Buku I pdf 2 MB
20 Setelah persembahan diberikan, penderma menuangkan air ke tangan penerima derma.
19 Keempat pengetahuan analitik tersebut adalah (i) pengetahuan tentang makna kitab-kitab Persembahan yang diberikan Jīvaka adalah makanan untuk anggota Sanggha, seperti yang suci,(ii) pengetahuan tentang kebenaran moral, (iii) pengetahuan tentang analisis tata
dijelaskan di Milinda-pañho (hal 118) mengenai cerita ini dalam versinya sendiri.
jubah; sementara yang lain sedang membaca paritta: —Ia raungan tantangan seekor singa muda, bhikkhu itu menciptakan seribu orang bhikkhu dengan rupa yang berbeda
menguncarkan paritta-paritta suci sebagai ungkapan terima satu sama lain. Melihat kumpulan bhikkhu di wihara, pelayan itu
kasih. Setelah selesai, Sang Guru kembali ke wihara setelah kembali ke rumah Jīvaka dan mengabarkan bahwa wihara
bangkit dari tempat duduknya dan diikuti oleh para bhikkhu. dipenuhi oleh para bhikkhu.
Setelah pembagian tugas oleh bhikkhu Sanggha, Beliau bangkit dari tempat duduknya, berdiri di ambang pintu kamar-Nya yang
Untuk menghormati Thera yang berada di wihara — wangi, membabarkan Dhamma kepada para bhikkhu. Diakhiri Panthaka, dengan seribu orang wujud jelmaannya;
dengan pemberian objek perenungan meditasi kepada para duduk menunggu, hingga dijemput, di hutan
bhikkhu, Beliau kemudian membubarkan para Sanggha yang yang menyenangkan itu.
berkumpul di sana, masuk ke dalam kamar-Nya yang wangi dan berbaring beristirahat, laksana seekor singa pada sisi kanan
“Sekarang kembalilah ke wihara,” kata Sang Guru
tubuh-Nya.
kepada pelayan itu, “katakan, Guru mengirimku untuk menjemput Pada saat yang sama, para bhikkhu yang memakai bhikkhu yang bernama Cūḷapanthaka.”
jubah jingga dari seluruh penjuru berkumpul di Balai Kebenaran Saat pelayan tersebut menyatakan hal itu, mereka
dan memanjatkan pujian pada Sang Guru, seolah-olah mereka menjawab secara bersamaan, “Saya adalah Cūḷapanthaka! Saya
membentangkan tirai kain jingga mengelilingi Beliau pada saat adalah Cūḷapanthaka!”
mereka duduk.
Pelayan itu kembali lagi dan mengatakan, “Mereka “Awuso,” mereka berkata, “Mahāpanthaka gagal semua mengaku sebagai ‘Bhikkhu Cūḷapanthaka’, Yang Mulia.”
mengenali kemampuan Cūḷapanthaka. Ia mengusir saudaranya “Kalau begitu, kembali lagi ke sana,” kata Sang Guru,
dari wihara karena si dungu tidak mampu menghafal sebuah “pegang tangan bhikkhu pertama yang mengatakan ia adalah
syair tunggal dalam waktu empat bulan. Melalui Buddha Yang Cūḷapanthaka, [119] maka bhikkhu yang lain akan menghilang.”
Mahatahu, dengan kesempurnaan Dhamma yang diajarkan-Nya, Pelayan itu mengikuti perkataan Sang Guru, seketika itu juga
Cūḷapanthaka mencapai tingkat kesucian Arahat dengan semua seribu bhikkhu yang diciptakan oleh Cūḷapanthaka lenyap dari
pengetahuan gaibnya, bahkan pada saat sebuah jamuan makan pandangannya.
berlangsung. Dengan pengetahuan yang dimilikinya, ia Saat jamuan makan selesai, Sang Guru berkata, “Jīvaka,
menguasai semua paritta suci. Oh! Betapa hebatnya kekuatan ambil patta Cūḷapanthaka, ia akan menyampaikan terima kasih.”
yang dimiliki oleh Buddha.”
Jīvaka melakukan apa yang diminta Sang Guru. Laksana
Bhagawan, mengetahui semua percakapan yang terjadi tidak berguna. Kami sedang membicarakan tentang tindakan di Balai Kebenaran dan berpikir untuk bergabung bersama
Anda yang sangat terpuji.”
mereka. Maka ia bangkit dari tempat berbaringnya, mengenakan Setelah mereka menyampaikan apa yang sedang kedua jubah dasarnya, mempersiapkan diri dengan cepat, dan
mereka bicarakan, kata demi kata, Sang Guru berkata, “Para memakai jubah jingganya, jubah seorang Buddha yang lebar.
Bhikkhu, berkat bantuanku Cūḷapanthaka berkembang pesat Kemudian Beliau pergi ke Balai Kebenaran dengan keagungan
dalam keyakinan; sebagaimana halnya di masa lampau ia yang tiada tara dari seorang Buddha, Beliau melangkah laksana
memperoleh kekayaan besar juga berkat bantuan yang seekor gajah istana yang penuh semangat. Menaiki singgasana
kuberikan.”
yang berada di tengah-tengah Balai Kebenaran, lalu duduk di Para bhikkhu memohon Sang Guru menjelaskan maksud tengah singgasana tersebut, memancarkan enam warna cahaya
perkataan itu; Beliau kemudian menjelaskan hal yang selama ini yang menandai seorang Buddha — laksana cahaya matahari
tidak mereka ketahui dikarenakan kelahiran kembali: yang baru terbit dari puncak Pegunungan YuGandhāra,
____________________ menerangi hingga samudra terdalam. Begitu Yang Mahatahu
Suatu ketika di masa lampau, Brahmadatta memerintah memasuki Balai Kebenaran, para bhikkhu menghentikan
di Benares, Negeri Kāsi; Bodhisatta terlahir di keluarga pembicaraan mereka dan terdiam. Sambil menatap dengan
bendaharawan (bhaṇḍāgārika). Ia tumbuh dewasa menjadi penuh cinta kasih kepada para bhikkhu, Sang Guru berpikir,
seorang bendaharawan yang terkenal dengan sebutan “Kumpulan ini sangat sempurna. Tidak ada seorang pun yang
Cullakaseṭṭhi. Ia adalah orang yang bijaksana dan pintar, sangat salah meletakkan tangan maupun kakinya; tidak ada suara, baik
cermat dalam mengamati tanda-tanda dan gelagat-gelagat. suara batuk maupun bersin yang terdengar. Dalam
Suatu hari, dalam perjalanan untuk menyambut raja, ia melihat penghormatan dan kekaguman atas keagungan dan kemuliaan
bangkai seekor tikus di tengah jalan; sambil memperhatikan Buddha, tidak ada orang yang berani bersuara sebelum Saya
posisi bintang pada saat itu ia berkata, “Cukup dengan angkat bicara, bahkan jika Saya duduk diam di sini sepanjang
memungut tikus ini, siapapun dengan kecerdikannya, memiliki hidup Saya. Namun ini adalah saat bagi untuk berbicara; Saya
kemungkinan untuk memulai usahanya dan menghidupi seorang akan memulai percakapan ini.” Dengan suara yang sangat
istri.”
merdu, Beliau menyapa para bhikkhu dan berkata,[120] “Apa Ucapannya terdengar oleh seorang pemuda dari topik pertemuan ini? Tentang apakah percakapan yang terhenti
keluarga baik-baik yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. tadi?” “Bhante,” jawab mereka, “tidak ada pembicaraan yang
Pemuda itu bergumam pada dirinya sendiri, “Ia adalah orang yang hanya berbicara jika ada alasan di balik itu.” Menuruti Pemuda itu bergumam pada dirinya sendiri, “Ia adalah orang yang hanya berbicara jika ada alasan di balik itu.” Menuruti
siswa Cullakaseṭṭhi, ditambah lima buah mangkuk dan bejana. untuk dijadikan makanan bagi kucing di sana.
Dengan dua puluh empat sen di tangan, sebuah rencana Dengan uang itu, ia membeli sirup gula dan membawa
terpikirkan olehnya. Ia pergi ke arah gerbang kota, membawa air minum dalam sebuah kendi. Ia mencari para pemetik bunga
kendi air dan menyiapkan minuman untuk lima ratus orang yang baru pulang dari hutan, memberikan sedikit sirup gula dan
pemotong rumput. Mereka berkata, “Kamu telah berjasa pada menyendokkan air minum untuk mereka. Setiap orang
kami. Apa yang bisa kami lakukan untukmu?” “Oh, akan saya memberikan seikat bunga kepadanya. Dengan hasil itu,
katakan saat saya membutuhkan pertolongan kalian.” Sewaktu keesokan harinya, ia mengunjungi para pemetik bunga lagi,
meninggalkan tempat itu, ia menjalin persahabatan dengan membawa sirup dan air minum yang lebih banyak dari
seorang pedagang yang melakukan jual beli di daratan dan sebelumnya. Sebelum mereka pergi pada hari itu, para pemetik
seorang pedagang yang melakukan jual beli di lautan. Pedagang bunga memberinya tanaman bunga dengan sebagian bunga
daratan itu berkata padanya, “Besok, akan datang seorang masih berada di batangnya; dalam waktu singkat ia telah
pedagang kuda ke kota ini dengan membawa lima ratus ekor mendapatkan delapan sen.
kuda untuk dijual.” Mendengar berita itu, ia berkata kepada para Beberapa waktu kemudian, saat hari hujan dan berangin,
pemotong rumput, “Saya minta masing-masing dari kalian angin merobohkan sebagian cabang yang telah busuk, ranting
memberikan seikat rumput padaku hari ini, dan jangan menjual dan daun ke taman peristirahatan raja. Tukang kebun istana
rumput yang kalian miliki sebelum rumput saya habis terjual.” tidak tahu bagaimana cara membersihkan tempat itu. [121]
“Baiklah,” jawab mereka, lalu mengirim lima ratus ikat rumput ke Pemuda itu muncul dan menawarkan diri membersihkan tempat
rumahnya. Karena tidak bisa mendapatkan rumput untuk itu jika ia boleh mengambil ranting dan daun tersebut. Tukang
kudanya, pedagang kuda itu membeli rumput yang dijual oleh kebun menyetujui hal itu. Kemudian siswa Cullakaseṭṭhi ini mulai
teman kita seharga seribu keping. Beberapa hari kemudian, membersihkan taman bermain anak-anak. Dalam waktu yang
setelah temannya yang melakukan jual beli di lautan singkat, ia berhasil membuat anak-anak membantunya
menyampaikan kabar akan kedatangan sebuah kapal besar di memungut setiap ranting dan daun yang ada di tempat itu dan
dermaga, sebuah rencana lain terpikirkan olehnya. Dengan menumpuknya di dekat pintu masuk dengan memberi mereka
delapan sen, ia menyewa sebuah kereta kuda yang disewakan sirup gula. Di saat yang sama, pembuat tembikar kerajaan
dengan hitungan per jam, kemudian bergerak maju dengan sedang mencari bahan bakar untuk membuat mangkuk kerajaan.
penuh gaya ke dermaga. Setelah membeli kapal itu secara kredit Ia melihat tumpukan kayu itu dan membeli semua kayu-kayu
dengan memberikan cincin stempelnya sebagai jaminan, ia dengan memberikan cincin stempelnya sebagai jaminan, ia
dan terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang ia perbuat. ia berpesan kepada pelayannya, “Saat para saudagar muncul,
_____________________ biarkan mereka melalui tiga penerima tamu secara berturut-turut
[123] Saat uraian itu berakhir, Buddha, Yang Mahatahu, sebelum menemuiku.” [122] Mendengar berita bahwa sebuah
mengulangi syair ini: —
kapal besar telah berlabuh di dermaga, sekitar seratus orang saudagar datang untuk membeli muatan kapal itu; namun
Dimulai dari kerendahan hati dan modal kecil; mereka diberitahukan bahwa seorang saudagar yang sangat
ia yang cerdik dan cakap dapat menambah kekayaan kaya telah membeli kapal itu. Mereka mendatangi pemuda
bahkan hembusan nafasnya seakan dapat menjaga tersebut, pelayan itu melaksanakan apa yang dipesankan oleh
nyala api kecil.
pemuda itu, mereka melewati tiga penerima tamu secara berturut-turut, seperti yang telah diatur. Masing-masing dari
Bhagawan juga berkata, “Wahai Bhikkhu, berkat seratus saudagar itu memberikan seribu keping uang kepadanya
bantuanku Cūḷapanthaka berkembang pesat dalam keyakinan; untuk mendapatkan hak kepemilikan kapal, dan tambahan seribu
sebagaimana halnya di masa lampau ia memperoleh kekayaan keping per orang untuk membeli bagiannya. Secara keseluruhan,
besar.”
ia membawa dua ratus ribu keping uang saat kembali ke Setelah selesai bertutur, Sang Guru mempertautkan Benares.
kedua kisah kelahiran itu, dan memperkenalkan tentang Didorong oleh keinginan untuk menunjukkan rasa terima
kelahiran itu dengan ringkasan kata-kata berikut ini, kasihnya, pemuda itu mengunjungi ‘Cullakaseṭṭhi’ dengan
“Cūḷapanthaka adalah siswa dari Cullakaseṭṭhi di masa itu, dan membawa seratus ribu keping uang. “Bagaimana cara kamu
Saya sendiri adalah Cullakaseṭṭhi.”
menjadi begitu kaya?” tanya bendaharawan itu. “Dalam empat bulan yang singkat ini, dengan mengikuti petunjuk yang Anda
[Catatan : Kisah perkenalan ini terdapat di Bab VI berikan,” jawab pemuda itu. Kemudian ia menceritakan kejadian
Buddhaghosha’s Parables karya Capt.T.Rogers, namun ‘Kisah Masa Lampau’ yang diberikan disana sangat berbeda. Lihat ‘ itu secara lengkap, dimulai dengan bangkai tikus itu. Mendengar Women Leaders of the Buddhist Reformation’ karya Mrs.Bode di J.R.A.S.1893, hal.556.
cerita itu, Cullakaseṭṭhi berpikir, “Saya harus memastikan anak Lihat juga Dhammapada, hal.181, dan bandingkan Bab XXXV. muda ini tidak jatuh ke tangan orang lain.” Maka ia menikahkan Divyāvadāna, yang diedit oleh Cowell dan Neil, 1886. Keseluruhan
pemuda ini dengan putrinya dan menyerahkan semua harta Jātaka itu, dalam bentuk singkat, membentuk cerita ‘ The Mouse
warisan keluarganya pada pemuda ini. Saat bendaharawan itu Merchant’ pada hal.33,34 dari volume pertama Kathā Sarit Sāgara yang warisan keluarganya pada pemuda ini. Saat bendaharawan itu Merchant’ pada hal.33,34 dari volume pertama Kathā Sarit Sāgara yang
tidak tahu bhikkhu senior 22 dengan kedudukan apa berhak mendapatkan beras dengan kualitas baik maupun beras dengan
mutu yang lebih rendah. Karena itu, saat menyusun daftar nama, ia tidak mengetahui kesenioran kedudukan para bhikkhu.
No.5.
Akhirnya, saat para bhikkhu mengambil tempat, ia menandai lantai maupun dinding untuk menunjukkan pemisahan siapa yang
TAṆḌULANĀLI-JĀTAKA berdiri di sini dan siapa yang berdiri di sana. Di kemudian hari, lebih sedikit bhikkhu pada tingkatan tertentu dan lebih banyak
“Berapakah kiranya nilai satu takaran beras?” dan bhikkhu tingkatan yang lain; dimana dengan jumlah yang seterusnya. Kisah ini diceritakan Sang Guru ketika berada di
semakin sedikit, tanda itu semakin menurun, dan untuk jumlah Jetawana, tentang Thera Udāyi, yang dipanggil si Dungu.
yang bertambah banyak, tandanya juga mengalami kenaikan. Pada masa itu, seorang bhikkhu bernama Dabba, dari
Namun Udāyi yang tidak mengetahui tentang pemisahan itu, suku Malla, bertugas mengatur pembagian persediaan bahan
membagikan penentuan beras hanya menurut tanda lama yang
makanan untuk Sanggha 21 . Di pagi hari Dabba sedang
ia buat.
menentukan beras untuk dibagikan, kadang-kadang beras pilihan Karena itu, para bhikkhu berkata kepadanya, “Awuso dan kadang-kadang beras yang mutunya lebih rendah, yang
Udāyi, tanda yang engkau buat terlalu tinggi atau terlalu rendah; diberikan kepada Bhikkhu Udāyi. Biasanya saat menerima beras
beras yang mutunya baik, diberikan kepada bhikkhu yang mutunya lebih rendah, ia membuat kericuhan di ruang
berkedudukan demikian dan beras yang mutunya lebih rendah penyimpanan dengan berkata, “Apakah Dabba satu-satunya
diberikan kepada bhikkhu dengan kedudukan yang lain.” Namun orang yang mengetahui cara menentukan beras? Bukankah kita
ia menyanggah dengan alasan, “Tanda itu berada di tempat semua juga bisa?” Suatu hari, saat ia ricuh, mereka
seharusnya ia berada. Jika bukan tempatmu, mengapa engkau menyerahkan keranjang periksa kepadanya dan berkata,
berdiri di sana? Mengapa saya harus percaya padamu? Saya “Ambillah! Mulai hari ini, engkau yang menentukan pembagian
hanya percaya pada tanda yang saya buat.” beras!” Sejak itu, Udāyi bertugas menentukan pembagian beras
kepada bhikkhu Sanggha. Namun, dalam pembagian yang dilakukannya, ia tidak mengetahui perbedaan beras yang
22 Bandingkan dengan Vinaya , Vol.II, hal.167, dan komentar (Sāmanta-pāsādikā) mengenai hak para bhikkhu senior, sesuai dengan daftar nama, untuk dilayani terlebih dahulu. Petugas
21 Lihat Vinaya, Vol.III, hal.158. pemeriksa penentuan beras harus memanggil nama sesuai daftar.
Para bhikkhu dan samanera [124] mendorongnya keluar dan memandang keluar di halaman istana, terlihat olehnya dari tempat penyimpanan itu dan berteriak, “Temanku Udāyi
seorang lelaki dengan tampang yang dungu dan tamak melintas, yang dungu, karena pembagian yang kamu lakukan, para
orang itu terlihat cocok baginya untuk menggantikan posisi bhikkhu tidak mendapat apa yang seharusnya menjadi bagian
Bodhisatta. Raja memanggilnya untuk menghadap dan bertanya mereka; kamu tidak cocok untuk melakukan tugas ini; pergilah
apakah ia bisa mengisi jabatan itu. “Oh, tentu bisa,” jawabnya. dari sini!” Kegaduhan pun terjadi di ruang penyimpanan tersebut.
Maka lelaki dungu itu ditunjuk sebagai penentu harga untuk Mendengar keributan itu, Sang Guru bertanya pada
melindungi harta kerajaan. Setelah itu, dalam menilai harga Ānanda, “Ānanda, ada kegaduhan di ruang penyimpanan.
gajah, kuda dan hewan lainnya, ia menentukan harga sesuka Keributan apakah itu?”
hatinya, tanpa memedulikan nilai barang yang sesungguhnya. Thera Ānanda menjelaskan kejadian tersebut pada
Namun, karena ia adalah penentu harga kerajaan, harga Buddha. “Ānanda,” kata Beliau, “ini bukan pertama kalinya
ditetapkan sesuai dengan apa yang dikatakannya, tanpa bisa kebodohan Udāyi membuat ia merampas apa yang menjadi milik
dibantah.
orang lain; ia juga melakukan hal yang sama di masa lampau.” Pada saat itu, datanglah seorang penjual kuda dari Ānanda meminta Bhagawan menjelaskan, kemudian
utara 23 membawa lima ratus ekor kuda bersamanya. Raja Beliau menceritakan hal yang selama ini tidak Ananda ketahui
mengirim penentu harga barunya dan menawar harga kuda milik dikarenakan kelahiran kembali.
penjual kuda itu. Harga yang ia berikan untuk lima ratus ekor ____________________
kuda itu adalah senilai satu takaran beras, kemudian ia Suatu ketika di masa lalu, Brahmadatta memerintah di
diperintahkan untuk membayar penjual kuda itu dan membawa Benares, Negeri Kāsi. Pada masa itu Bodhisattalah penentu
semua kuda ke istal kerajaan [125]. Penjual kuda segera mencari harga barang di kerajaan. Ia biasa menentukan harga kuda,
penentu harga yang lama, menceritakan apa yang terjadi gajah dan hewan-hewan lainnya; permata, emas dan barang-
padanya dan menanyakan apa yang harus ia lakukan. “Berikan barang berharga lainnya; ia juga bertugas membayar barang-
sogokan padanya,” kata mantan penentu harga itu, dan tanyakan barang kepada para pemilik barang dengan harga pantas yang
pertanyaan ini padanya : ‘Melihat harga kuda-kuda itu hanya satu telah ia tentukan.
takaran beras, kami ingin tahu, berapakah nilai dari satu takaran Tetapi raja adalah orang yang tamak, dan ketamakannya menanamkan pikiran demikian padanya, “Dari cara penentu
23 Di dalam Ceylon R.A.S.J.1884,hal.127, timbul perdebatan tentang penggunaan istilah
harga memberi nilai, cepat atau lambat, kekayaanku akan habis;
Uttarā-patha untuk semua wilayah bagian utara kota Benares, muncul dugaan ditulis sebelum
saya harus segera mencari penggantinya.” Ia membuka jendela
abad ketiga Sebelum Masehi, ketika agama Buddha berkembang ke Mysore dan Canara Utara, dan ketika Dakshināpatha masih terkenal.
beras itu. Bisakah anda menyatakan nilainya di hadapan raja?’ [126] Mendengar hal demikian, para menteri bertepuk Jika ia mengatakan bisa, maka bawalah ia menghadap raja, saya
tangan dan tertawa terbahak-bahak. “Kami senantiansa berpikir,” juga akan berada di sana nantinya.”
kata mereka sambil mencemooh, “tanah dan daerah kekuasaan Segera setelah mengikuti petunjuk Bodhisatta, penjual
tidak dapat dinilai harganya; namun sekarang kami tahu bahwa kuda itu menyogok penentu harga baru dan menanyakan
Kerajaan Benares beserta rajanya hanya bernilai satu takaran pertanyaan tersebut kepadanya. Setelah ia menyatakan
beras! Benar-benar penentu harga yang hebat. Bagaimana ia kemampuannya untuk menjawab pertanyaan itu, ia pun dibawa
bisa mempertahankan jabatannya begitu lama? Namun, ia ke istana; Bodhisatta dan para menteri mengikuti mereka.
benar-benar sesuai dengan dambaan raja.” Dengan penuh hormat, penjual kuda itu berkata, “Paduka, saya
Bodhisatta mengucapkan syair 24 berikut ini: tidak mempersoalkan harga lima ratus ekor kuda adalah senilai dengan satu takaran beras; namun saya mohon Paduka
Berapakah kiranya nilai satu takaran beras? menanyakan pada penentu harga kerajaan, berapakah nilai dari
Mengapa, seluruh Benares, baik dalam maupun luar; satu takaran beras itu.” Tanpa mempedulikan apa yang terjadi di
begitu pula dengan lima ratus kuda, walau sukar waktu lalu, raja bertanya kepadanya, “Penentu harga kerajaan,
dipahami;
berapakah nilai dari lima ratus ekor kuda?” “Satu takaran beras, persis senilai satu takaran beras yang sama. Paduka,” jawabnya. “Sangat baik, Temanku. Jika nilai lima ratus ekor kuda setara dengan satu takaran beras, berapakah nilai dari
Setelah dipermalukan di depan umum, lelaki dungu itu satu takaran beras itu?” “Senilai seisi Benares beserta wilayah
dibebastugaskan dari jabatannya, dan raja mengembalikan sekitarnya,” jawab penentu harga yang dungu itu.
jabatan tersebut kepada Bodhisatta. Setelah meninggal, (Maka kita tahu bahwa setelah menilai kuda-kuda itu
Bodhisatta terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang telah seharga satu takaran beras, ia menerima sogokan dari penjual
diperbuat.
kuda untuk menilai satu takaran beras setara dengan seisi ____________________ Benares beserta wilayah sekitarnya. Luas Benares hingga ke
Setelah menyampaikan uraian-Nya dan menceritakan dinding kota adalah dua belas yojana; sementara, luas kota dan
kedua kisah itu, Sang Guru mempertautkan kedua kisah tersebut wilayah sekitarnya mencapai tiga ratus yojana. Akan tetapi lelaki
dungu itu menilai seluruh Benares beserta wilayah di sekitarnya 24 Teks syair ini tidak terdapat di Pali Text karya Fausböll, namun ditampilkan oleh Léon Feer
di Jurnal Asiatique. tahun 1876 pada hal.520, ditambahkan pada bagian ‘Koreksi dan
yang begitu luas hanya setara dengan satu takaran beras!)
Lampiran Tambahan’nya Fausböll. Syair ini awalnya merupakan bagian dari resensi berbahasa Sinhala, diketahui dari kutipan kata-kata pembukaan sebagai ‘slogan’ pada bagian permulaan Jātaka ini. Lihat juga Dickson di Ceylon J.R.A.S. tahun 1884, hal.185.
dan memperkenalkan tentang kelahiran itu dengan mengatakan, desa yang sedang melakukan pindapata dari wihara ke wihara 26 , “Udāyi yang dungu adalah penentu harga yang dungu itu, Saya
tiba dalam perjalanan mereka ke biliknya dan melihat semua sendiri adalah penentu harga yang bijak itu.”
harta bendanya.
“Milik siapakah barang-barang ini?” tanya mereka. “Milikku, Bhante,” jawabnya. “Apa?” seru mereka, “Jubah atas ini dan itu; jubah dalam ini dan itu; dan alas tidur itu juga — semua
No.6.
kepunyaanmu?” “Ya, semuanya adalah milikku.” “Bhante,” kata mereka, “Bhagawan hanya mengizinkan tiga potong jubah; dan
DEVADHAMMA-JĀTAKA bagaimanapun, Bhagawan, yang ajaran-Nya engkau jalankan, hidup sangat sederhana dalam berkeinginan, sementara engkau
“Barang siapa seperti dewa yang sebenarnya,” dan menimbun sejumlah besar persediaan. Mari, kami harus seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Bhagawan di Jetawana,
membawamu menghadap Bhagawan.” Setelah mengucapkan mengenai seorang bhikkhu yang kaya.
kata-kata itu, mereka membawanya menemui Bhagawan. Dikisahkan, setelah kematian istrinya, seorang pengawal
Bhagawan yang mengetahui kedatangan mereka Sawatthi bergabung menjadi anggota Sanggha. Pada saat ia
berkata, [127] “Wahai Bhikkhu, mengapa kalian membawa bergabung, ia membangun sebuah bilik dengan ruang perapian
seorang bhikkhu yang datang bukan atas kehendaknya.” dan gudang persediaan, menumpuk persediaan gi (mentega
“Bhante, bhikkhu ini hidup serba berkecukupan dan menimbun cair), beras dan lainnya. Bahkan setelah menjadi seorang
persediaan dalam jumlah besar.” “Wahai Bhikkhu, benarkah bhikkhu, ia selalu meminta pelayannya memasakkan makanan
seperti yang mereka katakan, engkau hidup berkecukupan?” yang disukainya. Ia selalu berlimpah dalam penyediaan
“Benar, Bhagawan.” “Mengapa, Bhikkhu, engkau menimbun kebutuhannya 25 , jubah lengkap pengganti untuk malam dan
harta benda ini? Tidakkah Bhagawan memuji kebajikan dengan keesokan paginya; dan tinggal jauh di pinggiran wihara.
sedikit berkeinginan, merasa puas, dan lainnya, hidup menyendiri Suatu hari, saat sedang mengeluarkan jubah dan alas
dan penuh ketekunan?”
tidurnya untuk dijemur di luar biliknya, sejumlah bhikkhu dari Merasa marah mendengar perkataan Bhagawan, ia berkata, “Kalau begitu, mulai saat ini saya akan bertindak dengan cara seperti ini!” Ia berdiri di tengah-tengah para bhikkhu,
25 Yakni : Sebuah patta, tiga potong kain jubah, sebuah ikat pinggang, sebuah pisau cukur, 26 Saya artikan sebagai Senāsana-cārikā, berlawanan dengan cārikā biasa yang tidak sebatang jarum dan sebuah penyaring air.
mempunyai tujuan tertentu dan menerima persembahan dana dari umat awam.
menanggalkan jubah luarnya dan hanya mengenakan pakaian memenuhi satu permintaan ratu sebagai anugerah untuk bayi sebatas pinggang.
tersebut. Namun ratu menyatakan bahwa ia akan meminta janji Untuk memberikan dukungan moral kepadanya, Sang
tersebut jika waktunya telah tiba. Setelah Pangeran Matahari Guru berkata, “Wahai Bhikkhu, bukankah engkau di kelahiran
dewasa, ratu berkata pada raja, “Paduka, saat Pangeran lampau menjaga rasa malu dan takut berbuat jahat, bahkan di
Matahari lahir, engkau menganugerahkan satu permohonan saat engkau terlahir sebagai siluman air yang hidup selama dua
padaku untuk kepentingannya. Maka, jadikanlah ia raja.” belas tahun, tetap menjaga rasa malu dan takut berbuat jahat.
“Tidak bisa,” jawab raja, “masih ada dua pangeran lain Bagaimana engkau bisa, setelah mengucapkan janji untuk
yang bersinar laksana cahaya api; saya tidak bisa menyerahkan mengikuti ajaran Buddha yang bermanfaat ini, melepaskan jubah
kerajaan ini pada putramu.” Namun, melihat ratu tidak pernah luarmu dan berdiri di sini tanpa rasa malu?”
menyerah terhadap penolakannya, tetap memintanya memenuhi Mendengar kata-kata Sang Guru, timbul rasa malunya, ia
permohonan itu, [128] raja yang merasa khawatir ratu akan mengenakan jubahnya kembali, memberi penghormatan kepada
menyusun rencana jahat menghadapi kedua pangeran itu, Beliau dan duduk di satu sisi.
meminta mereka menghadapnya dan berkata, “Anak-anakku, Para bhikkhu kemudian memohon Beliau menjelaskan
saat Pangeran Matahari lahir, saya berjanji untuk memenuhi satu hal yang telah dikemukakan tersebut, maka Beliau menceritakan
permohonan ratu. Sekarang, ia meminta saya menyerahkan hal yang selama ini tidak mereka ketahui dikarenakan kelahiran
kerajaan ini pada putranya. Saya telah menolaknya, namun kembali.
terkadang wanita dapat melakukan hal-hal yang sangat jahat, ____________________
dan ia dapat saja mengatur rencana licik untuk mencelakai Suatu ketika di masa lalu Brahmadatta memerintah di
kalian. Lebih baik kalian mengungsi ke hutan dan kembali Kota Benares di Negeri Kāsi, Bodhisatta terlahir sebagai putra
setelah saya meninggal untuk memimpin kota ini sebagai raja dari seorang ratu, ia diberi nama Pangeran Mahiṃsāsa. Saat
penerusku” Setelah mengucapkan kata-kata itu, dengan ia sudah bisa berlari, pangeran kedua lahir dan diberi nama
berlinang air mata dan penuh ratapan, ia mencium kening kedua Pangeran Canda (Bulan); namun saat ia bisa berlari, ibunda dari
putranya dan mengirim mereka pergi.
Bodhisatta meninggal dunia. Raja menikah lagi dengan seorang Setelah mengucapkan salam perpisahan pada ayah wanita yang membawa kegembiraan dan kesenangan baginya;
mereka, kedua pangeran itu meninggalkan kerajaan. Tiada cinta mereka diberkahi dengan lahirnya seorang pangeran yang
seorang pun selain Pangeran Matahari yang sedang bermain di lain, yang diberi nama Pangeran Sūriya (Matahari). Merasa
halaman istana, melihat kepergian mereka. Segera setelah gembira akan kelahiran putranya, raja memberikan janji untuk
mengetahui penyebab perginya kedua saudaranya, Pangeran
Matahari memutuskan untuk mencari mereka, ia pun sama, ditangkap oleh siluman air dan ditanyai dengan meninggalkan kerajaan.
pertanyaan yang sama. “Ya, saya tahu,” jawabnya, “Empat Ketiga pangeran berkelana hingga tiba di Pegunungan
penjuru surga.” “Kamu tidak tahu jawabannya,” kata siluman air Himalaya. Setelah menepi dan duduk di bawah pohon,
itu, kemudian membawa korban keduanya ke tahanan yang Bodhisatta berkata kepada Pangeran Matahari, “Matahari Adikku,
sama.
pergilah ke kolam yang ada di sana, minum dan mandilah di Menyadari Pangeran Bulan juga belum kembali setelah kolam itu; lalu bawakan sedikit air minum untuk kami dengan
pergi begitu lama, Bodhisatta merasa yakin sesuatu telah terjadi menggunakan daun teratai.” (Kolam tersebut telah diberikan
pada mereka. Ia segera menyusul dan menemukan jejak kaki
mereka menuruni kolam itu. [129] Seketika itu juga ia menyadari “Kecuali mereka yang mengetahui tentang dewa yang
kuasa oleh Vessavaṇa 27 kepada siluman air dengan berkata,
bahwa kolam itu pasti dihuni oleh siluman air, ia mengeluarkan sebenarnya, semua yang masuk ke dalam kolam ini boleh
pedangnya untuk bersiap-siap, memegang busur dan menunggu. engkau lahap. Mereka yang tidak masuk ke dalam kolam, tidak
Saat siluman itu menyadari Bodhisatta tidak berniat masuk ke diizinkan untuk kau sentuh.” Maka siluman air itu selalu
dalam kolam, ia mengubah wujudnya menjadi penjaga hutan, lalu menanyai mereka yang masuk ke dalam kolam, apa yang
menyapa Bodhisatta, “Kamu tentu letih dengan perjalanan ini, mereka ketahui tentang dewa yang sebenarnya, kemudian
teman. Mengapa tidak masuk ke kolam, mandi dan minum, lalu melahap mereka yang tidak mengetahui jawabannya.)
hiasi dirimu dengan teratai? Setelah itu kamu dapat meneruskan Saat Pangeran Matahari memasuki kolam, tanpa
perjalanan dengan lebih nyaman.” Seketika setelah terduga, ia ditangkap oleh siluman air itu, yang kemudian
mengenalinya sebagai siluman, Bodhisatta bertanya, “Apakah bertanya kepadanya, “Apakah kamu tahu siapa dewa yang
engkau yang telah menawan kedua adikku?” “Benar,” jawabnya. sebenarnya?” “Ya, saya tahu,” jawabnya, “Matahari dan Bulan.”
“Mengapa?” “Karena saya berhak atas semua orang yang masuk “Kamu tidak tahu jawabannya,” kata siluman itu, kemudian
ke kolam ini.” “Apa, semua orang?” “Tidak bagi mereka yang menariknya masuk ke dalam kolam dan menahan pangeran itu di
tahu tentang dewa yang sebenarnya; di luar itu, semua adalah kediamannya di dalam kolam. Menyadari adiknya masih belum
milikku.” “Apakah kamu ingin tahu mengenai dewa yang kembali setelah pergi begitu lama, Bodhisatta mengirim
sebenarnya itu?” “Ya, saya ingin tahu.” “Kalau begitu, saya akan Pangeran Bulan ke sana. Ia juga mengalami kejadian yang
memberitahumu
yang sebenarnya.” “Lakukanlah, saya akan mendengarkannya.”
mengenai
dewa
“Akan saya mulai,” kata Bodhisatta, “namun saya kotor
27 Nama lain dari Kuvera, Plutus Hindu, saudara laki-laki seayah lain ibu dari Rāvana, raja
raksasa dari Sri Lanka di kisah Ramāyana. Seperti yang muncul di Jātaka no.74, Vessavaṇa
karena perjalanan ini.” Siluman air itu memandikan Bodhisatta,
menguasai siluman pohon dan siluman air, mendapatkan kekuasaan itu dari Sakka.
menyajikan makanan dan air minum, mempereloknya dengan akan ada satu makhluk pun yang percaya jika saya mengatakan bunga-bungaan serta memercikkan wewangian padanya.
dia telah dimangsa siluman di hutan; kekhawatiran akan Kemudian ia meletakkan sebuah bantalan duduk di tengah
timbulnya kebencian memaksa saya untuk memintanya darimu.” sebuah paviliun yang mewah. Setelah duduk di bantalan dan
“Luar biasa! Luar biasa! Oh, manusia yang bijaksana,” mempersilakan siluman air duduk di dekat kaki beliau, Bodhisatta
seru siluman itu menyetujui perkataan Bodhisatta; “Kamu tidak berkata, “Dengarkan baik-baik, kamu akan mendengar tentang
hanya tahu, tetapi juga bertindak seperti dewa yang sebenarnya.” dewa yang sebenarnya.” Ia membacakan syair ini:
[133] Sebagai bentuk kesenangan dan kepuasannya, ia membawa kedua saudaranya dan mengembalikan mereka
Barang siapa seperti dewa yang sebenarnya,
kepada Bodhisatta.
takut dan malu akan kejahatan; Kemudian Beliau berkata kepada siluman itu, “Teman, barang siapa yang memiliki batin yang tenang,
akibat perbuatan jahat yang engkau lakukan di masa lalu, gemar akan kebajikan.
sekarang engkau terlahir sebagai siluman yang hidup dari daging dan darah makhluk lain, bahkan di kehidupan ini engkau masih
[132] Saat siluman itu mendengarkan syair ini, ia merasa meneruskan perbuatan jahat. Perbuatan jahat ini akan gembira, lalu berkata pada Bodhisatta, “Manusia yang bijaksana,
menghalangimu terlepas dari kelahiran kembali di alam neraka saya merasa puas dengan jawabanmu, akan saya kembalikan
dan alam rendah lainnya. Karena itu mulai sekarang, salah seorang saudaramu. Saudara manakah yang kamu
tinggalkanlah kejahatan dan hidup dalam kebajikan.” inginkan?” “Yang muda.” “Manusia yang bijaksana, walaupun
Setelah berhasil mengubah perilaku siluman itu, kamu mengerti dengan jelas mengenai dewa yang sebenarnya,
Bodhisatta tetap bersemayam di tempat itu di bawah kamu tidak bertindak demikian.” “Mengapa demikian?” “Mengapa
perlindungannya, hingga suatu hari ia melihat pertanda di langit kamu memilih membebaskan yang muda daripada yang tua,
bahwa ayahnya telah wafat. Dengan membawa siluman air itu tanpa melihat kedudukan mereka.” “Siluman, saya tidak hanya
bersamanya, ia kembali ke Kota Benares dan mengambil alih mengerti mengenai dewa yang sebenarnya, saya juga
kerajaan, menobatkan Pangeran Bulan menjadi Raja Muda dan melaksanakannya. Karena dia lah, kami mencari perlindungan di
Pangeran Matahari sebagai Panglima (Militer). Ia menyediakan hutan, untuk dia lah, ibundanya meminta kerajaan dari ayah kami
tempat tinggal yang nyaman untuk siluman air itu, menjamin ia dan ayah kami yang menolak permintaan itu, menyetujui
mendapatkan untaian bunga maupun makanan pilihan. Ia sendiri kepergian kami untuk mencari perlindungan di hutan. Dia datang
memerintah dengan adil, hingga akhirnya meninggal dan terlahir kepada kami, tidak berniat untuk kembali ke kerajaan lagi. Tidak
kembali di alam sesuai dengan apa yang telah ia perbuat.
____________________ tentang asal usulnya yang rendah itu, menurunkan statusnya, Ketika uraian ini berakhir, Sang Guru melanjutkan
demikian pula dengan status putranya, Viḍūḍabha. Ibu dan anak dengan pembabaran Dhamma. Saat Dhamma selesai
itu tidak pernah keluar dari istana.
dibabarkan, bhikkhu itu mencapai Buah dari tingkat kesucian Mendengar hal ini, pada subuh pagi hari, dengan diiringi Sotāpanna. Setelah menyampaikan dan mempertautkan kedua
oleh lima ratus orang bhikkhu [134], Sang Guru mengunjungi kisah ini, Buddha Yang Mahatahu mempertautkan kelahiran
istana. Beliau duduk di tempat yang telah disediakan untuk-Nya tersebut dengan berkata, “Bhikkhu yang hidup serba
dan berkata, “Tuan, dimanakah Vāsabha-Khattiyā?” berkecukupan ini adalah siluman air di masa itu, Ānanda adalah
Raja menceritakan kejadian tersebut kepada Beliau. Pangeran Matahari, Sāriputta adalah Pangeran Bulan dan Saya
“Tuan, putri siapakah Vāsabha-Khattiyā?” “Putri dari sendiri adalah saudara laki-laki sulung, Pangeran Mahiṃsāsa.”
Mahānāma, Bhante.” “Saat datang dari jauh, menjadi istri siapakah dia?” “Istri saya, Bhante.” “Tuan, ia adalah putri dari
[Catatan : Lihat Dhammapada karya Fausböll, hal.302, dan Ten seorang raja, menikah dengan seorang raja dan melahirkan anak Jātakas, hal.88.]
dari seorang raja. Mengapa putra itu tidak berhak atas kerajaan yang diperoleh dari kekuasaan ayahnya? Di masa lampau,
seorang raja yang mendapatkan putra dari wanita pengumpul kayu bakar dari pertalian sesaat 29 memberikan kekuasaannya
No.7.
kepada putranya.”
Raja memohon Bhagawan menjelaskan hal tersebut. KAṬṬHAHĀRI-JĀTAKA
Kemudian Beliau menceritakan hal yang selama ini tidak diketahuinya dikarenakan kelahiran kembali.
“Saya adalah putramu,” dan seterusnya. Kisah ini ____________________ diceritakan oleh Sang Guru di Jetawana, mengenai Vāsabha-
Khattiyā, yang terdapat di Buku Kedua belas dari Bhaddasāla- Jātaka 28 . Menurut cerita secara turun temurun, ia adalah putri
29 Kata dari Mahānāma Sakka dengan seorang pelayan wanita bernama muhuttikāya mempunyai arti harfiah “sesaat” atau dapat diterjemahkan juga menjadi
“dengan siapa ia beristri, dalam waktu yang singkat.” Professor Künte (Ceylon R.A.S.Journal,
Nāgamuṇḍā; ia kemudian menjadi istri Raja Kosala. Saat ia
tahun 1884,hal.128) berpendapat kata itu suatu acuan terhadap bentuk pernikahan Muhūrta
( sedang mengandung putra dari raja, raja yang baru mengetahui mohotura) yang “terdapat di antara Mahratha daripada Brahmana,”, dan dia
membandingkan dengan bentuk Gāndharva yang lebih dikenal, yakni : perpaduan (resmi) atas persetujuan bersama, secara mendadak tanpa dimulai dengan ikatan yang resmi sama
28 No.465.
sekali.
Suatu ketika di masa lalu, Brahmadatta, Raja Benares, kedatangan mereka diberitahukan kepada raja. Setelah sedang mengunjungi taman peristirahatannya. Ketika menjelajah
dipersilakan, ia masuk ke dalam istana, memberi hormat kepada mencari buah dan bunga, ia bertemu dengan seorang wanita
raja dan berkata, “Ini adalah putramu, Paduka.” yang sedang memungut kayu sambil bernyanyi dengan gembira
Raja telah mengetahui bahwa perkataan itu benar di hutan. Karena jatuh cinta pada pandangan pertama, raja
adanya, namun karena berada di hadapan anggota istana menjalin hubungan dengannya. Saat itulah Bodhisatta
lainnya, rasa malu menyebabkan beliau menjawab, “Dia bukan dikandung. Merasakan penambahan berat badan bagaikan
putraku.” “Tetapi ini adalah cincin bertera darimu, Paduka; ditekan vajra Dewa Indra, wanita itu menyadari bahwa ia telah
Paduka tentu dapat mengenalinya.” “Demikian pula dengan mengandung, maka ia pun menyampaikan hal itu kepada raja.
cincin bertera itu, bukan berasal dariku.” Wanita itu kemudian Raja memberikan cincin bertera yang dipakainya kepada wanita
berkata, “Paduka, sekarang saya tidak mempunyai bukti atas itu, kemudian mengirimnya pulang dengan mengucapkan, “Jika
perkataan saya lagi, saya hanya bisa memohon kebenaran. bayi ini perempuan, gunakan cincin ini untuk biaya
Apabila Anda benar-benar ayah dari anakku ini, saya berharap ia perawatannya, namun jika ia laki-laki, bawa cincin beserta anak
bisa melayang di udara; jika bukan, ia akan jatuh ke tanah dan itu kepadaku.”
meninggal.” Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia memegang Sampai pada saatnya, ia pun melahirkan Bodhisatta.
kaki Bodhisatta dan melemparkannya ke udara. Ketika anak itu sudah bisa berlari dan sedang bermain di taman,
Bodhisatta duduk bersila dan melayang di udara, dengan ia mendengar suara tangis, “Tidak ‒ ayah telah memukulku!”
suara yang merdu, Beliau menyatakan kebenaran kepada Mendengar kata-kata itu, Bodhisatta berlari ke tempat ibunya dan
ayahnya, dengan mengulangi syair ini: —
menanyakan siapakah ayahnya. “Kamu adalah putra dari Raja Benares, Anakku.” “Apa
Saya adalah putramu, Raja yang berkuasa, yang dapat membuktikan perkataanmu, Bu?” “Saat raja
besarkanlah saya, Paduka !
meninggalkanku, ia memberikan cincin bertera ini kepadaku dan
Raja membesarkan semua orang,
berkata, ‘Jika bayi ini perempuan, gunakan cincin ini untuk biaya
terlebih-lebih anaknya sendiri.
perawatannya, namun, jika ia laki-laki, bawa cincin beserta anak itu kepadaku’.” “Kalau begitu, mengapa engkau tidak
mengajarkan kebenaran mengantarkanku kepadanya, Bu?”
Mendengar
Bodhisatta
kepadanya dari udara, raja mengulurkan kedua tangannya dan [135] Melihat anak itu telah bertekad untuk mencari
berseru, “Datanglah padaku, Putraku! Tidak ada orang lain selain ayahnya, ia membawanya ke gerbang istana dan meminta
saya sendiri yang akan membesarkan dan mengasuhmu.” Seribu saya sendiri yang akan membesarkan dan mengasuhmu.” Seribu
No.8.
turun kepada orang lain melainkan ke pelukan raja dan duduk di pangkuan raja tersebut. Kemudian raja mengangkat anak itu
GĀMANI-JĀTAKA
menjadi raja muda, sedangkan ibunya menjadi permaisuri. Setelah raja wafat, ia dinobatkan menjadi raja dengan gelar Raja
“Keinginan hati mereka,” dan seterusnya. Kisah Kaṭṭhavāhana – pemungut kayu bakar – semasa hidupnya, dan
mengenai seorang bhikkhu yang menyerah dalam daya upaya setelah memerintah kerajaannya dengan adil, Beliau meninggal
pelatihan dirinya ini, disampaikan oleh Sang Guru ketika berada dan terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang telah ia
di Jetawana. Dalam Jātaka ini, baik cerita pembuka maupun perbuat.
kisah kelahiran lampau akan ditampilkan pada Buku Kesebelas, ____________________
ditautkan dengan Samvara-Jātaka 30 ; — menceritakan kejadian Uraian Dhamma yang disampaikan kepada Raja Kosala
yang sama, baik kisah Jataka itu maupun yang ini, hanya itu pun berakhir, kedua kisah telah diceritakan pula. Sang Guru
syairnya saja yang berbeda.
kemudian mempertautkan kedua kisah itu, dan memperkenalkan Saat Bodhisatta berdiam diri dengan bijaknya, Pangeran kelahiran tersebut dengan mengatakan, “Mahāmāyā adalah
Gāmani yang menyadari dirinya, — yang termuda di antara wanita yang menjadi ibu di masa itu, Raja Suddhodana adalah
seratus bhikkhu yang ada — dikelilingi oleh rombongan seratus ayah anak tersebut dan Saya sendiri adalah Raja Kaṭṭhavāhana.
bhikkhu tersebut, duduk di bawah tenda kerajaan yang putih bersih, sedang merenungkan keagungannya, dan berpikir, “Saya
[Catatan : Bandingkan dengan Dhammapada, hal.218; Jātaka berhutang pada Guru atas semua keagungan ini.” Rasa bahagia No.465 dan Buddhaghosha’s Parables karya Rogers. Lihat juga ikhtiar di
yang memenuhi hati sanubarinya mendorongnya mengucapkan Ceylon R.A.S.Journal, tahun 1884, untuk menelusuri Jātaka ini kembali
syair berikut ini:
pada cerita Dushyanta and Cakuntalā dalam kisah Mahābhārata dan
drama Kālidāsa berjudul Lost Ring] Keinginan hati 31 mereka telah mereka capai,
30 No.462.
31 Pilihan terjemahan yang dapat digunakan (“ phalāsā ti āsāphalam,” yakni, “ ‘keinginan yang muncul dari hasil ( phala)’ mengandung arti ‘hasil dari keinginan’ ”) menurut Professor Künte
(Jurnal Ceylon dari Royal Asiatic Society, 1884) — “pembalikan kata membutuhkan pengetahuan tata bahasa metafisika, yang belum dikembangkan di India sebelum abad
Keenam... Terjemahan itu ditulis berkisar masa bangkitnya kaum Brahmana dan munculnya
kaum Jina (jain) .” kaum Jina (jain) .”
pujian terhadap pelepasan agung Yang Mahabijaksana. Sang Guru masuk ke Balai Kebenaran, duduk di tempat duduk-Nya
[137] Tujuh hingga delapan hari setelah ia dinobatkan dan menyapa para bhikkhu: — “Apa yang menjadi topik menjadi raja, semua saudaranya kembali ke rumah mereka
pembicaraan dalam pertemuan ini, wahai Bhikkhu?” masing-masing. Raja Gāmani pun memerintah kerajaannya
“Bukan apa-apa, Bhante, hanya memuji pelepasan dengan adil, setelah meninggal, ia terlahir kembali di alam sesuai
agung yang telah Bhante lakukan.” “Wahai Bhikkhu,” Beliau dengan apa yang ia perbuat. Demikian juga dengan Bodhisatta,
berkata kepada para siswa-Nya, “bukan hanya di kelahiran ini setelah meninggal, terlahir kembali di alam sesuai dengan apa
saja Tathāgata 33 melakukan pelepasan, di masa lampau ia juga yang telah diperbuat.
meninggalkan keduniawian.”
____________________ Para bhikkhu memohon Bhagawan menjelaskan hal tersebut. Buddha kemudian menceritakan hal yang selama ini Saat uraian ini berakhir, Sang Guru melanjutkan dengan
tidak mereka ketahui dikarenakan kelahiran kembali. pembabaran Dhamma. Pada akhir khotbah, bhikkhu yang
____________________ hatinya penuh keraguan itu mencapai tingkat kesucian Arahat.
Suatu saat di masa lampau, Kerajaan Videha, di Mithilā, Setelah menceritakan kedua kisah ini, Sang Guru
diperintah oleh seorang raja yang bernama Makhādeva. Beliau mempertautkan antara kedua kisah dan mempertautkannya,
adalah raja yang taat dan bertindak adil. Di dalam beberapa serta memperkenalkan kelahiran tersebut.
kelahiran secara berturut-turut selama delapan puluh empat ribu tahun lamanya, ia menikmati hidup sebagai pangeran,
No.9.
mempunyai gelar raja muda, dan memegang kekuasaan sebagai raja. Suatu hari, setelah menjalankan kehidupan ini cukup lama,
MAKHADEVA-JATAKA ia berpesan kepada tukang pangkasnya, — “Teman, jika engkau menemukan uban tumbuh di kepala saya, katakanlah kepada
“Lihatlah, uban,” dan seterusnya. Kisah ini disampaikan
oleh Sang Guru di Jetawana, mengenai pelepasan agung, yang
33 Kata yang sering digunakan sebagai gelar dari Buddha ini jauh dari arti yang jelas, tingkat
bertalian dengan Nidana-Katha 32 .
ketidakjelasan itu dipertinggi oleh keterangan yang cukup rumit dari Buddhaghosa di hal.59- 68 dari Sumaṅgala-vilāsinī, dimana terdapat delapan terjemahan yang berbeda. Istilah tersebut dapat diartikan sebagai ‘Ia yang menempuh jalan yang telah dilalui oleh Buddha
32 Lihat hal.61, Vol.I dari Fausböll, tentang bagaimana Pangeran Siddharta, yang akan sebelumnya’; namun ada penjelasan lain lagi di hal.82 Vol.XIII dari Sacred Books of the East, menjadi Buddha, meninggalkan keduniawian dalam mencari kebenaran sejati.
dimana diartikan sebagai ‘Ia yang telah tiba disana’ yakni pembebasan.
saya.” Suatu hari, bertahun-tahun kemudian, [138] tukang Setelah ia memutuskan untuk menjalankan kehidupan pangkas benar-benar menemukan sehelai uban tumbuh di antara
sebagai seorang petapa, para menterinya mendekat dan rambut ikalnya yang hitam legam. Maka ia pun menyampaikan
bertanya, “Paduka, apa alasan Paduka memilih menjalankan hal itu kepada raja. “Cabutlah uban itu, Teman,” kata raja, “dan
kehidupan sebagai seorang petapa?”
letakkan di telapak tangan saya.” Tukang pangkas menuruti Dengan uban di tangannya, Raja mengulangi syair perintah raja, mencabut uban itu dengan jepitan emas kemudian
berikut ini kepada para menterinya: —
meletakkan uban itu di telapak tangan raja. Pada saat itu raja masih mempunyai masa hidup selama delapan puluh empat ribu
Lihatlah, uban yang tumbuh di kepala saya; tahun lagi, namun saat memandang uban yang hanya sehelai itu,
inilah pesan bahwa Dewa Maut telah datang untuk hatinya dipenuhi emosi yang sangat mendalam. Ia seolah melihat
merampas kehidupan saya.
Raja Maut berdiri di sekelilingnya, atau bahkan seolah Saat ini, saya berpaling dari hal-hal duniawi, terperangkap dalam pondok yang terbuat dari dedaunan yang
dengan hidup mengasingkan diri, ditemukanlah sedang terbakar. “Makhādeva yang dungu!” serunya, “Uban telah
kedamaian yang tersembunyi.
tumbuh sebelum engkau membebaskan diri dari kotoran batin.” Ia terus menerus menatap uban itu, ada sesuatu yang berkobar
[139] Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia dalam dadanya; seluruh tubuhnya bercucuran peluh, sementara
meninggalkan takhta kerajaan dan di hari yang sama ia menjadi pakaiannya terasa sesak mengimpit dan terasa tidak
seorang petapa. Ia menetap di hutan mangga Makhādeva, tertahankan. “Hari ini juga,” ia berpikir, “saya akan meninggalkan
menghabiskan waktu delapan puluh empat ribu tahun keduniawian untuk menjalani hidup sebagai seorang petapa.”
mengembangkan empat kediaman luhur dalam dirinya dan Ia menghadiahkan tukang pangkas itu sebuah desa
meninggal dalam keadaan jhana, tanpa terputus. Kemudian ia senilai seratus ribu keping uang. Kemudian meminta anak
terlahir kembali di alam brahma. Setelah itu, ia kembali terlahir sulungnya untuk menghadap dan berkata padanya, “Anakku,
sebagai seorang raja bernama Nimi, di Kota Mithilā dan setelah uban telah tumbuh di kepalaku, saya mulai tua. Saya telah puas
menyatukan keluarganya yang tercerai-berai, sekali lagi ia menikmati kesenangan duniawi, sekarang sudah saatnya saya
menjadi seorang petapa di hutan mangga yang sama, mencicipi kesenangan batin; waktu saya untuk melepaskan
mengembangkan empat kediaman luhur dan terlahir kembali keduniawian telah tiba. Ambillah takhta kerajaan ini, saya akan
sekali lagi di alam brahma.