Tumpang-tindih Relung Berdasarkan Penggunaan Habitat

4.2. Tumpang-tindih Relung Berdasarkan Penggunaan Habitat

Siamang, simpai, bajing kelapa, dan jelarang hitam sering menggunakan lapisan tajuk dan lapisan emergen hutan (Tabel 4.2(1)). Rerata ketinggian dari permukaan tanah siamang (25,83 ± 0,34 m, 1 s.e., n = 656) lebih mirip dengan jelarang hitam (26,04 ± 1,26 m, 1 s.e., n = 28) daripada dengan simpai (20,62 ± 1,16 m, 1 s.e., n = 34) dan bajing kelapa (20,59 ± 1,96 m, 1 s.e., n = 22). Substrat Siamang, simpai, bajing kelapa, dan jelarang hitam sering menggunakan lapisan tajuk dan lapisan emergen hutan (Tabel 4.2(1)). Rerata ketinggian dari permukaan tanah siamang (25,83 ± 0,34 m, 1 s.e., n = 656) lebih mirip dengan jelarang hitam (26,04 ± 1,26 m, 1 s.e., n = 28) daripada dengan simpai (20,62 ± 1,16 m, 1 s.e., n = 34) dan bajing kelapa (20,59 ± 1,96 m, 1 s.e., n = 22). Substrat

Tabel 4.2(1) Ringkasan variabel-variabel penggunaan habitat.

Bajing Jelarang Variabel

Siamang

Simpai

Kelapa Hitam Variabel kontinu

Rerata Ds : diameter substrat (cm)

8,955 5,429 Hdt : ketinggian dari tanah (m)

8,562

6,382

20,59 26,04 Hp : ketinggian dari substrat (m)

25,83

20,62

25,68 32,50 Ratio_H : Rasio Hdt:Hp

32,30

25,85

0,7893 0,8085 Rsp : jarak dari pusat tajuk (m)

0,8014

0,8167

3,318 4,661 Rt : jari-jari tajuk (m)

5,364

3,25

6,682 8,036 Ratio_R : rasio Rsp:Rt

8,569

6,324

0,4770 0,5794 Variabel kategori Substrat

0,1146

0,4620

44,74% 3,45% 2 : cabang tersier

26,32% 62,07% 3 : cabang sekunder

50,75%

52,00%

5,26% 13,79% 4 : cabang primer

13,55%

8,00%

15,79% 20,69% 5 : batang utama

71,79% 46,88% 1 : daun baru

0,00% 0,00% 2 : understorey layer

1 : lantai hutan

0,00%

0,00%

23,08% 0,00% 3 : middle canopy layer

0,56%

2,67%

58,97% 40,63% 4 : emergent layer

65,94%

82,67%

17,95% 59,38% Tajuk

33,49%

14,67%

1 : bawah

27,59% 18,75% 2 : tengah

21,69%

16,95%

62,07% 68,75% 3 : atas

61,28%

74,58%

17,03%

8,47%

10,34% 12,50%

Hasil PCA pada 12 variabel yang mendeskripsikan penggunaan habitat (Lampiran 4) menghasilkan dua PC, yaitu PC1 dan PC2, yang berkontribusi terhadap 92,67% variansi total. Komponen utama yang dianalisis hanya kedua PC tersebut karena PC3 hanya berperan sebesar 3,855% dari total variansi data. Komponen yang berperan kurang dari 5% dapat diabaikan karena dianggap tidak memiliki arti penting secara ekologis (Janžekovič & Novak 2012: 131). Oleh karena itu, dua PC tersebut dianggap mewakili variasi penggunaan habitat pada keempat spesies subjek penelitian. Komponen pertama (PC1) berkorelasi tinggi dengan dua variabel, yaitu ketinggian pohon (Hp) dan ketinggian individu dari permukaan tanah (Hdt). Komponen kedua (PC2) memiliki korelasi yang tinggi dengan variabel diameter substrat (Ds). Gambar 4.2(1) menunjukkan proyeksi variabel-variabel penggunaan habitat terhadap PC1 sebagai sumbu-x dan PC2 sebagai sumbu-y.

Ordinasi data pada sumbu PC1 dan PC2 (Gambar 4.2(2)) menunjukkan bahwa siamang, simpai, bajing kelapa, dan jelarang hitam memiliki relung yang saling bertumpang-tindih. Walaupun tidak terdapat pengelompokkan relung secara visual (clustering) di antara keempat spesies mamalia tersebut, bajing kelabu tampak memiliki kisaran relung terbesar dibandingkan ketiga spesies lainnya. Sementara itu, jelarang hitam memiliki kisaran relung terkecil.

Uji Kruskal-Wallis (Lampiran 5) dilakukan untuk mengetahui perbedaan penggunaan habitat di antara siamang, simpai, bajing kelapa, dan jelarang hitam. Variabel yang diuji adalah PC1, PC2, dan variabel-variabel yang berkorelasi tinggi dengan PC1 dan PC2, yaitu ketinggian pohon, ketinggian dari permukaan tanah, dan diameter substrat. Uji dilakukan terpisah untuk masing-masing variabel. Jika hasil uji Kruskal-Wallis menyatakan bahwa terdapat perbedaan, uji Wilcoxon dilakukan untuk mengetahui spesies mamalia yang memiliki perbedaan nilai rata-rata.

Gambar 4.2(1) Proyeksi variabel-variabel penggunaan habitat pada PC1

(sumbu-x) dan PC2 (sumbu-y).

Keterangan: Ds1 = diameter substrat Hdt = tinggi dari permukaan tanah Hp = tinggi pohon PC1 = komponen utama pertama PC2 = komponen utama kedua Rsp = jarak dari titik tengah tajuk Rt = jari-jari tajuk pohon

Gambar 4.2(2) Ordinasi penggunaan habitat oleh empat spesies mamalia

arboreal terhadap PC1 (sumbu-x) dan PC2 (sumbu-y). Keterangan:

elips abu-abu = relung simpai elips hijau

= relung jelarang hitam elips kuning = relung bajing kelabu elips merah = relung siamang (s.d., 95% interval kepercayaan) PC1

= komponen utama pertama PC2

= komponen utama kedua

Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji Wilcoxon (Tabel 4.2(2)) menunjukkan bahwa walaupun terdapat tumpang-tindih penggunaan habitat, keempat spesies mamalia mengalami partisi relung pada beberapa dimensi relung. Siamang, simpai, bajing kelapa, dan jelarang hitam tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam penggunaan substrat (Kruskal-Wallis chi-squared = 7,1613, d.f. = 3,

p-value = 0,06693). Namun, terdapat perbedaan signifikan pada variabel ketinggian pohon (Kruskal-Wallis chi-squared = 23,4439, d.f. = 3, p-value = 3,263e-05) dan ketinggian individu dari permukaan tanah (Kruskal-Wallis chi- squared = 21,6214, d.f. = 3, p-value = 7,82e-05). Rerata ketinggian pohon yang digunakan siamang adalah 32,30 ± 0,40 m (1 s.e., n = 656). Simpai dan bajing kelapa menggunakan pohon dengan rerata ketinggian yang berbeda secara signifikan dengan siamang (uji Wilcoxon, p-value < 0,05). Namun, jelarang hitam menggunakan pohon dengan ketinggian yang tidak berbeda signifikan dengan siamang (uji Wilcoxon, p-value > 0,05). Uji perbedaan rerata ketinggian dari permukaan tanah juga menunjukkan hasil yang serupa. Rerata ketinggian dari permukaaan tanah siamang dan jelarang hitam sama, tetapi berbeda secara signifikan dengan simpai dan bajing kelapa. Hasil uji sesuai dengan visualisasi distribusi data dengan diagram boxplot (Gambar 4.2(3)).

Tabel 4.2(2) Hasil uji Kruskal-Wallis variabel penggunaan habitat dengan faktor keempat spesies mamalia arboreal.

Hdt Ds Uji Kruskal-

d.f. 3 3 3 3 3 p-value

1.893e-05*** 0.07495 3.263e-05*** 7.82e-05*** 0.06693

Uji Wilcoxon

(p-value) S.syn-P.mel

0,000316*** - S.syn-C.not

0,002953** - S.syn-R.bic

Keterangan: C.not

= Callosciurus notatus, bajing kelapa Ds

= diameter substrat Hdt

= tinggi dari permukaan tanah Hp

= tinggi pohon P.mel = Presbytis melalophos, simpai R.bic

= Ratufa bicolor, jelarang hitam S.syn

= Symphalangus syndactylus, siamang Kode signifikansi = 0 „***‟ 0,001 „**‟ 0,01 „*‟ 0,05

Hp (ketinggian pohon) Hdt (ketinggian dari tanah)

Ds (diameter substrat)

Gambar 4.2(3) Boxplot ketiga variabel yang berkorelasi tinggi dengan PC1 dan PC2.

Keterangan:

Hp (ketinggian pohon)

R.bic S.syn Minimal (garis terbawah)

C.not

P.mel

18,00 12,00 Kuartil 1 (sisi terbawah persegi)

27,50 23,00 Median (garis tengah kotak)

31,50 33,00 Kuartil 2 (sisi teratas persegi)

37,25 41,00 Maksimal (garis teratas)

Hdt (ketinggian dari tanah)

R.bic S.syn Minimal

C.not

P.mel

15,00 9,00 Kuartil 1

21,75 18,00 Median

25,00 25,00 Kuartil 2

29,50 33,00 Maksimal

Ds (diameter substrat)

R.bic S.syn Minimal

C.not

P.mel

C.not = Callosciurus notatus, bajing kelapa P.mel = Presbytis melalophos, simpai R.bic = Ratufa bicolor, jelarang hitam S.syn = Symphalangus syndactylus, siamang