jumlah SDM Iptek di Indonesia mencapai 43.779 orang. Jumlah ini masih lebih

7. Dalam kaitannya dengan sinergi kelembagaan Iptek, pembangunan Iptek nasional saat ini masih harus ditingkatkan. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam kaitan ini misalnya belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek dalam sistem inovasi yang ada. Mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia Iptek dengan kebutuhan pengguna Iptek dalam sistem inovasi masih belum berkembang dengan baik. Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur Iptek, seperti institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Integrasi Iptek di sektor riset-khususnya lembaga riset pemerintah - dengan industri di sektor produksi masih belum menyatu dalam sebuah harmoni. Dengan kata lain pembangunan Iptek di sisi penyediaan supply side dengan pembangunan di sisi permintaan demand side masih belum terintegrasi. b. Sumberdaya Iptek Pembangunan Sumberdaya Iptek, seperti pengelolaan SDM Iptek, sarana dan prasarana Iptek, informasi Iptek, kepemilikan paten, dan besarnya anggaran bidang Iptek sampai hari ini telah berjalan dengan baik, meski tidak semasif masa-masa sebelum Reformasi. Secara umum pembangunan sumber daya Iptek Indonesia saat ini masih relatif lemah, karenanya dirasakan harus ditingkatkan, agar kelembagaan Iptek dapat mengokohkan sistem nasional Iptek dan berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara. Hal ini diindikasikan dengan : 1. Prosentase penduduk berpendidikan tinggi Strata 1 ke atas di Indonesia sangat rendah dibanding dengan negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, bahkan India dan China. Tingkat pendidikan tinggi di Indonesia terus mengalami kenaikan dari 9,5 pada tahun 1990 menjadi 17,5 pada tahun 2007, Angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan Malaysia 30,2, Singapura 55,6, Thailand 48,3 dan Filipina 28,5, meski lebih tinggi dari Vietnam 15,9. 3 2. Jumlah SDM Iptek Indonesia sangat sedikit dibanding negara-negara maju, tetapi masih lebih besar dibanding beberapa negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Pada tahun

2004, jumlah SDM Iptek di Indonesia mencapai 43.779 orang. Jumlah ini masih lebih

besar dibandingkan dengan Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Jumlah peneliti di litbangjuta orang penduduk Indonesia mencapai angka 207, angka ini menunjukkan masih rendahnya jumlah peneliti dalam populasi penduduk di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kecuali Vietnam 115 dan Filipina 48. Dari 3 UNESCO, 2008 DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS data itu, keberadaan SDM Iptek di lembaga pemerintah sebesar 85, sedangkan SDM Iptek di industri hanya sekitar 15. Artinya mayoritas SDM Iptek kita berada di lembaga riset pemerintah. 4 3. Dari aspek ketersediaan ilmuwan dan engineer, maka pada tahun 2007 menurut WEF Indonesia menempati posisi ke-27, sedikit menurun di tahun 2008 dan 2009 pada peringkat ke-31. Namun demikian, dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN lainnya, maka ketersediaan ilmuwan dan engineer di Indonesia ini relatif baik, bahkan kita menempati posisi di atas Malaysia, dengan peringkat ke-33. Di ASEAN kita tepat berada di bawah posisi Singapura yang menempati posisi ke-14. 4. Anggaran pemerintah untuk riset Iptek sangat kecil dibanding dengan negara-negara lain di ASEAN sekalipun. Rasio anggaran Iptek nasional terhadap PDB terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 dan 2006, total belanja litbang sebagai persentase dari PDB Indonesia sebesar 0,05 angka ini lebih rendah dari Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura, artinya terendah se - ASEAN. Anggaran litbang Vietnam saja hampir 4 kali lipat dari anggaran litbang kita. 5 5. Dari aspek penyediaan dana perusahaan untuk litbang, Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-27. Kemudian secara fluktuatif kembali pada posisi ke-28 di tahun 2009. Dibanding negara tetangga, posisi Indonesia cukup baik, berada di atas Filipina dan Thailand, namun sedikit di bawah Malaysia, peringkat ke-19. Secara umum 70 dana litbang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara kontribusi swasta dalam litbang di Indonesia hanya sekitar 30. Kondisi ini terbalik dengan negara yang relatif maju seperti Korea Selatan atau Jepang, dimana kontribusi anggaran swasta untuk riset mencapai 80, dan anggaran riset pemerintah hanya 20 dari total anggaran riset nasional. 6 6. Kondisi sarana dan prasarana Iptek yang menonjol khususnya sebelum krisis ekonomi tahun 1998 - terlihat dari beroperasinya delapan wahana industri sebagai vehicle bagi transformasi industri yaitu industri penerbangan, industri maritim dan perkapalan, industri alat transportasi darat, industri elektronika dan telekomunikasi, industri energi, industri rekayasa, industri alat dan mesin pertanian dan industri pertahanan keamanan, yang kesemuanya berbentuk sepuluh BUMN Industri Strategis, yakni PT IPTN pesawat 4 World Bank, 2009 5 World Bank, 2009 6 World Bank, 2009 DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS terbang, PT PAL kapal laut, PT PINDAD peralatan rekayasa, PT Krakatau Steel baja, PT INKA kereta api, Perum Dahana eksplosif komersil, PT INTI telekomunikasi, PT LEN elektronik, PT BARATA industri rekayasa berat, dan PT BBI turbin, mesin. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 secara relatif pembangunan sarana dan prasarana Iptek terhenti. Bahkan, masalah pembiayaan untuk pemeliharaan peralatan-peralatan canggih ini menjadi isu yang menonjol. Sekarang ini pemikiran yang berkembang adalah bagaimana mengoptimasikan potensi yang ada, yakni SDM, biaya perawatan, dengan program Iptek, serta peluang spin-off di luar tugas pokok lembaga. Dengan kata lain posisi pembangunan sarana dan pra-sarana Iptek berada pada status ” defensif”. c. Jaringan Iptek Pembangunan Jaringan Iptek secara berkesinambungan terus dilaksanakan dalam periode waktu 2005-2009. Dengan berdirinya Dewan Riset Nasional dan Dewan Riset Daerah, hal ini menuntut terbentuknya jaringan Iptek yang semakin luas dan kompleks, yakni bukan hanya jaringan antar lembaga riset - perguruan tinggi - badan usaha atau jaringan antar sektor, namun juga jaringan Iptek antar pusat dan daerah serta jaringan internasional, termasuk jaringan informasi dan SDM. Karenanya dirasakan, bahwa jaringan Iptek ini masih relatif lemah dan perlu terus dikuatkan. Sinergi kebijakan terkait pembangunan Iptek antara stake-holder yang ada masih belum kokoh. Hal-hal tersebut diindikasikan dengan: 1. Kinerja kerjasama riset antara universitas - industri di Indonesia pada tahun 2007 menurut evaluasi WEF ditempatkan pada posisi ke-64. Angka ini terus membaik secara signifikan. Pada tahun 2008 peringkat ini meningkat ke posisi 54, dan bahkan secara fantastik pada tahun 2009 kerjasama riset antara universitas-industri di Indonesia dinilai WEF menempati posisi ke-43. Kinerja ini dibandingkan dengan capaian negara tetangga ASEAN relatif baik. Indonesia menempati peringkat di atas negara Vietnam, Filipina, dan bahkan Thailand, peringkat ke-44, meski masih di bawah Singapura dan Malaysia, yang menempati peringkat ke-4 dan 22. Namun demikian, koordinasi pembangunan Iptek khususnya antar stake-holder di luar LPNK ristek masih belum menampakkan soliditas dan produktivitas yang memadai. Berbagai forum koordinasi Iptek baik sektoral, nasional, maupun regional perlu terus dikembangkan. 2. Kemudian juga teramati lemahnya sinergi kebijakan Iptek intra institusiaktor pengembang Iptek LPNK ristek, lembaga riset departemen teknis, industri dan DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS perguruan tinggi, serta antar institusi pengembang Iptek dengan pengguna Iptek. Lemahnya sinergi kebijakan Iptek ini, menyebabkan kegiatan Iptek baik dari segi kualitas dan skalanya belum mampu memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan Iptek belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri. Di samping itu kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan Iptek. 3. Pada tahun 2006, FDI Foreign Direct Invesment Inward Indonesia sebagai persen dari Produk Domestik Bruto PDB sebesar 1,35, jika dibandingkan dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia masih berada dibawah negara-negara tersebut. Singapura memiliki FDI Inward sebagai persen dari GDP yang terbesar diantara negara-negara tersebut yaitu sebesar 20,94. Dari aspek investasi langsung asing, Indonesia secara perlahan terus membaik, menjadi 1,55 pada tahun 2008. 7 4. Dari aspek pengguna internet, Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-85 dari 131 negara. Capaian ini menurun secara fluktuatif. Pada tahun 2008 menurun menjadi peringkat ke-107 dan pada tahun 2009 membaik dan menempati posisi ke-87. Di antara negara-negara ASEAN, kita menempati posisi sedikit lebih baik dibanding Filipina, peringkat ke-106. Sementara negara lain memperlihatkan kinerja yang lebih baik. Malaysia menempati peringkat ke-22, bahkan Singapura dalam aspek penggunaan internet menempati posisi ke-15 dari 133 negara yang disurvei WEF. Sementara untuk penggunaan internet pita lebar broadband, peringkat Indonesia berada pada posisi ke-101. Dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN, maka posisi ini adalah terbawah. Vietnam dan Filipina saja berada pada peringkat ke-77 dan ke-89. Sementara Thailand dan Malaysia berada pada peringkat ke-78 dan ke-55. 8

d. Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek