputar kembali, Bodhisatta
Dhamma dan Vinaya. Dengan pengikut seperti itulah ia berkata, “Benar, lemparanmu luput, namun yakinlah bahwa
melakukan tindakan memecah belah Sanggha yang terkumpul engkau tidak akan luput dari siksaan delapan neraka besar
dalam daerah yang sama. Mengetahui dengan baik kapan ( mahāniraya) dan enam belas neraka kecil (ussadaniraya).”
pengetahuan para brahmana muda ini matang, Sang Guru Dengan tangan kosong, sang penjahat meninggalkan
mengirim kedua thera tersebut kepada mereka. Melihat hal ini, pemakaman itu dan setelah mandi di sebuah parit, ia kembali ke
[491] Devadatta dengan gembira menguraikan hingga jauh kota dengan cara yang sama seperti cara ia masuk.
malam dengan (seperti ia memuji dirinya sendiri) kekuatan yang ___________________
mengagumkan dari seorang Buddha. Kemudian dengan gaya Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru
seorang Buddha ia berkata, “Kumpulan bhikkhu ini, Awuso menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Devadatta
Sāriputta, masih tetap siaga dan terjaga. Maukah engkau adalah penjahat di masa itu, dan Saya adalah raja serigala.”
bermurah hati memikirkan beberapa khotbah Dhamma untuk disampaikan kepada mereka? Punggung saya sakit karena kerja keras dan saya harus mengistirahatkannya sejenak.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia pergi untuk berbaring.
No.143.
Kemudian kedua siswa utama itu mengajari para bhikkhu, memberi penerangan pada mereka tentang magga dan phala,
VIROCANA-JĀTAKA sehingga pada akhirnya mereka berdua mampu membuat semua bhikkhu itu kembali bersama mereka ke Weluwana.
“Mayatmu yang rusak,” dan seterusnya. Kisah ini Melihat tidak ada satu pun bhikkhu di wihara, Kokālika diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana,
mencari Devadatta dan memberitahunya bagaimana kedua mengenai usaha Devadatta agar diakui sebagai seorang Buddha
siswa utama itu telah membubarkan para pengikutnya, dan telah di Gayāsīsa. Ketika (keadaan) jhananya menghilang dan ia
meninggalkan wihara dalam keadaan kosong; “Dan engkau kehilangan kehormatan dan perolehan yang dulunya merupakan
masih terbaring tidur di sini,” katanya. Setelah mengucapkan miliknya, dalam kebingungannya, ia meminta Sang Guru untuk
kata-kata tersebut ia melepaskan jubah luar Devadatta dan menerapkan lima objek kepadanya. Permintaannya ditolak dan ia
menendang dadanya dengan sedikit penyesalan seakan ia telah menendang dadanya dengan sedikit penyesalan seakan ia telah
mendapatkan daging yang terbaik.” Setelah mengucapkan kata- seterusnya ia menderita akibat pukulan itu 222 .
kata tersebut, dengan diikuti oleh serigala itu, ia kembali ke Gua Sang Guru bertanya kepada Sāriputta, “Apa yang
Emas. Sejak saat itu, singa selalu menyisakan bagian untuk dilakukan Devadatta saat engkau tiba di sana?” Sāriputta
serigala dan serigala itu menjadi semakin gemuk. menjawab bahwa, walaupun bergaya sebagai seorang Buddha,
Suatu hari, berbaring di guanya, singa menyuruh serigala keburukan tetap menimpa dirinya. Sang Guru berkata, “Sama
untuk mengamati lembah itu dari puncak gunung, melihat apakah seperti sekarang ini, Sāriputta, di kehidupan yang lampau
ada gajah, kuda atau kerbau di sekitar sana, maupun hewan- Devadatta juga meniru diri-Ku hingga ia sendiri yang terluka.”
hewan lainnya [492] yang disukai oleh serigala itu. Jika ada yang Setelah itu, atas permohonan thera tersebut, Beliau
terlihat, serigala harus melaporkannya dan berkata dengan menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
penuh hormat, “Teruslah bersinar dalam kemuliaanmu, Paduka.” ____________________
Kemudian singa itu berjanji untuk membunuh dan Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
menyantapnya, dengan memberikan sebagian kepada serigala Bodhisatta adalah seekor singa jantan yang menetap di Gua
itu. Maka serigala itu memanjat ke tempat yang tinggi, saat ia Emas di Pegunungan Himalaya. Suatu hari ia meloncat turun dari
melihat hewan yang sesuai dengan seleranya, ia akan sarangnya, melihat ke utara dan barat, selatan dan timur, dan
melaporkannya kepada singa tersebut, menjatuhkan diri di mengaum dengan kuat saat ia mencari mangsa. Kemudian ia
kakinya, berkata, “Teruslah bersinar dalam kemuliaanmu, membunuh seekor kerbau yang besar, melahap bagian yang
Paduka.” Singa itu dengan gesit melompat keluar dan terbaik dari bangkai itu, setelah itu, ia turun ke sebuah kolam,
membunuh makhluk tersebut, meskipun itu adalah seekor gajah, minum air kolam yang bening itu sepuasnya sebelum kembali ke
dan membagi bagian yang terbaik dari bangkai itu untuk serigala gua. Seekor serigala yang sedang kelaparan, tiba-tiba
tersebut. Setelah makan hingga kenyang, serigala itu akan pergi berpapasan dengan singa itu, tidak bisa menghindar lagi, ia
ke sarangnya dan tidur.
menjatuhkan diri di kaki singa itu. Ketika ditanya apa yang ia Dengan berlalunya waktu, serigala itu menjadi semakin inginkan, serigala itu menjawab, “Tuan, jadikan saya pelayanmu.”
gemuk dan gemuk, hingga ia menjadi lupa diri. “Bukankah saya juga mempunyai empat buah kaki?” ia berkata pada dirinya
Catatan Vinaya (Cullavagga,vii.4) mengabaikan tendangan itu, hanya menyatakan
sendiri, “Mengapa saya menjadi pensiunan yang menerima
Kokalikā membangunkan Devadatta, dan bahwa, mendengar berita mengenai penyeberangan itu, “darah yang masih hangat muncrat keluar dari mulut Devadatta.” Dalam
hadiah dari hari ke hari? Mulai sekarang, saya yang akan
catatan lainnya (Spence Hardy dan Bigandet) dikatakan Devadatta meninggal saat dan waktu
membunuh gajah dan hewan buas lainnya, sebagai makanan
itu juga.
saya sendiri. Singa, raja hewan buas, bisa membunuh mereka meleset, ia mendarat di kaki gajah tersebut. Makhluk yang marah hanya karena mantra ‘Teruslah bersinar dalam kemuliaanmu,
itu mengangkat kaki kanannya dan menghantam kepala serigala Paduka.’ Saya akan membuat singa memanggil saya, ‘Teruslah
tersebut. Ia menginjak tulang-tulangnya hingga menjadi tepung, bersinar dalam kemuliaanmu, Serigala,’ dan saya akan
kemudian memukuli bangkainya menjadi satu tumpukan, dan membunuh seekor gajah untuk diriku sendiri.” Karenanya, ia
membuang kotoran di atasnya. Setelah itu gajah tersebut berlari mencari singa tersebut, menyatakan ia telah lama hidup dari apa
masuk ke dalam hutan. Melihat semua ini, Bodhisatta berkata, yang dibunuh oleh Singa, menyatakan keinginannya untuk
“Sekarang, teruslah bersinar dalam kemuliaanmu, Serigala.” Dan makan seekor gajah yang ia bunuh sendiri, diakhiri dengan
mengucapkan syair berikut ini: —
sebuah permohonan kepada singa itu untuk membiarkan dia mengambil tempat di sudut yang ditempati oleh singa di Gua
Mayatmu yang rusak, otak yang hancur menjadi tepung, Emas, sementara singa mendaki gunung tersebut untuk mencari
Menunjukkan bagaimana engkau terus bersinar dalam gajah. Setelah mendapatkan buruannya, ia meminta singa untuk
kemuliaanmu hari ini.
datang menemuinya di goa tersebut dan berkata, ‘Teruslah bersinar dalam kemuliaanmu, Serigala.’ Ia memohon singa itu
Demikianlah yang diucapkan oleh Bodhisatta, dan hidup agar jangan begitu iri padanya. Singa berkata, “Serigala, hanya
hingga usia tua sebelum ia meninggal dunia dalam waktu yang singa yang mampu membunuh gajah, di dunia ini, tidak pernah
sempurna untuk terlahir kembali di alam bahagia sesuai dengan ada yang melihat seekor serigala menundukkan mereka.
hasil perbuatannya.
Hentikan khayalan ini, dan teruslah makan apa yang saya ___________________ mangsa.” Namun, apa pun yang dikatakan oleh singa, serigala
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan itu tidak mau menyerah, dan terus mendesak dengan
kelahiran tersebut dengan berkata, “Devadatta adalah serigala di permohonannya. Maka akhirnya singa itu menyerah, meminta
masa itu, dan Saya adalah singa.”
serigala itu menempati guanya, memanjat ke puncak dan mengamati seekor gajah di sana. Kembali ke mulut gua, ia berkata, “Teruslah bersinar dalam kemuliaanmu, Serigala.” Kemudian dari Gua Emas, serigala itu [493] dengan gesit melompat keluar, mencari berkeliling pada empat penjuru, dan melolong sebanyak tiga kali, kemudian menerjang ke arah gajah itu, bertujuan untuk mengunci kepalanya, namun sasarannya
No.144.
kembali di alam brahma.” Setelah mengucapkan itu, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
NAṄGUṬṬHA-JĀTAKA _____________________ [494] Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di “Jātaveda yang keji,” dan seterusnya. Kisah ini
Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai seorang brahmana diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai
di Negeri Utara, dan pada hari kelahirannya orang tuanya pertapaan salah dari para ājīvaka, atau petapa telanjang.
menyalakan sebuah api kelahiran untuknya. Menurut kisah yang diceritakan secara turun temurun, di
Saat ia berusia enam belas tahun, mereka berkata belakang Jetawana mereka selalu melatih pertapaan 223 yang
kepadanya, “Nak, pada hari kelahiranmu kami menyalakan salah. Sejumlah bhikkhu melihat mereka berjongkok pada tumit
sebuah api kelahiran untukmu. Sekarang, engkau harus memilih. mereka dengan penuh kesakitan, berayun di udara seperti
Jika engkau ingin menjalani hidup berkeluarga, pelajari tiga kelelawar, berbaring di atas duri, membakar diri mereka dengan
weda, namun jika engkau ingin mencapai alam brahma, bawa lima kobaran api dan seterusnya dalam keanekaragaman
apimu bersamamu ke dalam hutan dan jaga baik-baik, hingga pertapaan salah mereka, — tergerak untuk bertanya pada Sang
mendapatkan perhatian para mahabrahma, dan setelah Guru apakah tindakan itu dapat memberikan hasil yang baik.
meninggal akan masuk ke alam brahma.”
“Sama sekali tidak,” jawab Sang Guru. “Di kehidupan yang Memberitahu orang tuanya bahwa hidup berkeluarga lampau, mereka yang bijaksana dan penuh kebajikan masuk ke
tidak menarik baginya, ia masuk ke dalam hutan dan tinggal di dalam hutan dengan membawa api kelahiran mereka, berpikir
sebuah pertapaan untuk menjaga apinya. Seekor sapi jantan untuk mendapatkan sesuatu dari cara yang keras tersebut;
diberikan kepadanya sebagai bayaran di sebuah pinggiran desa namun menemukan diri mereka tidak lebih baik setelah semua
pada suatu hari, setelah membawa sapi tersebut pulang ke pengorbanan yang telah diberikan pada api tersebut, dan pada
tempat pertapaannya, terlintas dalam pikirannya untuk semua praktik yang sejenisnya, langsung menyiram api kelahiran
mempersembahkan seekor sapi kepada dewa api. Namun tersebut dengan air hingga padam. Dengan melakukan meditasi,
mendapatkan ia tidak mempunyai persediaan garam, dan kemampuan batin luar biasa dan pencapaian (meditasi) dapat
merasa bahwa dewa api tidak dapat menyantap daging diperoleh dan akan mendapatkan kesempatan untuk terlahir
persembahannya tanpa garam, ia memutuskan untuk pergi dan membawa sedikit persediaan dari desa untuk tujuan tersebut. Maka ia mengikat sapi jantan itu dan kembali ke desa.
Lihat (Contoh) Majjhima Nikāya, hal.77-8, untuk daftar kekerasan para petapa, yang ditentang dalam Agama Buddha.
Saat ia pergi, satu rombongan pemburu datang, melihat biasa dan pencapaian meditasi, dan akan terlahir kembali di alam sapi itu, mereka membunuh dan memasaknya untuk dijadikan
brahma.
makan malam mereka. Apa yang tidak mereka makan dibawa ____________________ pergi oleh mereka, hanya meninggalkan ekor, kulit dan tulang
Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru kering. Menemukan sisa-sisa yang menyedihkan itu saat
menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Saya adalah kembali, brahmana tersebut berseru, “Jika dewa api ini tidak
petapa yang memadamkan api di masa itu.” mampu menjaga miliknya sendiri, bagaimana mungkin ia bisa menjaga saya? Melayani dia hanya akan menghabiskan waktu, tidak membawa kebaikan maupun keuntungan.” Kehilangan minatnya untuk memuja dewa api, ia berkata, “Dewa api, jika
No.145.
engkau tidak bisa menjaga dirimu sendiri, bagaimana engkau bisa menjaga saya? Daging telah habis, sebagai gantinya
RĀDHA-JĀTAKA
engkau harus menyantap sampah ini.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia melemparkan ekor dan sisa-sisa yang
“Berapa malam lagi yang?” dan seterusnya. Kisah ini ditinggalkan oleh para perampok itu ke dalam api, dan
diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai mengucapkan syair berikut ini : —
godaan nafsu terhadap seorang bhikkhu oleh mantan istrinya dalam kehidupan berumah tangga. Kejadian dalam cerita
Jātaveda 224 yang keji, ini ekor untukmu; pembuka akan diceritakan dalam Indriya-Jātaka 225 . Dan ingatlah bahwa engkau cukup beruntung untuk
Sang Guru berkata seperti ini pada bhikkhu tersebut, mendapatkan sebanyak itu ! [495]
“Tidak mungkin untuk menjaga seorang wanita; tidak ada Daging yang terbaik telah habis;
pengawal yang dapat menjaga seorang wanita untuk tetap tahanlah dengan ekor hari ini!
berada di jalan yang benar. Engkau sendiri di kelahiran yang lampau menemukan semua usaha perlindunganmu gagal;
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, makhluk yang bagaimana engkau bisa berharap untuk lebih berhasil dalam agung itu memadamkan api dengan air dan berangkat untuk
kehidupan ini?”
menjadi seorang petapa. Ia memperoleh kemapuan batin luar Setelah mengucapkan kata-kata tersebut Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
224 Lihat No.35.
No.423.
____________________ Berapa malam lagi yang akan tersisa untukmu? Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
Rencanamu itu akan sia-sia, tidak berhasil sama sekali. Bodhisatta terlahir kembali sebagai seekor burung. Seorang
Tidak ada hal lain kecuali cinta seorang istri yang dapat brahmana tertentu di Negeri Kāsi bertindak bagaikan seorang
menghentikan nafsunya; dan cinta seorang istri adalah ayah bagi dirinya dan juga bagi diri saudaranya, memperlakukan
sungguh jarang adanya.
mereka seperti anak-anaknya sendiri. Paṭṭhapāda adalah nama Bodhisatta, dan nama adiknya adalah Rādha.
Dengan alasan demikian, Bodhisatta tidak mengizinkan Brahmana ini mempunyai seorang istri yang sangat
adiknya untuk berbicara kepada istri brahmana tersebut, yang jahat. Saat akan meninggalkan rumah untuk suatu urusan, ia
terus menerus berkeluyuran sesuka hatinya selama suaminya berkata kepada kedua saudara itu, “Jika ibu kalian, istri saya,
tidak berada di rumah. Saat kembali, brahmana itu bertanya hendak berbuat jahat, hentikan dia.” “Akan kami lakukan,” jawab
kepada Paṭṭhapāda mengenai kelakuan istrinya, dan Bodhisatta Bodhisatta, “jika kami mampu; [496] namun jika kami tidak
dengan patuh menceritakan semua hal yang terjadi. sanggup, kami akan tetap diam.”
“Mengapa, Ayah,” katanya, “engkau masih mempunyai Setelah memercayakan istrinya di bawah penjagaan
hubungan dengan wanita yang sejahat itu?” Dan ia kedua burung tersebut, sang brahmana berangkat untuk
menambahkan kata-kata berikut ini : — “Ayah, sekarang saya melakukan urusannya. Setiap hari sejak saat itu istrinya
telah melaporkan kejahatan ibu saya, kami tidak bisa tinggal di melakukan tindakan yang tidak senonoh; barisan kekasihnya
sini lagi.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia keluar masuk rumah tanpa henti. Digerakkan oleh pemandangan
membungkuk di kaki brahmana tersebut dan terbang pergi itu, Rādha berkata kepada Bodhisatta, “Saudaraku, bagian dari
bersama Rādha menuju ke hutan.
perintah ayah kita adalah untuk menghentikan tindakan tidak ____________________ senonoh istrinya; sekarang ia tidak melakukan apa pun selain
Uraian tersebut berakhir, Sang Guru mengajarkan Empat berbuat tidak senonoh. Mari kita hentikan dia.” “Saudaraku,”
Kebenaran Mulia. Di akhir khotbah, bhikkhu yang (tadinya) jawab Bodhisatta, “ucapanmu adalah kata-kata orang bodoh.
menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna. “Suami istri Engkau bisa menempatkan seorang wanita dalam
ini,” kata Sang Guru, “adalah suami istri di masa itu, Ānanda genggamanmu, dan ia masih tidak aman. Maka jangan mencoba
adalah Rādha, dan Saya sendiri adalah Paṭṭhapāda.” untuk melakukan hal yang tidak mungkin.” Setelah berkata demikian, ia mengucapkan syair berikut ini : —
No.146.
membawa apa yang mereka dapatkan dan makan di sana, dengan saus dan kari yang disediakan oleh wanita itu. Suatu
[497] KĀKA-JĀTAKA penyakit telah membuat ia meninggal, dan saat para bhikkhu tua itu kembali ke wihara, mereka saling merangkul satu sama lain,
“Kerongkongan kami telah lelah,” dan seterusnya. Kisah menangisi kematian pemberi dana mereka, yang selalu ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana,
memberikan saus-saus itu. Suara ratapan mereka membuat mengenai sejumlah bhikkhu yang telah berusia lanjut. Saat
para bhikkhu menuju tempat itu untuk mengetahui apa yang masih menempuh kehidupan duniawi, mereka merupakan
terjadi pada mereka. Para lelaki itu itu mengatakan bahwa penjaga Sawatthi yang kaya dan makmur, serta saling berteman
pemberi derma yang baik itu telah meninggal, dan mereka satu sama lain. Menurut kisah yang diceritakan secara turun
menangis karena mereka merasa kehilangan dan tidak akan temurun, ketika sedang melakukan perbuatan baik, mereka
pernah bisa melihatnya lagi. Terkejut melihat ketidakpantasan itu, mendengar Sang Guru membabarkan Dhamma. Seketika itu
para bhikkhu berdiskusi di dalam Balai Kebenaran mengenai juga mereka berseru, “Kita telah tua; untuk apa rumah dan
penyebab kesedihan orang-orang tua itu, dan mereka keluarga bagi kami? Mari kita bergabung dalam Sanggha dan
menceritakannya kepada Sang Guru, saat Beliau masuk ke mengikuti ajaran Buddha yang menyenangkan untuk mengakhiri
dalam balai tersebut, dan bertanya apa yang sedang mereka penderitaan.”
bicarakan. “Ah, para Bhikkhu,” kata Beliau, “di kehidupan yang Maka mereka membagi semua harta mereka kepada
lampau, kematian wanita yang sama ini juga membuat mereka anak dan keluarga mereka, dan meninggalkan kerabat mereka,
menangis dan meratap; pada masa itu ia adalah seekor gagak yang bersedih, menemui Sang Guru agar mereka dapat diterima
yang tenggelam ke dalam laut, dan mereka berusaha keras dalam Sanggha. Namun setelah mereka diterima, mereka tidak
untuk mengosongkan air laut dengan tujuan untuk menjalani hidup sebagai bhikkhu, dan karena usia mereka,
mengeluarkannya dari laut, saat ia yang bijaksana di masa itu mereka gagal menguasai Dhamma. Sama seperti saat masih
menolong mereka.”
merupakan perumah tangga, setelah menjadi bhikkhu, mereka Setelah mengucapkan kata-kata tersebut Beliau masih hidup bersama, membangun sekelompok pondok yang
menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
berdekatan di pinggir wihara. Bahkan saat berpindapata , mereka ____________________ selalu menuju rumah istri dan anak mereka, dan makan di sana.
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Secara khusus, semua lelaki tua ini dilimpahi dengan hadiah dari
Bodhisatta adalah seorang dewa laut. Seekor gagak bersama salah seorang istri mereka; di rumah itu, mereka selalu
pasangannya datang dengan tujuan mencari makanan di tepi laut
[498] dimana, baru saja, orang-orang memberikan persembahan akan pernah berhasil menguras air keluar dari lautan. Dan, kepada para nāga berupa susu, nasi, ikan, daging, minuman
setelah mengatakan hal tersebut, mereka mengucapkan syair keras dan sejenisnya. Gagak dan pasangannya yang baru
berikut ini :
datang makan benda-benda persembahan itu dengan bebas, dan minum minuman keras dalam jumlah yang besar. Mereka
Kerongkongan kami telah lelah; mulut kami sakit; berdua telah sangat mabuk. Kemudian mereka ingin
Namun laut malah terisi ulang lebih banyak lagi. menyenangkan diri mereka di laut, dan mencoba untuk berenang di ombak, ketika sebuah ombak besar menyapu gagak betina itu
Kemudian semua gagak itu memuji keindahan paruh dan ke tengah laut, kemudian seekor ikan datang dan menelannya.
mata gagak betina itu; rona, bentuk tubuh dan suaranya yang “Oh, istriku yang malang telah mati,” seru gagak itu,
lembut, berkata bahwa kesempurnaannya memancing laut meledak dalam tangisan dan ratapan. Kemudian serombongan
mencurinya dari mereka. Namun [499] saat mereka sedang gagak lainnya yang penasaran pada suara ratapannya datang ke
membicarakan omong kosong itu, dewa laut muncul dengan rupa tempat itu untuk mengetahui apa yang menyakitinya. Ia memberi
yang menyeramkan dan membuat mereka semua terbang pergi. tahu mereka bagaimana istrinya terbawa oleh air laut, mereka
Dengan cara demikianlah mereka diselamatkan. semua mulai menangis bersama. Tiba-tiba suatu pikiran terlintas
____________________ di benak mereka, bahwa mereka lebih kuat dibanding dengan
Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru laut dan apa yang harus mereka lakukan adalah mengeringkan
menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Istri air laut dan menolong teman mereka, dan mulai melaksanakan
dari bhikkhu tua ini adalah gagak betina di masa itu, suaminya rencana mereka. Mengeringkan laut seteguk demi seteguk,
adalah gagak jantan tersebut; bhikkhu tua lainnya adalah sisa membawa air laut ke darat. Segera saja kerongkongan mereka
gagak lainnya, dan Saya adalah dewa laut tersebut.” sakit karena air garam. Demikianlah mereka bekerja keras hingga mulut dan rahang mereka kering dan meradang, dengan mata yang semerah darah, dan hampir jatuh karena kelelahan.
No.147.
Kemudian dalam keputusasaan, mereka berpaling kepada satu sama lain, dan berkata mereka telah bekerja tanpa hasil untuk
PUPPHARATTA-JĀTAKA mengeringkan air laut, karena begitu mereka membebaskan satu tempat dari air, lebih banyak lagi air yang mengalir masuk, dan
“Saya tidak menanggapi rasa sakit ini,” dan seterusnya. mereka harus mengulangi pekerjaan mereka lagi; mereka tidak
Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana
dengan bunga kusumba, saya tidak akan pergi sama sekali,” bahwa ia merindukan istrinya di masa masih merupakan
kata istrinya. “Cari wanita lain saja untuk pergi bersamamu ke perumah tangga, “Karena, Bhante,” katanya, “ia begitu manis,
perayaan itu.”
saya tidak bisa hidup tanpanya.” “Mengapa engkau menyiksaku seperti ini? Bagaimana “Bhikkhu,” kata Sang Guru, “ia berbahaya bagimu. Di
kita bisa mendapatkan bunga kusumba?”
kehidupan yang lampau ia merupakan penyebab engkau “Jika ada keinginan, pasti ada jalan,” jawab istrinya dipancang di kayu sula; karena meratapinya saat engkau
dengan ketus. “Bukankah ada bunga kusumba di taman raja?” meninggal maka engkau terlahir kembali di neraka. Mengapa
[500] “Istriku,” katanya, “taman raja itu seperti kolam yang dihuni sekarang engkau menginginkannya lagi?” Setelah mengucapkan
oleh raksasa. Tidak mungkin masuk ke dalam, dengan kata-kata itu, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
penjagaan yang begitu ketat. Lupakan khayalan itu, dan ___________________
berpuashatilah dengan apa yang engkau miliki.” Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
“Saat malam tiba dan telah gelap,” kata istrinya, “apa Bodhisatta terlahir kembali sebagai dewa angin. Di Benares
yang bisa menghentikan seorang lelaki untuk pergi ke tempat diselenggarakan perayaan malam Kattikā; kota dihiasi seperti
yang ia inginkan?”
sebuah kota dewa, dan semua orang libur. Di kota itu terdapat Sementara ia bersikeras dengan permohonannya itu, seorang lelaki miskin yang hanya mempunyai sepasang kain
rasa cinta membuat suaminya menyerah dan berjanji bahwa kasar yang telah ia cuci dan peras hingga kain-kain itu
istrinya akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Dengan menyerupai seratus, tidak, seribu lipatan. Istrinya berkata
mengambil risiko kehilangan nyawanya sendiri, ia berjalan-jalan kepadanya, “Suamiku, saya menginginkan sepotong kain dengan
di kota saat malam tiba dan masuk ke dalam taman raja dengan warna bunga kusumba 226 untuk dipakai di bagian luar dan satu
merusak pagarnya. Suara yang ia timbulkan saat merusak pagar lagi untuk dipakai di bagian dalam saat saya menghadiri
membangunkan para penjaga, yang segera keluar untuk perayaan itu dengan tanganku yang merangkul lehermu.”
menangkap pencuri. Dalam waktu singkat ia tertangkap , setelah “Bagaimana orang miskin seperti kita bisa memperoleh
memukul dan memakinya, mereka menempatkannya dalam bunga kusumba?” tanyanya. “Pakailah pakaian yang bagus dan
kurungan. Paginya, ia dibawa ke hadapan raja, yang segera bersih saja, dan ikutlah dalam perayaan.”
memerintahkan agar ia dipasung hidup-hidup. Ia diseret keluar, dengan kedua tangan terikat di punggungnya, dan dibawa keluar dari kota menuju tempat pelaksanaan hukuman diiringi bunyi
226 Kusumbha; Carthamus tinctorius, “Safflower”.
genderang yang menandakan pelaksanaan hukuman mati,
No.148.
kemudian dipasung hidup-hidup. Penderitaannya sangat hebat, dan seakan untuk menambahnya, gagak-gagak hinggap di
[501] SIGĀLA-JĀTAKA kepalanya dan mematuk matanya dengan paruh mereka yang setajam pisau. Walaupun begitu, tidak peduli pada rasa sakitnya,
“Satu kali tergigit, dua kali malu,” dan seterusnya. Kisah ia memikirkan istrinya, lelaki ini menggumam sendiri, “Aduh, saya
ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, tidak bisa pergi ke perayaan bersamamu yang memakai baju
tentang pengendalian kotoran batin (kilesa). bunga kusumba, dengan tanganmu merangkul di leherku.”
Diberitahukan bahwa lima ratus orang kaya yang Setelah berkata demikian, ia mengucapkan syair berikut ini:—
bersahabat, putra dari para saudagar di Sawatthi, setelah mendengarkan ajaran Sang Guru, memutuskan untuk
Saya tidak menanggapi rasa sakit ini, menyerahkan hidup mereka pada Dhamma. Setelah bergabung dipasung di sini; oleh gagak, saya dicabik.
dalam Sanggha mereka tinggal di Jetawana, tempat dimana Tetapi hatiku hanya merasa sakit akan hal ini,
tanahnya ditutupi oleh Anāthapiṇḍika dengan koin emas bahwa istri saya tidak akan merayakan liburan
sekeping demi sekeping 227 .
dengan memakai pakaian celupan berwarna merah. Pada suatu malam, pikiran penuh kilesa menguasai mereka, dan, dalam kebingungannya, mereka kembali menyerah Saat bergumam demikian tentang istrinya, ia meninggal
pada kilesa yang telah mereka kendalikan. Pada saat itu, Sang dunia dan terlahir kembali di neraka.
Guru sedang memindai untuk melihat bagaimana gelagat kilesa ____________________
yang masih melekat pada para bhikkhu di Jetawana, dan Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan
membaca pikiran mereka, merasakan bahwa kilesa telah muncul kelahiran tersebut dengan berkata, “Suami istri ini adalah suami
kembali di dalam diri mereka. Bagaikan seorang ibu yang istri di masa itu, dan Saya sendiri adalah dewa angin yang
menjaga anak tunggalnya, atau seorang lelaki bermata satu yang membuat cerita mereka dikenal.”
berhati-hati dengan matanya yang tinggal satu, demikianlah Sang Guru menjaga para siswa-Nya;— baik pagi maupun malam, kapan saja ketika kilesa mereka bergejolak, Beliau tidak akan membiarkan kesetiaan siswanya diambil alih, namun di saat
227 Atau ‘ditutupi dengan uang.’ Lihat Vinaya, Cullav.vi.4.9, diterjemahkan dalam S.B.E., vol.xx, hal.188. bandingkan juga dengan Jātaka (teks) I,92.
yang sama Beliau akan menundukkan amukan kilesa yang dalam kelompok seukuran piring yang besar, seukuran sebuah menyerang mereka. Pikiran berikut ini muncul dalam diri-Nya,
tenda dan seukuran menara, seperti berkas-berkas kilat, yang “Hal ini sama seperti pencuri yang masuk ke dalam kota dari
cahayanya mencapai langit. Laksana matahari yang menyinari sebuah kerajaan; saya akan membabarkan Dhamma secara
lautan hingga ke tempat yang dalam.
langsung kepada para bhikkhu ini, di akhir khotbah, setelah Dengan sikap dan hati yang dipenuhi rasa hormat, para menundukkan kilesa mereka, saya mungkin bisa membimbing
bhikkhu masuk dan mengambil tempat duduk di sekeliling Beliau; mereka mencapai tingkat kesucian Arahat.”
mengerumuni Beliau seakan Beliau berada dalam tirai berwarna Maka ia keluar dari kamarnya yang wangi (gandhakuṭi),
kuning. Kemudian dengan nada suara laksana mahabrahma, dengan suara yang lembut memanggil Thera Ānanda, sang
Sang Guru [502] berkata, “Para Bhikkhu, seorang bhikkhu tidak Bendahara Dhamma. Thera tersebut datang dan dengan penuh
boleh mengarahkan pikiran pada tiga hal buruk — nafsu hormat berdiri di hadapan Sang Guru untuk mengetahui apa
(kesenangan indriawi), kebencian dan kekejaman. Jangan yang Beliau inginkan. Sang Guru memintanya untuk
pernah membayangkan bahwa kilesa merupakan masalah yang mengumpulkan semua bhikkhu yang menetap di Jetawana ke
sepele. Karena kilesa itu laksana seorang musuh, dan seorang kamar-Nya. Menurut kisah yang disampaikan secara turun
musuh bukan hal yang sepele; jika diberi kesempatan, hanya temurun, Sang Guru berpikir jika Beliau hanya mengumpulkan
akan menimbulkan kehancuran. Demikianlah kilesa itu, walaupun lima ratus orang petapa ini saja, mereka akan menyimpulkan
saat muncul hanya sedikit, jika dibiarkan tumbuh, akan bahwa Beliau mengetahui suasana hati mereka yang penuh
membawa pada kehancuran. Kilesa seperti racun dalam kilesa, akan terhalang oleh kegelisahan mereka untuk menerima
makanan, seperti rasa gatal di kulit, seperti seekor ular berbisa, Dhamma; karenanya Beliau mengumpulkan semua bhikkhu yang
seperti kilat milik Indra, harus selalu dihindari, harus selalu menetap di sana. Sang thera mengambil sebuah kunci dan pergi
ditakuti. Kapan saja kilesa muncul, segera, jangan biarkan dari satu bilik ke bilik yang lain untuk mengumpulkan para
berlabuh di dalam hati walaupun hanya sejenak, harus dibuang bhikkhu hingga semuanya telah berkumpul di gandhakuṭi.
dari hati dan pikiran, — seperti tetesan air hujan yang jatuh dari Kemudian ia mempersiapkan tempat duduk untuk Sang Buddha.
daun teratai. Mereka yang bijaksana di kehidupan yang lampau Dengan penuh martabat semulia Gunung Sineru yang berdiri
begitu membencinya, sehingga hanya sedikit saja kilesa muncul, dengan kokoh di bumi, Sang Guru duduk di kursi yang telah
langsung mereka hancurkan sebelum sempat tumbuh lebih dipersiapkan untuk-Nya, memancarkan cahaya kemuliaan yang
besar.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau mengelilinginya dengan pasangan demi pasangan rangkaian
menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
bunga dalam enam cahaya warna, yang terbagi dan terbagi lagi ____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai seekor serigala yang menetap dalam hutan di tepi sungai. Seekor gajah yang telah tua mati di tepi Sungai Gangga, dan serigala itu menemukan bangkai tersebut, memberi selamat pada dirinya sendiri telah menemukan tumpukan daging sebesar itu. Mula-mula ia menggigit belalainya, namun terasa seperti menggigit pegangan bajak. “Tidak ada yang bisa dimakan di sini,” katanya, dan menggigit gadingnya. Yang terasa seperti menggigit tulang. Kemudian ia mencoba kupingnya, namun terasa seperti mengunyah pinggiran keranjang penampi beras. Maka ia mencoba bagian perutnya, namun mendapatinya sekeras keranjang wadah padi-padian. Kakinya tidak lebih baik, karena mereka seperti lesung padi. Berikutnya ia mencoba makan ekornya, namun seperti makan alu. “Tidak bisa dimakan juga,” kata serigala itu; dan setelah gagal di semua tempat yang lain untuk mendapatkan bagian yang enak, ia mencoba pantatnya dan menemukannya seperti makan kue yang lembut. “Akhirnya,” serunya. “saya menemukan tempat yang tepat,” dan makan hingga ke dalam perutnya, tempat ia mendapatkan banyak makanan, berupa ginjal, jantung dan lainnya, serta memuaskan rasa hausnya dengan darah. Dan ketika malam tiba, ia berbaring di dalam perut gajah itu. Sementara ia berbaring di dalam perut gajah itu, sebuah ide terlintas dalam pikirannya, “Bangkai ini merupakan daging dan rumah bagi saya, dan mengapa saya harus meninggalkannya?” Maka ia tinggal di sana, menetap pada bagian dalam perut gajah itu, tidak berhenti makan. Waktu terus berlalu, hingga matahari dan angin musim panas mengeringkan dan menyusutkan kulit
gajah tersebut, [503] hingga jalan yang digunakan oleh serigala itu untuk masuk tertutup dan bagian dalamnya dipenuhi oleh kegelapan. Demikianlah serigala itu, di tempatnya berada, terisolir dari dunia luar dan terkurung antara tempat itu dengan dunia luar. Setelah kulit, kini daging gajah juga mengering dan darahnya pun habis. Dalam keputusasaan yang gila-gilaan, ia menerjang ke sana kemari memukuli dinding penjaranya, berusaha untuk melarikan diri tanpa ada hasil. Namun saat ia berayun naik turun di dalam sana seperti sebuah bola nasi dalam panci yang sedang mendidih, segera saja sebuah badai terjadi dan hujan turun membasahi rangka bangkai itu, dan membuatnya kembali ke kondisi semula, hingga secercah cahaya muncul seperti bintang yang bersinar dari jalan masuk serigala itu. “Selamat! Selamat!” seru serigala itu, dan, kembali ke bagian kepala gajah itu, menerjang dengan kepala terlebih dahulu ke arah jalan keluar itu. Ia bisa keluar, benar, namun dengan meninggalkan semua bulunya tersangkut di tempat itu. Mula-mula ia berlalu, kemudian berhenti, dan duduk mengamati tubuhnya yang tidak berbulu lagi, semulus batangan pohon lontar. “Ah!” serunya, “kemalangan ini menimpa saya karena, dan hanya karena, ketamakan saya semata. Mulai sekarang saya tidak akan serakah lagi untuk masuk ke dalam bangkai gajah.” Dan ketakutannya diungkapkan dalam syair berikut ini :
Satu kali gigit, dua kali malu. Betapa besarnya ketakutanku! Mulai sekarang saya akan menjauhkan diri dari bagian dalam perut gajah.
Dengan kata-kata tersebut serigala itu beranjak pergi, ia dari dinding berikutnya, dan terdapat tiga buah gerbang dengan tidak pernah memberikan lebih dari sekilas pandang pada
menara pengawas. Di kota tersebut selalu terdapat tujuh ratus bangkai gajah itu maupun bangkai gajah lainnya lagi. Dan sejak
tujuh puluh tujuh orang raja yang memerintah kerajaan tersebut, saat itu, ia tidak pernah serakah lagi.
serta raja muda, jenderal dan bendaharawan dengan jumlah ____________________
yang sama. Di antara para putra raja terdapat satu orang yang Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru berkata, “Para
dikenal sebagai Pangeran Licchavi yang jahat, pemuda yang Bhikkhu, jangan biarkan kilesa berakar dalam hati, namun
kasar, emosional, kejam, selalu memberi hukuman, seperti ular cabutlah mereka kapanpun mereka muncul.” [504] Setelah
berbisa yang penuh kemarahan. Demikianlah sifat alaminya, membabarkan Empat Kebenaran Mulia (di akhir khotbah kelima
sehingga tidak seorang pun yang bisa berbicara lebih dari dua ratus bhikkhu itu mencapai tingkat kesucian Arahat, sementara
atau tiga patah kata di hadapannya; baik orang tua, kerabat para bhikkhu lainnya mencapai berbagai tingkat kesucian yang
maupun teman-temannya tidak bisa membuatnya berubah berbeda-beda), Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut
menjadi lebih baik. Akhirnya orang tuanya memutuskan untuk dengan berkata, “Saya sendiri adalah serigala di masa itu.”
membawa anak muda yang tidak bisa dikendalikan itu menghadap Yang Tercerahkan Sempurna, menyadari bahwa tidak ada orang lain selain diri-Nya yang mampu menjinakkan jiwa anak muda yang buas itu. Maka mereka membawanya ke
No.149.
hadapan Sang Guru, dengan penuh hormat mereka memohon Beliau memberikan nasihat kepada pemuda tersebut.
EKAPAṆṆA-JĀTAKA Sang Guru menyapa pangeran itu dan berkata, “Pangeran, manusia tidak boleh kasar, emosional, dan kejam. “Jika racun tersembunyi,” dan seterusnya. Kisah ini
Orang yang bengis adalah orang yang kasar dan kejam, baik diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di kūṭāgārasālā 228 ,
kepada ibu yang membesarkannya, kepada ayah dan anaknya, Mahāvana dekat Vesāli. Pada masa itu, Vesāli berada dalam
kepada saudara lelaki dan perempuannya, kepada istrinya, keadaan yang sangat makmur. Sebuah dinding berlapis tiga
teman-teman dan kerabatnya; menimbulkan ketakutan seperti mengelilingi kota tersebut, setiap dinding berjarak satu yojana
seekor ular berbisa yang meluncur ke depan untuk menggigit, seperti seorang perampok yang menyerang korbannya di hutan,
seperti seorang yaksa yang bergerak maju untuk melahap
228 Sebuah balai (ruangan) di Mahāvana. Lihat keterangan selengkapnya di Dictionary of Pali
Proper Name (DPPN) by Malalasekera, hal. 659. Arti harfiah dari kūṭāgāra adalah bangunan
mangsanya, — orang yang demikian akan langsung terlahir
beratap runcing, bangunan bermenara, bangunan bertingkat.
kembali di neraka atau alam penuh siksaan lainnya; bahkan dalam kehidupan ini, betapa rupawan pun dirinya, ia terlihat jelek. Walaupun wajahnya cantik seperti cakra bulan purnama, namun terlihat menjijikkan seperti teratai yang gosong karena kobaran api, seperti potongan emas yang ditutupi oleh kotoran. Kemarahan yang demikian membuat seseorang seperti membunuh diri mereka sendiri dengan pedang, minum racun, menggantung diri dan melemparkan diri mereka dari tebing yang curam; demikian mereka menemui ajal karena kemarahan mereka sendiri, dan akan terlahir kembali di alam yang penuh penderitaan. Demikian juga dengan mereka yang mencelakai orang lain, dipenuhi oleh kebencian dalam kehidupan ini, dan karena perbuatan jahat mereka, setelah kematiannya akan terlahir kembali di neraka dan alam rendah lainnya; sekalipun mereka terlahir kembali sebagai manusia, [505] penyakit dan rasa sakit di mata, telinga dan segala hal menimpa mereka sejak mereka lahir hingga seterusnya. Karenanya, sebaiknya semua orang menunjukkan kebaikan dan menjadi pelaku kebaikan, kemudian yakinlah bahwa mereka tidak perlu takut pada neraka dan siksaan.”
Demikianlah kekuatan satu kali ceramah itu membuat ketinggian hatinya semakin berkurang; kesombongan dan keegoisan hilang dari dirinya, dan hatinya dipenuhi oleh kebaikan dan cinta kasih. Ia tidak pernah mencaci maupun memukul lagi, namun berubah menjadi ramah bagaikan seekor ular yang taringnya telah dicabut, bagaikan kepiting yang capitnya putus, bagaikan seekor sapi jantan dengan tanduk yang telah patah.
Melihat perubahan suasana hatinya, para bhikkhu berkumpul bersama dalam Balai Kebenaran, membicarakan bagaimana Pangeran Licchavi yang jahat, walaupun melalui nasihat yang tiada henti dari kedua orang tuanya tetap tidak dapat membuatnya mengendalikan dirinya, tetapi menjadi tunduk dan rendah hati hanya dengan satu nasihat saja dari Buddha Yang Maha Bijaksana, dan bagaimana hal itu seperti menjinakkan enam gajah yang buas secara bersamaan. Dikatakan, ‘Awuso, pelatih gajah membimbing gajah yang dilatihnya untuk berbelok ke kanan atau kiri, mundur atau maju, sesuka hatinya; sama dengan para pelatih kuda dan pelatih sapi dengan kuda dan sapi mereka; demikian juga dengan Bhagawan, Yang Tercerahkan Sempurna, membimbing manusia yang akan dididik-Nya ke jalan yang benar, menuntunnya ke arah mana pun yang sesuai dengan keinginan Beliau di sepanjang delapan arah, dan membuat murid-murid-Nya melihat bentuk luar diri-Nya. Demikianlah Buddha dan hanya Buddha sendiri,’ — dan seterusnya, hingga ke kata, — ‘Beliau dielu- elukan sebagai pembimbing utama manusia, yang paling unggul dalam membuat manusia tunduk dalam Dhamma.’ “Karena, Awuso,” kata mereka, “tidak ada pembimbing umat manusia seperti Buddha, Yang Tercerahkan Sempurna.”
Di saat itu, Sang Guru masuk ke dalam Balai Kebenaran dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka menceritakannya dan Beliau berkata, “Para Bhikkhu, ini bukan pertama kalinya sebuah nasihat tunggal dari-Ku berhasil menundukkan pangeran tersebut, tetapi hal yang sama juga pernah terjadi sebelumnya.”
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut Beliau mengundangmu dengan penuh hormat,” jawabnya. “Tempat menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
tinggal saya adalah di Himalaya, dan saya bukan orang yang ____________________
istimewa bagi raja.”
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Pembawa pesan itu kembali dan melaporkan hal Bodhisatta terlahir kembali sebagai seorang brahmana di Negeri
tersebut kepada raja. Berpikir bahwa ia tidak mempunyai Utara, dan setelah dewasa mula-mula ia belajar Tiga Weda
seorang penasihat pribadi saat ini, raja meminta agar Bodhisatta kemudian semua pelajaran lainnya di Takkasilā, dan selama
dibawa masuk, dan Bodhisatta setuju untuk datang. beberapa waktu menempuh kehidupan duniawi. Setelah orang
Raja menyapanya saat ia masuk dengan penuh tuanya meninggal, ia menjadi seorang petapa, menetap di
kesopanan dan memintanya untuk duduk di sebuah singgasana Himalaya dan memperoleh kemampuan batin luar biasa dan
emas di bawah payung kerajaan. Dan Bodhisatta dijamu dengan pencapaian meditasi. Ia menetap di sana cukup lama, hingga
makanan yang awalnya dipersiapkan untuk disantap oleh raja kebutuhan akan garam dan kebutuhan hidup lainnya
sendiri.
membawanya kembali ke tempat tinggal penduduk, dan ia tiba di Kemudian raja menanyakan tempat tinggal petapa Benares, tinggal di taman kerajaan. Keesokan harinya ia
tersebut, dan mengetahui bahwa ia berdiam di Himalaya. berpakaian dengan penuh usaha dan kehati-hatian, dan dengan
“Kemanakah tujuanmu sekarang?”
pakaian petapa yang terbaik ia pergi melakukan pindapata ke “Dalam pencarian, Paduka, sebuah tempat tinggal kota [506] dan tiba di gerbang istana. Raja sedang duduk dan
selama musim hujan.”
melihat Bodhisatta dari jendela, dan terlihat pada dirinya, “Mengapa engkau tidak menetap di taman saya saja?” bagaimana petapa tersebut bijaksana dalam hati dan jiwanya,
saran raja. Kemudian, setelah mendapatkan persetujuan memandang dengan penuh kepastian padanya, bergerak dengan
Bodhisatta, dan telah menyantap makanannya sendiri, raja pergi langkah laksana langkah seekor raja singa, seakan dalam setiap
bersama tamunya menuju taman dan di sana terdapat sebuah langkah kakinya tersimpan satu kantong yang berisikan ratusan
tempat pertapaan yang dibangun dengan sebuah bilik untuk keping uang. “Jika kebaikan memang ada,” pikir raja tersebut, “ia
siang hari dan sebuah bilik untuk malam hari. Tempat tinggal ini pasti berada di dalam dada orang ini.” Maka ia memanggil
dilengkapi dengan delapan perlengkapan petapa. Setelah seorang pengawal istana, memintanya untuk mengundang
menempatkan Bodhisatta di sana, raja menyerahkan tanggung petapa tersebut ke dalam istana. Pengawal tersebut menemui
jawab atas dirinya kepada penjaga taman dan kembali ke istana. Bodhisatta dan, dengan penuh hormat, mengambil patta dari
Maka Bodhisatta menetap di taman kerajaan dan raja tangannya. “Ada apa, Tuan?” tanya Bodhisatta. “Raja
mengunjunginya dua hingga tiga kali sehari.
Raja mempunyai seorang putra yang kasar dan sedang tumbuh itu di tangannya, sambil mengucapkan syair emosional, ia dikenal sebagai “Pangeran Jahat”, yang tidak bisa
berikut ini : —
dikendalikan baik oleh ayah maupun para kerabatnya. Para anggota istana, para brahmana dan para penduduk, semua
Jika racun tersembunyi dalam pohon kecil ini, memberitahukan tentang kesalahan tindak tanduknya, namun
apa lagi yang akan ditunjukkan oleh pohon yang telah semuanya sia-sia saja. Ia tidak memedulikan nasihat-nasihat
tumbuh besar?
mereka. Dan raja merasa bahwa harapan satu-satunya untuk mendapatkan kembali putranya adalah melalui petapa yang
Kemudian Bodhisatta berkata, “Pangeran, takut tunas penuh kebaikan itu. Maka sebagai kesempatan terakhir, [507] ia
beracun ini akan tumbuh besar engkau mencabut dan membawa pangeran tersebut dan menyerahkannya untuk diurusi
menghancurkannya. Seperti apa yang engkau lakukan pada oleh Bodhisatta. Bodhisatta berjalan bersama pangeran tersebut
pohon itu, penduduk kerajaan ini, yang takut atas apa yang akan di taman kerajaan hingga mereka tiba di sebuah tempat dimana
dilakukan oleh seorang pangeran yang kasar dan emosional jika tunas pohon nimba 229 sedang tumbuh, yang terlihat hanyalah dua
ia menjadi raja, tidak akan menempatkanmu di takhta, melainkan helai daun, satu pada suatu sisi, dan satu lagi di sisi lainnya.
mencabutmu seperti pohon nimba ini dan mengusirmu ke tempat “Cobalah sehelai daun pohon kecil ini, Pangeran,” kata
pengasingan. Karena itu, ambillah pelajaran dari pohon ini dan Bodhisatta, “dan lihat seperti apa rasanya.”
sejak hari ini, tunjukkan kemurahan hati dan rasa cinta pada Anak muda itu melakukan hal tersebut; namun tidak
kebaikan yang berlimpah.”
mungkin menempatkan daun itu dalam mulutnya, saat ia Sejak saat itu suasana hati pengeran berubah. Ia meludahkannya keluar dengan sebuah umpatan, ia
menjadi rendah hati dan penuh kelembutan, serta murah hati mengeluarkannya dan meludah lagi untuk menghilangkan rasa
dan berlimpah dalam kebaikan. Mematuhi nasihat Bodhisatta, itu dari mulutnya.
[508] setelah ayahnya meninggal dunia ia dinobatkan menjadi “Ada apa, Pangeran?” tanya Bodhisatta.
raja. Ia selalu melakukan amal dan perbuatan baik lainnya, dan “Bhante, saat ini, pohon ini hanya menimbulkan kesan
akhirnya meninggal dunia untuk terlahir kembali ke alam yang sebagai pohon beracun; namun jika dibiarkan tumbuh, akan
sesuai dengan hasil perbuatannya.
menjamin kematian bagi banyak orang,” kata pangeran tersebut, ____________________ kemudian mencabut dan menghancurkan pohon kecil yang
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru berkata, “Demikian, para Bhikkhu, ini bukan pertama kalinya saya menjinakkan pangeran yang jahat; saya juga melakukan hal yang
229 Azadirachta indica.
sama di kelahiran yang lampau.” Kemudian Beliau menjelaskan Mendengar bahwa Devadatta telah ditelan oleh bumi, ia kelahiran tersebut dengan berkata, “Pangeran Licchavi yang
takut nasib yang sama akan menimpanya. Demikianlah rasa jahat saat ini adalah Pangeran Jahat pada kisah tersebut.
takutnya menggila, sehingga ia tidak memperhatikan Ānanda adalah sang raja, dan Saya adalah petapa yang
kesejahteraan kerajaannya, ia tidak berbaring di tempat tidurnya, menasihati pangeran itu hingga berubah menjadi baik.”
melainkan bergerak ke sana kemari dengan anggota tubuh yang gemetaran, seperti seekor gajah muda yang didera oleh rasa takut yang mengerikan. Dalam khayalannya ia melihat bumi menganga untuknya, dan kobaran api neraka memancar ke atas;
No.150.
ia bisa melihat dirinya sendiri diikat pada sebuah tempat tidur dari logam panas dengan tombak besi menusuk tubuhnya. Seperti
SAÑJĪVA-JĀTAKA
ayam jantan yang terluka, ia tidak bisa merasa damai sesaat pun. Timbul niatnya untuk bertemu dengan Buddha, Yang
“Berteman dengan seorang penjahat,” dan seterusnya. Tercerahkan Sempurna, untuk memberi rasa damai kepadanya, Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana
dan meminta petunjuk dari Beliau; namun karena besarnya mengenai Raja Ajātasattu yang patuh pada para guru palsu 230 .
pelanggaran yang dilakukan olehnya, ia merasa segan untuk Karena percaya pada musuh yang dipenuhi oleh kebencian pada
pergi ke tempat Sang Buddha. Ketika perayaan Kattikā tiba, dan Sang Buddha, yakni Devadatta yang hina dan jahat, dan dalam
pada malam hari, Kota Rājagaha diterangi dan dihiasi seperti kegilaannya, dalam harapannya memuja Devadatta, ia
kota para dewa, raja, saat duduk di singgasana emasnya yang menghabiskan uang dalam jumlah yang besar untuk membangun
menjulang tinggi, melihat Jīvaka Komārabhacca duduk di sebuah wihara di Gayāsīsa. Dengan mengikuti nasihat Devadatta
dekatnya. Timbul sebuah ide di benaknya untuk pergi bersama yang jahat, ia membunuh ayahnya, seorang raja tua yang baik
Jīvaka menemui Sang Guru, namun ia tidak bisa mengatakan dan suci, yang telah mencapai tingkat kesuucian Sotāpanna,
dengan jujur bahwa ia tidak bisa pergi sendiri, melainkan dengan tindakannya itu ia telah menghancurkan kesempatannya
menginginkan Jīvaka untuk membawanya. Tidak; jalan yang sendiri untuk memperoleh kebaikan dan kesucian, dan telah
lebih baik adalah setelah memuji keindahan malam itu, [509] ia membawa kesengsaraan pada dirinya sendiri.
berniat untuk duduk di bawah kaki beberapa orang guru atau brahmana dan bertanya kepada para anggota istana, siapa guru
yang bisa memberikan kedamaian hati. Tentu, sebagian dari
Lihat Vinaya, Cullav.vii.3.4- (diterjemahkan dalam S.B.E. xx. hal.242 dst.). Dalam
Sāmaññaphala Sutta, Dīgha Nikāya memberikan kejadian dalam cerita pembuka ini dan
mereka akan langsung memuji guru mereka masing-masing,
menunjukkan raja mengakui telah membunuh ayahnya sendiri (Vol.I. hal 85).
namun Jīvaka pasti akan memuji Yang Tercerahkan Sempurna; sebelumnya. Jīvaka berkata, “Kepada Beliau, Sang Bhagawan, dan raja bersama Jīvaka akan pergi menemui Sang Buddha.
raja seharusnya pergi untuk mendengarkan kebenaran dan Maka ia meledak dalam lima pujian terhadap malam dengan
mengajukan pertanyaan.”
berkata, “Betapa terangnya malam tanpa awan ini! Betapa Setelah tujuannya tercapai, raja meminta Jīvaka untuk indahnya! Betapa menariknya! Betapa menggembirakannya!
mempersiapkan gajah dan pergi dalam kebesaran kerajaan Betapa eloknya! Siapa guru atau brahmana yang harus kita cari
menuju Hutan Mangga Jīvaka, dimana ia melihat dalam Kamar yang mampu memberikan kedamaian pada diri kita?”
Harum-Nya, Sang Buddha berada di antara para bhikkhu dalam Satu menteri merekomendasikan Pūraṇa Kassapa, yang
keadaan hening, seperti lautan di saat tenang sempurna. Melihat lain menunjuk Makkhali Gosāla, sementara yang lainnya lagi
ke arah yang mampu ia lihat, mata raja hanya dapat melihat menyatakan Ajita Kesakambala, Kakudha Kaccāyana, Sañjaya
barisan bhikkhu tanpa akhir, melampaui jumlah pengikut Belaṭṭhiputta atau Nigaṇṭha Nāthaputta. Semua nama ini
manapun yang pernah ia lihat. Senang melihat kelakuan para didengarkan dalam kebisuan oleh raja, menunggu Perdana
bhikkhu, raja membungkuk dengan penuh hormat, dan Menterinya, Jīvaka, berbicara. Namun Jīvaka, menduga bahwa
mengucapkan pujian. Kemudian ia memberikan penghormatan tujuan utama raja adalah untuk membuatnya berbicara, tetap
kepada Sang Guru, mengambil tempat duduk dan bertanya pada diam untuk memastikan hal tersebut. Akhirnya raja berkata,
Beliau, ‘Apa hasil dari kehidupan petapa?’. Dan Sang Bhagawan “Jīvaka yang baik, mengapa engkau tidak berkata apa-apa?”
menjelaskan dengan terperinci mengenai Sāmaññaphala Sutta Mendengar perkataan tersebut, Jīvaka bangkit dari tempat
dalam dua bagian 232 . Merasa gembira, raja merasakan duduknya, merangkupkan tangan dengan penuh pemujaan
kedamaian bersama Sang Buddha, saat Sutta tersebut berakhir, terhadap Sang Buddha, berseru, “Paduka, di sana, di hutan
ia bangkit dan berpamitan dengan penuh hormat. Segera setelah mangga saya, tinggallah Buddha, Yang Tercerahkan Sempurna,
ia pergi, Sang Guru berkata kepada para bhikkhu, “Para Bhikkhu, bersama seribu tiga ratus lima puluh orang bhikkhu. Ini adalah
raja ini telah tumbang; [510] jika raja ini tidak membunuh karena kemashyuran tertinggi yang timbul berkenaan dengan Beliau.”
hasratnya untuk menguasai kerajaan yang dijalankan dengan Dan ia melanjutkan untuk menyatakan sembilan gelar
penuh keadilan oleh ayahnya, ia telah mencapai tingkat kesucian kehormatan yang mewakili-Nya, dimulai dengan ‘Yang Patut
Arahat, pandangan yang jernih pada kebenaran, sebelum ia Dimuliakan 231 ’. Ketika ia telah menunjukkan lebih jauh
bangkit dari tempat duduknya. Namun atas kesalahannya bagaimana sejak kelahiran hingga seterusnya, kekuatan Sang
memberi dukungan kepada Devadatta, ia bahkan telah Buddha telah melampaui semua pertanda dan harapan
kehilangan (kesempatan untuk) tingkat kesucian Sotāpanna.”
231 Lihat Vol. I dari Digha Nikāya untuk daftar tersebut.
Dalam Digha Nikāya tidak ada pembagian sutta ini menjadi dua bhāṇavara atau bagian.
Keesokan harinya para bhikkhu berkumpul bersama “Lihat bagaimana saya akan menghidupkan kembali membicarakan kejahatan Ajātasattu atas pembunuhan terhadap
harimau ini,” katanya.
keluarganya sendiri, berkenaan dengan Devadatta yang jahat “Engkau tidak akan bisa,” kata mereka. dan penuh keburukan, yang didukung olehnya, yang telah
“Perhatikan baik-baik, kalian akan melihat saya menghilangkan nibbana bagi dirinya dan Devadatta juga yang
melakukan hal itu.”
menyebabkan kehancuran sang raja. Pada saat itu, Sang “Baiklah, jika engkau memang mampu, lakukanlah,” kata Buddha masuk ke dalam Balai Kebenaran dan menanyakan apa
mereka dan segera memanjat ke sebatang pohon. yang menjadi topik pembicaraan mereka. Setelah diberitahu oleh
Kemudian Sañjiva mengucapkan mantranya dan mereka, Sang Guru berkata, “Ini bukan pertama kalinya, para
memukul harimau tersebut dengan pecahan barang yang terbuat Bhikkhu, Ajātasattu menderita karena mendukung orang yang
dari tanah. Harimau tersebut bangkit dan secepat kilat menerkam penuh keburukan; tetapi juga kelakuan yang sama pada
Sañjiva kemudian menggigit kerongkongannya, membunuhnya kehidupan yang lampau membuat ia kehilangan nyawanya.”
seketika itu juga. Kematian menimpa harimau tersebut di saat Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan
dan tempat itu, kematian juga menimpa Sañjiva di tempat yang kisah kelahiran lampau ini.
sama. Maka keduanya terbaring berdampingan, mati di sana. ____________________
Para brahmana muda itu mengambil kayu mereka dan Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
kembali ke tempat gurunya untuk menceritakan hal tersebut. Bodhisatta terlahir kembali dalam sebuah keluarga brahmana
“Murid-muridku yang terkasih,” katanya, “lihat di sini bagaimana yang kaya. Setelah tumbuh dewasa, ia belajar di Takkasilā,
karena menunjukkan dukungan kepada ia yang penuh kejahatan tempat ia menerima pendidikan yang lengkap. Di Benares, ia
dan menghormati apa yang tidak seharusnya dihormati, ia merupakan seorang guru yang sangat terkenal dan mempunyai
membawa semua malapetaka ini muncul bagi dirinya sendiri.” lima ratus orang brahmana muda sebagai muridnya. Di antara
Setelah berkata demikian, ia mengucapkan syair berikut ini : — mereka, terdapat satu orang yang bernama Sañjiva, yang oleh Bodhisatta diajarkan satu mantra untuk membangkitkan kembali
[511] Berteman dengan seorang penjahat, membantunya yang telah meninggal. Walaupun anak muda ini diajari mantra
dalam memenuhi keperluannya;
tersebut, ia tidak mempelajari mantra balasannya. Bangga Maka, seperti harimau yang dihidupkan kembali oleh dengan kekuatan barunya, ia pergi bersama teman-temannya
Sañjiva ini, ia akan langsung memangsamu dalam rasa sesama murid ke dalam hutan untuk mengumpulkan kayu, dan
sakitmu.
tiba di tempat dimana terdapat seekor harimau yang telah mati.
Demikianlah ajaran Bodhisatta kepada para brahmana muda, dan setelah menghabiskan hidup dengan berdana dan melakukan perbuatan baik lainnya, ia meninggal dunia untuk terlahir kembali di alam bahagia, sesuai dengan hasil perbuatannya.
____________________
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Ajātasattu adalah brahmana muda di masa itu yang menghidupkan kembali harimau yang telah mati, dan Saya adalah guru yang terkenal tersebut.”